Anda di halaman 1dari 163

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah

(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil


i
NEGARA MELAYANI AGAMA DAN KEPERCAYAAN
(Konstruksi “Agama” dan Pelayanan Negara Terhadap Umat Beragama
dan Berkepercayaan di Indonesia)

Hak cipta dilindungi Undang-Undang


All RIghts Reserved

Penulis:
Mulyani Mudis Taruna

Editor:
Mustofa Asrori

Desain Cover & Layout:


Sugeng

Diterbitkan oleh:
LITBANGDIKLAT PRESS
Jl. M.H. Thamrin No. 6 Lantai 17 Jakarta Pusat
Telepon: 021-3920688
Fax: 021-3920688
Website: balitbangdiklat.kemenag.go.id
Anggota IKAPI No. 545/Anggota Luar Biasa/DKI/2017

Cetakan:
Pertama, November 2018

ISBN : 978-979-797-379-7

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
ii (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
Kata Pengantar

Buku tentang Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global


pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah merupakan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Tim Pendidikan Balai Litbang
Agama Semarang. Buku ini pada awalnya akan mengkaji
secara lebih mendetail terkait dengan bagaimana model
pelaksanaan pendidikan Agama Islam pada madrasah/sekolah
pada tingkat wajar 9 tahun di daerah terpencil yang sulit
terjangkau oleh Roda 4 maupun roda 2. Bahkan untuk
menjangkau daerah tersebut dilakukan dengan jalan kaki.
Dalam perspektif kondisi sekarang yang sudah berada di era
global nampaknya hal itu tidak terjadi, apalagi untuk dunia
pendidikan formal yang secara anggaran Pemerintah
mengalami kenaikan yang signifikan.
Realitas ! itulah faktanya di Jawa Tengah masih terdapat
beberapa madrasah/sekolah yang berada dalam kondisi
geografis yang sulit terjangkau, bahkan tidak sedikit peserta
didik harus menyeberang sungai dan jalan kaki untuk
memperoleh pendidikan yang layak. Binatang babi hutan di
MI Hidayatul Mubtadiin Kec. Tonjong Brebes sering
“menghadang” guru maupun peserta didik yang harus
melewatinya.
Fakta ! itulah yang perlu terus dikaji agar anak bangsa yang
berada di wilayah yang kurang menguntungkan secara
georgrafis juga kurang menguntungkan dari aspek
pembelajaran, baik tenaga pendidikan dan kependidikan yang
kompeten maupun sarana dan prasarana yang minim. Mereka
semua anak bangsa yang memiliki hak yang sama untuk
memperoleh pendidikan yang layak di era global.
Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
iii
Hasil Penelitian yang telah menjadi buku ini secara
substansial adalah untuk menakar seberapa profesional
pelaksanaan Pendidikan Agama yang terjadi pada lembaga
pendidikan formal yang berada di daerah terpencil. Ukuran
kualitatif yang menjadi dasar dalam kajian ini diharapkan
dapat menggambarkan secara komprehensif sehingga dapat
dijadikan bahan untuk merumuskan sebuah kebijakan.
Apabila melihat hasil kajian nampak bahwa
1. masih terdapat satuan pendidikan yang menerapkan
kurikulum dan pembelajaran melebihi dari yang
ditetapkan Pemerintah seperti menambah materi/bahan
ajar hafalan Asmaul Husna, Surat Yasin, hafalan surat
pendek, hafal juz 30 setelah lulus, dan mampu membaca
tafsir atau kitab kuning.
2. Masih terdapat satuan Pendidikan yang menerapkan
kurikulum 2013 akan tetapi dalam penilaian masih
menggunakan model kurikulum 2006.
3. Masih terdapat peran masyarakat dalam penyelenggaraan
Pendidikan Agama (PA) pada madrasah/sekolah dengan
berbagai variasi, seperti pemberian fasilitas cuma-cuma,
meminjamkan ruang di rumah pribadi untuk PBM PA.
4. Masih terdapat peran Pemerintah dalam penyelenggaraan
PA seperti memberikan pendampingan imlementasi PAI K-
13 dan mengkontrol penyelenggaraan PA dari penyusun
silabus.
5. Masih terdapat faktor penghambat dalam penyelenggaraan
PA terutama pada sarana dan prasarana pem belajaran dan
pendampingan kurikulum K-13.

Semarang, 12 April 2018

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
iv (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................... iii


Daftar Isi...................................................................................... v

Bab 1
Mencari Format Pendidikan Agama .................................... 1

Bab 2
Pendidikan Agama dalam Kajian Teoritis .......................... 9
Mengapa Kurikulum Perlu Standar Nasional ...................... 14
Guru; Riwayatmu di Daerah Terpencil ................................. 17
Bahan ajar; Bagian dari mata pelajaran ................................. 19
Sarana dan prasarana pembelajaran ...................................... 20

Bab 3
Kajian Praktis Pendidikan Agama pada Lembaga
Pendidikan ................................................................................ 25
Kajian Praktis Pendidikan Agama;Sebuah Teknik Analisis
Data.............................................................................................. 29
Kajian Praktis Pendidikan Agama dalam Kajian Pustaka ... 31

Bab 4
Pendidikan Agama Antara Idealita Dan Realita Pada
Daerah Terpencil ...................................................................... 33
Madrasah Ibtidaiyah Annajmiyah Kec. Bojong Kab. Tegal. 34
Madrasah Hidayatul Mubtadiin Kec. Tonjong Kab. Brebes 50
Madrasah Al Hidayah Ngaren, Kec. Juwangi,
Kab. Boyolali ............................................................................. 57
Madrasah Ibtidaiyah Ma’arif Kec. Juwiring Kab. Klaten .... 64
Profil Madrasah Ibtidaiyah Senet Kec. Selo Kab. Boyolali .. 69
Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
v
Madrasah Ibtidaiyah Ma’arif NU 1 Cilangkap
Kec. Gumelar Kab. Banyumas ................................................. 71
Sekolah Dasar Negeri 1 Cilangkap Kec. Gumelar Kab.
Banyumas .................................................................................. 72
Madrasah Ibtidaiyah Al Anwar 01 desa Tempur
Kec. Keling Kab. Jepara ............................................................ 74
Madrasah Ibtidaiyah Al Anwar 02 Duplak Kec. Keling
Kab. Jepara .................................................................................. 75
Madrasah Tsanawiyah An Nawawi 04 Donorejo
Kec. Kaligesing Kab. Puworejo ............................................... 76
Madrasah Ibtidaiyah Ma’arif Wonolelo Kec. Sawangan
Kab. Magelang ........................................................................... 80

Bab 5
Penyelenggaraan Pendidikan Agama pada Daerah
Terpencil .................................................................................... 83
Peran Masyarakat terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Agama ........................................................................................ 104
Peran Pemerintah terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Agama ........................................................................................ 107
Faktor Pendukung dan Penghambat dalam
Penyelenggaraan Pendidikan Agama .................................... 110

Bab 6
Model Penyelenggaraan Pendidikan Agama pada
Daerah Terpencil ..................................................................... 119
Standar Kompetensi Lulusan .............................................. 119
Standar Isi/Kurikulum Pendidikan Agama Islam ................ 120
Standar Proses dan Standar Penilaian ................................ 121
Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan ....................... 122

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
vi (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
Standar Sarana dan Prasarana ............................................ 123
Standar Pengelolaan ............................................................ 124
Standar Pembiayaan Pendidikan ......................................... 124
Peran Masyarakat terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Agama ....................................................................................... 126
Peran Pemerintah terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Agama ....................................................................................... 127
Faktor Pendukung dan Penghambat dalam
Penyelenggaraan Pendidikan Agama .................................... 128

Bab 7
Simpulan ................................................................................... 133
Model Penyelenggaraan Pendidikan Agama pada Daerah
Terpencil ..................................................................................... 133
Model Peran Masyarakat terhadap Penyelenggaraan
Pendidikan Agama ................................................................... 134
Model Peran Pemerintah terhadap Penyelenggaraan
Pendidikan Agama ................................................................... 134
Faktor Pendukung dan Penghambat dalam
Penyelenggaraan Pendidikan Agama .................................... 134
Saran............................................................................................ 135

Daftar Pustaka ........................................................................... 137


Lampiran Hasil Desiminasi .................................................... 141

INDEKS ...................................................................................... 151

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
vii
Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
viii (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
BAB MENCARI FORMAT
I PENDIDIKAN
Bab 1 AGAMA
Mencari Format Pendidikan Agama

Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah


penduduk cukup besar dan terbagi dalam beberapa
segmentasi, baik ekonomi, pendidikan maupun kondisi
geografis dan demografis. Dari aspek ekonomi, kondisi
masyarakat didaerah kota, desa dan pinggiran atau terpencil
akan berbeda dalam tingkat pendapatan dan pengeluaran.
Dari aspek pendidikan, kepedulian masyarakat terhadap
pendidikan cukup beragam, yaitu terdapat masyarakat yang
peduli dengan pendidikan dan terdapat masyarakat yang
kurang peduli terhadap pendidikan, meskipun kesadaran
pentingnya pendidikan sudah mulai ada perkembangan yang
baik. Begitu juga dari aspek kewilayahan, bahwa antara yang
berada di daerah perkotaan, pedesaan, pinggiran dan
terpencil atau terisolasi memiliki perbedaan paradigma dalam
mensikapi dunia ekonomi dan dunia pendidikan.
Secara umum segmentasi diatas (ekonomi, pendidikan,
dan kondisi geografis dan demografis) memiliki pengaruh
terhadap pola pengembangan sumber daya manusia (SDM).
Sebagai salah satu contoh, bahwa pada masyarakat dengan
tingkat ekonomi yang rendah memiliki kecenderungan
memiliki tingkat pendidikan yang rendah dan efek
kausalitasnya adalah SDM dengan kapasitas dan kapabilitas
untuk pengembangan pendidikan juga sedikit. Hal ini
diperparah oleh kondisi kewilayahan yang berada di daerah
terpencil dari Kabupaten maupun kota Kecamatan bahkan
jauh dari keramaian desa.

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
1
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
merebaknya teknologi informasi serta terjadinya interaksi
masyarakat desa dan kota memunculkan kesadaran
masyarakat untuk membangun peradaban baru melalui
lembaga pendidikan. Hal ini berlaku pada masyarakat dengan
tingkat ekonomi dan pendidikan yang rendah serta pada
masyarakat yang berada di wilayah pedesaan atau masyarakat
yang berada di daerah terpencil.
Kesadaran masyarakat untuk menyelenggarakan
lembaga pendidikan formal menunjukan adanya kesadaran
masyarakat terhadap pentingnya lembaga pendidikan formal
untuk meningkatkan sumber daya manusia. Dan kesadaran
ini muncul biasanya setelah terdapat tokoh masyarakat (tokoh
agama) yang kembali ke dusunnya setelah menimba ilmu di
luar desa. Di berbagai daerah terpencil di Jawa Tengah,
pendirian lembaga pendidikan formal seperti Madrasah
Ibtidaiyah (MI) diawali oleh ide dari anggota masyarakat yang
kembali setelah menimba ilmu di pondok pesantren maupun
di Perguruan Tinggi Islam di berbagai daerah.
Perkembangan lembaga pendidikan formal (MI) pada
awalnya berjalan apa adanya, namun demikian dengan
berjalannya waktu mulai tumbuh dengan melengkapi sarana
dan prasarana pembelajaran. Begitu juga tenaga pendidik dan
kependidikan mulai diperhatikan, yaitu dengan
menempatkan sesuai dengan kompetensinya. Bagi tenaga
pendidik yang belum memiliki legalitas ijazah setingkat
Sarjana S.1 diusahakan untuk melanjutkan pendidikan S.1.
dan bagi yang sudah memiliki gelar sarjana diupayakan untuk
mengikuti pendidikan profesi sebagai guru.
Usaha manajemen MI untuk meningkatkan kualitas
pendidikan di MI dari berbagai kompetensi tenaga pendidik,
Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
2 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
fasilitas pembelajaran selalu ada peningkatan. Namun
demikian, perhatian Pemerintah untuk meningkatkan kualitas
dan kuantitas masih perlu terus di dorong agar lembaga
pendidikan formal di daerah terpencil memiliki semangat
untuk mengembangkannya agar lebih berkualitas. Lembaga
pendidikan formal di daerah terpencil sering merasa iri
dengan lembaga pendidikan formal di daerah perkotaan.
Mereka berjalan apa adanya dengan fasilitas dan guru yang
serba terbatas, sementara itu, di MI di daerah perkotaan
dengan akses ke Kementerian Agama lebih mudah untuk
memperoleh pembinaan dan pembenahan fasilitas
pembelajaran.
Lembaga pendidikan formal di daerah terpencil adalah
aset bangsa yang membutuhkan banyak perhatian terutama
dalam pembelajaran sesuai dengan kurikulum yang sedang
berjalan.
Hal ini diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945
pasal 31 ayat 1 yang berbunya "Setiap warga negara berhak
mendapat pendidikan" dan pasal 3 berbunyi "Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan
ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang".
Salah satu lembaga pendidikan formal yang masih
memerlukan perhatian Pemerintah adalah Madrasah/sekolah
yang masih berada dalam tingkat Wajardikdas 9 tahun, baik
MI/SD maupun MTs/SMP. Madrasah/Sekolah tersebut berada
di daerah terpencil yang letaknya jauh dari ibukota
Kabupaten, sulit dari jangkauan kendaraan, terisolir, tidak ada
angkutan umum, dan belum teraliri listrik dari PLN.

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
3
Penyelenggaraan Madrasah/sekolah di daerah
terpencil terutama dalam aspek penyelenggaraan pendidikan
agama merupakan bentuk kepedulian masyarakat terpencil
dalam membangun masyarakat terhadap peningkatan Sumber
Daya Manusia (SDM). Peningkatan SDM ini tidak hanya pada
aspek pengetahuan umum saja melainkan juga
pengembangan dalam aspek pengetahuan agama. Hal ini
sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang SISDIKNAS Pasal 15 bahwa jenis pendidikan
mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi,
vokasi, keagamaan dan khusus.
Madrasah/sekolah sebagai lembaga pendidikan formal
yang menyelenggarakan pendidikan agama merupakan
lembaga pendidikan formal yang ditegaskan dalam Pasal 17
ayat 2 UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003, yaitu bahwa
Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar dan madrasah atau
bentuk lain yang sederajat. Adapun kesamaan hak untuk
memperoleh pendidikan agama yang berkualitas pada tingkat
dasar merupakan kebutuhan bagi peserta didik meskipun
berada di daerah terpencil atau di daerah pedesaan.
Penjelasan tuntutan kesamaan pendidikan yang berkualitas ini
telah dituangkan dalam UU Sisdiknas no 20 tahun 2003 pada
bab IV pasal 5 ayat (1) bahwa setiap warga negara mempunyai
hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.
Amanat undang-undang ini dipertegas lagi pada ayat (3)
bahwa warga negara di daerah terpencil atau terbelakang
serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh
pendidikan layanan khusus.
Adanya tuntutan UU Sisdiknas No 20 tahun 2003 di
atas menunjukan bahwa kedudukan peserta didik untuk
memperoleh pendidikan agama pada tingkat dasar di daerah

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
4 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
terpencil perlu medapat perhatian yang lebih serius. Hal ini
dikarenakan mereka memiliki hak dan kedudukan yang sama
sebagai warga negara Indonesia dalam memperoleh
pendidikan terutama dalam pemerolehan pendidikan agama
dan keagamaan. Padahal, apabila dilihat dari realitas yang ada
bahwa secara umum lembaga pendidikan terutama tingkat
dasar di daerah terpencil kurang mendapatkan perhatian yang
cukup dari pemerintah.
Dalam aspek pendidikan agama, terdapat beberapa
aspek yang menjadi persoalan dalam pelaksanaan dan
penanaman pendidikan agama. Menurut Khusnuddin, bahwa
diantara persoalan tersebut adalah;
1. Budaya guru yang menyajikan pembelajaran secara
tradisional menitikberatkan kepada aspek kognitif dengan
mengabaikan aspek afektif dan pembentukan sikap
2. Perhatian dan kepedulian terhadap upaya peningkatan
mutu berkaitan dengan upaya perubahan kurikulum
kurang
3. Kemampuan guru untuk menghubungkan relevansi mata
pelajaran pendidikan agama Islam dengan kehidupan
nyata sehari-hari perlu terus dibangun
4. Ketersediaan tenaga pendidikan yang memiliki kualifikasi
yang memadai dalam memberikan layanan pembelajaran
5. Penyediaan lahan dan prasarana yang layak untuk
penyelenggaraan pendidikan agama
6. Pembinaan dari instansi induk kurang memadai1.

1 Makalah “Menggagas Peningkatan Mutu Pendidikan Agama pada

daerah Terpencil” disampaikan oleh Khusnuddin (Pengawas Pendidikan


Agama Kabupaten Brebes) dalam Focus Group Discussion (FGD) di MI
Hidayatul Mubtadiin tanggal 14 Juni 2017
Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
5
Berbagai format pendidikan agama telah dirumuskan,
baik melalui regulasi yang telah disusun oleh Pemerintah
maupun model yang dibangun oleh madrasah pada tingkat
satuan pendidikan. Namun demikian, kebutuhan untuk
memperoleh format yang baku dan jelas sehingga dapat
mencakup keseluruhan model pendidikan yang berkembang
secara nasional perlu terus diadakan kajian-kajian yang
mendalam. Buku ini merupakan hasil kajian mendalam
melalui penelitian, sehingga realitas yang terjadi di lembaga
pendidikan formal terutama madrasah di daerah terpencil
menjadi sebuah gambaran nyata tentang format pendidikan
agama yang sebenarnya. Fokus terpenting dari buku ini
adalah 1) Model Penyelenggaraan Pendidikan Agama pada
Lembaga Pendidikan Formal pada Daerah Terpencil, 2) Peran
Masyarakat terhadap Penyelenggaraan pendidikan Agama
pada Daerah Terpencil, 3) Peran Pemerintah terhadap
Penyelenggaraan Pendidikan Agama di daerah terpencil, dan
4) Faktor pendukung dan penghambat dalam
Penyelenggaraan pendidikan Agama pada Daerah Terpencil.
Goal oriented dari buku yang disusun berdasarkan hasil
penelitian ini adalah memberikan gambara betapa format
pendidikan agama pada madrasah maupun sekolah tingkat
dasar di daerah terpencil secara teknis maupun non teknis
masih memerlukan perhatian. Di samping itu, dari buku ini
dapat memberikan gambaran secara real tentang model
penyelenggaraan pendidikan agama pada lembaga
pendidikan formal pada daerah terpencil, peran masyarakat
terhadap penyelenggaraan pendidikan agama di lembaga
pendidikan formal pada daerah terpencil, peran pemerintah
terhadap penyelenggaraan pendidikan agama pada lembaga
pendidikan formal di daerah terpencil, dan dapat mengetahui
faktor pendukung dan penghambat dalam penyelenggaraan
Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
6 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
pendidikan agama pada lembaga pendidikan formal di daerah
terpencil. Dengan demikian, bagi para pembaca dapat turut
serta berkontribusi terhadap lembaga pendidikan formal
tingkat dasar ini terutama dalam penyusunan format
pendidikan agama yang dikembangkan.
Buku ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pemangku
kepentingan terutama untuk menyusun sebuah kebijakan oleh
Pemerintah terutama Kementerian Agama RI, masyarakat
pecinta pendidikan, dan berbagai elemen organisasi yang
memiliki kepedulian terhadap peningkatan kualitas
pendidikan agama di sekolah tingkat dasar. Hal ini sangat
diperlukan, agar lembaga pendidikan di daerah terpencilpun
dapat menikmati gegap gempitanya perkembangan lembaga
pendidikan dan mampu bersaing di era global.

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
7
Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
8 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
BAB PENDIDIKAN AGAMA
II DALAM KAJIAN
Bab 2 TEORITIS
Pendidikan Agama dalam Kajian Teoritis

Daerah terpencil secara umum merupakan daerah


yang berada di wilayah perbatasan Kabupaten dengan kondisi
wilayah sulit dijangkau dengan alat transportasi umum,
kondisi jalan tidak beraspal, listrik belum teraliri, dan berbagai
kriteria yang menunjukan keterbelakangan. Dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 78 Tahun 2014 Pasal 6 ayat (3) tentang
Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Peraturan
Presiden Nomor 131 Tahun 2015 tentang Penetapan Daerah
Tertinggal Tahun 2015 – 2019 disebutkan bahwa Daerah
Tertinggal adalah daerah kabupaten yang wilayah serta
masyarakatnya kurang berkembang dibandingkan dengan
daerah lain dalam skala nasional.
PP Nomor 78 tersebut merupakan peraturan dalam
skala nasional dan secara faktual, kondisi wilayah yang
memiliki masyarakat kurang berkembang pada setiap daerah
Kabupaten tidak bisa dihindari keberadaannya. Wilayah yang
kurang berkembang di daerah Kabupaten terdapat di wilayah
perbatasan antar Kabupaten yang sulit dijangkau dengan
kendaraan roda 4 maupun dengan roda 2. Bahkan terdapat
wilayah dusun yang keberadaannya jauh dari keramaian desa
maupun kecamatan. Istilah yang biasanya dipakai untuk
masyarakat seperti ini adalah masyarakat dusun terpencil.
Disamping itu, dari aspek ekonomi dan pendidikan pada
mayarakat tertinggal atau terpencil masih cukup sederhana,
apa adanya, dan rata-rata masyarakat tidak berpendidikan
formal.

