Anda di halaman 1dari 16

Tipe-tipe perpustakaan kemudian muncul teknologi penyimpanan lain dengan media film (plastik).

Media penyimpanan film


berkembang sehingga muncul bentuk mikro.
Tujuan utama sebuah perpustakaan adalah menyediakan layanan akses informasi bagi pemakai. Perkembangan media penyimpanan tidak hanya sampai dengan bentuk film maupun mikro, bentuk lebih
Keberadaan pepustakaan sangat bermanfaat, tetapi seringkali dihadapkan pada permasalahan dalam hal ringkas muncul seiring dengan munculnya teknologi komputer. Bentuk ini ditandai dengan munculnya media
akuisisi (pengadaan), penyimpanan, dan penanganan dokumen maupun berkas-berkas sesuai kebutuhan. penyimpan elektronik dalam bentuk disket, kemudian diikuti dengan munculnya CD-ROM. Perkembangan
Dengan perkembangan perpustakaan dari model perpustakaan yang sederhana sampai seperti dewasa ini, media penyimpanan tersebut pada akhirnya berpengaruh pada kepustakawanan (kegiatan perpustakaan).
hambatan yang dialami adalah munculnya pemakaian teknologi informasi sebagai sarana penyedia layanan
sehingga perubahan ini sangat berpengaruh pada metode akuisisi, penyimpanan, pengiriman atau prosedur Munculnya teknologi komputer (informasi) yang mampu mempersingkat dan mempermudah sistem kerja
penelusuran. Untuk mencapai tujuan agar perpustakaan tidak ketinggalan jauh dengan adanya manusia juga mulai dikenal dalam lingkungan perpustakaan. Keuntungan penggunaan komputer ini
perkembangan di bidang teknologi informasi, upaya dalam hal perbaikan teknologi harus terus-menerus diharapkan mampu menggantikan kegiatan-kegiatan perpustakaan yang bersifat repetitif (maksudnya
dilakukan agar seluruh kegiatan pengelolaan perpustakaan dapat bekerja dengan lebih cepat, akhirnya dapat kegiatan yang dialkukan berulang-ulang). Komputer juga bermanfaat sebagai alat komunikasi dan pertukaran
menjangkau pemakai yang lebih banyak. informasi yang semakin dipermudah dengan berkembangnya teknologi jaringan komputer. Teknologi jaringan
lebih mempermudah pemakai untuk mengetahui informasi yang dimiliki perpustakaan di tempat lain sehingga
Dengan adanya perkembangan teknologi informasi yang berimbas juga ke pengelolaan perpustakaan, terjalin komunikasi antar perpustakaan. Komunikasi juga dapat terjadi antar lembaga informasi lainnya baik
mengakibatkan adanya paradigm baru dalam bidang perpustakaan. Perubahan tersebut sangat terlihat pada di dalam maupun di luar negeri.
kinerja dan layanan perpustakaan menurut Lasa (2002), antara lain berikut ini:
Teknologi jaringan komputer semakin merebak di tingkat nasional maupun internasional. Teknologi jaringan
1. Perubahan orientasi pustakawan dari penjaga koleksi menjadi penyedia informasi. internet maupun intranet memungkinkan kemudahan akses bagi setiap orang untuk mendapatkan informasi.
2. Perubahan pengguna yang awalnya hanya membutuhkan satu media menjadi multimedia. Pengaruh teknologi (terutama teknologi komputer dan telekomunikasi), ternyata sangat besar di
perpustakaan. Telah disebut diatas bahwa pengaruh adanya perkembangan teknologi mengakibatkan
3. Dari sisi pengolahan koleksi yang tadinya diolah oleh perpustakaan sendiri beralih ke sistem pengolahan
munculnya tipe-tipe perpustakaan yang berbasis teknologi, antara lain Perpustakaan Kertas, Perpustakaan
koleksi secara global.
Terotomasi, dan Perpustakaan Elektronik. Selain ketiga tipe perpustakaan tesebut masih ada satu tipe
4. Masyarakat pada biasanya mendatangi perpustakaan. Dengan adanya perubahan perpustakaan harus
lagi, yaitu Perpustakaan Hibrida. Perpustakaan ini merupakan perpustakaan peralihan antara terotomasi
lebih aktif untuk mendatangi pengguna, apabila menginginkan perpustakaannya tetap dikunjungi oleh
dan elektronik. Berikut ini adalah penjelasan dari ketiga tipe perpustakaan diatas:
pengguna.

5. Layanan perpustakaan secara local bersifat tradisional beralih menjadi layanan global dan otonomi. 1. Perpustakaan Kertas (Paper Library)
Perkembangan tekonologi yang sudah mengimbas kemana-mana, termasuk perpustakaan, mengakibatkan Perpustakaan dengan tipe seperti ini, teknik operasional (seperti pembelian, pengolahan, pengkatalogan dan
skala operasional juga meningkat dan otomatis perbaikan kea rah yang lebih teknis harus dilakukan sehingga sirkulasi) dan koleksi bahan pustaka (terutama teks) masih berbasis pada kertas dan karton. Boleh dikatakan,
muncullah tipe perpustakaan yang berbasis pada penggunaan teknologi informasi. perpustakaan jenis ini masih menyimpan koleksi bahan pustaka dari kertas, ada juga koleksi selain kertas,
misalnya clay tablets, vellum, film dengan frekuensi yang sangat sedikit. Layanan yang dijalankan pada
Sebelum berbicara mengenai tipe-tipe perpustakaan berbasis teknologi, ada baiknya mengetahui terlebih perpustakaan kertas pun masih seperti perpustakaan-perpustakaan di Indonesia pada umumnya, sebelum
dahulu perkembangan teknologi dalam bidang record informasi (penyimpanan informasi) mulai dari awal. muncul teknologi informasi.
Perkembangan teknologi tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan media penyimpanan informasi yang
ada di perpustakaan. Sebelum teknologi mesin cetak ditemukan oleh Guttenberg, media penyimpanan
informasi berupa batu, kayu, kulit domba, dan sebagainya. Setelah ditemukan mesin cetak, media
penyimpanan berubah menjadi kertas. Era ditemukannya mesin cetak, menyebabkan produksi informasi
menjadi meningkat tajam, diikuti pula dengan peningkatan jumlah pemakai. Oleh karena derajat
keasamannya tinggi maka media penyimpanan informasi dan kertas dianggap tidak mampu bertahan lama,

1
Gambar : University of Sargodha Library. Sumber : http://uoslahore.edu.pk/library_page/

2. Perpustakaan Terotomasi (Automated Library)


Penerapan teknologi informasi terutama teknologi komputer untuk kepentingan perpustakaan sehingga yang
Gambar : Electronic Library. Sumber :
terotomasi adalah teknik operasional perpustakaan, seperti pengadaan, sirkulasi, pengolahan, serta
https://en.wikipedia.org/wiki/File:Fort_Worth_Library_Computer_Lab.jpg
keperluan administrasi perpustakaan, sementara itu bahan pustaka masih berbentuk ketas sebagai
medianya.
Perubahan operasional perpustakaan menjadi berbasis komputer serta ketersediaan bahan pustaka

3. Perpustakaan Elektronik (Electronic Library) elektronik menunjukkan perubahan yang radikal terutama dalam pelayanan perpustakaan. Bentuk atau wujud

Tipe perpustakaan elektronik baik bahan pustaka maupun teknik operasional perpustakaan berubah ke bahan pustaka elektronik sangat berbeda dengan bahan pustaka cetak dengan media kertas dan bentuk

bentuk elektronik. Konsep perpustakaan elektronik bahan pustaka yang tersedia dalam bentuk terbacakan mikro. Perubahan yang mempunyai koleksi bahan pustaka dalam bentuk elektronik bertujuan penyebaran

mesin (machine readable), pemakai akan berminat untuk mengakses secara langsung dan keinginan akses informasi untuk kalangan yang lebih luas karena tipe perpustakaan, seperti ini koleksinya dapat diakses

akan tersedia.secara spekulatif seseorang dapat menyeimbangkan antara bahan pustaka kertas dengan dengan cara berikut ini:

elektronik apabila dikehendaki, seseorang dapat mengubah menjadi perpustakaan tanpa kertas (paperless
Jarak jauh
libraries). Namun, masalah ini sesungguhnya tidak signifikan apabila diperbandingkan dengan asumsi akses
terhadap bahan pustaka elektronik yang direncanakan akan selalu tersedia. Saat ini sudah banyak Lebih dari satu orang pada waktu bersamaan
perpustakaan yang sudah menjadi Perpustakaan Terotomasi dan diharapkan akan segera menuju Untuk lebih dari satu kepentingan
Perpustakaan Elektronik.
Sebenarnya perpustakaan elektronik itu merupakan sebuah jaringan kerja, apalagi dengan cara akses
koleksi, seperti tesebut diatas. Apabila suatu perpustakaan akan mengembangkan menjadi perpustakaan
elektronik, harus mempertimbangkan beberapa faktor, antara lain (Saptari, 2004) berikut ini:

