Anda di halaman 1dari 3

MITIGASI RESIKO COVID-19

Saat ini COVID-19 telah menjadi pandemi. Kita tidak akan menghilangkan penyakit ini. Tapi kita
bisa mengurangi dampaknya.

Tujuan akhir dari mitigasi dan pengurangan infeksi ini adalah untuk menunda keparahan
sehingga kita punya cukup waktu untuk menangani kasus (merawat penderita) dengan lebih
baik dan jumlah pasien tidak melebihi kapasitas yang tersedia di Rumah Sakit sehingga dapat
menurunkan tingkat kematian.

Penundaan laju penyebaran ini juga akan memberikan "kesempatan" untuk penelitian supaya
terus dikembangkan untuk menemukan obat maupun vaksin yang dapat digunakan untuk
melawan infeksi ini.

Salah satu cara terbaik untuk menunda pertumbuhan eksponensial adalah Social Distancing
(menjaga jarak antar warga). Sangat sederhana tapi terbuki berhasil di Hubei (China) dan Italia,
2 negara dengan jumlah kasus terbanyak dan di beberapa negara terdampak lainnya.

Konsensus dari pakar saat ini adalah bahwa virus ini dapat menyebar dalam 2 meter jika
seseorang batuk. Jika tidak, tetesan jatuh ke tanah dan tidak menginfeksi Anda.

Meskipun demikian, infeksi terburuk kemudian terjadi melalui permukaan. Virus dapat bertahan
hingga 9 hari pada permukaan yang berbeda seperti logam, keramik dan plastik. Itu berarti
hal-hal seperti gagang pintu, meja, atau tombol lift dapat menjadi vektor infeksi yang
mengerikan.

Oleh karena itu, satu-satunya cara untuk benar-benar mengurangi itu adalah dengan menjaga
jarak sosial (social distancing): Menjaga orang di rumah sebanyak mungkin, selama mungkin
sampai pandemi COVID 19 teratasi.

Orang-orang perlu berhenti nongkrong dan berkumpul dalam jumlah besar untuk menurunkan
laju transmisi / penyebaran virus (R), dari R = ~ 2–3x lipat, hingga mencapai angka dibawah 1.

Social distancing yang cukup membutuhkan penutupan perusahaan, toko, angkutan massal
dan sekolah. Pekerjaan pada akhirnya juga dikerjakan dari rumah. Event massal juga mulai
dihentikan. Daerah dengan insiden besar juga mulai di isolasi.

Inilah yang telah dilakukan Wuhan. Inilah yang terpaksa diterima oleh Italia. Karena ketika virus
COVID-19 merajalela, satu-satunya cara adalah mengunci semua area yang terinfeksi untuk
menghentikan penyebarannya sekaligus.

Berikut adalah apa yang telah dilakukan di Italia


(contoh kasus):

• Tidak ada yang bisa masuk atau keluar dari area yang terisolasi, kecuali ada alasan keluarga
atau pekerjaan yang krusial dalam mengatasi virus.

• Pergerakan di dalam kota yang terinfeksi harus dihindari, kecuali jika pekerjaan yang
mendesak dan tidak dapat ditunda.

• Orang dengan gejala (infeksi pernapasan dan demam) dalam bentuk apapun “sangat
dianjurkan” untuk tetap di rumah.

• Cuti untuk petugas kesehatan ditangguhkan.

• Penutupan semua lembaga pendidikan (sekolah, universitas) pusat kebugaran, museum,


stasiun ski, pusat budaya dan sosial, kolam renang,teater dan kegiatan komersial lainya kecuali
transportasi, rumah sakit, apotek, dan toko bahan makanan yang masih akan tetap terbuka.

• Restoran membatasi waktu buka dari jam 6 pagi sampai 6 sore, dengan jarak setidaknya satu
meter antara tiap customer.

• Semua pub dan klub harus ditutup.

• Semua aktivitas komersial harus menjaga jarak satu meter antara pelanggan. Mereka yang
tidak mampu melaksanakannya akan ditegur keras dan bahkan di tutup. Tempat ibadah dapat
tetap terbuka selama mereka dapat menjamin jarak ini.

• Kunjungan rumah sakit keluarga dan teman terbatas.

• Rapat kerja harus ditunda. Bekerja disarankan dilakukan dari rumah.

• Semua acara dan kompetisi olahraga, publik atau pribadi, dibatalkan. Acara penting dapat
diadakan dalam tempat tertutup.

Pendekatan pendekatan tersebut di atas mungkin cukup berat dan terdengar menakutkan untuk
melakukan social distancing di Indonesia, mengingat warga Indonesia adalah warga yang
sangat social dan suka untuk bertemu.

Namun demikian, penundaan keputusan satu hari mungkin akan menumbuhkan kasus baru
sebanyak ratusan bahkan ribuan. Hingga akhirnya sistem kesehatan akan runtuh dan mortalitas
(kematian) akan semakin meningkat.
Link ulasan kengkap dan data studi literatur:
https://m.kumparan.com/makhyan-jibril/bom-waktu-itu-bernama-coronavirus-apa-yang-kita-dan-
pemerintah-harus-lakukan-1t1V0EUHncs

Ditulis oleh:
dr. Makhyan Jibril A M.Biomed
Residen Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Universitas Airlangga,-Deputy External JDN
Indonesia, Alumni University College London.

Anda mungkin juga menyukai