Anda di halaman 1dari 2

Peran PBB Terhadap Perdamaian Dunia

Hampir semua negara di dunia selalu mendambakan terciptanya keamanan, ketertiban dan
perdamaian serta terhindar dari bahaya perang. Cita-cita perdamaian dunia itu telah
dicanangkan secara jelas dan tegas di dalam Universal Declaration of Human Right sebagai
basil usaha PBB yang telah disahkan pada tanggal 10 Desember 1948. Dalam deklarasi tersebut
ditegaskan bahwa setiap manusia dilahirkanmerdeka dan mempunyai persamaan harkat dan
martabat serta memiliki hak-hak yang sama. PBB mempunyai peran yang cukup banyak, antara
lain sebagai berikut:

1) PBB mengambil tindakan tegas dalam masalah dekolonialisasi dengan mendesak kepada
pemerintah koloni, jika perlu dengan tindakan paksaan melalui Dewan Keamanan PBB.

2) Sikap PBB terhadap politik "Appartheid" di Afrika Selatan yang menganggap politik
tersebut merupakan kejahatan kemanusiaan.

3) PBB berusaha mengumpulkan para pemuda di seluruh dunia dalam suatu wadah "World
Youth Assembly" dengan harapan mereka menjadi penerus yang baik dalam usaha
mempertahankan perdamaian dunia.

4) PBB juga menyadari pentingnya penanggulangan peledakan penduduk yang menyebabkan


kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan.

Masih Relevankah Hak Veto Dipertahankan Dalam PBB ?


Melihat realitas saat ini, penggunaan hak veto yang dimiliki oleh anggota tetap Dewan
Keamanan PBB sangat jauh atau bertentangan dengan asas keadilan dan mengingkari realitas
sosial. Adakala keputusan yang ditetapkan dalam forum PBB dibatalkan oleh negara pemilik
veto. Sebagai contoh, tidak hanya sekali, dua kali hak veto digunakan oleh Amerika
Serikat untuk melapangkan jalan bagi Israel untuk melancarkan perang, selain itu Amerika
Serikat juga menggunakan hak vetonya untuk menghentikan serangan Israel ke Libanon.

Sebenarnya, hak veto tidak menjadi sebuah masalah jika digunakan sebagaimana mestinya.
Namun, jika melihat kondisi saat ini hak veto digunakan untuk menentang prinsip-prinsip
keadilan dan kebenaran atau dengan kata lain merusak citra PBB sebagai penjaga perdamaian
dunia. Jika melihat lebih ke dalam lagi, serangan Israel ke Palestina jelas-jelas sudah melanggar
hukum humaniter internasional yang ditetapkan sendiri oleh PBB, tapi adanya veto justru
membiarkan hukum humaniter dilanggar oleh Israel.

Hingga detik ini, masalah hak veto selalu membayangi legitimasi PBB. Dengan hak veto, maka
setiap anggota dari Dewan Keamanan PBB dapat mempengaruhi terjadinya perubahan
substansi secara besar-besaran dari suatu resolusi. Bahkan, hak veto mampu mengancam
terbitnya resolusi yang mampu mengancam terbitnya resolusi yang dianggap tidak
menguntungkan bagi negara pemegang veto. Inilah sebuah kesalahan fatal dari
penyalahgunaan sistem hak veto.
Di lain sisi, para perwakilan negara di PBB kadang mengungkapkan kecenderungan negara
pemegang veto untuk saling mengancam menggunakan vetonya dalam forum tertutup agar
kepentingan mereka masing-masing dapat terpenuhi tanpa sama sekali peduli terhadap negara
anggota tidak tetap. Hal inilah yang terkenal dengan istilah “closet veto”.

Sejak pertengahan tahun ‘90-an telah berulangkali ditegaskan terhadap ketidaksetujuan akan
penggunaaan hak veto, sebab hal itu sama saja memberikan jaminan atas ekslusifitas dan
dominasi peran negara anggota Dewan Keamanan PBB. Walaupun mereka selalu mengatakan
bahwa veto adalah jalan terakhir, tapi pada kenyataannya mereka beberapa kali menggunakan
hak veto secara sembunyi-sembunyi.

Kredibilitas Dewan Keamanan semakin dipertanyakan, khususnya mengenai keabsahan


penggunaan hak veto yang dimiliki oleh lima anggota tetap Dewan Keamanan. Sinyalemen
kuat tersebut setidaknya datang dari negara-negara yang tergabung dalam Liga Arab yang
selama ini merasa tidak pernah memperoleh tempat dalam menyampaikan suaranya. Dampak
buruk dari peristiwa ini dipastikan akan membawa angin segar bagi pihak Israel bahwa mereka
mempunyai legitimasi perlindungan atas hukum guna melanjutkan pembantaian warga
palestina melalui agresi-agresi berikutnya.

Dari penjabaran di atas sudah seharusnya kita menyuarakan agar hak veto dikaji ulang. Seperti
kita ketahui, pemberian hak veto bagi Anggota Tetap DK PBB tidak terlepas dari faktor Perang
Dunia II dimana negara-negara pemenang perang memiliki hak veto dan dikuatkan melalui
Pasal 27 Piagam PBB. Artinya, pemberian hak veto sedikit banyak merupakan ambisi negara-
negara pemenang perang untuk tetap memiliki kekuatan mengendalikan jalannya dunia. PBB
hanya milik dari lima negara pemegang hak veto yang saling tumpang tindih dalam
memperjuangkan kepentingan nasional atau national interest dalam menggunakan hak veto.
PBB bukan lagi sebuah organisasi internasional seidela penjabaran dari Piagam PBB. PBB
bukan lagi PBB yang sesuai pada hakikatnya, melainkan sebuah lembaga yang melegitimasi
kepentingan nasional lima negara pemegang hak veto.

Berpikir bijak, keputusan PBB menyangkut urusan apapun tetap berada di Majelis Umum (MU)
sebagai representasi seluruh anggota tanpa intervensi negara-negara di DK PBB. Ringkasnya,
kita dituntut untuk menyuarakan penghapusan hak veto itu secara konsisten termasuk
mendesak kelima negara pemilik hak veto agar bersedia melepaskan hak vetonya.

Anda mungkin juga menyukai