Anda di halaman 1dari 12

TUGAS KELOMPOK PPKN

D
I
S
U
S
U
N

OLEH
*ANNISA PUTRI HAIRANI
*DAFFANY VIROZA
*MIA AUDINA
*NADIA OLIVIA

ORGANISASI INTERNASIONAL “PBB”


A. Masih relevankan pemberian hak veto kepada anggota tetap Dewan Keamanan PBB
Pengertian Hak Veto Hak veto merupakan hak istimewa yang dimiliki oleh 5 negara besar
anggota tetapDK PBB, yang lazim disebut “the big fi ve”. Kelima negara tersebut
adalah AS, Inggris,Perancis, Cina dan Rusia (sebagai pengganti Uni Soviet). Hak istimewa
tersebut adalah hakuntuk menolak atau membatalkan suatu keputusan DK PBB. Walaupun
istilah veto ini sendiritidak terdapat dalam Piagam PBB, tetapi kelima anggota tetap DK PBB
memiliki apa yangdinamakan “veto”. Jadi apabila salah satu dari negara anggota tetap DK
PBB menggunakanhak vetonya untuk menolak suatu keputusan yang telah disepakati
anggota yang lain, makakeputusan tersebut tidak dapat dilaksanakan.Keberadaan hak veto
ini sangat erat kaitannya dengan kedudukan dan kewenangan dari DK PBB yang sangat luas.
Kewenangan-kewenangan itu antara lain adalah :
(a) Ke we nangan untuk m e mi li h Ke tua M aj el i s Um um yang m ana M aj el i s
U m um i ni memiliki arti yang sangat penting dalam kelangsungan hidup PBB;
(b) Kewenangan merekomendasikan suatu negara untuk masuk sebagai anggota PBB
yang baru;
(c) Kewenangan merekomendasikan suatu negara agar keluar dari keanggotaan PBB;
(d) Kewenangan untuk mengamandemen Piagam PBB;
(e)Kewenangan untuk memilih para hakim yang akan dudukdalam
M a h k a m a h Internasional.
Sejarah dan Perkembangan Hak Veto Hak veto yang dimiliki oleh negara-negara besar,
pada awalnya dibicarakan secarateratur pada waktu merumuskan Piagam PBB, baik di
Dumbarton Oaks maupun di Yalta, dandi San Fransisco. Bahwasanya kepada kelima
negara yang dianggap sangat bertanggung jawab pada penyelesaian Perang Dunia II
akan merupakan anggota tetap DK dan kepadamereka diberikan hak veto, hal ini
adalah merupakan imbalan dari tanggung jawab merekaterhadap perdamaian dan
keamanan internasional (primary responsibilities).Secara hukum kekuasaan yang dimiliki
oleh anggota tetap DK PBB ini merupakanprevileges yang diberikan kepada mereka. Namun
secara hukum mereka tidak mempunyai kewajiban atau tanggung jawab yang berbeda
dengan negara anggota PBB lainnya. Piagam hanya menentukan bahwa tanggungjawab
utama (primary responsibilities) untuk perdamaian dan keamanan internasional
adapada pihak DK dan bukan pada anggota tetap DK.Dalam Pasal 27 ayat 1 Piagam PBB
dikatakan bahwa setiap anggota DK mempunyaisatu suara. Jika ketentuan Pasal 27 ayat 1 ini
dihubungkan dengan Pasal 27 ayat 3, maka akannampak perbedaan hak suara antara
anggota tetap DK dengan anggota ti dak tetap Dewan Keamanan. Perbedaan ini
terletak pada masalah non prosedural dan masalah prosedural.
Dalam masalah non prosedural ditetapkan bahwa keputusan harus diputuskan oleh minimal 9
suara, termasuk suara bulat dari lima anggota tetap Dewan Keamanan. Sedangkan untuk
masalah prosedural ditetapkan bahwa keputusan akan diambil minimal 9 suara anggota Dewan
Keamanan (tidak harus dengan suara bulat anggota tetap Dewan Keamanan).Ketentuan ini
menunjukkan betapa besarnya peran dan pengaruh anggota tetap Dewan Keamanan dalam
proses pengambilan keputusan, karena untuk masalah-masalah penting yang menyangkut
perdamaian dan keamanan internasional (non prosedural) harus ada persetujuan mereka
secara bulat (tanpa veto). Kekuatan hak veto yang semula dimaksudkan sebagai alat agar DK
memiliki kekuatan yang memadai, dalam prakteknya telah menyimpang dari maksud semula.
Ternyata penggunaan hak veto oleh kelima negara anggota tetap Dewan Keamanan terutama
AS telah digunakan dengan tidak ada batasnya. Dengan demikian semakin mempertegas bahwa
konsepsi hak veto menempatkan kelima negara tetap Dewan Keamanan PBB memiliki
kedudukan dan atau kedaulatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara anggota
PBB lainnya. Namun justru konsep tersebut bertentangan dengan asas persamaan kedaulatan
(principle of the sovereign equality). Pada saat ini opini yang berkembang pada masyarakat
internasional pada negara-negara dunia ketiga, mengatakan bahwa keberadaan lima negara
anggota tetap Dewan Keamanan PBB dengan hak vetonya itu perlu ditinjau kembali, karena
perkembangan dunia yang sudah semakin global dan demokrasi yagn semakin berkembang,
serta berlarut-larutnya upaya penyelesaian sengketa internasional yang membawa dampak
pada masalah kemanusiaan akibat digunakannya hak veto. Argumentasi lain adalah bahwa hak
veto merupakan warisan Perang Dunia II yang memberikan keistimewaan kepada negara-
negara kuat sudah tidak releven lagi diterapkan pada masa globalisasi dan letika peta politik
internasional sudah berubah. Karena PBB perlu di restrukturisasi atau direformasi, terutama
organ Dewan Keamanan, agar dapat mengakomodasi perkembangan internasional, khususnya
negara-negara dari dunia ketiga. Untuk keperluan tersebut, Pasal 108 dan 109 Piagam PBB
mengatur tentang perubahan terhadap ketentuan Piagam yang dianggap tidak relevan lagi.
Dewan Keamanan tumbuh bentuk dasar atau persekutuan dasar para pemenang Perang Dunia
kedua. Selama perang pun terdapat rasa antipati dan saling mencurigai antara Barat dan Uni
Soviet. Namun perlunya bersekutu melawan ancaman fasis menumbuhkan kerjasama di antara
negara-negara besar yang kemudian menjadi pemenang perang. Manfaat kerjasama itu
membuat mereka, termasuk Uni Soviet, merasa yakin bahwa kerjasama itu dapat diteruskan
sebagai sarana kolektif untuk, melalui PBB, menjaga perdamaian dan keamanan internasional.
Namun rasa saling curiga yang terus melekat dan pengalaman menakutkan Amerika terlibat
dalam perang di luar negeri yang tidak dikehendakinya, terlihat pada rumus pemungutan suara
Dewan Keamanan yang rumit. Untuk hal-hal penting, keputusan Dewan diambil dari mayoritas
sembilan suara “termasuk kesepakatan para anggota tetap”. Artinya keputusan itu bebas dari
veto para anggota tetap. Suara-suara abstain tidak dihitung sebagai suara negatif. Biasanya
semua anggota tetap memilih suara abstain bila hal itu tidak akan mempengaruhi hasil
keputusan.
SUMBER REPOSITORY
B. Peran Indonesia dalam PBB
Untuk dapat menjalankan tujuan PBB, Indonesia sebagai salah satu anggota mesti menjalankan peran-
peran yang tertuang dalam pasal 2 Bab 1 Piagam PBB, yakni turut berperan dalam menjaga perdamaian
dunia, pemimpin dan anggota tetap organisasi PBB, memberi bantuan kemanusiaan di berbagai negara,
dan membantu menyelesaikan konflik di berbagai negara.

1. Indonesia berperan dalam rangka menjaga perdamaian dunia


Mengutip dari artikel yang terbit dalam Jurnal Kajian Lemhannas RI (Edisi 37, 2019), Menteri Luar
Negeri Retno Lestari P. Marsudi dalam pidatonya setelah Indonesia didapuk sebagai anggota tidak
tetap Dewan Keamanan PBB (DK PBB) pada 2 Januari 2019 menyatakan bahwa terdapat beberapa
hal yang menjadi fokus Indonesia dalam menjalankan keanggotaan sebagai DK PBB, antara lain
adalah “upaya untuk memperkuat ekosistem perdamaian dan stabilitas global.” Keseriusan
Indonesia dalam menjaga perdamaian dunia dibuktikan dengan masuknya Indonesia dalam 10
besar kontributor pasukan Pemeliharaan Perdamaian PBB dari 124 negara penyumbang pasukan.
“Perdamaian bukan semata-mata tidak adanya perang, ini juga tentang komitmen terhadap
perdamaian. Hal ini tidak lain adalah upaya berkelanjutan untuk menjaga stabilitas dan mencegah
konflik,” ujar Jusuf Kalla dalam Debat Umum Sidang Majelis Umum PBB ke-73. Dari pernyataan
Jusuf Kalla, komitmen Indonesia dalam menjaga perdamaian tak terbatas hanya dalam menjaga
perdamaian dalam bidang militer ataupun pertahanan, namun juga dalam bidang diplomasi. Hal
ini dibuktikan dengan aktifnya Indonesia dalam sejumlah diplomasi perdamain seperti berikut:
Pelopor berdirinya ASEAN (Association of Southeast Asian Nations). Mengadakan Jakarta Informal
Meeting (JIM) pada 1984 untuk menyelesaikan konflik di Kamboja. Menyelenggarakan Konferensi
Asia Afrika yang mana melahirkan Dasasila Bandung. Menggelar konferensi Colombo pada 1954
untuk meredakan ketegangan yang ditimbulkan oleh perang dingin dan meningkatkan perjuangan
melawan penjajahan.

2. Indonesia selalu memberikan bantuan kemanusiaan di berbagai Negara


Bantuan kemanusiaan ke negara lain didasarkan berdasar prinsip politik luar negeri Indonesia,
yakni bebas aktif. Definisi atas politik bebas aktif tertuang dalam Penjelasan UU RI nomor 37 tahun
1999 tentang Hubungan Luar Negeri, yakni: “politik luar negeri yang bebas menentukan sikap dan
kebijaksanaan terhadap permasalahan internasional dan tidak mengikatkan diri secara apriori
pada satu kekuatan dunia serta secara aktif memberikan sumbangan, baik dalam bentuk
pemikiran maupun partisipasi aktif dalam menyelesaikan konflik, sengketa dan permasalahan
dunia lainnya, demi terwujudnya ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial.” Mengutip dari artikel Adipradono yang dipublikasikan di International
Journal of Law, Government and Communication (Vol. 6, No. 22, 2021), dalam hal pengiriman
bantuan kemanusiaan oleh pemerintah Indonesia ke negara lain yaitu tiga asas, yaitu kepastian,
keadilan, dan kegunaan. Melalui tiga asas tersebut, Indonesia mengirimkan sejumlah bantuan
kemanusiaan seperti mengirim 200 Oksigen Konsentrator untuk mengatasi pandemi COVID-19 di
India dan menempatkan sejumlah pekerja kemanusiaan Indonesia untuk membantu warga
Rohingya di Cox’x Bazar.

