NIM : 2101113927
Mata Kuliah : Institusi Internasional
ASEAN sebagai organisasi regional yang menaungi Myanmar bertanggung jawab untuk
menyelesaikan konflik Myanmar ini. Namun terdapat dilema yang dihadap ASEAN
dalam menangani konflik tersebut. Reputasi ASEAN akan rusak karena gambar
demonstrasi massa nasional melawan rezim militer dan para demonstran yang dibunuh
dan terluka beredar di seluruh dunia, sehingga citra ASEAN menjadi tercoreng. ASEAN
dinilai tidak serius dalam menangani kasus pelanggaran HAM. Selain itu, dilema terjadi
karena prinsip Non-Intervensi ASEAN itu sendiri. Prinsip Non Intervensi yaitu melarang
negara anggota mencampuri urusan dalam negeri negara anggota lain. Prinsip ini
merupakan jaminan kedaulatan dan kebebasan bagi negara anggota untuk berhubungan
dengan negara anggota lainnya. Prinsip non Intervensi sendiri memiliki 4 konsekuensi
yang wajib dipatuhi oleh negara-negara anggota ASEAN yaitu:
(a) pantangan untuk mengkritisi tindakan negara anggota terhadap warga negaranya;
(b) mengkritisi tidakan dari negara yang melanggar prinsip non intervensi itu sendiri;
(c) menolak pengakuan, permohonan suaka terhadap kelompok pemberontakan yang
mengganggu kestabilan nasional negara anggota lainnya;
(d) menyediakan dukungan politis untuk negara yang sedang berkampanye.
Walaupun ASEAN harus menentukan sikap akan tetap berpegang pada prinsip tidak
campur tangan dalam urusan internal anggotanya atau tidak. Namun, ASEAN memiliki
hak, dan tanggung jawab untuk bertindak tegas dan mengambil tindakan konkret untuk
memastikan bahwa para jenderal Myanmar mengakhiri kekerasan, mengakhiri kudeta
mereka, menghormati keinginan rakyat, dan memungkinkan demokrasi berlangsung di
Myanmar. Namun, prinsip-prinsip di atas menghalangi ASEAN dalam mengambil
tindakan yang tepat demi menghentikan konflik yang terjadi di Myanmar.
3. Jelaskan dilema kerja sama global dalam mengantisipasi perubahan iklim!
Perubahan iklim yaitu fenomena global yang disebabkan oleh kegiatan manusia dalam
penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna lahan dan kehutanan. Kerja
sama internasional mengenai perubahan iklim dibahas dalam United Nations Framework
Convention on Climate Change yang dihasilkan pada tahun 1992. UNFCCC ini bertujuan
untuk menapat kestabilan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfir pada tingkat yang dapat
mencegah perubahan iklim.
Selanjutnya pada pertemuan negara-negara yang mengesahkan UNFCCC di Kyoto,
tercapailah suatu perjanjian internasional, yaitu Protokol Kyoto. Perjanjian ini
mengharuskan setiap negara industri agar meminimalisir emisi karbon. Karena kewajiban
tersebut, setiap negara yang ikut mengesahkan UNFCCC berusaha menemukan cara lain
guna meminimalisir emisi yang lepas ke udara, aatau mencari bahan bakar alternaatif
untuk membangun industrinya. Hal ini kemudia menjadi suatu dilemma karena bahan
bakar untuk daya industri dapat dikatakan sulit untuk diterapkan.
Selanjutnya ada salah satu kerja sama global dalam menangani perubahan iklim, yaitu
IPCC. International Panel on Climate Change (IPCC) adalah badan independen yang
dibentuk oleh WMO dan UNEP pada tahun 1988 yang bertugas untuk meninjau dan
menilai setiap informasi saintifik, teknis dan sosioekonomis yang berkaitan dengan
perubahan iklim. Laporan dari IPCC berpengaruh terhadap pemahaman tentang ancaman
nyata perubahan iklim bagi kehidupan, namun hal itu memiliki kendala yaitu faktor politik
yang mengancam legitimasi kerja dan temuan IPCC. Seperti yang kita ketahui, IPCC
badan yang bersifat independen yang beranggotakan ilmuwan yang dinominasi
pemerintah.
Kerja sama yang meningkat antara negara-negara di dunia menimbulkan kendala di bagian
pendanaan dan implementasi pendanaannya serta transparansi pelaporannya.
