Anda di halaman 1dari 45

REFORMASI PELAYANAN PERPUSTAKAAN FAKULTAS (RUANG

BACA) DILIHAT DARI REFORMASI BIROKRASI KAMPUS

(Studi pada ruang baca Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya)

Diajukan sebagai tugas pengganti Ujian Akhir Semester (UAS)

Pada Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya

Disusn oleh:

1. Juan Kristoven Mangeto (145030100111097)


2. Aditya Widya S (145030107111049)
3. Achmad Fahrurrozi (145030100111035)

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI

MALANG

2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mahasiswa merupakan salah satu bagian dari sumber daya manusia di Indonesia yang
juga sekaligus sebagai asset bangsa yang nantinya kelak akan menjadi generasi penerus dalam
pengembangan bangsa Indonesia kedepannya. Mengingat mahasiswa merupakan asset nasional
untuk bangsa maka dibutuhkan insan mahasiswa yang berintelektual dan berpikir kritis agar
kedepannya mampu menjadi pemimpin di Indonesia sesuai dengan yang dicita-citakan. Dalam
mencapai hal tersebut, maka diperlukan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan
informasi-informasi yang turut serta dapat membantu mahasiswa dalam mengembangkan diri di
bidang ilmu pengetahuan yang di jalani. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan dimana
pendidikan adalah sesuatu yang sangat penting pada zaman global saat ini. Kerena pendidikan
merupakan akar dari peradaban sebuah bangsa.

Pendidikan zaman sekarang ini telah menjadi kebutuhan pokok yang harus dimiliki setiap
orang agar bisa menjawab tantangan kehidupan. Untuk memperoleh pendidikan, banyak cara
yang dapat dilakukan oleh mahasiswa. Diantaranya, selain mahasiswa bersekolah untuk
menuntut ilmu, juga bisa memperoleh ilmu pengetahuan melalui ruang baca atau perpustakaan.
Kerena disini bebagai sumber informasi dapat mahasiswa peroleh, selain itu banyak juga
manfaat lain yang dapat mahasiswa peroleh melalui perpustakaan ini. Ketika mahasiswa
mendengar kata perpustakaan, dalam benak langsung terbayang sederetan buku-buku yang
tersusun rapi di dalam rak sebuah ruangan. Pendapat ini kelihatannya benar, tetapi kalau mau
memperhatikan lebih lanjut, hal ini belumlah lengkap. Kerena setumpuk buku yang diatur di rak
di sebuah toko buku tidaklah dapat dikatakan sebagai sebuah perpustakaan

Perpustakaan Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenis perpustakaan yang paling
banyak memberikan kontribusi dalam hal penyebaran informasi ilmiah di bidang pendidikan.
Perpustakaan perguruan tinggi juga memiliki peran penting dalam rangka membantu
pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Menurut Sulistyo-Basuki Perpustakaan Perguruan
Tinggi adalah : Perpustakaan yang terdapat pada perguruan tinggi, badan bawahannya, maupun
lembaga yang berafiliasi dengan perguruan tinggi, dengan tujuan utama membantu perguruan
tinggi mencapai tujuannya. Tujuan perguruan tinggi di Indonesia dikenal dengan nama Tri
Dharma Perguruan Tinggi (pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat), maka
perpustakaan perguruan tinggi pun bertujuan membantu melaksanakan ketiga darma perguruan
tinggi. (Sulistyo-Basuki, 1993: 31)

Tujuan penyelenggaraan perpustakaan perguruan tinggi adalah untuk membantu lembaga


induknya dalam melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang diembannya.Menurut
Pedoman Umum Perpustakaan Perguruan Tinggi “tujuan diselenggarakannya Perpustakaan
Perguruan Tinggi adalah untuk mendukung, memperlancar serta mempertinggi kualitas
pelaksanaan program kegiatan Perguruan Tinggi melalui pelayanan informasi yang meliputi lima
aspek yaitu pengumpulan informasi, pelestarian informasi, pengolahan informasi, pemanfaatan
informasi dan penyebarluasan informasi”. Untuk mencapai tujuan perpustakaan perguruan tinggi
tersebut di atas, perpustakaan berusaha menyediakan koleksi, layanan, dan fasilitas yang mampu
memenuhi kebutuhan pengguna dengan cepat dan tepat.

Tersedianya jenis koleksi yang lengkap dan mutakhir, informasi yang senantiasa
berkembang dengan cepat, serta perkembangan teknologi dibidang pengelolaan dan penelusuran
informasi terbaru yang terdapat di perpustakaan, diharapkan dapat dimanfaatkan oleh pengguna.
Namun disadari bahwa pengguna potensial tersebut belum seluruhnya memahami atau
mengetahui informasi dan layanan yang tersedia di perpustakaan, sehingga pengguna tersebut
belum dapat memanfaatkannya secara maksimal. Untuk itu perlu dilakukan promosi
perpustakaan agar pengguna mengetahui koleksi, layanan dan fasilitas yang tersedia di
perpustakaan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya tujuan daripada perpustakaan
perguruan tinggi adalah mendukung kinerja dari perguruan tinggi dalam menyelenggarakan
pendidikan dengan menyediakan sumber-sumber informasi ilmiah di perpustakaan tersebut dan
selalu melayani pengguna (mahasiswa) selama menjalankan pendidikan di perguruan tinggi yang
bersangkutan. Agar tujuannya dapat terlaksana, perpustakaan perguruan tinggi harus
menjalankan fungsinya dengan baik. Adapun fungsi perpustakaan perguruan tinggi menurut
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi adalah sebagai berikut:
1. Fungsi Edukasi; Perpustakaan merupakan sumber belajar bagi para civitas akademika.
2. Fungsi Informasi; Perpustakaan merupakan sumber informasi yang mudah diakses oleh
para pencari dan penggunaan informasi.
3. Fungsi Riset; Perpustakaan mempersembahkan bahan-bahan primer dan sekunder yang
paling mutakhir sebagai bahan untuk melakukan penelitian dan pengkajian ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni. Koleksi pendukung penelitian di perpustakaan
perguruan tinggi adalah menghasilkan karyakarya penelitian yang dapat di aplikasikan
untuk kepentingan pembangunan masyarakat dalam berbagai bidang
4. Fungsi Rekreasi; Perpustakaan harus menyediakan koleksi rekreatif yang bermakna
untuk membangun dan mengembangkan kreativitas, minat dan daya inovasi pengguna
perpustakaan.
5. Fungsi Publikasi; Perpustakaan selayaknya juga membantu melakukan publikasi karya
yang dihasilkan oleh warga perguruan tingginya yakni sivitas akademika dan staf non-
akademik.
6. Fungsi Deposit; Perpustakaan menjadi pusat deposit untuk seluruh karya dan
pengetahuan yang dihasilkan oleh warga perguruan tingginya.
7. Fungsi Interpretasi; Perpustakaan sudah seharusnya melakukan kajian dan memberikan
nilai tambah terhadap sumber-sumber informasi yang dimilikinya untuk membantu
pengguna dalam melakukan dharmanya.

Memasuki era reformasi, diskursus perpustakaan di Indonesia seakan tenggelam oleh gegap-
gempitanya pemberitaan di media, baik cetak maupun elektronik, seputar isu politik, sosial,
ekonomi, hukum, dsb. Seluruh perhatian publik tertuju pada upaya perbaikan tatanan kehidupan
bangsa yang porakporanda tertimpa “badai” krisis. “Genderang perang” yang ditabuh berbagai
kalangan menyangkut kebebasan memperoleh informasi, tak juga menyadarkan perpustakaan
untuk berdiri di garis depan mendukung upaya itu. Perpustakaan tidak mampu mengambil
momen tersebut sebagai upaya revitalisasi peran. Kondisi perpustakaan di Indonesia pasca rezim
Orde Baru ternyata belum juga memperlihatkan ke arah yang lebih baik. Walaupun,
perpustakaan tidak lagi dijadikan ideological state apparatus pemerintahan yang berkuasa.
Namun, perpustakaan tetap tidak mampu menempatkan diri sebagai public sphere. Perpustakaan
tidak mampu memenuhi kebutuhan publik dan menjamin akses publik untuk berperanserta dalam
diskursus yang menyangkut kepentingan bersama. Perpustakaan juga tidak mampu berperan
aktif dalam turut mendukung terciptanya demokratisasi dan terbentuknya masyarakat madani.
Ketidakmampuan perpustakaan dalam memainkan perannya ini meninggalkan sejumlah
pertanyaan yang seharusnya dicarikan jawaban yang memuaskan.

Penyelenggaraan perpustakaan Universitas terutama pada bagian Fakultas, bukan hanya


untuk menyimpan bahan-bahan pustaka yang berkaitan dengan jurusan Fakultas tersebut, tetapi
juga diharapkan dengan adanya penyelenggaraan perpustakaan Fakultas maka dapat membantu
baik mahasiswa maupun dosen dapat menyelesaikan tugas-tugas dalam proses belajar mengajar.
Sebab perpustakaan dapat dikatakan bermanfaat apabila benar-benar memperlancar pencapaian
tujuan proses belajar mengajar di dunia kampus. Indikasi tersebut tidak hanya berupa tingginya
prestasi yang dicapai mahasiswa, tetapi jauh lagi antara lain adalah mahasiswa mampu mencari,
menemukan, menyaring dan menilai informasi, dan mereka akan terbiasa belajar mandiri
mencari informasi yang mungkin tidak di dapat dari dosen yang besangkutan Perpustakaan harus
dapat memainkan peran, khususnya dalam membantu mahasiswa untuk mencapai tujuan
pendidikan di Fakultas.

Pemanfaatan perpustakaan Universitas/Fakultas secara maksimal, diharapkan dapat mencetak


mahasiswa untuk senantiasa terbiasa dengan aktifitas membaca, memahami pelajaran, mengerti
maksud dari sebuah informasi dan ilmu pengetahuan, serta menghasilkan karya bermutu. Pada
kenyataannya, perpustakaan kurang mendapat tempat di lingkungan kampus sendiri. Tidak
banyak mahasiswa yang memanfaatkan waktu luang atau jam-jam kosong pelajaran untuk
membaca di perpustakaan. Perpustakaan hanya dikunjungi oleh mahasiswa yang memerlukan
informasi saja, seperti dalam rangka mencari sumber buku yang dikatakan dosen, atau mencari
buku dosen akan mata kuliah tertentu, sedang selebihnya memilih memanfaatkan sarana lain
untuk belajar.

