Disusun oleh :
Tim General Assembly FHUI Paralel 2012
1.
2.
3.
4.
5.
Adri Thalib
Alief Hadi Z.
Asystasia Sabathrin C.
Bernard Ekki W.
Nur Rofiatul Muna
1206265426
1206265035
1206230662
1206265281
1206219193
1 Diane B. Kunz, The Economic Diplomacy of the Suez Crisis, University of North
Carolina Press, 1991, hlm. 1.
1
Majelis Umum PBB menyarankan ratifikasi Treaty on the NonProliferation of Nuclear Weapons pada 12 Juni 1969. Dengan tujuan
mencegah penyebaran senjata berteknologi nuklir dan mendukung
penggunaan tenaga nuklir untuk tujuan perdamaian.
Majelis Umum PBB mengakui Palestine Liberation Organization
(PLO) sebagai perwakilan sah dari rakyat Palestina pada 13 November
1974. PLO diakui sebagai satu-satunya perwakilan dari rakyat Palestina
yang sah oleh lebih dari 100 negara yang memiliki hubungan diplomatik
dengan PLO.2
Majelis Umum PBB melakukan Konvensi tentang Penghapusan
Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan pada 18 Desember 1979.
Dalam aspek politik, ekonomi, dan sosial. Hal ini dikarenakan sepanjang
sejarah manusia, kaum laki-laki selalu menduduki status yang lebih tinggi
dimata hukum. Namun di abad ke-20, dengan adanya konvensi mengenai
hak asasi manusia ditingkat internasional dan regional, serta meningkatnya
pergerakan kaum perempuan, atmosfir politik dan hukum pun berubah,
membuat diskriminasi gender menjadi permasalahan hak asasi manusia.3
Majelis Umum PBB mendeklarasikan penghapusan segala bentuk
intoleransi dan diskriminasi berdasarkan agama dan kepercayaan pada 25
November 1981. Hal ini karena Kebebasan Beragama, khususnya
sensitivitas terhadap pemberian label bagi mereka yang beragama ataupun
tidak sangat penting dalam rangka meningkatkan toleransi dan mengurangi
diskriminasi yang didasarkan pada agama atau kepercayaan. Kemarahan
juga akan cepat meningkat ketika kepercayaan seseorang yang sangat
diyakininya dinomorduakan.4
Majelis Umum PBB mengeluarkan konvensi yang menentang
penyiksaan dan kekejaman lain serta penghukuman yang tidak manusiawi
pada 10 Desember 1984. Konvensi tersebut hanyalah pengakuan bahwa
praktek tersebut telah dilarang oleh hukum internasional. Tujuan utama dari
2 Deon Geldenhuys, Isolated States : a Comparative Analysis, Cambridge University
Press, 1990, hlm. 155.
3 Anne Hellum, Henriette Sinding Aasen, Womens Human Rights : CEDAW in
International, Regional, and National Law, Cambridge University Press, 2013, hlm. 1.
4 Bahiyyih G. Tahzib, Freedom of Religion Or Belief : Ensuring Effective International
Legal Protection, Martinus Nijhoff Publishers, 1996, hlm. 2.
2
yakni
berkaitan
dengan
usaha
diplomatis
untuk
Umum
Perserikatan
Bangsa-Bangsa
ini
merupakan
negaranya saja. Tidak seperti jumlah presiden yang selalu tetep, yaitu satu
presiden tiap diselenggarakan MA, jumlah wakil presiden dapat bervariasi19.
Dalam Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa termasuk para
perwakilan negara pengamat yang diberikan hak untuk menghadiri
pertemuan. Contohnya, posisi duduk mereka adalah di belakang perwakilan
para negara-negara anggota PBB dan mereka berhak untuk mendapatkan
akses kepada seluruh dokumen PBB. Pada prinsipnya, status nagara
pengamat hanya diberikan kepada negara Vatikan dan organisasi
internasional public regional. Yang mana sekarang berkembang dengan
diizinkannya Palestina untuk menjadi negara pengawas dalam Majelis
Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa. Peran negara pengawas sendiri
sangalah terbatas. Walaupun diberikan hak sebagaimana negara peserta
rapat Majelis Umum seperti mendapatkan akses data dan informasi, negara
pengamat tidak dapat memeberikan suaranya dalam Majelis Umum.
Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa mempunya 3 jenis sesi
yang diadakan dalam menggelar pertemuan, sesi tahunan reguler yang
dimulai pada pertengahan September, berlangsung hingga 22 Desember dan
sejak 1978 berlangsung tiap tahun. Pasal 20 Piagam PBB telah memberikan
penjelasan yang lebih lanjut mengenai adanya sesi special yang dapat
diadakan berdasarkan permintaan dari dewan keamanan atau apabila
mayoritas negara-negara anggota mendukung pengajuan permintaan
dibukanya sesi khusus. Dalam prakteknya, adanya sesi tambahan dalam MU
biasanya diadakan sebelum sesi tahunan regular digelar. Sesi darurat dapat
diadakan apabila telah ada pemberitahunan minimal 24 jam dalam prosedur
tindakan cepat yang mana ditentukan dalam Uniting for Peace Resolution in
1950. Tindakan yang memeperlambat sidang pada umumnya dihindari
karena semakin lama sebuah sidang berlangsung, semakin lama pula adopsi
resolusi hasil sidang tersebut. Dibukanya sesi khusus dan sesi darurat
tersebut apabila ada permasalahan spesifik yang memerlukan pembahasan
lebih lanjut. Tahapan regular terbagi dua menjadi preliminary phase dan
substantive phase.
19 M.J. Peterson, op cit 52
7
C.
Tetapi
dalam
pasal
tersebut
ada
pengecualian
apabila
Sao Tome dan Principe dan Somalia dapat memilik hak suara dalam MU
PBB ke 69.20
D.
21 James Barros, United Nation, Past,Present and Future, diterjemahkan oleh D.H.Gulo,
PBB, Dulu,kini dan Esok, Edisi Pertama, (Jakarta: Bumi Aksara,1984). hal 64.
22 M. E. Burton, The Assembly of the League of Nations, 1974.
23 J.G.Starke, Pengantar hukum Internasional. Edisi ke-10,Jilid II,( Jakarta : Sinar
Grafika,2000), hal. 836. Majelis Umum merupakan satu-satunya badan utama
Perserikatan Bangsa-Bangsa yang terdiri dari semua anggota, setiap anggota hanya
memiliki satu suara, meskipun diizinkan menempatkan lima orang wakilnya.
Mempertimbangkan dan membuat rekomendasi pada prinsipprinsip umum kerjasama untuk menjaga perdamaian dan keamanan
internasional,
termasuk
perlucutan
senjata
dan
pengaturan
Perserikatan
Bangsa-Bangsa.
Dapat
membuat
4.
5.
6.
PBB
dan
10
7.
Kekuasaan
berdiskusi
dan
merekomendasi
berkenaan
dengan
3.
4.
5.
6.
7.
Pemeriksaan
rencana-rencana
finansial
badan-badan
kecuali
resolusi
tersebut
dinyatakan
secara
eksplisit
5. Pemecahan anggota
6. Masalah-masalah yang berhubungan dengan penyelenggaraan sistem
perwakilan
7. Urusan anggaran belanja
8. Penganggkatan sekretaris jenderal
Sedangkan untuk persoalan yang lain cukup diambil dengan suara
terbanyak (pasal 18 ayat 3 Piagam PBB). Di dalam pasal 18 tidak
ditetapkan kuorum yaitu jumlah anggota yang paling sedikit harus hadir,
namun hanya ditetapkan bahwa jumlah anggota hadir dan memberikan
suaranya.29
termasuk dalam ruang lingkup dari Kekuatan majelis sendiri, namun ini
harus dipastikan tidak hanya dengan mengacu pada ketentuan-ketentuan
khusus piagam tetapi dengan implikasi yang diperlukan dari kekuasaan
dan tugas untuk Majelis umum pada umumnya. maka ICJ. tidak ragu
bahwa Majelis umum bisa menetapkan pengadilan administratif dengan
kekuatan untuk membuat keputusan mengikat UN, meskipun tidak ada
kekuatan khusus untuk efek yang diberikan dalam piagam. Selain itu,
dalam pendapat yang sama, pengadilan menyatakan pandangan bahwa
Majelis umum bisa membangun organ peradilan dengan kekuasaan untuk
mengambil keputusan yang mengikat pada unit itu sendiri, meskipun itu
tidak sendiri diberkahi dengan kekuatan peradilan. oleh karena itu, gambar
yang Majelis umum memberikan adalah suatu organ yang telah
diasumsikan kekuasaan politik yang luas pada rentang berkembang isu
sebagai dewan keamanan mencerminkan ketidakmampuan awal untuk
bertindak sehingga mencapai tujuan dan prinsip-prinsip piagam. Ini de
facto "amandemen" piagam telah menimbulkan pertanyaan tentang
keabsahan konstitusional berbagai langkah dalam developmeny ini, tetapi,
pada umumnya Majelis umum telah berupaya untuk mengatur aksinya
dengan mengacu pada tujuan-tujuan dan prinsip-prinsip dan telah
terpengaruh oleh pertanyaan sempit interpretasi hukum artikel spesifik dari
piagam.
I. Dewan
a. Board of auditors
30Philippe Sands and Pierre Klein. Bowett Law of International Institution. Cet. 5.
(London: Sweet Maxwell,2001)hlm.38
16
Board of Auditors didirikan pada tahun 1946 oleh Majelis Umum dan
terdiri dari kepala Lembaga Pemeriksa Keuangan dari tiga negara anggota,
telah selama lebih dari 60 tahun memberikan jasa audit eksternal yang
independen kepada Majelis Umum. Hal ini telah terlibat sertifikasi
rekening PBB dan dana dan program-programnya, dan memberikan
laporan yang mencakup beragam nilai manajerial dan untuk masalah uang.
Tujuan menyeluruh dari Dewan adalah dengan menggunakan perspektif
yang unik dari audit eksternal publik untuk kedua membantu Majelis
Umum PBB untuk mengadakan entitas untuk memperhitungkan
penggunaan
sumber
daya
publik,
dan
menambah
nilai
dengan
31Hans Kelsen. The Law of United Nation, (London: Steven and Sons Limited,1959)
32Mochtar Kusumaatmadja. Pengantar hukum Internasional, (Bandung: Binacipta,
1982)
17
UNCTAD
IX
memutuskan
bahwa
struktur
33
Disarmament
Commission [established
by
GA
resolution 502
United
Nations
Commission
on
International
Trade
Law
United
Nations
Peacebuilding
Commission [established
by GA
20
21
berbeda
kedudukan
hukum
termasuk
terdapat
perbedaan
dengan
catatan
hak
asasi
manusia
yang
buruk
F.
G.
23
antar
organisasi
internasional
pada
umumnya
35 Carlo Panara, Gary Wilson, The Arab Spring : A New Patterns for Democracy and
International Law, Martinus Nijhoff Publishers, 2013, hlm. 251.
36 Henry G. Schemers, Niels M. Blokker, International Institutional Law : Unity Within
Diversity, Fifth Revised Ed., Martinus Nijhoff Publishers, 2011, hlm. 135.
37 Decision 49/426, 9 Desember 1994 & UN Docs. A/49/747
24
penting, maka akan diwakilkan oleh Direktur Jendralnya, tapi kadang juga
diwakilkan oleh perwakilan dari pemerintahan.38
Contoh dari organisasi internasional terkait antara lain :
Organization of American States, African Union, European Union,
Council of Europe, Organization of the Islamic Conference, dan
Caribbean Community.
H.
25
peace', 'a breach of the peace', atau 'an act of aggression' jika disetujui
oleh 9 anggota dan 5 anggota tetap dari Dewan Keamanan. Sementara
Majelis Umum tidak memiliki otoritas itu, namun Majelis dapat
menyediakan sebuah forum umum dimana setiap anggota dapat
mengajukan segala hal terkait keamanan dumia.
Selain itu, Majelis Umum dapat menyediakan rute alternatif untuk
menjalankan aksi kolektif atau sebagai sebuah forum terpisah dimana
negara anggota dapat mengomentari cara Dewan Keamanan menangani
krisis tersebut41. M J Peterson juga mengemukakan Majelis Umum dapat
digunakan sebagai rute alternatif dalam memecahkan persoalan krisis
perdamaian dunia. Seperti telah diketahui publik, beberapa negara
memprotes hak veto yang diberikan ke Dewan Keamanan oleh Piagam
PBB, karena hal teknis yang tidak imbang jika dikaitkan lagi dengan
kekuasaan yang dimiliki oleh permanent members dari Dewan Keamanan.
Dipimpin oleh Amerika saat itu, timbul ide untuk menggunakan Majelis
Umum dalam hal mengambil langkah bilamana Dewan Keamanan
menolak untuk bergerak. Mayoritas suara dari Majelis selanjutnya akan
membentuk sebuah kombinasi 'superpower preference' yang dapat
membuat sebuah rekomendasi dari sesi darurat (sesi yang biasanya
diadakan bila dunia menghadapi konflik atau krisis) jadi langkah
internasional yang efektif.
