Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kata damai sudah tidak asing lagi untuk setiap orang. Damai bisa diartikan
ketenangan jiwa maupun raga. Memiliki sikap damai merupakan hal yang sangat
bijak di dunia ini. Perdamaian menimbulkan hubungan yang harmonis dan eratnya tali
persaudaraan dari satu orang dengan orang lain. Perdamaian bisa dikatakan keadaan
tanpa perang. Tanpa perdamaian di dunia ini, dunia akan hancur. Tindak kejahatan
akan ada dimana – mana dan akan membabi buta disepanjang hari. Ini akan
menciptakan para terorisme – terorisme jahat yang ingin merusak perdamaian.
Apalagi yang sudah melakukan tindak kejahatan dengan memusnahkan bangsa atau
disebut genosida. Makna perdamaian ini sangat penting kita tanamkan sejak sedini
mungkin. Sudah sepanjang sejarah sikap damai itu ada namun berganti zaman sifat
orang semakin hari semakin negatif. Maka dari itu timbulah peperangan yang sangat
merugikan seluruh dunia atau yang paling dikenal dengan Perang Dunia.
Awal perang dinyatakan dengan Perang Dunia I berlangsung antara tahun
1914 – 1918 yang disebabkan oleh perebutan daerah jajahan diantara kolonialis –
kolonialis dan imperialis Barat. Perang Dunia ini menyebabkan kerugian besar dan
banyaknya sanak saudara yang tewas yang berakhir dengan ditandai Jerman menyerah
kepada sekutu. Karena tak ingin perang terjadi kembali maka didirikannya lembaga
Liga Bangsa – Bangsa (LBB) dengan tujuan mendamaikan kedua pihak, namun LBB
gagal dalam melaksanakan tugasnya. Perang Dunia II kembali berkecamuk yang
disebabkan oleh negara – negara maju saling berlomba memperkuat militer dan
persenjataannya. Menyerahnya Jepang kepada sekutu karena sekutu membom atom
dua kota di Jepang Hiroshima dan Nagasaki maka ditandai dengan berakhirnya
Perang Dunia II. Setelah Perang Dunia II berakhir, presiden Amerika Serikat
mengadakan pertemuan yang menghasilkan United Nations Charter pada 24 Oktober
1945 dinyatakan hari lahirnya Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB) dan Kesetaraan
Global.
Indonesia tentu saja ikut dalam pertemuan tersebut. Indonesia juga bergabung
dalam organisasi yang bertujuan untuk perdamaian dunia seperti PBB, ASEAN, GNB,
APEC, KAA, OKI dan masih banyak lagi. Walaupun Perang Dunia sudah berakhir
namun usaha – usaha untuk mempertahankan suatu perdamaian harus selalu
dilaksanakan. Maka dari itu banyak lembaga – lembaga yang berdiri dengan tujuan
untuk menjaga perdamaian di dunia ini. Dalam suatu negara tidak dapat berdiri
sendiri, seperti halnya individu sebagai makhluk sosial. Negara tentunya akan
memerlukan negara atau komponen yang lain. Bahkan ada pula negara yang memiliki
keterkaitan serta ketergantungan dalam aspek ekonomi, sosial, dan politik. Jika
adanya keterkaitan antar negara dengan negara lain tersebut tentunya ada sebuah
hubungan yang baik. Salah satunya merupakan negara kita sendiri yaitu negara
Indonesia dengan negara-negara lain. Dinamakan masyarakat global, ditandai adanya
saling ketergantungan antar bangsa, adanya persaingan yang ketat dalam suatu
kompetisi dan dunia cenderung berkembang kearah perebutan pengaruh antar bangsa,
baik lingkup regional, ataupun lingkup global. Namun pada kenyataanya masih
banyak hubungan yang bertentangan antara negara satu dengan yang lain. Yang
mengakibatkan terjadinya konflik dan terusiknya perdamaian dunia. Konflik biasanya
dipicu dengan adanya masalah dalam hal sosial, ekonomi, politik, agama maupun
kebudayaan. Terjadinya konflik akibat adanya keserakahan, kurang saling menghargai
dan mengerti antara satu dengan yang lain. Dari masalah di atas dalam makalah ini
akan membahas mengenai apa yang dimaksud dengan perdamaian dunia itu sendiri
serta peran Indonesia dalam perdamaian dunia.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaiaman Diplomasi Indonesia di Perserikatan Bangsa-Bangsa?


