Pencak silat adalah olahraga bela diri yang memerlukan banyak konsentrasi.Ada
pengaruh budaya Cina, agama Hindu, Budha, dan Islam dalam pencak silat. Biasanya setiap
daerah di Indonesia mempunyai aliran pencak silat yang khas. Misalnya, daerah Jawa Barat
terkenal dengan aliran Cimande dan Cikalong, di Jawa Tengah ada aliran Merpati Putih dan di
Jawa Timur ada aliran Perisai Diri. Setiap empat tahun di Indonesia ada pertandingan pencak
silat tingkat nasional dalam Pekan Olahraga Nasional. Pencak silat juga dipertandingkan dalam
SEA Games sejak tahun 1987. Di luar Indonesia juga ada banyak penggemar pencak silat seperti
di Australia, Belanda, Jerman, dan Amerika.
Di tingkat nasional olahraga melalui permainan dan olahraga pencak silat menjadi salah
satu alat pemersatu nusantara, bahkan untuk mengharumkan nama bangsa, dan menjadi
identitas bangsa. Olahraga pencak silat sudah dipertandingkan di skala internasional. Di
Indonesia banyak sekali aliran-aliran dalam pencak silat, dengan banyaknya aliran ini
menunjukkan kekayaan budaya masyarakat yang ada di Indonesia dengan nilai-nilai yang ada
didalamnya.
Emitologi
Istilah silat dikenal secara luas di Asia Tenggara, akan tetapi khusus di Indonesia istilah
yang digunakan adalah pencak silat. Istilah ini digunakan sejak 1948 untuk mempersatukan
berbagai aliran seni bela diri tradisional yang berkembang di Indonesia. Nama "pencak"
digunakan di Jawa, sedangkan "silat" digunakan di Sumatera, Semenanjung Malaya dan
Kalimantan. Dalam perkembangannya kini istilah "pencak" lebih mengedepankan unsur seni
dan penampilan keindahan gerakan, sedangkan "silat" adalah inti ajaran bela diri dalam
pertarungan.
Sejarah
Nenek moyang bangsa Indonesia telah memiliki cara pembelaan diri yang ditujukan
untuk melindungi dan mempertahankan kehidupannya atau kelompoknya dari tantangan alam.
Mereka menciptakan bela diri dengan menirukan gerakan binatang yang ada di alam
sekitarnya, seperti gerakan kera, harimau, ular, atau burung elang. Asal mula ilmu bela diri di
nusantara ini kemungkinan juga berkembang dari keterampilan suku-suku asli Indonesia dalam
berburu dan berperang dengan menggunakan parang, perisai, dan tombak, misalnya seperti
dalam tradisi suku Nias yang hingga abad ke-20 relatif tidak tersentuh pengaruh luar.
Silat diperkirakan menyebar di kepulauan nusantara semenjak abad ke-7 masehi, akan
tetapi asal mulanya belum dapat ditentukan secara pasti. Kerajaan-kerajaan besar, seperti
Sriwijaya dan Majapahit disebutkan memiliki pendekar-pendekar besar yang menguasai ilmu
bela diri dan dapat menghimpun prajurit-prajurit yang kemahirannya dalam pembelaan diri
dapat diandalkan. Peneliti silat Donald F. Draeger berpendapat bahwa bukti adanya seni bela
diri bisa dilihat dari berbagai artefak senjata yang ditemukan dari masa klasik (Hindu-Budha)
serta pada pahatan relief-relief yang berisikan sikap-sikap kuda-kuda silat di candi Prambanan
dan Borobudur. Dalam bukunya, Draeger menuliskan bahwa senjata dan seni beladiri silat
adalah tak terpisahkan, bukan hanya dalam olah tubuh saja, melainkan juga pada hubungan
spiritual yang terkait erat dengan kebudayaan Indonesia. Sementara itu Sheikh Shamsuddin
(2005)[5] berpendapat bahwa terdapat pengaruh ilmu bela diri dari Cina dan India dalam silat.
Hal ini karena sejak awal kebudayaan Melayu telah mendapat pengaruh dari kebudayaan yang
dibawa oleh pedagang maupun perantau dari India, Cina, dan mancanegara lainnya.
Pencak silat telah dikenal oleh sebagian besar masyarakat rumpun Melayu dalam
berbagai nama. Di semenanjung Malaysia dan Singapura, silat lebih dikenal dengan nama
alirannya yaitu gayong dan cekak. Di Thailand, pencak silat dikenal dengan nama bersilat, dan di
Filipina selatan dikenal dengan nama pasilat. Dari namanya, dapat diketahui bahwa istilah
"silat" paling banyak menyebar luas, sehingga diduga bahwa bela diri ini menyebar dari
Sumatera ke berbagai kawasan di rantau Asia Tenggara.