Pada prakteknya, 'rute alternatif' ini biasanya dilakukan oleh
negara-negara dunia ketiga untuk bertindak dan mengekspresikan
pandangan independennya dari langkah yang diambil oleh Dewan
Keamanan. Contohnya, sesi darurat dalam kasus Afganistan 1980,
Palestina 1980-1982, Namibia 1981, Israel 1983 dan 1997-200342.
Adapun lebih rincinya, hubungan diantara keduanya sebagai
berikut:
41 M.J. Peterson, The UN General Assembly, (New York: Routledge, 2006), hlm. 106.
42 ibid, hlm. 107.
26
1. Majelis Umum memilih anggota dan anggota tidak tetap dari Dewan
Keamanan (Pasal 23 ayat (1), (2), dan (3) juncto Aturan 142-143 dalam
Rules of Procedure of The General Assembly43).
2. Majelis Umum dapat meminta atensi dari Dewan Keamanan jika terjadi
suatu situasi yang membahayakan perdamaian dan keamanan dunia
(Pasal 11 ayat (3)).
3. Majelis Umum dapat memberi rekomendasi ke Dewan Keamanan
perihal kekuasaan dan fungsi dari organ-organ PBB lain (Pasal 10
juncto pasal 7 ayat (1) dan (2) Piagam PBB). Namun, ada pengecualian
terhadap pasal ini yakni pasal 12 ayat (1)44 yang mengatur Majelis
Umum PBB tidak boleh membuat rekomendasi apapun terkait sengketa
atau situasi perdamaian dan keamanan dunia yang sedang diproses
atau ditangani oleh Dewan Keamanan. Jika dalam proses penanganan
Dewan itu, Dewan Keamanan menginginkan rekomendasi dari Majelis
Umum maka Majelis bisa membuat rekomendasi. Rekomendasi bagi
Dewan Keamanan yang dimaksud disini adalah rekomendasi untuk
menerapkan langkah-langkah perdamaian dalam segala situasi dan
kondisi yang mungkin akan berdampak buruk bagi kesejahteraan dunia
dan hubungan baik antar bangsa, termasuk situasi yang merupakan
dampak dari pelanggaran Piagam PBB terkait tujuan serta prinsip PBB
(vide Pasal 14).
4. Atas rekomendasi Dewan Keamanan, Majelis Umum menunjuk
Sekretaris Jenderal yang selanjutnya akan memimpin seluruh staff
administrasi di organisasi PBB (Pasal 97 ayat (1) Piagam PBB). Dalam
43 Aturan (Rule) 142 dan 143 Bagian ke XV tentang Elections to Principal Organs: Security
Council dalam Rules of Procedure of The General Assembly berbunyi, "The General Assembly
shall each year, in the course of its regular session, elect non-permanent members of the Security
Council for a term of two years. Under paragraph 3 of resolution 1991 A (XVIII), the General
Assembly decided that the ten non-permanent members of the Security Council shall be
elected..." dikutip dari Perserikatan Bangsa-Bangsa, Rules of Procedure of The General Assembly,
(New York: United Nations Publication, 2008), hlm. 38-39.
44 Departemen Informasi Publik PBB, Charter of the United Nations and Statue of the
International Court of Justice, (New York: United Nations Departement of Public
Indormation, 1945), Pasal 12 ayat (1) mengatur, "While the Security Council is
exercising in respect of any dispute or situation the functions assigned to it in the present
Charter, the General Assembly shall not make any recommendation with regard to that
dispute or situation unless the Security Council so requests."
27
dapat
7. Atas
rekomendasi
Dewan
Keamanan,
Majelis
Umum
dapat
agreement
dan
memiliki
karakteristik
wide
29
Majelis
Umum
dengan
Dewan
Perwalian
(Trusteeship Council)
1. Majelis Umum menunjuk anggota Dewan Perwalian (Pasal 86 ayat (1)
c).
2. Majelis Umum bekerjasama dengan Dewan Perwalian namun Dewan
Perwalian tetap dibawah otorisasi Majelis Umum PBB (Pasal 87).
Dewan Perwalian membantu Majelis Umum menjalankan sebuah
International Trusteeship System sementara Majelis Umum memberi
persetujuan terhadap trusteeship agreements (Pasal 85 ayat (1) dan (2)).
3. Dewan Perwalian harus membuat laporan tahunan ke Majelis Umum
(Pasal 15 ayat (2) juncto Pasal 88).
d) Hubungan Majelis Umum dengan ICJ
1. Majelis Umum dapat menentukan apakah sebuah negara yang bukan
anggota PBB dapat menjadi pihak dari Statuta ICJ (Pasal 93 ayat (2)).