3. Membantu menyelesaikan konflik di berbagai negara


“PBB mungkin memiliki peran positif dalam mencegah perang dunia, tetapi tidak bisa mencegah
atau menghentikan konflik regional,” tulis The United Nations: A Very Short Introduction (2008,
hlm. 3). Keterbatasan PBB dalam mencegah atau menghentikan konflik regional karena tugas PBB
sebagai hanya sebagai pengawas keamanan global. PBB tidak dapat mengganggu kedaulatan
nasional atau melakukan intervensi atas konflik yang terjadi. Indonesia, sebagai salah satu anggota
PBB mewujudkan prinsip tersebut dalam sejumlah konflik yang diatasi, yakni sebagai berikut:
Pertama, konflik Laut China Selatan yang melibatkan Filipina, Vietnam, Malaysia dan Brunei
Darussalam. Konflik ini bermula dari 1947 dan belum terselesaikan hingga sekarang. Walau
demikian, Toruan dalam artikelnya yang terbit dalam Jurnal Keamanan Nasional (Volume VI, No. 1,
2020) menyatakan bahwa Indonesia selalu terdepan dalam menyelesaikan sengketa menginisiasi
workshop pada tahun 1990 yang berjudul Workshop on Management of Potential Conflict in the
South China Sea. Peran lain adalah sebagai inisiator pembentukan Declaration on the Conduct of

Parties in the South China Sea (DOC) pada 2002. Kedua, konflik perbatasan antara Thailand dan
Kamboja. Dalam artikel oleh Antuli, Heryadi, dan Razasyah di Jurnal Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial
(Vol. 11, No. 2, 2019) mengemukakan bahwa Indonesia berperan sebagai mediator dengan
memfasilitasi berbagai pertemuan Thailand dan Kamboja dalam konflik ini hingga terjadi kedua
belah pihak menarik mundur pasukan masing-masing pada Desember 2011 di bawah
pengawasan tim pemantau dari Indonesia. Ketiga, konflik Israel-Palestina. Analisis Mudore dalam
artikel yang berjudul “Peran Diplomasi Indonesia dalam Konflik Israel-Palestina” yang dimuat di
Jurnal Center of Middle Eastern Studies (Vol. 12, No. 2, 2019) mengungkapkan bahwa Indonesia
berperan sebagai co-sponsor, fasilitator, mediator, partisipator, inisiator, aktor, motivator, dan
justifikator dalam membantu penyelesaian konflik Israel-Palestina.

4. Sebagai pemimpin dan anggota tetap beberapa organisasi di PBB Kepemimpinan Indonesia dalam
organisasi dapat dilihat dari terpilihnya Menteri Luar Negeri Adam Malik sebagai ketua sidang
Majelis Umum PBB untuk masa sidang tahun 1974. Selain itu, mengutip dari Antara News
Indonesia juga pernah menjadi presiden ECOSOC (Economic and Social Council) pada tahun 1970
dan 2000 dan wakil presiden di organisasi yang sama pada tahun 1969 dan 1999. Mengutip dari
laman United Nations Development Programme, Indonesia tergabung dalam 22 keanggotaan
organisasi PBB, yaitu sebagai berikut: FAO (Food and Agriculture Organisation). ILO (International
Labour Organization). IOM (International Organization for Migration). UNAIDS (United Nations
Programme on HIV/AIDS). UNEP (United Nations Environment Programme). CAPSA (Centre for
Alleviation of Poverty through Sustainable Agriculture). UNESCO (The United Nations Educational,
Scientific and Cultural Organization). UNFPA (United Nations Population Fund). UNHABITAT (United
Nations Human Settlements Programme). UNHCR (The UN Refugee Agency). UNIC (United
Nations Information Centres). UNICEF (United Nations Children’s Emergency Fund). UNIDO
(United Nations Industrial Development Organization). UNOCHA (United Nations Office for the
Coordination of Humanitarian Affairs). UNORCID (The United Nations Office for REDD+
Coordination). UNOPS (United Nations Office for Project Services). UNODC (United Nations Office
on Drugs and Crime). UNV (United Nations Volunteers). UNWOMEN (The United Nations Entity for
Gender Equality and the Empowerment of Women). WFP (World Food Programme). WHO (World
Health Organization). UN REDD (The United Nations Programme on Reducing Emissions from
Deforestation and Forest Degradation).
SUMBER TIRTO.ID
C. Peran PBB dalam mewujudkan perdamaian dunia

