Anda di halaman 1dari 13

Tugas Penyusunan Paper Pasca-Mid Hukum Organisasi Internasional D

“Menyoal Efektivitas Pemberian Hak Veto Anggota Tetap Dewan Keamanan Terhadap

Pengambilan Keputusan Penerimaan Calon Anggota Baru Perserikatan Bangsa-

Bangsa”

Oleh: Mochamad Akmal Prantiaji Wikanatha

NIM: 19/438882/HK/21874

1|P a g e
Pendahuluan

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau United Nations (UN) yang berdiri pada 24

Oktober 1945 di San Fransisco, Amerika Serikat kini telah dihimpun oleh hampir semua negara

yang ada di dunia. Tercatat, dari yang semula hanya beranggotakan 51 negara 1, kini pada tahun

2020, sudah terdapat 193 negara berdaulat yang telah tergabung dalam struktur keanggotaan

PBB2. Hal ini membuktikan bahwa kebutuhan untuk berhimpun dan melebur dalam pergaulan

internasional telah menjadi suatu elemen yang tak terpisahkan dalam eksistensi sebuah negara.

Dalam konvensi Montevideo 1933 pun, kemampuan suatu negara untuk dapat

melakukan hubungan internasional juga merupakan suatu syarat yang harus dipenuhi untuk

menjadi dapat diakui sebagai suatu negara yang berdaulat 3. Dengan demikian sudahlah menjadi

suatu pokok yang terang bahwa status keanggotaan dalam PBB menjadi suatu hal yang sangat

penting bagi negara-negara yang berdaulat guna menjalankan kehidupan berbangsa dan

bernegara dalam lingkup pergaulan internasional.

Pentingnya suatu negara untuk terdaftar sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa

juga ditengarai oleh adanya berbagai kemudahan yang dapat diperoleh. Dimulai dari adanya

kemudahan untuk menemukan forum penyelesaian sengketa yang melibatkan beberapa negara

lintas regional, keamanan yang lebih terjamin karena adanya forum preventif terjadinya konflik

antar negara, hingga benefit dari sisi ekonomi yang membuka kans jejaring perdagangan lintas

negara sebagai resultan hubungan yang baik dalam hubungan internasional4. Adapun beberapa

manfaat lain yang dapat diperoleh suatu negara apabila bergabung dalam PBB, juga erat

kaitannya dengan beberapa fungsi Majelis Umum PBB yang oleh Sumaryo Suryokusumo

1
United Nations, History of the United Nations, tanpa tahun, https://www.un.org/en/sections/history/history-
united-nations/index.html diakses pada 1 Desember 2020 pukul 10:58.
2
United Nations, tanpa tahun, https://www.un.org/en/member-states/ diakses pada 1 Desember 2020 pukul
11:01.
3
Tasrif, 1987, Hukum Internasional tentang Pengakuan dalam Teori dan Praktik, Abardin, Bandung, halaman 9.
4
Yuni Arsiandy S, 2019, Menilik manfaat-tantangan keanggotaan Indonesia di Dewan Keamanan PBB,
https://www.antaranews.com/berita/873803/menilik-manfaat-tantangan-keanggotaan-indonesia-di-dewan-
keamanan-pbb diakses pada 1 Desember 2020 pukul 11:05.

1|P a g e
dijabarkan ke dalam beberapa fungsi, seperti ungsi deliberative, elektif, konstitutif, fungsi

penyelesaian sengketa secara damai, dan beberapa fungsi lain yang berkaitan erat dengan

pemeliharaan keamanan dan kedamaian internasional 5. Sehingga, status keanggotaan dalam

organisasi internasional selevel PBB merupakan urgensi yang patut untuk dijadikan prioritas

bagi negara-negra berdaulat.

