Anda di halaman 1dari 28

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Perpustakaan Perguruan Tinggi

Perpustakaan perguruaan tinggi adalah sarana penunjang kegiatan

akademik dalam rangka membantu pelaksanaan Tri Dharma Perguruaan Tinggi

bersangkutan. Menurut Hermawan (2006, 33) “perpustakaan perguruan tinggi

adalah perpustakaan yang terdapat di lingkungan lembaga pendidikan seperti,

universitas, institusi, sekolah tinggi, akademi dan lembaga perguruan lainnya”.

Undang-undang No. tahun 43 Tahun 2007 tentang perpustakaan mendefinisikan

sebagai berikut:

“Perpustakaan perguruan tinggi adalah institusi pengelola koleksi karya


tulis, karya cetak dan karya rekam secara profesional dengan sistem baku
guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi
dan rekreasi para pemustaka”.

Selanjutnya, Soedibyo (1987, 1) menyatakan pendapatnya bahwa

“perpustakaan perguruan tinggi adalah suatu unit kerja yang merupakan bagian

integral dari suatu lembaga induknya yang bersama-sama unit lainnya bertugas

membantu perguruan tinggi yang bersangkutan melaksanakan Tri Dharmanya”.

Senada dengan hal itu, Sutarno (2006, 36) juga mengemukan sebagai berikut:

“Perpustakaan perguruan tinggi adalah perpustakaan yang berada di


lingkungan kampus yang pemustakanya adalah sivitas akademika
perguruan tinggi yang tugas dang fungsi utamanya adalah menunjang
proses pendidikan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat (Tri Dharma
Perguruan Tinggi) yang pengelola dan penanggungjawabnya adalah
perguruan yang bersangkutan”.

6
Pendapat lainnya juga dikemukan oleh Qalyubi (2003, 10) sebagai

berikut:

“Perpustakaan perguruan tinggi merupakan suatu unit pelaksana


teknis (UPT) perguruan tinggi yang bersama-sama dengan unit lain
turut melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi dengan cara
memilih, menghimpun, mengolah, merawat, dan melayankan sumber
informasi kepada lembaga induknya pada khususnya dan masyarakat
akademis pada umumnya”.

Dari beberapa pendapat para ahli dapat dipahami bahwa perpustakaan

perguruan tinggi merupakan salah satu bagian yang sangat penting dari suatu

lembaga induknya, yang bersama-sama dengan unit lain membantu perguruan tinggi

dalam mencapai Tri Dharma Perguruan Tinggi.

2.1.1 Tujuan Perpustakaan Perguruan Tinggi

Perpustakaan perguruan tinggi diselenggarakan dengan tujuan untuk

menunjang pelaksanaan program perguruan tinggi sesuai dengan Tri Dharma

Perguruan Tinggi yaitu pendidikan, pengajaran, penelitian, dan pengabdian

kepada masyarakat. Menurut Sulistyo-Basuki (1993, 52) tujuan perpustakaan

perguruan tinggi adalah sebagai berikut:

1. Memenuhi keperluan informasi pengguna perpustakaan perguruan


tinggi.
2. Menyediakan bahan pustaka rujuan pada semua tingkat akademis.
3. Menyediakan ruang belajar untuk pengguna perpustakaan
4. Menyediakan jasa peminjaman yang tepat guna berbagai jenis
pengguna.
5. Menyediakan dan menyebarkan jasa informasi aktif yang tidak saja
terbatas pada lingkungan perguruan tinggi.

7
Selain itu, Hermawan (2006, 34) juga mengemukan pendapatnya tentang

fungsi perpustakaan sebagai berikut:

“Fungsi perpustakaan perguruan tinggi yaitu penyelenggaraan pendidikan,


penelitian dan pengabdian kepada pemustaka. Secara khusus untuk
membantu para dosen dan mahasiswa, serta tenaga kependidikan di
peguuan tinggi itu dalam proses pembelajaran”.

Dari penjelasan diatas dapat dipahami bahwa perpustakaan perguruan

tinggi bertujuan untuk menyediakan, memenuhi dan menyebarkan kebutuhan

informasi bagi sivitas akademika pergruran tinggi dalam menunjang program

perguruaan tinggi sesuai Tri Dharma Perguruan Tinggi.

2.1.2 Fungsi Perpustakaan Perguruan Tinggi

Perpustakaan perguruan tinggi yang merupakan sumber informasi tidak

hanya memiliki tujuan tetapi juga memliki fungsi yang akan mendukung dalam

memenuhi kebutuhan pengguna perpustakaan. Dalam Buku Pedoman Umum

Perpustakaan Perguruan Tinggi (1979, 3) dinyatakan bahwa fungsi perpustakaan

perguruan tinggi dapat ditinjau dari berbagai segi, yaitu:

1. Ditinjau dari proses pelayanan sesuai dengan tujuan, perpustakaan


perguruan tinggi mempunya lima macam fungsi, yaitu:
a. Sebagai pusat pengumpulan informasi.
b. Sebagai pusat pelestarian informasi.
c. Sebagai pusat pengolahan informasi.
d. Sebagai pusat pemanfaatan informasi.
e. Sebagai pusat penyebaran informasi.
2. Ditinjau dari segi program kegiatan perpustakaan perguruan tinggi
yang didukung sesuai peranannya, perpustakaan perguruan tinggi
mempunyai tiga macam fungsi yaitu:
a. Sebagai pusat pelayanan informasi untuk program pendidikan dan
pengajaran.
b. Sebagai pusat pelayanan informasi untuk program penelitian
c. Sebagai pusat pelayanan informasi untuk program pengabdian
masyarakat.

8
3. Ditinjau dari segi pelaksanaan, pada setiap fungsi perpustakaan
perguruan tinggi dibedakan dua macam sifat fungsi:
a. Fungsi yang bersifat akademi edukatif.
b. Fungsi yang bersifat administrative teknis.

Undang-undang no.43 tahun 2007 menyatakan bahwa fungsi perpustakaan


perguruan tinggi antara lain:
1. Pusat Sumber Belajar
Sebagai salah satu pusat sumber belajar maka perpustakaan perguruan
tinggi harus dilengkapi oleh koleksi bahan perpustakaan.
2. Pusat Penelitian
Sebagai sumber informasi untuk penelitian dan sebagai tempat
penelitian bagi pemustaka maka perpustakaan perguruan tinggi harus
menyediakan sumber informasi.
3. Pusat Deposit Internal
Perpustakaan perguruan tinggi menghasilkan ratusan bahkan ribuan
karya ilmiah sebagai hasil dari penelitian yang dilakukan oleh dosen
atau mahasiswanya. Sebagai penghasil karya ilmiah maka
perpustakaan perguruan tinggi harus melakukan penyimpanan dan
pemeliharaan terhadap karya-karya ilmiah. LIPI yang diserahi sebagai
pusat deposit nasional untuk karya-karya ilmiah yang tidak dipublikasi
atau dipublikasi secara terbatas. Karya ilmiah yang demikian disebuat
dengan istilah pustaka abu-abu (grey literature).
4. Pusat Pelestarian Informasi
Untuk memelihara informasi maka perpustakaan perguruan tinggi
memelihara atau melestarikan informasi ilmiah dan melakukan alih
media dari koleksi tercetak menjadi koleksi digital.
5. Pusat Jejaring bagi Civitas Akademika di Lingkungan Perguruan
Tinggi
Perpustakaan perguruan tinggi harus menjalin kerjasama dengan
perpustakaan lain atau bahkan dengan lembaga untuk membantu
pemustaka dalam memenuhi kebutuhan informasi.