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Perdamaian Dunia

Perdamaian Dunia adalah sebuah gagasan kebebasan, perdamaian, dan


kebahagian bagi seluruh Negara dan bangsa.Perdamaian Dunia melintasi perbatasan
melalui hak asasi manusia, teknologi, pendidikan, teknik, pengobatan, diplomat dan
pengakhiran bentuk pertikaian. Sejak 1945, Perserikatan Bangsa-Bangsa dan lima
anggota permanen Majelis Keamanannya (AS, Rusia, China, Prancis, dan Tritania
Raya) bekerja untuk menyelesaikan konflik tanpa perang atau deklarasi perang.
Namun, Negara-Negara telah memasuki sejumlah konflik militer sejak masa itu.
Perdamaian Dunia Dalam studi perdamaian, perdamaian dipahami dalam dua
pengertian.Pertama, perdamaian adalah kondisi tidak adanya atau berkurangnya
segala jenis kekerasan.Kedua, perdamaian adalah transformasi konflik kreatif non-
kekerasan. Dari dua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa perdamaian adalah apa
yang kita miliki ketika transformasi konflik yang kreatif berlangsung secara tanpa
kekerasan. Perdamaian selain merupakan sebuah keadaan, juga merupakan suatu
proses kreatif tanpa kekerasan yang dialami dalam transformasi (fase perkembangan)
suatu konflik. Umumnya pemahaman tentang kekerasan hanya merujuk pada tindakan
yang dilakukan secara fisik dan mempunyai akibat secara langsung.Batasan seperti ini
terlalu minimalistis karena rujukannya berfokus pada peniadaan atau perusakan fisik
semata.Kendati pun demikian, pengertian perdamaian tidak berhenti di
situ.Perdamaian bukan sekedar soal ketiadaan kekerasan atau pun situasi yang anti
kekerasan.Lebih jauh dari itu perdamaian seharusnya mengandung pengertian
keadilan dan kemajuan. Perdamaian dunia tidak akan dicapai bila tingkat penyebaran
penyakit, ketidakadilan, kemiskinan dan keadaan putus harapan tidak diminimalisir.
Perdamaian bukan soal penggunaan metode kreatif nonkekerasan terhadap setiap
bentuk kekerasan, tapi semestinya dapat menciptakan sebuah situasi yang seimbang
dan harmoni, yang tidak berat sebelah bagi pihak yang kuat tetapi sama-sama
sederajat dan seimbang bagi semua pihak. Jadi perdamaian dunia merupakan tiadanya
kekerasan, kesenjangan, terjadinya konflik antar negara di seluruh dunia .
2.2 Indonesia Dalam Perdamaian Dunia

Indonesia dalam Perdamaian Dunia ditegaskan dalam pembukaan Undang-


Undang Dasar 1945 yang berbunyi : “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah
hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan,
karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”. Dalam alenia keempat
pembukaan Undang-Undang dasar ’45 dengan meletakkan kewajiban atas
pemerintahan untuk serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.Pernyataan Indonesia dalam
perdamaian dunia juga termasuk kedalam tujuan bangsa Indonesia.

2.3 Partisipasi Indonesia dalam Perdamaian Dunia

Indonesia disebut sebagai sebuah negara yang memiliki peran penting dalam
perdamaian dunia.Hal ini dikarenakan Indonesia menjadi negara demokrasi terbesar
ketiga di dunia. Selain itu, juga menjadi negara dengan penduduk muslim terbesar di
dunia, dan menjadi negara penyumbang personel misi pemeliharaan perdamaian
Perserikatan Bangsa-Bangsa terbesar ke-12 dari 122 negara dengan 2.764 personel.
Indonesia tidak hanya memiliki peran penting dalam mewujudkan perdamaian dunia
karena sistem dan jumlah umat muslimnya yang terbanyak.Akan tetapi, peran tersebut
juga turut tercermin pada setiap kedutaan Indonesia di luar negeri.Dari kedutaan-
kedutaan tersebut, tercermin bahwa Indonesia tidak mengklasifikasikan keistimewaan
tertentu bagi masing-masing perwakilan negaranya di luar.Dengan adanya kedutaan-
kedutaan Indonesia di luar negeri itu pula, sebenarnya kita memiliki kesempatan
untuk bisa ikut berperan dalam mewujudkan perdamaian dunia. Jika dalam politik
luar negeri bebas aktif, tujuan dari bebas yaitu untuk menentukan sikap dan
kebijaksanaan terhadap permasalahan internasional, dan tidak mengikatkan diri secara
apriori pada satu kekuatan dunia.Selain itu, sebuah negara juga memiliki kesempatan
untuk turut aktif memberikan sumbangan, baik dalam bentuk pemikiran maupun
partisipasi aktif dalam menyelesaikan konflik, sengketa dan permasalahan dunia
lainnya, demi terwujudnya ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosia
2.4 Sejarah PBB

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) didirikan di San Francisco, Amerika


Serikat pada 24 Oktober 1945 setelah berakhirnya Perang Dunia II. Namun, Sidang
Majelis Umum yang pertama baru diselenggarakan pada 10 Januari 1946 di Church
House, London yang dihadiri oleh wakil-wakil dari 51 negara. Saat ini terdapat 192
negara yang menjadi anggota PBB. Semua negara yang tergabung dalam PBB
menyatakan independensinya masing-masing.

