Anda di halaman 1dari 26

REFORMASI KESEHATAN BIDANG

PELAYANANNYA DI TINGKAT
MASYARAKAT UMUM
Disusun oleh :
Jihan Ahnaf Dwi Cahyani P07120218017
Khanifah Meilani P07120218019
Vidya Eka Dwi A. A P07120218028
Hanun Muthia Rahim P07120218029
Triska Novi Pratiwi P07120218042
Agusta Adhie Pradana P07120218048
Sinta Purnama Dewi P07120218049
PENDAHULUAN
Kesehatan adalah modal utama dalam membangun bangsa. Dengan adanya
masyarakat yang sehat, maka bangsa pun ikut menjadi kuat. Tidak berlebihan
jika didalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Namun demikian,
kesehatan seharusnya tidak ditinjau dari sisi kesehatan manusianya saja.
Kesehatan harus komprehensif, seperti halnya diterapkan diberbagai negara
didunia, konsep satu kesehatan benar-benar diwujudkan. Terlebih bangsa ini
telah banyak menimba pengalaman bahwa penyakit baru yang muncul pada
manusia. Covid-19 oleh WHO (Badan Kesehatan Dunia) telah dideklarasikan
sebagai pandemi. Artinya, tidak bisa tidak, jika pemerintah ingin menyehatkan
bangsa ini seutuhnya, harus menyelenggarakan reformasi kesehatan yang
berbasis komprehensif. baik kesehatan manusia, hewan dan lingkungan.
A. PERMASALAHAN UMUM COVID-19

Virus Corona atau severe acute respiratory syndrome coronavirus


2 (SARS-cov-2) adalah virus yang menyerang sistem
pernapasan. Penyakit karena infeksi virus ini disebut COVID-
19. Virus Corona bisa menyebabkan gangguan pada sistem pernapasan,
pneumonia akut, sampai kematian. Severe acute respiratory syndrome
coronavirus 2 (SARS-cov-2) yang lebih dikenal dengan nama virus Corona
adalah jenis baru dari coronavirus yang menular ke manusia. Virus ini bisa
menyerang siapa saja, baik bayi, anak-anak, orang dewasa, lansia, ibu hamil,
maupun ibu menyusui.
Wabah corona virus (covid-19) saat ini menjadi perhatian seluruh dunia
karena dampak yang ditimbulkan dan berpengaruhnya segala bidang karena
penyebaran virus tersebut. Infeksi virus pertama kali ditemukan di kota
Wuhan Provinsi Hubei, Tiongkok, Cina pada akhir Desember 2019.
• Wabah ini ditetapkan sebagai pandemi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
pada 11 Maret 2020. Wabah corona di Cina sendiri telah mengakibatkan lebih
dari 28.800 kematian dan 137.000 kesembuhan. Virus ini menular dengan cepat
dan telah menyebar ke wilayah lain di Cina dan ke beberapa negara, termasuk
Indonesia.
• Virus SARS-CoV-2 diduga menyebar di antara orang-orang terutama melalui
percikan pernapasan (droplet) yang dihasilkan selama batuk. Percikan ini juga
dapat dihasilkan dari bersin dan pernapasan normal. Selain itu, virus dapat
menyebar akibat menyentuh permukaan benda yang terkontaminasi dan
kemudian menyentuh wajah seseorang. Penyakit COVID-19 paling menular saat
orang yang menderitanya memiliki gejala, meskipun penyebaran mungkin saja
terjadi sebelum gejala muncul. Periode waktu antara paparan virus dan
munculnya gejala biasanya sekitar lima hari, tetapi dapat berkisar dari dua hingga
empat belas hari. Gejala umum di antaranya demam, batuk, dan sesak napas. 
Komplikasi dapat berupa pneumonia dan sindrom gangguan pernapasan akut.
Tidak ada vaksin atau pengobatan antivirus khusus untuk penyakit ini. Pengobatan
primer yang diberikan berupa terapi simtomatik dan suportif. Langkah-langkah
pencegahan yang direkomendasikan di antaranya mencuci tangan, menutup mulut
saat batuk, menjaga jarak dari orang lain, serta pemantauan dan isolasi diri untuk
orang yang mencurigai bahwa mereka terinfeksi. Upaya untuk mencegah
penyebaran virus termasuk pembatasan perjalanan, karantina, pemberlakuan jam
malam, penundaan dan pembatalan acara, serta penutupan fasilitas. Upaya ini
termasuk karantina Hubei, karantina nasional di Italia dan di tempat lain di Eropa,
serta pemberlakuan jam malam di Tiongkok dan Korea Selatan, berbagai
penutupan perbatasan negara atau pembatasan penumpang yang masuk penapisan
di bandara dan stasiun kereta, serta informasi perjalanan mengenai daerah dengan
transmisi lokal. Sekolah dan universitas telah ditutup baik secara nasional atau
lokal di lebih dari 124 negara dan memengaruhi lebih dari 1,2 miliar siswa.
Indonesia sendiri masih bergelut melawan virus Corona hingga saat ini, sama dengan negara
lain di dunia. Jumlah kasus virus Corona terus bertambah dengan beberapa melaporkan
kesembuhan, tapi tak sedikit yang meninggal. Usaha penanganan dan pencegahan terus
dilakukan demi melawan COVID-19 dengan gejala mirip flu. Saat ini di Indonesia sendiri
sudah terdapat lebih dari 2.000 kasus positif Corona, untuk itu pemerintah menganjurkan
masyarakat untuk melakukan Physical distancing.
Physical distancing merupakan salah satu langkah pencegahan dan pengendalian infeksi virus
Corona dengan menganjurkan orang sehat untuk membatasi kunjungan ke tempat ramai dan
kontak langsung dengan orang lain. Ketika menerapkan Physical distancing, seseorang tidak
diperkenankan untuk berjabat tangan serta menjaga jarak setidaknya 1 meter saat berinteraksi
dengan orang lain, terutama dengan orang yang sedang sakit atau berisiko tinggi menderita
COVID-19. Selain itu, ada beberapa contoh penerapan Physical distancing yang umum
dilakukan, yaitu:
•Bekerja dari rumah (work from home)
•Belajar di rumah secara online bagi siswa sekolah dan mahasiswa
•Menunda pertemuan atau acara yang dihadiri orang banyak, seperti konferensi,
seminar, dan rapat, atau melakukannya secara online lewat konferensi video
atau teleconference
•Tidak mengunjungi orang yang sedang sakit, melainkan cukup melalui telepon
atau video call
Pada dasarnya, Physical distancing dilakukan untuk memutus rantai pandemi Covid-19.
Kurangnya aktivitas yang memicu perkumpulan dinilai mampu membatasi
perkembangan virus. Karena virus covid-19 sendiri tidak akan bertahan lama jika tidak
masuk dalam tubuh manusia, maka anjuran tersebut akan efektif untuk memutus rantai
penyebaran virus karena tidak akan hinggap di manusia
B. PERMASALAHAN KHUSUS COVID-19 PADA PELAYANANNYA
DI TINGKAT MASYARAKAT UMUM

Kegagalan menghentikan penyebaran Covid-19 berdampak langsung pada kapasitas


medis di Indonesia yang selama ini sudah bermasalah. Dengan jumlah pasien saat ini
saja, rumah sakit, dokter, dan perawat, tidak memadai.
Sebelum kasus Covid-19 meledak, jumlah tempat tidur rumah sakit di Indonesia baru
1,04 per 1.000 penduduk. Jumlah dokter dan perawat juga di bawah standar. Setiap
1.000 penduduk Indonesia hanya punya 0,3 dokter dan 1,2 perawat.
Kondisi diperparah oleh APD yang tidak mencukupi. Dokter dan perawat yang
terbatas harus bekerja dengan APD yang minim. Banyak rumah sakit yang terpaksa
membolehkan perawatnya menggunakan masker yang sama di hari berikut selama
tidak bertukar dengan milik orang lain.
Kelangkaan APD mengharuskan tim medis menggunakan APD
seadanya dengan memakai jas hujan. Tentu saja hal ini tidak sesuai dengan
standar dan dapat meningkatkan resiko tertular covid-19. Selain itu, ada
pula rumah sakit yang mengharuskan tim kesehatan yang menangani pasien
covid-19 memakai APD dalam satu shift (selama 8 jam) untuk menghemat
penggunaan APD. Hal ini menyebabkan tim medis yang bekerja tidak dapat
makan dan minum selama bekerja dan tentu saja dapat menurunkan
imunitas tubuh mereka dan meningkatkan resiko tertular covid-19.
Dalam situasi perang melawan corona, pemerintah perlu lebih bijak
dalam mengambil keputusan untuk memperkuat kapasitas medis. Sejumlah
praktisi medis menyarankan tujuh kebijakan yang perlu diambil pemerintah
guna memperkuat kapasitas medis.
PERTAMA, pemerintah harus memastikan bahwa tunggakan pembayaran klaim rumah sakit oleh

BPJS Kesehatan harus secepatnya diselesaikan. Tanpa solusi itu, ledakan pasien Covid-19 akan sulit

dilayani.

KEDUA, pemerintah harus memastikan bahwa pasien Covid-19 boleh menggunakan kartu

peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) dan rumah sakit yang

melayani peserta BPJS Kesehatan harus dibayar. Kepastian ini penting agar rumah sakit bisa tetap

hidup untuk melayani pasien dengan standar yang baik.

KETIGA, Kementerian Kesehatan (Kemkes), gubernur, bupati, dan wali kota sebagai regulator

harus ikhlas mencabut berbagai regulasi yang menghambat pembangunan rumah sakit baru. Untuk

memerangi corona, swasta yang berniat membangun rumah sakit perlu didukung.


•KEEMPAT, Kemkes hendaknya tidak kaku dan terlalu birokratis dalam memberikan surat izin praktik (SIP) dokter.
Dokter yang memiliki izin praktik di satu rumah sakit boleh melakukan praktik di rumah sakit lain selama enam

bulan untuk menangani pasien Covid-19.

•KELIMA, pemerintah harus memastikan bahwa APD cukup tersedia bagi para dokter dan paramedis. Kementerian
yang membidangi industri, perdagangan, dan keuangan perlu memberikan sanksi tegas kepada pelaku bisnis yang

selama ini tetap mengekspor APD.

•KEENAM, dalam memerangi Covid-19, pemerintah perlu melibatkan semua rumah sakit, baik rumah sakit
pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, maupun swasta. Semua rumah sakit diberikan kemudahan untuk

melayani masyarakat, mulai dari tes corona hingga perawatan.

•KETUJUH, Kemkes perlu memberikan kemudahan bagi mahasiwa Fakultas Kedokteran dan Fakultas
Keperawatan menjadi relawan. Jumlah mereka di seluruh Indonesia cukup signifikan. Mereka perlu diberikan