Sedangkan Menurut Sulistyo-Basuki (1991, 107) fungsi utama

perpustakaan perguruan tinggi antara lain:

1. Fungsi edukatif, perpustakaan membantu mengembangkan potensi


mahasiswa dengan sistem pembelajaran yang terdapat dalam
kurikulum pendidikan.
2. Fungsi informasi, perpustakaan membantu mahasiswa dalam
memperoleh informasi sebanyak-banyaknya melalui penelusuran
informasi yang ada di perpustakaan.
3. Menunjang kegiatan penelitian, dalam hal ini perpustakaan
menyediakan sejumlah informasi yang diperlukan agar proses

9
penelitian dosen, mahasiswa, dan staf non edukatif dapat dilakukan
berdasar data data yang diperoleh dari perpustakaan.
4. Tempat rekreasi atau hiburan, mahasiswa dapat mengandalkan
perpustakaan untuk mengurangi ketegangan setelah lelah belajar
dengan bahan bacaan ringan dan menghiburkan yang ada di
perpustakaan.

Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa fungsi perpustakaan

perguruan tinggi adalah sebagai tempat mengumpul, mengolah, melestarikan

bahan pustaka dan menyebarkan informasi, yang tujuannya untuk menunjang

program atau kegiatan pendidikan, penelitian, dan pengabdian perpustakaan

kepada pemustaka.

2.1.3 Pustakawan

Kata pustakawan berasal dari kata “pustaka” yang ditambah dengan kata

“wan” yang artinya sebagai orang yang pekerjaannya atau profesinya terkait erat

dengan dunia pustaka atau bahan pustaka. Dalam bahasa inggris pustakawan

disebut sebagai “librarian” yaitu pekerjaannya mengelola informasi, pakar

dokumentasi, manajer pengetahuan dan sebagainya. Hasugian (2010, 138)

mengemukakan pendapatnya sebagai berikut:

“Pustakawan adalah person atau orang yang bekerja di perpustakaan, akan


tetapi tidak semua orang yang bekerja di perpustakaan, melainkan hanya
mereka yang memiliki keahlian dan keterampilan yang diperoleh melalui
pendidikan dalam bidang perpustakaan dan informasi”.

Menurut Suwarno (2009, 62) “pustakawan adalah seorang tenaga kerja di

bidang perpustakaan yang telah memiliki pendidikan ilmu perpustakaan, baik

memalui pelatihan, kursus, seminar maupun dengan kegiatan sekolah formal”.

Selain itu, Hermawan (2006, 45-46) mengemukan sebagai berikut:

10
“Pustakawan adalah seseorang yang berkarya secara profesional dibidang
perpustakaan dan informasi serta melaksanakan kegiatan perpustakaan
dengan jalan memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan
tugas lembaga induknya berdasarkan ilmu pengetahuan, dokumentasi dan
informasi yang dimilikinya melalui pendidikan”.

Uraian diatas dapat dipahami bahwa pustakawan adalah seseorang yang

berkarya secara profesional dan bekerja di perpustakaan yang memiliki keahlian,

kemampuan atau kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan untuk

melaksanakan kegiatan perpustakaan dan memberikan pelayanan kepada

pemustaka.

1.1.4 Pemustaka

Salah satu faktor pendorong berdirinya sebuah perpustakaan adalah

pemustaka. Perpustakaan didirikan adalah untuk memenuhi kebutuhan informasi

bagi pemustaka. Menurut Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 pasal 1 ayat 9

“pemustaka adalah pengguna perpustakaan, yaitu perseorangan, kelompok orang,

masyarakat, atau lembaga yang memanfaatkan fasilitas layanan perpustakaan”.

Suwarno (2010, 80) mengemukan bahwa “pemustaka adalah pengguna failitas

yang disedikan perpustakaan baik koleksi maupun buku (bahan pustaka maupun

fasilitas lainnya)”. Selain itu, hal senanda juga dikemukan oleh Hermawan (2006,

13-15) “pengguna adalah orang atau badan akan menggunakan perpustakaan”.

Terdapat berbagai istilah dalam “pemustaka” ini yang masing-masingnya

mempengaruhi hubungan antara perpustakaan atau pustakawan dengan

penggunanya. Berbagai istilah yang digunakan dalam kaitannya dengan

pemustaka, antara lain sebagai:

11
1. Anggota (members)
Dalam hal ini yang dianggap sebagai pemustaka adalah mereka yang
telah menjadi anggota perpustakaan.
2. Pembaca (readers)
Dalam hal ini menunjukan bahwa tugas utama perpustakaan adalah
menyediakan bahan bacaan bagi pemustaka atau tempat dimana orang
dapat membaca berbagai jenis bahan pustaka.
2. Pelanggan (customers)
Dalam hal ini hubungan antara perpustakaan dengan pemustaka sudah
seperti hubungan antara penjual dengan pembeli.
3. Klien (clien)
Dalam hal ini hubungan perpustakaan dengan pemustaka sudah seperti
hubungan antara seorang pengacara dengan orang yang dibela.
4. Patron (Patrons)
Dalam banyak hal para pemerhati, pembina, dan penyantun
perpustakaan merupakan bagian dari pemustaka yang harus menjadi
perhatian perpustakaan.

Hermawan (2006, 16) mengemukan bahwa secara umum pengguna

perpustakaan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

1. Pengguna Potensial (potential users)


Pengguna potensial adalah pengguna yang ditargetkan dan seharusnya
menjadi pengguna. Misalnya pada perpustakaan sekolah sebagai
pengguna potensialnya adalah semua guru dan siswa, pada
perpustakaan perguruan tinggi pengguna potensialnya adalah dosen
dan mahasiswa, sedangkan pada perpustakaan umum pengguna
potensialnya adalah warga masyarakat yang tinggal di wilayah dimana
perpustakaan tersebut berada.
2. Pengguna Aktual (actual users)
Pengguna aktual adalah mereka yang telah menggunakan
perpustakaan, baik pengguna aktual aktif yaitu pengguna yang secara
teratur (reguler) berkunjung dan memanfaatkan perpustakaan,
maupun pengguna aktual pasif yaitu pengguna yang menggunakan
perpustakaan ketika ada kebutuhan atau mendapat tugas dari guru,
dosen ataupun pihak lain.

Dari pendapat para ahli di atas dapat dipahami bahwa pemustaka adalah

pengguna perpustakaan baik perorangan maupun kelompok yang memanfaatkan

segala fasilitas, layanan, koleksi yang ada di perpustakaan demi terpenuhinya

kebutuhan informasi dan pengetahuan yang diinginkannya.

12
2.2 Pengertian Efektivitas

Kata efektif berasal dari bahasa inggris yaitu effective yang berarti berhasil

aau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Efektivitas merupakan unsur

pokok untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan di dalam organisasi, kegiatan

maupun program. Disebut efektivitas apabila tercapai tujuan ataupun sasaran

seperti yang telah ditentukan. Menurut Handoko (2001, 7) “efektivitas adalah

merupakan kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat

atas pencapaian tujuan yang telah ditetapkan, menyangkut bagaimana melakukan

pekerjaan yang benar”. Yamit (2003, 14) mengemukan bahwa “efektivitas

merupakan suatu ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh tujuan

tercapai, baik secara kualitas maupun waktu, orientasinya pada keluaran yang

dihasilkan”.