Sejak didirikan pada tahun 1945, negara-negara anggota PBB berkomitmen


penuh untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional, mengembangkan
hubungan persahabatan antar negara, mempromosikan pembangunan sosial,
peningkatan standar kehidupan yang layak, dan Hak Azasi Manusia. Dengan
karakternya yang unik, PBB dapat mengambil sikap dan tindakan terhadap berbagai
permasalahan di dunia internasional, serta menyediakan forum terhadap 192 negara-
negara anggota untuk mengekspresikan pandangan mereka, melalui Majelis Umum,
Dewan Keamanan, Dewan Ekonomi dan Sosial, Dewan Hak Azasi Manusia, dan
badan-badan serta komite-komite di dalam lingkup PBB. Sekretaris Jenderal PBB saat
ini adalah Ban Ki-moon asal Korea Selatan yang menjabat sejak 1 Januari 2007.

Ruang lingkup peran PBB mencakup penjaga perdamaian, pencegahan konflik


dan bantuan kemanusiaan. Selain itu, PBB juga menanganii berbagai permasalahan
mendasar seperti pembangunan berkelanjutan, lingkungan dan perlindungan
pengungsi, bantuan bencana, terorisme, perlucutan senjata dan non-proliferasi,
mempromosikan demokrasi, hak asasi manusia, kesetaraan gender dan pemberdayaan
perempuan, pemerintahan, ekonomi dan pembangunan sosial, kesehatan, upaya
pembersihan ranjau darat, perluasan produksi pangan, dan berbagai hal lainnya, dalam
rangka mencapai tujuan dan mengkoordinasikan upaya-upaya untuk dunia yang lebih
aman untuk ini dan generasi mendatang.

2.5 Diplomasi Indonesia di Perserikatan Bangsa-Bangsa

Indonesia resmi menjadi anggota PBB ke-60 pada tanggal 28 September 1950
dengan suara bulat dari para negara anggota. Hal tersebut terjadi kurang dari setahun
setelah pengakuan kedaulatan oleh Belanda melalui Konferensi Meja Bundar.
Indonesia dan PBB memiliki keterikatan sejarah yang kuat mengingat kemerdekaan
Indonesia yang diproklamasikan pada tahun 1945, tahun yang sama ketika PBB
didirikan dan sejak tahun itu pula PBB secara konsisten mendukung Indonesia untuk
menjadi negara yang merdeka, berdaulat, dan mandiri. Oleh sebab itu, banyak negara
yang mendaulat Indonesia sebagai “truly a child” dari PBB. Hal ini dikarenakan peran
PBB terhadap Indonesia pada masa revolusi fisik cukup besar seperti ketika terjadi
Agresi Militer Belanda I, Indonesia dan Australia mengusulkan agar persoalan
Indonesia dibahas dalam sidang umum PBB. Selanjutnya, PBB membentuk Komisi
Tiga Negara yang membawa Indonesia-Belanda ke meja Perundingan Renville.
Ketika terjadi Agresi militer Belanda II, PBB membentuk UNCI yang
mempertemukan Indonesia-Belanda dalam Perundingan Roem Royen.

Pemerintah RI mengutus Lambertus Nicodemus Palar sebagai Wakil Tetap RI


yang pertama di PBB. Duta Besar Palar bahkan telah memiliki peran besar dalam
usaha mendapatkan pengakuan internasional kemerdekaan Indonesia pada saat
konflik antara Belanda dan Indonesia pada tahun 1947. Duta Besar Palar
memperdebatkan posisi kedaulatan Indonesia di PBB dan di Dewan Keamanan
walaupun pada saat itu beliau hanya sebagai "peninjau" di PBB karena Indonesia
belum menjadi anggota pada saat itu. Pada saat berpidato di muka Sidang Majelis
Umum PBB ketika Indonesia diterima sebagai anggota PBB, Duta Besar Palar
berterima kasih kepada para pendukung Indonesia dan berjanji bahwa Indonesia akan
melaksanakan kewajibannya sebagai anggota PBB. Posisi Wakil Tetap RI dijabatnya
hingga tahun 1953.

Sebagai negara anggota PBB, Indonesia dalam menyelesaikan sengketa Irian


Jaya dengan Belanda mengupayakan solusi dengan mengajukan penyelesaian
permasalahan tersebut kepada PBB pada tahun 1954. Posisi Indonesia ini didukung
oleh Konferensi Asia Afrika pada bulan April 1955 yang mengeluarkan sebuah
resolusi untuk mendukung Indonesia dan kemudian meminta PBB untuk
menjembatani kedua pihak yang berkonflik dalam meraih solusi damai. Namun
demikian, hingga tahun 1961 tidak ada indikasi solusi damai meskipun dalam
faktanya isu tersebut dibahas dalam rapat pleno Majelis Umum PBB dan di Komite I.

