07b. Pengaruh Lingkungan Terhadap Produksi Dan Mutu Kakao2 - Edit Lila PDF
07b. Pengaruh Lingkungan Terhadap Produksi Dan Mutu Kakao2 - Edit Lila PDF
ABSTRAK
Produktivitas tanaman kakao di Indonesia masih tergolong rendah. Hal ini disebabkan oleh kurang sesuainya lahan yang digunakan
untuk penanaman kakao. Di samping itu, juga terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi produksi dan mutu kakao, yaitu
genetik, budidaya, dan penanganan pascapanen, serta faktor lingkungan lainnya, yaitu lahan. Faktor lingkungan yang berpengaruh
terhadap produksi dan mutu kakao adalah tanah dan iklim. Faktor tanah meliputi ketinggian tempat, topografi, drainase, jenis
tanah, sifat fisik tanah, dan sifat kimia tanah, sedangkan faktor iklim antara lain curah hujan dan suhu. Dalam skala luas, faktor
lingkungan ini sulit untuk dimodifikasi sehingga untuk menghindari risiko kerusakan dan kematian maka tanaman kakao
dianjurkan ditanam pada lahan yang sesuai. Penanaman kakao dengan memperhatikan kesesuaian lahan juga dimaksudkan untuk
meningkatkan produksi dan mutu kakao.
ABSTRACT
Cocoa productivity in Indonesia is still relatively low. This is due to a lack of appropriate land that can be used for cocoa cultivation.
Besides, there are also some factors that can affect the production and quality of cocoa, namely genetic, cultivation, post-harvest
handling, and environmental factors (land). Environmental factors that affect the production and quality of cocoa are soil and
climate. Soil factors include altitude, topography, drainage, soil type, soil physical properties, and chemical properties of the soil.
Meanwhile, climate factors cover rainfall and temperature. In a broad scale, environmental factors would be hard to be modified,
therefore to avoid the risk of death and damage on cacao crop, and should be planted on recommended land. Planting cacao on
suitable land is also intended to improve the production and quality of cocoa.
PENDAHULUAN drainase, jenis tanah, sifat fisik tanah, dan sifat kimia
tanah. Faktor lingkungan kedua adalah iklim yang
Masalah mutu dan rendahnya produktivitas meliputi curah hujan dan suhu (Rubiyo & Siswanto,
tanaman kakao masih menjadi kendala utama dalam 2012). Hasil penelitian Susilo (2011) pada pertanaman
perkakaoan nasional. Di Indonesia, produktivitas kakao hibrida menunjukkan produksi biji per pohon
tanaman kakao masih sangat rendah; yaitu hanya ternyata memperlihatkan interaksi nyata antara
sekitar 750 kg/hektar/tahun, sementara potensinya tanaman kakao dan lingkungan. Penanaman kakao
mencapai lebih dari 2 ton/hektar/tahun (Rubiyo, hibrida pada kondisi lingkungan tumbuh dan
2013). Selain itu biji kakao yang dihasilkan masih agroklimat yang sesuai akan memberikan
dicirikan dengan karakter citarasa yang lemah, kadar produktivitas hasil secara optimum. Di samping itu,
kotoran tinggi, serta banyak terkontaminasi oleh faktor curah hujan dan ketinggian tempat juga
serangan jamur dan mikotoksin (Kementerian berperan penting dalam mempengaruhi tingkat
Perindustrian, 2007). Faktor lingkungan dan teknik produksi kakao.
budidaya sangat mempengaruhi pertumbuhan dan Aspek lingkungan dan teknik budidaya juga
produksi tanaman kakao. Tanaman kakao dapat sangat berpengaruh terhadap produktivitas tanaman
tumbuh dan berproduksi dengan baik apabila kakao, sedangkan untuk kualitas bijinya lebih
ditanam pada kondisi ekologis yang sesuai (Liyanda, dipengaruhi oleh faktor iklim. Faktor iklim yang
Karim, & Abubakar, 2012). paling berperan dalam menentukan kualitas buah
Beberapa faktor diketahui cukup yang dihasilkan adalah curah hujan. Pada musim
berpengaruh terhadap produksi dan mutu kakao, hujan, buah kakao dapat menghasilkan biji dengan
antara lain sifat genetik dari bahan tanam, cara ukuran lebih besar dibandingkan buah kakao yang
budidaya, penanganan pascapanen, dan faktor berkembang di musim kering (Wahyudi, Panggabean,
lingkungan atau kesesuaian lahan. Hal ini karena & Pujianto, 2008).