4. Berikan analisis tantangan yang dihadapi negara-negara dunia terkait dengan konflik
bersenjata!
Terdapat beberapa tantangan yang harus dihadapi negara-negara di dunia terkait konflik
bersenjata. Setiap negara tentu harus bertanggung jawab atas keamanan rakyatnya dengan
memberi perlindngan terhadap warga negaranya. Dalam konflik bersenjata juga seringkali
terjadi pengeboman pada kota, desa, gedung-gedung atau tempat tinggal penduduk.
Selain itu, setiap negara juga wajib menjalankan tiga prinsip dalam hukum humaniter
yang berkaitan dengan konflik bersenjata, yaitu:
a. prinsip pembatasan, yaitu setiap pihak yang terlibat dalam perang atau konflik
untuk menentukan batasan;
b. prinsip proporsionalitas, yakni jumlah kekuatan yang diterjunkan harus seimbang
dengan musuh yang dihadapi;
c. prinsip pembedaan, yaitu konflik bersenjata atau perang dibedakan antara
penduduk sipil dengan peserta tempur dan objek sipil dengan obyek militer
sehingga serangan hanya diarahkan ke sasaran militer.
Tantangan lain yang dihadapi nega-negara yaitu sulitnya melakukan preventive
diplomacy, yaitu tindakan pencegahan munculnya perselisihan antara setiap pihak, untuk
mencegah perselisihan yang ada meningkat menjadi konflik dan untuk membatasi
penyebaran yang terakhir ketika itu terjadi. Selain itu, sulit melakukan peacemaking,
yaitu tindakan untuk membuat pihak-pihak yang bermusuhan mencapai
kesepakatan/agreement atau pada dasarnya melalui cara-cara damai. Tantangan terakir
yaitu Sulit melakukan peace-keeping, yaitu tindakan yang memperluas kemungkinan
untuk pencegahan konflik dan mempertahankan perdamaian.
5. Jelaskan mengapa persoalan pengungsi membutuhkan kerja sama lintas aktor (aktor
negara dan non negara)?
Permasalahan pengungsi memerlukan kerja sama lintas aktor, antara aktor negara dengan
aktor non-negara, demi melindungi hak asasi manusia yang berusaha mencari
perlindungan di negara lain perlindungan terhadap IDP atau Internally Displaced Person.
Terdapat beberapa hal yang tidak dapat dilakukan aktor negara sendirian. Dengan adanya
aktor non-negara diharapkan mampu untuk meredakan oposisi yang berasal dari
masyarakat dan mengikutsertakan aktor non-negara merupakan salah satu upaya untuk
memperkenalkan norma partisipasi demokrasi.
Kemudian isu mengenai pengungsi tidak hanya terbatas pada tempat tinggal saja, tetapi
juga meliputi setiap aspek kehidupan manusia. Pengungsi harus mendapatkan hak-hak
hidup yang lengkap seperti hak untuk bekerja, hak untuk tidak dibuang, hak untuk
bertempat tinggal, hak akses terhadap pengadilan.
Banyak terdapat kasus terdamparnya pengungsi di negara transit sampai bertahun-tahun.
Dalam hal inilah aktor-aktor non-negara seperti UNHCR, IOM, dan sebagainya, berperan
besar untuk mengawasi kelangsungan hidup para pencari suaka. Oleh karena itu, UNHCR
sebagai organisasi yang memegang mandat dari PBB memiliki peran yang sangat
kompleks. UNHCR harus melaksanakan program repatriasi, rehabilitasi,
mendistribusikan bantuan kemanusiaan, memonitor perlindungan HAM, membantu
negara yang dilanda krisis, dan sebagainya. Namun UNHCR pun memiliki keterbatasan
dalam mengurus para pengungsi karena hanya bergantung pada donasi, donor, dan
kesediaan negara-negara untuk menerima pengungsi. Sehingga dibutuhkan kerja sama
yang baik antara aktor negara dengan aktor non-negara dalam menangani permasalahan
pengungsi. Aktor non-negara memiliki beberapa kegiatan yang dilakukannya yang
berhubungan dengan aktor negara yaitu, konsultasi dalam pembentukan rezim dan
implementasinya, melakukan lobi, memantau kegiatan pemerintah, terlibat dalam
implementasi program-program internasional serta berpartisipasi di dalam pengambilan
keputusan. Kegiatan-kegiatan tersebut pun berlaku dalam kerja sama lintas aktor dalam
menangani isu-isu pengungsi di dunia