Pada Sidang Majelis Umum PBB ke-17 tahun 1962, penyelesaian sengketa
tersebut akhirnya menemukan titik terang dengan dikeluarkannya Resolusi No. 1752
yang mengadopsi ”The New York Agreement” pada 21 September 1962. Selanjutnya,
United Nations Executive Authority (UNTEA) sebagai badan yang diberi mandat oleh
PBB untuk melakukan transfer kekuasaan Irian Jaya dari Belanda kepada Indonesia
menjalankan tugasnya secara efektif mulai 1 Oktober 1962 dan berakhir pada 1 Mei
1963.

Menanggapi keputusan PBB untuk mengakui kedaulatan Malaysia dan


menjadikan Malaysia anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, Presiden Soekarno
mengumumkan pengunduran diri Indonesia dari keanggotaan PBB pada tanggal 20
Januari 1965. Setelah pergantian kekuasaan dari Orde Lama ke Orde Baru,
Pemerintah Indonesia pada tanggal 19 September 1966 mengumumkan bahwa
Indonesia “bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan PBB dan melanjutkan
partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB”, dan menjadi anggota PBB kembali pada
tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun setelah Indonesia diterima untuk pertama
kalinya.

Sebagai kelanjutan penyelesaian masalah Irian Barat, Pemerintah Indonesia


melaksanakan "Pepera" di Irian Jaya (Papua) di bawah pengawasan PBB tahun
1969. Pelaksanaan Pepera dilakukan secara demokratis dan transparan dengan
melibatkan masyarakat Irian Jaya serta melibatkan partisipasi, bantuan, dan saran
PBB melalui utusan khususnya yaitu Duta Besar Ortiz Sanz dari Bolivia.

Pada akhirnya Pepera telah diterima oleh masyarakat internasional melalui


sebuah Resolusi No. 2504 dalam Sidang Umum PBB ke-24 pada 19 November 1969
yang mengukuhkan perpindahan kekuasaan di wilayah Irian Jaya dari Belanda kepada
Indonesia.

Sebagai anggota PBB, Indonesia terdaftar dalam beberapa lembaga di bawah


naungan PBB. Misalnya, ECOSOC (Dewan Ekonomi dan Sosial), ILO (Organisasi
Buruh Internasional), maupun FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian). Salah satu
prestasi Indonesia di PBB adalah saat Menteri Luar Negeri Adam Malik menjabat
sebagai ketua sidang Majelis Umum PBB untuk masa sidang tahun 1974.
Indonesia juga terlibat langsung dalam pasukan perdamaian PBB. Dalam hal ini
Indonesia mengirimkan Pasukan Garuda untuk mengemban misi perdamaian PBB di
berbagai negara yang mengalami konflik.

Pencapaian Indonesia di Dewan Keamanan (DK) PBB adalah ketika pertama


kali terpilih sebagai anggota tidak tetap DK PBB periode 1974-1975. Indonesia
terpilih untuk kedua kalinya menjadi anggota tidak tetap DK PBB untuk periode
1995–1996. Dalam keanggotaan Indonesia di DK PBB pada periode tersebut, Wakil
Tetap RI Nugroho Wisnumurti tercatat dua kali menjadi Presiden DK-PBB. Terakhir,
Indonesia terpilih untuk ketiga kalinya sebagai anggota tidak tetap DK PBB untuk
masa bakti 2007–2009. Proses pemilihan dilakukan Majelis Umum PBB melalui
pemungutan suara dengan perolehan 158 suara dukungan dari keseluruhan 192 negara
anggota yang memiliki hak pilih.

Di Komisi Hukum Internasional PBB/International Law Commission (ILC),


Indonesia mencatat prestasi dengan terpilihnya mantan Menlu Mochtar Kusuma
Atmadja sebagai anggota ILC pada periode 1992-2001. Pada pemilihan terakhir yang
berlangsung pada Sidang Majelis Umum PBB ke-61, Duta Besar Nugroho
Wisnumurti terpilih sebagai anggota ILC periode 2007-2011, setelah bersaing dengan
10 kandidat lainnya dari Asia.

Indonesia merupakan salah satu anggota pertama Dewan HAM dari 47 negara
anggota PBB lainnya yang dipilih pada tahun 2006. Indonesia kemudian terpilih
kembali menjadi anggota Dewan HAM untuk periode 2007-2010 melalui dukungan
165 suara negara anggota PBB.

PBB sebagai organisasi internasional dengan legitimasi yang bersumber dari


keanggotaan yang bersifat universal, hendaknya selalu menjadi forum penanganan
berbagai tantangan dan krisis global yang semakin kompleks di masa mendatang.
Reformasi PBB khususnya Dewan Keamanan agar lebih mencerminkan kondisi
politik dunia saat ini penting dimajukan agar upaya ini dapat efektif dan memiliki
nilai legitimasi. Indonesia akan terus berada di garis depan dalam memajukan peranan
PBB mengatasi krisis global dan pada saat yang sama menyerukan perlunya reformasi
PBB.
2.6 Peran Indonesia Dalam Organisasi ASEAN