2. Majelis Umum dapat meminta ICJ untuk memberikan advisory
opinionnya pada segala pertanyaan hukum Majelis (Pasal 96 ayat (1)).
3. Majelis Umum menerima dan mempertimbangkan laporan dari ICJ
sebagai organ PBB (Pasal 15 ayat (2).
e) Hubungan Majelis Umum dengan Sekretariat Umum PBB
1. Majelis Umum menunjuk Sekjen PBB dengan rekomendasi Dewan
Keamanan (Pasal 97 ayat (1).
2. Majelis Umum merupakan organ yang membentuk peraturan-peraturan
yang selanjutnya dijadikan pedoman Sekjen dalam menunjuk staf-staf di
Sekretariat PBB (secara implisit di Pasal 101 ayat (1)).
3. Hubungan terkait antar organ dengan Majelis Umum terkait notifikasi
masalah perdamaian dan keaman dunia. Sekjen PBB dengan persetujuan
Dewan Keamanan memberi notifikasi pada Majelis Umum
perihal
Majelis
Umum
dengan
Badan
Penunjang
31
Daftar Pustaka
Buku
Aleem, Shamim, Women, Peace, and Security : (an International Perspective),
Xlibris Corporation, 2013.
Asamoah, Obed Y., The Legal Significance of the Declarations of the General
Assembly of the United Nations. (Hague: MartinusNijhoff, 1966)
Blanchfield, Luisa, United Nations Human Rights Council : Issues for Congress,
DIANE Publishing, 2010.
Burgers, J. Hermann, The United Nations Convention Against Torture : A
Handbook on the Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman,
Or Degrading Treatment Or Punishment, Martinus Nijhoff Publishers,
1996.
Geldenhuys, Deon, Isolated States : a Comparative Analysis, Cambride
University Press, 1990.
Hellum, Anne dan Henriette Sinding Aasen, Womens Human Rights : CEDAW in
International, Regional, and National Law, Cambridge University Press,
2013.
Jenkins, Rob, Peacebuilding : From Concept to Commission, Routledge, 2013.
Kelsen, Hans. The Law of United Nation, London: Steven and Sons Limited,1959
Kusumaatmadja, Mochtar. Pengantar hukum Internasional,Bandung: Binacipta,
1982
Kunz, Diane B., The Economic Diplomacy of the Suez Crisis, University of North
Carolina Press, 1991.
Peterson M.J., The UN General Assembly New York :Routlegde, 2004.
Sands, Philippe and Pierre Klein. Bowett's Law of International Institution. Cet.
5. London: Sweet Maxwell,2001
Starke J.G., Introduction to International Law (London:Butterworth, 1984)
McNeely, Connie L., Constructing the Nation-state: International Organization
and Prescriptive Action, Greenwood Publishing Group, 1995.
Panara, Carlo dan Gary Wilson, The Arab Spring : A New Patterns for Democracy
and International Law, Martinus Nijhoff Publishers, 2013.
Schemers, Henry G. Dan Niels M. Blokker, International Institutional Law :
Unity Within Diversity, Fifth Revised Ed., Martinus Nijhoff Publishers,
2011.
Sri Setianingsih, Pengantar Hukum Organisasi Internasional, cet.1, Jakarta:
Penerbit Universitas Indonesia, 2004.
Tahzib, Bahiyyih G., Freedom of Religion Or Belief : Ensuring Effective
International Legal Protection, Martinus Nijhoff Publishers, 1996.
32
Jurnal
M. E. Burton, The Assembly of the League of Nations, 1974.
Universitas Sultan Agung Tirtayasa, Peranan Dewan Keamanan PBB dalam
Proses Penyelesaian Konflik Internasional, 2014.
Internet
Council on Foreign Relation. http://www.cfr.org/international-organizations-andalliances/role-un-general-assembly/p13490. Diakses 23 Oktober 2014.
Perserikatan Bangsa-Bangsa. http://www.un.org/en/ga/about/background.shtml.
Diakses 23 Oktober 2014.
Sitamala, Affandi. Penyelesaian Sengketa Internasional melalui Majelis Umum PBB.
http:/ /www.docstoc.com/mobile/doc/51765894/General Assembly. Diakses
tanggal 25 Oktober 2014.
Universitas Sumatera Utara. "Tinjauan Umum Tentang Resolusi PBB".
http://repository.usu.ac.id/. Diakses tanggal 25 Oktober 2014.
33
34