Hal ini menunjukkan kurangnya minat mahasiswa dalam memanfaatkan koleksi


perpustakaan sebagai sarana belajar. Minat mahasiswa yang rendah terhadap perpustakaan
dewasa ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain perkembangan pusat-pusat informasi
yang lebih menarik, perkembangan tempattempat hiburan (entertainment), acara televisi, status
dan kedudukan perpustakaan, serta citra perpustakaan dalam pandangan mahasiswa sendiri. Pada
dasarnya, pihak Fakultas bertanggungjawab ikut menumbuhkan minat baca bagi mahasiswa,
karena dari sanalah sumber kreatifitas mahasiswa akan muncul. Pihak Fakultas harus mengajar
mahasiswa berpikir melalui budaya belajar yang menekankan pada memahami materi.
Sedangkan perpustakaan menjadi fasilitas yang sangat penting perannya dalam menunjang
proses pembelajaran tersebut.

Dari latar belakang diatas kami mengambil judul “REFORMASI PELAYANAN


PERPUSTAKAAN FAKULTAS (RUANG BACA) DILIHAT DARI REFORMASI
BIROKRASI KAMPUS” (Studi pada ruang baca Fakultas Ilmu Administrasi Universitas
Brawijaya)

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas, dapat diambil rumusan masalah yaitu: Bagaimana reformasi
pelayanan perpustakaan fakultas (ruang baca) di Fakultas Ilmu Administrasi Universitas
Brawijaya dilihat dari reformasi birokrasi kampus?

1.3 Tujuan

Untuk mengetahui bagaimana reformasi pelayanan perpustakaan fakultas (ruang baca) di


Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya dilihat dari reformasi birokrasi kampus

1.4 Manfaat Penelitan

1. Manfaat Teoritisan

Secara akademis penelit ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pengembangan konsep-
konsep reformasi pelayananan khususnya pada pelayanan ruang baca fakultas serta diharapkan
mampu memberikan kontribusi bagi pengembangan Ilmu Administrasi Publik

2. Kontribusi Praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini nantinya dapat dijadikan masukan bagi Universitas Brawijaya
dan menjadi acuan di dalam pelayanan ruang baca serta hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan masukan bagi para petugas fakultas di dalam melakukan pelayanan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Reformasi
1. Pengertian Reformasi
Kata reformasi berasal dari kata bahasaasing “reformation” (Inggris) atau
“reformatie”(Belanda). Kata dasar reformation berasal darikata reform, yang berarti membentuk
kembali.Reform berasal dari kata form, yang berartibentuk atau membentuk.
Konsepsi dasar reformasi adalah melakukan perubahan, perbaikan, penataan dan
pengaturan secara komprehensif dan sistematik terhadap banyak hal, terutama yang berkaitan
dengan pimpinan dan kepemimpinan, serta sistem bernegara, berorganisasi dan berpemerintahan.
Reformasi diartikan sebagai proses perubahan dari kondisi lama menuju kondisi baru
yang dikehendaki (Abidin, 2006:17). Sedangkan menurut pendapat Wibawa (2005:207-208)
adalah gerakan untuk mengubah bentuk dan perilaku suatu tatanan, karena tatanan tersebut tidak
lagi disukai atau tidak sesuai kebutuhan zaman – baik karena tidak efisien, tidak bersih, tidak
demokratis, dll. Menurut Hidayat (2007:1), reformasi adalah perbaikan atau perubahan bentuk.
Dari beberapa pendapat tentang pengertian reformasi didapat suatu kesimpulan bahwa
proses reformasi ini bermula sebagai akibat dari adanya kesenjangan yang luas antara aspirasi
dan keinginan masyarakat dengan kenyataan yang ada. Berbeda dengan revolusi, ketika
kesenjangan tidak mungkin lagi dijembatani sehingga menimbulkan gejolak perubahan yang
dapat menjungkirbalikkan landasan berfikir yang ada, reformasi jelas tidak memerlukan
timbulnya perombakan secara menyeluruh. Namun karena perubahan itu terjadi pada bidang-
bidang yang strategis, dampaknya juga terasa di semua bidang kehidupan, sehingga reformasi
sering dipandang sebagai sebuah revolusi.
Satu hal yang harus diingat oleh kita, sebagai suatu proses, reformasi tidak terjadi dalam
sekejap mata, tetapi berlangsung dalam suatu jangka waktu yang lamanya tergantung pada
berbagai faktor yang mempengaruhi proses itu. Diantara faktor-faktor tersebut adalah tingkat
kesadaran masyarakat akan hak-hak demokrasi, konsep dan ide yang terkandung dalam
reformasi tersebut serta kepemimpinan yang baik dan dapat diterima masyarakat.

2. Reformasi Administrasi Publik

Reformasi Administrasi Publik menurut Suk Choon Cho (dalam Zauhar, 1996:10) adalah
“Administrative reform as a consious human effort to introduce changes into the behavior and
performances of administrators”. Dan Reformasi Administrasi Publik menurut Montgomery
(dalam Hidayat, 2007:1), adalah suatu proses politik yang didesain untuk menyesuaikan
hubungan antara birokrasi dan elemen-elemen lain dalam masyarakat, atau di dalam birokrasi itu
sendiri, dengan kenyataan politik. Sedangkan menurut Ibrahim (2008:13), dan Zauhar (1996:11),
Reformasi Administrasi Publik adalah usaha yang sadar dan terencana untuk mengubah struktur
dan prosedur birokrasi (aspek reorganisasi kelembagaan, sikap, dan perilaku birokrat/aspek
perilaku atau kinerja), meningkat efektivitas organisasi (aspek program), sehingga dapat
diciptakan administrasi publik yang sehat dan terciptanya tujuan pembangunan nasional.
Reformasi Administrasi Publik diartikan secara sederhana oleh Abidin (2006:19) adalah proses
reformasi atas paradigma dan sistem administrasi publik.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Reformasi Administrasi Publik adalah suatu
upaya perubahan yang dilakukan secara sadar dan terencana dari segala aspek kehidupan
terutama aspek penyelenggaraan administrasi negara sehingga dapat mencapai tujuan secara
rasional. Walaupun kegiatan terencana merupakan ciri utama dari reformasi administrasi, namun
konsep tersebut belum menjadi sosok yang jelas, apalagi baku. Sebagai contoh misalnya,
dapatkah setiap kegiatan terencana dalam tubuh administrasi pemerintahan dikategorikan sebagai
reformasi administrasi publik? Terhadap permasalahan ini Dror (dalam Zauhar, 1996:11),
dengan tegas dan berani mengatakan bahwa perubahan tersebut hanya sebatas pada aspek utama,
yang secara lebih khusus ia sebut sebagai perubahan yang :

1) Kekomprehensifannya sedang dan keinovatifannya tinggi.


2) Kekomprehensifannya tinggi dan keinovatifannyasedang.

Lebih lanjut Dror mengatakan bahwa walaupun istilah sedang (medium) tinggi,
komprehensif dan inovatif masih merupakan istilah yang melahirkan perbedaan interpretasi,
namun reformasi administrasi secara tegas mengeluarkan atau mengesampingkan perubahan-
perubahan organisasi dan prosedur administrasi yang kecil (minor). Keuntungannya dari adanya
kualifikasi ini adalah bahwa reformasi administrasi hanya mengkonsentrasikan pada perubahan-
perubahan yang utama atau mendasar. Sehingga perubahan-perubahan yang sifatnya kurang
mendasar akan diabaikan, walaupun seharusnya perubahan tersebut sangat sangat berguna di
dalam memahami karakteristik dan masalah reformasi.

Secara umum tujuan reformasi administrasi publik diklasifikasikan ke dalam 6 kelompok,


3 bersifat intra-administrasi yang ditujukan untuk menyempurnakan administrasi internal, dan 3
lagi berkenaan dengan peran masyarakat di dalam sistem administrasi.

Tiga tujuan internal reformasi administrasi publik adalah sebagai berikut :

1. Efisiensi administrasi, dalam arti penghematan uang, yang dapat dicapai melalui
penyederhanaan formulir, perubahan prosedur, penghitungan duplikasi dan kegiatan
organisasi metode yang lain.
2. Penghapusan kelemahan atau penyakit administrasi seperti korupsi, pilih kasih dan
sistem teman dalam sistem politik dan lainlain.
3. Pengenalan dan penggalakan sistem merit, pemakaian PPBS, pemrosesan data
melalui sistem informasi yang otomatis, peningkatan penggunaan pengetahuan ilmiah
dan lain-lain.

Sedangkan 3 tujuan lain yang berkaitan dengan masyarakat adalah :

1. Menyesuaikan sistem administrasi terhadap meningkatnya keluhan masyarakat.


2. Mengubah pembagian pekerjaan antara sistem administrasi dan sistem politik, seperti
misalnya meningkatkan otonomi profesional dari sistem administrasi dan
meningkatkan pengaruhnya pada suatu kebijakan.
3. Mengubah hubungan antara sistem administrasi dan penduduk, misalnya melalui
relokasi pusat-pusat kekuasaan (sentralisasi versus desentralisasi, demokratisasi dan
lain-lain).
B. Birokrasi
1. Pengertian Birokrasi
Ada banyak definisi menurut para ahli tentang birokrasi antara lain: menurut Heywood
dalam Setiyono (2012:17), menyatakan bahwa birokrasi adalah sebuah istilah yang digunakan
untuk menggambarkan pengaturan atau pemerintahan yang dilakukan oleh pejabat yang tidak
dipilih, mesin administrasi kerja pemerintah, dan bentuk organisasi rasional. Sedangkan menurut
Beetham dalam Setiyono (2012:17), mengungkapkan bahwa birokrasi adalah institusi yang
berada pada sektor Negara yang memiliki karakteristik adanya kewajiban, memiliki hubungan
dengan hukum, dan berhubungan dengan pertanggungjawaban kepada publik dalam menjalankan
tugasnya. Lalu menurut Weber dalam Kausar (2009:33), birokrasi muncul seiring dengan
perkembangan modernisasi masyarakat, misalnya peningkatan pengelolaan ekonomi, munculnya
ekonomi kapitalis, perkembangan rasionalitas dan kebingungan masyarakat terhadap birokrasi,
demokratisasi dan modernisasi sosial ekonomi pada umumnya yang menimbulkan kompleksitas
masalah administrasi. Menurut Thoha dalam Kausar (2009:33), birokrasi secara singkat dapat
didefinisikan sebagai suatu tatanan yang sistematik dan hierarkis yang menekankan adanya kerja
rasional, impersonal dan legalistik.
2. Teori-Teori Birokrasi
Menurut Setiyono (2012:22), bahwa dalam khasanah ilmu politik selama ini, terdapat
beberapa teori yang menjelaskan dan sekaligus menajdi model dalam membentuk institusi
birokrasi di berbagai negara, diantaranya:
a. Rational administrative model, dalam teori ini, birokrasi harus dibentuk secara
rasional sebagai organisasi sosial yang dapat diandalkan, terukur, dapat diprediksi
dan efisien. Intinya birokrasi harus menuruti pada pelaksanaan ketetapan-ketetapan
hukum yang netral, bukan kepada kepentingan orang per orang atau kelompok yang
subyektif.
b. Power black model, Teori ini berdasar pada pemikiran bahwa birokrasi merupakan
alat penghalang (block) rakyat dalam melaksanakan kekuasaan. Pemikiran bahwa
birokrasi merupakan alat pembendung kekuasaan rakyat (yang diwakili oleh politisi)
memiliki keterkaitan erat dengan ideologi Marxisme, dimana birokrasi dipandang
sebagai fenomena yang memiliki keterkaitan erat dengan proses dialektika kelas
sosial antara si kaya dengan si miskin.
c. Bureaucratic oversupply model, teori ini pada intinya menyoroti kapasitas organisasi
birokrasi yang dipandang terlalu besar dan terlalu mencampuri urusan rakyat, serta
mengonsumsi terlalu banyak sumber daya. Oleh karena itu, para penganut teori ini
menuntut agar kapasitas birokrasi diperkecil dengan cara mengurangi jumlah dan
peranan aparatur birokrasi, dan peranan yang selama ini mereka lakukan hendaknya
didelegasikan kepada sektor swasta dan mekanisme pasar.
d. New public service model, dalam teori ini memandang bahwa jika corak kinerja
birokrasi ditentukan semata-mata oleh nilai-nilai pasar, maka esensi kedaulatan
rakyat akan hilang dan berganti dengan kedaulatan uang karena akumulasi modal
adalah alat penentu kebijakan pada mekanisme pasar. Oleh karena itu, corak
manajemen dan lingkungan kerja birokrasi juga tidak selalu sesuai dengan nilai-nilai
yang ada dalam mekanisme pasar, sehingga memaksakan prinsip-prinsip manajemen
swasta kedalam institusi birokrasi justru dapat berakibat kontra produktif terhadap
kinerja birokrasi itu sendiri.
C. Pelayanan Publik
1. Pengertian Pelayanan Publik
Ada banyak definisi yang berkaitan dengan administrasi publik yang telah dikemukakan
oleh para ahli. Pelayanan publik menurut Sinambela dalam Maharani (2016:18) adalah sebagai
setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memiliki setiap
kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasaan
meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Lebih lanjut Kurniawan dalam
Maharani (2016:18), mengatakan bahwa pelayanan publik adalah pemberian pelayanan
(melayani) keperluan orang lain atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi
itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Lalu berdasarkan Keputusan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003, definisi dari pelayanan publik
adalah segala bentuk pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, di daerah,
dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dalam bentuk
barang dan atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam
rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan menurut Bab 1 Pasal
1 Ayat 1 UU No. 25/2009 yang dimaksud dengan pelayanan publik adalah kegiatan atau
rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa dan atau
pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Definisi lain
menurut Departemen Dalam Negeri (Pengembangan Kelembagaan Pelayanan Terpadu Satu
Pintu,2004) menjelaskan bahwa pelayanan publik adalah pelayanan umum, pelayanan umum
adalah suatu proses bantuan kepada orang lain dengan cara-cara tertentu yang memerlukan
kepekaan dan hubungan interpersonal tercipta kepuasan dan keberhasilan.
2. Bentuk-Bentuk Pelayanan Publik
Menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
No.63/KEP/M.PAN/7/2003, sejatinya pengelompokan jenis pelayanan publik didasarkan pada
ciri-ciri dan sifat kegiatan dalam proses pelayanan serta pelayanan yang dihasilkan dapat
dibedakan menjadi :
a. Pelayanan Administratif adalah jenis pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan
berupa kegiatan pencatatan, penelitian, pengambilan keputusan, dokumentasi dan
kegiatan tata usaha lainnya yang secara keseluruhan menghasilkan produk akhir berupa
dokumen, misalnya sertifikat tanah, pelayanan ijin mendirikan bangunan, pelayanan
administrasi kependudukan.
b. Pelayanan Barang adalah jenis pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan berupa
kegiatan penyediaan dan atau pengolahan bahan berwujud fisik termasuk distribusi dan
penyampaiannya kepada konsumen langsung (sebagai unit atau sebagai individual) dalam
satu sistem. Secara keseluruhan kegiatan tersebut menghasilkan produk akhir berwujud
benda (berwujud fisik) atau yang dianggap benda yang memberikan nilai tambah secara
langsung bagi penerimanya. Contoh jenis pelayanan ini adalah pelayanan lsitrik,
pelayanan air bersih, dan pelayanan telepon.
c. Pelayanan Regulatif adalah pelayanan melalui penegakan hukum dan peraturan
perundang-undangan, maupun kebijakan publik yang mengatur sendi-sendi kehidupan
masyarakat.
d. Pelayanan Jasa adalah jenis pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan berupa
penyediaan sarana dan prasarana penunjangnya. Pengoperasiannya berdasarkan suatu
sistem pengoperasian tertentu dan pasti, produk akhirnya berupa jasa yang mendatangkan
manfaat bagi penerimanya secara langsung dan habis terpakai dalam jangka waktu
tertentu. Contoh jenis pelayanan ini adalah pelayanan angkutan darat, laut dan udara,
pelayanan kesehatan, pelayanan perbankan, pelayanan pos dan pelayanan kepegawaian.
Bentuk lain dari pelayanan publik yang dilakukan oleh siapapun terdiri dari tiga bentuk
pelayanan menurut Moenir dalam Maharani (2016:20) yaitu:
a. Pelayanan dengan lisan, dilakukan oleh petugas-petugas bidang hubungan
masyarakat (humas), bidang layanan informasi, dan bidang-bidang lain yang tugasnya
memberikan penjelasan atau keterangan kepada masyarakat mengenai berbagai fasilitas
pelayanan yang tersedia. Agar layanan lisan berhasil sesuai dengan yang diharapkan ada
syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pelaku pelayanan, yaitu:
1. Memahami benar masalah-masalah yang termasuk dalam bidang tugasnya.
2. Mampu memberikan penjelasan apa-apa saja yang perlu dengan lancar, singkat
tetapi cukup jelas sehingga memuaskan bagi mereka yang ingin memperoleh
kejelasan mengenai sesuatu.
3. Bertingkah laku sopan dan ramah tamah.
4. Meski dalam keadaan sepi tidak berbincang dan bercanda dengan sesama
pegawai, karena menimbulkan kesan tidak disiplin dan melalalikan tugas.
b. Pelayanan melalui tulisan, layanan yang diberikan dapat berupa pemberian penjelasan
kepada masyarakat dengan penerangannya berupa tulisan suatu informasi mengenai hal
atau masalah yang sering terjadi. Pelayanan melalui tulisan terdiri dari dua macam yaitu:
1.) Layanan yang berupa petunjuk, informasi dan sejenis yang ditujukan pada orang-
orang yang berkepentingan, agar memudahkan mereka dalam berurusan dengan
instansi atau lembaga.
2.) Pelayanan berupa reaksi tertulis atau permohonan, laporan, keluhan,
pemberitahuan dan lain sebagainya.
c. Pelayanan dalam bentuk perbuatan adalah pelayanan yang diberikan dalam bentuk
perbuatan atau hasil perbuatan, bukan sekedar kesanggupan dalam penjelasan secara
lisan.
3. Asas-Asas Pelayanan Publik
Asas-asas pelayanan publik menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 63/2003 sebagai berikut:
a. Transparansi. Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang
membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.
b. Akuntabilitas. Dapat dipertangunggjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
c. Kondisional. Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan
dengan tetap berpegang pada prinsip efisensi dan efektivitas.
d. Partisipatif. Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan
publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.
e. Kesamaan Hak. Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama,
golongan, gender dan status ekonomi.
f. Keseimbangan Hak dan Kewajiban. Pemberi dan penerima pelayanan publik harus
memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak.
4. Standar Pelayanan Publik
Menurut Maharani (2016:24), standar pelayanan merupakan ukuran yang dilakukan
dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib ditaati oleh pemberi dan atau penerima
pelayanan. Standar pelayanan menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan
Pelayanan Publik, meliputi:

a. Prosedur Pelayanan
Prosedur pelayanan yang dilakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan termasuk
pengaduan.
b. Waktu Penyelesaian
Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai
penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan.
c. Biaya Pelayanan
Biaya atau tarif pelayanan termasuk rianciannya yang ditetapkan dalam proses pemberian
pelayanan.
d. Produk Pelayanan
Hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
e. Sarana dan Prasarana
Penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh penyelenggara pelayanan
publik.
f. Kompetensi Petugas Pemberi Pelayanan
Kompetensi petugas pemberi pelayananharus ditetapkan dengan tepat berdasarkan
pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap dan perilaku yang dibutuhkan.
D. Kualitas Pelayanan Publik
1. Pengertian Kualitas Pelayanan Publik
Didalam suatu pelayanan publik terdapat suatu aspek yang harus dipenuhi yaitu kualitas
pelayanan publik. Menurut Hardiansyah (2011:40), Konsep kualitas pelayanan publik dapat
dipahami perilaku dari konsumen, yaitu suatu perilaku yang dimainkan oleh konsumen dalam
mencari, membeli, menggunakan, dan mengevaluasi suatu produk maupun pelayanan yang
diharapkan dapat memuaskan kebutuhan mereka. Menurut Ibrahim dalam Hardiansyah
(2011:40), kualitas pelayanan publik merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan
dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan dimana penilaian kualitasnya ditentukan
pada saat pemberian pelayanan publik tersebut.
2. Indikator Kualitas Pelayanan Publik
Lembaga Admnistrasi Negara (LAN) (1998) dan Kemenpan No.81 Tahun 1995 membuat
beberapa kriteria dari kualitas pelayanan publik yang baik dapat dlihat dari indikator-
indikatornya, antara lain meliputi:
a. Kesederhanaan artinya prosedur atau tata cara pelayanan diselenggarakan secara mudah,
cepat, tepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan oleh
masyarakat yang meminta pelayanan.
b. Kejelasan dan kepastian artinya adanya kejelasan dan kepastian mengenai yang pertama
prosedur atau tata cara pelayanan, persyaratan pelayanan, yang kedua baik persyaratan
teknis maupun persyaratan administratif, yang ketiga unit kerja dan ataua pejabat yang
berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan, yang keempat rincian
biaya atau tarif pelayanan dan tata cara pembayarannya, dan yang kelima jadwal waktu
penyelesaian pelayanan.
c. Keamanan artinya proses hasil pelayanan dapat memberikan keamanan, kenyamanan dan
dapat memberikan kepastian hukum bagi masyarakat.
d. Keterbukaan artinya segala yang terkait atau berhubungan dengan proses wajib
diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat, baik
diminta maupun tidak diminta.
e. Efisiensi artinya yang pertama persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal
berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan
keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan, yang kedua dicegah adanya
pengulangan pemenuhan persyaratan dalam hal proses pelayanan masyarakat yang
bersangkutan mempersyaratkan adanya kelengkapan persyaratan dari satuan kerja atau
instansi pemerintah lain yang terkait.
f. Ekonomis artinya pengenaan biaya pelayanan harus ditetapkan secara wajar dengan
memperhatikan yang pertama nilai barang dan jasa pelayanan masyarakat dan tidak
menuntut biaya yang terlalu tinggi di luar batas kewajaran, yang kedua kondisi dan
kemampuan masyarakat untuk membayar, dan yang ketiga ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
g. Keadilan yang merata artinya mencakup jangkuan pelayanan harus diusahakan seluas
mungkin dengan distribusi yang merata dan diberlakukan secara adil abgi seluruh lapisan
masyarakat.
h. Ketepatan pelaksanaan pelayanan masyarakat dapat diselesaikan dalam kurun waktu
yang telah ditentukan.
i. Kriteria kuantitatif artinya yang pertama jumlah masyarakat yang meminta pelayanan
(per hari, per bulan, per tahun), perbandingan periode pertama dengan periode berikutnya
menunjukkan adanya peningkatan atau tidak. Yang kedua waktu lamanya waktu
pemberian pelayanan masyarakat sesuai dengan permintaan (dihitung secara rata-rata).
Yang ketiga penggunaan perangkat-perangkat modern untuk mempercepat dan
mempermudah pelayanan kepada masyarakat. Yang keempat frekuensi keluhan dan
pujian dari masyarakat penerima pelayanan terhadapa pelayanan yang diberikan oleh unit
kerja atau kantor pelayanan yang bersangkutan.

Dengan demikian, dapat diketahui dan dipahami untuk mengukur kualitas pelayanan
publik yang baik tidak cukup hanya menggunakan indikator tunggal, namun harus menggunakan
indikator ganda dalam pelaksanaannya.
3. Dimensi Kualitas Pelayanan Publik

Dalam mengetahui kepuasaan pelanggan, dapat didasarkan pada dimensi-dimensi


kualitas pelayanan publik yang berkaitan erat dengan kebutuhan pelanggan. Menurut Zeithaml
dalam Hardiansyah (2011:47) dimensi kualitas pelayanan publik dikembangkan sepuluh dimensi
sebagai berikut:

a. Tangible, terdiri atas fasilitas fisik, perlatan, personil dan komunikasi.


b. Reliable, terdiri dari kemampuan unit pelayanan dalam menciptakan pelayanan yang
dijanjikan dengan tepat.
c. Responsivness, kemauan untuk membantu konsumen bertanggung jawab terhadap
mutu layanan yang diberikan.
d. Competence, tuntutan yang dimilikinya, pengetahuan dan keterampilan yang baik oleh
aparatur dalam memberikan layanan.
e. Courtesy, sikap atau perilaku ramah, bersahabat, tanggap terhadap keinginan
konsumen serta mau melakukan kontak atau hubungan pribadi.
f. Credibility, sikap jujur dalam setiap upaya untuk menarik keprcayaan masyarakat.
g. Security, jasa pelayanan yang diberikan harus dijamin bebas dari berbagai bahaya dan
resiko
h. Access, terdapat kemudahan untuk mengadakan kontak dan pendekatan
i. Communication, kemauan pemberi layanan untuk mendengarkan suara, keinginan atau
aspirasi pelanggan, sekaligus kesediaan untuk selalu menyampaikan informasi baru
kepada masyarakat
j. Understanding the customer, melakukan segala usaha untuk mengetahui kebutuhan
pelanggan.
E. Perpustakaan
1. Pengertian
Pengertian perpustakaan menurut ahli perpustakaan dan sumber-sumber
lainnya (Palupi, 2012), diantaranya:
1. Menurut IFLA (International of Library Associations and Institutions)
“Perpustakaan merupakan kumpulan bahan tercetak dan non tercetak dan atau
sumber informasi dalam komputer yang tersusun secara sistematis untuk
kepentingan pemakai.”
2. Menurut Sutarno NS., “Perpustakaan adalah suatu ruangan, bagian dari
gedung/bangunan, atau gedung itu sendiri, yang berisi buku-buku koleksi, yang
disusun dan diatur sedemikian rupa sehingga mudah dicari dan dipergunakan
apabila sewaktu-waktu diperlukan untuk pembaca.” (NS, 2003)
3. Dalam UU No.43 tahun 2007 tentang Perpustakaan disebutkan bahwa:
“Perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/atau
karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku.”
2. Tujuan Perpustakaan
Pada Pasal 4 UU No.43 tahun 2007 tentang Perpustakaan disebutkan bahwa
“Perpustakaan bertujuan memberikan layanan kepada pemustaka, meningkatkan
kegemaran membaca, serta memperluas wawasan dan pengetahuan untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa”.Perpustakaan adalah sebuah ruangan, bagian
gedung ataupun gedung itu sendiri yang digunakan untuk menyimpan buku dan
terbitan lainnya yang biasanya disimpan menurut tata susunan tertentu untuk
digunakan pembaca, bukan untuk dijual. Dengan definisi tersebut, dapat disimpulkan
bahwa perpustakaan bertujuan untuk mendayagunakan koleksinya untuk kepentingan
umum bukan untuk mencari keuntungan yang sebesarbesarnya.
3. Fungsi Perpustakaan
Dalam pasal 3 UU No.43 tahun 2007 disebutkan bahwa Perpustakaan berfungsi
sebagai wahana pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi untuk
meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan bangsa. Fungsi pendidikan diwujudkan
dengan perpustakaan yang mampu meningkatkan kegemaran membaca
penggunanya. Fungsi penelitian diterapkan dengan menyediakan pelayanan untuk
pemakai dalam memperoleh informasi sebagai bahan rujukan untuk kepentingan
penelitian. Fungsi pelestarian yaitu sebagai tempat melestarikan bahan pustaka
(bahan pustaka merupakan sumber ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya). Fungsi
informasi diterapkan dengan menyediakan sumber-sumber pustaka yang lengkap dan
bermutu. Fungsi rekreasi diterapkan dengan menyediakan buku hiburan dan tata
ruang yang bersifat rekreatif.
Selain fungsi-fungsi tersebut, ada pula fungsi sosial, yang diartikan sebagai wadah
sosialisasi antar pengunjung dalam memperoleh informasi. Selain fungsi, ada pula
salah satu tugas pokok dari perpustakaan yaitu sebagai the preservation of
knowledge; artinya: mengumpulkan, memelihara, dan mengembangkan semua ilmu
pengetahuan atau gagasan-gagasan manusia dari zaman ke zaman. (Trimo, 1997)
4. Sistem Pelayanan Perpustakaan
Ada dua macam sistem pelayanan yang biasa dilakukan oleh perpustakaan,yaitu
sistem pelayanan terbuka dan sistem pelayanan tertutup. Masing-masing
sistemtersebut memiliki kelebihan dan kekurangan (Saleh, 2001):
a. Sistem Pelayanan Terbuka (Open Access)
Dalam sistem pelayanan terbuka, perpustakaan memberi kebebasan
kepada pengguna untuk dapat masuk dan memilih sendiri koleksi yang
diinginkannya dari rak. Petugas hanya mencatat apabila koleksi tersebut akan
dipinjam serta dikembalikan.
Kelebihannya:
 Pengguna bebas memilih bukunya sendiri
 Kebebasan ini menimbulkan rangsangan untuk membaca
 Kalau buku yang dikehendaki tidak ada, dapat memilih buku lain
dengan subyek atau topik yang sama.

Kekurangannya:

 Susunan buku dalam rak menjadi sulit teratur


 Kemungkinan banyak buku yang hilang
b. Sistem Pelayanan Tertutup (Closes Acces)
Kebalikan dari sistem terbuka, pengunjung tidak boleh masuk ke ruangan
koleksi, tetapi koleksi yang dicari harus diambilkan oleh petugas. Penelusuran
atau pencarian koleksi harus melalui katalog. Petugas perpustakaan, selain
mencatat peminjaman dan pengembalian, juga mengambilkan dan
mengembalikan koleksi ke rak.
Kelebihannya:
 Susunan dan letak buku terpelihara
 Tidak perlu ada petugas khusus untuk mengawasi pengguna.

Kekurangannya:

 Kebebasan melihat buku tidak ada, harus dicari melalui katalog


 Melihat dari katalog tidak selalu efektif, karena dalam katalog ada,
tetapi bukuyang dicari sering tidak ada, dan harus memilih lagi
sampai berulang-ulang
 Petugas harus mengambilkan dan mengembalikan buku
 Katalog harus lengkap

c. Sistem Pelayanan Sirkulasi


Pelayanan sirkulasi adalah pelayanan yang menyangkut peredaran bahan-
bahan pustaka yang dimiliki oleh perpustakaan. Pada pelayanan sirkulasi ini
dilakukan proses peminjaman bahan pustaka yang boleh dipinjam, penentuan
jangka waktu peminjaman, pengembalian bahan pustaka yang dipinjam dan
pembuatan statistik peminjaman untuk membuat laporan perpustakaan. Jenis
koleksi yang dipinjamkan biasanya terbatas kepada bahan tercetak saja. Tetapi
ada juga perpustakaan yang meminjamkan bahan-bahan non-buku seperti kaset
audio, kaset video, Compact Disc dan lain-lain. Bahan tercetakpun tidak semua
dipinjamkan. Jenis bahan pustaka yang lazim dipinjamkan adalah buku teks.
Peminjamannya biasanya terbatas kepada anggota perpustakaan, dalam hal
ini guru dan siswa serta tenaga administrasi lainnya. Masyarakat luar yang bukan
anggota biasanya tidak boleh meminjam. Mereka hanya diperbolehkan membaca
di tempat. Jangka waktu peminjaman bervariasi antara perpustakaan yang satu
dengan perpustakaan yang lain. Begitu juga antara kelompok buku yang satu
dengan kelompok buku yang lain. Umumnya perpustakaan meminjamkan
koleksi bukunya selama dua minggu untuk jenis koleksi buku biasa dan satu hari
(malam) untuk bukubuku tandon (reserved collections). (Saleh, 2001).
Untuk melancarkan pekerjaan bagian sirkulasi, perlu dibuatkan buku
petunjuk yang memuat keterangan-keterangan mengenai:
 Peraturan penggunaan bahan pustaka
 Macam-macam bahan pustaka yang boleh dan tidak boleh
dipinjam
 Jangka waktu peminjaman, besar denda apabila terlambat
mengembalikan,menghilangkan atau merusakkan buku yang
dipinjam
 Keterangan jam buka perpustakaan
 Keterangan mengenai tanda-tanda pada koleksi
 Keterangan-keterangan lain yang dianggap perlu
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian


Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, yaitu suatu
pendekatan yang tidak menggunakan upaya kuantitatif atau perhitungan-perhitungan statistik
melainkan lebih menekankan pada kajian interpretasi. Penelitian dengan pendekatan kualitatif
(Qualitative Reaseach) adalah ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena,
peristiwa, aktifitas sosial, sikap kepercayaan, pemikiran orang secara individu maupun
kelompok. Bogdan dan Taylor dalam L.J.Moleong (2006:4) mendefinisikan bahwa metode
kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
Berlandaskan pada pendapat tersebut maka penulis memilih metode penelitian yang
dianggap tepat yakni studi kasus. Studi kasus termasuk dalam metode penelitian pendekatan
kualitatif, selain dari etnografi dan posedur interpretatif (Bogdan dan Biklen, 1990 ). Studi kasus
adalah bagian dari kualitatif juga diperkuat oleh pendapat Creswell (2010 : 20) yang
mengemukakan bahwa penelitian kualitatif sebenarnya meliputi sejumlah metode penelitian,
diantaranya etnografi, grounded theory, studikasus, fenomenologi, dan naratif. Penelitian studi
kasus merupakan strategi penelitian yang peneliti menyelidiki secara cermat suatu program,
peristiwa, aktifitas, proses, atau sekelompok individu-individu. Kasus dibatasi oleh waktu dan
aktivitas, dan peneliti mengumpulkan informasi secara lengkap dengan menggunakan berbagai
prosedur pengumpulan data berdasarkan waktu yang telah ditentukan (Stake dalam Creswell
2010 : 20).
Dalam hal yang lebih khusus, studi kasus seperti digambarkan di atas, pada prinsipnya
adalah model studi kasus tunggal (single case study). Penggunaan model studi kasus dalam
penelitian ini didasarkan pada pertimbangan bahwa penelitiannya dilakukan pada satu fokus
yaitu reformasi pelayanan ruang baca di Fakultas Ilmu Administrasi
Pengertian studi kasus adalah suatu pendalaman atau eksplorasi terhadap sistem yang
dibatasi, atau sebuah kasus (beberapa kasus) yang terjadi dalam waktu lama melalui
pengumpulan data secara mendalam dan terperinci yang meliputi berbagai sumber informasi
yang sangat berkaitan dengan konteksnya.
Dari semua pendapat di atas menggambarkan bahwa metode studi kasus lebih menitik
beratkan pada suatu kasus dan kasus yang dimaksud dalam penelitian ini adalah reformasi
pelayanan ruang baca di FIA, kendala-kendala yang dihadapi dalam pengimplementasian, serta
pengembangan pelayanan ke depannya.

3.2 Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini adalah reformasi pelayanan yang telah dilakukan oleh ruang baca fakultas
ilmu administrasi, sehingga didapatkan gambaran yang menyeluruh mengenai perbedaan kondisi
pelayanan yang dulu dengan kondisi pasca reformasi .Adapun reformasi pelayanan yang
dimaksud adalahsebagai berikut:

a. Sitem Pelayanan (prosedur dan standar pelayanan)


b. SDM (kualitas dan tanggung jawab SDM)
c. Infrastruktur (sarana dan prasarana serta fasilitas penunjang)
Selain dari reformasi pelayanan ruang baca fakultas ilmu administrasi, akan diteliti juga faktor
pendukung dan penghambat dari proses reformasi pelayanan ruang baca, yaitu:

a. Faktor Pendukung (internal dan eksternal)


b. Faktor penghambat (internal dan eksternal)

3.3 Sumber Data


Sumber data dibedakan atas sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer
adalah para informan yang diwawancarai. Dengan kata lain, data primer adalah data yang
diperoleh langsung di lokasi penelitian, adapuninforman yang dipilih ada para pegawai yang
bertanggung jawab dalam urusan pelayanan ruang baca.
Selain itu, peneliti juga akan menggunakan sumber data sekunder berupa dokumentasi dan arsip-
arsip resmi yang dapat mendukung hasil penelitian. Data sekunder diperoleh dari sejumlah
tempat, kantor, dan lembaga. Data sekunder ini sangat berharga bagi peneliti guna lebih
memahami lebih mendalam tentang permasalahan yang dijadikan objek penelitian. Adapun
sumber data sekunder yang digunakan adalahberasal dari arsip-arsip yang dimiliki oleh bidang
yang mengurusi manajemen pelayanan ruang baca serta literatur-literatur yang dapat
dikumpulkan peneliti dari internet.

3.4 Metode Pengumpulan Data


Dalam penelitian kualitatif, peneliti adalah instrumen utama (key instrument) dalam
pengumpulan data sehingga memiliki peranan yang fleksibel dan adaptif, yang artinya peneliti
dapat menggunakan seluruh alat indera yang dimilikinya untuk memahami fenomena sesuai
dengan fokus penelitian (Cresswell, 1998 : Lincoln dan Guba, 1985 : 4, Bogdan dan Biklen,
1992 : 28). Para peneliti kualitatif mengumpulkan sendiri data melalui dokumentasi, observasi
perilaku, atau wawancara.

Human Instrumen ini dibangun atas dasar pengetahuan dan menggunakan metode yang
sesuai dengan tuntutan penelitian. Hal tersebut sesuai dengan ciri-ciri penelitian kualitatif
sebagaimana dikemukakan oleh Bogdan dan Biklen (1992 : 33-36), yaitu : Riset kualitatif
mempunyai latar alami karena yang merupakan alat penting adalah adanya sumber data yang
langsung dari perisetnya. Riset kualitatif itu bersifat deskriptif. Periset kualitatif lebih
memperhatikan proses ketimbang hasil atau produk semata. Periset kualitatif cenderung
menganalisis data secara induktif. Makna merupakan soal essensial untuk rancangan kualitatif.
Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Creswell (2010 : 264) bahwa peneliti terlibat dalam
pengalaman yang berkelanjutan dan terus menerus dengan partisipan. Instrumen utama dalam
penelitian adalah peneliti sendiri yang terjun langsung ke lapangan untuk mencari informasi
melalui observasi dan wawancara

Pendapat inilah yang melandaskan peneliti untuk terjun langsung ke lapangan dalam
mengumpulkan seluruh data sesuai dengan fokus penelitian yaitu reformasi pelayanan ruang
baca di FIA.

Miles dan Huberman (1992 : 15) dalam melakukan analisis data kualitatif, peneliti dituntut untuk
melakukan (1) interaksi secara intensif dan jangka panjang di lokasi penelitian yang dalam
penelitian ini ruang baca di FIA; (2) melakukan pencatatan (recording) tentang apa yang terjadi
di lokasi penelitian, membuat catatan-catatan lapangan, dan mengumpulkan dokumen-dokumen
yang antara lain ialah data-data mengenai reformasi pelayanan ruang baca di FIA; dan (3)
refleksi analitik berikutnya pada catatan-catatan dan dokumen-dokumen yang dikumpulkan dari
lapangan dan dilaporkan dengan cara mendeskripsikannya secara detail, antara lain dengan
membuat sketsa-sketsa naratif dan kutipan langsung dari interview maupun dengan cara
mendeskripsikan dalam bentuk-bentuk yang lebih umum.

1) Observasi
Menurut Creswell (2010 : 267) : “Observasi yang dilakukan dalam penelitian kualitatif
adalah observasi yang di dalamnya peneliti langsung turun ke lapangan untuk mengamati
perilaku dan aktifitas individu-individu di lokasi penelitian” Adapun jenis-jenis observasi
yang dapat dilakukan dalam penelitian kualitatif, antara lain observasi non interaktif dan
observasi interaktif (Bogdan dan Biklen, 1992 : 287). Observasi non-interaktif dimana
peneliti hanya mengamati berbagai tindakan yang terlihat secara langsung. Sedangkan dalam
observasi interaktif maka peneliti terlibat dalam kegiatan pengamatan, atau terlibat langsung
dalam kegiatan (partisipatif). Cara ini memungkin sebagaimana dikemukakan Patton (2009 :
131-132), bahwa pengamatan berperan serta dapat dilakukan dengan cara, yaitu : Peneliti
berperan sebagai pengamat yang berperan serta (observer as participant). Peran ini dilakukan
peneliti karena peneliti secara umum memang diketahui pekerjaannya sebagai peneliti. Peran
ini memungkinkan bagi peneliti untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan,
termasuk informasi yang rahasia sekalipun. Adapun alasan menggunakan cara tersebut ialah
agar dapat menyajikan gambaran realistik mengenai bagaimana bukti reformasi pelayanan di
ruang baca di FIA
Kegiatan observasi dilakukan berulangkali sampai diperoleh semua data yang diperlukan
dengan tujuan memperoleh data yang lebih akurat. Hal tersebut juga memiliki keuntungan
dimana responden yang diamati terbiasa dengan kehadiran peneliti sehingga responden
berperilaku apa adanya.
2) Wawancara
Wawancara mendalam, merupakan kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk
memperoleh data dari informan yang berupa pemahaman, persaan dan makna sesuatu. Dalam
wawancara dengan informan, peneliti memberikan keleluasan kepada mereka untuk
menjawab segala pertanyaan, sehingga memperkuat data-data melalui pengamatan
Lincoln dan Guba (1985 : 265) memberikan arti bahwa wawancara merupakan suatu
percakapan yang bertujuan. Tujuannya yaitu untuk mendapatkan informasi tentang
perorangan, kejadian, kegiatan, perasaan, motivasi, kepedulian dan juga dapat menyelami
dunia pikiran perasaan responden. Teknik ini akan peneliti tempuh dengan melakukan
wawancara secara hati-hati, mendalam (indept interview), dan bersifat terbuka dengan
maksud pertanyaan dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan data yang diperlukan.
Wawancara dilakukan secara tidak terstruktur dan memaknai pedoman wawancara. Nasution,
(1998:69) mengemukakan bahwa observasi saja tak memadai dalam penelitian, itu sebabnya
observasi harus dilengkapi dengan wawancara. Wawancara dilakukan dengan berbagai
pihak, diantaranya dengan beberapa pegawai yang bertanggung jawab dalam pelayanan
ruang baca di FIA
3) Dokumentasi
Creswell (2010 : 269-270) mengungkapkan bahwa : Pengumpulan data dalam kualitatif
melalui dokumen dapat dilakukan melalui dokumen publik (seeprti koran, majalah, laporan
kantor) ataupun dokumen privat (buku harian, diari, surat, email) dan materi audio visual
berupa foto, objek-objek, seni, video tape, atau segala jenis suara dan bunyi.
Lebih lanjut Lincon dan Guba, (1985: 276-277) menyatakan bahwa dokumentasi dan catatan
digunakan sebagai pengumpulan data didasarkan pada beberapa hal yakni:
a. Dokumen dan catatan ini selalu dapat digunakan terutama karena mudah diperoleh dan
relatif lebih murah.
b. Merupakan informasi yang mantap baik dalam pengertian merefleksikan situasi secara
akurat maupun dapat dianalisis ulang tanpa melalui perubahan didalamnya.
c. Dokumen dan catatan merupakan sumber informasi yang kaya.
d. Keduanya merupakan sumber resmi yang tidak dapat disangkal, yang menggambarkan
kenyataan formal.
e. Tidak seperti pada sumber manusia, baik dokumen maupun catatan non kreatif, tidak
memberikan reaksi dan respon atau pelakuan peneliti.
Menurut Lincoln dan Guba (1985 : 276-277), catatan dan dokumen ini dapat dimanfaatkan
sebagai saksi dari kejadian-kejadian tertentu atau sebagai bentuk pertanggungjawaban.
Adapun data yang dikumpulkan melalui teknik dokumentasi antara lain menelusuri dan
menemukan informasi tentang pola dan proses reformasi pelayanan ruang baca di FIA
4) Kajian Literatur
Faisal (1992 : 30) berpendapat bahwa hasil kajian wacana bisa dijadikan masukan dan
landasan dalam menjelaskan dan merinci masalah-masalah yang akan diteliti; termasuk juga
memberi latar belakang mengapa masalah yang akan diteliti menjadi penting untu dilakukan.
Dari pendapat tersebut bisa disimpulkan bahwa kajian wacana adalah alat pengumpulan data
dalam mengungkapkan berbagai teori yang relevan dengan penelitian yang sedang dihadapi.
Hal ini dilakukan dengan mempelajari sejumlah wacana seperti buku, surat kabar, jurnal, dan
sumber-sumber kepustakaan lainnya guna mendapatkan informasi yang menunjang
penelitian mengenai reformasi pelayanan ruang baca di FIA apabila dilihat dari reformasi
birokrasi kampus.
3.5 Lokasi dan Situs Penelitian
Penelitian dilakukan di lingkungan Fakultas Ilmu administras, tepatnya di ruang baca
FIA yang lebih dikenal dengan Fadel Muhammad Resource Center.

3.6 Keabsahan Data


Untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah
diperoleh melalui Triangulasi sumber, yaitu dengan membandingkan informasi informan (cross
check) antara informasi yang satu dengan yang lainnya. Melakukan triangulasi metode dan
triangulasi data (triangulation);Melacak kesesuaian segenap hasil penelitian (referential
adequacy checks);Mengecek kesesuaian rekaman, interpretasi, dan kesimpulan dengan apa yg
telah diperoleh dari para partisipan (member checking). Dalam melihat akurasi informasi yang
diperoleh pada penelitian ini, maka sumber data primer yang berasal dariwawancara dengan
beberapa pegawai yang bertanggung jawab dalam manajemen pelayanan ruang baca fia akan
dibandingkan dengan antara informasi satu dengan informasi lainnya

Untuk menguji transferabilitas data dilakukan dengan cara: Memperkaya deskripsi


tentang latar atau konteks dari yg menjadi fokus penelitian;Jika pembaca hasil penelitian
memperoleh gambaran yg sangat jelas tentang latar atau konteks “semacam apa” suatu hasil
penelitian dapat diberlakukan (transferable), maka laporan tsb memenuhi Standar
Transferabilitas.
3.7 Metode Analisis Data
Analisis data adalah proses pencarian dan penyusunan secara sistematis terhadap transkip
wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan yang terkumpul untuk meningkatkan
pemahaman tentang data serta menyajikan apa yang telah ditemukan kepada orang lain (Bogdan
dan Biklen, 1982 : 145). Dalam penelitian ini analisis data mengacu pada langkah-langkah yang
dipakai oleh Miles dan Huberman, (2007:337) yang mengemukakan bahwa aktifitas dalam
analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung terus menerus sampai tuntas,
sehingga datanya sudah jenuh.

Analisis data yang dilakukan mengacu pada langkah-langkah yang dipakai oleh Miles dan
Huberman (1992 : 16- 18) yang terdiri dari tiga aktifitas yaitu data reduction, data display, dan
penarikan kesimpulan/verifikasi. Masalah reduksi data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan merupakan rangkaian kegiatan analisis yang saling susul menyusul.

1. Data Reduction ( Reduksi Data)


Reduksi data (data reduction) adalah langkah awal dalam menganalisis data dengan tujuan
mempermudah pemahaman terhadap data yang telah terkumpul. Reduksi data (data
reduction) diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan,
pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis di
lapangan. Mereduksi kumpulan data hasil kerja lapangan dilakukan dengan cara merangkum
dan mengklasifikasikan sesuai dengan fokus permasalahan penelitian
2. Data Display (penyajian data)
Data display merupakan penyajian data secara jelas dan singkat dalam memudahkan
pemahaman gambaran terhadap aspek-aspek yang diteliti, baik itu secara keseluruhan
ataupun bagian demi bagian. Dalam hal ini, Miles dan Huberman (1984) menyatakan “the
most frequent from of display data for qualitative research data in the has been narrative
text”. Dimana maksudnya ialah yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam
penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif yang interpretasinya sesuai data
yang diperoleh.
3. Verifikasi dan Kesimpulan
Langkah selanjutnya dalam menganalisis data hasil penelitian kualitatif adalah conclusion
drawing, menurut Miles dan Huberman (1992) adalah penarikan kesimpulan atau ferifikasi
dengan tujuan memberikan makna terhadap data yang telah dianalisis. Kesimpulan disusun
dalam bentuk pernyataan singkat dan mudah dipahami dengan mengacu kepada tujuan
penelitian. Adapun kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan
berubah bila ditemukan bukti-bukti yang kuat dan mendukung pada tahap pengumpulan
berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh
bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data
maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.
Menurut Nasution (dalam Sugiono, 1988 : 89) menyatakan bahwa analisis telah dimulai
sejak merumuskan dan menjelaskan masalah sebelum peneliti terjun ke lapangan dan
berlangsung terus sampai penulisan penelitian. Analisis data menjadi pegangan bagi
penelitian selanjutnya sampai jika mungkin, teori yang grounded. Namun dalam penelitian
kualitatif, analisis data lebih difokuskan selama proses di lapangan bersamaan dengan
pengumpulan data.
BAB IV

PEMBAHASAN

A. GambaranUmumRuang Baca

1. SejarahSingkat

Pusat Sumber Pembelajaran di dirikan pada Tahun 2009 berdasarkan Peraturan Dekan Fakultas
Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya, Nomor: 97 Tahun 2009 Tentang Organisasi dan Tata
kerja Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya. Unit kerja ini didirikan sebagai
pengembangan dari Ruang Baca Fakultas yang merupakan rintisan dari Ruang Baca jenjang S2.

Bertepatan dengan di selenggarakannya event Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya


yang bertajuk ASPA International Seminar and IAPA Annual Conference 2012, bertempat di
lantai 1 gedung A FIA UB diselenggarakan peresmian Fadel Muhammad Resource Centre oleh
Wakil Presiden RI, Bapak Boediono di damping oleh Bapak Fadel Muhammad, Rektor
Universitas Brawijaya Prof. Dr. Ir. Yogi Sugito dan Dekan Fakultas Ilmu Administrasi Prof. Dr.
Sumartono, MS.

Fadel Muhammad Resource Centre merupakan layanan ruang baca Fakultas Ilmu Administrasi
yang berada di bawah pengelolaan Unit Kerja Pusat Sumber Pembelajaran Fakultas Ilmu
Administrasi, dan merupakan pengembangan dari rintisan Ruang Baca untuk mahasiswa jenjang
S2 dan S3 yang sudah ada semenjak awal tahun 2000. Adapun visi ruang baca tersebut adalah
“Mendukung visi misi Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya melalui pengembangan
referensi Ilmu Administrasi berbasis analog dan teknologi informasi sesuai kebutuhan
pemustaka”. Sedangankan misi dari ruang baca Fakultas Ilmu Administrasi Universitas
Brawijaya adalah

• Menjadi pusat referensi keilmuan utama setiap program studi di FakultasI lmu
Administrasi Universitas Brawijaya

• Mewujudkan pusat referensi keilmuan berbasis analog dan teknologi informasi untuk
memberikan layanan prima bagi pemustaka
• Mewujudkan kerja sama informasi di lingkungan internal dan eksternal Fakultas Ilmu
Administrasi Universitas Brawijaya dalam pengembangan koleksi dan sumber daya manusia
Fadel Muhammad Resource Center Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya

2. Fungsi Peran dan Tugas Pokok

Perpustakaan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya adalah perpustakaan perguruan


tinggi yang berada dalam lingkungan fakultas yang dikelola oleh fakultas dibawah dekan dan
dalam pelaksanaan perpustakaan tugas sehari-hari dikelola oleh coordinator dan dibantu oleh
beberapa staf yang bertanggung jawab pada dekan.

Perpustakaan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya merupakan jenis perpustakaan


yang berada di tingkat fakultas sehingga dapat di kategorikan sebagai Perpustakaan Perguruan
Tinggi dengan tujuan utamanya adalah membantu perguruan tinggi mencapai tujuannyayaitu Tri
Dharma Perguruantinggi yang meliputi pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat.

Tugas Pokok Perpustakaan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya adalah:

1. Penyedia dan pengelola bahan pustaka

2. Pendayagunaan layanan pustaka

3. Pemeliharaan dan pelestarian bahan pustaka

4. Pengkoordinasian dan koleksi bahan pustaka

1. StrukturOrganisasi
Struktur Organisasi di Perpustakaan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas
Brawijaya terdiri dari struktur organisasi makro dan struktur organisasi mikro.
Berikut adalah struktur organisasi makro dan mikro Perpustakaan Fakultas Ilmu
Administrasi.

Gambar 1. Struktur Organisasi Makro Fakultas Ilmu Administrasi Universita


sBrawijaya

Dekan
Pembantu
Dekan I

KepalaBagi
an Tata
Usaha

KasubagAk
ademik

Ka. Ur. Ka. Ur.


IjazahdanS Ruang
tatistik Baca

StafStatisti StafPusatP StafJurnal StafJurnal


Staf Admin StafPemba
k Staff elayananB Staf RCCP Admin Admin
&Legalisisr ntuDekan I
ahasa Publik Bisnis

Gambar 2. Struktur Organisasi Mikro Fakultas Ilmu Administrasi Universita


sBrawijaya

KasubagAk
ademik

Ka. Ur.
Ruang
Baca

Staff

(Sumber: Website FakultasIlmuAdministrasiUniversitasBrawijaya)


2. Sumber Daya Manusia
Kepala Bagian Tata Usaha Ir. PudjiUswanto
Kasubag Akademik Jaedi, SP.

KA.UR. IJAZAH DAN STATISTIK IMAM SUJOKO, S.AP.


Statistik Mahasiswa & Adm. Laman Wempy Naviera, S.AB.
Adm. Akademik & Pelayanan Legalisir Dwi Wahyuningsih

KA.UR. RUANG BACA NGATAWI, S.AP.


Staf Ruang Baca Marganing Sulistyo R., S.S

Staf Pusat Pelayanan Bahasa Didik Hariyanto


Staf Research Center for Conflict and Policy (RCCP) Hermanto
Staf Pembantu Dekan I Lidya Puspita Wardhani
Staf Jurnal Administrasi Publik Indah Rakhmawati
Staf Jurnal Administrasi Bisnis Fitriatul Akhadiyah

3. SistemPelayanan
Layanan yang ada di Perpustakaan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas
Brawijaya adalah sebagai berikut:
a. Layanan Anggota
Layanan anggota meliputi layanan anggota ruang baca
b. Layanan Sirkulasi
Layanan sirkulasi meliputi layanan peminjaman, pengembalian, perpanjangan
pinjaman, dan pesan pinjam.
c. Layanan Rujukan
Layanan rujukan adalah membantu pengguna dalam hal menemukan koleksi
atau layanan informasi yang diberikan secara langsung kepada pemustaka
baik yang sedang mengerjakan tugas kuliah, menyusun karya ilmiah maupun
sedang melakukan sebuah penelitian. Adapun sarana yang digunakan dalam
layanan rujukan tersebut adalah dalam bentuk bukuantara lain kamus,
ensiklopedi, handbook (buku pedoman/pegangan) dan sebagainya.
d. Layanan Penelusuran OPAC
Pengguna dapat mencari bahan pustaka yang mereka butuhkan dengan
memanfaatkan sarana penelusuran OPAC (Online Public Access Catalog),
sekaligus mahasiswa dapat mengakses internet secara gratis untuk
memperoleh informasi secara online. Namun layanan ini masih sangat terbatas
pemanfaatannya karena adanya keterbatasan sarana pendukungnya yaitu
masih kurangnya jumlah perangkat komputer yang ada.

4. Jam Pelayanan
Adapun pelayanan jam buka dan tutup ruang baca Fakultas Ilmu Administrasi
Universitas Brawijayaadalah:

Senin-Kamis:
Buka : 08.00 WIB
Tutup : 16.00 WIB

Jumat
Buka : 08.00 WIB
Istirahat : 11.00 - 13.00 WIB
Tutup : 16.30 WIB

Sabtu
Buka : 08.00 WIB
Tutup : 14.00 WIB

Minggu:
Buka : 08.00 WIB
Tutup : 12.00 WIB
B. SISTEM PELAYANAN RUANG BACA
1. Cara mencari Jurnal/koleksi

website

pencarian keyword

search
2. Cara meminjam jurnal/koleksi

pengguna menyerahkan koleksi ke


petugas dengan menyerahkan kartu
identitas resmi (KTP, KTM, SIM)

petugas mencatat koleksi yang


dipinjam

pengguna dapat langsung


membawa koleksi dengan batas
waktu pukul 15.00 wib

3. cara mengembalikan koleksi

pengguna mengembalikan
koleksi

petugas mencatat
pengembalian koleksi

pengguna dapat mengambil


kartu identitas yang diserahkan
4. cara penggunaan ruang baca untuk praktikum

berkoordinasi dengan menyerahkan surat


dosen/asisten praktikum peminjaman fasilitas
berkoordinasi dengan
tentang persiapan mengenai jadwal , daftar
staf ruang baca (1 hari)
kebutuhan sumber daya,
(2 hari) dan fasilitas

staff ruang baca pelaksanaan praktikum


mengembalikan fasilitas
mengecek kembali (sesuai instruksi kerja) 1-
pada staff ruang baca
fasilitas (15 menit) 2 jam

5. Keanggotaan atau pemakai ruang baca


pengguna layanan ruang baca ini tidak terbatas pada mahasiswa FIA saja, melainkan
masyarakat umum atau mahasiswa lainnya dapat menggunakan layanan di ruang baca ini.
Yang penting adalah memiliki identitas resmi seperti KTP, KTM, SIM, dll.
6. Jumlah buku dan lama peminjaman
Pengguna yang akan meminjam koleksi di ruang baca dibatasi maksimal meminjam 2 koleksi
tiap orang dan wajib mengembalikanmya sebelum pukul 15.00 wib
7. Sanksi
Apabila pengguna terlambat dalam pengembalian koleksi yang dipinjam maka hanya akan
dikenakan sanksi teguran secara lisan, tanpa adanya sanksi lain berupa denda, atau
pemblokiran (blacklist) dari pihak petugas ruang baca.
8. Perabotan dan perlengkapan
Dalam menunjang pelayanan dan kenyamanan pengguna maka terdapat beberapa sarana dan
prasarana penunjang yang dimiliki oleh ruang baca, yaitu sebagai berikut :
a. Peralatan personal komputer : 8 unit
b. Meja komputer : 8 buah
c. AC split :1 buah
d. Server internet : 1 buah
e. CPU IBM : 1 unit
f. Loker penyimpanan barang : 2 buah (100 slot )
g. Toilet dan tempat wudhu : 1 ruang
h. Gudang : 1 ruang
i. CCTV : 1 buah
j. Kotal saran : 2 buah
k. Kotak donasi buku : 1 buah
l. Sofa dan tempat duduk : + 40 buah

C. Hasil dan Pembahasan

Penyelenggaraan ruang baca di Universitas Brawijaya terutama pada bagian Fakultas Ilmu
Administrasi, bukan hanya untuk menyimpan bahan-bahan pustaka yang berkaitan dengan
jurusan Fakultas tersebut, tetapi juga diharapkan dengan adanya penyelenggaraan ruang baca
Fakultas maka dapat membantu baik mahasiswa maupun dosen dapat menyelesaikan tugas-tugas
dalam proses belajar mengajar. Sebab ruang baca dapat dikatakan bermanfaat apabila benar-
benar memperlancar pencapaian tujuan proses belajar mengajar di dunia kampus. Indikasi
tersebut tidak hanya berupa tingginya prestasi yang dicapai mahasiswa, tetapi jauh lagi antara
lain adalah mahasiswa mampu mencari, menemukan, menyaring dan menilai informasi, dan
mereka akan terbiasa belajar mandiri mencari informasi yang mungkin tidak di dapat dari dosen
yang besangkutan.

“Menurut Drs. Stefanus Pani Rengu, M.AP sebagai kepala ruang baca Fakultas Ilmu
Administrasi Universitas Brawijaya, terdapat perbedaan yang nyata sebelum di
lakukan nya reformasi di ruang baca dan setelah dilakukannya reformasi untuk
meningkatkan pelayanan ruang baca yaitu;

Nomor Kondisi Yang Dulu Kondisi Yang Sekarang


1 Kondisi buku belum terklarifikasi Kondisi buku sudah terklasifikasi dengan baik
dengan baik dan teratur dan memudahkan mahasiswa untuk mencari
buku yang ingin di baca atau di pakai
2 Pelayanan yang kurang ramah Pelayanan sudah dapat dikatakan baik karena
telah memiliki Sistem Operasional Prosedur
(SOP) yang jelas
3 Jurnal, koleksi, dan buku-buku Kondisi jurnal, koleksi, dan buku-buku sudah
kurang lengkap lebih dilengkapi sehingga menambah referensi
mahasiswa jika berkunjung ke ruang baca

Ruang baca harus dapat memainkan peran, khususnya dalam membantu mahasiswa untuk
mencapai tujuan pendidikan di Fakultas. Pemanfaatan ruang baca secara maksimal, diharapkan
dapat mencetak mahasiswa untuk senantiasa terbiasa dengan aktifitas membaca, memahami
pelajaran, mengerti maksud dari sebuah informasi dan ilmu pengetahuan, serta menghasilkan
karya bermutu. Pada kenyataannya, ruang baca kurang mendapat tempat di lingkungan kampus
sendiri. Tidak banyak mahasiswa yang memanfaatkan waktu luang atau jam-jam kosong
pelajaran untuk membaca di ruang baca.
“Nila Fatma yang merupakan salah satu mahasiswa jurusan Administrasi Publik
Universitas Brawijaya mengatakan jika dia jarang memakai ruang baca karena
memang factor dari diri pridi yang memang malas untuk membaca dan belajar di
ruang baca”
Ruang baca hanya dikunjungi oleh mahasiswa yang memerlukan informasi saja, seperti
dalam rangka mencari sumber buku yang dikatakan dosen, atau mencari buku dosen akan mata
kuliah tertentu, sedang selebihnya memilih memanfaatkan sarana lain untuk belajar. Hal ini
menunjukkan kurangnya minat mahasiswa dalam memanfaatkan koleksi ruang baca sebagai
sarana belajar. Minat mahasiswa yang rendah terhadap ruang baca di Fakultas Ilmu Administrasi
disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain ;
1. Perkembangan pusat-pusat informasi yang lebih menarik,
2. Perkembangan tempat-tempat hiburan (entertainment), acara televisi, status dan
kedudukan ruang baca, serta
3. Citra ruang baca dalam pandangan mahasiswa sendiri.

Pada dasarnya, pihak Fakultas bertanggungjawab ikut menumbuhkan minat baca bagi
mahasiswa, karena dari sanalah sumber kreatifitas mahasiswa akan muncul. Pihak Fakultas harus
mengajar mahasiswa berpikir melalui budaya belajar yang menekankan pada memahami materi.
Sedangkan ruang baca menjadi fasilitas yang sangat penting perannya dalam menunjang proses
pembelajaran tersebut.

Seperti yang diungkapkan sebelumnya mengenai fungsi dari ruang baca tersebut, ada beberapa
hal juga yang menjadi penghambat dalam perkembangan fungsi ruang baca, yang mana hal ini
jugalah yang menjadi beberapa diantara faktor-faktor yang mempengaruhi minat pengunjung
pada ruang baca Fakultas Ilmu Administrasi
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi minat pengunjung tersebut diantaranya adalah;
1. Pengaruh keterbatasan ruang letak dari ruang baca tersebut dalam hal ini dibahas
menegani tata letak dari ruang baca tersebut.
2. Mengenai keterbatasan koleksi buku pada ruang baca. Dalam hal ini dibahas mengenai
pengaruh koleksi ruang baca tersebut.
3. Mengenai keterbatasan jumlah pustakawan, dimana dalam hal ini dibahas mengenai
pengaruh pelayanan yang diberikan oleh pustakawan ruang baca tersebut.

“Menurut Priscel Bangun salah satu mahasiswa di Fakultas Ilmu Administrasi angkatan
2014, ruang baca masih memiliki beberapa kekurangan, diantaranya adalah kondisi
tempat duduk yang kurang memadai sehingga kadang dia tidak mendapat tempat duduk
ketika berkunjung ke ruang baca, kondisi wifi yang kurang cepat juga masih menjadi
factor penghambat mahasiswa untuk mengunjungi ruang baca, dan masih kurang nya stop
kontak di dalam ruang baca.”

“Namun menurut Asri Manik, salah satu mahasiswa di Fakultas Administrasi ruang baca
juga sudah memiliki keunggulan diantaranya suasana yang nyaman, bersih, dan tenang,
keramahan pegawai ruang baca yang membuatnya terbantu ketika ingin mencari koleksi
buku atau jurnal, serta kondisi toilet yang sudah tergolong baik.”

Hal penting yang harus dilakukan oleh pihak kampus untuk meningkatkan minat baca
atau bahkan meningkatkan minat untuk mengunjungi ruang baca salah satunya adalah dengan
melengkapi koleksi ruang baca, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Sudah saatnya
ruang baca di fakultas tentunya tidak hanya berisi buku-buku paket, skripsi, dll, koleksi ruang
baca juga dapat berupa buku-buku bacaan yang mampu menarik minat mahasiswa untuk
membaca. Tingginya minat baca mahasiswa dapat dilihat dari banyaknya mahasiswa yang
berkunjung untuk belajar dan membaca di ruang baca.
Kemudian, peningkatan minat baca mahasiswa perlu ditunjang dengan fasilitas ruang
baca yang memadai, seperti jumlah dan mutu koleksi sesuai dengan kebutuhan, penataan yang
rapi agar mempermudah temu balik informasi. Adapun koleksi bahan pustaka yang baik adalah
yang dapat memenuhi selera, keinginan dan kebutuhan mahasiswa. Kekuatan koleksi bahan
pustaka itu merupakan daya tarik bagi mahasiswa, sehingga makin banyak dan lengkap koleksi
bahan pustaka yang dibaca dan dipinjam, akan semakin ramai ruang baca dikunjungi mahasiswa
untuk belajar dan makin tinggi intensitas sirkulasi buku di perpustakaan tersebut.

Selain melengkapi jumlah koleksi ruang baca atau bahkan menambah kekuatan dari pada
koleksi peprpustakaan tersebut, pihak ruang baca juga harus memperhatikan hal lain yang telah
disebutkan sebelumnya yang menjadi faktor yang mempengaruhi minat pengunjung untuk
berkunjung ke perpustakaan

Dalam hal peningkatan layanan, ruang baca Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya
sudah melakukan berbagai perbaikan, menurut Trimo salah satu petugas di ruang baca
diantaranya;

1. User education

Pendidikan pengguna adalah suatu proses dimana pengguna ruang baca untuk pertama kali
diberi pemahaman dan pengertian sumber-sumber perpustakaan, termasuk pelayanan dan
sumber-sumber informasi yang saling terkait, bagaimana menggunakan sumber-sumber
tersebut, bagaimana pelayanannya dan di mana sumbernya. Instruksi perpustakaan bertujuan
agar para pemakai dapat memperoleh informasi yang diperlukan dengan tujuan tertentu
dengan menggunakan semua sumber daya dan bahan yang tersedia di perpustakaan. Instruksi
perpustakaan berkaitan dengan temu kembali informasi.

2. Melakukan evaluasi

Evaluasi kinerja adalah suatu metode dan proses penilaian dan pelaksanaan tugas seseorang
atau sekelompok orang atau unit-unit kerja dalam satu perusahaan atau organisasi sesuai
dengan standar kinerja atau tujuan yang ditetapkan lebih dahulu. Evaluasi kinerja merupakan
cara yang paling adil dalam memberikan imbalan atau penghargaan kepada pekerja.

Proses evaluasi bagi karyawan di ruang baca dilakukan sekali di dalam sebulan dan diikuti
oleh seluruh karyawan ruang baca tersebut, tujuan evaluasi adalah meningkatkan mutu
program, memberikan justifikasi atau penggunaan sumber-sumber yang ada dalam kegiatan,
memberikan kepuasan dalam pekerjaan dan menelaah setiap hasil yang telah
direncanakanTujuan evaluasi adalah meningkatkan mutu program, memberikan justifikasi
atau penggunaan sumber-sumber yang ada dalam kegiatan, memberikan kepuasan dalam
pekerjaan dan menelaah setiap hasil yang telah direncanakan

3. Melengkapi dan mengupdate kolekasi


BAB V

PENUTUP

Kesimpulan

Perbedaan yang nyata sebelum di lakukan nya reformasi di ruang baca dan setelah dilakukannya
reformasi untuk meningkatkan pelayanan ruang baca yaitu;

Nomor Kondisi Yang Dulu Kondisi Yang Sekarang


1 Kondisi buku belum terklarifikasi Kondisi buku sudah terklasifikasi dengan baik
dengan baik dan teratur dan memudahkan mahasiswa untuk mencari
buku yang ingin di baca atau di pakai
2 Pelayanan yang kurang ramah Pelayanan sudah dapat dikatakan baik karena
telah memiliki Sistem Operasional Prosedur
(SOP) yang jelas
3 Jurnal, koleksi, dan buku-buku Kondisi jurnal, koleksi, dan buku-buku sudah
kurang lengkap lebih dilengkapi sehingga menambah referensi
mahasiswa jika berkunjung ke ruang baca

Dalam hal peningkatan layanan, ruang baca Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya
sudah melakukan berbagai perbaikan, diantaranya;

1. User education

Pendidikan pengguna adalah suatu proses dimana pengguna ruang baca untuk pertama kali
diberi pemahaman dan pengertian sumber-sumber perpustakaan, termasuk pelayanan dan
sumber-sumber informasi yang saling terkait, bagaimana menggunakan sumber-sumber
tersebut, bagaimana pelayanannya dan di mana sumbernya. Instruksi perpustakaan bertujuan
agar para pemakai dapat memperoleh informasi yang diperlukan dengan tujuan tertentu
dengan menggunakan semua sumber daya dan bahan yang tersedia di perpustakaan. Instruksi
perpustakaan berkaitan dengan temu kembali informasi.
2. Melakukan evaluasi

Evaluasi kinerja adalah suatu metode dan proses penilaian dan pelaksanaan tugas seseorang
atau sekelompok orang atau unit-unit kerja dalam satu perusahaan atau organisasi sesuai
dengan standar kinerja atau tujuan yang ditetapkan lebih dahulu. Evaluasi kinerja merupakan
cara yang paling adil dalam memberikan imbalan atau penghargaan kepada pekerja.

Proses evaluasi bagi karyawan di ruang baca dilakukan sekali di dalam sebulan dan diikuti
oleh seluruh karyawan ruang baca tersebut, tujuan evaluasi adalah meningkatkan mutu
program, memberikan justifikasi atau penggunaan sumber-sumber yang ada dalam kegiatan,
memberikan kepuasan dalam pekerjaan dan menelaah setiap hasil yang telah
direncanakanTujuan evaluasi adalah meningkatkan mutu program, memberikan justifikasi
atau penggunaan sumber-sumber yang ada dalam kegiatan, memberikan kepuasan dalam
pekerjaan dan menelaah setiap hasil yang telah direncanakan

3. Melengkapi dan mengupdate kolekasi

Saran

Berdasarkan temuan-temuan dari penelitian, ada beberapa saran yang akan dikemukakan oleh
peneliti, antara lain sebagai berikut:
1. Ruang baca Fakultas Ilmu Administrasi seharusnya menyediakan koleksi buku
disesuaikan dengan kebutuhan pengguna dan disediakan lebih banyak lagi koleksi baru.
2. Ruang baca seharusnya menyediakan tempat duduk, memberikan kenyamanan, dan
pelayanan dengan baik melalui reformasi pelayanan yang semakin baik lagi
3. Ruang baca seharusnya menyediakan banyak majalah yang menarik dan baru, karena
majalah mempunyai daya tarik tersendiri, pengguna yang lelah membaca buku dapat
membaca dan membolak-balik halaman majalah meskipun hanya melihat gambar-
gambarnya.
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Said Zainal, 2006, Dinamika Reformasi dan Revitalisasi di Indonesia, Suara Bebas.
Jakarta
Bogdan. R. C. dan Biklen. S. K. (1990). Qualitative Research For Education: An Introduction to
Theory and Methods. Penerjemah Munandir. Jakarta: Universitas Terbuka.

Creswell, J. W. (2010). Research design: pendekatan kualitatif, kuantitatif, dan mixed.


Yogjakarta: PT Pustaka Pelajar.

Hardiyansyah. 2011. Kualitas Pelayanan Publik Konsep, Dimensi, Indikator dan


Implemntasinya. Yogyakarta: Gava Media.

Kausar. 2009. Sistem Birokrasi Pemerintahan di Daerah Dalam Bayang-Bayang Budaya


Patron-Klien. Jakarta: PT. Alumni.

Keputusan Menteri Nomor 81 Tahun 1995 tentang Kriteria Pelayanan Publik. Jakarta:
Kemenpan-RB.

Keputusan Menteri Nomor 63 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Jakarta: Kemenpan-RB.

Maharani, Selvy Ayu. 2016. Hubungan Kualitas Pelayanan Administrasi Kependudukan


Terhadap Kepuasaan Masyarakat Studi pada Dinas Kependudukan Dan Pencacatan
Sipil Kabupaten Tulungagung. Skripsi. Tidak diterbitkan. Malang: Universitas
Brawijaya.

Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik,
Jakarta: Sekretariat Negara.

Sedarmayanti. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia, Reformasi Birokrasi dan Manajemen
Pegawai Negeri Sipil. Bandung: PT. Refika Aditama.

Sulistyo-Basuki. 1993. Penghantar Ilmu perpustakaan, Jakarta : Gramedia


Setiyono, Budi. 2012. Birokrasi dalam Perspektif Politik dan Administrasi. Bandung: Nuansa.

Sinambela, Lijan Poltak. 2008. Reformasi Pelayanan Publik. Jakarta: Bumi Aksara.

Miles, B. Mathew dan Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif Buku Sumber Tentang
Metode-metode Baru. Jakarta: UIP.

Anda mungkin juga menyukai