Indonesia merupakan negara yang terbesar di Asia Tenggara. Indonesia juga


mempunyai peranan penting di lingkungan negara-negara ASEAN. Peran Indonesia
dalam organisasi ASEAN, sebagaiberikut :
1. Sebagai salah satu pendiri ASEAN
Indonesia adalah salah satu dari lima negara pemrakarsa berdirinya ASEAN.
Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa dasar berdirinya ASEAN adalah deklarasi
Bangkok, dimana deklarasi tersebut ditanda tangani oleh menteri luar negri dari
kelima negara pendiri ASEAN, Yaitu :
• Adam Malik dari Indonesia
• Narsisco Ramos dari Filipina
• Tun Abdul Razak dari Malaysia
• Rajaratnam dari Singapura
• Thanat Koman dari Thailand
Sedangkan isi Dari Deklarasi Bangkok yang menjadi dasar berdirinya ASEAN
adalah :
• Mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan
perkembangan kebudayaan di kawasan Asia Tenggara
• Meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional
• Meningkatkan kerja sama dan saling membantu untuk kepentingan
bersama dalam bidang ekonomi, sosial, teknik, ilmu pengetahuan, dan
administrasi
• Memelihara kerja sama yang erat di tengah – tengah organisasi
regional dan internasional yang ada
• Meningkatkan kerja sama untuk memajukan pendidikan, latihan, dan
penelitian di kawasan Asia Tenggara
Indonesia telah dianggap sebagai tulang punggung ASEAN oleh beberapa
negara yang berada di luar ASEAN, dimana Indonesia telah mampu menciptakan
stabilitas regional di kawasan Asia Tenggara.

2. Sebagai Salah Satu Pemimpin ASEAN


Pada Zaman Orde Baru yaitu pada masa kepemimpinan Presiden Suharto
(tahun 2004), Indonesia menjadi pemimpin ASEAN, dimana dengan gaya
kepemimpinannya Indonesia mampu menjalin hubungan kerjasama yang baik dengan
negara-negara di kawasan Asia Tenggara.
Selain itu, Indonesia juga memperkenalkan doktrin ketahanan nasional
pada pertemuan ASEAN ministerial meeting ke-5 di Singapura melalu menteri luar
negeri Adam Malik. Hal tersebut ditujukan untuk mempertegas tujuan ASEAN.
Indonesia juga telah menyampaikan makalah yang berjudul reflection dalam
rangka mengajak para anggota ASEAN yang lain untuk mengevaluasi kesepakatan
ekonomi sebelumnya, dimana kesepakatan tersebut berkaitan dengan program
kerjasama sektoral di berbagai bidang.
Selain itu, pada masa kepemimpinannya, Indonesia telah berhasil
menyelenggarakan serangkaian pertemuan seperti :
• Asean Ministerial Meeting (Pertemuan Tingkat Menteri Asean)
• Asean Regional Forum (Forum Kawasan Asean)
• Pertemuan kementerian kawasan yang membahas mengenai penanggulangan
berbagai masalah yang terjadi, dan lain sebagainya.

3. Sebagai Tuan Rumah KTT Asean


Indonesia telah mendapatkan kepercayaan untuk mengadakan beberapa kali
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN. Adapun KTT ASEAN yang pernah
diselenggarakan di Indonesia antara lain adalah :
 KTT ASEAN Ke-1 yang dilaksanakan pada 23 hingga 24 Februari
1976 di Bali. Dalam KTT tersebut terdapat kesepakatan tentang
pembentukan sekretariat ASEAN yang berpusat di Jakarta dengan
Sekretaris Jendral (Sekjen) pertamanya adalah putra Indonesia yang
bernama H.R. Dharsono
 KTT ASEAN ke-9 yang dilaksanakan pada 7 hingga 8 Oktober 2003 di
Bali. Dalam KTT tersebut, Indonesia mengusulkan pembentukan
Komunitas Asean (Asean Community) yang mencakup bidang
ekonomi, sosial, budaya, serta keamanan.
 KTT ASEAN ke-18 yang dilaksakan pada tanggal 4 hingga 8 Mei
2011 di Jakarta
 KTT ASEAN ke-19 yang dilaksanakan pada tanggal 17 hingga 19
Nopember 2011 di Bali. Dalam Konferensi tersebut didapat
kesepakatan tentang Kawasan bebas senjata nuklir di Asia tenggara
atau yang dikenal dengan Southeast Asia Nuclear Weapon Free Zone
(SEANWFZ)

4.Mampu menciptakan perdamaian di kawasan Asia Tenggara


Indonesia telah banyak membantu menjaga perdamaian khususnya di kawasan
Asia Tenggara, yaitu dengan membantu penyelesaian konflik-konflik yang dialami
oleh negara anggota ASEAN lainnya.
 Pada tahun 1987, Indonesia menjadi penengah saat terjadinya konflik
antara Kamboja dan Vietnam yang pada akhirnya pada tahun 1991
dalam Konferensi Paris, kedua negara tersebut menyepakati adanya
perjanjian damai.
 Indonesia menjadi penengah antara Moro National Front Liberation
(MNFL) dengan pemerintah Filiphina, yang pada akhirnya kedua belah
pihak tersebut sepakat untuk melakukan perjanjian damai yang
dilakukan pada pertemuan di Indonesia.
5. Ikut Serta dalam Menyelesaikan Masalah Kamboja