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
9
Masyarakat yang berada di dusun tertinggal atau
terpencil secara umum memiliki kriteria tertentu. Kriteria
yang menjadi pokok dilihat dari aspek ekonomi masyarakat,
sumber daya manusia, sarana dan prasarana, kemampuan
keuangan daerah, aksesibilitas, dan karakteristik
daerah.Dengan kriteria tersebut, bahwa paling tidak di
Indonesia masih terdapat 122 daerah yang termasuk dalam
kategori untuk tahun 2015 – 2019 (setkab.go.id/122 daerah ini
ditetapkan pemerintah sebagai daerah-tertinggal 2015.
didownload tanggal 13 April 2017).
Dari data di atas merupakan data yang menyebar di
seluruh wilayah di Indonesia, baik di Jawa maupun di Luar
Jawa. Adapun kriteria wilayah yang dijadikan dasar secara
makro pada tingkat yang lebih luas, yaitu Kabupaten ataupun
Kecamatan. Kriteria ini juga akan lebih terlihat pada tingkat
desa atau dusun, hal ini dikarenakan pada daerah yang
memiliki wilayah luas, maka semakin ke desa dan dusun
sebagai daerah terpencil akan mengalami kondisi yang lebih
memperihatinkan, yaitu tingkat ekonomi rendah, SDM
rendah, sarana dan prasarana umum sangat minimalis, dan
aksesibilitas menuju wilayah tersebut sulit untuk dijangkau.
Dalam perkembangan dewasa ini, daerah terpencil
khususnya di Jawa Tengah mengalami penyusutan, baik dari
segi jumlah maupun dari kriteria. Sebagai salah satu contoh,
bahwa dalam aspek aksesibilitas, beberapa desa maupun
dusun sudah bisa dijangkau meskipun dengan menggunakan
roda dua, aliran listrik sudah bisa dinikmati meskipun dengan
tenaga surya, pendidikan formal sudah diselenggarakan
sehingga dapat dijadikan dasar pengembangan SDM, dan
modal kesadaran masyarakat terhadap pentingnya
pendidikan bagi manusia sudah mulai tinggi.

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
10 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
Adaptasi masyarakat daerah terpencil untuk
memperoleh kehidupan yang layak terus menggeliat. Bahkan
usaha untuk mengikuti dinamika perkembangan lembaga
pendidikan formal sudah mengikuti perkembangan secara
nasional. Contoh dari dinamika pengembangan tersebut
adalah penerapan kurikulum secara nasional, yaitu kurikulum
2013 (Kurtilas) berusaha untuk dilaksanakan meskipun secara
tertatih tatih, baik dari aspek tenaga pendidik dan
kependidikan maupun dari bahan ajar yang diperoleh dan
sarana dan prasarana. Keterbatasan ini nampaknya disikapi
dengan antusiaisme masyarakat daerah terpencil untuk
memperoleh pendidikan yang layak dan mampu beradaptasi
secara nasional di era global sekarang ini.
Adanya perubahan paradigma masyarakat daerah
terpencil terhadap pendidikan bergerak melalui proses yang
berkesinambungan, yaitu adanya usaha dari Pemerintah dan
usaha dari anggota masyarakat yang terdidik secara terus
menerus. Perubahan tersebut juga akan selalu terjadi seiring
dengan perkembangan sains dan ilmu pengetahuan serta
tingkat modernitas yang berkembang. Dengan demikian,
dalam konteks dunia pendidikan perubahan tersebut
merupakan keniscayaan dan dilakukan secara terencana dan
sistematis serta tidak asal-asalan. Bahkan juga dilakukan
langkah evaluatif selalu dilakukan. Menurut Winardi (2008;3)
perubahan yang tidak direncanakan terjadi secara spontan
atau secara acak maka perubahan tersebut dapat bersifat
merusak. Perubahan yang direncanakan merupakan sebuah
reaksi langsung terhadap persepsi seseorang tentang adanya
suatu celah kinerja (a performance gap) antara keadaan yang
diiginkan dan keadaan nyata.

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
11
Dunia pendidikan formal di daerah terpencil juga
dituntut untuk mengalami perubahan sesuai dengan
peraturan yang terjadi dalam skup nasional. Tuntutan
perubahan tersebut tidak lepas dari adanya penetapan 8
standar nasional pendidikan yang telah ditetapkan melalui PP
No. 19 tahun 2005 pada Bab 1 Pasal 1 ayat 1, yaitu Standar
nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem
pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Dalam pasal ini juga ditetapkan adanya
Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi, Standar Proses,
Standar Pendidikan dan Tenaga Kependidikan, Standar
Sarana dan Prasarana, Standar Pengelolaan, Standar
Pembiayaan Pendidikan, dan Standar Penilaian Pendidikan
Selain standar nasional pendidikan di atas yang harus
dicapai oleh lembaga pendidikan formal berlaku bagi
madrasah dan sekolah, juga terdapat faktor yang
mengharuskan adanya perubahan, yaitu diberlakukannya
kurikulum secara nasional, adanya persyaratan menjadi
tenaga pendidik atau guru yang profesional dan kompeten,
dan berbagai persoalan pendidikan yang harus diikuti oleh
lembaga pendidikan formal. Kurikulum baru yang ditetapkan
dengan istilah kurikulum 2013 (Kurtilas) harus dilaksanakan
oleh madrasah/sekolah meskipun dilakukan secara bertahap
sambil menyelesaikan kurikulum sebelumnya, yaitu
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Sementara itu, guru sebagai tenaga pendidik paling
tidak harus memiliki kualifikasi pendidikan Sarjana S.1 dan
harus mengikuti pendidikan dan latihan (Diklat) Kurtilas.
Ketentuan kualifikasi guru ini tidak lepas dari profesionalitas
dan kompetensi guru untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran. Menurut Danim (2002;90) guru mempunyai

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
12 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
peranan penting dan merupakan kunci pokok bagi
keberhasilan peningkatan mutu pendidikan. Guru harus siap
melaksanakan pembelajaran di sekolah (madrasah) sesuai
dengan kurikulum yang telah ditetapkan oleh Pemerintah.
Prinsip penyelenggaraan pendidikan pada
madrasah/sekolah adalah untuk mengembangkan anak-anak
sebagai calon peserta didik memiliki kecerdasan dalam ilmu
pengetahuan. Begitu juga dalam penyelenggaraan Pendidikan
Agama Islam yang diberikan di madrasah/sekolah merupakan
pembelajaran praktis yang tidak hanya mengedepankan
kemampuan verbal melainkan juga membentuk sikap atau
perilaku yang baik. Menurut Mulyasa (2011;7), bahwa peran
sekolah (madrasah) dan guru yang pokok adalah
menyediakan dan memberikan fasilitas untuk memudahkan
dan melancarkan cara belajar siswa. Dan peran pendidikan
agama Islam menurut Fazlur Rahman yang dikutip oleh
Sutrisno adalah proses untuk menghasilkan manusia
(ilmuwan) yang integrative yang padanya terkumpul sifat-sifat
seperti kritis, kreatif, inovatif, progresif, adil, jujur, dan
sebagainya (Lestari, 2010;33-34)
Ada beberapa faktor yang menjadi pendukung
madrasah/sekolah mampu memberikan fasilitas pembelajaran
yang diharapkan, yaitu kurikulum yang dijadikan rujukan,
ketersediaan guru, bahan ajar dalam setiap mata pelajaran,
dan daya dukung Sarana dan prasarana pembelajaran.
Apabila keempat faktor tersebut tersedia dengan baik dan
dapat dipahami secara komprehensif, maka penyelenggaraan
pendidikan agama secara praktis dapat berjalan sesuai
dengan program madrasah/sekolah.

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
13
Mengapa Kurikulum Perlu Standar Nasional
Kurikulum di Indonesia selalu mengalami perubahan
yang berlaku tanpa mengenal kondisi wilayah, sehingga pada
daerah terpencilpun harus mengikuti kurikulum yang telah
ditetapkan oleh pemerintah. Menurut Nasution (2008;3)
bahwa perubahan zaman menuntut kurikulum baru dan juga
pengertian baru mengenai makna kurikulum itu sendiri.
Pengertian kurikulum seperti ini berlaku bagi seluruh
lembaga pendidikan formal di seluruh Indonesia tanpa
terkecuali. Padahal menurut Ahmad Tafsir (1994;53), bahwa
kurikulum bukanlah sekedar rencana pembelajaran yang
tersusun dalam sejumlah mata pelajaran, melainkan
kurikulum adalah semua yang secara nyata terjadi dalam
proses pembelajaran di madrasah dan kurikulum ini akan
selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu.
Menurut Khaerudin (2007:25), kurikulum dapat
berubah atau mengalami penyempurnaan sesuai dengan
perkembangan dan tuntutan zaman. Oleh karena itu,
kurikulum akan mempengaruhi terhadap dinamika lembaga
pendidikan formal secara terus menerus seiring juga dengan
perkembangan ilmu pengetahuan. Menurut A. Ferry T.
Indratno yang disitir oleh Moh. Yamin (2009;15) bahwa
kurikulum adalah program dan isi dari suatu sistem
pendidikan yang berupaya melaksanakan proses akumulasi
pengetahuan antargenerasi dalam masyarakat. Dalam
melakukan proses akumulasi pengetahuan ini diperlukan
prinsip-prinsip dalam penyusunan kurikulum.
Menurut Basri (2013;138), prinsip-prinsip kurikulum
antara lain;

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
14 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
1. Senantiasa bertautan dengan nilai pendidikan yang dianut,
misalnya berkaitan dengan norma yang berlaku dalam
masyarakat dan ajaran agama
2. Bersifat holistik, integral, dan universal, artinya memiliki
kesatupaduan dengan berbagai tujuan yang berhubungan
dengan aspek ekonomi, sosial, kebudayaan, politik, dan
ideologi negara.
3. Equilibrium atau keseimbangan, artinya kurikulum
mengarahkan pendidikan siswa ke arah pendidikan
jasmaniah dan rohaniah, dunia dan ukhrowi, serta material
dan spiritual.
4. Markatable yaitu kurikulum mudah dan laku di pasaran
sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
5. Pengembangan bakat dan minat yang sepadan dengan
kebutuhan siswa
6. Mudah diterapkan dalam kehidupan
Dalam skala nasional, kurikulum disusun untuk semua
lembaga pendidikan formal dan memiliki aturan yang sama
terhadap semua lembaga pendidikan formal. Hal ini sesuai
dengan yang ditulis oleh Yulaelawati (2007;33) bahwa
kurikulum sebagai reproduksi kebudayaan adalah untuk
mencapai tujuan pendidikan nasional di mana pemerintah
menuntut pendidik untuk membangun generasi yang
mempunyai peradaban dan martabat yang tinggi, bertahan,
berdaya saing, serta mampu menyesuaikan diri dengan
perubahan zaman.
Kurikulum yang disusun secara nasional tidak
membedakan aspek kewilayahan, yaitu diterapkan pada
semua wilayah, baik perkotaan, pedesaan maupun pada

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
15
daerah terpencil. Persoalannya adalah mungkinkah
perubahan kurikulum yang terjadi selalu mengikat lembaga
pendidikan formal di seluruh pelosok tanah air seketika?
Persoalan inilah yang kemudian menjadikan kurikulum 2013
diberlakukan secara bertahap. Hal ini dikarenakan ada
berbagai aspek yang harus terpenuhi untuk melaksanakan
sebuah kurikulum baru. Paling tidak menurut Ahmad
Aprillah (pimpinan umum LPM Pena FKIP Unram), bahwa
setidaknya ada tiga komponen penting yang ada dalam
kurikulum yaitu komponen tujuan pendidikan, komponen
proses, dan komponen evaluasi, sehingga Kurikulum boleh
berganti-ganti namun tujuan pendidikan yang dirumuskan
dalam kurikulum tidak boleh melenceng dari apa yang
diamanatkan pancasila dan UUD 1945 (www.academia.edu
tanggal 16 juni 2014).
Pada daerah terpencil, ketiga komponen diatas (tujuan,
proses, dan evaluasi) dapat dilaksanakan, hanya saja pada
komponen proses pembelajaran masih banyak hal yang masih
perlu didorong. Apalagi dalam K-13 standar proses yang
menjadi acuan adalah Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan RI No. 65 Th. 2013, yaitu Proses Pembelajaran
pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta
didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang
cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai
dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis
peserta didik.
Dorongan terhadap pelaksanaan pendidikan di daerah
terpencil menjadi sangat penting karena secara kewilayahan,
teknologi informasi, maupun perangkat pembelajaran masih
sangat terbatas. Bahkan dari aspek kurikulum sering

