Secara garis besar, keiretsu terbagi dalam 3 macam, yaitu industrial, produksi, dan
distribusi. Keiretsu juga mengusung 3 unsur nilai budaya, yaitu hirarki, kelompok, dan jangka
panjang. Ketiga unsur dianggap sebagai nilai yang mewakili budaya korporasi Jepang sehingga
digunakan sebagai acuan. Budaya Jepang ini mempengaruhi bentuk budaya korporasi
perusahaan di mana nilai-nilai budaya seperti kelompok, jangka panjang dan hirarki mewarnai
berbagai aspek pengelolaan bisnis. Dengan demikian pengelolaan sumber daya manusia seperti
shushin kayo (bekerja sampai dengan pensiun) dan nenko joretsu sei (sistem senoritas); maupun
pengelolaan keuangan (sistem 'bank utama'), pemasaran (penguasaan pangsa pasar) dan produksi
(kanban system, kaizen) merupakan implementasi ketiga variabel budaya korporasi. Terlihat
budaya korporasi sebagai fungsi dari perilaku bisnis Keiretsu.
Selain itu, alasan lainnya adalah keiretsu ini bukan merupakan hal lama melainkan sudah
dilakukan sejak lama sekitar abad 20. Hal tersebut berarti hubungan antar perusahaan Jepang
memiliki sejarah yang mana sering tidak dipahami oleh perusahaan asing, sehingga perusahaan
asing bekerja sama hanya terfokus pada satu perusahaan tanpa memperhatikan perusahaan
Jepang lainnya.
1. Keiretsu Horizontal
2. Keiretsu Vertikal
Tentunya dengan keberadaan keiretsu saat ini merupakan hambatan terbesar bagi pihak
asing dalam memasuki perindustrian Jepang. Keiretsu melalui kekuatan jaringan dan pembagian
kerja serta diversifikasi produk yang dilakukannya telah berhasil memenuhi kebutuhan domestik
Jepang, bahkan secara aktif dan agresif keiretsu telah membawa Jepang sebagai negara yang
sukses dalam persaingan perdagangan internasional melalui penetrasi produk dan investasi di
negara-negara lain. Dalam bidang sosial, keiretsu secara langsung dan tidak langsung telah
mendorong pertumbuhan kinerja dan standar hidup masyarakat Jepang. Inilah mengapa keiretsu
dinobatkan sebagai mesin utama pembangunan perekonomian Jepang.