Pada tahun 1970 di Kamboja terjadi kudeta. Pada waktu itu Kamboja dipimpin
oleh Pangeran Norodom Sihanouk. Pada tanggal 18 Maret 1970 ketika Pangeran
Norodom Sihanouk berada di luar negeri, keponakannya yang bernama Pangeran
Sisowath Sirik Matak bersama Lo Nol melakukan kudeta atau perebutan kekuasaan.
Sejak peristiwa tersebut terjadi perang
saudara yang berlangsung lama dan berlarut-larut. Keadaan Kamboja menjadi
porak poranda, rakyatnya sangat menderita.
Melihat kejadian yang berlarut-larut di Kamboja tersebut, Indonesia berusaha
untuk mendamaikan pihak-pihak yang bertikai atau berperang dengan cara
mempertemukan mereka dalam suatu perundingan. Akhirnya, dibentuklah Jakarta
Informal Meeting (JIM). Artinya, pertemuan tidak resmi yang diadakan di Jakarta
tahun 1988. Pertemuan di Jakarta dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Ali Alatas
sebagai penengah di antara pihak-pihak yang bertikai. Dengan adanya pertemuan
tersebut pihak-pihak yang bertikai bersepakat untuk melakukan perdamaian.
Pertemuan di Jakarta itu kemudian ditindaklanjuti dengan diselenggarakannya
perundingan perdamaian di Paris, Perancis pada tahun 1989.
Kawasan Asia Tenggara terletak di daerah yang strategis dan ramai karena
merupakan jalur lalu lintas internasional. Selain itu negara-negara di kawasan ini pada
umumya memilki tanah yang subur dan kaya akan sumber daya alam. Hal ini
menyebabkan kawasan Asia Tenggara selalumenjadi incaran negara-negara lain.
Negara – negara yang berada di kawasan Asia Tenggara yaitu Indonesia, Malaysia,
Brunei Darussalam, Singapura, Thailand, Filipina, Kamboja, Vietnam, Laos,
Myanmar, Papua Nugini, dan Timor Leste.
Negara – negara di kawasan Asia Tenggara perlu mengadakan hubungan
kerjasama untuk menciptakan kawasan Asia Tenggara yang maju dan kuat. Hubungan
kerjasama yang dilakukan meliputi bidang politik, ekonomi, dan sosial budaya, baik
secara bilateral maupun multilateral.
ASEAN merupakan bentuk kerja sama multilateral negara-negara di kawasan
Asia Teggara. Organisasi ini berdiri dalam upaya menggalang kerja sama di bidang
ekonomi, sosial, dan budaya di kawasan Asia Teggara.
Tokoh pendiri ASEAN yang berasal dari 5 negara di kawasan Asia Tenggara
yaitu sebagai berikut:
1. Adam Malik (menteri bidang politik/menteri luar negeri Indonesia)
2. Tun Abdul Razak (wakil perdana menteri/menteri pembangunan
nasional Malaysia)
3. S. Rajaratnam (menteri luar negeri Singapura)
4. Thanat Koman (menteri luar negeri Thailand)
5. Narsico Ramos (menteri luar negeri Filipina)
Maksud dan tujuan ASEAN tercantum dalam dokumen pendirian ASEAN,
Deklarasi Bangkok, yaitu sebagai berikut.
1. Mempercepat kemajuan ekonomi, sosial, dan budaya di kawasan Asia
Tenggara.
2. Meningkatkan kerja sama antarnegara untuk saling membantu satu
sama lain, mengatasi masalah bersama di bidang sosial, ekonomi
budaya, pengetahuan, dan teknologi.
3. Meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional dengan menghormati
keadilan dan tertib hukum di kawasan Asia Tenggara.
4. Memelihara kerja sama dalam upaya peningkatan pendayagunaan
pertanian, industri, perluasan perdagangan komditi interasional,
perbaikan sarana distribusi dan komunikasi, dan peningkatan taraf
hidup rakyat

2.7 Peranan Indonesia Dalam Gerakan Non Blok

A. Indonesia dan GNB

Politik luar negeri yang memihak pada salah satu blok akan menyukarkan
kedudukannya ke dalam dan menjauhkan tercapainya konsolidasi. Terlepas dari cita-
citanya yang subyektif dan historis akan hidup damai dan bersahabat dengan segala
bangsa, masalah yang dihadapi RI memaksa dengan sendirinya melakukan politik
bebas. Itulah sebabnya RI tidak memihak antara dua blok besar, blok Amerika dan
blok Soviet.