Misi penjaga perdamaian PBB sampai dengan tahun 2009. Biru tua menandakan misi yang sedang
berlangsung, sedangkan biru muda menandakan misi yang lalu.
PBB, setelah disetujui oleh Dewan Keamanan, mengirim pasukan penjaga perdamaian ke daerah dimana
konflik bersenjata baru-baru ini berhenti atau berhenti sejenak untuk menegakkan persyaratan perjanjian
perdamaian, dan untuk mencegah pejuang dari kedua belah pihak melanjutkan permusuhan. Karena PBB
tidak memelihara militer sendiri, pasukan perdamaian secara sukarela disediakan oleh negara-negara
anggota PBB. Pasukan, juga disebut "Helm Biru", yang menegakkan kesepakatan PBB, diberikan Medali
PBB, yang dianggap dekorasi internasional bukan dekorasi militer. Pasukan penjaga perdamaian secara
keseluruhan menerima Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 1988.

Para pendiri PBB telah mempertimbangkan bahwa organisasi itu akan bertindak untuk mencegah konflik
antara negara, dan membuat perang pada masa depan tidak mungkin, namun pecahnya Perang Dingin
membuat perjanjian perdamaian sangat sulit karena pembagian dunia ke dalam kamp-kamp yang
bermusuhan. Menyusul akhir Perang Dingin, ada seruan baru bagi PBB untuk menjadi agen untuk
mencapai perdamaian dunia, karena ada beberapa lusin konflik berkelanjutan yang terus berlangsung di
seluruh dunia.

Sebuah studi tahun 2005 oleh RAND Corp menyatakan PBB sukses di dua dari tiga upaya perdamaian. Ini
dibandingkan dengan upaya pembangunan bangsa orang-orang dari Amerika Serikat, dan menemukan
bahwa tujuh dari delapan kasus PBB damai, dibandingkan dengan empat dari delapan kasus AS damai.
Juga pada tahun 2005, Laporan Keamanan Manusia mendokumentasikan penurunan jumlah perang,
genosida, dan pelanggaran HAM sejak akhir Perang Dingin, dan bukti, meskipun tidak langsung, bahwa
aktivisme internasional-kebanyakan dipelopori oleh PBB-telah menjadi penyebab utama penurunan
konflik bersenjata sejak akhir Perang Dingin. Situasi di mana PBB tidak hanya bertindak untuk menjaga
perdamaian, tetapi juga kadang-kadang campur tangan termasuk Perang Korea (1950–1953), dan otorisasi
intervensi di Irak setelah Perang Teluk Persia di 1990.

PBB juga dikkritik untuk hal-hal yang dirasakan sebagai kegagalan. Dalam banyak kasus, negara-negara
anggota telah menunjukkan keengganan untuk mencapai atau melaksanakan resolusi Dewan Keamanan,
sebuah masalah yang berasal dari sifat PBB sebagai organisasi antar pemerintah—dilihat oleh beberapa
orang sebagai hanya sebuah asosiasi dari 192 negara anggota yang harus mencapai konsensus, bukan
sebuah organisasi independen. Perselisihan dalam Dewan Keamanan tentang aksi militer, dan intervensi
dipandang sebagai kegagalan untuk mencegah Genosida Rwanda 1994, gagal untuk menyediakan
bantuan kemanusiaan, dan campur tangan dalam Perang Kongo Kedua, gagal untuk campur tangan dalam
pembantaian Srebrenica tahun 1995, dan melindungi pengungsi surga dengan mengesahkan pasukan
penjaga perdamaian ke menggunakan kekuatan, kegagalan untuk memberikan makanan untuk orang
kelaparan di Somalia, kegagalan untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan resolusi Dewan Keamanan
yang berhubungan dengan konflik Israel-Palestina, dan terus gagal untuk mencegah genosida atau
memberikan bantuan di Darfur. pasukan penjaga perdamaian PBB juga telah dituduh melakukan
pemerkosaan anak, pelecehan seksual atau menggunakan pelacur selama misi penjaga perdamaian,
dimulai pada tahun 2003, di Kongo, Haiti, Liberia, Sudan, Burundi dan Pantai Gading. Pada tahun 2004,
mantan Duta Besar Israel untuk PBB Dore Gold mengkritik apa yang disebutnya relativisme moral milik
organisasi dalam menghadapi (dan sesekali mendukung) genosida dan terorisme yang terjadi di antara
kejelasan moral antara periode pendirian, dan hari ini. Gold juga khusus menyebutkan undangan Yasser
Arafat tahun 1988 untuk berbicara dengan Majelis Umum sebagai titik yang rendah dalam sejarah PBB.