Dari pendapat beberapa para ahli dapat dipahami efektivitas yaitu

keberhasilan suatu aktivitas atau kegiatan dalam mencapai tujuan (sasaran) tepat

yang telah ditentukan sebelumnya, kualitas pekerjaan atau program kerja.

2.3 Informasi

Kata informasi adalah berarti pengetahuan atau ilmu yang

dikomunikasikan atau disebarluaskan. Menurut Yusuf (2010, 1) ”informasi adalah

suatu rekaman fenomena yan diamati, atau bisa juga berupa putusan putusan yang

dibuat”. Hasugian (2009, 95), mengemukan “informasi adalah data terpilih,

terorganisasi dan teranalisis (data yang sudah diolah) dan hasil pengolahan data

dan telah diberikan rumusan makna padanya”. Menurut Shannon dikutip Maryam

13
(2009, 4) “informasi adalah simbol-simbol yang dipertukarkan dalam

komunikasi antar manusia, dimana alat atau saluran komunikasi mengirim

simbol-simbol itu dari satu titik ke titik lain di tempat lainnya”. Pendit

dikutip Maryam (2009, 4) menyatakan bahwa “informasi sesuatu yang dibawa

oleh bahasa manusia dalam komunikasi sebagai bagian tak terpisahkan dari

pesan (message), atau sebagai isi dari sebuah pesan”.

Dari uraian di atas dapat dipahami informasi adalah pristiwa, pengetahuan,

rekaman, data, fakta, keterangan, dan dokumen yang dikomunikasikan baik secara

lisan maupun dalam bentuk rekaman yg mempunyai makna.

2.3.1 Kebutuhan Informasi

Setiap orang memerlukan atau membutuhkan informasi baik seorang

akdemika, ilmuan, peneliti, dan masyarakat umumnya untuk keperluan tugas-

tugas akademika dan menambah pengetahuan serta memperkaya pembahasan

terhadap masalah yang diteliti. Menurut Tan dikutip oleh Yusuf (1995, 3-4)

kebutuhan akan informasi berkaitan dengan seseorang yang dihadapkan pada

berbagai media penampung informasi, maka kebutuhan informasi kemukan

sebagai berikut:

1. Kebutuhan Kognitif
Kebutuhan ini berkaitan erat dengan kebutuhan untuk memperkuat
atau menambah informasi, pengetahuan dan pemahaman seseorang.
Kebutuhan kognitif ini dapat memberi kepuasaan atas hasrat
keingintahuan dan penyelidikan seseorang
2. Kebutuhan Afektif
Kebutuhan ini dikaitkan dengan penguatan estetis, hal yang dapat
menyenangkan, dan pengalaman-pengalaman emosional. Berbagai
media, baik media cetak maupun media elektronik, sering dijadikan
alat untuk mengejar kesenangan dan hiburan. Orang membeli radio,

14
televisi, menonton film, dan membaca buku-buku bacaan ringan
dengan tujuan untuk mencari hiburan.
3. Kebutuhan Integrasi Personal (Personal Integrative Needs).
Kebutuhan ini sering dikaitkan dengan penguatan kreadibilitas,
kepercayaan, stabilitas, dan status individu. Kebutuhan ini berasal dari
hasrat seseorang mencari harga diri.
4. Kebutuhan Integrasi Sosial
Kebutuhan ini dikaitkan dengan penguatan hubungan dengan
kekeluarga, teman, dan orang lain di dunia. Kebutuhan ini didasarkan
oleh seseorang untuk bergabung atau berkelompok dengan orang lain.
5. Kebutuhan Berkhayal
Kebutuhan ini dikaitkan dengan kebutuhan-kebutuhan untuk mencari
hiburan atau pengalihan. kultau yang dikutip dari agus mengemukan
bahwa kebutuhan informasi terjadinya karena kesenjangan dalam diri
manusia, yaitu antara pengetahuan yang dimiliki dengan pengetahuan
yang dibuthkan.

Menurut Sudarsono (2006, 280-282) kebutuhan informasi yang perlu

diperhatikan oleh perpustakaan yaitu:

1. Pengumpulkan dan pelestarian dokumen yang terdiri atas


a. Dokumen yang diterbitkn termasuk literatur kelabu (gray literature)
dan materi audio-visual.
b. Dokumen yang tidk diterbitkan seperti manuskrip dan rekaman
audio maupun visual.
2. Kebutuhan bibliografis: pembuatan dan akses rekaman publikasi
3. Penyediaan dokumen atau koleksi.
4. Akses pada publikasi.
5. Pertukaran publikasi
6. Akses informasi.
7. Pendidikan dan pelatihan bagi pustakawan.

Uraian diatas dapat dipahami perpustakaan memegang peran penting

dalam rangka menyajikan dan memenuhi kebutuhan informasi bagi pemustaka,

sehingga pemustaka merasa puas karena kebutuhan informasinya terpenuhi dan

kebutuhan informasi juga sebagai bagian dari tuntutan kehidupan dan penunjang.

15
2.3.2 Sumber-sumber Informasi

Perpustakaan sebagai pusat sumber informasi bagi seluruh pengguna

perpustakaan. Sumber informasi merupakan segala macam informasi yang bisa

diawasi, dikendalikan, diolah, dan dikelola oleh perpustakaan untuk seluruh

pengguna dalam memenuhi kebutuhan informasi.

Menurut Ida (2005, 68-83) bentuk sumber-sumber informasi yaitu:

1. Print Resources (sumber-sumber tercetak)


a. Buku/Monograf
Buku didefinisikan sebagai kumpulan dari sebuah karya tulis yang
paling tidak memiliki minimal lebih dari 48 halaman yang
mempunyai judul khusus tersendiri yang diikat satu ikatan yang
sama dalam sebuah jilidan. Buku bisa terdiri dari satu jilidan atau
volume bahkan bisa juga lebih. Sebuah buku dalam format cetakan
terkadang disebut dengan istilah “Monograf”. Monograf ada
kaitannya antara satu dengan lainnya mungkin memiliki set atau
series. Kopian atau eksemplar dari sebuah buku yang dicetak dari
naskah atau pelat cetakan yang sama yang mempunyai edisi yang
sama.
b. Buku Referensi
Buku referensi (rujukan) adalah buku yang isinya disusun dan
diolah dengan metode tertentu (misalnya menurut abjad). Jenis
buku referensi ini biasanya digunakan sebagai temapat merujuk
informasi tertentu. Jenis-jenis buku referensi seperti kamus,
ensiklopedi, buku tahunan (yearbook), buku panduan (handbook),
direktori, alamanak, bibliografi, indeks, abstrak, atlas, dokumen
pemerintah.
c. Serial
Serial adalah penerbitan yang diterbit secara kronologis untuk
periode waktu yang tidak terbatas. Serial mencakup periodikal,
surat kabar, laporan tahunan, majalah, yearbook, dan jurnal ilmiah.
d. Grey literature
Grey literature biasanya merujuk kepada beberapa penerbitan yang
diterbitkan oleh pihak-pihak tertentu seperti pemerintah, akademis
baik dalam bentuk cetakan maupun bentuk elektronik. Grey
literature terdiri dari laporan-laporan, dokumen pemerintah,
bulletin, lembaran fakta, tugas akhir, skripsi, tesis, disertasi,
proseding, konferensi dan segala publikasian yang didistribusikan
secara gratis.