Tradisi silat diturunkan secara lisan dan menyebar dari mulut ke mulut, diajarkan dari
guru ke murid, sehingga catatan tertulis mengenai asal mula silat sulit ditemukan. Sejarah silat
dikisahkan melalui legenda yang beragam dari satu daerah ke daerah lain. Legenda
Minangkabau, silat (bahasa Minangkabau: silek) diciptakan oleh Datuk Suri Diraja dari
Pariangan, Tanah Datar di kaki Gunung Marapi pada abad ke-11. Kemudian silek dibawa dan
dikembangkan oleh para perantau Minang ke seluruh Asia Tenggara. Demikian pula cerita
rakyat mengenai asal mula silat aliran Cimande, yang mengisahkan seorang perempuan yang
mencontoh gerakan pertarungan antara harimau dan monyet. Setiap daerah umumnya
memiliki tokoh persilatan (pendekar) yang dibanggakan, misalnya Prabu Siliwangi sebagai tokoh
pencak silat Sunda Pajajaran, Hang Tuah panglima Malaka, Gajah Mada mahapatih
Majapahit[butuh rujukan] dan Si Pitung dari Betawi.
Silat saat ini telah diakui sebagai budaya suku Melayu dalam pengertian yang luas, yaitu
para penduduk daerah pesisir pulau Sumatera dan Semenanjung Malaka, serta berbagai
kelompok etnik lainnya yang menggunakan lingua franca bahasa Melayu di berbagai daerah di
Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan pulau-pulau lain-lainnya yang juga mengembangkan
beladiri ini.
Menyadari pentingnya mengembangkan peranan pencak silat maka dirasa perlu adanya
organisasi pencak silat yang bersifat nasional, yang dapat pula mengikat aliran-aliran pencak
silat di seluruh Indonesia. Pada tanggal 18 Mei 1948, terbentuklah Ikatan Pencak Silat Indonesia
(IPSI) Kini IPSI tercatat sebagai organisasi silat nasional tertua di dunia.
Kuda-kuda :
adalah posisi menapak kaki untuk memperkokoh posisi tubuh. Kuda-kuda yang kuat dan
kokoh penting untuk mempertahankan posisi tubuh agar tidak mudah dijatuhkan. Kuda-
kuda juga penting untuk menahan dorongan atau menjadi dasar titik tolak serangan
(tendangan atau pukulan).
Sikap dan Gerak: Pencak silat ialah sistem yang terdiri atas sikap (posisi) dan gerak-
gerik (pergerakan). Ketika seorang pesilat bergerak ketika bertarung, sikap dan gerakannya
berubah mengikuti perubahan posisi lawan secara berkelanjutan. Segera setelah
menemukan kelemahan pertahanan lawan, maka pesilat akan mencoba mengalahkan
lawan dengan suatu serangan yang cepat.
Langkah: Ciri khas dari Silat adalah penggunaan langkah. Langkah ini penting di dalam
permainan silat yang baik dan benar. Ada beberapa pola langkah yang dikenali, contohnya
langkah tiga dan langkah empat.
Kembangan: adalah gerakan tangan dan sikap tubuh yang dilakukan sambil
memperhatikan, mewaspadai gerak-gerik musuh, sekaligus mengintai celah pertahanan
musuh. Kembangan utama biasanya dilakukan pada awal laga dan dapat bersifat
mengantisipasi serangan atau mengelabui musuh. Seringkali gerakan kembangan silat
menyerupai tarian atau dalam maenpo Sunda menyerupai ngibing (berjoget). Kembangan
adalah salah satu bagian penilaian utama dalam seni pencak silat yang mengutamakan
keindahan gerakan.
Buah: Pencak Silat memiliki macam yang banyak dari teknik bertahan dan menyerang.
Secara tradisional istilah teknik ini dapat disamakan dengan buah. Pesilat biasa
menggunakan tangan, siku, lengan, kaki, lutut dan telapak kaki dalam serangan. Teknik
umum termasuk tendangan, pukulan, sandungan, sapuan, mengunci, melempar, menahan,
mematahkan tulang sendi, dan lain-lain.
