SKRIPSI
Disusun Oleh:
Gerald Aldo Pangalila
200110110010
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2018
KARAKTERISTIK HASIL TETAS PUYUH MALON DAN JEPANG
TERSELEKSI GENERASI KE 4 DI PUSAT PEMBIBITAN PUYUH
FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
SKRIPSI
Diajukan untuk Menempuh Ujian Sarjana
Universitas Padjadjaran
Disusun Oleh:
Gerald Aldo Pangalila
200110110010
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2018
KARAKTERISTIK HASIL TETAS PUYUH MALON DAN JEPANG
TERSELEKSI GENERASI KE 4 DI PUSAT PEMBIBITAN PUYUH
FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
Oleh:
Gerald Aldo Pangalila
NPM 200110110010
Menyetujui:
Mengesahkan:
NPM : 200110110010
data dan tulisan ini bukan karya orang lain, ditulis dengan kaidah-kaidah ilmiah
pernyataan ini.
Penulis,
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas
dengan judul “Karakteristik Hasil Tetas Puyuh Malon dan Jepang Terseleksi
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian disertasi Bapak Endang Sujana,
S.Pt., MP., dengan judul “Kajian Produktifitas Puyuh Malon, Coturnix coturnix
Unggul”
bimbingan, dukungan, dan masukan dari berbagai pihak. Pada kesempatan kali ini
penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada; Indrawati Yudha Asmara S.Pt,
M.Si, Ph.D sebagai pembimbing utama dan Endang Sujana, S.Pt., MP sebagai
penyusunan penulisan Skripsi ini. Terima kasih kepada para penguji Dr. Ir. Iwan
Setiawan DEA., Dr. Dudi M.Si., dan Dr. Denny Rusmana S.Pt, M.Si. yang
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ir. Ian Alex Siwi
DES. dosen wali yang telah banyak memberikan bimbingan, saran dan
beserta jajarannya, ketua panitia seminar dan sidang beserta seluruh civitas
akademika Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran yang telah membantu
Universitas Padjadjaran.
Basket Unpad dan Rafflesia Viola, yang telah memberikan semangat dan bantuan
selama penulis menyusun skripsi ini. Terima kasih penulis ucapkan terutama
kepada keluarga tercinta, ayahanda Sammy Pangalila, ibunda Kartini, adik Lisa
Natalia Cristy Pangalila, dan seluruh keluarga besar Pangalila atas semua kasih
sayang dan do’a yang diberikan kepada penulis serta dukungan baik moril
maupun materil terutama dalam upaya untuk meraih cita-cita selama ini, semoga
Penulis mengharapkan adanya masukan, baik itu koreksi, kritik dan saran
yang membangun dari berbagai pihak sehingga menjadi bahan masukan bagi
penulis untuk peningkatan di masa yang akan datang. Akhir kata penulis
mengharapkan Skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca semoga Tuhan
Yang Maha Esa membalas kebaikan semua pihak yang telah membantu.
ABSTRAK
Penelitian dengan judul “Karakteristik Hasil Tetas Puyuh Malon dan Jepang
Terseleksi Generasi keempat di Pusat Pembibitan Puyuh Universitas Padjadjaran”
telah dilaksanakan pada April 2018. Penelitian dilakukan di Pusat Pembibitan
Puyuh Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Sumedang. Penelitian dilakukan untuk
mengetahui karakteristik hasil tetas Puyuh Malon dan Jepang Terseleksi Generasi
Ke 4. Metode penelitian yang dilakukan adalah metode deskriptif dengan
pengambilan seluruh populasi untuk mengamati fertilitas, mortalitas, daya tetas
dan hasil tetas. Jumlah telur yang diamati 500 butir telur tetas Puyuh Malon dan
500 butir telur tetas Puyuh Jepang Terseleksi yang telah dikumpulkan selama 5
hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fertilitas puyuh Malon 87,6 persen dan
Jepang Terseleksi 92,2 persen, mortalitas Malon 40,41 persen dan Jepang
Terseleksi 26,46 persen, nilai daya tetas Malon 59,59 persen dan Jepang
Terseleksi 73,54 persen serta rataan bobot tetas Malon 8,90 gram dan Jepang
Terseleksi 8,79 gram. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa hasil
tetas Puyuh Malon dengan Jepang Terseleksi di Pusat Pembibitan Puyuh
Universitas Padjadjaran memiliki kualitas yang baik kecuali mortalitas kedua
puyuh dan daya tetas puyuh Malon.
ABSTRACT
BAB Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................. i
ABSTRAK................................................................................................ ii
ABSTRACT............................................................................................. iii
DAFTAR ISI............................................................................................ iv
DAFTAR TABEL.................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................ vii
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang..................................................................... 1
I.2 Identifikasi Masalah............................................................. 2
I.3 Maksud dan Tujuan Penelitian............................................. 3
I.4 Kegunaan Penelitian............................................................. 3
I.5 Kerangka Pemikiran............................................................. 3
I.6 Waktu dan Lokasi Penelitian................................................ 6
5.1 Kesimpulan........................................................................... 31
5.2 Saran..................................................................................... 31
RINGKASAN........................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 34
LAMPIRAN............................................................................................. 40
BIODATA
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Analisis Kandungan Nutrien Pakan Ransum Penelitian
dan Kebutuhan Puyuh Fase Layer.................................................. 24
2. Rataan Fertilitas Puyuh Malon dan Jepang Terseleksi................... 24
3. Rataan Mortalitas Puyuh Malon dan Jepang Terseleksi................. 26
4. Rataan Daya Tetas Puyuh Malon dan Jepang Terseleksi............... 27
5. Rataan Bobot Tetas Puyuh Malon dan Jepang Terseleksi.............. 28
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Data Bobot Telur Tetas Malon dan Jepang Terseleksi............ 41
2. Data Bobot Tetas Malon Dan Jepang Terseleksi…………… 42
3. Perhitungan Fertilitas, Mortalitas, Daya Tetas dan Bobot Tetas
Malon dan Jepang Terseleksi................................................... 43
4. Dokumentasi Penelitian…………………………………….. 45
I
PENDAHULUAN
pemenuhan kebutuhan protein hewani yang berasal dari telur dan daging. Puyuh
merupakan salah satu jenis ternak unggas yang dikembangkan sebagai sumber
terhadap produksi daging nasional sebanyak 934 ton dan telur sebanyak 20.314
Pertanian. 2017).