Menyoal status keanggotaan PBB, maka tidak serta merta dapat diperoleh bagi tiap-tiap

negara yang telah mendaku berdaulat. Sebab, dalam Piagam PBB yang merupakan instrumen

hukum dasar (konstitusi), telah menyediakan seperangkat prosedur yang harus ditempuh oleh

suatu negara yang hendak bergabung. Prosedur yang berisi prasyarat tersebut didasari oleh

adanya ketentuan mengenai penerimaan anggota baru PBB yang diatur dalam BAB II tentang

keanggotaan pasal 3-4 Piagam PBB, dan Chapter XII Rules of Procedure UN General

Assembly about Admission of New Members to the United Nations. Adanya prosedur a quo

berkaitan erat dengan adanya hak dan kewajiban yang ditetapkan dalam konvensi internasional

dengan merujuk pada anggaran dasar 6. Dengan demikian, secara normatif terdapat beberapa

syarat absolut kumulatif yang harus dipenuhi oleh suatu negara untuk bergabung ke dalam

struktur keanggotaan PBB.

Keberadaan ketentuan yang diejawantahkan dalam beberapa dasar hukum tersebutlah

yang menarik untuk dikaji secara lebih dalam, dikarenakan pada beberapa syarat kumulatif a

quo, terdapat suatu mekanisme berupa pemberian hak veto kepada anggota tetap Dewan

Keamanan yang dapat menegasikan keterpenuhan syarat-syarat lain dari suatu negara yang

hendak mendaftar sebagai calon anggota penuh PBB.

Berdasar uraian pembuka yang telah terpaparkan, kemudian terpantik suatu diskurus

yang menarik untuk dikaji, perihal seberapa efektifkah pemberian hak veto bagi anggota tetap

dewan keamanan PBB dalam penerimaan calon anggota baru PBB sekaligus menilai apakah

5
Sumaryo Suryokusumo, 2015, Hukum Organisasi Internasional, Tata Nusa, Jakarta, halaman 23.
6
Mochtar Kusumaatmadja, dan Etty R. Agoes, 2013 Pengantar Hukum Internasional, Alumni, Bandung
halaman 101.

2|P a g e
pemberian hak tersebut telah melenceng dari prinsip persamaan kedaulatan dan asas kesamaan

dalam hukum (equality before the law), pada hubungan internasional antar negara.

Sebelum masuk dalam pemembahasan utama mengenai efektivitas pemberian hak veto

terhadap mekanisme penerimaan anggota baru perserikatan bangsa-bangsa, secara sumir akan

dibahas dengan singkat mengenai status keanggotaan PBB bagi tiap-tiap negara anggota

apabila mengacu pada ketentuan yang terdapat dalam Piagam PBB serta beberapa sumber

terkait.

Jenis Keanggotaan PBB

Piagam PBB memberikan status khusus kepada negara-negara tertentu sebagai anggota

utama/anggota asli (original members). Beberapa negara yang mendapat predikat sebagai

original members ini antara lain adalah beberapa negara yang ikut serta dalam konferensi san

fransisco dan sekaligus meratifikasikannya ke dalam hukum nasional masing-masing7. Adapun

beberapa status lain yang dapat dikatakan lebih “inferior” apabila dibandingkan dengan status

“original members” disebut dengan istilah “quantitative members” yang merujuk kepada

negara-negara non anggota utama 8.

Masih dalam kaitannya dengan klasifikasi keanggotaan PBB, Burhan Tsani

menyatakan bahwa terdapat tiga macam keanggotaan dalam suatu organisasi internasional,

yakni anggota penuh atau full member, anggota afiliasi atau affiliate member, serta anggota

parsial atau partial members9. Berkaitan dengan anggota penuh, berarti kita sedang

membicarakan status keanggotaan yang ada di dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan

segala haknya yang utuh dalam aktivitas organisasi internasional.

Adapun membahas mengenai affiliate member, berarti kita sedang membicarakan

anggota suatu organisasi internasional dengan “hak-hak” yang terbatas. Affiliate member

7
Op.cit, Sumaryo Suryokusumo, halaman 70.
8
Ibid.
9
Mohd. Burhan Tsani, Hukum Organisasi Internasional, Departemen Hukum Internasional UGM, Yogyakarta,
halaman 48.

