Anda di halaman 1dari 5

SOSIOLOGI

STRATIFIKASI SOSIAL MASYARAKAT ACEH

NAMA: SALWA FANJANI SAHLIM


KELAS: X IPS 1
Stratifikasi Sosial Masyarakat Aceh
Dalam suatu masyarakat akan terdapat golongan paling atas yang
disebut dengan lapisan elite. Dan lapisan paling bawah disebut
dengan lapisan biasa atau orang kebanyakan. Antara lapisan atasan
dan lapisan bawahan kadang-kadang terdapat lagi beberapa lapisan
seperti yang terdapat pada masyarakat Aceh. Masyarakat Aceh pada
zaman kerajaan dahulu dapat dibagi ke dalam:
1. Lapisan Raja.
2. Lapisan Ulee Balang.
3. Lapisan Ulama.
4. Lapisan Rakyat biasa.

Lapisan Raja berasal dari keturunan raja-raja yang memegang


kekuasaan kerajaan. Raja dan keturunannya dianggap sebagai lapisan
elite. Maka lapisan raja dihormati karena kekuasaan dan keturunan-
keturunan mereka. Hingga sekarang penghormatan masyarakat
kepada keturunan raja-raja masih tampak dalam pergaulan hidup
sehari-hari seperti mengenai panggilan. Panggilan yang lazim kepada
keturunan raja dalam kehidupan sehari-hari disebut ampon, bila laki-
laki, dan cut nyak (cut) bila perempuan. Walaupun perbedaan-
perbedaan yang lain tidak tampak lagi antara keturunan raja dengan
orang biasa.

Di bawah lapisan raja, terdapat lapisan Ulee balang, sebagai wakil


raja untuk daerah-daerah kerajaan kecil. Maka kadangkadang untuk
seorang ulee balang disebut juga dengan ulee balang cut. Di samping
lapisan itu terdapat juga lapisan yang menentukan dalam bidang
agama. Maka pada tiap-tiap kerajaan muncul lah golongan ulama.

Dan lapisan yang paling bawah adalah lapisan rakyat biasa.


Sesungguhnya pada masyarakat Gayo tidak ada dasar pelapisan yang
tegas. Karena itu dasar pelapisannya cepat bergeser. Sebagai dasar
utama dari pelapisan sosial dalam masyarakat Gayo adalah senioritas
dalam umur. Pihak yang usianya lebih tua lebih mendapat status yang
tinggi dalam masyarakat Gayo. Selain daripada usia yang tua itu, juga
orang yang dituakan. Seseorang dapat dituakan karena statusnya
akibat perkawinan. Memang pada akhirnya dasar stratifikasi sosial ini
telah mengalami perubahan-perubahan.
Pada masyarakat Aceh Tamiang zaman kerajaan dahulu, dasar-dasar
stratifikasi sosial dapat dibagi ke dalam:
1. Lapisan raja.
2. Lapisan datuk empat suku.
3. Lapisan khadli dan Imam.
4. Lapisan datuk delapan suku.
5. Lapisan rakyat biasa.

2. Perubahan-perubahan dalam stratifikasi sosial.


Pada zaman kemerdekaan dasar-dasar stratifikasi sosial masyarakat
Aceh pada umumnya seperti di atas tadi, sudah mulai berubah.
Namun lapisan-lapisan tersebut masih tampak dalam masyarakat,
tetapi lapisan-lapisan tersebut tidak memperlihatkan lagi perbedaan-
perbedaan yang tajam dalam kehidupan sehari-hari. Susunan
golongan-golongan yang memerintah sudah banyak berubah. Sudah
ada orang-orang dari lapisan lain yang menduduki fungsi
pemerintahan, mulai dari susunan pemerintahan paling bawah sampai
kepada pemerintahan atasan seperti Kecik, Kepala mukim dan Camat
kepala pemerintahan Kecamatan.

Dahulu untuk memilih susunan penjabat pemerintahan tersebut,


harus dilihat dari keturunan secara turun-temurun, dan berikutnya
mengenai kecakapan. Dengan perkembangan beberapa Perguruan
Tinggi di Aceh seperti Universitas Syiah Kuala, IAIN Jamuah
Arraniry, APDN, dan beberapa perguruan tinggi swasta, maka
semakin mendorong proses perubahan stratifikasi sosial di Aceh.
Banyak pimpinan-pimpinan pemerintahan tingkat kabupaten telah
menjabat Bupati yang bertitel kesarjanaan dari perguruan-perguruan
tinggi tersebut di atas.

Begitu pula Camat Kepala Pemerintahan Kecamatan, hampir semua


bertitel sarjana muda dari APDN. Jabatan Mukim dan Kecik sudah
banyak dijabat oleh orang-orang yang mempunyai kecakapan dan
kemampuan untuk mengatur dan memerintah. Tidak lagi berpola
kepada keturunan secara turun-temurun. Proses perubahan di atas
mendorong rakyat untuk berlombalomba memasukkan anaknya ke
Perguruan Tinggi tersebut di atas, agar dapat menduduki fungsi
tertentu dalam pemerintahan. Seirama dengan itu pendidikan non
formal yang sudah lama dibina seperti Pesantren-pesantren, sekarang
sudah banyak yang kosong.

Karena tamatan dari Pesantren, tidak banyak memberikan arti


terhadap status sosial dewasa ini. Dari proses perubahan stratifikasi
sosial di atas, maka dewasa ini masyarakat Aceh pada umumnya
dapat dikelompokkan ke dalam empat kelompok yaitu:

a. Kelompok penguasa, terdiri atas penguasa pemerintahan, dan


pegawai negri.
b. Kelompok Ulama, orang-orang yang berpengetahuan di bidang
agama.
c. Kelompok kekayaan (hartawan).
d. Kelompok rakyat.

Keempat kelompok masyarakat tersebut, tampaknya tidak


memberikan batas -batas yang tajam. Antara suatu kelompok dengan
mudah dapat memasuki kelompok yang lain. Timbulnya kelompok-
kelompok itu, tampaknya dari hasil kompetisi ilmu pengetahuan.
Seseorang yang mempunyai ilmu pengetahuan dengan mudah dapat
masuk ke dalam kelompok penguasa. Atau seseorang yang
mempunyai pengetahuan di bidang keagamaan dengan sendirinya
menjadi bagian dari kelompok Ulama.

Kelompok kekayaan dan kelompok rakyat biasanya dengan mudah


beralih ke dalam kedua kelompok tersebut di atas, andaikata telah
memperoleh pengetahuan-pengetahuan yang cukup. Tetapi dewasa ini
tampaknya kelompok kekayaan lebih mudah beralih ke dalam
kelompok-kelompok lain. Karena bagi kelompok ini mempunyai
kemampuan yang besar untuk menyekolahkan anaknya. Tetapi bagi
rakyat biasa, ulama dan sebagian pegawai negeri kesempatan
menyekolahkan anaknya banyak terbentur dari segi keuangan.

Dengan demikian pada suatu saat kelompok kekayaan akan menjadi


kelompok penguasa. Pada masyarakat Gayo dasar untuk menentukan
adanya pelapisan sudah berubah-rubah dalam tempo yang relatif
cepat. Pernah pihak yang dipandang tinggi dalam masyarakat adalah
orang yang mendapat kedudukan menurut adat. Pada masa yang lain
atas dasar pengetahuan dalam agama, pengetahuan sekuler, kekayaan,
kejujuran dan lain-lain. Namun dasar utama yaitu senioritas dalam
usia selalu masih terlihat.

Anda mungkin juga menyukai