coturnix japonica) yang merupakan Puyuh petelur. Selain telur, daging Puyuh
memiliki kandungan protein yang tidak kalah dengan daging ayam. Kandungan
protein daging puyuh 22,5 persen dengan persentase lemak yang rendah yaitu 2,5
persen.
Selain puyuh petelur, saat ini puyuh pedaging seperti Puyuh Malon mulai
pedaging karena memiliki bobot tubuh lebih besar dibandingkan dengan Puyuh
Jepang Terseleksi meskipun pada saat ini Puyuh Jepang Terseleksi telah
(DOQ) yang baik adalah dengan penetasan. Untuk mendapatkan DOQ yang baik
maka telur yang digunakan untuk penetasan harus berasal dari induk puyuh dan
pejantan puyuh yang baik dan terseleksi. Seleksi adalah salah satu cara
menurunkan jumlah ova yang dihasilkan oleh ternak betina, menurunkan daya
tetas, dan meningkatkan laju kematian awal dari embrio (Warwick dkk., 1990).
Karakteristik hasil tetas seperti fertilitas, mortalitas, daya tetas dan bobot
tetas telur puyuh, penting diukur karena digunakan sebagai acuan saat proses
seleksi telur tetas. Hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui puyuh dengan
melakukan penelitian terhadap karakteristik hasil tetas puyuh Malon dan Jepang
Terseleksi generasi ke 4.
generasi ke 4 meliputi fertilitas, mortalitas, daya tetas dan bobot tetas di Pusat
Maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran
umum karakteristik hasil tetas Puyuh Malon dan Jepang Terseleksi generasi ke 4
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan kajian ilmiah tentang
karakteristik hasil tetas Puyuh Malon dan Jepang Terseleksi generasi ke 4 di Pusat
(Coturnix coturnix japonica) dan Puyuh Prancis atau dikenal French Quail
(Coturnix coturnix). Puyuh ini memiliki keunggulan ukuran tubuh yang lebih
besar dari Puyuh Jepang dan berpotensi dikembangkan sebagai puyuh pedaging.
dengan mesin tetas memiliki keuntungan dari segi kapasitan telur yang akan
menyeleksi telur. Proses seleksi pada telur tetas, untuk menghasilkan telur
kerabang, bentuk telur dan bobot telur (Hardjosworo dan Rumkiasih, 2000).
penetasan karena hanya telur yang fertil yang dapat menghasilkan Day Old Quail
(DOQ). Fertilitas adalah persentase telur yang fertil dari seluruh telur yang
(2005) menyatakan bahwa pada kondisi normal dengan sex rasio dan pemberian
ransum yang baik akan menghasilkan fertilitas sebesar 85 - 95 %. Sex rasio puyuh
yang tinggi diperlukan untuk menghasilkan dan meningkatkan daya tetas (Setiadi,
1995).
Daya tetas merupakan banyaknya telur fertil yang menetas pada akhir
mempengaruhi daya tetas telur, salah satunya yaitu lama penyimpanan. Telur tetas
jika disimpan dalam waktu yang lama akan mengurangi daya tetasnya. Daya tetas
telur akan menurun seiring dengan penambahan waktu penyimpanan dan lamanya
telur disimpan sebelum ditetaskan (Suharno dan Setiawan, 2012). Banyak faktor
yang mempengaruhi daya tetas telur seperti cara atau metode penyimpanan,
menyatakan bahwa daya tetas telur dipengaruhi oleh penyimpanan telur, faktor
genetik, suhu dan kelembaban, umur induk, kebersihan telur, ukuran telur, nutrisi
dan fertilitas telur. Nazirah (2014) menyatakan persentase daya tetas dengan lama
5
penyimpanan selama 5 hari berkisar 73%. Standar daya tetas yang ditetapkan oleh
telur, semakin lama telur disimpan maka mengakibatkan penguapan air di dalam
telur dan membesarnya kantung udara. Lama penyimpanan ideal seperti yang
telah dibahas sebelumnya yaitu kurang dari 4 hari (Mulyantini, 2014), atau kurang
dari 7 hari (Rasyaf, 1991), karena penyimpanan lebih dari 7 hari dapat
Kematian embrio cukup banyak terjadi tiga hari sebelum telur puyuh
menetas dilihat dari tingginya jumlah kematian embrio. Ini dapat disebabkan oleh
kurangnya asupan kalsium dan fosfor pada pakan unggas yang berpengaruh pada
pembentukan embrio (Hartono, 2004). Selain itu kematian embrio terjadi karena
kegagalan pipping oleh bakal anak karena kurangnya kelembaban di dalam mesin
tetas sehingga embrio gagal menetas ataupun kegagalan absorbi kuning telur oleh
persentase kematian embrio namun tidak ada kulit telur yang steril sehingga
Jika bobot telur tinggi maka bobot tetas yang dihasilkan juga tinggi dan juga
sebaliknya jika bobot telur rendah maka bobot tetas yang dihasilkan juga rendah.