3|P a g e
adalah jenis keanggotaan yang tidak memiliki hak suara pada organ pokok yang diidentikkan

dengan gerakan kemerdekaan atau pemerintahan dalam pengasingan 10. Sedangkan, partial

members berarti adanya status keanggotaan yang hanya dapat ikut serta dalam beberapa

aktivitas saja 11.

Klasifikasi terhadap jenis keanggotaan yang terdapat dalam struktur Perserikatan

Bangsa-Bangsa sendiri berkaitan erat dengan komposisi keanggotaan full members dan

affiliate/spectate members. Sebab berkaitan dengan affiliate members, mengacu pada definisi

yang telah diuraikan serta kondisi de facto dalam organ PBB pada status quo, maka Palestina

hanya dapat dikategorikan sebagai affiliate member dikarenakan hanya diberi kewenangan

sebagai pengamat dengan tidak diberikannya hak suara dalam organ pengambilan keputusan

PBB.

Melihat status Palestina sebagai subyek hukum yang masih belum diakui dan diterima

sebagai anggota penuh (full member) PBB, maka terdapat satu permasalahan yang tak kalah

menarik untuk dikaji secara lebih mendalam perihal faktor apa sajakah yang menghambat

proses penerimaan calon anggota penuh PBB dengan meninjau mekanisme yang terdapat

dalam Piagam PBB serta beberapa sumber peraturan lain yang terkait.

Mekanisme Penerimaan Calon Anggota Baru Perserikatan Bangsa-Bangsa

Sebagaimana yang telah disebutkan dalam uraian pembuka, bahwa terdapat mekanisme

khusus dalam Penerimaan anggota baru PBB yang termaktub di dalam pasal 3-4 Piagam PBB,

dan Chapter XII Rules of Procedure UN General Assembly about Admission of New Members

to the United Nations. Dalam kedua sumber yang berisi landasan terhadap mekanisme

penerimaan calon anggota baru perserikatan bangsa-bangsa tersebut, kemudian dapat

disintesiskan secara singkat pokok-pokok syarat sebagai berikut12:

10
Ibid.
11
Ibid.
12
Op.cit, Sumaryo Suryokusumo, halaman 72.

4|P a g e
1. Open to all other “peace-loving” states.

Istilah “peace-loving” ini diambil dari pengalaman dan pemikiran tatkala terjadinya

Perang Dunia II. Negara yang tergabung dalam blok axis dianggap sebagai negara yang tidak

cinta damai. Dengan ini, maksud dari unsur peace-loving states ini pada hakikatnya ditujukan

kepada negara-negara yang tidak ikut perang melawan kekuatan poros, atau setidak -tidaknya

bukan termasuk negara fasis 13.

2. Accept the obligation contained in the present charter.

Sebagaimana dinyatakan dalam Rules of procedure baik dari Dewan Keamanan

maupun dari Majelis Umum, bahwa permintaan untuk menjadi anggota PBB haruslah berisi

suatu pernyataan resmi bahwa negara yang bersangkutan menerima dan tunduk pada

kewajiban-kewajiban yang telah digariskan bersama. Hal ini sebagaimana yang tertuang dalam

rule 58 provisional rule Dewan Keamanan PBB dan rule 135 Rule of Procedure Majelis

Umum.

3. Ability and willingness to carry out Charter obligations.

Prinsip ketiga ini berintikan pada adanya kehendak dan kesanggupan dari calon negara

anggota untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban sesuai dengan ketentuan yang terdapat

dalam piagam PBB14.