16
2. Non-Print Resources (Sumber-sumber Non Tercetak)
a. Microform
Microform adalah isitilah yang biasa digunakan untuk menunjukan
bahan media sumber informasi yang brisi imej data yang
diperkecil. Microform yang umumnya diproduksi adalah dalam
bentuk rol dan lembaran film.
b. CD-ROM
CD-ROM adalah singkatan dari “Compact Disc Read-Only-
Memory” adalah medium penyimpanan data optic yang tidak
mudah hilang , menggunakan format fisik yang sama sebagai audio
CDs. CD-ROM ini dapat dibaca pada komputer dengan
meggunakan CD-ROM drive.
c. E-BOOK
Elektronik buku (e-book) disebut bentuk digital dari buku biasa
(tercetak) yang membutukan personal computers, mobile phone,
atau alat khusus untuk membacanya yang disebut ebook reader
atau ebook devices.
d. E-JOURNAL
Elektronik journal (e-journal) adalah bentuk digital dari journal
biasa. E-journal menyediakan seperangkat alat yang memperkaya
nilai suatu jornal konvensial (terbitan atau kajian secara mendalam)
sehingga dapat menjawab tantangan globalisasi.
3. Audio Visual
a. Bagan
Lembaran kertas, cardboard, atau bahan sejenisnya dimana
informasi digambarkan dalam bentuk tabel, diagram, skema atau
berupa gambar.
b. Peta
Gambaran letak geografis dari bagian dunia serta gambaran
pertanian di dunia atau dapat juga merupakan peta potensi sumber
alam.
c. Realia
Istilah yang digunakan untuk objek yang sebenarnya misalnya fosil
tengkorak manusia purba.
d. Foto
Gambar hasil pemotretan suatu objek.
e. Film
Bahan yang berbentuk lembaran tipis dan transparan, dilapisi
dengan emulsi yang sangat peka terhadap cahaya. Film ada dua
macam yaitu yang berwarna ada yang hitam putih.
f. Piringan hitam
Plat bundar yang permukaanya dilapisi dengan asetat yang bila
diputar dengan alat pemutar (player) dapat menghasilkan suara.

17
g. Slide
Merupakan bahan atau gambar grafis dari hasil pemotretan dengan
film 35 mm diberi bingkai pada keempat sisinya dan dapat
diproyeksikan pada layar dengan menggunakan proyektor slide.
h. Transparansi
Bahan tembus cahaya yang diisi dengan gambar atau tulisan,
terbuat dari asetat atau sejenisnya.
i. Rekaman Video
Rekaman gambar pita video yang kmudian diperlihatkan pada
layar televisi. Pita video ini adalah berupa pita magnet. Suara dan
gambar direkam secara bersama-sama dalam pita video tersebut.
Gulungan pita video ditempatkan dalam kotak (casette).
j. Pita Suara (Kaset)
Pita magnetik tempat merekam suara. Pita ini dpaat berbentuk
gulungan (real-to-reel) dan ada pula yang berbentuk kaset. Untuk
mendengarkan suara yang terekam pada pita ini diperlukan alat
player atau casette player.

2.4 Diseminasi Informasi

Perpustakaan penting melakukan diseminasi informasi guna memberi

manfaat bagi pengguna yang membutuhkan informasi. Menurut Hamidi yang

dikutip oleh Tulung (2011, 6) diseminasi informasi adalah penyebarluasan

informasi dan sebuah penyampaian pesan komunikasi yang dapat terjadi jika

pengguna mengalami internalisasi yaitu pengguna menerima pesan atau

memerlukan informasi yang sesuai dengan harapan dan kebutuhannya sehingga

memberikan manfaat baginya.

Prtherch (1990, 202) menyatakan bahwa “dissemination of information is

the distribution or sending of information whether specifically requested or not to

members of an organization by a librarian or information officer”. (diseminasi

informasi merupakan sebuah proses distribusi atau pengiriman informasi tertentu

kepada pemustaka di sebuah organisasi atau instusi oleh pustakawan atau petugas

informasi).

18
Pendapat lainnya, Rohanda (1995, 7) menyatakan bahwa “diseminasi

informasi adalah proses kerja tentang bagaimana agar informasi tersebut dapat

sampai kepada pemustaka”. Menurut Rubin (1998, 10) diseminasi informasi

memiliki cara dan proses terjadinya yaitu melalui penyaluran informasi, saluran

informasi dalam proses penyebaran informasi yakni perpustakaan, industri cetak,

internet, website, telepon dan sebagainya.

2.4.1 Tujuan Diseminasi Informasi


Menurut Prasher yang dikutip Suryantini (2010, 52) tujuan diseminasi

informasi adalah:

1. Menyediakan informasi terbaru dalam subjek tertentu.


2. Mengumpulkan dan menyediakan literatur kepada pengguna target.
3. Memberitahukan informasi terkini mengenai subjek tertentu secara jelas.
4. Menggunakan teknik berbasis komputer untuk menyusun profil informasi
terkini untuk memenuhi kebutuhan informasi sesuai minat atau spesialisasi
pemustaka.
5. Mendapatkan informasi terbaru melalui jurnal, tugasakhir, skripsi, tesisi,
disertasi, buletin dan sumber daya informasi penting lainnya.
6. Layanan hemat waktu.

2.4.2 Dasar-dasar Diseminasi Informasi

Perlunya mengetahui dasar-dasar dalam mendiseminasi informasi agar

mengetahui kegunaan dan kebutuhan pengguna. Menurut Philipps (1992, 119)

beberapa kaidah atau dasar-dasar diterapkan dalam diseminasi informasi yaitu:

1. Kenalilah pengguna dan kebutuhannya dan sediakan serta sebarkan


informasi yang mereka butuhkan.
Hal ini dapat dilakukan dengan bebicara dengan pengguna, berusaha
mengetahui apa yang sedang mereka kerjakan, mengetahui apa yang
mereka butuhkan atau minati. Hubungan yang baik antara pustakawan
dan pengguna perpustakaan akan menguntungkan kedua pihak.
2. Perpustakaan harus dikelola sedemikian rupa sehingga pengguna mau
menggunakan koleksi.
Denah perpustakaan harus mudah dipahami, label untuk rak mudah
dilihat, daftar nomor klas disediakan dan ruang belajar harus ada

19
sehingga tercipta suasana yang mengundang. Pada waktu masuk
perpustakaan, pengguna harus merasa ia disambut dan bukan merasa
bahwa kedatangannya tidak diharapkan. Pustakawan seharusnya
membantu memberikan penjelasan secara pribadi kepada pengunjung
baru atau membuat selembaran yang menerangkan tata kerja
perpustakaan dan jasa yang diberikan, misalnya bagaimana
menggunakan opac, mencari objek melalui daftar klasifikasi, koleksi
apa saja yang ada diprpustakaan dan kebijakan peminjaman.
3. Menyediakan jasa referensi yang baik. Usahakan koleksi tetap baru.
Usahakan agar buku-buku yang sering diperlukan tersedia, misalnya
buku referensi, peta, buku pegangan dasar dan lain-lain tidak
dipinjamkan. Daftar tambahan koleksi harus dibuat secara teratur
(sebaiknya setiap tiga bulan) agar pengguna mengetahui buku-buku
baru dibeli perpustakaan. Pustakawan adalah orang yang paling tahu
mengenai apa yang terdapat diperpustakaan karena ia yang membuat
katalog dan menentukan nomor klas dari koleksi. Tugas pustakawan
adalah memberi tahu pengguna informasi apa yang terdapat dalam
buku atau koleksi yang mereka butuhkan dan di mana letak buku atau
koleksinya.