hasil panen tanaman kakao baik secara kuantitas Agar potensi genetis tanaman kakao yang
maupun kualitas sangat tergantung pada faktor- dibudidayakan mampu terekspresikan dengan baik
faktor pembatas dalam pertumbuhan dan maka lahan yang diusahakan harus sesuai (Prawoto,
produksinya. Faktor pembatas lingkungan dalam Zainunnuroni, & Slameto, 2005). Karakter utama
persyaratan tumbuh kakao sangat berhubungan lahan seperti ketinggian tempat, jenis tanah, tekstur
dengan beberapa hal, yang pertama yaitu faktor tanah, dan lain sebagainya yang pada umumnya
tanah/lahan antara lain tinggi tempat, topografi, sukar dimodifikasi dalam skala luas di lapangan
Bambang Eka Tjahjana, Handi Supriadi, dan Dewi Nur Rokhmah: Pengaruh Lingkungan Terhadap Produksi dan Mutu Kakao 69
(Herniwati & Kadir, 2009). Oleh karena itu, untuk fisiologis optimal dalam pembentukan senyawa
menghindari risiko kerusakan dan kematian tanaman penyusun lemak pada biji.
maka penanaman harus dilakukan pada lahan yang Bagi industri makanan dan minuman
sesuai untuk pertumbuhan dan produksinya cokelat, mutu biji kakao menjadi persyaratan utama
(Supriadi, Rusli, & Heryana., 2012). Liyanda et al., yang harus dipenuhi. Persyaratan mutu yang diatur
(2012) menyebutkan karakteristik lahan secara dalam perdagangan meliputi karakteristik fisik dan
umum disebut sebagai karakteristik yang tingkat pencemaran atau kebersihan. Karakter fisik
mengendalikan produksi dan kadar lemak kakao. menjadi persyaratan utama sebab menyangkut
Peningkatan produksi dalam rangka rendemen lemak yang akan dinikmati konsumen.
pengembangan tanaman kakao perlu diikuti dengan Diketahui bahwa lemak kakao merupakan komponen
peningkatan mutu bijinya (Tim Tanaman Perkebunan dalam biji kakao yang akan menentukan kualitas
Besar, 2005). Terdapat dua pengertian yang dapat produk akhir (Sudjarmoko, 2013).
menggambarkan mutu biji kakao, yaitu pengertian Kadar lemak kakao ditentukan oleh jenis
dalam arti sempit dan luas. Mutu biji kakao dalam bahan tanaman yang digunakan dan faktor musim.
arti sempit berarti berkaitan dengan citarasa Pada umumnya biji kakao yang berasal dari
(flavour), sementara mutu biji kakao dalam arti luas pembuahan di musim hujan umumnya mempunyai
meliputi beberapa aspek yang menentukan harga jual kadar lemak lebih tinggi dibandingkan musim kering.
dan tingkat penerimaan konsumen terhadap biji Komponen pembentuk lemak dan komposisi asam
kakao (Arief & Asnawi, 2011). lemak dipengaruhi oleh ketinggian tempat wilayah
Menurut Kusumadati, Sutardi, & Kartika penanaman dari kakao (Lipp & Enklam, 1998).
(2002), mutu kakao meliputi keseragaman bentuk,
ukuran, berat biji, persentase kulit, kandungan PENGEMBANGAN TANAMAN KAKAO
lemak, serta rasa yang menyimpang (off flavor).