4. Upon the Recommendation of the security council.

Dalam prinsip ini, setelah memeriksa permintaan keanggotaan dari suatu negara untuk

menjadi anggota PBB, Dewan Keamanan kemudian memberikan rekomendasi kepada Majelis

Umum PBB untuk menerima dengan syarat terpenuhinya 9 suara afirmatif dari anggota Dewan

Keamanan termasuk persetujuan dari kelima anggota tetap Dewan Keamanan PBB (berdasar

pasal 27 ayat 2 Piagam PBB). Apabila Dewan Keamanan menolak permintaan tersebut baik

karena disebabkan tidak tercapainya 9 suara afirmatif termasuk kelima anggota tetap Dewan

13
Ibid.
14
Ibid

5|P a g e
Keamanan maupun karena adanya salah satu atau lebih dari lima anggota tetap Dewan

Keamanan PBB yang tidak menyetujuinya (veto), maka dengannya Dewan Kemanan PBB

tidak dapat memberikan rekomendasi tentang penerimaan keanggotaan calon negara anggota

tersebut kepada majelis umum PBB.

5. Decision of the general assembly on the admission of new members shall be made

by a two thirds majority of the members present and voting.

Apabila dalam poin/prinsip keempat terpenuhi, dalam arti calon negara anggota

memperoleh rekomendasi positif dari Dewan Keamanan, kelengkapan ini disampaikan kepada

Majelis Umum PBB selambat-lambatnya 25 hari sebelum dimulainya Sidang Umum tahunan

Majelis Umum PBB atau 4 hari sebelum diadakannya sidang khusus Majelis Umum PBB atau

4 hari sebelum diadakannya Sidang Khusus Majelis Umum PBB (berdasarkan rule 60

proviosional rules of procedure of the security council para , 4 ). Adapun keputusan akhir

mengenai penerimaan keanggotaan baru itu, akan diambil oleh Majelis Umum PBB dengan

minimal terpenuhinya dua pertiga mayoritas suara.

Dari kelima syarat kumulatif tersebut, apabila kita korelasikan kembali dengan kasus

yang dihadapi oleh Palestina, maka terdapat satu permasalahan yang menarik untuk dibahas.

Hal ini berkaitan dengan adanya mekanisme penentu yang dapat menegasikan adanya

keterpenuhan empat syarat fundamentil bagi suatu negara calon anggota baru PBB. Sebagai

contoh penentu, bahwa pemberian hak veto bagi anggota Dewan Keamanan PBB secara serta

merta memiliki kekuatan hukum untuk menegasikan segala syarat keterpenuhan Palestina

untuk dapat menjadi Anggota Baru PBB.

Status Keanggotaan Palestina dan Hak veto Amerika Serikat

Meninjau kelima syarat yang harus dipenuhi oleh suatu negara calon anggota baru PBB,

maka Palestina terganjal pada adanya syarat “Upon the Recommendation of the security

council”. Sebab, kendati 9 suara afirmatif telah terpenuhi yang mana juga telah didukung pula

dengan dukungan mayoritas dalam sidang majelis umum PBB, semua akan sia-sia apabila salah

6|P a g e
satu dari kelima anggota tetap Dewan Keamanan (China, Russia, Prancis, Inggris, dan Amerika

Serikat) mengajukan hak veto untuk tidak memberikan rekomendasi penerimaan calon anggota

baru PBB. Hal ini sebagaimana yang dialami oleh Palestina yang terganjal adanya hak veto

dari Amerika Serikat yang menolak untuk memeberikan rekomendasi afirmatif (favourable)

kepada Palestina sebagai calon anggota penuh PBB15.

Menilik fakta bahwa Amerika Serikat dengan sekonyong-konyong menolak

permohonan Palestina untuk menjadi anggota penuh PBB sangatlah penuh dengan nuansa

politik. Sebab telah menjadi rahasia umum bahwa terdapat relasi yang harmonis diantara

Amerika Serikat dan Israel yang tengah berkonflik dengan Palestina. Apabila kita korelasikan

secara lebih luas, penggunaan hak veto Amerika Serikat sejatinya tidak hanya berhenti pada

permohonan pengajuan sebagai anggota penuh PBB. Dalam hal resolusi Dewan Kemanan PBB

untuk perlindungan bagi rakyat Palestina di Jalur Gaza juga ditemui hak veto Amerika Serikat

yang berimplikasi pada gagal dikeluarkannya resolusi a quo. Dalam hal ini, Amerika selaku

anggota tetap Dewan Keamanan melalui duta besarnya untuk PBB, Nikki Haley, mendalihkan

penolakannya terhadap resolusi dengan narasi bahwa Hamas (pasukan tempur Palestina)

melakukan provokasi terlebih di wilayah kekuasaan israel16. Tentu klaim Amerika Serikat atas

veto terhadap resolusi perlindungan terhadap rakyat Palestina agresi Israel tersebut didasari

oleh fakta satu perspektif yang kental dengan nuansa politik internasional. Sehingga dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan hak veto Dewan

Keamanan selalu berkaitan erat dengan kondisi politik status quo – terlepas dari konteks

prosedural17 maupun non prosedural18.

15
The Times of Israel, 2019 Dijegal Veto AS, Palestina Kembali Gagal Jadi Anggota Penuh PBB,
https://www.matamatapolitik.com/news-51257-2/ diakses pada 2 Desember 2020 pukul 0:19.
16
Eka Yudha Saputra, 2018, Amerika Serikat Veto Resolusi DK PBB untuk Palestina,
https://dunia.tempo.co/read/1095021/amerika-serikat-veto-resolusi-dk-pbb-untuk-palestina diakses pada 2
Desember 2020 pukul 17:12.
17
Permasalahan prosedural adalah permasalahan yang berkaitan seperti persoalan tata tertib (pasal 28-32
Piagam PBB), serta pertanyaan yang sehubungan dengan agenda penundaan rapat, dan hal-hal formil dalam
organ lainnya.
18
Permaslahan non prosedural berarti berkaitan dengan permasalahan substantif, yakni permasalahan yang
menyangkut keamanan dan kedamaian internasional.

7|P a g e
Pro-kontra yang mencuat kala membicarakan hak veto bagi negara-negara anggota

tetap Dewan Keamanan memang menjadi suatu topik hangat yang menarik untuk

diperbincangkan terutama apabila berkaitan dengan penerimaan calon anggota baru PBB.

Sebab pada dasarnya dalam penerimaan anggota baru, terdapat prinsip persamaan kedaulatan

dan persamaan kedudukan dalam hukum yang patut untuk dijunjung tinggi. Oleh karenanya,

melihat urgensi dalam membahas permasalahan a quo, berikut akan dikaji secara singkat

mengenai efektivitas pemberian hak veto bagi Dewan Keamanan PBB, sekaligus

memperhitungkan perihal ada tidaknya distorsi terhadap prinsip persamaan kedaulatan dan

persamaan kedudukan dalam hukum dengan pemberian hak “istimewa” tersebut bagi anggota

tetap Dewan Keamanan PBB.

Soal Hak Veto Anggota Tetap Dewan Keamanan

Apabila ditinjau secara normatif, maka Hak veto yang dimiliki oleh anggota tetap

Dewan Keamanan secara atributif diberikan dalam Piagam PBB tepatnya pada pasal Pasal 27

ayat (3) yang secara garis besar mengatur tentang syarat suara yang harus dipenuhi agar suatu

keputusan dapat dilaksanakan. Mengacu pada kondisi status quo dalam organ Dewan

Keamanan PBB, berarti suatu Keputusan yang akan diputuskan harus berdasarkan kelima

anggota tetap tersebut19. Keberadaan hak veto tersebut kemudian memunculkan anggapan

bahwa kelima anggota tetap Dewan Keamanan PBB memiliki kedudukan dan atau kedaulatan

yang lebih tinggi diantara negara-negara anggota PBB yang lain 20 .

Adapun apabila kita berbicara mengenai definisi dari hak veto sendiri, sejatinya

merupakan imbalan dari tanggung jawab negara pemenang perang dunia II terhadap tugas

menjaga perdamaian dan keamanan internasional 21. Keberadaan hak veto banyak mendapat

kritikan masyarakat internasional karena dianggap bertentangan dengan prinsip Persamaan

19
D.W Bowett, 1992, Hukum Organisasi Internasional. Sinar Grafika, Jakarta, halaman 35.
20
Setyo Widagdo, 2007, Dasar Pengaturan Prinsip Persamaan Kedaulatan dan Hak Veto dalam Pengambilan
Keputusan di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Brawijaya,
Malang, halaman 2.
21
Sri Setianingsih Suwardi, 2004, Pengantar Hukum Organisasi Internasional, Universitas Indonesia, Jakarta,
halaman 291.

8|P a g e
kedaulatan seperti tertuang dalam Pasal 2 ayat (1) Piagam PBB. Sebab dalam

perkembangannya saat ini, hak veto banyak disalahgunakan untuk kepentingan nasional negara

pemegang22. Prinsip persamaan kedaulatan dapat kita temukan di Declaration on Principles of

International Law, Friendly Relations and Cooperation Among States in Accordance with the

Charter of the United Nations 1970 yang menyatakan bahwa semua negara dapat menikmati

kedaulatan yang sama. Mereka memiliki hak dan kewajiban yang sebagai anggota yang sama

dari masyarakat internasional dan tidak terhalang oleh perbedaan ekonomi, sosial, politik

termasuk dalam hal kedudukan mereka dalam sebuah organisasi internasional 23. Selain

daripada itu, apabila dikorelasikan dengan spirit kesamaan dalam hukum (equality before the

law), pemberian hak veto kepada Dewan Keamanan PBB tidaklah mencerminkan adanya

kesamaan kedudukan dalam hukum karena membatasi hak suatu negara untuk dapat berhimpun

dalam lingkup pergaulan internasional dengan dalih yang kental dengan nuansa politis.

Implikasi yang akan tercipta apabila ditakar secara lebih mendalam, justru akan cenderung

bermuara pada terciptanya inefektifitas dalam proses penyelenggaraan perdamaian dan

keamanan internasional. Berbagai fungsi yang dimiliki oleh PBB selaku lembaga sine qua non

dalam menjaga keseimbangan dunia tidak akan tepat guna apabila dalam prosedur penerimaan

calon anggota baru, beberapa negara “berpengaruh” yang diberi hak veto tetap

mempertahankan egoisme serta kepentingan terbatas yang dimanifestasikan dengan dalih

ancaman politik dan keamanan Internasional. Dengan berpikir secara lebih mendalam, maka

tidak akan mencapai suatu titik temu apabila PBB tidak merangkul suatu negara yang tengah

berkonflik dalam penyelesaian melalui suatu forum yang bertujuan untuk menyelesaikan

sengketa/permasalahan secara diplomatik, sesuai dengan marwah terbentuknya PBB sebagai

penjaga kedamaian serta keamanan internasional.

22
Sulbianti, 2017, Hak Veto Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa Dalam Kaitan Dengan Prinsip
Persamaan Kedaulatan, Paper Konsentrasi, Universitas Udayana, Bali, halaman 4.
23
Lihat UN Document, Declaration on Principles of International Law concerning Friendly Relations and Co-
operation among States in accordance with the Charter of the United Nations.

9|P a g e
Kesimpulan

Sudah merupakan suatu hal yang terang bahwa pemberian hak veto bagi anggota tetap

Dewan Keamanan PBB bagi penerimaan calon anggota baru dapatlah dikatakan tidak efektif.