Hermawan (2000) menyatakan bahwa ada hubungan yang sangat nyata antara
bobot telur dan bobot tetas, semakin tinggi bobot telur yang ditetaskan akan
menghasilkan bobot tetas yang lebih tinggi. Untuk mendapatkan bobot tetas yang
baik, perlu dilakukan seleksi telur dengan baik seperti memilih telur dari induk
6
yang sehat (Wibowo dan Jefendi, 1994). Wahju (1982) menyatakan bahwa faktor
yang menyebabkan variasi bobot tetas antara lain pola alami produksi telur,
dampak yang positif terhadap bobot tetas yang dihasilkan. Persilangan itu sendiri
1990). Bobot telur tetas yang baik untuk puyuh minimal 10 gram (Direktorat
II
KAJIAN KEPUSTAKAAN
Puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang tinggi, ukuran
relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh pertama kali di domestikasi di Amerika
Serikat dan terus berkembang hingga ke penjuru dunia, dikenal dengan nama
Bob White Quail dan Colinus virgianus (Tetty, 2002). Puyuh mulai dikenal di
Ada berbagai jenis Puyuh seperti common quail, stubble quail, pharoah’s
quail, eastern quail, asiatic quail, japanese, red throad quail, japanese
migratory quail, king quail, dan japanese king quail. Coturnix menunjukkan
california quail (Lophortryx california) berasal dari Amerika utara dan tidak
termasuk dalam genus coturnix. Jenis puyuh yang biasa diternakkan adalah
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Ordo : Galiformes
Subordo : Phasionoidae
Famili : Phasianidae
8
Subfamili : Phasianidae
Genus : Coturnix
Kemampuan tumbuh dan berkembang biak puyuh sangat cepat, dalam waktu
sekitar 42 hari puyuh telah mampu berproduksi dan dalam waktu satu tahun dapat
menghasilkan 250 – 300 butir telur. Konsumsi pakan Puyuh relatif sedikit (sekitar
20 gram per ekor per hari). Hal ini sangat menguntungkan peternak karena dapat
menghemat biaya pakan (Listiyowati, E., dan Kinanti, R., 2009). Telur burung
puyuh mengandung protein yang sangat tinggi, yaitu mengandung protein 13,1
persen dan lemak 11,1 persen, kandungan nutrisi daging puyuh mengandung air
73,2 persen, Protein 22,5 persen dan abu 0,94 persen (Kasiyati, dkk. 2010).
Puyuh Coturnix coturnix japonica, bisa diperoleh ukuran yang lebih besar
dari tetuanya melalui proses seleksi dari beberapa generasi. Bobot tubuh puyuh
bisa mencapai 150 gram/ekor, Puyuh betina berukuran lebih besar dari puyuh
jantan yaitu sekitar 143 gram/ekor dan ukuran puyuh jantan sekitar 117 gram/ekor
(Wuryadi, 2013).
Ciri puyuh jantan pada bagian bulu kepala sampai bagian belakang
terdapat warna putih yang berbentuk garis melengkung tebal. Bulu leher dan dada
berwarna coklat muda (cinnamon) tanpa ada bercak kehitaman. Bulu punggung
berwarna coklat gelap, abu-abu dengan garis putih. Bulu sayap seperti bulu
9
betina memiliki warna tubuh yang mirip dengan puyuh jantan, kecuali warna bulu
pada kerongkongan dan dada. Puyuh betina memiliki warna dasar agak pucat,
Puyuh Prancis adalah salah satu Puyuh. Menurut Shanaway (1994), puyuh
Eropa termasuk Puyuh jenis Coturnix. Puyuh jantan jenis ini memiliki tinggi rata-
rata 16 cm dan tinggi rata-rata puyuh betina lebih tinggi yaitu mencapai 18,5 cm.
Santos, dkk. (2015) melaporkan fertilitas puyuh eropa mencapai 92,87 sampai
Belanda, disebut seperti itu karena puyuh ini memiliki warna putih kekuningan
bertotol hitam. Puyuh ini memiliki tubuh lebih besar dibandingkan dengan puyuh
yaitu 212,00 – 398,00 gram (Pasadena, dkk., 2016). Menurut Marsudi dan
Cahyono (2012). Manuk londo merupakan hasil persilangan antara Puyuh lokal
dengan Puyuh yang berasal dari Perancis atau dikenal dengan nama French Quail
atau puyuh Eropa. Persilangan kedua jenis puyuh ini dilakukan untuk
ketahanan tubuh atau adaptasi tinggi di daerah beriklim tropis. Puyuh hasil
10
persilangan ini mulai berproduksi pada umur 45 hari dengan masa produksi
sampai 13 bulan, dan kemampuan produksi 240-250 telur per ekor per tahun.
Telur tetas yang digunakan dalam proses penetasan adalah telur yang
telah diseleksi. Seleksi telur tetas merupakan tahapan yang harus dilaksanakan
karena adanya korelasi yang erat antara kualitas telur tetas (berat, tebal kerabang,
serta bentuk dan kondisi permukaan kerabang) terhadap kualitas DOQ yang
menetas (Yaman, 2010). Kualitas telur tetas tergantung dari kualitas induk,
kualitas pakan yang dikonsumsi, kondisi kesehatan ayam, week production, dan
suhu (Kholis dan Sitanggang, 2002). Hal paling utama yang harus di perhatikan
dalam memilih telur tetas adalah kualitas telur yang baik. Jika kualitas telur tidak
baik,persentase jumlah telur tetas yang menetas akan kurang atau rendah. Untuk
Telur tetas yang baik untuk ditetaskan harus memenuhi persyaratan antara
lain telur tetas harus berasal dari induk (pembibit) yang sehat dan
produktivitasnya tinggi dengan sex ratio yang baik sesuai dengan rekomendasi
untuk strain atau jenis unggas, umur telur tidak boleh lebih dari satu minggu.
kualitas dan fisik telur tetas yang meliputi bentuk telur harus normal, tidak terlalu
lonjong atau bulat, berat atau besar telur dan warna kulit telur harus seragam,
sesuai strain atau bangsa. Telur yang tipis atau terlalu poros akan mengakibatkan
penguapan isi telur terlalu tinggi sehingga akan menurunkan daya tetas akan
tetapi telur yang terlalu tebal juga akan mengakibatkan daya tetas menurun
dan Roospitasari (2005) menyatakan bahwa pada kondisi normal dengan sex rasio
dan pemberian ransum yang baik akan menghasilkan fertilitas sebesar 85-95%.
Fertilitas yang tinggi diperlukan untuk menghasilkan dan meningkatkan daya tetas
(Setiadi, 1995). Standar mutu fertilitas yang ditetapkan oleh Direktorat Perbibitan
maka dikhawatirkan banyak telur yang kosong (infertil), karena induk jantan tidak
dapat mengawini seluruh induk betina. Selain itu, populasi yang terlalu banyak,
tingkat stress dan daya kompetisi semakin tinggi. Hasil penelitian Woodard
penggabungan antara puyuh jantan dan betina juga berpengaruh terhadap fertilitas
12
menghitung persentase telur fertil dari sejumlah telur yang digunakan dalam suatu
penetasan dipengaruhi oleh umur telur tetas karena semakin lama disimpan dapat
menyebabkan terjadinya penguraian zat organik. Telur yang memiliki umur tetas
yang lebih lama akan menghasilkan kualitas telur yang lebih rendah, sehingga
daya tetas yang dihasilkan juga lebih rendah. Lama penyimpanan ideal yaitu
kurang dari 4 hari (Mulyantini, 2014), atau kurang dari 7 hari (Rasyaf, 1991),
karena penyimpanan lebih dari 7 hari dapat mempengaruhi kualitas telur itu
sendiri.
kematian embrio selain fertilitas yaitu genetik, nutrisi, penyakit, kelembaban dan
seleksi telur. Kematian embrio juga dapat disebabkan akibat malposition yang
dengan jumlah seluruh telur yang fertil. Daya tetas dipengaruhi oleh beberapa
13
faktor antara lain faktor genetik, fertilitas, lama dan suhu penyimpanan telur, suhu
dan kelembapan mesin tetas, kebersihan telur, umur induk, nutrisi, penyakit serta
keseragaman bentuk dan ukuran telur (North dan Bell, 1990; Ensminger, 1992).
Semakin tinggi jumlah telur yang fertil dari jumlah telur yang ditetaskan akan
dihasilkan persentase daya tetas yang tinggi pula. Menurut North (1990), fertilitas
keberhasilan dalam usaha penetasan. Hal ini dapat terjadi ketika proses penetasan
listrik. Listiowati dan Roospitasari (2003) menyatakan, jika sumber panas terlalu
lama mati akan menyebabkan perubahan suhu yang dapat mematikan benih dalam
telur.
mempengaruhi bobot tetas yaitu bobot telur tetas. Sudaryani dan Santoso (1994)
menyatakan, bobot telur tetas merupakan faktor utama yang mempengaruhi bobot
tetas, selanjutnya dikatakan bobot tetas yang normal adalah dua per tiga dari bobot
telur dan apabila bobot tetas kurang dari hasil perhitungan tersebut maka proses
penetasan bisa dikatakan belum berhasil. Bobot telur dapat dipengaruhi oleh
genetik yang diwariskan oleh induk (Easminger, 1992). Jenis puyuh juga tentu
14
dapat mempengaruhi rataan bobot telur (Santos dkk, 2011). Selain itu faktor-
faktor yang dapat mempengaruhi bobot telur yang dihasilkan diantarannya adalah
jenis pakan, jumlah pakan, lingkungan kandang dan kualitas pakan (Listyowati
sebagai indikator bobot tetas, dimana telur yang lebih berat akan menghasilkan
DOQ yang lebih berat. Bobot telur puyuh bervariasi yakni antara 10 - 15 gram.
Bobot telur puyuh yang terberat adalah 10,8 gram pada periode pertelur 28
minggu (Nugroho, 1996). Telur yang dihasilkan oleh induk yang masih muda
biasanya lebih ringan dan ukurannya lebih kecil, dan memerlukan waktu relatif
lebih lama untuk mencapai standar berat normal dari pada induk yang lebih tua
(Sudaryani, 1994).
Bobot telur ternyata dapat digunakan sebagai indikator bobot tetas, dimana
telur yang lebih berat akan menghasilkan DOQ yang lebih berat. Telur yang
mempunyai berat lebih besar akan menghasilkan bobot tetas yang lebih besar
dibandingkan dengan telur yang kecil, tetapi telur telur yang besar akan menetas
lebih lambat. Bobot telur dengan bobot tetas mempunyai hubungan korelasi yang
telur yang diamati 500 butir telur tetas Puyuh Malon dan 500 butir telur
2. DOQ hasil tetas telur Puyuh Malon dan Jepang Terseleksi generasi ke 4.
1. Egg tray digunakan untuk menyimpan telur puyuh yang akan ditetaskan
2. Mesin tetas yang digunakan adalah mesin tetas still air machine semi
otomatis.
ketelitian 10 -1 gram.
16
5. Generator digunakan pada saat listrik padam agar mesin tetas dapat tetap
7. Alat tulis kantor berupa pulpen, pensil, dan buku catatan yang digunakan
untuk mencatat data yang telah diperoleh sejak pra-penetasan hingga pasca
penetasan.
telur dilakukan selama 5 hari. Variabel yang diamati dalam penelitian ini meliputi
fertilitas, mortalitas, daya tetas dan bobot tetas. Hasil yang didapatkan dianalisis
Padjadjaran setiap pagi pukul 10.00 WIB selama 5 hari masa produksi.
4. Proses Penetasan
17
telur.
a. Selama proses penetasan suhu harus terus dijaga, suhu ideal untuk
semakin besar.
Pembalikan dilakukan tiga kali dalam waktu 24 jam yaitu pada jam
Telur yang menetas dikeluarkan dari mesin tetas pada hari ke-19, setelah
itu dilakukan identifikasi jenis kelamin, bobot tetas dan lama tetas pada
mortalitas, daya tetas dan bobot tetas dari setiap telur yang ditetaskan.
18
1. Fertilitas (%) merupakan persentase telur fertil dari jumlah seluruh telur
yang terseleksi.
Jumlahtelur fertil
Fertilitas = Jumlah seluruh telur terseleksi x 100%
2. Kematian embrio (%) merupakan jumlah telur fertil yang mati atau tidak
menetas setelah masa pengeraman atau masa inkubasi dalam mesin tetas.
3. Daya tetas (%) merupakan persentase dari banyaknya jumlah telur yang
menetas yang berasal dari telur fertil. Dihitung dengan cara menghitung
perbandingan jumlah telur yang menetas dengan telur yang fertil setelah
terhadap sampel telur tetas Puyuh Malon dan Jepang Terseleksi generasi ke 4.
1. Rata-rata
19
Data kuantitatif dihitung dengan jalan membagi jumlah nilai data telur
tetas oleh banyaknya data.
∑ xi
x=
n
Keterangan :
x = Rata-rata sampel
n = Banyaknya sampel
∑ x i = Jumlah data
2. Koefisien variasi
Koefisien variasi adalah perbandingan antara simpangan baku dengan nilai
rata – rata yang dinyatakan dengan persentase. Koefisien variasi berguna
untuk melihat sebaran data dari rata rata hitungannya. Rumusnya adalah
sebagai berikut:
s
KV = x́ x 100%
Keterangan :
KV = Koefisien Variasi
S = Simpangan baku
x́ = Rata-rata
3. Simpangan Baku
Simpangan baku adalah akar dari jumlah kuadrat semua deviasi nilai –
nilai individu terhadap populasi rumusnya adalah :
Keterangan:
S = Simpanan baku
Xi = Nilai data ke i
x́ = Rata- rata populasi
N = Jumlah data
20
IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
berkisar pada angka 60-95 % dan kecepatan angin 1 – 15 km per jam (BMKG,
2017).
lantai dan dinding kandang terbuat dari bahan ram kawat. Lantai kandang dibuat
miring untuk memudahkan koleksi telur satu kali setiap harinya. Bagian atap
terbuat dari papan triplek yang dapat dibuka tutup dan bagian bawah lantai
bau amonia yang menyengat dan mencegah pertumbuhan bakteri yang dapat
pakan dipasangkan memanjang di bagian depan kandang terbuat dari bahan kayu
sedangkan tempat minum berupa wadah minum galon kapasitas 3 liter yang
dipasangkan di satu sisi bagian luar dinding tiap blok untuk memudahkan
Pemberian pakan diberikan sebanyak dua kali sehari yaitu pada siang dan
sore hari sedangkan pemberian air minum dilakukan secara ad libitum. Pakan
21
yang diberikan merupakan pakan komersial untuk fase layer. Kandungan nutrien
pakan komersial yang digunakan dan standar kebutuhan nutrisi puyuh fase layer
pada Tabel 2. Fertilitas diketahui pada akhir periode penetasan. Telur yang tidak
menetas dipecahkan untuk mengetahui ada tidaknya embrio. Telur yang memiliki
Berdasarkan Tabel 2, diketahui bahwa nilai fertilitas dari telur tetas Puyuh
menunjukkan bahwa fertilitas puyuh petelur pada penelitian ini memiliki nilai
fertilitas yang baik sesuai dengan pernyataan Listiyowati dan Roospitasari (2005)
bahwa fertilitas puyuh petelur sebesar 85 - 95 % dan sesuai dengan standar daya
tetas yang ditetapkan oleh Direktorat Perbibitan Ternak (2011), yaitu 70%.
antara lain adalah nutrien, sex ratio, motilitas sperma, dan persentase sel sperma
yang abnormal atau mati. Faktor nutrien misalnya kekurangan vitamin E dalam
pakan yang menyebabkan telur menjadi fertil, faktor lain perbandingan Ca dan P
(Budi dkk, 2008). Kandungan kalsium dan phosphor yang terdapat pada ransum
juga dapat mempengaruhi fertilitas telur tetas karena kalsium terlibat dalam proses
dalam penelitian sudah cukup baik mengingat fertilitas yang dihasilkan masih
memenuhi standard.
Perbandingan sex ratio ini memberikan hasil fertilitas yang baik dengan angka
fertilitas yang tinggi. Perkawinannya 1:4. Rasio jantan dan betina pada masa
perkawinan burung puyuh 1:4 mampu mencapai fertilitas diatas 70% (Kaharudin
Mortalitas adalah persentase jumlah telur yang yang mati dari total telur
cara membagi telur yang tidak berkembang dengan seluruh telur yang fertil
kematian embrio yang didapat dalam penelitian ini termasuk angka yang tinggi
seperti dijelaskan Syamsudin (2016), bahwa Jumlah telur yang mati sebaiknya
Embrio tidak toleran dengan perubahan suhu yang drastis. Pada saat
sumber pemanas. Kondisi ini dapat berpengaruh terhadap embrio dan dapat
mengakibatkan embrio tidak tumbuh normal hingga akhirnya mati. Pada proses
tetas yang digunakan adalah mesin tetas semi otomatis dengan pemutaran telur
yang dilakukan manual. Menurut Winarto (1988) apabila suhu terlalu rendah
menyatakan, jika suhu di dalam mesin tetas di bawah normal maka telur akan
menetas lebih lama dari waktu yang di tentukan dan apabila suhu di atas normal,
maka waktu menetas lebih awal dari waktu yang di tentukan dan suhu yang terlalu
tinggi dapat menyebabkan telur mengalami dehidrasi atau kekeringan. Hal ini
Daya tetas telur merupakan banyaknya telur yang menetas dari banyaknya
telur fertil yang digunakan dalam suatu periode penetasan. Perhitungan daya tetas
dilakukan pada akhir periode penetasan dengan cara membagi jumlah telur yang
menetas dengan jumlah telur fertil yang ditetaskan dikali 100 persen. Hasil
perhitungan daya tetas telur Malon dan Jepang Terseleksi disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 menunjukan bahwa daya Tetas Puyuh Malon 59,59 % dan hasil
daya tetas Coturnix japonica 73,54%. Standar mutu atau persyaratan daya tetas
Ternak, 2011) dan rataan daya tetas hasil penelitian pada Puyuh Malon di bawah
25
standar yaitu 59,59 % dan daya tetas Jepang Terseleksi lebih baik dan memenuhi
Lasmini, dkk. (1992) yang menyatakan daya tetas dapat dipengaruhi oleh
faktor genetik dan faktor lingkungan. North dan Bell (1990) Menyatakan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi daya tetas adalah kondisi sperma, umur induk,
kesehatan induk, produksi telur, dan kualitas kulit telur (jumlah mikroorganisme).
adalah breeding, produksi telur, umur dan tata laksana pemeliharaan, kondisi
daya tetas yang baik tidak hanya dibutuhkan protein dan energi tetapi juga
Warwick, dkk (1995), akibat dari perkawinan dekat yang berlangsung dalam
waktu yang lama adalah menurunnya ukuran, kekuatan badan, dan fertilitas yang
terkadang diikuti dengan bentuk yang cacat. Selain itu, akibat dari silang dalam
ini ialah menghasilkan gen letal pada keturunannya dapat menurunkan daya tetas
serta abrormalitas pada embrio. Gen letal adalah salah satu penyebab kematian
embrio pada unggas, sehingga menyebabkan daya tetasnya rendah, kelainan gen-
gen tersebut akan mengakibatkan kelainan- kelainan pada embrio dan akan
Bobot tetas adalah bobot DOQ setelah menetas yang bulu badannya telah
kering dan belum diberi makan atau minum (satuan gram). Nilai bobot tetas
mendapatkan hasil berupa rataan bobot tetas Malon mencapai 8,90 g dan Jepang
bila nilai koefisien variasi dibawah 15%, maka masih dianggap seragam. Standar
mutu atau persyaratan bobot tetas yaitu 8 gram (Direktorat Perbibitan Ternak,
2011) dan rataan bobot tetas hasil penelitian termasuk bobot di atas standar yaitu
Bobot tetas dipengaruhi oleh bobot telur tetas, semakin tinggi bobot telur
tetas maka bobot tetas juga akan semakin tinggi, diperkuat oleh suatu penelitian
yang menyatakan bahwa ada hubungan yang sangat nyata antara bobot telur
dengan bobot tetas yang dihasilkan (Hermawan, 2000). Bobot telur pada
27
penelitian ini berada pada kisaran normal sesuai dengan pendapat Woodard dkk
(1973) bahwa telur puyuh memiliki bobot sekitar 10 g (sekitar 8% dari bobot
badan induk) hingga sebesar 11,91 g (Parizadian dkk, 2011). Bobot telur Puyuh
Bobot tetas yang normal adalah dua pertiga dari bobot telur dan apabila
bobot tetas kurang dari hasil perhitungan tersebut maka proses penetasan bisa
dikatakan belum berhasil (Sundaryani dan Santoso, 1994). Faktor lain yang
berpengaruhi terhadap bobot tetas adalah lama penyimpanan. Telur yang terlalu
lama disimpan, maka penguapan isi telur semakin besar sehingga penyusutan
bobot telur besar dan rongga udara didalam telur makin besar yang berakibat pada
bobot tetas yang di hasilkan pun menjadi rendah (North, 1984). Pada penelitian
ini, lama penyimpanan telur sebelum dimasukan ke mesin tetas relatif singkat
selama 5 hari. Penyimpanan telur tetas 1-5 hari akan mendapatkan telur tetas
yang optimal karena menurut Mulyatini (2014), penyimpanan telur lebih dari 5
V
KESIMPULAN DAN SARAN
Dapat ditarik simpulan bahwa fertilitas dan bobot tetas Puyuh Malon memiliki
kualitas yang baik, namun memiliki mortalitas tinggi dan daya tetas yang rendah.
Fertilitas, daya tetas dan bobot tetas puyuh Jepang Terseleksi memiliki kualitas
yang baik, namun memiliki mortalitas tinggi. Hal ini didukung oleh hasil
penelitian yang diperoleh yaitu, nilai persentase fertilitas Malon 87,6% dan
26,46%, serta nilai daya tetas Malon 59,59% dan Jepang Terseleksi 73,54 gram
dan rataan nilai bobot tetas Malon 8,90 gram dan Jepang Terseleksi 8,79 gram.
5.2. Saran
RINGKASAN
Salah satu jenis puyuh yang baik untuk dijadikan unggas pedaging adalah
Puyuh Malon karena memiliki bobot tubuh yang besar dibandingkan dengan
Puyuh Jepang . Selain itu, saat ini Puyuh Jepang sedang dikembangkan menjadi
Puyuh dwiguna yang mampu memproduksi telur dan daging yang baik. Salah satu
puyuh di Indonesia dan mendapatkan Day Old Quail (DOQ) yang baik adalah
dengan penetasan. Untuk mendapatkan DOQ yang baik maka telur yang
digunakan untuk penetasan harus berasal dari induk puyuh dan pejantan puyuh
yang baik dan terseleksi. Karakteristik hasil tetas seperti fertilitas, mortalitas, daya
tetas dan bobot tetas telur puyuh berpengaruh pada keberhasilan pembibitan
Padjadjaran” telah dilaksanakan pada 2 April 2018 sampai tanggal 25 April 2018.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui karakteristik hasil tetas Puyuh Malon dan
Puyuh Malon dan 500 butir telur Coturnix coturnix japonica Terseleksi generasi
keempat yang telah dikumpulkan selama 5 hari. Metode penelitian yang akan
dilakukan pada seluruh populasi. Peubah yang diamati dalam penelitian ini
30
meliputi fertilitas, mortalitas, daya tetas dan bobot tetas. Analisis statistik yang
Dapat ditarik simpulan bahwa fertilitas dan bobot tetas Puyuh Malon
memiliki kualitas yang baik, namun memiliki mortalitas tinggi dan daya tetas
yang rendah. Fertilitas, daya tetas dan bobot tetas puyuh Jepang Terseleksi
memiliki kualitas yang baik, namun memiliki mortalitas tinggi. Hal ini didukung
oleh hasil penelitian yang diperoleh yaitu, nilai persentase fertilitas Malon 87,6%
dan Jepang Terseleksi 92,2% , mortalitas Malon 40,41 % dan Jepang Terseleksi
26,46%, serta nilai daya tetas Malon 59,59% dan Jepang Terseleksi 73,54 gram
dan rataan nilai bobot tetas Malon 8,90 gram dan Jepang Terseleksi 8,79 gram.
31
DAFTAR PUSTAKA
Agus, G.T.K., K.A. Agus, A. Dinawati dan U.T. Dipo. 2001. Mesin Tetas.
Cetakan 1.Agromedia Pustaka, Jakarta.
Budi, U., I. Bachari dan P. R. Lisma. 2008. Penambahan tepung cangkang telur
ayam ras pada ransumterhadap fertilitas, daya tetas dan mortalitas burung
puyuh. J. Agribis. Pet. 4: 111-115
Drilon, Jr. J. D. 1975. A Training for Poultry Production on the South East Asian
Regional Center for Graduate Study and Research in Agriculture. Laguna.
Philipphine.
Eishu, Ri, et al. 2005. Effects of dietary protein levels on production and
characteristics of japanese quail egg. The journal of Poutry Science,
42:130-139.
Fadhilah, R., A. Polana, S. Alam dan E. Parwanto. 2007. Sukses Beternak Ayam
Broiler. AgroMedia Pustaka. Jakarta.
32
Hadijah, S. 1987. Hubungan antara bobot telur, indeks telur dengan fertilitas,
daya tetas dan bobot tetas burung puyuh. Karya Ilmiah. Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Helinna dan Mulyantono. 2002. Bisnis puyuh juga bertumpu pada DKI. Majalah
Poultry Indonesia. Edisi Juli.
Hermawan, A. 2000. Pengaruh Bobot dan Indeks Telur terhadap Jenis Kelamin
Anak Ayam Kampung pada Saat Menetas. Skripsi. Fakultas Peternakan.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Kaharudin, D. 1989. Pengaruh bobot telur tetas terhadap boot tetas, daya tetas,
pertambahan berat badan dan angka kematian sampai umur 4 minggu pada
telur. Laporan penelitian. Universitas Bengkulu.
Kaharudin, D. dan Kususiyah. 2006. Fertilitas dan daya tetas telur hasil
persilangan antara puyuh asal bengkulu, padang dan yogyakarta. Karya
Ilmiah. Fakultas Pertanian. Universitas Bengkulu. Bengkulu. Hal 56-60
Kholis, S., dan M. Sitanggang. 2002. Ayam Arab dan Poncin Petelur Unggul.
Edisi ke-1. AgroMedia Pustaka. Jakarta.
King’ori, A. M. 2011. Review of the factors that influence egg fertility and
hatchability in Poultry. Int. J. Poult. Sci. 10: 483-492.
33
Lasmini A, Heriyati E. 1992. Pengaruh berat telur terhadap fertilitas, daya tetas
dan berat tetas DOD Pengelolaan dan Komunikasi Hasil-hasil Penelitian
Unggas dan Aneka Ternak. Balai Penelitian Ternak Ciawi;1992 Feb 20-22;
Bogor, Indonesia. Bogor (ID): 35-37.
Listiyowati, E. Dan Kinanti R., 2003. Beternak Puyuh Secara Komersial. Panebar
Swadaya, Jakarta.
Mahi, M.A dan Muharlien. 2013. Pengeruh bentuk telur dan bobot telur terhadap
jenis kelamin, bobot tetas dan lama menetas burung puyuh ( Coturnix.
Coturnix Japonica ). J. Ternak Tropika. 14(1):29-37.
Marsudi dan Saparinto, Cahyo. 2012. Puyuh. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal. 37
Mc Daniel, G. R., D. A. Roland and. MA. Coleman. 1979. The Effeck of Eggs
Shell Quality on Hatchabillity and Embrionic Mortality. Poultry Science
58 : 10-13.
Nasution, A.H. 1992. Panduan Berfikir dan Meneliti secara Ilmiah Bagi Remaja.
Gramedia. Jakarta.111.
Nugroho dan I.G.K. Mayun, 1986. Beternak Burung Puyuh. Eka offset,
Semarang.
Pasadena, dkk., 2016. Identifikasi sifat kualitatif dan kuantitatif puyuh Malon
betina dewasa skripsi.Universitas Padjadjaran. Sumedang
Putra. Z., 2009. Fertilitas dan daya tetas.PSK Unggas Kelas Dua Untuk Siswa/I
SPP-SPMAN Saree Provinsi Aceh. Banda Aceh.
Sudaryani, T.H. dan Santoso. 1994. Pembibitan Ayam Ras. Penebar Swadaya.
Jakarta
Sujana, E., T. Widjastuti dan A. Anang. 2015. Karaskteristik Hasil Tetas Puyuh
Unggul Populasi Dasar Pada galur Warna Bulu Coklat dan Hitam di
Sentra Pembibitan Puyuh Kampus Universitas Padjadjaran Jatinangor.
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Jatinangor
Sutiyono, S.R. dan S. Kismiati. 2006. Fertilitas, Daya Tetas Telur Dari Ayam
Petelur Hasil Inseminasi Buatan Menggunakan Semen Ayam Kampung
Yang Diencerkan Dengan Berbeda (Skripsi). Fak. Peternakan Universitas
Diponegoro. Semarang.
Syamsudin, G.M., Tanwiriah, Wiwin., Sujana, Endang. 2016. Fertilitas, Daya
Tetas, Dan Bobot Tetas Ayam Sentul Warso Unggul Gemilang Farm Bogor.
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Sumedang.
Tetty. 2002. Puyuh si mungil penuh potensi. Agro Media Pustaka. Jakarata.
Wahju. 1982, Ilmu Nutrisi Unggas. Universitas Gajah Mada Press, Yogyakarta
Wibowo, Y.T dan Jafendi. 1994. Penentuan daya tetas dengan menggunakan
metode gravitasi spesifik pada tingkat berat inisial ayam kampung yang
berbeda. Buletin Peternakan, Vol. 18.
LAMPIRAN
38
Keempat
1 9,8 1 9,3
2 9,4 2 9,7
3 8,8 3 8,3
4 8,7 4 8,6
5 8,5 5 9,9
6 9,5 6 8,7
7 8,3 7 8,9
8 7,3 8 8,5
9 8,2 9 8,1
10 8,2 10 8,3
…. …. …. ….
…. …. …. ….
…. …. …. ….
…. …. …. ….
…. …. …. ….
…. …. …. ….
252 9,6 330 8
253 7,2 331 7.2
254 9 332 7,8
255 7 333 8,4
256 7 334 7,5
257 7,5 335 7,7
258 7,5 336 7,5
259 8,5 337 9
260 7,7 338 7,5
261 10 339 6,0
Jumlah 2292,4 Jumlah 2953,6
Rataan 8,88 Rataan 8,79
40
Fertilitas Malon
438
Fertilitas Malon= x 100 %=86 , 6 %
500
461
Fertilitas Jepang Terseleksi= x 100 %=92,2 %
500
Mortalitas Malon
122
Mortalitas Jepang Terseleksi= x 100 %=26,46 %
461
261
Daya Tetas Malon= x 100 %=59,59 %
438
339
Daya Tetas Jepang Terseleksi= x 100 %=73,54 %
461
41
Lampiran 3 (Lanjutan)
Rata Rata:
Simpangan Baku
Puyuh Malon=
√ ∑ ( xi− x́ )2 = 0,95
i=1
n−1
Jepang Terseleksi=
√ ∑ ( xi− x́ )2 = 0,89
i=1
n−1
Koefisien Variasi
s
KV = x 100 %
x́
Keterangan :
KV = Koefisien Variasi
s = Simpangan Baku
x́ = Rata-rata
0,95
KV bobot Puyuh Malon= x 100 %=10,47 %
8,89
0,89
KV bobot Jepang Terseleksi= x 100 %=11,02 %
8,79
42
BIODATA
Penulis