Jurus: pesilat berlatih dengan jurus-jurus. Jurus ialah rangkaian gerakan dasar untuk
tubuh bagian atas dan bawah, yang digunakan sebagai panduan untuk menguasai
penggunaan teknik-teknik lanjutan pencak silat (buah), saat dilakukan untuk berlatih secara
tunggal atau berpasangan. Penggunaan langkah, atau gerakan kecil tubuh, mengajarkan
penggunaan pengaturan kaki. Saat digabungkan, itulah Dasar Pasan, atau aliran seluruh
tubuh.
Sapuan dan Guntingan: adalah salah satu jenis buah (teknik) menjatuhkan musuh
dengan menyerang kuda-kuda musuh, yakni menendang dengan menyapu atau menjepit
(menggunting) kaki musuh, sehingga musuh kehilangan keseimbangan dan jatuh.
Kuncian: adalah teknik untuk melumpuhkan lawan agar tidak berdaya, tidak dapat
bergerak, atau untuk melucuti senjata musuh. Kuncian melibatkan gerakan menghindar,
tipuan, dan gerakan cepat yang biasanya mengincar pergelangan tangan, lengan, leher,
dagu, atau bahu musuh.
Latihan Langkah Kuda-kuda Silat Menggunakan 8 Arah Mata
Angin
Gerakkan pertama sampai gerakkan ke empat dengan menggunkan kuda-kuda samping,
yaitu kaki kiri di depan kaki kanan di belakang posisi badan dalam keadaan lurus, kaki kiri di
depan kaki kanan di belakang posisi dalam keadaan serong kekiri dan begitu juga sebaliknya.
Gerakkan ke lima sampai gerakkan ke delapan menggunakan kaki dapan di depan dan
kaki kiri di belakang keadaan dalam posisi kaki kiri di luruskan dan kaki kanan ditekukkan posisi
badan sedikit condong ke depan dan begitu juga sebaliknya
Pola Langkah Dalam Pencak Silat
Bentuk pencak silat dan padepokannya (tempat berlatihnya) berbeda satu sama lain, sesuai
dengan aspek-aspek yang ditekankan. Banyak aliran yang menemukan asalnya dari pengamatan
atas perkelahian binatang liar. Silat-silat harimau dan monyet ialah contoh dari aliran-aliran
tersebut. Adapula yang berpendapat bahwa aspek bela diri dan olah raga, baik fisik maupun
pernapasan, adalah awal dari pengembangan silat. Aspek olah raga dan aspek bela diri inilah
yang telah membuat pencak silat menjadi terkenal di Eropa.
Bagaimanapun, banyak yang berpendapat bahwa pokok-pokok dari pencak silat
terhilangkan, atau dipermudah, saat pencak silat bergabung pada dunia olah raga. Oleh karena
itu, sebagian praktisi silat tetap memfokuskan pada bentuk tradisional atau spiritual dari
pencak silat, dan tidak mengikuti keanggotaan dan peraturan yang ditempuh oleh Persilat,
sebagai organisasi pengatur pencak silat sedunia.
Senjata
Selain bertarung dengan tangan kosong, pencak silat juga mengenal berbagai macam senjata.
antara lain:
Keris: sebuah senjata tikam berbentuk pisau kecil, sering dengan bilah bergelombang
yang dibuat dengan melipat berbagai jenis logam bersama-sama dan kemudian cuci dalam
asam.
Kujang: pisau khas Sunda
Samping/Linso: selendang kain sutera dipakai sekitar pinggang atau bahu, yang
digunakan dalam penguncian teknik dan untuk pertahanan terhadap pisau.
Galah: tongkat yang terbuat dari kayu, baja atau bambu .
Cindai: kain, biasanya dipakai sebagai sarung atau dibungkus sebagai kepala gigi.
Tradisional perempuan menutupi kepala mereka dengan kain yang dapat diubah menjadi
cindai.
Tongkat/Toya: tongkat berjalan yang dibawa oleh orang tua, pengelana dan musafir.
Kipas: kipas lipat tradisional yang kerangkanya dapat terbuat dari kayu atau besi.
Kerambit/Kuku Machan: sebuah pisau berbentuk seperti cakar harimau yang bisa
diselipkan di rambut perempuan.
Sabit/Clurit: sebuah sabit, biasa digunakan dalam pertanian, budidaya dan panen
tanaman.
Sundang: sebuah ujung pedang ganda Bugis, sering berombak-berbilah
Rencong: belati Aceh yang sedikit melengkung
Tumbuk Lada: belati kecil yang juga sedikit melengkung mirip rencong, secara harfiah
berarti "penghancur lada".
Gada: senjata tumpul yang terbuat dari baja.
Tombak: lembing yang terbuat dari bambu, baja atau kayu yang kadang-kadang memiliki
bulu yang menempel di dekat pisau.
Parang/Golok: pedang pendek yang biasa digunakan dalam tugas sehari-hari seperti
memotong saat menyisir hutan.
Trisula: tiga sula atau senjata bercabang tiga
Chabang/Cabang: trisula bergagang pendek, secara harfiah berarti "cabang".
Tingkat Kemahiran
Secara ringkas, murid silat atau pesilat dibagi menjadi beberapa tahap atau tingkat kemahiran,
yaitu:
1. Pemula, diajari semua yang tahap dasar seperti kuda-kuda,teknik tendangan, pukulan,
tangkisan, elakan,tangkapan, bantingan, olah tubuh, maupun rangkaian jurus dasar
perguruan dan jurus standar IPSI
2. Menengah, ditahap ini, pesilat lebih difokuskan pada aplikasi semua gerakan dasar,
pemahaman, variasi, dan disini akan mulai terlihat minat dan bakat pesilat, dan akan
disalurkan kepada masing-masing cabang, misalnya Olahraga & Seni Budaya.
3. Pelatih, hasil dari kemampuan yang matang berdasarkan pengalaman di tahap pemula,
dan menengah akan membuat pesilat melangkah ke tahap selanjutnya, dimana mereka
akan diberikan teknik - teknik beladiri perguruan, dimana teknik ini hanya diberikan
kepada orang yang memang dipercaya, dan mampu secara teknik maupun moral,
karena biasanya teknik beladiri merupakan teknik tempur yang sangat efektif dalam
melumpuhkan lawan / sangat mematikan .
4. Pendekar, merupakan pesilat yang telah diakui oleh para sesepuh perguruan, mereka
akan mewarisi ilmu-ilmu rahasia tingkat tinggi.
Tata Tertib
Sejalan dengan norma dan nilai budaya khususnya di Indonesia, terdapat beberapa peraturan
yang harus diperhatikan dan dilakukan dengan seksama ketika berlatih pencak silat, di
antaranya sebagai berikut.
Nilai Positif
Beberapa nilai positif yang diperoleh dalam olahraga beladiri pencak silat adalah: [2]
1. Kesehatan dan kebugaran;
2. Membangkitkan rasa percaya diri;
3. Melatih ketahanan mental;
4. Mengembangkan kewaspadaan diri yang tinggi;
5. Membina sportifitas dan jiwa ksatria;
6. Disiplin dan keuletan yang lebih tinggi.
Pencak Silat telah berkembang pesat selama abad ke-20 dan telah menjadi olah raga
kompetisi di bawah penguasaan dan peraturan Persilat (Persekutuan Pencak Silat Antara
Bangsa, atau The International Pencak Silat Federation). Pencak silat sedang dipromosikan oleh
Persilat di beberapa negara di seluruh 5 benua, dengan tujuan membuat pencak silat menjadi
olahraga Olimpiade. Persilat mempromosikan Pencak Silat sebagai kompetisi olah raga
internasional. Hanya anggota yang diakui Persilat yang diizinkan berpartisipasi pada kompetisi
internasional.
Padepokan adalah istilah Jawa yang berarti sebuah kompleks perumahan dengan areal
cukup luas yang disediakan untuk belajar dan mengajar pengetahuan dan keterampilan
tertentu. Padepokan yang disediakan untuk belajar dan mengajar Pencak Silat dinamakan
Padepokan Pencak Silat. Di Minangkabau, Sumatera Barat, tempat belajar silat
dinamakan sasaran silek yang biasanya hampir dimiliki oleh setiap nagari pada masa dahulunya.
Terdapat beraneka ragam aliran pencak silat yang berkembang di Indonesia selama
berabad-abad, dan tiap aliran ini bercabang-cabang lagi menjadi banyak perguruan. Beberapa
tradisi atau aliran utama yang tertua dan termahsyur antara lain Silek Tuo Minangkabau dari
Sumatera Barat, Maenpo Cimande dan Cikalong dari Jawa Barat, serta beberapa aliran pencak
silat tua di Jawa Tengah dan Bali. Perguruan dan padepokan pencak silat yang berkembang
kemudian mungkin saja dipengaruhi beberapa aliran tradisi pencak silat tua ini, serta
memadukannya dengan disiplin dan teknik laga beladiri lain. Berikut ini adalah beberapa aliran
dan perguruan pencak silat: