Menyoal Efektivitas Pemberian Hak Veto Anggota Tetap Dewan Keamanan Terhadap Pengambilan Keputusan Penerimaan Anggota Baru Perserikatan Bangsa Bangsa
Menyoal Efektivitas Pemberian Hak Veto Anggota Tetap Dewan Keamanan Terhadap Pengambilan Keputusan Penerimaan Anggota Baru Perserikatan Bangsa Bangsa
“Menyoal Efektivitas Pemberian Hak Veto Anggota Tetap Dewan Keamanan Terhadap
Bangsa”
NIM: 19/438882/HK/21874
1|P a g e
Pendahuluan
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau United Nations (UN) yang berdiri pada 24
Oktober 1945 di San Fransisco, Amerika Serikat kini telah dihimpun oleh hampir semua negara
yang ada di dunia. Tercatat, dari yang semula hanya beranggotakan 51 negara 1, kini pada tahun
2020, sudah terdapat 193 negara berdaulat yang telah tergabung dalam struktur keanggotaan
PBB2. Hal ini membuktikan bahwa kebutuhan untuk berhimpun dan melebur dalam pergaulan
internasional telah menjadi suatu elemen yang tak terpisahkan dalam eksistensi sebuah negara.
Dalam konvensi Montevideo 1933 pun, kemampuan suatu negara untuk dapat
melakukan hubungan internasional juga merupakan suatu syarat yang harus dipenuhi untuk
menjadi dapat diakui sebagai suatu negara yang berdaulat 3. Dengan demikian sudahlah menjadi
suatu pokok yang terang bahwa status keanggotaan dalam PBB menjadi suatu hal yang sangat
penting bagi negara-negara yang berdaulat guna menjalankan kehidupan berbangsa dan
juga ditengarai oleh adanya berbagai kemudahan yang dapat diperoleh. Dimulai dari adanya
kemudahan untuk menemukan forum penyelesaian sengketa yang melibatkan beberapa negara
lintas regional, keamanan yang lebih terjamin karena adanya forum preventif terjadinya konflik
antar negara, hingga benefit dari sisi ekonomi yang membuka kans jejaring perdagangan lintas
negara sebagai resultan hubungan yang baik dalam hubungan internasional4. Adapun beberapa
manfaat lain yang dapat diperoleh suatu negara apabila bergabung dalam PBB, juga erat
kaitannya dengan beberapa fungsi Majelis Umum PBB yang oleh Sumaryo Suryokusumo
1
United Nations, History of the United Nations, tanpa tahun, https://www.un.org/en/sections/history/history-
united-nations/index.html diakses pada 1 Desember 2020 pukul 10:58.
2
United Nations, tanpa tahun, https://www.un.org/en/member-states/ diakses pada 1 Desember 2020 pukul
11:01.
3
Tasrif, 1987, Hukum Internasional tentang Pengakuan dalam Teori dan Praktik, Abardin, Bandung, halaman 9.
4
Yuni Arsiandy S, 2019, Menilik manfaat-tantangan keanggotaan Indonesia di Dewan Keamanan PBB,
https://www.antaranews.com/berita/873803/menilik-manfaat-tantangan-keanggotaan-indonesia-di-dewan-
keamanan-pbb diakses pada 1 Desember 2020 pukul 11:05.
1|P a g e
dijabarkan ke dalam beberapa fungsi, seperti ungsi deliberative, elektif, konstitutif, fungsi
penyelesaian sengketa secara damai, dan beberapa fungsi lain yang berkaitan erat dengan
organisasi internasional selevel PBB merupakan urgensi yang patut untuk dijadikan prioritas
Menyoal status keanggotaan PBB, maka tidak serta merta dapat diperoleh bagi tiap-tiap
negara yang telah mendaku berdaulat. Sebab, dalam Piagam PBB yang merupakan instrumen
hukum dasar (konstitusi), telah menyediakan seperangkat prosedur yang harus ditempuh oleh
suatu negara yang hendak bergabung. Prosedur yang berisi prasyarat tersebut didasari oleh
adanya ketentuan mengenai penerimaan anggota baru PBB yang diatur dalam BAB II tentang
keanggotaan pasal 3-4 Piagam PBB, dan Chapter XII Rules of Procedure UN General
Assembly about Admission of New Members to the United Nations. Adanya prosedur a quo
berkaitan erat dengan adanya hak dan kewajiban yang ditetapkan dalam konvensi internasional
dengan merujuk pada anggaran dasar 6. Dengan demikian, secara normatif terdapat beberapa
syarat absolut kumulatif yang harus dipenuhi oleh suatu negara untuk bergabung ke dalam
yang menarik untuk dikaji secara lebih dalam, dikarenakan pada beberapa syarat kumulatif a
quo, terdapat suatu mekanisme berupa pemberian hak veto kepada anggota tetap Dewan
Keamanan yang dapat menegasikan keterpenuhan syarat-syarat lain dari suatu negara yang
Berdasar uraian pembuka yang telah terpaparkan, kemudian terpantik suatu diskurus
yang menarik untuk dikaji, perihal seberapa efektifkah pemberian hak veto bagi anggota tetap
dewan keamanan PBB dalam penerimaan calon anggota baru PBB sekaligus menilai apakah
5
Sumaryo Suryokusumo, 2015, Hukum Organisasi Internasional, Tata Nusa, Jakarta, halaman 23.
6
Mochtar Kusumaatmadja, dan Etty R. Agoes, 2013 Pengantar Hukum Internasional, Alumni, Bandung
halaman 101.
2|P a g e
pemberian hak tersebut telah melenceng dari prinsip persamaan kedaulatan dan asas kesamaan
dalam hukum (equality before the law), pada hubungan internasional antar negara.
Sebelum masuk dalam pemembahasan utama mengenai efektivitas pemberian hak veto
terhadap mekanisme penerimaan anggota baru perserikatan bangsa-bangsa, secara sumir akan
dibahas dengan singkat mengenai status keanggotaan PBB bagi tiap-tiap negara anggota
apabila mengacu pada ketentuan yang terdapat dalam Piagam PBB serta beberapa sumber
terkait.
Piagam PBB memberikan status khusus kepada negara-negara tertentu sebagai anggota
utama/anggota asli (original members). Beberapa negara yang mendapat predikat sebagai
original members ini antara lain adalah beberapa negara yang ikut serta dalam konferensi san
beberapa status lain yang dapat dikatakan lebih “inferior” apabila dibandingkan dengan status
“original members” disebut dengan istilah “quantitative members” yang merujuk kepada
menyatakan bahwa terdapat tiga macam keanggotaan dalam suatu organisasi internasional,
yakni anggota penuh atau full member, anggota afiliasi atau affiliate member, serta anggota
parsial atau partial members9. Berkaitan dengan anggota penuh, berarti kita sedang
anggota suatu organisasi internasional dengan “hak-hak” yang terbatas. Affiliate member
7
Op.cit, Sumaryo Suryokusumo, halaman 70.
8
Ibid.
9
Mohd. Burhan Tsani, Hukum Organisasi Internasional, Departemen Hukum Internasional UGM, Yogyakarta,
halaman 48.
3|P a g e
adalah jenis keanggotaan yang tidak memiliki hak suara pada organ pokok yang diidentikkan
dengan gerakan kemerdekaan atau pemerintahan dalam pengasingan 10. Sedangkan, partial
members berarti adanya status keanggotaan yang hanya dapat ikut serta dalam beberapa
Bangsa-Bangsa sendiri berkaitan erat dengan komposisi keanggotaan full members dan
affiliate/spectate members. Sebab berkaitan dengan affiliate members, mengacu pada definisi
yang telah diuraikan serta kondisi de facto dalam organ PBB pada status quo, maka Palestina
hanya dapat dikategorikan sebagai affiliate member dikarenakan hanya diberi kewenangan
sebagai pengamat dengan tidak diberikannya hak suara dalam organ pengambilan keputusan
PBB.
Melihat status Palestina sebagai subyek hukum yang masih belum diakui dan diterima
sebagai anggota penuh (full member) PBB, maka terdapat satu permasalahan yang tak kalah
menarik untuk dikaji secara lebih mendalam perihal faktor apa sajakah yang menghambat
proses penerimaan calon anggota penuh PBB dengan meninjau mekanisme yang terdapat
dalam Piagam PBB serta beberapa sumber peraturan lain yang terkait.
Sebagaimana yang telah disebutkan dalam uraian pembuka, bahwa terdapat mekanisme
khusus dalam Penerimaan anggota baru PBB yang termaktub di dalam pasal 3-4 Piagam PBB,
dan Chapter XII Rules of Procedure UN General Assembly about Admission of New Members
to the United Nations. Dalam kedua sumber yang berisi landasan terhadap mekanisme
10
Ibid.
11
Ibid.
12
Op.cit, Sumaryo Suryokusumo, halaman 72.
4|P a g e
1. Open to all other “peace-loving” states.
Istilah “peace-loving” ini diambil dari pengalaman dan pemikiran tatkala terjadinya
Perang Dunia II. Negara yang tergabung dalam blok axis dianggap sebagai negara yang tidak
cinta damai. Dengan ini, maksud dari unsur peace-loving states ini pada hakikatnya ditujukan
kepada negara-negara yang tidak ikut perang melawan kekuatan poros, atau setidak -tidaknya
maupun dari Majelis Umum, bahwa permintaan untuk menjadi anggota PBB haruslah berisi
suatu pernyataan resmi bahwa negara yang bersangkutan menerima dan tunduk pada
kewajiban-kewajiban yang telah digariskan bersama. Hal ini sebagaimana yang tertuang dalam
rule 58 provisional rule Dewan Keamanan PBB dan rule 135 Rule of Procedure Majelis
Umum.
Prinsip ketiga ini berintikan pada adanya kehendak dan kesanggupan dari calon negara
Dalam prinsip ini, setelah memeriksa permintaan keanggotaan dari suatu negara untuk
menjadi anggota PBB, Dewan Keamanan kemudian memberikan rekomendasi kepada Majelis
Umum PBB untuk menerima dengan syarat terpenuhinya 9 suara afirmatif dari anggota Dewan
Keamanan termasuk persetujuan dari kelima anggota tetap Dewan Keamanan PBB (berdasar
pasal 27 ayat 2 Piagam PBB). Apabila Dewan Keamanan menolak permintaan tersebut baik
karena disebabkan tidak tercapainya 9 suara afirmatif termasuk kelima anggota tetap Dewan
13
Ibid.
14
Ibid
5|P a g e
Keamanan maupun karena adanya salah satu atau lebih dari lima anggota tetap Dewan
Keamanan PBB yang tidak menyetujuinya (veto), maka dengannya Dewan Kemanan PBB
tidak dapat memberikan rekomendasi tentang penerimaan keanggotaan calon negara anggota
5. Decision of the general assembly on the admission of new members shall be made
Apabila dalam poin/prinsip keempat terpenuhi, dalam arti calon negara anggota
memperoleh rekomendasi positif dari Dewan Keamanan, kelengkapan ini disampaikan kepada
Majelis Umum PBB selambat-lambatnya 25 hari sebelum dimulainya Sidang Umum tahunan
Majelis Umum PBB atau 4 hari sebelum diadakannya sidang khusus Majelis Umum PBB atau
4 hari sebelum diadakannya Sidang Khusus Majelis Umum PBB (berdasarkan rule 60
proviosional rules of procedure of the security council para , 4 ). Adapun keputusan akhir
mengenai penerimaan keanggotaan baru itu, akan diambil oleh Majelis Umum PBB dengan
Dari kelima syarat kumulatif tersebut, apabila kita korelasikan kembali dengan kasus
yang dihadapi oleh Palestina, maka terdapat satu permasalahan yang menarik untuk dibahas.
Hal ini berkaitan dengan adanya mekanisme penentu yang dapat menegasikan adanya
keterpenuhan empat syarat fundamentil bagi suatu negara calon anggota baru PBB. Sebagai
contoh penentu, bahwa pemberian hak veto bagi anggota Dewan Keamanan PBB secara serta
merta memiliki kekuatan hukum untuk menegasikan segala syarat keterpenuhan Palestina
Meninjau kelima syarat yang harus dipenuhi oleh suatu negara calon anggota baru PBB,
maka Palestina terganjal pada adanya syarat “Upon the Recommendation of the security
council”. Sebab, kendati 9 suara afirmatif telah terpenuhi yang mana juga telah didukung pula
dengan dukungan mayoritas dalam sidang majelis umum PBB, semua akan sia-sia apabila salah
6|P a g e
satu dari kelima anggota tetap Dewan Keamanan (China, Russia, Prancis, Inggris, dan Amerika
Serikat) mengajukan hak veto untuk tidak memberikan rekomendasi penerimaan calon anggota
baru PBB. Hal ini sebagaimana yang dialami oleh Palestina yang terganjal adanya hak veto
dari Amerika Serikat yang menolak untuk memeberikan rekomendasi afirmatif (favourable)
permohonan Palestina untuk menjadi anggota penuh PBB sangatlah penuh dengan nuansa
politik. Sebab telah menjadi rahasia umum bahwa terdapat relasi yang harmonis diantara
Amerika Serikat dan Israel yang tengah berkonflik dengan Palestina. Apabila kita korelasikan
secara lebih luas, penggunaan hak veto Amerika Serikat sejatinya tidak hanya berhenti pada
permohonan pengajuan sebagai anggota penuh PBB. Dalam hal resolusi Dewan Kemanan PBB
untuk perlindungan bagi rakyat Palestina di Jalur Gaza juga ditemui hak veto Amerika Serikat
yang berimplikasi pada gagal dikeluarkannya resolusi a quo. Dalam hal ini, Amerika selaku
anggota tetap Dewan Keamanan melalui duta besarnya untuk PBB, Nikki Haley, mendalihkan
penolakannya terhadap resolusi dengan narasi bahwa Hamas (pasukan tempur Palestina)
melakukan provokasi terlebih di wilayah kekuasaan israel16. Tentu klaim Amerika Serikat atas
veto terhadap resolusi perlindungan terhadap rakyat Palestina agresi Israel tersebut didasari
oleh fakta satu perspektif yang kental dengan nuansa politik internasional. Sehingga dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan hak veto Dewan
Keamanan selalu berkaitan erat dengan kondisi politik status quo – terlepas dari konteks
15
The Times of Israel, 2019 Dijegal Veto AS, Palestina Kembali Gagal Jadi Anggota Penuh PBB,
https://www.matamatapolitik.com/news-51257-2/ diakses pada 2 Desember 2020 pukul 0:19.
16
Eka Yudha Saputra, 2018, Amerika Serikat Veto Resolusi DK PBB untuk Palestina,
https://dunia.tempo.co/read/1095021/amerika-serikat-veto-resolusi-dk-pbb-untuk-palestina diakses pada 2
Desember 2020 pukul 17:12.
17
Permasalahan prosedural adalah permasalahan yang berkaitan seperti persoalan tata tertib (pasal 28-32
Piagam PBB), serta pertanyaan yang sehubungan dengan agenda penundaan rapat, dan hal-hal formil dalam
organ lainnya.
18
Permaslahan non prosedural berarti berkaitan dengan permasalahan substantif, yakni permasalahan yang
menyangkut keamanan dan kedamaian internasional.
7|P a g e
Pro-kontra yang mencuat kala membicarakan hak veto bagi negara-negara anggota
tetap Dewan Keamanan memang menjadi suatu topik hangat yang menarik untuk
diperbincangkan terutama apabila berkaitan dengan penerimaan calon anggota baru PBB.
Sebab pada dasarnya dalam penerimaan anggota baru, terdapat prinsip persamaan kedaulatan
dan persamaan kedudukan dalam hukum yang patut untuk dijunjung tinggi. Oleh karenanya,
melihat urgensi dalam membahas permasalahan a quo, berikut akan dikaji secara singkat
mengenai efektivitas pemberian hak veto bagi Dewan Keamanan PBB, sekaligus
memperhitungkan perihal ada tidaknya distorsi terhadap prinsip persamaan kedaulatan dan
persamaan kedudukan dalam hukum dengan pemberian hak “istimewa” tersebut bagi anggota
Apabila ditinjau secara normatif, maka Hak veto yang dimiliki oleh anggota tetap
Dewan Keamanan secara atributif diberikan dalam Piagam PBB tepatnya pada pasal Pasal 27
ayat (3) yang secara garis besar mengatur tentang syarat suara yang harus dipenuhi agar suatu
keputusan dapat dilaksanakan. Mengacu pada kondisi status quo dalam organ Dewan
Keamanan PBB, berarti suatu Keputusan yang akan diputuskan harus berdasarkan kelima
anggota tetap tersebut19. Keberadaan hak veto tersebut kemudian memunculkan anggapan
bahwa kelima anggota tetap Dewan Keamanan PBB memiliki kedudukan dan atau kedaulatan
Adapun apabila kita berbicara mengenai definisi dari hak veto sendiri, sejatinya
merupakan imbalan dari tanggung jawab negara pemenang perang dunia II terhadap tugas
menjaga perdamaian dan keamanan internasional 21. Keberadaan hak veto banyak mendapat
19
D.W Bowett, 1992, Hukum Organisasi Internasional. Sinar Grafika, Jakarta, halaman 35.
20
Setyo Widagdo, 2007, Dasar Pengaturan Prinsip Persamaan Kedaulatan dan Hak Veto dalam Pengambilan
Keputusan di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Brawijaya,
Malang, halaman 2.
21
Sri Setianingsih Suwardi, 2004, Pengantar Hukum Organisasi Internasional, Universitas Indonesia, Jakarta,
halaman 291.
8|P a g e
kedaulatan seperti tertuang dalam Pasal 2 ayat (1) Piagam PBB. Sebab dalam
perkembangannya saat ini, hak veto banyak disalahgunakan untuk kepentingan nasional negara
International Law, Friendly Relations and Cooperation Among States in Accordance with the
Charter of the United Nations 1970 yang menyatakan bahwa semua negara dapat menikmati
kedaulatan yang sama. Mereka memiliki hak dan kewajiban yang sebagai anggota yang sama
dari masyarakat internasional dan tidak terhalang oleh perbedaan ekonomi, sosial, politik
termasuk dalam hal kedudukan mereka dalam sebuah organisasi internasional 23. Selain
daripada itu, apabila dikorelasikan dengan spirit kesamaan dalam hukum (equality before the
law), pemberian hak veto kepada Dewan Keamanan PBB tidaklah mencerminkan adanya
kesamaan kedudukan dalam hukum karena membatasi hak suatu negara untuk dapat berhimpun
dalam lingkup pergaulan internasional dengan dalih yang kental dengan nuansa politis.
Implikasi yang akan tercipta apabila ditakar secara lebih mendalam, justru akan cenderung
keamanan internasional. Berbagai fungsi yang dimiliki oleh PBB selaku lembaga sine qua non
dalam menjaga keseimbangan dunia tidak akan tepat guna apabila dalam prosedur penerimaan
calon anggota baru, beberapa negara “berpengaruh” yang diberi hak veto tetap
ancaman politik dan keamanan Internasional. Dengan berpikir secara lebih mendalam, maka
tidak akan mencapai suatu titik temu apabila PBB tidak merangkul suatu negara yang tengah
berkonflik dalam penyelesaian melalui suatu forum yang bertujuan untuk menyelesaikan
22
Sulbianti, 2017, Hak Veto Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa Dalam Kaitan Dengan Prinsip
Persamaan Kedaulatan, Paper Konsentrasi, Universitas Udayana, Bali, halaman 4.
23
Lihat UN Document, Declaration on Principles of International Law concerning Friendly Relations and Co-
operation among States in accordance with the Charter of the United Nations.
9|P a g e
Kesimpulan
Sudah merupakan suatu hal yang terang bahwa pemberian hak veto bagi anggota tetap
Dewan Keamanan PBB bagi penerimaan calon anggota baru dapatlah dikatakan tidak efektif.
Hal ini didasari atas fakta bahwa pemberian hak veto bagi anggota tetap Dewan Keamanan
PBB bertentangan dengan prinsip persamaan kedaulatan yang ada dalam Pasal 2 ayat (1)
Piagam PBB serta Declaration on Principles of International Law, Friendly Relations and
Cooperation Among States in Accordance with the Charter of the United Nations 1970 dimana
pada hakikatnya menyatakan bahwa setiap negara memiliki kedudukan, hak dan kewajiban
Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa pemberian hak veto dalam proses
penerimaan calon anggota baru PBB yang termaktub dalam ketentuan atas rekomendasi Dewan
pengkajian yang telah dilakukan, pemberian hak a quo telah secara terang mendistorsi prinsip
persamaan kedaulatan internasional serta asas persamaan dalam hukum yang berdikotomi
dengan marwah dasar pembentukan PBB sebagai organisasi internasional yang berorientasi
10 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
• Mochtar Kusumaatmadja, dan Etty R. Agoes, 2013 Pengantar Hukum Internasional, Alumni,
Bandung.
• Tasrif, 1987, Hukum Internasional tentang Pengakuan dalam Teori dan Praktik, Abardin,
Bandung.
JURNAL/PUBLIKASI RISET
• Setyo Widagdo, 2007, Dasar Pengaturan Prinsip Persamaan Kedaulatan dan Hak Veto dalam
• Sulbianti, 2017, Hak Veto Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa Dalam Kaitan
Dengan Prinsip Persamaan Kedaulatan, Paper Konsentrasi, Universitas Udayana, Bali,
halaman 4.
ARTIKEL WEBSITE
11 | P a g e
• Eka Yudha Saputra, 2018, Amerika Serikat Veto Resolusi DK PBB untuk
Palestina, https://dunia.tempo.co/read/1095021/amerika-serikat-veto-resolusi-dk-pbb-
untuk-palestina diakses pada 2 Desember 2020 pukul 17:12.
DOKUMEN LAIN
• Piagam PBB
Among States in Accordance with the Charter of the United Nations 1970
United Nations
and Co-operation among States in accordance with the Charter of the United Nations.
12 | P a g e