2.4.3 Layanan Diseminasi Informasi

Diseminasi informasi adalah kegiatan memberikan informasi yang

diperlukan pemustaka atau memberikan kesempatan kepada pemustaka untuk

akses informasi. Menurut Sulistyo-Basuki (2004, 368) diseminasi informasi

terbagi menjadi dua yaitu penyebaran aktif dan penyebaran pasif. Penyebaran

aktif adalah unit informasi yang secara aktif berusaha mengantisipasi kebutuhan

informasi pemustaka dengan berbagai cara dan berusaha memenuhinya

semaksimal mungkin. Penyebaran pasif adalah ketika pengguna mendatangi unit

informasi untuk memenuhi kebutuhan infomasinya.

Menurut Sulistyo-Basuki (1992, 170-178) ada beberapa layanan dalam

layanan diseminasi informasi sekunder yaitu:

a. Jasa Referal
Jasa referal tidak disediakan bagi pengguna dokumen atau
informasi yang aktual yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan
tetapi memandunya ke sumbersumber sekunder seperti terbitan-

20
terbitan sekunder, unit-unit informasi, organisasi-organisasi
profesional, lembaga-lembaga riset atau para spesialis sebagai
individu sehingga ia dapat memperoleh jawabannya.
b. Jasa Informasi Kilat
Jasa ini dirancang untuk memberitahu pengguna informasi
mengenai apa sajakah yang baru diterima atau diperoleh unit
informasi. Jasa ini memegang peranan penting dalam hal
memperbaharui teknik-teknik, ilmu pengetahuan, dan seluk beluk
managemen langgannya.
c. Daftar Pengadaan
Daftar pengadaan ini diterbitkan oleh unit informasi secara reguler
pada kurun waktu tertentu. Daftar ini menunjukan dokumen-
dokumen apa saja yang telah diterima sejak yang terakhir. Pada
umumnya daftar ini menyebutkan judul, pengarang dan
menyebutkan daftar pustaka referens serta mengatur informasi
secara alfabetis menurut tipe dukumen atau menurut beberapa
kategori subyek secara umum. Daftar ini dapat mencapai jumlah
yang secara terbatas dn kemudian akan menjadi efektif
penggunaannya apabila tidak terlalu lama digunakan.
d. Buletin Daftar Isi
Buletin daftar isi adalah terbitan berkala yang pada umumnya
diproduksikan dengan cara memfotokopi daftar isi terbitan berkala
yang sudah diseleksi atau yang sering ditanyakan.
e. Buletin Bibliografi
Buletin ini terbit secara teratur dan pada umumny setiap bulan dan
berdasarkan deskripsi bibligrafis yang diterima oleh unit informasi
atau perpustakaan sejak terbitan yang terakhir. Tujuan utama
buletin bibliografi adalah menarik perhatian pengguna kepad
terbitan-terbitan
terbaru dan setiap enam bulan atau setiap tahun menyediakan
penelusuran retrospektif.
f. Indeks
Indeks adalah daftar isitilah yang disusun secara alfabetis atau
dalam bentu lain (kata, konsep, formula, nomor) ang menerangkan
tentang dokumen-dokumen.

2. Diseminasi Informasi Terpilih

Diseminasi informasi terpilih adalah suatu prosedur untuk

memberikan kepada pengguna atau kelompok pengguna sebagai acuan

dari dokumen-dokumen atau koleksi yang berhubungan dengan

21
kebutuhan atau diminati. Keefektifan suatu penyebaran informasi

terpilih tergantung kualitas abstrak dan penelusurannya yaitu:

a. Pelayanan penelusuran retrospektif


Tujuan pelayanan penelusuran retrospektif adalah menyediakan
pengguna dengan acuaan-acuan dari koleksi atau dokumen-
dokumen.
b. Pelayanan referensi
Pelayanan referensi mempunyai tugas membantu pengguna untuk
memanfaatkan informasi.
c. Pengemasan kembali informasi
Tujuannya adalah mengumpukan informasi yang didapat dari
berbagai bentuk dari berbagai sumber dan menampilkan dalam
bentuk yang lain, misalnya bermacam-macam referensi, abstrak
dan sitiran, tabel-tabel, tugas akhir dan thesis dapat ditampilkan
melalui audio visual atau website.
d. Media Massa
Surat kabar, majalah, radio, dan televisi adalah hal-hal yang
penting sebgai media untuk mempromosi informasi dan
penyebaran informasi.

2.4.4 Masalah dalam Diseminasi Informasi

Dalam melakukan diseminasi informasi sering sekali timbul sejumlah


masalah yang mengakibatkan penyebaran tidak dilakukan dengan sempurna.
Sulistyo-Basuki (2004, 368) mengemukan bahwa beberapa masalah yang sering
dihadapi itu umumnya berasal dari:
1. Keragaman Keperluan Pemustaka
Hal ini berasal dari cara komunikasi yang digunakan pemustaka,
kebutuhan informasi pemustaka, taraf kepuasaan yang berbeda,
keacuhan pemustaka terhadap aktivitas informasi serta apa yang
dilakukan unit informasi.
2. Keterbatasan Keuangan
karena keterbatasan dana, maka perpustakaan atau unit informasi
harus bekerja sama dengan sumber terbatas dan memungut biaya
untuk jasa khusus atau membatasi pemakai tertentu.
3. Keterbatasan Institusi
Kemungkinan jarak lokasi yang berlainan, jarak yang terentang antara
sumber informasi dengan jasa informasi serta adanya dokumen yang
bersifat rahasia maka berimbas membatasi jasaserta mepersempit
cakupan jasa.

22
4. Keterbatasan Teknik
Misalnya keterbatasan, dalam mengolah dokumen, kurangnya
peralatan tertentu, dan staf yang tidak memadai yang semuanya
merugikan kualitas jasa informasi.
5. Keterbatasan akibat Kekurangan Manajerial
Misalnya kurangny kontak antara unit informasi dengan pemustaka,
kurangnya pengetahuana akan jasa informasi dan kurangnya
mengetahui keperluan sebenarnya dari pemustaka atau pemakai
informasi.

2.4.5 Efektivitas Diseminasi Informasi

Efektivitas diseminasi informasi menjadi bagian perpustakaan dalam


mengetahui seberapa besar perpustakaan memberi manfaatnya bagi pengguna
peprustakaan. Menurut Maryam (2009, 70) menyatakan bahwa efektivitas
diseminasi informasi dapat dilihat dari:
1. Kinerja layanan.
2. Ketersediaan databases hasil penelitian.
3. Ketersediaan fasilitas akses informasi.
4. Jumlah fasilitas penelusuran.
5. Kesesuaian informasi yang dicari.
6. Kepuasaan terhadap hasil yang dicapai.

Selanjutnya, Menurut Tulung dikutip Schramm (2011, 6-7) diseminasi


informasi dapat disebut efektif apabila:
1. Informasi yang disampaikan dapat dipahami oleh pemustaka.
2. Pemustaka berperilaku sesuai dengan aturan yang ada.
3. Adanya kesesuaian antara isi informasi dengan pemustaka
Dengan demikian informasi dapat efektif apabila isi informasi atau
pesan yang dikemas sedemikian rupa menarik dan sesuai dengan
kebutuhan pemustaka.

Pendapat lainnya, Sastropoetra (2012) diseminasi informasi yang efektif


apabila:
1. Informasi yang disebarluaskan haruslah jelas.
2. Lambang-lambang atau bahasa yang digunakan dapat dengan mudah
dipahami dan dimengerti oleh pemustaka.
3. Informasi yang disebarkan sesuai dengan kebutuhan pemustaka dan
dapat memecahkan masalah.

23
2.5 Grey Literature

Grey literature (literatur abu-abu) merupakan salah satu jenis koleksi di

perpustakaan tinggi yang terdiri dari laporan penelitian atau dokumen-dokumen

yang merupakan hasil karya ilmiah, makalah seminar, terbitan pemerintah. Anger

dikutip Adi (2008, 65) mengemukan bahwa “grey literature adalah bahan pustaka

yang tidak tersedia di deretan buku untuk dijual, dibuat untuk keperluan khusus

atau untuk kalangan terbatas, misalnya prosiding, tugas akhir, disertasi, laporan

dan sebagainya”. Hirtle dikutip Mason (2000, 1) mengemukan sebagai berikut:

grey literature adalah the quasi-printed reports, unpublished but


circulated papers, unpublished proceedding of conferences, printed
programs from conferences, and the other non-unique materials which
seems to constitute the bulk of our modern manuscript collection. (Grey
literature adalah laporan dalam bentuk cetak, tidak dipublikasi namun
dalam bentuk kertas beredar seperti prosiding suatu konferensi, program
tercetak dari konferensi dan bahan non-unik lainnya yang digunakan untuk
menyusun koleksi manuskrip modern).

Sedangkan menurut Virginia Institut of Marine Science (VIMS) (2003, 1)

pengertian adalah:

Grey literature adalah this refers to papers, report, technical notes or


other documents produced and published by governmental agencies,
academic institutions and other groups that are not distributed or indexed
by commercial publishers. (Grey literature adalah suatu istilah yang
merujuk pada laporan, catatan penelitian, atau dokumen-dokumen yang
merupakan hasil atau terbitan badan pemerintah, institusi akademik dan
kelompok lainnya tyang tidak didistribusikan atau diindeks oleh penerbit
komersial).

Berdasarkan uraian diatas dapat dipahami bahwa grey literature adalah

suatu istilah yang digunakan untuk kumpulan bahan pustaka yang diterbitkan

oleh lembaga pemerintah, institusi akdemik, pusat penelitian, dan lembaga

lainnya berupa makalah seminar penelitian, tugas akhir, skripsi, tesis, disertasi,

24
terbitan pemerintah, dan lain-lain yang dibuat untuk keperluan khusus atau untuk

kalangan terbatas sehingga tidak tersedia di pasaran atau penerbit komersial.

1.5.1 Jenis Grey Literature

Pada umumnya dokumen grey literature tidak dapat dipinjamkan dan yang

tercetak hanya boleh di baca di tempat saja. Tugas akhir, skripsi, tesis, disertasi,

laporan penelitian dan pidato pengukuhan merupakan contoh jenis grey literature.

Rompas dikutip oleh Huda (2007, 19) menggolongkan jenis literatur abu-abu

(grey literature) yaitu:

1. Karya tulis ilmiah yang dapat berupa penelitin, survey dan evaluasi.
2. Karya persyatan akdemika dapat berupa skripsi, tesis, dan disertasi.
3. Buku pedoman dan petunjuk yang dibuat mengiringi sebuah produk
barang baru berupa alat, metode atau suatu peraturan dan undang-
undang, laporan-laporan penelitian, liputan pristiwa, organisasi atau
instansi, perkembangan bidang ilmu tertentu dan sebagainya,
bibliografi, katalog dan daftar.

Dalam Buku Pedoman Perpustakaan Perguruan Tinggi (2004, 55)

disebutkan bahwa literatur abu-abu (grey literature) meliputi semua karya ilmiah

dan non ilmiah yang dihasilkan oleh suatu perguruan tinggi.

Literatur abu-abu (grey literature) yang dimaksud adalah :


1. Tugas akhir, Skripsi, tesis, disertasi.
2. Makalah seminar, simposium, konferensi, dan sebagainya.
3. Laporan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
4. Laporan lain-lain, pidato pengukuhan, dan sebagainya.
5. Artikel yang dipublikasikan oleh media massa.
6. Publikasi internal kampus.
7. Majalah atau bulletin kampus.

Dari kedua uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dokumen literatur abu-

abu (grey literature) terdiri dari karya ilmiah dan non ilmiah yang dihasilkan

oleh suatu institusi akademik, lembaga pemerintah, pusat penelitian,

25
perhimpunan, lembaga atau asosiasi lainnya berupa makalah seminar, laporan

penelitian, tugas akhir, skripsi, tesis, disertasi, terbitan pemerintah, pidato

pengukuhan guru besar dan lain sebagainya.

2.6 Repository

Menurut Sutedjo (2014) “repository adalah sebuah arsip online untuk

mengumpulkan, melestarikan, dan menyebarluaskan salinan digital karya ilmiah

digital-intelektual dari sebuah lembaga”. Dalam Freedom Foundation USA (2007,

1) dinyatakan bahwa: A repository is a place where data or specimens are stored

and maintained for future retrieval. A repository can be :

1. A place where data are stored.


2. A place where specifically digital data are stored.
3. A site where eprints are located.
4. A place where multiple databases or files are located for distribution over
a network.
5. A computer location that is directly accessible to the user without having
to travel across a network.
6. A place to store specimens, including serum or other biological fractions.
7. A place where anything is stored for probable reuse.

Dari uraian di atas dapat diartikan bahwa repository adalah suatu tempat dimana
data atau spesimen disimpan dan dipelihara untuk ditemukan kembali dimasa
yang akan datang. Suatu repository dapat berupa :
1. Tempat data disimpan.
2. Tempat data digital disimpan.
3. Tempat e-print diletakkan.
4. Tempat beberapa file atau database diletakkan untuk didistribusikan
melalui suatu jaringan.
5. Penempatan komputer yang secara langsung memberi akses kepada
pengguna tanpa keharusan masuk dalam suatu jaringan.
6. Tempat untuk menyimpan spesimen, mencakup serum atau pecahan
biologi lainnya.
7. Tempat sesuatu disimpan untuk kemungkinan digunakan kembali.

26
2.6.1 Tujuan Repository

Repository merupakan hal yang penting bagi suatu perguruan tinggi yang

membantu dalam pengelolaan aset kelembagaan sebagai bagian dari strategi

informasi mereka. Repository membantu institusi untuk mengembangkan

pendekatan yang terkoordinir dan logis untuk mengumpulkan, mengidentifikasi,

menyimpan, menyebarkan dan temu kembali aset intelektualnya.

Adapun tujuan utama sebuah perpustakaan perguruan tinggi memiliki

repository menurut Jain dan Anurag (2008, 4) adalah :

1. To create global visibility for an institution’s scholarly research.


2. To collect content in a single location.
3. To provide open access to institutional research output by self-archiving
it.
4. To store and preserve other institutional digital assets, including
unplublished or otherwise easily lost (“grey”) literature (e.g. theses or
technical reports).

