Anda di halaman 1dari 14

Penyensoran dan Buku Terlarang

Disusun oleh :
 
1. Nur Rahmadhani S
: 41033734191003
2. Sendi Cornelia
: 41033734191011
3. Mutiara Aprilia
: 41033734191023
4. Adithya Warman
: 41033734191002

Prodi Ilmu Perpustakaan Semester 2


A. Latar Belakang

Konsep penyensoran mengacu pada pemeriksaan dan peraturan resmi


terhadap naskah yang akan diterbitkan atau akan dinyanyikan atau akan
dipanggungkan. Indonesia termasuk negara yang sering melarang,
membredel, bahkan menghancurkan buku. Kebanyakan buku dilarang di
Indonesia dikarenakan alasan ideologis, dianggap membahayakan Pancasila,
meresahkan masyarakat, hingga karena ditulis oleh lawan politik.
B. Rumusan Masalah

1. Mengapa di Indonesia buku yang akan diterbitkan disensor terlebih


dahulu?
2. Bagaimana pelaksanaan dan pengawasan buku terlarang?
3. Bagaimana buku ditarik dari peredaran dan buku yang didesak untuk
dilarang?
4. Bagaimana sifat pustakawan?
C. Pembahasan
1. Penyensoran Buku yang akan diterbitkan di Indonesia
a. Sensor di Indonesia
Pelarangan buku sensor di Indonesia bukanlah hal baru. Kalau kita menengok
sejarah maka pada masa lalu telah terjadi pelarangan buku bahkan juga
pembakaran buku.
b. Alasan Sensor
 Alasan Sensor Secara umum ada 5 sebab mengapa buku dilarang beredar di
Indonesia. Adapun alasan pelarangan ialah
(1) alasan politik,
(2) alasan agama,
(3) alasan ras,
(4) alasan pornografi, dan
(5) alasan penerbitan dalam aksara asing
c. Sensor Buku
Sensor dalam arti pemeriksaan sebelum beredar terhadap buku pun berlaku di
Indonesia. Sensor terdapat pada penerbitan komik dan buku terbitan Gereja Katolik.
buku sensor dilakukan oleh Gereja Katolik terhadap buku liturgi, litani, doa,
persembahan, serta buku pengajaran keagamaan. Ketentuan ini hanya berlaku bagi
pengarang yang beragama Katolik, termasuk para biarawan dan biarawati.

Komik harus diperiksa lebih dahulu oleh pihak polisi.


Pelaksanaan Pelarangan Buku

• Raja
• Militer
• Kejaksaan Agung
• Departemen Agama dan Kebudayaan
• Pengadilan Agama
• Departemen Agama
• Departemen Dalam Negeri
• Kelompok Pendesak
Pengawasan

Berdasarkan ketentuan perundang-undangan, sebenarnya pihak Kejaksaan


Agung yang berwewenang mengeluarkan larangan terhadap buku. Namun
dalam prak teksnya, hal ini tidak sepenuhnya dilakukan oleh Kejaksaan
Agung, sebagaimana terdapat pada kasus Bumi Manusia yang mula-mula
dibekukan oleh Sekjen Depar temen Pendidikan dan Kebudayaan.
Pengawasan oleh instansi kejaksaan juga menunjukkan ketidaktaatannya,
yaitu dengan jangka waktu pelarangan yang ber- beda-beda.
Beberapa Daftar Buku Terlarang

• Achmadi, Herry Menggugat pemerintahan otoriter, pembelaan ketua DM


ITB
• Achmad , Husnul Dosa-dosa besar dan Ayat-ayat Islam yang dilupakan
Umat, Jakarta; Yayasan Ammar Ma’rullah Nabi Mungkar, 1986?
• Ambrie, Hamran Tauchid dan Syirik, Jakarta; Pemimpin Besar Katolik Sinar
Kasih, 1985.
• Akustia, Klara Rangsung Detik, Djakarta; Pembaruan, 1957
Buku Ditarik Dari Peredaran

Disamping buku terlarang, ada pula buku yang ditarik dari peredaran karena
alasan tertentu. Sebagai contoh buku persidangan Mahkamah Militer Luar
Biasa (Mahmillub) yang mengadili tokoh PKI, seperti Untung dan Nyoto,
ditarik dari peredaran karena isinya memuat strategi komunis yang dianggap
membahayakan negara. Buku sejarah pers terbitan Departemen Penerangan
juga ditarik dari peredaran karena di dalamnya memuat uraian
pembreidelan surat kabar di Indonesia sesudah tahun 1945.
Buku Yang Didesak Untuk Dilarang

Ada buku yang masih beredar namun oleh pihak lain didesak untuk dilarang,
sebagai contoh buku Serat Darmogandul dan Suluk Gatoloco diprotes oleh
umat Islam karena dianggap menghina. Darmogandul mengisahkan
tersiarnya Islam, jatuhnya Majapahit, dan berdirinya kerajaan Demak.
Sebagai isinya mengejek Islam seperti ucapan Muhammad disebutkan
“Mokamat” artinya makam atau kuburan. Rasulullah diartikan “rasa yang
salah”.
Sikap Pustakawan

Perpustakaan sebagai institusi yang berada di Indonesia harus mengikuti


ketentuan perundang-undangan. Dengan demikian buku terlarang harus
ditarik dari peredaran kemudian diserahkan kepada pihak kejaksaan. Di
samping itu masih ada pula sensor lokal yang berlaku untuk perpustakaan.
Sensor ini ditentukan oleh badan induk perpustakaan, yang sifatnya amat
bervariasi. Misalnya perpustakaan sekolah yang diasuh oleh yayasan
keagamaan tentunya memiliki kebijakan sensor lokal yang berbeda dengan
perpustakaan umum misalnya. Dalam hal demikian, pustakawan perlu
tanggap akan situasi lingkungan.
Kesimpulan

• Pelarangan buku sensor di Indonesia bukanlah hal baru. Kalau kita


menengok sejarah maka pada masalalu telah terjadi pelarangan buku
bahkan juga pembakaran buku.
• Berdasarkan undang-undang maka Kejaksaan Agung yang berhak
mengeluarkan larangan.
• Buku yg ditarik dari peredaran atau yang didesak untuk dilarang karena
buku tersebut tidak sesuai dengan norma atau melanggar ketentuan
penerbitan buku.
• Pustakawan perlu tanggap akan situasi lingkungan, karena sifat
pustakawan diperlukan untuk sensor lokal.
Saran

• Indonesia harus lebih ketat lagi dalam mengawasi buku-buku yang akan
dicetak, agar tidak terdapat buku terlarang yang tersebar ke masyarakat.
• kepada auditor atau penulis yang akan membuat buku sebaiknya membaca
terlebih dahulu kode etik pembuatan (perilis) buku.

Anda mungkin juga menyukai