Sebaliknya, jika Indonesia berada di luar blok bersama-sama dengan Negara-


negara Nonblok lainnya, peranannya akan terlihat sebagai kekuatan moral dan
diharapkan akan dapat meredam ketajaman konfrontasi Negara adikuasa jika Negara
Nonblok bersedia bertindak secara kolektif sebagai penengah. [4]

Bagi Indonesia, Gerakan Non Blok merupakan wadah yang tepat bagi Negara-
negara berkembang untuk memperjuangkan cita-citanya dan untuk itu Indonesia
senantiasa berusaha secara konsisten dan aktif membantu berbagai upaya kearah
pencapaian tujuan dan prinsip-prinsip Gerakan Non Blok.

GNB mempunyai arti yang khusus bagi bangsa Indonesia yang dapat
dikatakan lahir sebagai Negara netral yang tidak memihak. Hal tersebut tercermin
dalam Pembukaan UUD 1945 yang menyatakan bahwa “kemerdekaan adalah hak
segala bangsa, dan oleh sebab itu maka penjajahan diatas dunia haurs dihapuskan
karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”. Selain itu
diamanatkan pula bahwa Indonesia ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Kedua mandat
tersebut juga merupakan falsafah dasar GNB.
Pada tanggal 2 September 1988, Menlu RI, Ali Alatas, mengutarakan “Indonesia telah
dilahirkan sebagai Negara Nonblok.” [5] Drs. Mohammad Hatta selaku Perdana
Menteri di depan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) pada
tanggal 2 September 1948 mengatakan bahwa sebagai negar merdeka, Indonesia
seharusnya menjadi subjek yang berhak menentukan sikap sendiri dan berhak
memperjuangkan tujuannya sendiri tanpa menjadi pro-Rusia dan pro-Amerika. [6]

Sesuai dengan politik luar negeri yang bebas dan aktif, Indonesia memilih
untuk menentukan jalannya sendiri dalam upaya membantu tercapainya perdamaian
dunia dengan mengadakan persahabatan dengan segala bangsa.

Sebagai implementasi dari politik luar negeri yang bebas dan aktif itu, selain
sebagai salah satu Negara pendiri GNB, Indonesia juga senantiasa setia dan commited
pada prinsip-prinsip dan aspirasi GNB.

Indonesia dalam GNB

Peranan penting Konferensi Asia Afrika tahun 1955 bagi pembentukan Gerakan Non
Blok menunjukan keterlibatan Indonesia dalam gerakan itu sejak masih dalam
gagasannya. Indonesia pun terlibat aktif dalam persiapan penyelenggaraan KTT I
GNB di Beograd, Yugoslavia.

Dengan demikian Indonesia termasuk perintis dan pendiri GNB. Keikutsertaan


Indonesia dalam GNB sejak awal disebabkan oleh kesesuaian prinsip gerakan dengan
politik luar negeri bebas aktif. Indonesia berkeyakinan, perdamaian hanya mungkin
tercipta dengan sikap tidak mendukung pakta militer (NATO dan Pakta Warsawa).

Soekarno sangat mendukung GNB karena pada waktu itu dia sedang menggalang
kekuatan negara-negara baru atau New Emerging Forces (Nefos) untuk membebaskan
Irian Barat yang masih diduduki Belanda, di mana Soekarno sudah tidak percaya
dengan perundingan diplomasi dengan pihak Belanda.
Tuan Rumah KTT X GNB

Berdasarkan Keputusan Pertemuan Tingkat Menteri Luar Negeri Gerakan


Non-Blok di Acccra, Ghana, tanggal 4-7 September 1991, Indonesia telah ditetapkan
sebagai tuan rumah/penyelenggara KKTT GNB X. Dan selanjutnya KTT GNB X
berlangsung pada tanggal 1 – 7 September 1992 di Jakarta dan Bogor. [8]

Selama tiga tahun dipimpin Indonesia, banyak kalangan menyebut, GNB


berhasil memainkan peran penting dalam percaturan politik global. Lewat Jakarta
Message, Indonesia memberi warna baru pada gerakan ini. Antara lain, dengan
meletakkan titik berat kerjasama pada pembangunan ekonomi dengan menghidupkan
kembali dialog Selatan-Selatan.

Hal tersebut diatas, dirasa sangat perlu sebab Komisi Selatan dalam
laporannya yang berjudul “The Challenge to the South” (1987), menegaskan bahwa
negara-negara Selatan harus mengandalkan kemampuannya sendiri, kalau sekedar
berharap pada kerjasama Utara-Selatan ibarat pungguk merindukan bulan.
Sebaliknya, dialog Selatan-Selatan akan memperkuat posisi tawar (bargaining-
position) Negara-negara berkembang meski hal ini masih harus dibuktikan.

Dengan profil positifnya selama ini, Indonesia dipercaya untuk turut


menyelesaikan berbagai konflik regional, antara lain : Kamboja, gerakan separatis
Moro di Filipina dan sengketa di Laut Cina Selatan. Konflik Kamboja mereda setelah
serangkaian pembicaraan Jakarta Informal Meeting (I & II) serta Pertemuan Paris
yang disponsori antara lain oleh Indonesia.