Hal ini didasari atas fakta bahwa pemberian hak veto bagi anggota tetap Dewan Keamanan

PBB bertentangan dengan prinsip persamaan kedaulatan yang ada dalam Pasal 2 ayat (1)

Piagam PBB serta Declaration on Principles of International Law, Friendly Relations and

Cooperation Among States in Accordance with the Charter of the United Nations 1970 dimana

pada hakikatnya menyatakan bahwa setiap negara memiliki kedudukan, hak dan kewajiban

yang sama dalam PBB.

Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa pemberian hak veto dalam proses

penerimaan calon anggota baru PBB yang termaktub dalam ketentuan atas rekomendasi Dewan

Keamanan, perlu dipikirkan kembali eksistensi serta manfaatnya. Sebab berdasarkan

pengkajian yang telah dilakukan, pemberian hak a quo telah secara terang mendistorsi prinsip

persamaan kedaulatan internasional serta asas persamaan dalam hukum yang berdikotomi

dengan marwah dasar pembentukan PBB sebagai organisasi internasional yang berorientasi

untuk menjaga sekaligus memelihara kedamaian dan keamanan internasional.

10 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

BUKU

• Sumaryo Suryokusumo, 2015, Hukum Organisasi Internasional, Tata Nusa, Jakarta.

• Mochtar Kusumaatmadja, dan Etty R. Agoes, 2013 Pengantar Hukum Internasional, Alumni,
Bandung.

• Tasrif, 1987, Hukum Internasional tentang Pengakuan dalam Teori dan Praktik, Abardin,
Bandung.

• Mohd. Burhan Tsani, Hukum Organisasi Internasional, Departemen Hukum Internasional


UGM, Yogyakarta.

• D.W Bowett, 1992, Hukum Organisasi Internasional. Sinar Grafika, Jakarta.

• Sri Setianingsih Suwardi, 2004, Pengantar Hukum Organisasi Internasional, Universitas


Indonesia, Jakarta.

JURNAL/PUBLIKASI RISET

• Setyo Widagdo, 2007, Dasar Pengaturan Prinsip Persamaan Kedaulatan dan Hak Veto dalam

Pengambilan Keputusan di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa, Jurnal Fakultas

Hukum Universitas Brawijaya, Malang.

• Sulbianti, 2017, Hak Veto Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa Dalam Kaitan
Dengan Prinsip Persamaan Kedaulatan, Paper Konsentrasi, Universitas Udayana, Bali,
halaman 4.
ARTIKEL WEBSITE

• United Nations, History of the United Nations, tanpa tahun


https://www.un.org/en/sections/history/history-united-nations/index.html diakses pada 1
Desember 2020 pukul 10:58.
• United Nations, tanpa tahun, https://www.un.org/en/member-states/ diakses pada 1 Desember
2020 pukul 11:01.
• Yuni Arsiandy S, 2019, https://www.antaranews.com/berita/873803/menilik-manfaat-
tantangan-keanggotaan-indonesia-di-dewan-keamanan-pbb diakses pada 1 Desember
2020 pukul 11:05.
• The Times of Israel, 2019 Dijegal Veto AS, Palestina Kembali Gagal Jadi Anggota Penuh
PBB, https://www.matamatapolitik.com/news-51257-2/ diakses pada 2 Desember 2020 pukul
0:19.

11 | P a g e
• Eka Yudha Saputra, 2018, Amerika Serikat Veto Resolusi DK PBB untuk
Palestina, https://dunia.tempo.co/read/1095021/amerika-serikat-veto-resolusi-dk-pbb-
untuk-palestina diakses pada 2 Desember 2020 pukul 17:12.

DOKUMEN LAIN

• Piagam PBB

• Declaration on Principles of International Law, Friendly Relations and Cooperation

Among States in Accordance with the Charter of the United Nations 1970

• Proviosional rules of procedure of the security council

• Rules of Procedure UN General Assembly about Admission of New Members to the

United Nations

• UN Document, Declaration on Principles of International Law concerning Friendly Relations

and Co-operation among States in accordance with the Charter of the United Nations.

12 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai