Laporan Pendahuluan Psikososial
Laporan Pendahuluan Psikososial
Laporan
Oleh
NICKMAYA JULIANA
213213002
A. KASUS ANSIETAS
1. DEFINISI
Ansietas adalah keadaan dimana individu/kelompok mengalami perasaan
gelisah (penilaian atau opini) dan aktivasi sistem saraf otonom dalam merespon
terhadap ancaman yang tidak jelas, non spesifik (Linda Juall Carpenito, Edisi 8).
Ansietas adalah kekhawatiran yang tidak jelas menyebar dialam dan terkait
dengan perasaan ketidakpastian dan ketidakberdayaan perasaan isolasi,
keterasingan dan ketidakamanan juga hadir (Stuart dan Laraia, 2005). Ansietas
merupakan alat peringatan internal yang memberikan tanda bahaya kepada individu.
Sisi negatif ansietas atau sisi yang membahayakan ialah rasa khawatir yang
berlebihan tentang masalah yang nyata atau potensial. Hal ini menghabiskan tenaga,
menimbulkan rasa takut, dan menghambat individu melakukan fungsinya dengan
adekuat dalam situasi interpersonal, situasi kerja, dan situasi sosial. Diagnosis
gangguan ansietas ditegakkan ketika ansietas tidak lagi berfungsi sebagai tanda
bahaya, melainkan menjadi kronis dan mempengaruhi sebagian besar kehidupan
individu sehingga menyebabkan perilaku maladaptif dan disabilitas emosional.
Misalnya, diagnosis gangguan ansietas umum ditegakkan ketika individu selalu
khawatir tentang sesuatu atau semua hal tanpa alasan yang nyata, merasa gelisah,
lelah, dan tegang, serta sulit berkonsentrasi selama sekurang-kurangnya enam
bulan terakhir. Makalah ini berfokus pada gangguan ansietas yang menyebabkan
ansietas yang ekstrenm dan melemahkan, yang mengganggu kehidupan sehari-hari
individu.
3. TINGKATAN
Ansietas memiliki dua aspek yakni aspek yang sehat dan aspek membahayakan, yang
bergantung pada tingkat ansietas, lama ansietas yang dialami, dan seberapa baik individu
melakukan koping terhadap ansietas. Menurut Peplau (dalam, Videbeck, 2008) ada empat
tingkat kecemasan yang dialami oleh individu yaitu ringan, sedang, berat dan panik :
a. Ansietas ringan
Perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan membutuhkan perhatian khusus.
Stimulasi sensori meningkat dan membantu individu memfokuskan perhatian untuk
belajar, menyelesaikan masalah, berpikir, bertindak, merasakan, dan melindungi diri
sendiri. Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas ringan adalah sebagai
berikut:
1) Respons fisik
Ketegangan otot ringan
Sadar akan lingkungan
Rileks atau sedikit gelisah
Penuh perhatian
Rajin
2) Respon kognitif
Lapang persepsi luas
Terlihat tenang, percaya diri
Perasaan gagal sedikit
Waspada dan memperhatikan banyak hal
Mempertimbangkan informasi
Tingkat pembelajaran optimal
3) Respons emosional
Perilaku otomatis
Sedikit tidak sadar
Aktivitas menyendiri
Terstimulasi
Tenang
b. Ansietas sedang
Merupakan perasaan yang menggangu bahwa ada sesuatu yang benar-benar berbeda;
individu menjadi gugup atau agitasi. Memusatkan pada hal yang penting dan
mengesapingkan yang lain, sehinggga seseorang mengalami perhatian yang
selektif. Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas sedang adalah sebagai
berikut :
1) Respon fisik :
Ketegangan otot sedang
Tanda-tanda vital meningkat
Pupil dilatasi, mulai berkeringat
Sering mondar-mandir, memukul tangan
Suara berubah : bergetar, nada suara tinggi
Kewaspadaan dan ketegangan menigkat
Sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyeri punggung
2) Respons kognitif
Lapang persepsi menurun
Tidak perhatian secara selektif
Fokus terhadap stimulus meningkat
Rentang perhatian menurun
Penyelesaian masalah menurun
Pembelajaran terjadi dengan memfokuskan
3) Respons emosional
Tidak nyaman
Mudah tersinggung
Kepercayaan diri goyah
Tidak sabar
Gembira
c. Ansietas berat
Cenderung memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak dapat
berpikir tentang hal lain. Ada sesuatu yang berbeda dan ada ancaman,
memperlihatkan respons takut dan distress. Menurut Videbeck (2008), respons dari
ansietas berat adalah sebagai berikut :
1) Respons fisik
Ketegangan otot berat
Hiperventilasi
Kontak mata buruk
Pengeluaran keringat meningkat
Bicara cepat, nada suara tinggi
Tindakan tanpa tujuan dan serampangan
Rahang menegang, mengertakan gigi
Mondar-mandir, berteriak
Meremas tangan, gemetar
2) Respons kognitif
Lapang persepsi terbatas
Proses berpikir terpecah-pecah
Sulit berpikir
Penyelesaian masalah buruk
Tidak mampu mempertimbangkan informasi
Hanya memerhatikan ancaman
Preokupasi dengan pikiran sendiri
Egosentris
3) Respons emosional
Sangat cemas
Agitasi
Takut
Bingung
Merasa tidak adekuat
Menarik diri
Penyangkalan
Ingin bebas
d. Tingkat panik
Individu kehilangan kendali dan detail perhatian hilang, karena hilangnya kontrol,
maka tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan perintah. Peningkatan
aktifitas motorik, menurunnya kemampuan berhubungan dengan orang lain,
persepsi menyimpang, kehilangan pemikiran rasional. Menurut Videbeck (2008),
respons dari panik adalah sebagai berikut :
1) Respons fisik
Flight, fight, atau freeze
Ketegangan otot sangat berat
Agitasi motorik kasar
Pupil dilatasi
Tanda-tanda vital meningkat kemudian menurun
Tidak dapat tidur
Hormon stress dan neurotransmiter berkurang
Wajah menyeringai, mulut ternganga
2) Respons kognitif
Persepsi sangat sempit
Pikiran tidak logis, terganggu
Kepribadian kacau
Tidak dapat menyelesaikan masalah
Fokus pada pikiran sendiri
Tidak rasional
Sulit memahami stimulus eksternal
Halusinasi, waham, ilusi mungkin terjadi
3) Respon emosional
Merasa terbebani
Merasa tidak mampu, tidak berdaya
Lepas kendali
Mengamuk, putus asa
Marah, sangat takut
Mengharapkan hasil yang buruk
Kaget, takut
Lelah
4. RENTANG RESPON
5. FAKTOR PREDISPOSISI
Stressor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat
menyebabkan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Ketegangan dalam
kehidupan tersebut dapat berupa:
a. Peristiwa traumatik, yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan
dengan krisis yang dialami individu baik krisis perkembangan atau situasional.
b. Konflik emosional, yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan baik.
Konflik antara id dan superego atau antara keinginan dan kenyataan dapat
menimbulkan kecemasan pada individu.
c. Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu berpikir
secara realitas sehingga akan menimbulkan kecemasan.
d. Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk mengambil keputusan
yang berdampak terhadap ego.
e. Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman
terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri individu.
f. Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stress akan
mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konflik yang dialami karena
pola mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam keluarga.
g. Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respons
individu dalam berespons terhadap konflik dan mengatasi kecemasannya.
h. Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan yang
mengandung benzodizepin, karena benzodiazepine dapat menekan
neurotransmiter gamma amino butyric acid (GABA) yang mengontrol aktivitas
neuron di otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.
6. FAKTOR PRESIPITASI
Stresor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat
mencetuskan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Stressor presipitasi
kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu :
a. Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam integritas fisik
yang meliputi :
1) Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun,
regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal (misalnya : hamil).
2) Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri,
polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya
tempat tinggal.
b. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal.
1) Sumber internal : kesulitan dalam berhubungan interpersonal di rumah dan
tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap
integritas fisik juga dapat mengancam harga diri.
2) Sumber eksternal : kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan
status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.
7. MEKANISME KOPING
Kemampuan individu menanggulangi kecemasan secara konstruksi merupakan faktor
utama yang membuat klien berperilaku patologis atau tidak. Bila individu sedang
mengalami kecemasan ia mencoba menetralisasi, mengingkari atau meniadakan
kecemasan dengan mengembangkan pola koping. Pada kecemasan ringan, mekanisme
koping yang biasanya digunakan adalah menangis, tidur, makan, tertawa, berkhayal,
memaki, merokok, olahraga, mengurangi kontak mata dengan orang lain, membatasi diri
pada orang lain (Suliswati, 2005). Mekanisme koping untuk mengatasi kecemasan
sedang, berat dan panik membutuhkan banyak energi. Menurut Suliswati (2005),
mekanisme koping yang dapat dilakukan ada dua jenis, yaitu:
a. Reaksi yang berorientasi pada tugas. Tujuan yang ingin dicapai dengan
melakukan koping ini adalah individu mencoba menghadapi kenyataan tuntutan
stress dengan menilai secara objektif ditujukan untuk mengatasi masalah,
memulihkan konflik dan memenuhi kebutuhan.
1) Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau mengatasi hambatan
pemenuhan kebutuhan.
2) Perilaku menarik diri digunakan baik secara fisik maupun psikologik untuk
memindahkan seseorang dari sumber stress.
3) Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara seseorang
mengoperasikan, mengganti tujuan, atau mengorbankan aspek kebutuhan
personal seseorang.
b. Reaksi berorientasi pada ego. Koping ini tidak selalu sukses dalam mengatasi
masalah. Mekanisme ini seringkali digunakan untuk melindungi diri, sehingga
disebut mekanisme pertahanan ego diri biasanya mekanisme ini tidak membantu
untuk mengatasi masalah secara realita. Untuk menilai penggunaan makanisme
pertahanan individu apakah adaptif atau tidak adaptif, perlu di evaluasi hal-hal
berikut :
1) Perawat dapat mengenali secara akurat penggunaan mekanisme pertahanan
klien.
2) Tingkat penggunaan mekanisme pertahanan diri terebut apa pengaruhnya
terhadap disorganisasi kepribadian.
3) Pengaruh penggunaan mekanisme pertahanan terhadap kemajuan kesehatan
klien.
4) Alasan klien menggunakan mekanisme pertahanan.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Ansietas (Kecemasan)
3. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
NO STRATEGI PELAKSANAAN KETERANGAN
SP 1 PASIEN: Asessmen Ansietas dan Latihan Relaksasi
1. Bina hubungan saling percaya a. Mengucapkan salam terapeutik,
memperkenalkan diri, panggil
pasien sesuai nama panggilan yang
disukai
b. Menjelaskan tujuan interaksi:
melatih pengendalian ansietas agar
proses penyembuhan lebih cepat
3. FAKTOR PREDISPOSISI
Adanya riwayat :
a. Biologis
Penyakit genetik dalam keluarga, Pertumbuhan dan perkembangan masa bayi,
anak dan remaja, Anoreksia, bulimia, atau berat badan kurang atau berlebih dari
berat badan ideal, perubahan fisiologi pada kehamilan dan penuaan,
pembedahan elektif dan operasi, trauma, penyakit atau gangguan organ dan
fungsi tubuh lain ; Stroke, Kusta, Asthma dan lain-lain, pengobatan atau
kemoterapi, penyalahgunaan obat atau zat ; coccaine, Amphetamine,
Halusinogen dan lain-lain.
b. Psikologis
Gangguan kemampuan verbal, konflik dengan nilai masyarakat, pengalaman
masa lalu yang tidak menyenangkan, ideal diri tidak realistis.
c. Sosial budaya
Pendidikan masih rendah, masalah dalam pekerjaan, nilai budaya bertentangan
dengan nilai individu, pengalaman sosial yang tidak menyenangkan, kegagalan
peran sosial.
4. FAKTOR PRESIPITASI
a. Trauma
b. Penyakit, kelainan hormonal
c. Operasi atau pembedahahan
d. Perubahan masa pertumbuhan dan perkembangan ; maturasi
e. Perubahan fisiologis tubuh ; kehamilan, penuaan.
f. Prosedur medis dan keperawatan, efek pengobatan, radioterapi, kemoterapi.
5. MEKANISME KOPING
a. Konstruktif
1) Berfokus pada masalah : negosiasi, konfrontasi dan meminta nasehat/saran.
2) Berfokus pada kognitif : perbandingan yang positif, penggantian rewards,
antisipasi.
b. Destruktif
Berfokus pada emosi : denial, proyeksi, represi, kompensasi, isolasi.
B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA FOKUS PENGKAJIAN
1. PENGKAJIAN
a. Data Objektif
1) Hilangnya bagian tubuh.
2) Perubahan anggota tubuh baik bentuk maupun fungsi.
3) Menyembunyikan atau memamerkan bagian tubuh yang terganggu.
4) Menolak melihat bagian tubuh.
5) Menolak menyentuh bagian tubuh.
6) Aktifitas sosial menurun.
b. Data Subjektif
1) Menolak perubahan anggota tubuh saat ini, misalnya tidak puas dengan hasil
operasi.
2) Mengatakan hal negatif tentang anggota tubuhnya yang tidak berfungsi.
3) Menolak berinteraksi dengan orang lain.
4) Mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi terhadap bagian tubuh yang
terganggu.
5) Sering mengulang-ulang mengatakan kehilangan yang terjadi.
6) Merasa asing terhadap bagian tubuh yang hilang.
c. Konsep diri
Ideal diri, tidak realistis, ambisius
d. Sosial budaya :
1) Nilai budaya yang ada di masyarakat.
2) Nilai budaya yang dianut individu
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Gangguan Citra Tubuh
3. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
NO STRATEGI PELAKSANAAN KETERANGAN
SP 1 PASIEN: Assesmen gangguan citra tubuh dan menerima keadaan tubuh
saat ini
1. Bina hubungan saling percaya a. Mengucapkan salam terapeutik,
memperkenalkan diri, panggil pasien
sesuai nama panggilan yang disukai
b. Menjelaskan tujuan interaksi:
melatih pengendalian
ketidakberdayaan agar proses
penyembuhan lebih cepat
3. FAKTOR PREDISPOSISI
Menurut (Stuard and Sudeen, 1998)
a. Penolakan orang tua
b. Harapan orang tua yang tidak realistis
c. Kegagalan yang berulang kali
d. Kurang mempunyai tanggung jawab personal
e. Ketergantungan pada orang lain
f. Ideal diri tidak realistis
4. FAKTOR PRESIPITASI
Faktor presipitasi dapat disebabkan oleh faktor dari dalam atau faktor dari luar
individu ( eksternal or internal sources ) yang dibagi lima kategori.
a. Ketegangan peran adalah stress yang berhubungan dengan frustasi yang
dialami individu dalam peran atau posisi yang diharapkan. Terdapat tiga jenis
transisi peran yaitu perkembangan, situasi dan sehat-sakit.
b. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan kejadian
yang mengancam kehidupan.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Harga diri rendah situasional
A. KASUS KEPUTUSASAAN
1. DEFINISI
Keputusasaan merupakan keadaan subjektif seorang individu yang melihat
keterbatasan atau tidak ada alternatif atau pilhan pribadi yang tersedia dan tidak
dapat memobilisasi energy yang dimilikinya (NANDA, 2005).
Keputusasaan adalah keadaan emosional ketika individu merasa
bahwakehidupannya terlalu berat untuk dijalani ( dengan kata lain mustahil ).
Seseorangyang tidak memiliki harapan tidak melihat adanya kemungkinan untuk
memperbaikikehidupannya dan tidak menemukan solusi untuk permasalahannya,
dan ia percaya bahwa baik dirinya atau siapapun tidak akan bisa membantunya
Keputusasaan berkaitan dengan kehilangan harapan, ketidakmampuan,
keraguan, duka cita, apatis, kesedihan, depresi, dan bunuh diri. (Cotton dan
Range,1996).
Keputusasaan merupakan status emosional yang berkepanjangan dan
bersifatsubyektif yang muncul saat individu tidak melihat adanya alternatif lain atau
pilihan pribadi untuk mengatasi masalah yang muncul atau untuk mencapai apa
yangdiiginkan serta tidak dapat mengerahkan energinya untuk mencapai tujuan
yangditetapkan
3. RENTANG RESPON
Reaksi
Reaksi
kehilangan Mania/
Responsif kehilangan Supresi yang Depresi
yang wajar memanjang
4. FAKTOR PREDISPOSISI
a. Faktor genetik , transimisi gangguan alam perasaan diteruskan melalui garis
keturunan.
b. Berbalik pada diri sendiri , perasaan marah yang dialihkan pada diri sendiri.
(kehilangan obyek atau orang ) sehingga menyalahkan diri sendiri.
c. Faktor perkembangan , individu tidak berdaya mengatasi kehilangan.
d. Akibat gangguan perkembangan terhadap penilaian diri ( pesimis , tidak
berharga , tidak ada harapan )
e. Modal belajar ketidakberdayaan adanya pengalaman kegagalan , menjadi pasif
dan tidak mampu menghadapi masalah .
f. Modal perilaku karena kurang penguatan positif selama bereaksi dengan
lingkungan .
g. Modal biologi , perubahan kimiawi , defisiensi katekolamin , tidak berfungsinya
endokrin dan hipersekresi kortisol.
5. FAKTOR PRESIPITASI
a. Faktor biologis
Ketidak seimbangan metabolisme, kususnya obat anti hipertensi dan zat adiktif
b. Faktor Psikologis
1) Kehilangan kasih sayang (kehilangan cinta, harga diri )
2) Faktor sosiokultural
3) Kejadian penting dalam kehidupan
4) Banyak peran dan konflik peran
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Keputusasaan
3. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
NO STRATEGI PELAKSANAAN KETERANGAN
SP 1 PASIEN: Assesmen keputusasaan dan latihan berfikir positif melalui
penemuan harapan dan makna hidup
1. Bina hubungan saling percaya a. Mengucapkan salam terapeutik,
memperkenalkan diri, panggil pasien
sesuai nama panggilan yang disuka
b. Menjelaskan tujuan interaksi:
melatih pengendalian perasaan
putus asa agar proses penyembuhan
lebih cepat
A. KASUS KETIDAKBERDAYAAN
1. DEFINISI
Persepsi individu bahwa tindakannya sendiri tidak akan mempengaruhi hasil
secara bermakna ; suatu kurang kontrol terhadap situasi tertentu atau kejadian
baru yang di rasakan (Townsend,1998)
Kondisi ketika individu atau kelompok merasakan kurangnya kontrol personal
terhadap sejumlah kejadian atau situasi tertentu yang mempengaruhi pandangan ,
tujuan , dan gaya hidup (Carpenito 2009)
3. KLASIFIKASI
Stephenson (1979) dalam Carpenito (2009) menggambarkan 2 jenis
ketidakberdayaan yaitu :
a. Ketidakberdayaan situasional
Ketidakberdayaan yang muncul pada sebuah peristiwa spesifik dan mungkin
berlangsung singkat.
b. Ketidakberdayaan dasar (trait powerlessness)
Ketidakberdayaan yang bersifat menyebar , mempengaruhi pandangan, tujuan,
gaya hidup dan hubungan.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Ketidakberdayaan
DAFTAR PUSTAKA
Azis R, dkk. (2003). Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa. Semarang : RSJD Dr. Amino
Gondoutomo.
Carpenito, L.J. (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Penerbit Buku Kedokteran
EGC: Jakarta
Hawari, D. (2008). Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Stuart, G.W dan Sundden, S.J. (1995). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Suliswati, dkk. (2005). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Videbeck, S.J., (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.