Untuk mendapatkan mutu biji kakao yang baik maka Asal Usul Tanaman Kakao
harus memperhatikan saat pemanenan yang tepat. Kakao sebagian besar tumbuh di daerah
Hal ini sesuai dengan pernyataan Departemen tropis Amerika Tengah dan Selatan, Asia dan Afrika
Pertanian (2004) yang menyebutkan bahwa (Marita, Nienhuis, Pires, & Aitken, 2001). Kakao
pemanenan buah kakao harus dilakukan ketika buah terdiri dari tiga kelompok utama bernama Criollo,
tepat masak, yaitu ketika alur buah berwarna Forastero, dan Trinitario, yang berbeda satu sama
kekuningan untuk buah yang warna kulitnya merah, lain sesuai dengan karakteristik morfologi, genetik
atau berwarna jingga untuk buah yang warna kulitnya dan asal-usul geografis.
hijau. Buah yang tepat masak memiliki kondisi
Bambang Eka Tjahjana, Handi Supriadi, dan Dewi Nur Rokhmah: Pengaruh Lingkungan Terhadap Produksi dan Mutu Kakao 71
sebesar 20% dari total pencahayaan penuh (Rubiyo & dengan kebutuhan tanaman kakao (Nasaruddin et al.,
Siswanto, 2012). Tanaman kakao dilaporkan tidak 2006).
menyukai panas matahari langsung dalam porsi
berlebihan, melainkan hanya sekitar 30-50% cahaya PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP
langsung matahari (Erwiyono, 2007). Tanaman kakao PERTUMBUHAN, PRODUKSI, DAN MUTU
mempunyai laju fotosintesis bersih yang rendah. Hal KAKAO
ini terjadi karena jumlah klorofil per sel palisade
maupun sel bunga karang rendah, yaitu rata-rata Pertumbuhan dan produksi tanaman kakao
hanya tiga buah klorofil (Prawoto, 2008). Sebagai dipengaruhi oleh aspek lingkungan. Aspek lingkungan
tanaman C3, kakao memiliki laju fotorespirasi yang yang berpengaruh antara lain topografi, hara tanah,
tinggi, yaitu 20-50% dari hasil total fotosintesis. iklim, dan sebagainya.
Fotorespirasi ini akan meningkat seiring dengan
meningkatnya suhu. Upaya untuk menekan laju Tanah
fotorespirasi dapat dilakukan dengan pemberian Kualitas tanah menjadi faktor pembatas
pohon penaung pada pertanaman kakao (Prawoto, dalam pertumbuhan tanaman kakao dikarenakan
2008). berkurangnya hara mineral dan bahan organik dalam
tanah. Bahan organik berpengaruh terhadap sifat
Tanaman Penaung fisik, kimia, dan biologi tanah. Upaya perbaikan
Tanaman kakao memerlukan tanaman ketiga sifat tanah tersebut dilakukan dengan
penaung sebagai penunjang kebutuhan iklim mikro penambahan bahan organik serta diimbangi dengan
untuk menjaga keberlangsungan proses asimilasi pemupukan anorganik (Sugiyanto, Baon, & Wijaya,
secara efisien. Kurangnya penaung pada tanaman 2008).
kakao dapat memicu kerusakan akibat kekeringan Faktor penentu kesuburan tanah
karena tingginya transpirasi tanaman kakao pada dipengaruhi oleh sifat kimia tanah, yang meliputi pH,
saat suplai air hujan berkurang (Erwiyono, 2007). C-organik, KTK (kapasitas tukar kation), dan
Tanaman penaung berperan sebagai penyangga kandungan hara tanah. Anita-Sari & Susilo (2012)
terhadap pengaruh buruk dari faktor lingkungan menyatakan bahwa pH tanah memiliki peranan
yang tidak dalam kondisi optimal, seperti kesuburan penting dalam menjaga keseimbangan unsur hara
tanah rendah serta musim kemarau yang tegas dan dan kesuburan tanah. Kondisi terbaik bagi tanaman
panjang (Puslitbangbun, 2010). adalah apabila pH tanah dalam keadaan netral. Pada
Tanaman penaung pada tanaman kakao pH netral hampir semua unsur hara tersedia bagi
akan mempengaruhi iklim mikro, terutama dalam hal tanaman sehingga dapat mendukung produksi yang
penerimaan cahaya matahari, suhu, kelembaban optimal pada tanaman kakao. Penentu sifat kimia
udara, angin, dan struktur tanah. Naungan pada tanah lainnya adalah KTK dalam tanah, semakin
tanaman kakao ada yang bersifat sementara dan ada tinggi nilai KTK maka semakin tinggi pula tingkat
yang bersifat tetap. Penanaman tanaman penaung kesuburan tanah karena jumlah kation tersedia dan
bertujuan mengatur intensitas penyinaran sesuai tertukar akan semakin banyak (Anita-Sari et al.,
2012).
Gambar 1. Grafik hubungan ketinggian tempat dengan produksi buah kakao (Sumber: Nofelman, Karim, & Anhar, 2012)
Figure 1. The graphic showed the relation between altitude and cocoa pod production (Source: Nofelman, Karim, & Anhar, 2012)
Bambang Eka Tjahjana, Handi Supriadi, dan Dewi Nur Rokhmah: Pengaruh Lingkungan Terhadap Produksi dan Mutu Kakao 73
fotosintesis, dan respirasi (Alam et al., 2010). Oleh tertentu. Faktor pembatas ini tidak dapat
karena itu, perbedaan suhu yang terdapat di wilayah dikoreksi dengan tingkat masukan normal.
pengembangan tanaman kakao akan berpengaruh Secara kuantitatif kriteria teknis kesesuaian lahan
terhadap hasil tanaman kakao itu sendiri. untuk tanaman kakao ditampilkan pada Tabel 2.
Nofelman et al. (2012) menyebutkan
perbaikan atau input teknologi yang diberikan dapat
PENENTUAN KESESUAIAN LAHAN TANAMAN meningkatkan kelas kesesuaian lahan aktual
KAKAO menjadi potensial sebesar satu kelas atau lebih,
tergantung pada besarnya input teknologi dan faktor
Evaluasi kesesuaian lahan atau sering pembatas yang diperbaiki. Tingkat perbaikan yang
disebut evaluasi lahan, merupakan bagian dari proses dapat dilakukan terdiri dari beberapa jenis supaya
perencanaan tataguna lahan dan salah satu perbaikan sesuai dengan asumsi yang ditetapkan,
kegiatannya adalah klasifikasi kesesuaian lahan. Pada yaitu:
prinsipnya klasifikasi kesesuaian lahan adalah LI: Masukan rendah
membandingkan antara persyaratan tipe penggunaan Usaha perbaikan yang dapat dilakukan
lahan dengan kualitas yang dimiliki oleh lahan yang dengan modal rendah, umumnya dapat
akan digunakan (Hardjowigeno & Widiatmaka, 2007). dilakukan oleh petani, seperti pemupukan
Klasifikasi kesesuaian lahan dapat dilakukan secara sederhana.
kualitatif, yaitu dengan menggunakan faktor pembatas MI: Masukan sedang
yang ekstrim sebagai penentu kelas kesesuaian lahan Usaha perbaikan yang sudah mulai
(Liyanda et al., 2012). Informasi kesesuaian lahan membutuhkan modal dan tenaga kerja dalam
lokasi budidaya kakao sangat diperlukan untuk jumlah tertentu. Usaha perbaikan ini dapat
menjamin keberhasilan usaha perkebunan kakao di berupa pemupukan lengkap dan berimbang,
lokasi tersebut. Tingkat kesesuaian lahan untuk pengadaan kapur, pemberian amelioran, dan
tanaman kakao akan sangat berpengaruh terhadap lain-lain. Teknologi ini dapat dilakukan oleh
produktivitas kakao (Erwiyono, 2007). petani dalam kondisi terbatas, selebihnya
Menurut Ditjenbun (2011), kelas kesesuaian harus melibatkan keikutsertaan peran
lahan pada suatu wilayah dikelompokkan berdasarkan pemerintah dan pengusaha.
pada tipe penggunaan lahan, antara lain: HI: Masukan tinggi
Kelas S1: Sangat sesuai (highly suitable) Usaha perbaikan hanya dengan modal besar
Lahan dengan klasifikasi ini tidak dan tenaga kerja dalam jumlah tertentu, seperti
mempunyai pembatas yang serius untuk pembuatan saluran drainase dan terasering.