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
16 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
mengalami hambatan atau ketertinggalan informasi.
Meskipun demikian, Pemerintah pusat atau Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Nasional tetap memberlakukan
kurikulum dengan standar nasional dan tidak berusaha untuk
menyusun kurikulum yang khusus untuk daerah terpencil.
Begitu juga kurikulum Pendidikan agama Islam, Kementerian
Agama sudah memberlakukan Kurtilas tanpa terkecuali di
lembaga pendidikan formal di daerah terpencil.
Secara umum, kurikulum pendidikan agama Islam di
madrasah/sekolah telah menerapkan Kurtilas dan Pendidikan
agama Islam sebagai sumber dalam pembelajaran praktis di
madrasah/sekolah untuk daerah terpencil mulai ada
perbaikan. Hanya saja, pada sisi sisi tertentu masih terdapat
berbagai kekurangan. Kekurangan tersebut terutama buku
sebagai sumber bahan ajar yang berbasis BSE sulit untuk
diakses, tenaga pendidik yang menyampaikan bahan ajar
belum mengikuti diklat Kurtilas, dan manajemen pengelolaan
madrasah/sekolah terkesan apa adanya, serta fasilitas
pembelajaran yang dibutuhkan sesuai dengan capaian
kurikulum dan tujuan pendidikan nasional kurang terlenuhi.

Guru; Riwayatmu di Daerah Terpencil


Lembaga pendidikan formal di daerah terpencil
mungkin tidak sempat berfikir untuk meningkatkan kualitas
dengan tenaga pendidik yang handal, profesional dan
kompeten. Secara subtansif, tenaga pendidik yang dibutuhkan
yaitu sebagai pemberi materi pelajaran dan juga sebagai
pendorong, pembimbing, dan pemberi fasilitas belajar bagi
siswa untuk mencapai tujuan secara umum dapat terpenuhi,
akan tetapi kualifikasi yang menjadi kriteria minimal yang

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
17
harus dimiliki, seperti daya dukung kemampuan verbal
(keimanan, pancasilais, dan normal secara kejiwaan) dan
menguasai materi bahan ajar sesuai dengan bidang studi atau
mata pelajaran masih sangat kurang.
Secara teoritis tenaga pendidik harus memiliki
kompetensi personal (pribadi), profesional, dan kompetensi
sosial kemasyarakatan.Kompetensi personal merupakan
kemampuan yang berhubungan dengan pengamalan ajaran
agama, kemampuan menghormati dan menghargai antarumat
beragama, kemampuan berperilaku sesuai dengan norma,
aturan, dan sistem nilai yang berlaku di masyarakat,
mengembangkan sifat terpuji, dan bersifat demokratis dan
terbuka terhadap pembaharuan dan kritik (sanjaya,2010;277-
278).
Sementara itu, kompetensi profesional yang berkaitan
langsung dengan peserta didik dalam PBM juga menjadi
sangat penting dimiliki. Menurut Sanjaya (2010;278), bahwa
kompetensi profesional dalam dunia pengajaran adalah
kompetensi yang sangat penting karena langsung
berhubungan dengan kinerja yang ditampilkan. Contoh dari
kompetensi ini adalah kemampuan menguasai landasan
kependidikan, pemahaman dalam bidang psikologi
pendidikan, menguasai materi pelajaran, kemampuan
melaksanakan evaluasi pembelajaran, dan kemampuan
menyusun program pembelajaran.
Kemampuan lain yang cukup penting adalah
kemampuan sosial. Kemampuan ini pada daerah terpencil
tidak diragukan lagi. Asumsinya adalah kemauan untuk
mengajar di daerah terpencil merupakan nilai tersendiri secara
sosial kemasyarakatan. Kemauan tenaga pendidik mengajar
merupakan kepedulian untuk mencerdaskan masyarakat
Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
18 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
terutama generasi bangsa. Kompetensi sosial ini berhubungan
dengan kemampuan tenaga pendidik sebagai anggota
masyarakat sekaligus makhluk sosial.
Harapan untuk memperoleh tenaga pendidik yang
handal, profesional, dan kompeten bagi daerah terpencil
masih berupa harapan panjang, hal ini dikarenakan untuk
menyiapkan ketersediaan tenaga pendidik sesuai dengan
kelas yang dimiliki di beberapa wilayah terpencil juga masih
kekurangan. Pada beberapa daerah terpencil sering
diinformasikan adanya kekurangan tenaga pendidik, sehingga
tenaga pendidik atau guru diserahkan kepada siapa saja
anggota masyarakat yang memiliki kesempatan mengajar dan
memiliki sedikit bekal untuk mengajar meskipun tidak
memiliki kompetensi sesuai dengan penguasaan mata
pelajaran. Padahal dalam konteks kekinian, seseorang untuk
menjadi guru lebih baik untuk dilakukan uji kompetensi.
Menurut Mulyasa (2011;188), bahwa pentingnya uji
kompetensi guru adalah sebagai alat untuk mengembangkan
standar kemampuan profesional guru, sebagai alat seleksi
guru, untuk mengelompokan guru, sebagai bahan acuan
dalam pengembangan kurikulum, sebagai alat pembinaan
guru, dan mendorong kegiatan hasil belajar. Melalui uji
kompetensi guru ini adalah untuk meningkatkan kualitas
guru itu sendiri.

Bahan ajar; Bagian dari mata pelajaran


Bahan ajar untuk lembaga pendidikan formal sekarang
ini sebenarnya mudah diperoleh, yaitu berupa buku paket
mata pelajaran. Buku paket ini dapat berupa hard copy
maupun soft copy. Pada wilayah yang telah memiliki akses
Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
19
internet, buku paket sudah dapat di download atau dapat
diperoleh melalui toko buku. Hal ini berbeda dengan lembaga
pendidikan formal di daerah terpencil hanya mengandalkan
buku paket kiriman dari Pemerintah.
Pada sekolah tingkat dasar yaitu MI (Madrasah
Ibtidaiyah) atau SD (Sekolah Dasar) dan MTs atau SMP, bahan
ajar yang diberikan dapat didownload melalui file Buku
Sekolah Elektronik (BSE). Diantara mata pelajaran tersebut
adalah mata pelajaran Bahasa Indonesia, IPA, IPS,
Matematika, Pendidikan Kewarganegaraan (PKN). Bagi MI
dan MTs, mata pelajaran yang diberikan bertambah dengan
mata Pelajaran Agama Islam (PAI), yaitu Al Qur’an/Hadits,
Aqidah/Akhlak, Fiqih, Sejarah Kebudayaan Islam (SKI), dan
Bahasa Arab. Bahan ajar khusus untuk mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam telah dtetapkan dengan
menggunakan kurikulum 2013 (Kurtilas). Adapun untuk
memperoleh buku-buku PAI tersebut dapat dilakukan dengan
mendownload melalui jaringan internet.
Kemudahan untuk memiliki bahan ajar sebenarnya
telah diusahakan oleh pihak pemerintah, hanya saja
keterbatasan wilayah terutama di daerah terpencil mengalami
kesulitan memperoleh bahan ajar sesuai dengan kurikulum
yang sedang diberlakukan. Bahkan buku paket pendidikan
agama Islam yang telah diterima oleh madrasah/sekolah dari
aspek jumlah, sering tidak sesuai antara jumlah buku yang
dibutuhkan dengan jumlah peserta didik.

Sarana dan prasarana pembelajaran


Secara kelembagaan, Lembaga pendidikan formal baik
dalam sekolah maupun madrasah dan dalam berbagai
Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
20 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
tingkatan harus memiliki daya dukung yang kuat untuk
menunjang kelancaran proses pembelajaran. Daya dukung
tersebut berupa sarana dan prasarana maupun dalam
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan maupun dalam
kontrol. Bahkan dalam hidden curricullum juga terdapat hal
yang substansial diperlukan. Dengan mengadopsi pendapat
Galtthorn yang dikutip oleh Moh. Yamin (2010;28) bahwa ada
tiga penting yang menjadi bagian integral dari hidden
curricullum, yaitu
a. Organisasi
Dalam organisasi ini penugasan pendidik dan
pengelompokan peserta didik untuk proses pembelajaran. Hal
penting yang menjadi perhatian adalah team teaching, promosi
(kenaikan kelas), pengelompokan peserta didik berdasarkan
kemampuan, dan fokus kurikulum. team teaching bertujuan
memberikan pelayanan terbaik sehingga tenaga pendidik
mengajar benar-benar sesuai dengan disiplin masing-masing.
Promosi (kenaikan kelas) berkenaan dengan
pencapaian individu peserta didik atau disebut dengan
prestasi akademik dan sikap peserta didik. Pengelompokan
peserta didik berdasarkan pada kemampuan akademik dan
kemampuan-kemampuan lainnya, dan fokus kurikulum
diperlukan untuk mempermudah proses belajar mengajar
dalam kelas.
b. Sistem Sosial
Sistem sosial adalah suasana sekolah yang
dideskripsikan dari pola-pola hubungan semua komponen,
baik hubungan antar tenaga pendidik dan tenaga
administrasi, keterlibatan kepala sekolah dalam pembelajaran,
keterlibatan tenaga kependidikan dalam proses pengambilan
Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
21
keputusan, hubungan baik antarsesama tenaga pendidik,
hubungan tenaga pendidik dengan peserta didik, serta
hubungan kelompok-kelompok lain yang juga mendukung
dinamika pendidikan dalam sekolah.
c. Budaya
Budaya ini berhubungan dengan sistem kepercayaan,
nilai-nilai, dan struktur kognitif. Bagian dari isi kurikulum ini
adalah;
1. Rumusan tujuan sekolah yang jelas dan dapat dipahami
semua unsur sebagai hasil kesepakatan antara pengelola
administrasi dan guru
2. Pengelola administrasi mempunyai harapan tinggi pada
guru dan begitu pula dengan tenaga administrasi
3. Pengelola administrasi dan guru mempunyai harapan baik
pada peserta didik yang diartikulasikan dengan penguatan
pelayanan akademik
4. Pemberian hadiah pada mereka yang mencapai prestasi
terbaik dan pemberian hadiah serta hukuman yang
dilakukan secara fair dan konsisten kepada peserta didik.
Pada madrasah sebagai lembaga pendidikan formal
paling tidak memiliki komitmen terhadap kurikulum yang
ditetapkan oleh pemerintah dan memiliki hidden curricullum
yang dapat diadaptasikan dalam proses dinamika lembaga.
Organisasi, sistem sosial maupun budaya yang dibangun
diharapkan mampu membawa madrasah pada persaingan
global dalam dunia pendidikan. Dengan demikian, madrasah
memiliki nilai kompetitif terhadap lembaga pendidikan
formal setingkat dan mendapat pengakuan dari masyarakat
dan pemerintah. Disinilah madrasah baru akan dapat

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
22 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
diperhitungkan setelah kualitas yang diharapkan dapat
terwujud. Madrasah bukan lagi menjadi lembaga pendidikan
formal nomor dua setelah lembaga pendidikan formal umum.
Lebih jauh, Manakar Madrasah sebagai lembaga pendidikan
formal yang setara dengan sekolah umum akan memiliki nilai
strategis dalam skup lembaga pendidikan nasional.

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
23
Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
24 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
BAB KAJIAN PRAKTIS PENDIDIKAN
Bab III
3 AGAMA PADA LEMBAGA PENDIDIKAN
Kajian Praktis Pendidikan Agama pada Lembaga
Pendidikan
Buku ini merupakan hasil kajian penelitian yang
dilakukan di madrasah/sekolah wajar dikdas 9 tahun. Kajian
penelitian ini memfokuskan pada pelaksanaan Pendidikan
Agama Islam yang diselenggarakan oleh madrasah/sekolah
yang berada di daerah terpencil atau daerah yang sulit
memperoleh jangkauan transportasi. Hal yang menarik dari
kajian ini adalah lokasi wilayah kajian yang berada di daerah
terpencil yang berada di 8 wilayah Kabupaten Provinsi Jawa
Tengah. Mengapa ini menjadi sangat penting adalah adanya
informasi awal baik dari Kementerian Agama Kabupaten
maupun dari para tokoh masyarakat. Informasi awal tersebut
antara lain;
1. Madrasah/sekolah tingkat wajardikdas 9 tahun berada di
daerah terpencil jauh dari ibukota Kabupaten atau berada
di daerah yang terisolir
2. Madrasah/sekolah berada di wilayah yang sulit dijangkau,
baik menggunakan kendaraan roda 4 maupun roda dua.
3. Tidak ada alat transportasi umum yang bisa menjangkau
madrasah/sekolah di daerah terpencil terutama untuk
sarana transportasi peserta didik.
4. Penyelenggaraan lembaga pendidikan formal MI/SD
maupun MTs/SMP di daerah terpencil secara umum
berjalan apa adanya atau dalam keterbatasan, baik dari
aspek tenaga pendidik, fasilitas pembelajaran, maupun dari
aspek pendukung pembelajaran lainnya,

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
25
5. Pelaksanaan pendidikan agama pada lembaga pendidikan
formal MI/SD maupun MTs/SMP di daerah terpencil tidak
atau kurang memperhatikan kompetensi guru maupun
materi pelajaran, dan
6. Kementerian Agama yang merupakan instansi induk bagi
pembinaan Madrasah maupun guru agama di SD maupun
SMP sering dinilai kurang aktif untuk mengadakan
pembinaan terhadap keberadaan madrasah maupun guru
agama.
7. Pengawas sebagai “tangan panjang” Kementerian Agama
sebenarnya telah melakukan tugas kepengawasan cukup
maksimal, akan tetapi kendala waktu dan lokasi menjadi
kurang efektif untuk melakukan tugas kepengawasan
secara rutin.
Melalui informasi awal ini dilakukan pemetaan dengan
berbagai pertimbangan diatas dan diputuskan untuk
menetapkan madrasah/sekolah menjadi inti kajian. Ke 8
madrasah/sekolah tersebut adalah MI Hidayatul Mubtadiin
Kabupaten Brebes, MI Annajmiyah, Kabupaten Tegal, MI Al
Hidayah Kabupaten Boyolali, MI Ma’arif dan MI Senet
Kabupaten Klaten, MI Ma’arif NU 1 dan SD N 1 Kabupaten
Banyumas, MI Al Anwar 01 dan 02 Kabupaten Jepara, MTs An
Nawawi 04 Kabupaten Purworejo, dan MI Ma’arif Kabupaten
Magelang.
Untuk memperoleh kajian yang lebih mendalam, maka
kajian ini juga mendesain rentang waktu yang digunakan
untuk menyusun Desain Operasional (DO), pembahasan DO,
studi kelayakan, penyelerasan DO dengan hasil studi
kelayakan, pengumpulan data, penyusunan draft hasil
penelitian, pembahasan draft hasil penelitian, dan desiminasi

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
26 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
hasil penelitian. Alur proses kegiatan penelitian tersebut
dianggap selesai setelah penyusunan buku sebagai wujud dari
karya ilmiah yang telah dipertanggungjawabkan.
Dalam kajian penelitian ini memfokuskan pada
Pendidikan Agama Islam (PAI) secara praktis. Oleh karena
itu, data penelitian lebih pada data yang bersifat kualitatif
yang terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer
terkait langsung dengan substansi penelitian, yaitu model
penyelenggaraan PAI di madrasah/sekolah, peran masyarakat
dalam penyelenggaraan PAI di madrasah/sekolah, peran
Pemerintah dalam penyelenggaraan PAI di madrasah/sekolah,
dan faktor pendukung dan penghambat dalam
penyelenggaraan PAI di madrasah/sekolah. Adapun data
sekunder merupakan data pendukung terselenggaranya
penyelenggaraan PAI di madrasah/ sekolah. Mengingat data
penelitian berupa data kualitatif, maka wujud data berupa
informasi lisan, tulis, aktivitas, dan kebendaan.
Sumber data penelitian diperoleh dari informan,
arsip/dokumen, dan kenyataan yang berproses. Informan
yang menjadi sumber data adalah Kasi Penma Kementerian
Agama Kabupaten, Kepala Madrasah/sekolah, Pengawas PAI,
Tenaga pendidik dan kependidikan di madrasah/sekolah,
tokoh masyarakat. Arsip dan dokumen sebagai data
pendukung berupa silabus, RPP, dan dokumen-dokumen
pendukung lainnya yang terkait dengan fokus penelitian,
Kenyataan yang berproses merupakan data yang sedang
dalam proses kegiatan, seperti pembelajaran PAI di kelas
dengan melihat kesesuaian RPP dengan praktek pembelajaran
PAI, interaksi keberagamaan dan keberagaman diantara
peserta didik dan diantara tenaga pendidik dan kependidikan
serta diantara seluruh warga sekolah dengan masyarakat.

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
27
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam
penelitian ini melalui wawancara, pengamatan, studi
dokumen, dan triangulasi data. Wawancara dilakukan untuk
memperoleh data yang lebih mendalam dan akurat terkait
dengan penyelenggaraan PAI. Wawancara ini dilakukan
dengan Kepala madrasah/sekolah, guru, peserta didik,
pengawas, pejabat Kemenag Kabupaten, Yayasan, dan tokoh
masyarakat.
Pengamatan dilakukan untuk memperoleh informasi
yang lebih akurat tentang model penyelenggaraan pendidikan
agama Islam yang dilaksanakan di dalam kelas maupun di
luar kelas, teknik atau metode yang dikembangkan dalam
PBM pendidikan agama Islam, kinerja manajemen madrasah,
dan kondisi fasilitas madrasah/ sekolah. Wawancara
dilakukan secara bebas tidak terikat dengan mengedepankan
pada kontens atau substansi penelitian, meskipun demikian
telah disiapkan instrumen yang bersifat terbuka sehingga
memungkinkan untuk memperoleh data yang lebih luas dan
mendalam, yakni data berkaitan dengan penerapan 8 standar
nasional pendidikan, peran masyarakat dan pemerintah
dalam penyelenggaraan pendidikan agama Islam, dan faktor
pendukung dan penghambat dalam penyelenggaraan
pendidikan agma Islam.
Studi dokumen dilakukan untuk memperoleh data
terutama berkaitan dengan penyelenggaraan Pendidikan
Agama Islam dalam bentuk dokumen-dokumen. Adapun data
yang bersifat dokumentasi adalah silabus pembelajaran PAI,
RPP yang disusun guru berkaitan dengan mata pelajaran PAI,
hasil evaluasi pembelajaran, dokumen-dokumen lain yang

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
28 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan
penyelenggaraan PAI. Studi dokumen ini menjadi sangat
penting terkait dengan data-data yang selama proses
berjalannya lembaga pendidikan formal dalam kurun waktu
tertentu. Adapun triangulasi data adalah untuk menguatkan
data-data hasil wawancara, pengamatan, dan studi dokumen,
sehingga kesahihan data dapat dipertanggungjawabkan dan
sifat data menjadi lebih akurat

Kajian Praktis Pendidikan Agama; Sebuah Teknik Analisis


Data
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif
dengan teknik pengumpulan data menggunakan pengamatan,
wawancara, studi dokumen, dan dilengkapi dengan
triangulasi data. Analisis data yang digunakan menggunakan
analisis yang dikembangkan oleh Miles dan Hubberman.
Dalam analisis ini terdiri dari tiga hal yang utama. Yaitu
reduksi data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan/verifikasi. Ketiga kegiatan tersebut merupakan
kegiatan yang jalin-menjalin pada saat sebelum, selama, dan
sesudah pengumpulan data. Dalam analisis interaktif ini,
peneliti harus bergerak diantara empat sumbu, yaitu proses
pengumpulan data, penyajian data, reduksi data, dan
kesimpulan atau verifikasi. Alur analisis dapat dilihat pada
diagram yang didesain oleh Miles dan Huberman
(Idrus;2009;147-148). Diagram alur tersebut adalah sebagai
berikut.

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
29
Pengumpulan
Data
Penyajian Data

Reduksi
Data
Penarikan
Kesimpulan/
Verifikasi

Pengumpulan data lapangan dilakukan dengan


melibatkan aktor/informan, aktivitas pembelajaran dan
aktivitas yang mendukung penyelenggaraan PAI. Informan
yang dijadikan sumber informasi antara lain Kasi Penma
Kemenag sebagai informan awal dan dilanjutkan dengan
Kepala madrasah/sekolah, guru, tokoh masyarakat, pengawas.
Aktivitas yang diselenggarakan dalam proses belajar mengajar
PAI juga dijadikan fokus dalam penelitian ini. Reduksi data
dilakukan untuk memilah-milah data dan penyederhanaan
data sesuai dengan fokus penelitian, yaitu penyelenggaraan
PAI di madrasah/sekolah dengan berbagai aspek yang
memiliki kontribusi.
Langkah selanjutnya yang dijadikan analisis interaktif
ini adalah penyajian data (display data), yaitu sekumpulan
informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya
penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan
(Idrus;2009;151). Dalam penelitian ini, display data yang
disajikan adalah terkait dengan penyelenggaraan PAI di

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
30 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
madrasah/sekolah dari latar belakang berdirinya madrasah/
sekolah, visi dan misi, kurikulum yang dilaksanakan, sampai
pada lulusan. Penarikan kesimpulan sebagai tahap akhir dari
penelitian ini disinkronkan dengan rumusan penelitian dan
tujuan penelitian yang telah ditetapkan di awal penyusunan
desain penelitian.