KTT X GNB di Jakarta berhasil merumuskan “Pesan Jakarta” yang disepakati


bersama. Dalam “Pesan Jakarta” tersebut terkandung visi GNB yaitu :

 Hilangnya keraguan sementara anggota khususnya mengenai relevansi GNB


setelah berakhirnya Preang Dingin dan ketetapanhati untuk meningkatkan kerjasama
yang konstruktif serta sebagai komponen integral dalam “arus utama” (mainstream)
hubungan internasional;
 Arah GNB yang lebih menekankan pada kerjasama ekonomi internasional dalam
mengisi kemerdekaan yang telah berhasil dicapai melalui cara-cara politik yang
menjadi cirri menonjol perjuangan GNB sebelumnya.

 Adanya kesadaran untuk semakin meningkatkan potensi ekonomi Negara-negara


anggota melalui peningkatan kerjasama Selatan-Selatan.

Selama mengemban kepemimpinan GNB, Indonesia telah melakukan upaya-


upaya penting dalam menghidupkan kembali dialog konstruktif Utara-Selatan
berdasarkan saling ketergantungan yang setara (genuine interdependence), kesamaan
kepentingan dan manfaat, dan tanggung jawab bersama. Selain itu, Indonesia juga
mengupayakan penyelesaian masalah utang luar negeri negara-negara berkembang
miskin (HIPCs/Heavily Indebted Poor Countries) yang terpadu, berkesinambungan
dan komprehensif. Guna memperkuat kerja sama Selatan-Selatan, KTT GNB ke-10 di
Jakarta sepakat untuk mengintensifkan kerja sama Selatan-Selatan berdasarkan
prinsip collective self-reliance. Sebagai tindak lanjutnya, sesuai mandat KTT
Cartagena, Indonesia bersama Brunei Darussalam mendirikan Pusat Kerja Sama
Teknik Selatan-Selatan GNB.

Dalam bidang ekonomi, selama menjadi Ketua GNB, Indonesia juga secara
konsisten telah mengupayakan pemecahan masalah hutang luar negeri negara-negara
miskin baik pada kesempatan dialog dengan Ketua G-7 maupun dengan
menyelenggarakan Pertemuan Tingkat Menteri GNB mengenai Hutang dan
Pembangunan yang diselenggarakan di Jakarta pada bulan Agustus 1994 serta
berbagai seminar mengenai penyelesaian hutang luar negeri.

Sedangkan untuk hutang multilateral, dimana lembaga Bretton Woods semula


enggan untuk membahasnya, pada akhirnya telah mendapatkan perhatian Bank Dunia
dan Dana Moneter Internasional dengan diluncurkannya Prakarsa HIPCs (Heavily
Indebted Poor Countries); Peningkatan Fasilitas Penyesuaian Struktural (Enhanced
Structural Adjustment Facility) dan pembentukan Dana Perwalian oleh Bank Dunia
serta komitmen negara-negara Paris Club bagi penyelesaian hutang bilateral dengan
menaikkan tingkat pengurangan beban hutang dari 67% menjadi 80%. Hal ini
merupakan suatu keberhasilan upaya GNB dalam kerangka memerangi kemiskinan.
Melalui pendekatan baru yang dikembangkan sewaktu Indonesia menjadi Ketua,
GNB telah berhasil mengubah sikap negara-negara anggota GNB tertentu yang pada
intinya menerapkan standard ganda terhadap lembaga Bretton Woods. Disatu pihak
secara bilateral negara-negara anggota GNB termasuk ingin memanfaatkan dana yang
tersedia dari Bretton Woods, tetapi secara politis menunjukkan sikap apriori terhadap
Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional. Seperti diketahui, bahwa pengambilan
keputusan pada lembaga Bretton Woods pada prinsipnya didasarkan atas besarnya
jumlah kekayaan anggota, dan ini dapat berarti selalu merugikan kepentingan negara-
negara berkembang. Namun sekarang, dapat dikatakan bahwa telah terjalin hubungan
yang baik dimana lembaga Bretton Woods telah mau mendengarkan argumentasi dan
mempertimbangkan usulan-usulan GNB.

Meskipun sekarang, Indonesia tidak lagi menjabat sebagai Ketua maupun


Troika GNB (kepemimpinan GNB terdiri dari Ketua satu periode sebelumnya, Ketua
sekarang dan Ketua yang akan datang), namun tidak berarti bahwa penanganan oleh
Indonesia terhadap berbagai permasalahan penting GNB akan berhenti atau
mengendur. Sebagai anggota GNB, Indonesia akan tetap berupaya menyumbangkan
peranannya untuk kemajuan GNB dimasa yang akan datang dengan mengoptimalkan
pengalaman yang telah didapat selama menjadi Ketua dan Troika GNB.

Anda mungkin juga menyukai