Selain perdamaian, PBB juga aktif dalam mendorong perlucutan senjata. Peraturan persenjataan juga
dimasukkan dalam penulisan Piagam PBB tahun 1945, dan dilihat sebagai cara untuk membatasi
penggunaan sumber daya manusia, dan ekonomi untuk menciptakan mereka. Namun, munculnya senjata
nuklir yang datang hanya beberapa minggu setelah penandatanganan piagam segera menghentikan
konsep keterbatasan senjata, dan perlucutan senjata, menghasilkan resolusi pertama dari pertemuan
pertama Majelis Umum yang meminta proposal khusus untuk "penghapusan senjata atom dari
persenjataan nasional dan semua senjata besar lainnya yang bisa digunakan sebagai pemusnah massal."

Forum-forum utama untuk masalah perlucutan senjata adalah Komite Pertama Majelis Umum, Komisi
Perlucutan Senjata PBB, dan Konferensi Perlucutan Senjata, dan pertimbangan telah dilakukan tentang
manfaat larangan pengujian senjata nuklir, pengawasan senjata luar angkasa, pelarangan senjata kimia dan
ranjau darat, perlucutan senjata nuklir, dan senjata konvensional, zona bebas-senjata-nuklir, pengurangan
anggaran militer, dan langkah-langkah untuk memperkuat keamanan internasional.

PBB adalah salah satu pendukung resmi Forum Keamanan Dunia (World Security Forum), sebuah
konferensi internasional besar tentang efek dari bencana global, dan bencana, yang terjadi di Uni Emirat
Arab, pada bulan Oktober 2008.

Pada 5 November 2010 Ivor Ichikowitz, pendiri, dan ketua eksekutif Paramount Group, mendukung
seruan Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon untuk dukungan, pelatihan, dan peralatan yang lebih banyak
untuk pasukan penjaga perdamaian Afrika. Ichikowitz mengatakan bahwa pasukan Uni Afrika harus
mendapat dukungan yang sama dengan pasukan PBB.

(Sumber: https://id.m.wikipedia.org)

D. Pengaruh hubungan internasional terhadap pembangunan bangsa


Hubungan internasional atau hubungan antarbangsa merupakan sebuah interaksi manusia
antarbangsa baik secara individu maupun kelompok yang dilakukan secara langsung maupun
secara tidak langsung. Hubungan internasional dapat berupa sebuah persahabatan,
persengketaan, permusuhan atau peperangan. Menurut Tulus Warsito, hubungan
internasional yakni suatu studi terhadap interaksi dari politik luar negeri dari beberapa pelosok.
Hal ini tidak jauh berbeda dengan pendapat Jeremy Bantham, yang mengungkapkan bahwa
hubungan internasional, yaitu suatu ilmu yang merupakan sebuah kesatuan disiplin dan punya
ruang lingkup serta suatu konsep-konsep dasar. Dengan kata lain, hubungan internasional
sering kali disamakan oleh para ahli sebagai politik luar negeri, hubungan antarbangsa, atau
politik internasional.
Hubungan internasional berlangsung sangat dinamis, berkembang sesuai perkembangan
kehidupan sosial manusia dan dipengaruhi oleh perubahan kondisi lingkungan antarbangsa.
Untuk lebih spesifik, kamu bisa membaca pengertian, tujuan, manfaat, asas, pola, serta sarana
yang perlu diperhatikan dan dipahami. Berikut ini penjelasan seputar hubungan internasional
yang meliputi pengertian, tujuan, manfaat, asas, pola, serta sarana, seperti dikutip dari laman
Gurupendidikan dan Dosenpendidikan.
Tidak dapat dipungkiri, Indonesia sebagai salah satu negara berkembang juga sangat
bergantung pada negara-negara yang lebih maju dalam berbagai bidang, sepertidalam bidang
sosial, politik, militer, ilmu pengetahuan, teknologi, dan terutama dalam bidangekonomi yang
erat kaitannya dengan tujuan negara untuk mensejahterakan rakyat.
Atas dasaritulah kemudian Indonesia menjalin relasi dengan negara-negara yang ada di dunia,
utamanyadengan negara maju.Hubungan Indonesia dengan Amerika Serikat erat kaitannya
dengan pelaksanaan program pembangunan yang diterapkan pemerintah, yang di dalamnya
terjadilah suatumodernisasi, industrialisasi, dan globalisasi, yang kemudian memunculkan
suatuketergantungan antara Indonesia dengan Amerika Serikat, dan munculnya sebuah sistem
dunia orld system.