Pernyataan di atas dapat diartikan bahwa tujuan utama repository adalah

sebagai berikut :

1. Menciptakan visibilitas secara global untuk penelitian ilmiah sebuah


lembaga pendidikan atau institusi.
2. Mengumpulkan konten atau isi dalam satu lokasi.
3. Memberikan akses terbuka untuk hasil penelitian institusional.
4. Menyimpan dan melestarikan aset digital kelembagaan lainnya, termasuk
literatur yang tidak dipublikasikan atau mudah hilang ("grey literature”
misalnya tesis atau laporan teknis).

2.6.2 Manfaat dan Fungsi Repository

Repository pada sebuah institusi adalah sebuah tempat online untuk

mengumpulkan, mengatur dan menyebarkan data dalam bentuk digital, yang

merupakan output dari institusi khususnya hasil riset. Menurut Sutedjo (2014)

adapun manfaat repository adalah sebagai berikut:

27
1. Untuk mengumpulkan karya ilmiah-intelektual sivitas akademika dalam
satu lokasi agar mudah ditemukan kembali baik melalui Google maupun
mesin pencari lainnya.
2. Untuk menyediakan akses terbuka terhadap karya ilmiah-intelektual yang
dihasilkan sivitas akademika dan menjangkau khalayak lebih luas lagi
dengan tempat dan waktu yang tak terbatas.
3. Untuk meningkatkan dampak dari karya ilmiah-intelektual yang dihasilkan
sivitas akademika.
4. Untuk mempromosikan karya ilmiah-intelektual yang dihasilkan sivitas
akdemika.
5. Sebagai etalase dan tempat penyimpan yang aman untuk hasil penelitian
sivitas akademika.
6. Untuk menyediakan URL jangka panjang bagi karya ilmiah-intelektual
hasil penelitian sivitas akademika.
7. Apabila terjadi plagiasi terhadap karya ilmiah-intelektual yang dipublish di
Repositori Institusi akan mudah diketahui dan ditemukan.
8. Untuk menghubungkan publikasi sivitas akademika atau peneliti dari
halaman web mereka (web personal dosen atau peneliti).

Adapun fungsi dari repository menurut Joaquin (1996, 1-3), yaitu sebagai berikut:

1. Storage function: The storage function stores data.


2. Information organization function: The information organization function
manages a repository of information described by an information schema
and includes some or all of the following elements:
a. Modifying and updating the information schema.
b. Querying the repository, using a query language.
c. Modifying and updating the repository.
3. Relocation function: The relocation function manages a repository of
locations for interfaces, including locations of management functions for the
cluster supporting those interfaces.
4. Type repository function: The type repository function manages a repository
of type specifications and type relationships. It has an interface for each
type specification it stores.
5. Trading function: The trading function mediates advertisement and
discovery of interfaces.

Pernyataan di atas dapat diartikan bahwa fungsi utama repository adalah

sebagai berikut :

1. Fungsi penyimpanan: menyimpan data.


2. Fungsi organisasi informasi: mengelola repository informasi yang
dijelaskan dengan skema informasi yang mencakup beberapa unsur berikut:
a. Modifikasi dan pembaruan skema informasi.
b. Peng-query-an repository dengan menggunakan bahasa query.

28
c. Modifikasi dan pembaruan repository.
3. Fungsi relokasi: mengelola lokasi repository untuk antarmuka, termasuk
lokasi dari fungsi-fungsi manajemen yang mendukung.
4. Fungsi jenis repository: mengelola spesifikasi jenis repository dan tipe
hubungan.
5. Fungsi perdagangan: menangani iklan dan penemuan antarmuka.

Pendapat lainnya, Menurut Wicaksono (2005, 5) fungsi repository adalah :

1. Tempat menyimpan Structured Information yang dikumpulkan dari


berbagai sumber informasi.
2. Sumber referensi bagi proses pembelajaran di Discussion Forum dan
Structured Knowledge Creation.
3. Tempat menyimpan pengetahuan yang dihasilkan pada proses
pembelajaran di Discussion Forum dan Structured Knowledge Creation.

Dari kedua pendapat para ahli dapat dipahami bahwa fungsi repository adalah

sebagai tempat menyimpan data yang dikumpulkan dari berbagai sumber

informasi, mengorganisasikan data dengan skema informasi, mengelola lokasi

informasi untuk antarmuka, sebagai sumber referensi bagi proses pembelajaran

dan sebagai tempat menyimpan pengetahuan yang dihasilkan pada proses

pembelajaran.

2.6.3 Pengolahan dan Pengembangan Repository

Menurut Sutedjo (2014) hal-hal yang perlu disiapkan dalam pengelolaan

dan pengembangan repository adalah sebagai berikut:

1. Benchmarking atau Studi Banding

Benchmarking atau studi banding perlu dilakukan, tujuannya agar kita


mengetahui kondisi repository institusi yang dimiliki oleh pihak lain
(eksternal). Selanjutnya kita perlu juga mengetahui kondisi internal
Repositori Institusi kita. Dalam manajemen tindakan mempelajari
situasi eksternal dan internal dikenal sebagai analisis SWOT. Analisis
SWOT adalah metode perencanaan strategis yang digunakan
untukmengevaluasi kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses),
peluang (opportunities), dan ancaman (threats) dalam suatu proyek
atau suatu spekulasi bisnis. Sasaran benchmarking adalah

29
Perpustakaan yang telah mempunyai repository yang sudah mapan.
Bisa dilakukan dengan jalan berkunjung ke Perpustakaan yang
repositorynya sudah eksis atau dengan jalan mempelajari portalnya
melalui akses online. Dari hasil benchmarking dan analisis SWOT
akan dapat ditentukan strategi perencanaan seperti apa yang akan
diambil untuk membangun dan mengembangkan repository yang dicita
citakan.
2. Sumberdaya Manusia
Mengelola dan mengembangkan repository institusi diperlukan tenaga
yang berkompeten baik di bidang IT dan kepustakwanan, serta
terampil secara teknis dan non teknis. Untuk itu perlu dilakukan
pembinaan secara rutin dan terus menerus untuk menjaga performa dan
hati melalui outbond training-team building, olah raga bersama, serta
pembinaan rokhani. Dengan pembinaan tersebut staf perpustakaan
maupun pustakawan diharapkan akan selalu siap, ada chemistry antar
staf atau pustakawan, bisa menjaga komitmen untuk mengelola dan
mengembangkan repository institusi. Untuk mengelola dan
mengembangkan sistem repository perlu sumberdaya manusia dengan
kualifikasi sebagai berikut:
a. Pustakawan
Tenaga pustakawan sebagai tenaga yang mampu mendiskripsikan,
menganalisis subjek dokumen, mengklasifikasikan dan lainnya
untuk keperluan temu kembali dokumen yang tersimpan di
repository institusi. Pustakawan juga bisa bertindak sebagai analis
sistem. Kualifikasi pendidikan yang diperlukan D3 dan S1 bidang
ilmu perpustakaan.
b. Tenaga Teknis untuk Pemprosesan Data
Tenaga yang mampu untuk melakukan alih bentuk atau media serta
pengolahan data lanjutan pasca alih media (seperti watermark,
viewer dan proteksi) dan melakukan entry data serta unggah karya
ilmiah-intelektual ke dalam sistem. Dengan kata lain tenaga teknis
lebih terfokus pada pekerjaan yang sifatnya teknis dalam
pengolahan bahan yang akan diunggah dan di terbitkan (publish)
ke dalam sistem. Kualifikasi tidak harus pustakawan, namun
tenaga administrasi, D1 komputer, atau siswa atau mahasiswa yang
magang kerja dan tenaga praktek kerja.
c. Tenaga Teknologi Informasi (IT)
Tenaga teknologi informasi yang dimaksud disini adalah tenaga
yang mempunyai kemampuan tentang hardware dan software
(pemrograman), tidak harus sarjana bidang komputer. Asal
mempunyai kemampuan di bidang hardware dan software.
Tugasnya adalah untuk mengelola dan mengembangkan sistem
sesuai kebutuhan repository institusi, sekalipun perangkat
lunaknya berasal dari opensource. Disamping itu ada tugas lain
yang tidak kalah penting yaitu 1) merawat sistem dari gangguan
teknis yang terjadi sewaktu waktu. 2) melakukan backup data

30
secara periodik untuk menghindari kehilangan data akibat suatu hal
yang tidak terduga. 3) memperbaiki dan merawat komputer dan
alat kerja yang digunakan tenaga pustakawan dan tenaga teknis
untuk pemrosesan data. Minimal ada 2 orang tenaga, satu orang
untuk hardware dan satu orang untuk software.
3. Perangkat Keras dan Lunak (Hardware dan Software)
Membangun sistem repository institusi tidak akan terlepas dari
kebutuhan yang disebut perangkat keras dan lunak. Kebutuhan
minimal akan perangkat keras dan lunak yang harus tersedia untuk
membangun, mengelola dan mengembangkan repository institusi
sebagai berikut:
a. Komputer Server
Seperti diketahui komputer merupakan alat utama untuk
melakukan pemrosesan data. Pada implementasi diperlukan sebuah
komputer yang berfungsi sebagai server repository institusi. Di
dalam server inilah di install perangkat lunak repository Institusi
dan sekaligus sebagai tempat menyimpan informasi muatan lokal
yang sudah dialih bentuk atau mediakan. Oleh karenanya komputer
server harus mempunyai spesifikasi yang bagus dan handal,
sehingga ketika diakses oleh pemustaka tidak menimbulkan
masalah.
b. Alat Bantu Alih Media
Koleksi dalam bentuk tercetak dialihkan dalam bentuk digital,
untuk itu diperlukan perangkat bantu berupa hardware dan
software.
c. Jaringan Internet Komputer
Server repositori institusi harus senantiasa terhubung dengan
jaringan internet sepanjang 24 jam. Harus stabil terutama terhadap
pasokan listrik untuk menjamin pengakses informasi yang
disimpan di repository institusi. repository institusi juga harus
dilengkapi dengan security system agar tidak mudah diganggu atau
bahkan dibobol pihak pihak yang tidak bertanggungjawab yang
berniat buruk terhadap keberadaan repository institusi. Pasokan
kebutuhan bandwith koneksi harus mencukupi sesuai dengan
jumlah pengakses setiap harinya. Hal ini juga terkait dengan
bentuk dokumen digital yang rata rata memiliki ukuran besar, akan
dapat menghabiskan bandwith jika jumlah pengunjungnya banyak.
Oleh karena itudalam kondisi seperti ini bila Perpustakaan
bertindak sebagai pengelola repository institusi harus
berkoordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Pusat Komputer
ataulembaga sejenis.
d. Software Repository
Untuk menjalankan repository institusi diperlukan software atau
perangkat lunak. Pilihan perangkat lunak tergantung kebutuhan dan
ada 3 jalur yang bisa ditempuh yaitu membangun sendiri, membeli
produk yang sudah jadi dan memanfaatkan aplikasi opensource.

31
Membangun sendiri berarti harus mempunyai staf yang
mempunyai pengetahuan tentang pemrograman atau menyewa
tenaga outsourcing dan mempunyai tenaga pustakawan yang
bertindak sebagai analis system. Sementara itu bisa juga
menggunakan paket perangkat lunak (software) yang tersedia
gratis untuk menjalankan repository yaitu: Dspace (dikembangkan
MITUS), Eprints (University of Southampton UK), Fedora,
Inveno, Sobek CM dan GDL KMRG-ITB. Pemilihan penggunaan
perangkat lunak yang tepat akan sangat membantu mempermudah
pustakawan untuk mengorganisasi informasi muatan lokal yang
akan di publish atau diterbitkan.
e. Format Metadata
Seperti diketahui metadata merupakan struktur data yang berisi
hal-hal yang menjelaskan tentang sebuah file, informasi bibliografi
atau data itu sendiri seperti: judul, pengarang, abstrak dan lainnya.
Jenis metadata yang tersedia juga cukup banyak dan bervariasi.
Pertimbangan yang dipakai dalam memilih format metadata adalah
memiliki kompatibilitas dengan sistem yang lain, untuk itu
sebaiknya pilih format metadata yang standar yang sudah banyak
dipakai oleh berbagai sistem repository. Dengan memiliki
metadata koleksi yang sama, maka sebuah sistem repositori akan
mudah melakukan proses interoperability dengan sistem yang lain.
Salah satu jenis metadata standar yang populer digunakan di
berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia adalah Dublin Core
Metadata.

2.7 Proses Digitalisasi Repository

Proses digitalisasi dokumen melalui layanan repository merupakan suatu

proses perubahan dari dokumen tercetak menjadi dokumen elektronik atau

pemakaian sistem digital. Proses digitalisasi dokumen melalui layanan

repository ini dapat bertujuan pendidikan, diseminasi informasi atau

penyebaran ilmu pengetahuan maupun tujuan konversi, yaitu melestarikan

peninggalan sejarah. Melalui digitalisasi yang di muat melalui website maka

perpustakaan dapat menyimpan ribuan bahkan jutaan karya tulis atau karya

ilmiah serta dapat diakses oleh banyak orang dalam waktu bersamaan dengan

cepat, tepat dan akurat. Repository merupakan kumpulan karya ilmiah yang

32
digitalisasikan. Menurut Pendit (2007, 244-245) proses digitalisasi dibedakan

menjadi tiga kegiatan utama, yaitu:

1. Scanning, yaitu proses memindai (men-scan) dokumen dalam bentuk


cetak dan mengubahnya ke dalam bentuk berkas digital. Berkas yang
dihasilkan adalah berkas PDF. Alat yang digunakan untuk mmindai
dokumen adalah Canon IR2200. Mesin lain dikapasitasnya lebih kecil
dapat digunakan sesuai dengan kemampuan perpustakaan.
2. Editing, adalah proses mengolah berkas PDF di dalam komputer
dengan cara memberikan password, watermark, catatan kaki, daftar isi,
hyperlink, dan sebagainya. Proses OCR (Optical Character
Recognition) dikategorikan pula kedalam editing. OCR adalah proses
yang mengubah gambar menjadi teks.
3. Uploading, adalah proses pengisian (input) metadata dan meng-upload
berkas dokumen tersebut ke digital library.

Dari uraian di atas dapat dinyatakan bahwa proses digitalisasi terdiri dari 3

tahap yaitu scanning yaitu perubahan format dari bentuk tercetak kebentuk berkas

digital, editing yaitu proses mengolah berkas digital didalam komputer dengan

cara memberikan password, watermark, catatan kaki, daftar isi, hyperlink, dan

sebagainya dan uploading yaitu proses pengisian (input) metadata dan meng-

upload berkas atau dokumen tersebut ke repository.

33

Anda mungkin juga menyukai