fasilitas memadai untuk bekerja sebagai relawan dengan standar medis yang tinggi.
• Tidak ada satu pun negara di dunia yang siap menghadapi pandemi Covid-
19. Tiongkok membangun rumah sakit khusus bagi pasien corona. Di
berbagai negara, pemerintah pontang-panting membangun rumah sakit
yang khusus bagi pasien corona.
• Dengan tingkat penularan yang tinggi, berbagai negara menyedikan rumah
sakit khusus bagi penderita corona. Tidak bercampur dengan pasien lain.
RS Persahabatan, RSPAD Gatot Soebroto, dan RSPI Sulianti Saroso tidak
mencukupi. 
• Pemerintah Indonesia saat ini pun sedang membangun rumah sakit khusus
pasien corona di Pulau Galang. Kesadaran akan bahaya virus corona dan
pentingnya berbagai cara untuk memutus rantai penyebaran corona adalah
sesuatu yang sangat penting. Hanya dengan kesadaran ini pasien serius dan
kritis bisa diminimalkan.
• Pasien serius dan kritis Covid-19 ini harus dirawat di rumah sakit
khusus. Pasien kritis biasanya di ICU, sedangkan yang masuk kategori
serius di high care unit (HCU). Jumlah pasien kritis sekitar 2,4% dari
total yang terpapar. Mereka umumnya pasien berusia di atas 60 tahun
dan menderita komplikasi. Peringkat kedua adalah pasien serius.
Jumlah mereka sekitar 13,9% dari pasien Covid-19.
• Banyak pasien kritis di Indonesia yang sulit tertolong karena
keterbatasan peralatan, di antaranya ventilator untuk membantu
pernapasan. Dokter spesialis pernapasan diprioritaskan untuk pasien
ICU. Idealnya, pasien Covid-19 kategori ringan juga dirawat di rumah
sakit. Namun, pada saat rumah sakit penuh, pasien kelompok ini
diharapkan melakukan perawatan mandiri.
•Kita menghargai upaya pemerintah mengubah Wisma Atlet di Kemayoran menjadi
rumah sakit Covid-19. Demikian juga sejumlah rumah sakit swasta, seperti Siloam yang
mengkhususkan dua rumah sakitnya, yakni RS Kelapa Dua dan RS Mampang, sebagai
rumah sakit yang melayani pasien Covid-19.
•Alat pelindung diri (APD) menjadi senjata yang sangat penting bagi tenaga medis dalam
bekerja untuk melindungi dirinya agar tidak tertular covid-19 dari pasien. Meningkatnya
kasus positif covid-19 ini mengakibatkan terjadinya kelangkaan APD yang hingga kini
masih terus terjadi.
•Pengurus Besar (PB) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengakui meski pemerintah telah
mendistribusikan APD untuk tenaga medis pekan lalu hingga ratusan ribu unit tetapi
jumlahnya masih kurang. Sebab, APD sebenarnya hanya bisa digunakan sekali pakai
padahal jumlah kasus dan pasien terus bertambah dari hari kehari.
• Sebagai antisipasi atas merebaknya koronavirus yang bisa menjalar ke
Indonesia, Pemerintah Indonesia melakukan berbagai cara untuk mencegah
virus tersebut ke Indonesia. Salah satunya adalah dengan membentuk 132 
rumah sakit rujukan yang langsung berada di bawah Kantor Kesehatan
Pelabuhan (KKP) (sebelumnya hanya 100 rumah sakit). Beberapa rumah sakit
di berbagai daerah juga menjadi rujukan, seperti RSPI Sulianti Saroso,
RSUD Tarakan, dan Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto.
Dalam menangani wabah virus corona atau Covid-19, ahli menyebutkan bahwa
Indonesia seharusnya benar-benar memanfaatkan dan memfasilitasi fasilitas
kesehatan dari tingkat primer, yaitu puskesmas. Disampaikan oleh Perwakilan
Solidaritas Berantas Covid-19, Prof Akmal Taher, saat ini pemerintah
mengatakan sistem pelayanan kesehatan Indonesia telah siap menghadapi
wabah ini, padahal nyatanya tidak siap. Di samping kurang banyaknya rumah
sakit (RS) rujukan Covid-19 itu sendiri sementara jumlah pasien akan terus
bertambah dengan adanya rapid test massal, masih diperlukan penambahan
Alat Pelindung Diri (APD) dan fasilitas lainnya.
• "Banyak cerita rumah sakit sistemnya belum baik, ini jadi masalah paling berat, apalagi
jika tanpa penguatan puskesmas, kita akan sulit," ujar mantan Staf Khusus Menteri
Kesehatan RI Bidang Peningkatan Layanan yang bertugas pada 2014-2019 ini. Baca
juga: Health Belief Model Jelaskan Akar Masalah Pencegahan Corona di Indonesia
Menurut dia, puskesmas adalah tulang punggung dalam menghadapi dan melawan
wabah Covid-19 ini. Pasalnya, puskesmas merupakan layanan primer yang paling dekat
dengan masyarakat. "Tapi sayangnya ini yang paling lemah," kata Akmal dalam forum
diskusi online bertajuk Peran Masyarakat Sipil Hadapi Covid-19, Kamis (19/3/2020).
Cara kerja sistem kesehatan nasional dalam menangani kasus Covid-19 ini, kata Akmal,
menunjukkan bahwa selama ini, promosi kesehatan dan pencegahan penyakit yang
selalu digaungkan di instansi pelayanan kesehatan belum berhasil diterapkan oleh
masyarakat. Padahal, jika sistem promosi kesehatan dan cara pencegahan penyakit telah
dilakukan dengan baik oleh masyarakat, maka kepanikan atau kekhawatiran berlebih
pada kondisi saat ini tidak perlu terjadi, dan masyarakat juga sudah terbiasa melakukan
pola hidup sehat dan bersih tanpa menunggu wabah pandemik seperti ini hadir.
C. REALITAS ATAU POTRET PERKEMBANGAN PELAYANAN
KESEHATAN MASYARAKAT UMUM DAN BAGAIMANA
REALITAS TERSEBUT TERJADI
Menyeruaknya penyebaran virus Corona atau Covid-19, menjadikan setiap negara siaga. Kewaspadaan
itu salah satunya dengan menyiapkan berbagai proses pencegahan. Pemerintah pusat terus mendorong
sejumlah instalansi layanan kesehatan untuk menangani pasien pengawasan atau menjadi suspect virus
Corona.
Kementerian Kesehatan menyatakan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) kini memberi pelayanan 
rapid test dan metode tes swab Polymerase Chain Reaction (PCR) sebagai bantuan medis awal deteksi
penyebaran virus corona (covid-19). Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan
mengatakan Puskesmas punya peran penting melakukan screening kepada masyarakat yang diduga kontak
erat dengan pasien positif Covid-19. Dua metode screening tersebut dengan menggunakan rapid test atau
melakukan metode swab cairan dalam tenggorokan. Jika rapid test menunjukkan negatif maka akan
dianjurkan melakukan isolasi diri di rumah. Jika menggunakan metode swab, spesimen akan dibawa ke lab
untuk tes PCR, kemudian akan diberikan informasi setelah hasilnya keluar. Hasil tes swab di Puskesmas
tersebut nantinya diserahkan ke laboratorium Penelitian Pengembangan Kesehatan Kemenkes.
• Dalam menangani wabah virus corona atau Covid-19, ahli menyebutkan bahwa
Indonesia seharusnya benar-benar memanfaatkan dan memfasilitasi fasilitas kesehatan
dari tingkat primer, yaitu puskesmas. Namun kenyataannya, layanan primer masyarakat
umum semakin lemah karena bila menyangkut virus seperti ini, semua orang langsung
beralih ke rumah sakit untuk skrining dengan dokter paru, padahal pencegahan corona
seperti cuci tangan harusnya sudah dikerjakan oleh masyarakat sehari-hari.
• Disampaikan oleh Perwakilan Solidaritas Berantas Covid-19, Prof Akmal Taher, saat ini
pemerintah mengatakan sistem pelayanan kesehatan Indonesia telah siap menghadapi
wabah ini, padahal nyatanya tidak siap. Di samping kurang banyaknya rumah sakit (RS)
rujukan Covid-19 itu sendiri sementara jumlah pasien akan terus bertambah dengan
adanya rapid test massal, masih diperlukan penambahan Alat Pelindung Diri (APD) dan
fasilitas lainnya. Menurut dia, puskesmas adalah tulang punggung dalam menghadapi
dan melawan wabah Covid-19 ini. Pasalnya, puskesmas merupakan layanan primer yang
paling dekat dengan masyarakat. Tetapi sayangnya puskesmas masih lemah untuk
menghadapi wabah Covid-19.
Promosi kesehatan dan pencegahan penyakit yang selalu digaungkan di instansi
pelayanan kesehatan belum berhasil diterapkan oleh masyarakat. Padahal, jika sistem
promosi kesehatan dan cara pencegahan penyakit telah dilakukan dengan baik oleh
masyarakat, maka kepanikan atau kekhawatiran berlebih pada kondisi saat ini tidak
perlu terjadi, dan masyarakat juga sudah terbiasa melakukan pola hidup sehat dan
bersih tanpa menunggu wabah pandemik seperti ini hadir.
Perwakilan Solidaritas untuk berantas Covid-19 menyarankan agar petugas
kesehatan di puskesmas diberi pelatihan bagaimana mereka harus bertindak jika ada
pasien yang datang dengan gejala-gejala menyerupai Covid-19. Selain itu juga, APD
juga harusnya dipersiapkan di puskesmas, bukan hanya rumah-rumah sakit saja.
Petugas kesehatan di puskesmas juga membutuhkan APD agar mereka tidak langsung
merujuk pasien ke rumah sakit karena tidak memiliki perlengkapan yang memadai.
Hal ini penting dilakukan terutama untuk menunjang pelayanan dan penanganan
potensi wabah Covid-19 di daerah-daerah yang jauh dari RS rujukan nasional khusus
Covid-19.
D. REALITAS PERKEMBANGAN YANG SESUAI
DALAM IMPLEMENTASI KEBIJAKAN YANG
BERDASAR NILAI-NILAI PANCASILA
Sejak pertama kali diumumkan ada satu pasien positif corona Indonesia melalui Kemenkes
mulai menyiapkan rumah sakit rujukan Covid-19 hingga ke daerah – daerah. Bukan hanya itu
Puskesmas yang merupakan pelayanan primer di masyarakat juga ikut andil dalam hal ini.
Puskesmas sudah menyiapkan rapid tes dan PCR untuk pemudik yang pulang ke kampung
halaman halaman. Hal ini semata dilakukan untuk mencegah penyebaran covid-19 dan deteksi
dini. Namun, tersedianya fasilitas ini masih disepelekan oleh sebagian masyarakat. Terbukti
masih banyak masyarakat yang memilih screening ke dokter spesialis paru ketimbang ke faskes
anjuran pemerintah. Hal ini menunjukan bahwa belum terwujudnya nilai persatuan dalam
Pancasila dikarenakan masih banyak masyarakat yang belum satu suara dengan anjuran
pemerintah.
• Upaya pemerintah untuk memberantas covid diwujudkan dalam berbagai
kegiatan, salah satunya puskesmas memiliki tugas untuk mengedukasi
masyarakat tentang bagaimana cara mencegah corona dan penyebarannya.
Salah satu poin untuk mencegah adalah mencuci tangan dengan benar.
Namun, tidak semua puskesmas melakukan edukasi kepada masyarakat
luas, sementara ini hanya kepada pengunjung puskesmas. Hal ini
menunjukan bahwa regulasi dan SOP yang diberikan oleh Kemenkes tidak
dilaksanakan secara utuh dan terkesan berantakan di lini bawah.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Virus Corona atau severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-
cov-2) adalah virus yang menyerang sistem pernapasan. Virus Corona bisa
menyebabkan gangguan pada sistem pernapasan, pneumonia akut, sampai
kematian. Virus SARS-CoV-2 diduga menyebar di antara orang-orang terutama
melalui percikan pernapasan (droplet) yang dihasilkan selama batuk. Percikan ini
juga dapat dihasilkan dari bersin dan pernapasan normal. Selain itu, virus dapat
menyebar akibat menyentuh permukaan benda yang terkontaminasi dan kemudian
menyentuh wajah seseorang. Gejala umum di antaranya demam, batuk, dan sesak
napas. Komplikasi dapat berupa pneumonia dan sindrom gangguan pernapasan
akut. Langkah-langkah pencegahan yang direkomendasikan di antaranya mencuci
tangan, menutup mulut saat batuk, menjaga jarak dari orang lain, serta pemantauan
dan isolasi diri untuk orang yang mencurigai bahwa mereka terinfeksi.
Kementerian Kesehatan menyatakan Pusat Kesehatan Masyarakat
(Puskesmas) kini memberi pelayanan rapid test dan metode tes swab
 Polymerase Chain Reaction (PCR) sebagai bantuan medis awal
deteksi penyebaran virus corona (covid-19). Puskesmas punya peran
penting melakukan screening kepada masyarakat yang diduga kontak
erat dengan pasien positif Covid-19. Dua metode screening tersebut
dengan menggunakan rapid test atau melakukan metode swab cairan
dalam tenggorokan. Upaya pemerintah untuk memberantas covid
diwujudkan dalam berbagai kegiatan, salah satunya puskesmas
memiliki tugas untuk mengedukasi masyarakat tentang bagaimana
cara mencegah corona dan penyebarannya. Salah satu poin untuk
mencegah adalah mencuci tangan dengan benar.
B. SARAN
• BAGI PEMBACA, sebaiknya mengikuti anjuran yang sudah diedukasikan oleh para tenaga medis
dengan rajin mencuci tangan, menutup mulut saat batuk, menjaga jarak dari orang lain, serta
pemantauan dan isolasi diri untuk orang yang mencurigai bahwa mereka terinfeksi. Anjuran dari
pemerintah agar menjadi perhatian untuk kita semua, untuk mencegah penyebaran virus dengan
pembatasan perjalanan, karantina, pemberlakuan jam malam, penundaan dan pembatalan acara, serta
penutupan fasilitas. Agar terus menunjukkan solidaritas dan kerja sama yaitu saling mendukung satu
sama lain, bahu membahu membakar semangat gotong royong. Jangan panik, tetapi harus waspada.
• BAGI PEMERINTAHAN, harus siap menghadapi penahanan, termasuk pengawasan aktif, deteksi
dini, isolasi dan manajemen kasus, pelacakan kontak dan pencegahan penyebaran infeksi 2019-
nCoV, dan untuk berbagi data lengkap dengan WHO. Menempatkan penekanan khusus pada
pengurangan infeksi manusia, pencegahan penularan sekunder dan penyebaran internasional dan
berkontribusi pada tanggapan internasional melalui komunikasi dan kolaborasi multi-sektoral dan
partisipasi aktif dalam meningkatkan pengetahuan tentang virus dan penyakit, serta memajukan
penelitian.
DAFTAR PUSTAKA

• https://www.kompas.com/sains/read/2020/03/20/190500623/wabah-coron
a-di-indonesia-ahli-tegaskan-pentingnya-peran-puskesmas
.
Diakses pada 8 April 2020 pada 20.00 WIB
• https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200407113103-20-491130/kem
enkes-sebut-puskesmas-bisa-layani-tes-swab-corona
.
Diakses pada 8 April 2020 pada 20.15 WIB
• THANKYOU 
• ANY QUESTYON ???

Anda mungkin juga menyukai