NUR MAHERA B1B117098 NOLA VITA SARI B1B117095 MUHAMMAD IKRAM SUMAR B1B117084 MUH. ASHAR AZHARI B1B117082 MUH. AL AKSA ODE BYO B1B117081 Pentingkah Koperasi Bagi UMKM? Peranan koperasi dalam mengembangkan UMKM di Indonesia sudah lama menjadi perhatian pemerintah, bukan saja agar pengusaha UMKM dapat melakukan pinjaman kredit dari koperasi dalam mengembangkan usaha, tetapi juga untuk membantu dalam pemasaran dan pengadaan bahan baku. Pada era pemerintahan orde baru, dalam membantu sentra-sentra UMKM, khususnya, di industri manufaktur,pemerinah membentuk koperasi disetiap sentra yang di bina (disebut koperasi industri kerajinan atau Kopinka). Dalam perkreditan, selama ini telah banyak program atau skim kredit untuk UMKM dari pemerintah yanag di salurkan antara lewat koperasi. Lewat koperasi UMKM dapat memperoleh pinjaman dengan bunga ringan. Kenapa koperasi tidak/belum berperan penting dalam mengembangkan UMKM di Indonesia? Apakah karena sebagian besar pengusaha UMKM merasa tidak terlalu perlu bermitra dengan atau membentuk koperasi atau karena koperasi itu sendiri tidak/belum bisa memenuhi kebutuhan pengusaha UMKM? Jadi, masalahnya ada di koperasi itu sendiri. Dalam kata lain, walaupun koperasi selalu di sebut sebagai ‘soko guru’ perekonomian nasional, dalam kenyataannya koperasi di Indonesia tidak berkembang baik.
Oleh karena itu, sesuai posisi koperasi di dalam
perekonomian Indonesia yang dinyatakan secara eksplisit di dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, pasal 33 mengenai perekonomian nasional, dan menyadari bahwa koperasi bisa berperan penting bagi pengembangan UMKM. Koperasi Sejarah Koperasi di Dunia
Ropke (1987) mendefinisikan koperasi sebagai organisasi bisnis yang para
pemiliknya atau anggotanya adalah juga pelanggan utama perusahaan tersebut (criteria identitas). Kriteria identitas suatu koperasiakan merupakan dalil atau prinsip identitas yang membedakan unit usaha koperasi dari unit usaha yang lainnya. Koperasi adalah organisasi otonom, yang berada di dalam lingkungan sosial ekonomi, yang mengeutungakan setiap anggota, pengurus, dan pemimpin dan setiap anggota,pengurus dan pemimpin merumuskan tujuan-tujuannya secara otonom dan mewujudkan tujuan-tujuan itu melalui kegiatan- kegiatan ekonomi yang di laksanakan secara bersama- sama (Hanel,1989). Dalam sejarahnya, koperasi sebenarnya bukanlah organisasi usaha yang khas berasal dari Indonesia. Kegiatan berkoperasi dan organisasi koperasi pada mulanya di perkenalkan di Inggris di sekitar abad pertengahan. Pada waktu itu misi utama berkoperasi adalah untuk menolong kaum buruh dan petani yang menghadapi problem-problem ekonomi dengan menggalang kekuatan mereka sendiri.
Ide koperasi ini kemudian menjalar hingga ke AS dan
Negara-negara lainnya di dunia. Sejak munculnya ide tersebut hingga saat ini, banyak koperasi di NM, seperti di Uni Eropa (UE) dan Amerika Serikat (AS), sudah menjadi perusahaan-perusahaan besar, termaksud di sektor pertanian,industri manufaktur, dan perbankan, yang mampu bersaing dengan korporat-korporat kapitalis. Di Indonesia, baru koperasi diperkenalkan pada awal abad 20. Sejarah kelahiran dan berkembangnya koperasi di NM dan NSB memang sangat diametral. Di NM koperasi lahir sebagai gerakan untuk melawan ketidak adilan pasar, oleh karena itu tumbuh dan berkembang dalam Susana persaingan pasar.
Sedangkan di NSB koperasi di hadirkan dalam kerangka
membangun institusi yang dapat menjadi mitra Negara dalam menggerkkan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, kesadaran antara kesamaan dan kemuliaan tujuan Negara dan gerakan koperasi dalam memperjuangkan peningkatankesejahteraan masyarakat di tonjolkan di NSB, baik oleh pemerintah colonial maupun pemerintah bangsa sendiri setelah kemerdekaan (soetrisno, 2001). Dalam kasus ini Indonesia, hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang (UU) Dasar 1945 Pasal 33 mengenai sistem perekonomian nasional. Di Eropa koperasi tumbuh terutama melalui koperasi kredit dan koperasi konsumen yang kuat hingga disegani oleh berbagai kekuatan. Di perdagangan eceran, koperasi-koperasi konsumsi merupakan pionir dari penciptaan rantai perdagangan eceran modern (Furlough dan Strikwerda,1999). Di sektor perbankan di Negara-negara seperti Prancis,Austrian,Finlandia dan Siprus, menurut data ICA (1998a), pangsa pasar dari bank-bank koperasi mencapai sekitar 1/3 dari total bank yang ada. Bahkan 2 (dua) bank terbesar di Eropa milik koperasi, yakni Credit Agricole di Prancis dan Rabo-Bank di Belanda.
Perkembangan koperasi yang sangat pesat di NM tersebut
membuktikan bahwa tidak ada suatu kolerasi negative antara masyarakat dan ekonomi modern dan perkembangan koperasi. Dalam kata lain, koperasi tidak akan mati di tengah-tengah masyarakat dan perekonomian yang modern, atau pengalaman tersebut member suatu kesan kuat bahwa koperasi tidak bertentangan dengan ekonomi kapitalis. Sebaliknya, koperasi-koperasi di NM selama ini tidak hanya mampu bersaing dengan perusahan-perusahaan besar nonkoperasi, tetapi mereka juga menyumbang terhadap kemajuan ekonomi dari Negara-negara kapitalis tersebut. Faktor-Faktor Keberhasilan: Pengalaman Koperasi NM
Peterson (2005), mengatakan bahwa koperasi harus memiliki
keunggulan-keunggulan kompetitif dibandingkan organisasi- organisasi bisnis lainnya untuk bisa menang dalam persaingan di dalam era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini.
Factor-faktor keunggulan kompetitif dari koperasi harus datang
dari: (i) sumber-sumber yang bisa di raba, seperti kualitas atau keunikan dari produk yang di pasarkan (misalnya formula Coca-Cola Coke) dan kekuatan modal; (ii) sumber-sumber yang tidak bisa di raba,hanya di rasakan, seperti nama merek, reputasi dan pola manajemen yang di terapkan (misalnya tim manajemen dari IBM, Toyota, dan banyak lagi perusahaan global lainnya); dan (iii) kapabilias dan kopetensi-kompetensi inti, yakni kemampuan yang kompleks untuk melakukan suau rangkaian pekerjaan tertentu atau kegiatan-kegiatan kompetitif (misalnya proses inovasi 3M). Menurut Lody (2001), factor-faktor kunci yang menentukan keberhasilan koperasi adalah: (1) posisi pasar yang kuat (antara lain dengan mengeksploitasikan kesempatan-kesempatan vertical dan mendorong integrasi konsumen); (2) pengetahuan yang unik mengenai produk dan proses produksi; (3) sangat memahami rantai produksi dari produk bersangkutan; (4) terapkan suatu strategi yang cemerlang yang bisa merespons secara tepat dan cepat setiap perubahan pasar; (5) terlibat aktif dalam produk-produk yang mempunyai tren-tren yang meningkat atau prospek-prospek masa depan yang bagus (jadi mengembangkan kesempatan yang sangat tepat).