2
Interaksi dan sirkulasi perpustakaan. Pertimbangannya pengguna dapat berinteraksi ke seluruh jaringan Sources of Inspiration
atau hanya perpustakaan tertentu.
Ide-ide yang digunakan pemangku kepentingan untuk membayangkan kembali ruang perpustakaan
Mata rantai pemakai/pengguna, yaitu mata rantai komunikasi perpustakaan dengan pemakai.
melampaui pemikiran perpustakaan sebagai ruang tamu kampus. Tur perpustakaan di kampus lain
Pertimbangan yang perlu diambil adalah pengguna langsung datang atau menggunakan berbagai media
berkontribusi terhadap kemungkinan perencanaan serta tur pustakawan dari proyek arsitek mereka di
komunikasi yang ada, seperti telepon dan email. tempat lain. Konferensi tentang desain dan penilaian perpustakaan adalah sumber lain.
Mengatur distribusi data. Perlu dikembangakan kebijakan mengenai titik jasa atau perpustakaan elektronik
Sebagian besar, pengamatan langsung dan bukti anekdot tentang bagaimana ruang perpustakaan
yang betanggung jawab atas sumber serta bagaimana cara sumber tersebut dimanfaatkan pihak lain. Ini yang berbeda digunakan membantu menginformasikan tujuan desain pustakawan. Misalnya, seorang
menyangkut pembiayaan sumber informasi dan pembagian dana untuk perpustakaan anggota jaringan. pustakawan di sebuah perguruan tinggi kecil mengatakan bahwa proyeknya terinspirasi oleh kafe
Bentuk jaringan. Bentuk jaringan yang akan dilaksanakan berdasarkan sistem perpustakaan dewasa yang perpustakaan tersebut:
ada atau mencari sistem lain. Itu adalah situasi klasik, seorang anggota dewan masuk, mengeluarkan sebuah buku
Sedangkan perpustakaan hibrida adalah perpaduan antara perpustakaan baru berbasis informasi elektronik dari rak, membersihkan debu dan berkata, "Buku ini belum diperiksa sejak 1970 - tidak bisakah
dengan perpustakaan tradisional yang berbasis informasi cetak. Keduanya saling berdampingan dan kita menggunakan ruang ini dengan cara yang lebih baik? '"Saya sudah memikirkan pembaruan
bersama-sama secara terintegrasi dalam memberikan layanan informasi. Akses yang disediakan dapat
- kami tidak dapat terus membenarkan semua ruang ini hanya untuk menyimpan setiap buku
yang pernah kami beli, sebuah standar untuk perpustakaan sebelum revolusi digital. Di
melalui pintu gerbang elektronik yang tersambung dengan internet (LAN) maupun sebagaimana layaknya
perpustakaan asli, kita selalu melihat siswa lebih memilih untuk belajar di kedai kopi daripada
perpustakaan tradisional. Berikut perbedaan perpustakaan hibrida dengan tipe perpustakaan yang tersedia di daerah lain. Kami menggunakan ini dalam desain ulang kami. Kami menginginkan renovasi
pada situs web (website). Pertama, di satu sisi informasi dalam bentuk cetak tetap dipertahankan dan di sisi untuk memastikan masih ada elemen perpustakaan tradisional seperti daerah yang sepi, tetapi
lain sumber informasi dalam bentuk elektronik mulai disediakan. Kedua, berusaha memusatkan perhatian juga untuk menciptakan ruang multi guna baru tempat siswa dapat belajar dan di mana ada
dan memberikan layanan pada pemakai secara utuh baik subjek spesifik maupun umum untuk kelompok kebisingan di sekitarnya, atau di mana Anda dapat melihat dan dilihat. Siswa-siswa ini dapat
menyebar ke daerah-daerah yang mungkin bisa digunakan secara berbeda di perpustakaan
pemakai tertentu.
yang lebih tradisional. Seperti yang disarankan oleh kutipan ini, para pemangku kepentingan
menginginkan agar perpustakaan menjadi hal yang diinginkan
Daftar Pustaka tujuan di kampus dan juga "simbol pembelajaran." Atau, seperti yang dikatakan oleh seorang pustakawan:
Purwono (2011). Perpustakaan da Kepustakawanan Indonesia. Jakarta: Universitas Terbuka.
"Perpustakaan perlu menjadi bagian dari perjalanan siswa di siang hari." Dalam hal ini, pustakawan dan
arsitek ingin menciptakan sebuah perpustakaan yang merupakan pusat pembelajaran, penelitian, dan
Sumber : http://bicaraperpustakaan.com/2016/01/tipe-tipe-perpustakaan.html/. Diakses tanggal 21 penemuan. Hal ini mengharuskan terciptanya berbagai ruang di mana siswa dan fakultas bisa pergi untuk
september 2017. 15.54 berkolaborasi, menciptakan, merenungkan, belajar, meneliti, makan, bersosialisasi, atau belajar dalam
kesendirian.

3
Diagram Kegiatan Belajar yang Didukung di Ruang Arsitektur Baru. Sumber : Planning and Designing
Academic Library Learning Spaces: Expert Perspectives of Architects, Librarians, and Library Consultants.
Paper by : ALISON J. HEAD, PH.D.

Sebagai akibat dari hasil tersebut, dan sebagai dasar untuk membahas preferensi desain untuk berbagai
jenis ruang, kami fokus pada empat kategori kegiatan pembelajaran yang utama untuk mendukungnya.
Kami tidak bermaksud agar kategori ini komprehensif dari semua jenis aktivitas belajar yang mungkin atau
mungkin tidak terjadi di perpustakaan akademis. Sebaliknya, kategori ini mewakili jenis pembelajaran
akademis yang paling sering didukung dalam sampel 22 proyek perpustakaan terbaru di kampus AS dan
Kanada. The four academic learning categories in descending order were:

1) Pembelajaran kolaboratif

2) Studi perorangan

3) Pembelajaran point-of-need

4) Kelas "Sesekali" yang diajarkan oleh instruktur kampus

Apa yang Arsitek dan Pustakawan Berarti Ketika Mereka Berbicara tentang Desain Ruang Perpustakaan

4
Kesimpulan

Dalam laporan ini, kami telah berbagi keahlian dari pemangku kepentingan utama mengenai masa depan
perpustakaan sebagai bagian dari laporan Seri Praktisi PIL yang pertama. Kami mempresentasikan hasil ini
pada saat perpustakaan akademis mengalami perubahan yang luar biasa dalam menanggapi praktik
pedagogi yang berkembang di dunia yang semakin terhubung.

Kami mewawancarai 49 pemangku kepentingan - pustakawan, arsitek, dan konsultan perpustakaan - di


garis depan 22 proyek pembelajaran perpustakaan perpustakaan di AS dan Kanada. Sementara sampel
institusional kami tidak dapat digeneralisasikan ke seluruh populasi perpustakaan akademis di kampus-
kampus di AS dan Kanada, temuan dari wawancara mendalam kami menyarankan kesimpulan yang dapat
ditindaklanjuti ini:

1. Perlu penelitian pra-desain lebih lanjut. Baik pustakawan maupun arsitek menempatkan premi tinggi
untuk menciptakan desain yang "terpusat pada pengguna". Namun, kami menemukan data penggunaan
yang sering mereka andalkan untuk perencanaan ruang dan pengambilan keputusan lebih bersifat
anekdotal daripada berdasarkan bukti ilmiah empiris. Meskipun pengamatan langsung para pustakawan
terhadap penggunaan perpustakaan oleh ruang perpustakaan telah digunakan, dan dianggap sebagai
"praktik terbaik" oleh arsitek dalam sampel kami, wawasan ini tidak lengkap dan terbatas untuk membuat
perencanaan dan keputusan. Pertama, data ini tidak memenuhi kriteria pengumpulan masukan secara
sistematis dari siswa. Kedua, ketika tindakan ini digunakan dalam penelitian kami, mereka jarang
menganggap fakultas sebagai pengguna akhir, dan sebagai pengguna perantara yang menentukan apa
yang perlu dicapai siswa. Mengingat biaya, kepentingan, dan ketetapan keputusan perencanaan dan
desain mereka, pustakawan dan arsitek perlu melakukan penelitian pengguna pra-desain yang lebih ketat.
Metode formal, seperti survei berskala besar atau wawancara mendalam, perlu digunakan untuk
mengumpulkan masukan pengguna secara langsung dari siswa serta fakultas untuk ruang perencanaan.
Data ini juga bisa menjadi sumber evaluasi pasca hunian terutama untuk menunjukkan bagaimana siswa
dan fakultas menggunakan perpustakaan secara berbeda begitu ruang baru telah dibuat.

2. Perlu studi post-occupancy lebih lanjut. Sebagian besar pemangku kepentingan mengatakan bahwa
mereka mengandalkan metrik standar, seperti jumlah gerbang dan kepala, sebagai ukuran keberhasilan
setelah proyek ruang perpustakaan mereka selesai dibangun. Sementara tindakan ini mengumpulkan data
tentang kehadiran siswa di perpustakaan, data mereka tidak lengkap dan terbatas sebagai data anekdotal
yang digunakan dalam tahap pra-desain. Apa yang harus dilakukan oleh pustakawan dan arsitek dalam hal
ini adalah secara sistematis mengukur bagaimana kebutuhan belajar siswa atau keberhasilan
pembelajaran dipengaruhi oleh penciptaan ruang belajar perpustakaan baru. Tapi hanya sedikit tindakan
yang ada. Temuan ini menggarisbawahi jurang antara kebutuhan untuk menciptakan ruang belajar yang
lebih baik di perpustakaan akademik dan kemampuan untuk menilai bagaimana ruang-ruang ini
mempengaruhi keberhasilan pengguna akhir dengan belajar dan menyelesaikan tugas-tugas yang
diperlukan. Salah satu cara kesenjangan ini dapat ditutup adalah melalui pengembangan metrik evaluasi
apriori yang menghubungkan hasil pembelajaran di kampus dengan tujuan proyek ruang perpustakaan. Ini
mungkin paling baik dilakukan oleh profesi perpustakaan akademis dan melalui studi sistematis dengan
sampel yang mewakili berbagai proyek ruang belajar perpustakaan, dan bukan hanya satu bahasa saja.

3. Perlu integrasi kampus yang lebih luas dalam pengambilan keputusan oleh administrator perpustakaan.
Adalah penting bahwa pustakawan terlibat sejak dini dalam pengambilan keputusan di seluruh kampus
Sumber : Planning and Designing Academic Library Learning Spaces: Expert Perspectives of Architects, tentang pemilihan mitra pembelajaran yang dengannya mereka akan berbagi ruang. Namun, kami
Librarians, and Library Consultants. Paper by : ALISON J. HEAD, PH.D. mendapati bahwa kebanyakan pustakawan yang kami wawancarai tahu terlalu sedikit, terlambat.

5
Akibatnya, baik perencanaan maupun pelaksanaannya diderita. Pustakawan perlu menjadi mitra dan proyek sehingga input pengguna akhir dikumpulkan secara sistematis. Dengan melakukan hal itu, kita
kolaborator dalam proses perencanaan perpustakaan sejak awal. Salah satu solusinya adalah agar memiliki rasa kepemilikan yang kritis bagi setiap orang yang menggunakan ruang baru. Baru kemudian
administrator perpustakaan bisa terintegrasi dengan baik di badan pengambilan keputusan kampus para pemangku kepentingan mulai lebih dalam memahami bagaimana ruang belajar perpustakaan yang
mereka dengan bertugas di komite kelembagaan utama. Mereka perlu menjalin jaringan dengan telah mereka dukung mendukung tujuan belajar dan mengajar di kampus mereka yang unik. Langkah
pengambil keputusan utama sebelum ada diskusi tentang proyek perpustakaan. Mereka juga perlu selanjutnya
memulai dan mengembangkan aliansi dengan mitra belajar di kampus, daripada ditugaskan. Selain itu,
Laporan ini dibangun di atas karya kami sebelumnya di perpustakaan dan bagaimana kebutuhan informasi
mereka membutuhkan tempat duduk di meja sehingga mitra pembelajaran dipilih yang memperkuat misi
dan pembelajaran dari mahasiswa dilayani. Investigasi kami berikutnya di PIL akan menjadi studi berskala
perpustakaan untuk mendukung pembelajaran siswa dimana perpustakaan sudah kuat.
besar tentang penggunaan ruang belajar siswa.
4. Merangkul keaslian desain ruang belajar perpustakaan. Jika kita mempelajari sesuatu dari pakar yang
Dalam studi masa depan ini, kita mengajukan dua pertanyaan tepat waktu dan krusial: Bagaimana siswa
kita wawancarai, hanya satu ukuran yang tidak sesuai untuk semua perpustakaan akademik; Desain akan,
menggunakan ruang belajar baru yang dibuat untuk mereka di perpustakaan akademis, dan bagaimana
dan harus, berbeda di setiap kampus. Selain itu, desain ruang belajar perpustakaan akan terus
mereka menggunakan ruang lain - fisik dan virtual - dalam kehidupan mereka? Praktik penelitian apa yang
berkembang selama bertahun-tahun. Mengingat biaya, kepentingan, dan ketetapan keputusan
dimiliki oleh mahasiswa saat ini untuk penelitian yang berkaitan dengan kursus, dan bagaimana praktik ini
perencanaan dan desain mereka, pustakawan dan arsitek perlu melakukan penelitian pengguna pra-desain
mendukung pembelajaran akademis mereka? Kami akan menggunakan pendekatan metode campuran
yang lebih ketat.
kelompok fokus siswa dan survei kuantitatif skala besar untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini. !

Sumber : Planning and Designing Academic Library Learning Spaces: Expert Perspectives of Architects,
Project Information Literacy: Planning and Designing Academic Library Learning Spaces | Alison J. Head | Librarians, and Library Consultants. Paper by : ALISON J. HEAD, PH.D.
December 6, 2016
DECEMBER 6, 2016

untuk datang sebagai respons terhadap perubahan seismik


Perpustakaan Masa Depan
yang terjadi dalam program pedagogi dan kurikuler di kampus.
Inilah sebabnya mengapa fleksibilitas adalah elemen desain
penting untuk ruang belajar perpustakaan akademik. Tujuan
The Openbare Bibliotheek Amsterdam, dirancang untuk menghubungkan pembelajaran dengan
bagi pustakawan dan arsitek sama-sama harus menciptakan
ruang fleksibel yang "ditentukan pengguna" untuk memenuhi partisipasi dan pengalaman. Ini menarik dua juta pengunjung setiap tahunnya.
kebutuhan siswa pada saat bersamaan dengan perabotan yang
dapat dipindah-pindahkan. Mereka juga harus menjadi
prescient, sehingga kebutuhan pengguna yang berkembang
serta TI yang mereka andalkan dapat diantisipasi dan Ekosistem untuk Perpustakaan Masa Depan
diakomodasi 10 atau bahkan 20 tahun ke depan.
Pada bagian berikut, tren dan implikasi yang menonjol dianalisis secara ekstensif, dengan bantuan cerita
Secara keseluruhan, temuan kami menunjukkan bahwa pengguna dan studi kasus.
keberhasilan proyek perpustakaan bergantung pada
Cerita pengguna memberikan skenario potensial dan menyoroti fitur penting pengalaman perpustakaan di tahun
pengetahuan dan pemahaman bersama mengenai 2025.
pembelajaran sweeping, pedagogis, dan perubahan penelitian yang dihadapi akademi. Pustakawan dan
Seperti yang ditunjukkan pada diagram di halaman berikut, tren yang muncul telah dikelompokkan ke dalam
arsitek perlu bekerja sama untuk menerapkan pengetahuan dan pemahaman tersebut ke lingkungan unik
empat bidang utama yang mengeksplorasi kemungkinan peran perpustakaan masa depan dapat dipeluk:
dan kebutuhan belajar dan mengajar dari institusi spesifik mereka. Selain itu, temuan kami menunjukkan
bahwa proyek ruang belajar perpustakaan beresiko kegagalan terbesar ketika pustakawan dan arsitek
mengabaikan pengumpulan masukan dari semua pengguna. Ini adalah bagian penting dari setiap proyek Pelestarian Pengetahuan Partisipatif
perpustakaan, namun seringkali terlewatkan. Kami merekomendasikan agar semua pengguna akhir - Mengaktifkan Kolaborasi dan Pengambilan Keputusan
mahasiswa, fakultas, pustakawan, staf perpustakaan, dan anggota komunitas kampus lainnya - terlibat
Hub untuk Kesejahteraan Komunitas
dalam proses ini, mulai dari perencanaan dan perancangan hingga implementasi dan pasca hunian. Waktu
yang dialokasikan untuk penilaian serta keahlian evaluasi yang diperlukan harus dibangun dalam beberapa Pengalaman Belajar yang Seamless

6
Melihat ke depan

Peran perpustakaan akan berubah secara signifikan di tahun-tahun mendatang, didorong oleh perubahan demografis, meningkatnya migrasi
perkotaan dan kemajuan teknologi. Ke depan, perpustakaan akan melayani masyarakat yang beragam secara budaya dan padat secara fisik
di bawah tekanan sumber daya yang terbatas.

Mengintegrasikan layanan publik dan komersial yang lebih luas dalam penawaran mereka akan membantu perpustakaan tetap penting dan
relevan bagi masyarakat mereka, terutama dalam konteks yang lebih terisolasi. Interaksi fisik akan tetap menjadi permintaan utama
pengguna, terlepas dari kesempatan untuk mendapatkan akses informasi yang konstan dan konstan yang ditawarkan oleh teknologi.
Perpustakaan memang memainkan peran mendasar dalam memberikan akses terhadap sumber daya esensial bagi mereka yang tidak
memiliki sarana sendiri. Selanjutnya, mereka memberi kesempatan untuk berlatih dan bereksperimen dengan teknologi eksklusif.
Keterlibatan masyarakat akan membantu dalam mengembangkan layanan yang secara khusus ditargetkan terhadap permintaan dan aspirasi
pengguna.

Ruang perpustakaan harus fleksibel dan mudah beradaptasi untuk merangsang kolaborasi dan interaksi sosial, namun tetap memungkinkan
refleksi yang tenang dan penemuan yang tidak disengaja. Untuk mengatasi kekurangan ruang dan persyaratan konservasi, robotika dan
otomasi dapat digunakan untuk mencapai solusi hemat biaya untuk penyimpanan dan arsip fisik.

Sebagai akses terhadap penyebaran teknologi dan jumlah informasi yang dihasilkan tumbuh secara eksponensial, keahlian mentoring
pustakawan akan menjadi lebih penting dalam mendukung penelitian, penelitian dan pengambilan keputusan dengan informasi yang baik.
Sementara beberapa orang berpendapat bahwa kecanggihan algoritme yang maju dapat memberi kurasi digital potensi untuk menggantikan
fungsi pustakawan, memiliki profesional yang terampil dengan pengetahuan kapan dan bagaimana sumber daya dan alat ini paling baik
digunakan masih memungkinkan hasil yang lebih lengkap dan efektif.

Kecepatan kemajuan teknologi yang cepat menantang pelatihan dan keterampilan pustakawan. Keterbukaan yang lebih terbuka terhadap
kolaborasi dan pendekatan multi-disiplin akan menjadi kunci untuk merangsang proses inovasi yang mendesak. Jaringan dan kerja sama
yang terintegrasi antar perpustakaan akan sangat penting dalam menciptakan infrastruktur bersama yang berpotensi mengurangi biaya dan
menghemat usaha yang tidak perlu.