Manfaat hubungan internasional


Terjalinnya hubungan internasional berdampak baik bagi masing-masing negara yang bekerja
sama, dalam hal ini Indonesia yang juga menjalin hubungan internasional mendapatkan. Berikut
ini beberapa manfaat hubungan internasional bagi Indonesia, antara lain:
• Manfaat ideologi, yakni untuk menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup bangsa
dan negara.
• Manfaat politik, yakni untuk menunjang pelaksanaan kebijakan politik dan hubungan luar
negeri yang digunakan untuk kepentingan nasional, terutama untuk kepentingan pembangunan
di segala bidang.
• Manfaat ekonomi, yakni untuk menunjang upaya meningkatkan pembangunan ekonomi
nasional.
• Manfaat sosial dan budaya, yakni untuk menunjang upaya pembinaan dan pengembangan
nilai-nilai sosial budaya bangsa dalam upaya penanggulangan terhadap setiap bentuk ancaman,
tantangan, hambatan, gangguan, dan kejahatan internasional dalam rangka pelaksanaan
pembangunan nasional.
• Manfaat perdamaian dan keamanan internasional, yakni untuk menunjang upaya
pemeliharaan dan pemulihan perdamaian, keamanan, dan stabilitas internasional.
• Manfaat kemanusiaan, yakni untuk menunjang upaya pencegahan dan penanggulangan
setiap bentuk bencana serta rehabilitasi akibat-akibatnya.
• Manfaat lainnya, yakni untuk meningkatkan peranan dan citra Indonesia di forum
internasional dan hubungan antarnegara serta kepercayaan masyarakat internasional.

Dari banyaknya manfaat hubungan internasional seperti yang tertulis di atas, ada juga
manfaat pengaruh hubungan internasional terhadap pembangunan bangsa dan negara.
1. Meningkatkan perekonomian negara. Dengan adanya ekspor dan impor, kreativitas
penduduk dapat menghasilkan uang dengan cara eskpor dan impor.
2. Menambah wawasan sehingga membuat pembangunan semakin berkembang. Berkembang
pembangunan di Indonesia tergantung bagaimana masyarakat yang mengelolanya. Dengan
hubungan internasional, masyarakat dapat belajar mengetahui bagaimana cara berbisnis
negara luar.
3. Berdampak pada pembangunan moral, etika, dan karakter dalam masyarakat indonesia.
Karena pembangunan indonesia tidak hanya sebatas ekonomi, pembangunan karakter juga
termasuk perkembangan untuk pembangunan bangsa yang lebih baik. Sikap dari orang luar
tidak selalu buruk. Kita dapat memilahnya "mengambil yang baik dan membuang yang
buruknya" agar menjadi lebih baik.

Sumber
• m.bola.com • www.academi.edu • Brainly

Anda mungkin juga menyukai