Berdasarkan penelitian mereka terhadap perkembangan dari koperasi-koperasi
pekerja di AS, Lawless dan Reynolds (2004) memberikan beberapa criteria kunci dan praktik-praktik terbaik. Menurut mereka, criteria-kriteria kunci untuk memulai suatu koperasi yang berhasil adalah sebagai berikut:
(1) memiliki kepemimpinan yang visioner yang bisa
“membaca” kecenderungan perkembangan pasar, kemajuan teknologi, perubahan pola persaingan, dan lain-lain; (2) menerapkan struktur organisasi yang merefleksikan dan mempromosikan suatu kultur terbaik yang cocok terhadap bisnis bersangkutan (anara lain kondisi pasar/persaingan dan sifat produk atau proses produksi dari produk bersangkutan); (3) kreatif dalam pendanaan (jadi tidak hanya tergantung pada kontribusi anggota, tetapi juga lewat penjualan saham ke non anggotaan atau pinjam dari bank); dan (4) mempunyai orientasi bisnis yang kuat. Sedangkan best practices menurut mereka termaksuk: (1) anggota sepenuhnya memahami industri-industri atau sektor- sektor yang mereka gulati dan kekuatan-kekuatan serta kelemahan-kelemahan dari koperasi mereka; (2) struktur organisasi attau pola manajemen yang di terapkan sepenuhnya didukung oleh anggota (sistem manajemen bisa secara kolekif atau dengan suatu struktur hierarki amanjemen/dewan penguru; (3) punya suatu misi yang di definisikan secara jelas dan focus; dan (4) punya pendanaan yang cukup. Sedangkan menurut Pitman (2005) dari hasil penelitiannya terhadap kinerja berbagai macam koperasi di Wisconsin (AS), selain factor-faktor di atas, koperasi yang berhasil adalah koperasi yang melakukan hal-hal beriku ini:
1. Memakai komite-komite penasehat-penasehat dan ahli-ahli dari luar
secara efektif 2. Selalu memberikan informasi yang lengkap dan ip to date kepada anggota-anggotanya sehingga mereka tetap terlibat dalam suportif; 3. Melakukan rapat-rapat atau pertemuan-pertemuan bisnis dengan memakai agenda yang teraur, produsen-produsen parlemen, dan pengambilan keputusan yang demokrasi; 4. Mempertan relasi-relasi yang baik antara manajemen dan dewan direktur/petugas dengan tugas-tugas dan tanggung jawab-tanggung jawab yang di definisiskan secara jelas; 5. Mengikuti praktik-praktik akuntansi yang baik, dan mempresentasikan laporan-laporan keuangan secara regular; 6. Mengembangkan aliansi-aliansi dengan koperasi-koperasi laninnya; 7. Mengembangkan kebijakan-kebijakan yang jelas terhadap konfidensial dan konflik kepentingan. Keeling (2005) meneliti mengapa dalam beberapa tahun belakangan ini banyak koperasi besar di California, termaksuk dua yang terkenal Tri-Vallery Growers (TVG) dan the Rice Growes Association (RGA) telah tutup, sedangkan banyak lainnya sedang mengalami kesulitan- kesulitan keuangan. RGA dan TVG tutup terutam akibat kombinasi dari sejumlah factor beriku:
1. Kekurangan pendidikan dan pengawasan dari dewan
2. direktur/pengurus 3. Manajemen yang tidak efektif 4. Keanggotaan yang pasif. Pola Perkembangan Koperasi di Indonesia
Di dalam sistem perekonomian Indonesia dikenal ada tiga pilar
utama yang menyangga perekonomian. Ketiga pilar ekonomi tersebut mempunyai peranan yang masing-masing sangat spesifik sesuai dengan kapasitasnya. Sayangnya, seperti yang diungkapkan oleh Widiyanto (1998), dari ketiga pilar itu, koperasi, walau sering disebut sebagai soko guru perekonomian, secara umum merupakan pilar ekonomi yang ”jalannya paling terseok” dibandingkan dengan BUMN dan apalagi BUMS.
Sebagai soko guru perekonomian, ide dasar pembentukan
koperasi sering dikaitkan dengan Pasal 33 UUD 1945, khususnya Ayat 1 yang menyebutkan bahwa ”Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekel- uargaan”. Dalam Penjelasan UUD 1945 itu dikatakan bahwa bangun usaha yang paling Cocok dengan asas kekeluargaan itu adalah koperasi. Tafsiran itu sering disebut sebagal perumus pasal tersebut. Menurut Widyanto (1998), sejak diperkenalkan di Indonesia pada awal abad 20 dan dalam perkembangannya sejak itu, koperasi di Indonesia mempunyai makna ganda yang sebenarnya bersifat, ambivalen, yakni koperasi sebagai badan usaha sekaligus juga sebagai jiwa dan semangat berusaha. Masih menurut Widiyanto (1998), secara bisnis, sebenarnya makna ganda koperasi ini cukup merepotkan. Karena koperasi diakui sebagai badan usaha, maka kiprah usaha koprasi mestinya harus seperti badan usaha lainnya. Dalam artian ini, sebagai sebuah badan usaha, koperasi mescinya meno bejar profit sebesar-bcsarnya dengan langkah- langkah dan perhitungan bisnis seperti yang biasa dilakukan oleh perusahaan lainnya. Namun, langkah bisnis ini sering ”bertabrakan” dengan keinginan anggoranya, yakni menyejahterakan anggota. Sehingga dalam konteks mi, pcnghitungan kelayakan usaha koperasi, jika hanya mengandalkan aspek likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas usaha, menjadi tidak. Widiyanto (1998) mengatakan bahwa keberhasilan usaha koperasi di Indonesia biasanya bergantung pada dua hal, yakni program pemerintah karena koperasi sering dijadikan ‘’kepanjangan’’ tangan pemerintah dalam mengatur sendi perekonomian, dan keinginan pemenuhan kebutuhan anggota; jadi koperasi sering kali di pakai sebagai alat pemenuhan kebutuhan anggota yang biasanya juga berkaitan dengan program yang telah dicanangkan pemerintah, misalnya koperasi unit desa (KUD). Dalam praktiknya, KUD sering kali merupakan institusi yang menyediakan faktor produksi bagi petani yang kuantitas dan kualitas faktor produksinya sangat bergantung pada program pemerintah. Merza (2006) berpendapat bahwa ketergantungan koperasi yang terlalu besar terhadap bantuan dan perkuatan, khusunya financial, dari pihak luar, terutama pemerintah, merupakan salah satu penyebab utama lemahnya kinerja koperasi di tanah air selama ini (Merza 2006).Namun demikian, ada sejumlah koperasi di Indonesia yang berkinerja baik. Salah satunya dalah koperasi peternak Susu Bandung Utaria (KPSBU). Dapat dikatakan bahwa KPSBU merupakan salah satu contoh kopearsi di Indonesia yang betul – betul berupaya mempersiapkan diri dalam menghadapi globalisasi ekonomi dan liberalisasi perdangan dunia yang berarti ancaman persaingan dari susu impor, baik langsung konsumen maupun sebagai bahan baku industri pengolahan susu di dalam negeri. Esensi globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas yang sedang berlangsung saat ini dan yang akan semakin pesat di masa depan adalah semakin menghilangnya segala macam hambatan terhadap kegiatan ekonomi antarnegara dan perdagangan internasional.Melihat perkembangan ini, prospek koperasi indonesia ke depan sangat tergantung pada dampak dari proses tersebut pada sektor bersangkutan.
Menurut Soetrisno (2003c), dengan adanya perubahan
tersebut, prinsip pengembangan pertanian akan lebih bersifat dorongan insetif ketimbang dorongan programseperti di masa lalu. Dengan demikian , corak koperasi pertanian akan terbuka, tetapi untuk menjamin kelangunan hidupnya akan terbatas pada sektor selektif yang memenuhi persyaratan timbulnya koperasi. Fajri (2007) berpendapat bahwa pengembangan koperasi di Indonesia selama ini barulah sebatas konsep yang indah, tetapi sangat sulit untuk diimplementasikan. Semakin banyak koperasi yang tumbh semakin banyk pula yang tidak aktif. Bahkan ada koperasi yang memiliki badan hukum, tetapi kehadiranya tidak membawa manfaat sama sekalimenurutnya, koperasi tidak mungkin tumbuh dan berkembang dengan berpengang pada tat kelola yang tradisional dan tidak berirentasi pada pemuasan keperluan dan keiinginan konsumen.
Dari kemungkinan banyak faktor yang
menyebabkan kurang baiknya perkembangan koperasi di Indonesia selama ini, Fajri mengangap bahwa salah satunya yang paling serius adalah masalah manjemen dan organisasi. TERIMA KASIH
Pendekatan sederhana untuk investasi ekuitas: Panduan pengantar investasi ekuitas untuk memahami apa itu investasi ekuitas, bagaimana cara kerjanya, dan apa strategi utamanya