Sementara masa depan sebagian besar tidak diketahui, penelitian ini telah menunjukkan bahwa masa depan kaya akan peluang bagi
perpustakaan dan pustakawan dalam dunia perubahan yang cepat dan berkesinambungan. Kemampuan beradaptasi dan fleksibel akan
menjadi kunci untuk menyediakan ruang dan layanan yang merespons kebutuhan dan harapan pengguna, sekaligus memastikan model
operasi yang solid dan layak baik sekarang maupun di masa depan.

space operation

user

experience

Perpustakaan Pusat Seattle. Bangunan yang mencolok ini, yang dikandung sebagai perayaan buku, menarik lebih dari 2 juta pengunjung di
tahun pertamanya.

Sumber Future Libraries By Arup university

7
4. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan no. 0686/U/1991 tentang

Fungsi Perpustakaan Perguruan Tinggi


Pedoman Pendirian Perguruan Tinggi
5. Surat Keputusan Dirjen Dikti no. 162/1967 tentang Persyaratan Minimal
Sesuai dengan standard Nasional Indonesia , fungsi PPT adalah: Perguruan Tinggi
6. Surat Edaran Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan serta Kepala
1. 1)Lembaga pengelola sumber-sumber informasi
2. 2)Lembaga pelayanan dan pendayagunaan informasi Badan Adminitrasi Kepegawaian Negara no. 53649/MPK/1988, dan No.
3. 3)Wahana rekreasi berbasis ilmu pengetahuan
15?SE/1988
4. 4)Lembaga pendukung pendidikan (pencerdas bangsa)
5. 5)Lembaga pelestari khasanah budaya bangsa. Dalam Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan 7. Surat Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Nagara Tentang
Kebudayaan No. 0103/o/1981 menyatakan PPT berfungsi sebagai pusat kegiatan belajar-
mengajar, pusat penelitian dan pusat informasi bagi pelaksanaan tri dharma perguruan tinggi. Angka Kredit bagi Jabatan Pustakawan No. 18/MENPAN/1988
8. Surat Keputusan MENPAN No. 33 Tahun 1998
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, komunikasi dan budaya serta
peningkatan kebutuhan pemustaka maka fungsi PPT dikembangkan lebih rinci sebagai berikut : 9. Revisi Keputusan MENPAN no. 132/KEP/M.PAN/12/2002. Tentang Jabatan
Fungsional Pustakawan dan Angka Kreditnya.
1. 1)Studying Center, artinya bahwa perpustakaan merupakan pusat belajar maksudnya dapat dipakai
untuk menunjang belajar (mendapatkan informasi sesuai dengan kebutuhan dalam jenjang
pendidikan)
2. 2)Learning Center, artinya berfungsi sebagai pusat pembelajaran (tidak hanya belajar) maksudnya
bahwa keberadaan perpustakaan di fungsikan sebagai tempat untuk mendukung proses belajar 2. Struktur Organisasi
dan mengajar. (Undang-undang No 2 Tahun 1989 Ps. 35: Perpustakaan harus ada di setiap satuan
pendidikan yang merupakan sumber belajar).
3. 3)Research Center, hal ini dimaksudkan bahwa perpustakaan dapat dipergunakan sebagai pusat Berdasarkan PP No. 30 Tahun 1990 pasal 34 PPT sebagai unit pelaksana teknis merupakan salah satu unsur
informasi untuk mendapatkan bahan atau data atau nformasi untuk menunjang dalam melakukan penunjang sebagai kelengkapan bagi pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat,
penelitian.
kedudukannya di luar lingkup fakultas dan bertanggungjawab langsung kepada rektor/ketua/direktur maka
4. 4)Information Resources Center, maksudnya bahwa melalui perpustakaan segala macam dan jenis
informasi dapat diperoleh karena fungsinya sebagai pusat sumber informasi. struktur organisasi dan tata kerjanya seperti di bawah ini:
5. 5)Preservation of Knowledge center, bahwa fungsi perpustakaan juga sebagai pusat pelestari ilmu
pengetahuan sebagai hasil karya dan tulisan bangsa yang disimpan baik sebagai koleksi deposit,
Struktur organisasi PPT dapat dikategorikan dalam 2 (dua) bentuk yaitu :
local content atau grey literatur
6. 6)Dissemination of Information Center, bahwa fungsi perpustakaan tidak hanya mengumpulkan,
pengolah, melayankan atau melestarikan namun juga berfungsi dalam menyebarluaskan atau 1. Struktur organisasi Makro artinya kedudukan PPT dalam struktur lembaga / institusi.
mempromosikan informasi.
7. 7)Dissemination of Knowledge Center, bahwa disamping menyebarluaskan informasi perpustakaan 2. Struktur organisasi Mikro artinya kedudukan /struktur intern unit perpustakaan dengan segala bagian
juga berfungsi untuk menyebarluaskan pengetahuan (terutama untuk pengetahuan baru) dan unit kerja /kegiatannya.
Untuk struktur organisasi mikro ini menimal mencakup 3 bagian yaitu :

1) bagian pelayanan teknis;


Unsur-Unsur Pendirian PPT

2) bagian pelayanan pengguna / pemustaka dan


1. Landasan Hukum, merupakan dasar atau pedoman serta peraturan dalam pendirian perpustakaan
di perguruan tinggi dan sebagai persyaratan berdirinya perpustakaan antara lain:
3) bagian tata usaha.
1. Undang-undang no 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional
2. Undang-undang No. 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan Sesuai dengan perkembangan jenis dan bentuk layanan serta peningkatan pemanfaatan teknologi
informasi maka struktur organisasi dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
3. Peraturan Pemerintah no. 30 tahun 1990 tentang Pendidikan Tinggi

8
3. Sumber Daya Manusia Jumlah sumber daya manusia yang diperlukan dihitung berdasarkan perbandingan satu
pustakawan, dua tenaga teknis perpustakaan dan satu tenaga administrasi.
Di perpustakaan jenis apapun sumber daya manusia merupakan unsur yang sangat penting karena
merupakan ujung tombak dan ujung kekuatan proses pemberian dan penerimaan informasi dari sumber
informasi dalam hal ini pengelola perpustakaan dan pemanfaat informasi atau pengguna, sekarang 4.Koleksi / Bahan Pustaka
pemustaka. Perpustakaan perguruan tinggi menyediakan bahan bacaan wajib dan bahan bacaan pengaya,
yang dalam pengembangan koleksinya disesuaikan dengan kegiatan dharma perguruan tinggi.
3.1. Pemustaka / Pengguna/ User Perpustakaan perguruan tinggi menyediakan bahan bacaan mata kuliah yang ditawarkan di perguruan
Perpustakaan tidak akan ada artinya apabila tidak ada pengunjung yang memanfaatkan atau tinggi. Masing-masing judul bahan bacaan tersebut di sediakan tiga eksemplar untuk tiap seratus
menggunakan bahan pustaka/koleksinya yaitu user / pemustaka. Pemustaka adalah pengguna mahasiswa, di mana satu eksemplar untuk pinjaman jangka pendek dan dua eksemplar lainnya untuk
perpustakaan yaitu perseorangan, kelompok orang, masyarakat, atau lembaga yang pinjaman jangka panjang.
memanfaatkan fasilitas layanan perpustakaan ( UU No 43 Tahun 2007 Pasal 1 ayat 9). Adapun jenis koleksi yang disediakan selain buku juga terbitan pemerintah; terbitan perguruan tinggi;
Jumlah personal yang datang ke perpustakaan merupakan tolok ukur keberhasilan suatu terbitan badan internasional; bahan referensi; dll.
perpustakaan. Terdapat 2 katagori pemustaka yaitu potential user (adalah jumlah civitas Dalam UU no 43 tahun 2007 pasal 1 ayat 2 menyatakan bahwa Koleksi Perpustakaan adalah semua
academica yang ada pada PT) dan actual users (merupakan civitas academica yang informasi dalam bentuk karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam dalam bentuk berbagai media yang
memanfaatkan perpustakaan = pemustaka yang datang ke perpustakaan = pemustaka riil). mempunyai nilai pendidikan, yang dihimpun, diolah dan dilayankan. Selain itu koleksi perpustakaan juga
dikatakan sebagai bahan pustaka yang dikumpulkan, diolah, dilayankan, disebarluaskan kepada
3.2. Tenaga Pengelola Perpustakaan / Pustakawan
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan informasinya ataupun disimpan sebagai deposit penerbitan yang
Dalam Bab VIII Pasal 29 (1) UU No 43 tahun 2007 menyatakan bahwa tenaga perpustakaan
telah diterbitkan sebagai koleksi preservasi untuk memudahkan dalam temu kembali terhadap informasi
terdiri atas pustakawan dan tenaga teknis perpustakaan. (2) pustakawan sebagaimana
yang sewaktu-waktu dibutuhkan.
dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi kualifikasi sesuai dengan standar nasional
Adapun koleksi PPT diadakan melalui seleksi yang mengacu kepada kebutuhan program-program
perpustakaan. (3) tugas tenaga teknis perpustakaan sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat
studi yang diselenggarakan dan diorganisasikan sedemikian rupa sehingga dapat menjamin efektivitas dan
dirangkap oleh pustakawan sesuai dengan kondisi perpustakaan yang bersangkutan. (4)
efisiensi layanan kepada kebutuhan sivitas akademika PT ybs. Oleh karena itu pengadaan koleksi
ketentuan mengenai tugas, tanggungjawab, pengangkatan, pembinaan, promoasi, pemindahan
senantiasa disesuaikan dengan tujuan yaitu menunjang pelaksanaan program pendidikan, pengajaran,
tugas, dan pemberhentian tenaga yang berstatus pegawai negeri sipil dilakukan sesuai dengan
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, sehingga pengadaan koleksi tidak hanya disajikan untuk
peraturan perundang-undangan. (5) ketentuan mengenai tugas, tanggungjawab, pengangkatan,
kepentingan civitas academica saja melainkan juga untuk masyarakat luas yang memerlukannya.
pembinaan, promoasi, pemindahan tugas, dan pemberhentian tenaga yang berstatus non
pegawai negeri sipil dilakukan sesuai dengan peraturan yang ditetapkan oleh penyelenggara Berdasarkan Keputusan MENDIKBUD Republik Indonesia No. 0696/U/1991 bab II Pasal 11
perpustakaan yang bersangkutan. menetapkan persyaratan minimal koleksi PPT untuk program Diploma dan S1:
Berdasarkan SNI maka terdapat tiga kategori pengelola perpustakaan yaitu : (1)
tenaga administrasi, pegawai yang bekerja di unit perpustakaan tetapi tidak perpendidikan di 1. Memiliki 1 (satu) judul pustaka untuk setiap mata kuliah keahlian dasar (MKDK)
bidang perpustakaan; (2) tenaga teknis perpustakaan, pegawai yang berpendidikan serendah- 2. Memiliki 2 (dua) judul pustaka untuk tiap mata kuliah keahlian (MKK);
rendahnya diploma dua di bidang ilmu perpustakaan dan informasi atau yang disetarakan, dan
3. Melanggan sekurang-kurangnya 1 (satu) judul jurnal ilmiah untuk setiap Program studi
diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang
4. Jumlah pustaka sekurang-kurangnya 10 % dari jumlah mahasiswa dengan memperhatikan komposisi
untuk melakukan kegiatan kepustakawanan pada unit-unit perpustakaan; (3) pustakawan
subyek pustaka.
perguruan tinggi, pegawai yang berpendidikan serendah-rendahnya sarjana di bidang ilmu
perpustakaan dan informasi atau yang disetarakan, dan diberi tugas, tanggung jawab, Sedangkan untuk Program Pascasarjana dan Sp 1:
wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan
kepustakawanan pada unit-unit perpustakaan. 1. Memiliki 500 judul pustaka untuk setiap program studi

9
2. Melanggan sekurang-kurangnya 2 (dua) jurnal ilmiah untuk setiap program studi Agar yang dimiliki seperti tersebut di atas dapat dioptimalkan maka perlu melaksanakan
manajemen yang baik dan terencana dalam melaksanakan peraturan yang berlaku demi lancarnya dan
tercapainya tujuan PT dalam memberikan layanan penunjang kepada sivitas akademika untuk
keberhasilan proses pembelajaran, penelitian ataupun pengabdian kepada masyarakat. Hal-hal yang
5.Gedung / Ruang /Peralatan / Fasilitas harus dilakukan adalah dengan mengelola, mengolah, memanage koleksi, SDM, fasilitas dan dana. Selain
itu juga membuat laporan, memantau dan mengukur kinerja serta mengevaluasi dan membuat program
Gedung atau ruang perpustakaan merupakan tempat khusus yang dirancang sesuai dengan fungsi
kerja secara berkesinambungan dengan analisis SWOT.
perpustakaan sehingga berbeda dengan perancangan gedung atau ruang perkantoran umum. Untuk itu
dalam merencanakan gedung atau ruangan sebaiknya meibatkan pengelola perpustakaan. Letak gedung
atau ruang sebaiknya di lokasi yang strategis dan aksesebel (mudah dijangkau alat transportasi umum). 7.Dana / Anggaran

Bab IX pasal 38 UU No. 43 tahun 2007 menyebutkan bahwa : (1) Setiap penyelenggara perpustakaan Bab X pasal 39 (1) Pendanaan perpustakaan menjadi tanggung jawab penyelenggara perpustakaan. (2)
menyediakan sarana dan prasarana sesuai dengan standar nasional perpustakaan. (2) Sarana dan Pemerintah dan pemerintah daerah mengalokasikan anggaran perpustakaan dalam anggaran pendapatan
prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimanfaatkan dan dikembangkan sesuai dengan kemajuan dan belanja negara (APBN) dan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Untuk pelaksanaannya
teknologi informasi dan komunikasi. tergantung dari masing-masing lembaga sehingga perolehan dana dapat dijabarkan berasal dari : APBN,
APBD/DIPA, APB SENDIRI (INTERN), Yayasan, Donatur, Sponsorship, Masyarakat. Lebih lanjut pada pasal
Berdasarkan SNI, perpustakaan harus menyediakan ruang sekurang-kurangnya 0,5 m2 untuk setiap
40 disebutkan bahwa : (1) Pendanaan perpustakaan didasarkan pada prinsip kecukupan dan berkelanjutan.
mahasiswa, dengan penggunaan untuk areal koleksi seluas 45% yang terdiri dari ruang koleksi buku, ruang
(2) Pendanaan perpustakaan bersumber dari: (a) anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau
multimedia, ruang koleksi majalah ilmiah.
anggaran pendapatan dan belanja daerah; (b) sebagian anggaran pendidikan; (c) sumbangan masyarakat
yang tidak mengikat; (d) kerja sama yang saling menguntungkan; (e) bantuan luar negeri yang tidak mengikat;
Sedangkan ruang pengguna seluas 30% yang terdiri dari ruang baca dengan meja baca, meja baca
(f) hasil usaha jasa perpustakaan, dan/atau (g) sumber lain yang sah berdasarkan ketentuan peraturan
berpenyekat, ruang baca khusus, ruang diskusi, lemari katalog/komputer, meja sirkulasi, tempat penitipan tas
perundang-undangan. Dan dalam pengelolaan dana perpustakaan dilakukan secara efisien, berkeadilan,
dan toilet.
terbuka, terukur, dan bertanggung jawab.(Pasal 41). Berdasarkan SNI anggaran perpustakaan sekurang-

Ruang staf perpustakaan seluas 25% terdiri dari ruang pengolahan, ruang penjilidan, ruang kurangya 5% dari total anggaran perguruan tinggi diluar belanja pegawai.

pertemuan, ruang penyimpanan buku yang baru diterima, dapur dan toilet.

8. Pelayanan Teknis dan Pelayanan Perpustakaan

6.Manajemen Jam buka perpustakaan disesuaikan dengan kebutuhan kegiatan dharmanya sekurang-sekurangnya lima

Manajemen adalah kebutuhan pokok sebagai salah satu syarat pendirian perpustakaan, karena minimal puluh empat jam per minggu.

berfungsi sebagai perencana (planning), pengorganisaasian (organizing), pengawasan (controling). Jenis layanan yang diberikan, antara lain : layanan sirkulasi; layanan pinjam antar perpustakaan;

UU no. 43 tahun 2007 pasal 15 ayat (3): Pembentukan perpustakaan sebagaimana dimaksud layanan referensi; layanan pendidikan pengguna; layanan penelusuran informasi;

pada ayat (2) paling sedikit memenuhi syarat: Pelayanan perpustakaan apabila ditinjau dari kegiatannya maka terdapat dua jenis layanan di
perpustakaan yaitu layanan teknis yang meliputi pengolahan dan pelayanan perpustakaan sebagai layanan
1. memiliki koleksi perpustakaan; pengguna. Sedangkan apabila ditinjau dari sistemnya terdapat 3 jenis layanan yaitu (1) open access; (2)

2. memiliki tenaga perpustakaan; close access; (3) mixed services.


Dalam UU No 43 Tahun 2007 pasal 14 disebutkan bahwa:
3. memiliki sarana dan prasarana perpustakaan;
4. memiliki sumber pendanaan; dan
1. (1)Layanan perpustakaan dilakukan secara prima dan berorientasi bagi kepentingan pemustaka.
5. memberitahukan keberadaannya ke Perpustakaan Nasional

10
2. (2)Setiap perpustakaan menerapkan tata cara layanan perpustakaan berdasarkan standar nasional harus mendapatkan ruang dan perhatian dari komponen pimpinan di lembaga agar tercapai nilai akreditasi
perpustakaan. seperti yang optimal. ***
3. (3)Setiap perpustakaan mengembangkan layanan perpustakaan sesuai dengan kemajuan teknologi
informasi dan komunikasi.
4. (4)Layanan perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan melalui
pemanfaatan sumber daya perpustakaan untuk memenuhi kebutuhan pemustaka.
5. (5)Layanan perpustakaan diselenggarakan sesuai dengan standar nasional perpustakaan untuk DAFTAR BACAAN
mengoptimalkan pelayanan kepada pemustaka.
6. (6)Layanan perpustakaan terpadu diwujudkan melalui kerja sama antar perpustakaan. 1. 1.Sulistio- Basuki. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Gramedia. 1991.
7. (7)Layanan perpustakaan secara terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilaksanakan 2. 2.Buku Pedoman Perpustakaan Perguruan Tinggi. Ditjen Dikti. Depdiknas. 2004.
melalui jejaring telematika. 3. 3.Putu Laxman Pendit. etc. Perpustakaan Digital: Perspektif perpustakaan Pergururan Tinggi
Indonesia: Perpustakaan Universitas Indonesia. 2005.
4. 4.Abdul Rahman Saleh dan Fahidin, Manajemen Perpustakaan Perguruan Tinggi. Universitas
Terbuka. 1995.
9. Kerjasama 5. 5.Sutarno NS. Manajemen Perpustakaan: Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta. 2006.
6. 6.Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Pedoman Umum Pengelolaan Koleksi Perpustakaan
Seperti diketahui bersama bahwa iptek kom bud telah berkembang sejalan dengan hasil karya rekam dan Perguruan Tinggi. Jakarta: 2002.
tulis serta meningkatnya kebutuhan masyarakat, sehingga dibutuhkan sarana penyedia informasi yaitu 7. 7.Tadjudin, M.K. Standar Perpustakaan Perguruan Tinggi Dalam Rangka Akreditasi Institusi.
(makalah). Jakarta: PNRI, september 2002.
perpustakaan. Namun demikian disadari bersama bahwa tidak satupun perpustakaan yang mampu
8. 8. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Pedoman Umum Pengelolaan koleksi Perpustakaan
memberikan pelayanan terhadap semua kebutuhan pemustaka. Sementara pada sisi lain mahalnya harga Perguruan Tinggi. Jakarta. 2002.
buku serta terbatasnya tenaga kepustakawanan, maka diperlukan kerjasama baik dengan sesama bidang 9. 9.Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia. Pengukuran Kinerja Perpustakaan Perguruan
Tinggi.Jakarta. 2002.
studi atau bidang lain. 10. 10.Undang-undang No. 43 Tahun 2007.
Kerjasama pada dasarnya dapat dilakukan oleh perpustakaan sesuai dengan UU No. 43 tahun
2007 Bab XI pasal 42 yang berbunyi :

Sumber : http://digilib.undip.ac.id/v2/2012/06/14/standarisasi-perpustakaan-perguruan-tinggi/
1. (1)Perpustakaan melakukan kerja sama dengan berbagai pihak untuk meningkatkan layanan
kepada pemustaka. Jalan Menuju Perpustakaan Berkualitas Perpustakaan perguruan tinggi (PPT) sebagai sebuah
2. (2)Peningkatan layanan kepada pemustaka sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk institusi, tentunya memiliki tujuan untuk berkembang ke arah yang lebih baik, terutama dalam hal
meningkatkan jumlah pemustaka yang dapat dilayani dan meningkatkan mutu layanan
perpustakaan.
memenuhi kebutuhan masyarakat akademik yang dilayaninya. Esensi dari sebuah penyelenggaraan PPT
3. (3)Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan peningkatan layanan sebagaimana adalah terpenuhinya kebutuhan pustaka masyarakat akademik yang dilayaninya.
dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan memanfaatkan sistem jejaring perpustakaan yang
berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Jika dalam rangka penyelenggaraan PPT terdapat berbagai pedoman penyelenggaraan PPT yang perlu
atau harus diikuti oleh sebuah PPT maka pedoman tersebut bersifat memandu agar PPT terselenggara
Adapun dasar dibentuknya kerjasama adalah : peningkatan kebutuhan masyarakat akan secara lebih baik karena tentunya pedoman yang ditetapkan telah melalui suatu pengkajian dan
informasi; perkembangan karya cipta manusia; peningkatan aktivitas pengelola informasi; keterbatasan pengujian oleh para pakar di bidang perpustakaan. Di sisi lain PPT di selenggarakan karena harus
terpenuhinya persyaratan administratif penyelenggaraan perguruan tinggi.
sumber dana; keterbatasan sumber daya informasi ; keterbatasan SDM; keterbatasan akses; keterbatasan
infrastruktur, dsb. Konsekuensi penyelenggaraan PPT adalah menghidupinya karena PPT yang diselenggarakan menjadi
unit penyedia sumber informasi bagi para dosen dan mahasiswa dalam proses belajar, mengajar dan
meneliti. Dihidupi berarti didukung oleh pimpinan perguruan tinggi dalam hal pemenuhan sumber daya
finansial, kebutuhan pengembangan sumber daya manusia dan kebutuhan sumber daya lainnya.
10. Penutup
Dihidupi juga dapat diartikan bahwa dalam penyelenggaraan proses belajar mengajar dapat terjadi
Standar nasional perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) UU No 34 tahun 2007 digunakan komunikasi ilmiah antara dosen dan mahasiswa melalui berbagai sumber ilmu pengetahuan yang
sebagai acuan penyelenggaraan, pengelolaan, dan pengembangan perpustakaan. Oleh karena itu dalam PT, disediakan oleh perustakaan. Dalam rangka menghidupi perpustakaan, para pengajar dapat menjadikan
perpustakaan sebagai ruang publik antara mereka. Ruang publik tersebut dapat dapat diartikan
perpustakaan memiliki nilai yang cukup signifikan untuk menaikkan standar lembaga, sehingga perpustakaan
sebagai tempat berinteraksi antara dosen dan mahasiswa di luar kelas formal. Dengan demikian jika hal-
hal tersebut dapat berlangsung maka PPT bukan sekedar persyaratan administrasi suatu lembaga

11
pendidikan tetapi merupakan pendukung yang sangat penting dalam proses belajar maupun menambah kurang mendapatkan prioritas. Dengan demikian jika pimpinan perguruan tinggi masih menganggap PPT
dan mengembangkan ilmu pengetahuan. sebagai unit yang kurang strategis maka penerapan SNI pun akan sulit karena adanya kendala di dalam
perguruan tingginya.
Menjadi PPT berkualitas, yang bukan sekedar memenuhi persyaratan administratif perguruan tinggi,
dapat dicapai oleh setiap PPT di Indonesia. Pedoman penyelenggaraan PPT telah ditetapkan oleh Masih banyak contoh lain di SNI
pemerintah. Pedoman yang telah ditetapkan oleh 7330:2009, yang jika diterapkan oleh PPT di Indonesia akan menemui kendala internal perguruan
pemerintah tersebut tentunya dimaksudkan sebagai pedoman penyelenggaraan PPT yang tingginya. Keadaan tersebut akan diperparah jika sebuah pedoman standar pemberlakuannya hanya
berkualitas. bersifat opsional, tidak ada yang mengawasi dan tidak ada sanksi bagi perpustakaan maupun lembaga
induknya.
Standar Nasional Indonesia Perpustakaan Perguruan Tinggi (SNI 7330:2009) yang diterbitkan oleh
Badan Standarisasi Nasional pada tahun 2009 dapat menjadi acuan PPT di Indonesia untuk menjadi
Selain SNI 7330:2009, di Indonesia mulai dikenalkan Standar Nasional Perpustakaan Perguruan Tinggi
PPT yang berkualitas. Kualitas PPT yang digariskan oleh SNI 7330:2009 adalah kualitas PPT yang
(SNP 010:2011), yang diuji publikkan pertama kali pada tanggal 2 Oktober 2012 di Yogyakarta.
terukur karena SNI 7330:2009 adalah pedoman yang telah melalui pengkajian oleh para pakar.
Terlepas dari akan disyahkan sebagai SNP atau masih akan direvisi lagi oleh Perpustakaan Nasional RI
Artinya PPT yang memenuhi persyaratan SNI adalah sebuah PPT yang berkualitas. Dapat dikatakan setelah uji publik,
demikian karena persyaratan yang ditentukan di dalam SNI ditetapkan untuk memenuhi kebutuhan SN P akan menjadi acuan pokok penyelenggaraan PPT di Indonesia sehingga PPT di Indonesia perlu
standar kualitas tertentu dan juga memenuhi prinsip keadilan dalam pengembangan sebuah PPT. mencermatinya agar dapat melaksanakannya.

Prinsip keadilan yang termuat di dalamnya, misalnya penyusunan rasio perbandingan jumlah Di luar ruang lingkup, istilah dan definisi, SNP memberikan 7 (tujuh) acuan pokok pengelolaan PPT,
eksemplar koleksi terhadap jumlah mahasiswa yang harus dilayani, jadi bukan jumlah mutlak tetapi yang masingmasing acuan dijabarkan ke dalam subsub acuan. Tujuh acuan pokok dan subacuan yang
sebuah perbandingan antara jumlah eksemplar koleksi yang harus disediakan dengan jumlah ada di dalam SNP 010:2011, adalah sebagai berikut :
mahasiswa yang dilayani. Selain ruang lingkup dan definisi-definisi, 1. Koleksi
SNI 7330:2009, memuat 12 persyaratan pokok yang dapat dipenuhi oleh PPT agar menjadi PPT yang a. Jenis dan jumlah koleksi
berkualitas. Dua belas persyaratan yang dimaksud adalah : Misi, Tujuan, Koleksi, Pengorganisasian materi b. Penambahan koleksi
perpustakaan, Pelestarian materi perpustakaan, Sumber daya manusia, Layanan perpustakaan,
c. Koleksi khusus
Penyelenggaraan perpustakaan, Gedung, Anggaran, Teknologi informasi dan komunikasi, Kerjasama
perpustakaan. d. Bahan perpustakaan referensi
e. Pengorganisasian bahan perpustakaan
Jika PPT di Indonesia, dalam pengelolaannya berpedoman pada SNI 7330:2009 maka PPT yang f. Cacah ulang
bersangkutan dapat dikatakan sebagai PPT yang berkualitas. SNI 7330:2009, sebagai salah satu ukuran g. Penyiangan
standar kulaitas PPT, belum tentu mudah untuk dilaksanakan di perguruan tinggi di Indonesia. h. Pelestarian bahan perpustakaan
Kebijakan internal perguruan tinggi dapat menjadi kendala untuk melaksanakan SNI 7330:2009.
Kebijakan internal perguruan tinggi tentang sumber daya manusia, tata kelola, dan penganggaran dapat 2. Sarana dan Prasarana
menjadi kendala untuk menerapkan SNI 7330:2009. Sebagai contoh, persyaratan no. 10 SNI 7330:2009 a. Gedung/luasan gedung
tentang b. Ruang
penyelenggaraan perpustakaan butir c, menyatakan bahwa : Kepala perpustakaan menjadi anggota c. Sarana
senat akademik perguruan tinggi. d. Lokasi perpustakaan

Jika persyaratan tersebut akan 3. Layanan


dipenuhi oleh perguruan tinggi yang bersangkutan maka, barangkali, perguruan tinggi yang bersangkutan a. Jam buka perpustakaan
harus mengubah statuta perguruan tingginya karena selama ini di banyak perguruan tinggi di Indonesia, b. Jenis layanan perpustakaan
kepala perpustakaan perguruan tinggi bukan sebagai anggota senat. Artinya jika PPT menerapkan SNI
c. Laporan kegiatan
maka seharusnya ada konsekuensi bagi perguruan tinggi untuk meninjau kembali tata kelolanya.

Di beberapa perguruan tinggi pustakawan masih dipandang sebelah mata sehingga dipandang kurang 4. Tenaga
penting untuk dilibatkan di dalam pengambilan keputusan di tingkat universitas. Di beberapa perguruan a. Jumlah tenaga
tinggi perpustakaan dipandang sebagai unit kerja yang kurang strategis sehingga pengembangannya b. Kualifikasi kepala perpustakaan

12
c. Kualifikasi tenaga perpustakaan
PPT BERKUALITAS

5. Penyelenggaraan
a. Penyelenggaraan dan pendirian perpustakaan T
H

b. Nomor Pokok Perpustakaan 1. SNP 010:2011


2. SNI 7330:2009
3. ISO 11620:2008
E

W
c. Struktur organisasi A
Y

d. Program kerja
PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI

VISI MISI
6. Pengelolaan KO MITM EN

a. Visi perpustakaan
b. Misi perpustakaan Gambar 1. Pencapaian kualitas PPT
c. Tujuan perpustakaan Gambar 1 dapat diterangkan secara sederhana bahwa kualitas PPT dapat dicapai jika para pengelola dan
d. Kebijakan perpustakaan staf perpustakaan memiliki komitmen untuk mengembangkan PPT yang berkualitas. Jalan mencapai
e. Fungsi perpustakaan perguruan tinggi kualitas telah tersedia, yakni acuan-acuan standar yang telah ditetapkan baik yang bertaraf nasional
maupun internasional.
f. Anggaran / Jumlah anggaran
Sistem Manajemen Perpustakaan Berbasis Sistem Manajemen Mutu ISO Frasa Sistem Manajemen
7. Teknologi Informasi dan komunikasi Mutu (SMM) adalah terjemahan dari Quality Management System (QMS). Kiranya, QMS juga dapat
diterjemahkan menjadi Sistem Manajemen Kualitas (SMK). Sebutan SMM dipakai karena kata quality
Bahan uji publik SNP, menurut hemat penulis, tidak akan jauh berbeda dengan SNP yang akan disyahkan diterjemahkan menjadi mutu (M), jika kata quality diterjemahkan menjadi kualitas maka sebutannya
kemudian. Jika SNP telah disyahkan maka PPT di Indonesia, jika ingin memperoleh predikat sebagai PPT dapat menjadi SMK (Sistem Manajemen Kualitas). Sistem manajemen mutu merupakan sistem
yang berkualitas maka PPT dapat menerapkan SNP 010:2011 tersebut. manajemen yang distandarisasikan secara internasional dan yang saat ini berlaku dikenal dengan nama
ISO 9001:2008.
Acuan standar lainnya yang dapat digunakan oleh PPT adalah ISO 11620:2008 : Information and
Documentation Library 1. Sistem Manajemen Mutu ISO SMM ISO adalah suatu sistem manajemen mutu berstandar
Perfomance Indicators (sebelumnya ISO 11620:1998). Di dalam ISO 11620:2008 terdapat indikator- internasional. Sebagai suatu sistem manajemen, SMM ISO dapat diterapkan di semua organisasi baik
indikator kinerja perpustakaan yang dapat digunakan untuk mengukur kualitas perpustakaan, misalnya kecil maupun besar, termasuk di dalamnya perpustakaan. Suatu sistem manajemen kualitas merupakan
indikator jumlah koleksi yang siap dipinjamkan kepada pengguna, indikator jumlah koleksi yang harus sekumpulan prosedur terdokumentasi dan praktekpraktek standar untuk manajemen sistem yang
disediakan oleh sebuah perpustakaan, dan indikatorindikator lainnya yang dapat diterapkan oleh semua bertujuan menjamin kesesuaian suatu proses dan produk terhadap kebutuhan atau persyaratan
jenis perpustakaan baik besar maupun kecil. ISO 11620:2008 dapat dijadikan sebagai acuan kinerja bagi tertentu. Persyaratan ditentukan oleh atau dispesifikasikan oleh pelanggan dan organisasi (Gaspersz:
perpustakaan-perpustakaan. Standar nasional maupun internasional perpustakaan yang ada dapat 2005).
menjadi acuan pengukuran kualitas perpustakaan-perpustakaan.
Dapat dikatakan secara sederhana bahwa sistem manajemen mutu ISO ialah sistem manajemen yang
Selain acuan-acuan standar yang ada, yang dapat diterapkan oleh PPT dalam meraih kualitas, hal bertujuan untuk mencapai sistem manajemen yang bermutu yang didasarkan pada acuan sistem
yang tidak boleh dilupakan oleh setiap PPT adalah komitmen bersama para pengelola dan staf manajemen mutu ISO. Dengan demikian suatu organisasi dapat menyandang predikat organisasi yang
perpustakaan perguruan tinggi dalam membangun perpustakaan. Komitmen bersama dalam memenuhi standar manajemen mutu ISO jika organisasi tersebut mengimplementasikan persyaratan-
mengembangkan perpustakaan dapat menjadi modal dasar dalam menyusun visi, misi, maupun persyaratan sistem manajemen mutu ISO (yang saat ini berlaku yaitu Sistem Manajemen Mutu ISO
kebijakan pengembangan perpustakaan. Tanpa komitmen bersama, sebagus-bagusnya suatu standar 9001:2008).
yang diterapkan, perpustakaan tersebut sulit untuk mencapai kulaitas tinggi.
Organisasi berpredikat SMM ISO 9001:2008 dapat disandang oleh sebuah organisasi yang
Dalam konteks PPT, selain komitmen bersama antara pengelola dan staf perpustakaan, sangat mengimplementasikan SMM ISO 9001:2008 dan dalam i m p l e m e n t a s i n y a diaudit oleh
diperlukan dukungan penuh lembaga induk. Dukungan lembaga induk dapat berupa kebijakan tertulis lembaga registrar independen secara periodik menurut tata cara audit SMM ISO. Perpustakaan
yang dijabarkan secara transparan dan dipahami serta dapat diterapkan oleh semua unit kerja di sebagai sebuah organisasi, dapat menerapkan SMM ISO 9001:2008 dengan konsekuensi memenuhi
perguruan tinggi yang bersangkutan. semua persyaratan sistem manajemen kualitas ISO 9001:2008.

13
2. Persyaratan SMM ISO SMM ISO bukan merupakan standar produk karena tidak menyatakan Kesadaran kualitas yang perlu terus dibangun oleh organisasi yang mengimplementasikan SMM ISO,
persyaratan yang harus dipenuhi oleh sebuah produk baik barang maupun jasa. Sistem manajemen mutu sangatlah penting karena kesadaran tersebut menjadi dasar bagi setiap orang dalam organisasi dalam
ISO menyatakan syarat standar manajemen kualitas. Dengan demikian yang distandarkan adalah sistem berkomitmen mencapai kualitas.
manajemen kualitasnya bukan standar produk yang dihasilkannya.
Tata cara yang kemudian harus dipenuhi oleh PPT yang menjalankan SMM ISO telah terbangun
melalui kesadaran akan kualitas yang diimplementasikan dalam berbagai prosedur yang
Dalam hal pelaksanaan SMM ISO tidak ada pengujian terhadap kualitas produk tetapi yang ada
terdokumentasi dan dijalankannya. Jika pada akhirnya harus dilakukan pemeriksaan (audit) terhadap
adalah pengujian terhadap kualitas sistem manajemen. Harapannya, tentu saja adalah bahwa produk
sistem yang dijalankannya semestinya adalah pemeriksaan mengenai kesesuaian terhadap sistem
yang dihasilkan oleh organisasi yang mengimplementasi SMM ISO adalah suatu produk yang
manajemen dan bukan suatu penilaian terhadap prestasi yang telah dicapai. Kesesuaian dalam
berkualitas, meskipun tidak selalu. Namun secara nalar, suatu organisasi tentunya tidak akan
menjalankan sistem dan proses-proses adalah wujud nyata prestasi yang diperoleh.
membuat produk yang tidak berkualitas.
SMM ISO bukan ciri khas perpustakaan. SMM ISO berlaku untuk semua jenis organisasi baik besar
Persyaratan yang harus dipenuhi oleh sebuah organisasi yang menerapkan SMM ISO adalah
maupun kecil. SMM ISO tidak menyediakan acuan terhadap urusan pokok (core business) organisasi. SMM
pemenuhan ketentuanketentuan yang digariskan oleh SMM ISO 9001:2008, yang dinyatakan dalam
ISO menyediakan acuan manajemen organisasi. Jadi jika perpustakaan menerapkan SMM ISO maka
klausul-klausul (clauses).
perpustakaan mengelola urusan pokoknya berdasarkan sistem manajemen ISO. Dengan demikian urusan
3. Implementasi Sistem Manajemen Mutu ISO di Perpustakaan Perguruan Tinggi pokok perpustakaan tetap eksis karena SMM ISO akan menjiwai sistem manajemen perpustakaannya.
Organisasi yang menerapkan sistem manajemen mutu ISO harus menerapkan persyaratan-persyaratan Jadi, jika core business perpustakaan, misalnya pengembangan koleksi, pengolahan koleksi, dan
yang diperlukan dalam sistem manajemen mutu ISO. Persyaratan-persyaratan yang harus diterapkan pelayanan sirkulasi maka core business tersebut dikelola berdasarkan sistem manajemen mutu ISO. Jika
dikenal dengan sebutan klausul (clause). Organisasi yang menerapkan SMM ISO harus memiliki, perpustakaan menerapkan SMM ISO maka di dalam setiap urusan pokoknya tersebut harus dipenuhi
mengimplementasi dan mendokumentasikan prosedur standar tertulis (prosedur kerja baku). prosedur bakunya secara tertulis, harus ada instruksi kerjanya secara tertulis, dan harus ada catatan
pelaksanaannya yang disimpan. Misalnya, di dalam pelayanan sirkulasi, perpustakaan harus memiliki
Secara khusus, organisasi harus memiliki, melaksanakan dan mendokumentasikan prosedur baku tertulis
prosedur tertulis tentang peminjaman dan pengembalian bahan pustaka, yang dikonkretkan di dalam
yang mencakup prosedur pengendalian dokumen (klausul 4.2.3), prosedur pengendalian catatan mutu
instruksi kerja, dilaksanakan secara konsisten, dan bukti pelaksanaannya disimpan sebagai catatan
(klausul 4.2.4), audit internal (klausul 8.2.2), pengendalian produk tidak sesuai (klausul 8.3), tindakan
kualitas.
korektif (klausul 8.5.2), dan tindakan preventif (klausul 8.5.3).
SMM ISO menggambarkan pendekatan proses sebagai berikut :
PPT yang mengimplementasikan SMM ISO 9001:2008 harus mendokumentasikan prosedur tertulis yang
dipersyaratkan oleh SMM ISO tersebut. Selain itu, PPT yang mengimplementasikan SMM ISO perlu
menyusun dokumen tertulis berupa Manual Kualitas (klausul 4.2.2), yakni dokumen tertulis mengenai
berbagai hal yang akan dicapai dan dilakukan oleh organisasi dalam memenuhi klausul-klausul ISO
sebagai persyaratan yang ditulis dan dilakukan oleh organisasi dalam mencapai kualitas tertentu yang
ditetapkan.

Perpustakaan perguruan tinggi yang mengimplementasikan SMM ISO berarti menyepakati bahwa
fungsi-fungsi dan aktivitas yang dilakukan oleh PPT tersebut dikendalikan oleh prosedurprosedur.
Pengendalian fungsi-fungsi dan aktivitas organisasi melalui prosedurprosedur yang telah ditetapkan
memerlukan suatu komitmen bersama dalam pelaksanaannya karena suatu prosedur baku dapat dengan
mudah menyimpang tanpa dilandasai oleh suatu komitmen dalam pelaksanannya. Pencapaian- Gambar 2. Proses-proses di dalam SMM ISO
pencapaian kualitas dapat diukur melalui sasaran-sasaran kualitas yang ditentukan oleh perpustakaan. Dua kata kunci SMM ISO, yakni customer satisfaction dan continual improvement. Kepuasan
Perpustakaan yang menerapkan SMM ISO harus menciptakan kesadaran kualitas pada semua pelanggan diukur secara periodik menggunakan tata cara pengukuruan yang lazim, sedangkan
tingkatan di dalam perpustakaan. Kesadaran akan kualitas dapat dicapai melalui pelatihan-pelatihan pengembangan secara terus menerus dapat dicapai dengan menerapkan siklus PDCA (Plan Do
tentang kualitas. Kesadaran kualitas harus terus ditanamkan agar dalam pelaksanaan sistem Check Action) dalam proses implementasi suatu program kerja.
manajemen mutu dilandasi oleh kesadaran bahwa fungsi-fungsi dan aktivitas yang dilaksanakannya
adalah dalam rangka mencapai kualitas yang perlu terus ditingkatkan (continual improvement).

14
telah ditetapkan, baik berupa SNI, SNP maupun SMM ISO tidak akan berdaya guna tanpa diikuti oleh
tindak anjut berupa akreditasi atau audit.

Pertanyaan selanjutnya adalah, setelah sebuah PPT terakreditasi, kemudian manfaat apakah yang
diperoleh oleh PPT tersebut? PPT adalah lembaga di bawah perguruan tinggi. Salah satu reward yang
dapat diberikan bagi PPT yang terakreditasi adalah reward kepada perguruan tingginya, misalnya dalam
akreditasi perguruan tinggi, lembaga induknya memperoleh nilai tambahan tertentu.

Dengan demikian, jika diberikan reward khusus kepada perguruan tinggi yang perpustakaannya
terakreditasi, maka sangat dimungkinkan, dorongan lembaga induk terhadap pengembangan PPT
akan dilakukan sepenuh hati dan PPT tidak hanya akan dilihat sebagai persyaratan administratif
semata.
E. SNI, SNP, SMM ISO dan AKREDITASI PERPUSTAKAAN

Gambar 3. Siklus PDCA SNI dan SNP adalah acuan standar p e n g e l o l a a n p e r p u s t a k a a n d i I n d o n e s i a . SMM
ISO 9001:2008 adalah acuan standar internasional sistem manajemen mutu yang terawasi secara
Plan : merencanakan kegiatan. Do : melaksanakan/ mengimplementasikan. jelas oleh lembaga independen.
Check : mengevaluasi pelaksanaan dan hasil yang diperoleh.
Action : menindaklanjuti hasil evaluasi. Implementasi SNI atau SNP yang diintegrasikan ke dalam implementasi SMM ISO 9001:2008,
menurut hemat penulis, akan sangat memudahkan dan mendukung perpustakaan mencapai kualitas.
Melalui penerapan siklus PDCA dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan maka semua aktivitas akan Pelaksanaan SNI atau SNP saja tanpa diintegrasikan dengan implementasi SMM ISO akan ada
selalu diketahui kekurangan dan keberhasilannya. kekurangan karena monitoring implementasi SNI atau SNP yang, misalnya, dilaksanakan melalui
akreditasi masih belum menjamin sistem manajemen mutu suatu perpustakaan. Jika
D. Akreditasi Perpustakaan
mengimplementasikan SMM ISO yang di dalamnya memasukkan SNI atau SNP maka secara tidak
Kualitas PPT dapat dicapai melalui implementasi berbagai standar yang telah ditetapkan baik langsung akreditasi telah berlangsung pada saat audit SMM ISO yang pada umumnya dilakukan
standar nasional maupun internasional, baik standar khusus untuk perpustakaan maupun standar secara periodik dan terjadwal.
sistem manajemen F. Kesimpulan
mutu yang dapat diimplementasi oleh berbagai organisasi. Dalam kenyataannya, berbagai standar
yang telah ditetapkan tidak mudah dilaksanakan oleh perpustakaan-perpustakaan. Mutu adalah ukuran baik buruk. Baik atau buruk selalu ada acuan standarnya. Acuan standar yang
dapat dipakai oleh perpustakaan adalah SNI atau SNP. Acuan standar sistem manajemen mutu adalah
Dalam berbagai kasus, pemaksaan implementasi standar kadang-kadang harus dilakukan agar standar ISO 9001:2008. Jika perpustakaan mengimplementasikan SMM ISO dengan memasukkan ke
yang telah ditetapkan diimplementasi oleh institusi yang mestinya menjalankannya. Sebagai contoh, SNI dalamnya SNI atau SNP maka dapat dipastikan bahwa jika pada suatu saat dilakukan akreditasi
7330:2009, yang telah ditetapkan sejak 2009, sampai dimanakah gaung standar tersebut. Sejauh terhadapnya, perpustakaan tersebut akan memperoleh predikat kualitas yang pasti dapat
pantauan penulis tidak banyak yang telah mengimplementasikannya. Standar sudah dibuat dan akhirnya dipertanggungjawabkan.
hanya akan tinggal sebagai standar yang tidak memiliki daya guna karena tidak diimplementasikan secara
tegas.

Akreditasi adalah salah satu cara memantau implementasi standar. Berbagai standar yang telah Bibliografi
ditetapkan, yang tujuan utamanya adalah meningkatkan mutu PPT yang mengimplementasikan nya,
Gasperz, Vincent.(2005).
tidak akan memiliki makna jika tidak dibarengi dengan penilaian pelaksanaannya melalui akreditasi.
ISO 9001:2000 and Continual Quality Improvement. Jakarta : Gramedia
Tanpa adanya akreditasi terhadap pelaksanaan standar tidak akan dapat diketahui sejauh mana suatu
Integrated ISO 9001:2008 and 8 SNP Training :
standar telah dilaksanakan. Melalui akreditasi, secara transparan akan diperoleh bukti-bukti bahwa
sebuah PPT secara objektif dinilai oleh sebuah lembaga independen, dan dengan demikian klaim kualitas Public Training. 2012. Jakarta: PT Tuv-Rheinland Indonesia.
PPT bukan klaim sepihak. ISO 9001:2008
Letak transparansi dan objektivitas dari akreditasi adalah pada standar kualitas yang dapat dipahami Awareness Quality Management System Training. 2012. Jakarta : PT Tuv- Rheinland Indonesia.
oleh siapapun, oleh berbagai jenis dan tingkatan perpustakaan di manapun. Maka suatu standar yang
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.(2011).

15
Bahan Uji Publik Standar Nasional Perpustakaan. Jakarta: Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia.

Tricker, Ray. (2007).


ISO 9001:2000 for Small Businesses. Amsterdam : Elsevier.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan. www.iso.org.


Diakses tanggl 9-10 Oktober 2012.

16

Anda mungkin juga menyukai