menerapkan pengelolaan yang dibutuhkan Asumsi teknologi ini hanya dapat dilakukan
atau hanya mempunyai pembatas yang tidak oleh pemerintah.
berarti dan tidak berpengaruh nyata terhadap Lahan dapat dimanfaatkan secara optimal
produktivitas lahan serta tidak perlu dan berkelanjutan apabila dilakukan perbaikan yang
meningkatkan masukan yang telah biasa sesuai dengan faktor-faktor pembatas pada setiap
diberikan. kelas kesesuaian lahan. Cara yang perlu dilakukan
Kelas S2: Sesuai (moderately suitable) dalam upaya perbaikan tersebut dengan
Lahan mempunyai pembatas yang agak memperhatikan karakteristik dan kualitas lahan.
serius untuk meningkatkan pengelolaan yang Sebagai contoh faktor pembatas drainase tanah
akan diterapkan. Faktor pembatas yang ada dapat dilakukan perbaikan pada sistem drainase
dapat mengurangi produktivitas lahan serta misalnya dengan pembuatan saluran drainase.
mengurangi keuntungan, oleh karena itu Faktor pembatas pH tanah dapat diatasi dengan
perlu meningkatkan masukan pada lahan. menambahkan kapur untuk mempertahankan atau
Kelas S3: Sesuai marginal (marginally suitable) meningkatkan pH tanah lapisan atas. Faktor
Lahan mempunyai pembatas serius untuk pembatas KTK juga dapat diatasi dengan
mempertahankan tingkat pengelolaan. menambahkan kapur atau bahan organik. Faktor
Tingkat masukan yang diperlukan melebihi pembatas N-total dapat diatasi dengan pemberian
kebutuhan lahan yang mempunyai tingkat pupuk nitrogen, sedangkan faktor pembatas erosi
kesesuaian S2, meskipun masih dalam batas dan kemiringan dapat diatasi dengan usaha
kebutuhan normal. konservasi misalnya pembuatan terasiring atau
Kelas N: Tidak sesuai (not suitable) guludan dan penanaman tanaman penutup tanah
Lahan dengan faktor pembatas permanen (Jayanti, Goenadi, & Hadi, 2013).
sehingga mencegah segala kemungkinan
pengembangan lahan untuk penggunaan
Agak
berlebihann
Bambang Eka Tjahjana, Handi Supriadi, dan Dewi Nur Rokhmah: Pengaruh Lingkungan Terhadap Produksi dan Mutu Kakao 75
PENUTUP Erwiyono, R. (2007). Penetapan penyebab kerusakan
pertanaman kakao akibat musim kemarau.
Kondisi lahan atau faktor lingkungan Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
berupa tanah dan iklim mempunyai peran yang Indonesia, 23(3), 131-141.
sangat besar terhadap produksi dan mutu kakao.
Erwiyono, R., Prawoto, A. A., & Murdiyati, A. S. (2012).
Oleh karena itu, tanaman kakao dianjurkan untuk
Efisiensi resorpsi hara pada tanaman kakao di
ditanam pada lahan yang sesuai bagi pertumbuhan
dataran rendah pada tanah aluvial. Pelita
tanaman kakao. Penanaman kakao pada lahan yang
sesuai akan berdampak pada produksi dan mutu
Perkebunan, 28(1), 32-44.
kakao yang tinggi serta untuk menghindari risiko Erwiyono, R., Sucahyo, A. G., Suyono, & Winarso, S.
kerusakan dan kematian tanaman. Informasi (2006). Keefektifan pemupukan kalium lewat
kesesuaian lahan untuk tanaman kakao harus daun terhadap pembungaan dan pembuahan
dijadikan pedoman utama dalam melaksanakan tanaman kakao. Pelita Perkebunan, 22(1), 13-
kegiatan pengembangan tanaman kakao pada suatu 24.
wilayah agar produktivitas dan mutu yang
diharapkan tercapai. Hardjowigeno, S., & Widiatmaka. (2007). Evaluasi
kesesuaian lahan dan perencanaan tataguna
DAFTAR PUSTAKA lahan. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Ajayi, I. R., Afolabi, M. O., Ogunbodede, E. F., & Herniwati, & Kadir, S. (2009). Potensi iklim, sumber
Sunday, A. G. (2010). Modeling rainfall as a daya lahan dan pola tanam di Sulawesi
constraining factor for cocoa yield in Ondo Selatan. Prosiding Seminar Nasional Serealia
State. American Journal of Scientific and (pp. 218-224).
Industrial Research, 1(2), 127-134.
Jayanti, D. S., Goenadi, S., & Hadi, P. (2013). Evaluasi
Alam, N., Saleh, M. S., & Hutomo, G. S. (2010). kesesuaian lahan dan optimasi penggunaan
Karakteristik buah kakao yang dipanen pada lahan untuk pengembangan tanaman kakao
berbagai ketinggian tempat tumbuh dan kelas (Theobroma cacao L.) (Studi kasus di
kematangan. J. Agroland, 17(2), 123-130. Kecamatan Batee dan Kecamatan Padang Tiji
Anita-Sari, I., & Susilo, A. W. (2012). Keberhasilan Kabupaten Pidie Propinsi Aceh). Agritech,
sambungan beberapa jenis batang atas dan 33(2), 208-218.
batang bawah kakao (Theobroma cacao L.). Kementerian Perindustrian. (2007). Gambaran sekilas
Pelita Perkebunan, 28(2), 75-84. industry kakao. Retrieved from www.kemen
Anita-Sari, I., & Susilo, A. W. (2013). Stabilitas perin.go.id/PaketInformasi/Kakao/kakao.pdf
karakter pembungaan, pertunasan, dan Kusumadati, W., Sutardi, & Kartika, B. (2002). Kajian
potensi jumlah buah pada 21 klon kakao penggunaan berbagai metode pengeringan dan
harapan koleksi Puslitkoka. Pelita jenis mutu biji kakao lindak terhadap sifat-
Perkebunan, 29(2), 82-92. sifat kimia bubuk kakao. Gama Sains, 4(2),
Arief, R. W. dan Asnawi, R. (2011). Karakterisasi sifat 102-111.
fisik dan kimia beberapa jenis biji kakao Lipp, M., & Enklam, E. (1998). Review of cocoa butter
lindak di Lampung. Buletin Riset Tanaman and alternative fats for use in chocolate part
Rempah dan Aneka Tanaman Industri, 2(3), A. Composition data. Food Chemistry, 62, 73-
325-330. 97.
Bartley, B. G. D. (2005). The genetic diversity of cacao Liyanda, M., Karim, A., & Abubakar, Y. (2012).
and its utilization. Wallingford: CABI Analisis kriteria kesesuaian lahan terhadap
Publishing. produksi kakao pada tiga klaster
Departemen Pertanian. (2004). Standard prosedur pengembangan di Kabupaten Pidie. Jurnal
operasional kakao dan penanganan biji kakao Agrista, 16(2), 62-79.
di tingkat petani. Jakarta: Direktorat Jenderal Marita, J. M., Nienhuis, J., Pires, J. L., & Aitken, W. M.
Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil (2001). Analysis of genetic diversity in
Pertanian. Theobroma cacao with emphasis on witches’
Dewi, N. K. (2005). Kesesuaian iklim terhadap broom disease resistance. Crop. Sci., 41, 1305-
pertumbuhan tanaman. Jurnal Ilmu-Ilmu 16.
Pertanian, 1(2), 1-15. Nasaruddin, Musa, Y., & Kuruseng, M. A. (2006).
Direktorat Jenderal Perkebunan. (2011). Pedoman Aktivitas beberapa proses fisiologi tanaman
teknis praktek budidaya kakao yang baik. kakao muda di lapangan pada berbagai
Jakarta: Direktorat Jenderal Perkebunan. naungan buatan. Jurnal Agrisistem, 12(1), 26-
33.
Direktorat Jenderal Perkebunan. (2013). Kakao:
Statistik Perkebunan Indonesia. Jakarta:
Direktorat Jenderal Perkebunan.
Bambang Eka Tjahjana, Handi Supriadi, dan Dewi Nur Rokhmah: Pengaruh Lingkungan Terhadap Produksi dan Mutu Kakao 77