Kajian Praktis Pendidikan Agama dalam Kajian Pustaka


Penelitian tentang madrasah/sekolah telah dilakukan
di berbagai daerah. Namun demikian, untuk mengukur
tingkat kualitas pendidikan agama dan keagamaan yang
dilaksanakan di daerah terpencil masih memerlukan kajian
yang lebih mendalam, baik dari aspek kuantitas maupun
kualitas. Di antara hasil penelitian maupun kajian yang
pernah dilakukan antara lain sebagai berikut.
a. Penelitian yang dilakukan oleh Tim Peneliti dari Balai
Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang pada
tahun 2014. Fokus penelitian yang dilakukan adalah
manajemen Madrasah Ibtidaiyah. Hal yang menarik dari
hasil penelitian tersebut adalah terbitnya buku yang
berjudul “Tiga Pilar Manajemen Menuju Madrasah Ideal”.
Dalam Prolognya, Wahab menyimpulkan bahwa ada
banyak faktor yang mempengaruhi kualitas Madrasah
Ibtidaiyah, yaitu dilihat dari aspek kepemimpinan kepala
MI, kurikulum dan proses pembelajaran, dan kemitraan
madrasah dengan masyarakat.
b. Penelitian yang dilakukan oleh Puslitbang Penda Badan
Litbang dan Diklat Keagamaan Kementerian Agama RI
pada tahun 2010. Penelitian ini fokus pada manajemen
madrasah dalam rangka peningkatan mutu. Hasil dari
Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
31
kajian penelitian ini secara umum adalah kinerja
manajemen pengelolaan madrasah masih kurang optimal,
meskipun demikian, partisipasi manajemen madrasah,
tenaga pendidik dan kependidikan serta masyarakat mulai
tumbuh meskipun masih terbatas.
c. Penelitian yang dilakukan oleh Firdaus Suardi Sulfasyah
dan dimuat dalam jurnal Jurnal Equilibrium Pendidikan
Sosiologi Volume IV No. 2 November 2016. Penelitian
tersebut berjudul “Diskriminasi pendidikan masyarakat
terpencil (Study kasus masyarakat desa Buntu Mondong
Kecamatan Buntu Batu Kabupaten Enrekang”. Fokus
penelitian pada sekolah umum dengan fokus tenaga
pendidik, sarana dan prasarana. Hasil penelitian
menunjukan bahwa telah terjadi diskriminasi terkait tenaga
pendidik, sarana dan prasarana yang mengakibatkan
proses belajar mengajar yang tidak maksimal.
d. Penelitian berjudul Pendidikan Masyarakat Terpencil Di
Dusun Tompu Desa Loru Kecamatan Sigi Biromaru oleh Muh
Imran. Hasil penelitian bahwa pandangan masyarakat
terpencil di Dusun Tompu Desa Loru terhadap pendidikan
belum sepenuhnya baik, itu terlihat dari tingkat
kepeduliannya terhadap pendidikan anak yang masih
kurang terbukti masih banyak anak-anak yang tidak
menempuh pendidikan. Hal karena masyarakatnya
menjadikan pendidikan bukan sebagai prioritas. Dengan
demikian, tingkat pendidikan masyarakat masih rendah.
jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/GeoTadulako/article/do
wnload/2625/1757

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
32 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
BAB PENDIDIKAN AGAMA ANTARA IDEALITA
IV DAN REALITA
BabPADA
4 DAERAH TERPENCIL
Pendidikan Agama Antara Idealita dan Realita pada Daerah
Terpencil

Secara kurikulum nasional, Pendidikan Agama yang


disampaikan di Madrasah/Sekolah adalah tidak ada
perbedaan antara kurikulum PAI untuk sekolah yang berada
di kota dan di desa apalagi desa terpencil. Rumusan
kurikulum secara nasional memiliki keberlakuan juga secara
nasional sehingga diharapkan terdapat standar kualitas
pendidikan di seluruh wilayah NKRI. Apabila terdapat
perbedaan terletak pada local wisdom yang disesuaikan dengan
kultur masyarakat pada tingkat satuan pendidikan. Hal ini
dikarenakan Pemerintah tidak dapat memaksakan
menghilangkan muatan-muatan kurikulum yang bersifat
lokal. Bahkan sebaliknya kurikulum lokal menjadi pengayaan
bagi bangsa Indonesia tentang ragam yang dimiliki oleh
Bangsa Indonesia.

Dalam praktek proses pembelajaran terjadi perbedaan


tidak hanya pada kurikulum yang bersifat lokal melainkan
pada substansi kurikulum, seperti masih terdapat penggunaan
kurikulum 2006 (KTSP) padahal Pemerintah sudah
menetapkan kurikulum 2013 sebagai penyempurnaan dari
kurikulum sebelumnya. Dalam kajian penelitian ini akan
nampak perbedaan pelaksanaan pembelajaran PAI, baik dari
penggunaan kurikulum, substansi materi, maupun dalam
metode pembelajaran.

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
33
Madrasah Ibtidaiyah Annajmiyah Kec. Bojong Kab. Tegal
Salah satu Madrasah yang berada di wilayah terpencil
berbatasan antara Kabupaten Tegal dengan Kabupaten
Pemalang adalah Madrasah Ibtidaiyah (MI) Annajmiyah yang
berada di jalan Desa Kajenengan Rt 01 Rw. 03 Bojong. MI
Annajmiyah memiliki No.Statistik Madrasah: 111233280163
dan NPSN 60713494 dengan No SK Pendirian
Kd.11.28/4/PP.00/3249/2011. MI ini berdiri tahun 2011 dengan
status madrasah Swasta. Menurut Kepala MI Annajmiyah –
Sobari – bahwa pendirian MI ini dilatarbelakangi oleh
banyaknya anak usia sekolah yang tidak sekolah.
MI Annajmiyah berada di dukuh Raki yang agak jauh
dari pusat desa Kajenengan dan kota kecamatan Bojong. Jarak
antara MI dengan kantor desa 1.5 km melewati dukuh krajan
dan jarak antar MI dengan kota Kecamatan 14 km. serta jarak
antara MI dengan Kabupaten Tegal 40 Km. Menurut Sobari
(Kepala MI dan alumni PGAN Pekalongan), bahwa
banyaknya anak usia sekolah yang tidak sekolah adalah
karena kondisi geografis yang sulit bagi anak untuk sekolah
yang berada diluar dukuh Raki. Alasan lain adalah secara
ekonomi, bagi masyarakat yang tidak memiliki kendaraan
motor sendiri secara otomatis tidak dapat mengantarkan
anaknya ke sekolah yang terdekat (SD Negeri). Meskipun
demikian terdapat beberapa peserta didik yang sekolah di MI
memiliki jarak lebih dari 1 sampai 2 km melintasi SD
Kajenengan 22.

2 Menurut salah satu wali murid bahwa anak yang jauh diantar oleh

orang tuanya dan pulangnya diantar oleh guru MI. Menurut pihak kepala
MI dan guru MI bahwa untuk pulangnya biasanya diantar guru secara
bergantian atau yang memiliki waktu.
Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
34 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
Sejarah akan berdirinya madrasah ini adalah dari
adanya kegelisahan Sobari (alumni PGA) melihat anak-anak
usia sekolah yang belum sekolah. Ide mendirikan madrasah
ini ternyata ditolak oleh tokoh masyarakat (tokoh agama)
karena berbagai pertimbangan seperti kondisi ekonomi
masyarakat yang kurang memungkinkan. Namun demikian,
seiring dengan berjalannya waktu, Sobari menjadi kepala desa
Kajenengan. Dengan posisi seperti inilah, Sobari memiliki
“kekuasaan” untuk merealisasikan pendirian madrasah
tersebut dan membuat proposal pendirian serta membuka
pendaftaran siswa baru. Pada saat penerimaan siswa baru,
diangkat Bapak Basori sebagai Kepala MI pada tahun ajaran
2011/2012 dan bertempat di TPQ Miftahul Huda IV sebagai
pusat pembelajaran. Pada tahun ajaran 2012/2013 dan
2013/2014 pusat pembelajaran berpindah menggunakan
gedung madrasah salafiyah dan pada tahun ajaran 2014/2015
sampai sekarang kembali menggunakan gedung TPQ
Miftahul Huda IV dengan Kepala MI Bapak Sobari setelah
lepas jabatan dari Kepala Desa Kajenengan.
Setelah berdiri MI Annajmiyah ternyata respons
masyarakat cukup baik dan semua anak yang sudah memiliki
usia sekolah atau bahkan telah melebihi usia sekolah langsung
didaftarkan oleh orang tuanya. Bahkan dalam
perkembanganya terdapat beberapa siswa yang berasal dari
luar dukuh Raki dengan jarak paling jauh 2 km bersekolah di
MI Annajmiyah. Siswa yang dari luar dukuh Raki ketika
berangkat diantar orang tua dan ketika pulang diantar
seadanya guru (gratis) padahal lebih dekat ke SD bahkan
pulangnya melewati SD. Ada beberapa alasan menurut orang
tua, yaitu antara lain bagi masyarakat khususnya sekitar
dukuh Raki dan umumnya desa Kajenengan dan desa sekitar
adalah pendidikan agama di Madrasah lebih banyak
Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
35
dibandingkan dengan di SD, tidak dipungut biaya dan
memiliki kegiatan keagamaan lebih banyak dibandingkan di
SD N terdekat.
Visi dari MI Annajmiyah adalah tersiapkannya anak
didik yang beriman dan bertaqwa, berprestasi, dan berakhlak
mulia. Adapun misi MI adalah 1). menciptakan generasi muda
yang beriman dan bertaqwa, dan 2) melayani masyarakat
dalam pendidikan dan pengajaran. Visi dan misi ini
disesuaikan dengan kultur masyarakat yang relegius dan
memiliki semangat untuk menanamkan pendidikan agama
yang kuat.

Sarana dan Prasarana


Untuk menunjang proses pembelajaran, MI
Annajmiyah menggunakan fasilitas gedung Taman
Pendidikan Al Qur’an (TPQ). Hal ini dilakukan karena tanah
yang telah dimiliki oleh yayasan belum dibangun gedung
madrasah karena keterbatasan anggaran. Adapun sarana
pembelajaran yang dimiliki oleh yayasan untuk TPQ adalah
tanah seluas 900 m2 dengan luas bangunan seluruhnya144 m2.
Gedung dan ruang yang ada adalah sebagai berikut.

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
36 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
Tabel 4.1.
Ruang Sarana dan Prasarana Pembelajaran MI Annajmiyah
Jumlah
No Jenis Keterangan
Lokal

1 Ruang kelas 4. luas (Kelas 4 dan 5 digabung menjadi satu


total 144 kelas dan hanya diberi sekat kain
M2 berwarna hijau

Salah satu ruang kelas yang diberi


sekat/pembatas kain agar bisa
digunakan dua kelas.

2 Ruang Kepala - Bersama dengan ruang guru, bahkan


sering dirumahnya sendiri karena di
rumahnya juga digunakan untuk
pembelajaran

3 Ruang Guru 1 Sangat sempit tidak cukup untuk 6 meja


sesuai dengan jumlah guru

4 Ruang Komputer Tidak memiliki sarana komputer/laptop

5 Ruang UKS Tidak ada, bahkan kotak untuk UKS yang berisi
obat juga tidak ada

6 Halaman Upacara Luas 300 Tiang bendera terbuat dari bambu dan
M2 sudah miring karena penyangganya
sudah gapuk

7 Ruang Tidak ada ruangan sehingga buku menumpuk di


Perpustakaan atas meja guru dan almari yang jumlahnya hanya
satu

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
37
Catatan : Selain sarana dan prasarana dalam tabel 3.1 diatas
juga terdapat sarana mebeler 60 buah (30 baik, 10 rusak, dan
20 rusak berat), sarana kesenian 1 set, dan sarana olah raga 1
set. Hal yang cukup urgen akan tetapi tidak dimiliki adalah
sarana untuk MCK sehingga tenaga kependidikan maupun
peserta didik apabila akan membuang “hajat” harus pulang
terlebih dahulu atau menumpang di masjid Attaqwa yang
berada tidak jauh dari madrasah.

Bendera Merah Putih di MI Annajmiyah di dukuh Raki desa


Kajenengan Kec. Bojong Kab. Tegal Jawa Tengah Bendera
berkibar menggelora diatas tiang bambu yang sudah rapuh.
Foto diambil tanggal 8/6/2017

Kondisi Tenaga Pendidik, Kependidikan dan Peserta didik


Kondisi tenaga pendidik dan kependidikan yang
mengelola MI Annajmiyah menurut Kepala MI selalu ada
peningkatan, terutama dalam peningkatan status
kependidikan. Meskipun sampai sekarang Kepala MI (Sobari)
belum selesai untuk menempuh S.1, akan tetapi para guru
Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
38 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
sudah dapat menyelesaikan jenjang pendidikan yang
dipersaratkan. Dari data yang ada kondisi tenaga pendidik
dan kependidikan adalah sebagai berikut.
Tabel 4.2.
Data Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Status Pendidikan terakhir
Jabatan Jumlah
PNS/NIP SLTA D 2 D 3 S 1 S2
Guru PNS - - - - - - - -
GTT/GTY 9 - - 3 - - 6 -
Pegawai - - - - - - - -
TU
Jumlah 9 - - 3 - - 6 -

Kondisi peserta didik MI Annajmiyah dalam setiap


tahun mengalami penurunan seiring dengan jumlah anak-
anak usia sekolah yang berada di wilayah dukuh Raki desa
Kajenengan yang juga menurun. Pada awal berdiri
sebenarnya cukup banyak, yaitu lebih dari 30 peserta didik,
hal ini dikarenakan terdapat beberapa peserta didik yang
usianya telah melebihi usia sekolah sehingga sampai pada
ujian kelas 6 hanya 30 yang bisa mengikuti ujian akhir
madrasah. Secara keseluruhan jumlah peserta didik adalah
pada tabel berikut.

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
39
Tabel 4.3.
Jumlah Peserta didik
2016/2017
NO KELAS
L P Jumlah
1 I 9 7 16
2 II 5 11 16
3 III 10 7 17
4 IV 11 9 20
5 V 10 11 21
6 VI 15 15 30
JUMLAH 51 54 120

Program Madrasah Ibtidaiyah Annajmiyah


MI Annajmiyah sudah berjalan 6 tahun sejak tahun
ajaran 2011/2012 dan pada tahun ajaran 2017/2018 ini telah
meluluskan 30 siswa. Menurut Kepala MI, bahwa setelah
melakukan survey pada anak dan orang tua, hampir seluruh
peserta didik akan melanjutkan ke jenjang berikutnya, yaitu
SMP yang berada di wilayah Kecamatan Moga. Sebenarnya
terdapat MTs Negeri Bojong yang juga tidak terlalu jauh dari
MI Annajmiyah, akan tetapi dalam survey tidak ada satupun
yang akan melanjutkan ke MTs Negeri Bojong tersebut. Hal
ini dikarenakan rata-rata anak dari wilayahnya melanjutkan
ke SMP Negeri Moga dan lokasi tidak lebih jauh dari pada
MTs Negeri.
Semangat peserta didik dan orang tua ini menjadi
bahan pertimbangan tersendiri bagi madrasah untuk
meningkatkan mutu pendidikan yang lebih kompetitif.
Beberapa program yang dirancang adalah sebagai berikut;

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
40 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
a. Pengadaan keterampilan khusus
b. Pengayaan
c. Penambahan ekstra kurikuler
d. Pengadaan ruang kelas baru
e. Rehabilitasi berat/total volume 1 ruang
f. Pengadaan tembok keliling volume 400 m2
g. Pengadaan meubelair kelas dan kantor
h. Pengadaan sarana kegiatan
i. Pengembangan diri.
j. Apabila memungkinkan akan membangun gedung sendiri
karena sudah tersedia tanah dan material meskipun masih
jauh dari cukup.
Untuk merealisasikan program ke depan di atas,
madrasah menyusun strategi dengan upaya penggalangan
dana, mengangkat guru wiyata bakti, mengupayakan bantuan
beasiswa. Pada aspek penguatan kurikulum dengan
mengadakan penambahan alokasi jam pelajaran sampai
dengan jam ke Sembilan dan kesepuluh atau sore hari. Hal ini
sebenarnya sesuai dengan rancangan Menteri Pendidikan
Nasional yang menetapkan 5 hari sekolah.

Penyelenggaraan Pendidikan Agama pada MI Annajmiyah


Pendirian MI Annajmiyah dilatarbelakngi oleh adanya
anak yang sudah usia sekolah di dukuh Raki desa Kajenengan
tapi belum sekolah karena lokasi SD jauh dari rumah.
Banyaknya anak usia sekolah yang tidak sekolah inilah
diperlukan adanya MI agar dapat menampung mereka. Ketika
Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
41
MI Annajmiyah pertama kali membuka peserta didik baru,
usia peserta didik yang mendaftar sudah ada yang berusia 8
tahun bahkan lebih sedikit. Antusiasme masyarakat yang akan
menyekolahkan anaknya di MI ini didorong oleh beberapa
hal, seperti lokasi madrasah berada di wilayahnya sendiri,
tidak dipungut biaya, tenaga pendidik lebih banyak
didominasi dari wilayah dukuh Raki, dan kegiatan yang
dilakukan oleh madrasah menjadi tanggungjawab bersama
masyarakat.
Visi penyelenggaraan pendidikan formal pada
awalnya sangat sederhana, yaitu bagaimana anak usia sekolah
bisa sekolah dan karena di wilayah sini cukup relegius, maka
yang tepat adalah berdiri Madrasah apalagi sudah ada TPQ.
Seiring dengan perkembangan waktu dan tuntutan
kelembagaan, maka dalam konteks kelembagaan, visi MI
Annajmiyah adalah tersiapkannya anak didik yang beriman
dan bertaqwa, berprestasi, dan berakhlakul karimah. Visi ini
kemudian dijabarkan dalam bentuk misi, yaitu 1)
Menciptakan generasi muda yang beriman dan bertaqwa dan
2) Melayani masyarakat dalam pendidikan dan pengajaran.
Penyelenggaraan lembaga pendidikan formal dalam
bentuk madrasah secara otomatis akan berpengaruh pada
model penyelenggaraan pendidikan agama yang dilakukan.
Penyelenggaraan pendidikan agama melalui mata pelajaran al
Qur’an /Hadits, Fikih, Sejarah Kebudayaan Islam (SKI), dan
Akidah/Akhlak mengikuti kurikulum yang diinstruksikan
oleh Kementerian Agama berjalan sesuai dengan aturan, baik
dari kurikulum, jam pelajaran, metode pembelajaran maupun
evaluasi. Sejak MI Annajmiyah ini berdiri hingga sekarang
menurut kepala MI cukup mengikuti kurikulum pemerintah
dimana sekarang megikuti K-13 yang diinstruksikan oleh

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
42 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
Kementerian Agama. Persoalannya adalah apakah
penyelenggaraan pendidikan agama di MI Annajmiyah ini
menjadi penting ? hal ini dikarenakan sudah ada Taman
Pendidikan al Qur’an (TPQ) bahkan gedung/kelas yang
digunakan adalah gedung/kelas milik TPQ.
Dukuh Raki desa Kajenengan merupakan wilayah
yang dihuni oleh masyarakat yang rata-rata memiliki back
ground pendidikan agama, seperti saya sendiri (Kepala MI)
dulu SD Kajenengan, MTs N di Pemalang, PGA Pekalongan
dan Sekolah Tinggi Ilmu Keguruan Muhammadiyah
Kuningan di Comal. Dengan demikian, pendidikan agama
menjadi sangat penting dikembangkan melalui lembaga
pendidikan formal. Bahkan diantara alasan masyarakat
menyekolahkan anaknya di MI Annajmiyah ini adalah karena
adanya penyelenggaraan pendidikan agama.
Ada beberapa hal yang terus diperhatikan oleh Kepala
MI dalam penyelenggaraan pendidikan agama, yaitu;
1. dalam proses pembelajaran mata pelajaran pendidikan
Agama selalu diadakan pemantauan sehingga apabila ada
materi yang membutuhkan penjelasan, maka kepala MI
memberikan masukan,
2. Bagi guru PAI yang berlatarbelakang bukan Sarjana
Agama, maka diadakan kontrol dengan melihat langsung
pembelajaran dan apabila terdapat kekurangan dilakukan
diskusi secara informal.
3. Karena MI Annajmiyah tidak memakai LKS, penguatan
terhadap penyusunan RPP kepada guru terus dilakukan
terutama kesesuaian antara materi, metode dan alat peraga
yang ada, karena sementara ini alat peraga yang ada adalah
gambar-gambar praktek shalat, wudlu dan huruf hijaiyah.
Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
43
4. Penguatan materi pembelajaran pendidikan agama di kelas
rata-rata masih menggunakan metode ceramah, namun
demikian karena pembelajaran agama membutuhkan
praktek maka itu juga harus dipraktekan seperti shalat dan
wudlu.
5. Meskipun secara umum guru menggunakan metode
ceramah, akan tetapi setiap pembelajaran diawali pre test
untuk mengingatkan pembelajaran yang telah diterima
sebelumnya dan post test untuk menjajagi seberapa banyak
materi dapat diterima siswa. Dari hasil pengamatan PBM,
pelaksanaan Pre tes maupun post tes hanya berlangsung 2
sampai 3 menit dan dalam bentuk pertanyaan verbal.
6. Evaluasi pembelajaran selalu dilakukan, baik dalam bentuk
ulangan harian, penilaian tengah semester, Ulangan
Kenaikan Kelas (UKK), bahkan di madrasah ada evaluasi
dalam bentuk hafalan shalat, surat pendek, dan asmaul
husna
7. Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, secara
periodik ( satu bulan sekali) setiap guru PAI aktif di KKG
dan aktif di KKM. Di samping itu, Pengawas selalu
mengadakan pemantauan dan diskusi kecil setiap bulan
sekali.
8. Membangun hubungan sosial antar guru, antar tendik,
yayasan, dan dengan stake holder secara intensif dalam
meningkatkan pendidikan agama terutama ketika
mengadakan PHBI.
Respon masyarakat dukuh Raki terhadap keberadaan
MI Annajmiyah semakin kuat setelah berjalan 6 tahun. Salah
satu bentuk respon adalah pengadaan lahan untuk
pembangunan gedung MI yang selama ini masih
Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
44 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
menggunakan gedung TPQ. Untuk mengawali pembangunan
gedung adalah penyediaan lahan yang sudah dibeli seluas
1200 M2. dan dilanjutkan dengan menerima donatur dalam
bentuk material (batu dan pasir). Beberapa hal yang
melibatkan masyarakat dalam pengembangan MI Annajmiyah
selain menjadi penggerak berdirinya MI Annajmiyah adalah
sebagai berikut;
1. Pengadaan tanah terutama meratakan tanah yang masih
dalam bentuk lembah. Untuk meratakan tanah ini
dilakukan setiap hari jum’at dan berlangsung lebih dari 8
jum’at.
2. Mulai menerima material untuk membangun gedung, baik
batu, pasir maupun bata,
3. Ketika mengadakan PHBI selalu melibatkan masyarakat
terutama pendanaan apabila mengundang Penceramah
dari luar desa Kajenengan dan konsumsi serta penyiapan
tempat.
4. Dukungan masyarakat baik tokoh masyarakat/tokoh
agama maupun anggota masyarakat dengan jumlah 140 KK
ikut mensosialisasikan keberadaan MI Annajmiyah,
sehingga peserta didik yang sekolah di MI melintasi SD
Kajenengan dan juga lintas dukuh, yaitu dari dukuh Krajan
dan dukuh Nangka.
Dukungan masyarakat terhadap keberadaan MI
Annajmiyah ini juga dilakukan melalui dukungan moril dan
penyemangat dalam berbagai kegiatan keagamaan.
Masyarakat nampak mencoba untuk mendukung keberadaan
madrasah sesuai dengan kapasitas dan kapabiltasnya. Dengan
demikian, apabila sudah berkaitan dengan pembelajaran di
sekolah, baik kurikulum pendidikan agama maupun model
Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
45
pendidikan agama yang diselenggarakan masyarakat
menyerahkan sepenuhnya pada pihak madrasah.
Kementerian Agama Kabupaten Tegal sebagai pihak
yang memberikan rekomendasi terhadap berdirinya MI
Annajmiyah memilik tanggungjawab yang cukup besar,
terutama dalam penyelenggaraan pendidikan, baik dari aspek
bantuan pendanaan, tenaga pendidik dan kependidikan,
fasilitas pembelajaran, maupun bantuan yang berkaitan
dengan kurikulum yang diterapkan dan pengadaan buku-
buku mata pelajaran pendidikan agama, yaitu al
Qur’an/Hadits, Fikih, SKI, maupun Akidah/Akhlak.
Bagi pengelola MI Annajmiyah, bantuan dari Kemenag
adalah sangat diperlukan terutama ijin operasional. Namun
demikian, dalam perkembangannya, MI membutuhkan peran
pemerintah (Kementerian Agama) lebih banyak agar kualitas
penyelenggaraan pendidikan semakin meningkat. Salah satu
yang sementara ini sangat membantu adalah adanya dana
BOS yang selama ini berjalan dengan baik, adanya guru yang
berhasil mengikuti sertifikasi, dan adanya pengawas dari
Kementerian Agama yang secara rutin datang untuk
mengadakan pembinaan.
Harapan peran atau keterlibatan Kementerian Agama
menurut Kepala MI sekarang ini seperti masa bodoh atau
tidak mau tahu terutama dalam aspek fasilitas. Hal ini
dibuktikan dengan adanya tanah yang belum mendapatkan
bantuan untuk membangun, padahal tanah sudah siap. Peran
Kemenag selain pencairan dana BOS dan pembinaan melalui
pengawas adalah hanya menerima laporan data dari MI untuk
kepentingan di data EMIS, padahal di data tersebut juga
sudah ditulis kekurangan MI tapi sampai sekarang belum
ditindaklanjuti.
Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
46 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
Menurut Kepala MI, bahwa peran yang subtansial
memang telah dilakukan, yaitu pengawas madrasah yang
selalu aktif mengadakan pembinaan terutama cara menyusun
RPP, cara menghadap siswa yang nakal atau rewel. Namun
demikian, pada aspek lain masih dibutuhkan peran-peran lain
dari Kementerian Agama, yaitu 1). Membuat rumusan atau
konsep agar pengelola madrasah memiliki komitmen
pengelolaan dan pembelajaran MI menjadi lancar dan
dinamis, 2). Dukungan moral dan material (batu, pasir dan
kayu untuk pendirian bangunan), 3). Mendorong masyarakat
agar masyarakat juga tetap memiliki Komitmen untuk
menyekolahkan anaknya di MI meskipun sesungguhnya
masyarakat telah memiliki komitmen dasar dalam
penyelenggaraan madrasah ini. Peran Kementerian Agama
diharapkan masyarakat menjadi yakin bahwa
penyelenggaraan pendidikan agama di madrasah menjadi
perhatian pemerintah.

Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Penyelenggaraan


Pendidikan Agama pada MI Annajmiyah

Penyelenggaraan pendidikan agama pada MI


Annajmiyah secara umum berjalan sesuai dengan tuntutan
kurikulum yang diinstruksikan oleh Kementerian Agama. Di
antara yang menjadi fokus adalah penggunaan Kurikulum
2013 (K-13) pada seluruh mata pelajaran Pendidikan Agama,
penggunaan metode dalam pembelajaran sesuai dengan RPP
yang disusun, dan profesionalisme maupun kompetensi guru
dalam menyampaikan mata pelajaran dalam rumpun PAI.

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
47
Secara umum penyelenggaraan PAI di madrasah tidak
ada kendala yang berarti, hal ini terlihat dari program dan
prosedur pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan RPP dan
GBPP yang telah disusun berdasarkan hasil diskusi di tingkat
KKM maupun MGMP. Namun demikian, apabila ditelisik
lebih jauh, masih terdapat faktor yang menjadi pendukung
maupun penghambat terhadap penyelenggaraan pendidikan
agama. Faktor pendukung dan penghambat tersebut adalah
sebagai berikut.
Penyelenggaraan pendidikan agama pada madrasah
mendapat dukungan yang kuat dari masyarakat. Hal ini
dikarenakan masyarakat wilayah dukuh Raki desa
Kajenengan merupakan masyarakat yang memiliki tingkat
relegiusitas tinggi dan memiliki kultur masyarakat yang
agamis. Dukungan dari masyarakat inilah yang menjadi faktor
yang sangat mendukung terhadap penyelenggaraan
pendidikan Agama. Faktor pendukung juga berasal dari
dalam atau internal madrasah, yaitu para guru rata-rata
adalah sarjana pendidikan agama Islam atau paling tidak
pernah memperoleh pendidikan agama dari pondok
pesantren.
Dengan modal dukungan masyarakat yang relegius
dan guru berlatarbelakang pendidikan Agama yang baik,
maka penyelenggaraan pendidikan agama dirasa sudah
cukup baik. Menurut Kepala MI, sementara ini belum ada
kegiatan yang luar biasa dalam penyelenggaraan PAI dan
seluruh kegiatan bersifat rutinitas tahunan. Mungkin pada
saat MI Annjmiyah telah memiliki gedung sendiri yang lebih
luas dari gedung TPQ ini, akan ada pembaharuan pendidikan,
baik dari aspek praktek pembelajaran, tujuan akhir dari
Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
48 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
pembelajaran al Qur’an/Hadits yaitu hafal juz 30 setelah
selesai belajar di MI Annajmiyah, maupun dari praktek-
praktek ibadah dan membaca al Qur.an yang selama ini hanya
bisa membaca dan bisa shalat.
Secara operasional penyelenggaraan PAI di MI
Annajmiyah tidak ada persoalan, sehingga proses
pembelajaran PAI selama ini dapat berjalan sesuai dengan
materi yang menjadi target pembelajaran. Ada beberapa hal
yang menjadikan proses pembelajaran PAI dapat berjalan
sesuai dengan perencanaan awal, yaitu tenaga pendidik yang
sudah memiliki kualifikasi mengajar yaitu Sarjana S.1,
memiliki latarbelakang pendidikan keagamaan yang cukup
untuk mengajar pada madrasah tingkat wajar dikdas,
tersedianya buku paket PAI sesuai dengan kebutuhan peserta
didik, suasana pembelajaran yang cukup kondusif untuk
proses pembelajaran, dan terjadinya saling memberikan
masukan yang konstruktif antar Kepala MI dengan tenaga
pendidik maupun antar tenaga pendidik.
Penyelenggaraan PAI pada MI Annajmiyah secara
umum mengalami hambatan yang bersumber dari faktor
pendanaan. Dengan kondisi peserta didik yang secara
ekonomi kurang menguntungkan menjadikan peserta didik
tidak bisa belajar secara utuh seperti peserta didik di wilayah
perkotaan, hal ini dikarenakan di MI Annajmiyah tidak
menggunakan LKS. Hambatan lain adalah gedung yang
digunakan untuk PBM adalah milik TPQ sehingga pihak MI
Annajmiyah tidak terlalu bebas untuk memasang alat peraga
maupun mendesain ruang pembelajaran sesuai dengan
konteks materi.

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
49
Madrasah Hidayatul Mubtadiin Kec. Tonjong Kab. Brebes
Berbeda dengan MI Annajmiyah yang berada di
Kabupaten Tegal, MI Hidayatul Mubtadiin berada di daerah
yang tidak jauh dari kota Kecamatan lama, yaitu hanya 1,5
km. dan berada tidak jauh dari jalan raya propinsi yang
menghubungkan antar Kabupaten Tegal dan Kabupaten
Banyumas. Menurut Aqsho (Kasi Penma Kemenag Kab.
Brebes) bahwa MI Hidayatul Mubtadiin berada di desa
Pecangakan Kecamatan Tonjong berada di daerah “terisolir”
karena tidak dapat dilalui dengan mobil roda 4 dan berada di
tengah-tengah antara sungai dan hutan yang berada dibawah
KPH Balapulang Kab. Tegal.
MI Hidayatul Mubtadiin adalah madrasah swasta
dengan NSM 111233290071 dan NPSN 60713791 beralamat di
desa Pecangakan RT 02 RW 08 desa Tonjong Kecamatan
Tonjong Kabupaten Brebes (52271). Adapun No. SK yang
terdaftar di Kementerian Agama adalah 001/Vii/S.Kep/1985
tertanggal 12/07/1985 dan No. SK ijin operasional WK/5-
6/4603/Pgm/MI/1987 tertanggal 30/11/1987 dan masih
menginduk pada madrasah Ta’allumusshibyan desa Pepedan
dan berafiliasi pada NU. Pada tahun 2012 MI ini terakreditas
B.
MI Hidayatul Mubtadiin dibawah kepemimpinan Drs.
Sumaryono berada di desa yang termasuk kategori daerah
pegunungan dengan latitude (lintang) -719322. Jarak MI
dengan Kemenag Kabupaten 50 dan jarak dengan SD terdekat
1 km. dan jarak ke MTs dan SMP sekitar 1,2 km. MI ini
menempati tanah seluas 450 m2 yang telah tersertifikat dan
telah dibangun gedung untuk pembelajaran dan perpustakaan
dengan halaman 50m dan lapangan olah raga 276 m belum
bersertifikat.
Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
50 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
Tabel 4.4.
Kondisi Sarana dan Prasarana MI Hidayatul Mubtadiin
Jumlah Unit
Jumlah Ideal
Menurut
No yang
Jenis Sarana Prasarana Kondisi
. Seharusnya
Rusa
Baik Ada
k
1. Kursi Siswa 40 30 70
2. Meja Siswa 39 31 70
Kursi Guru di ruang
3. 2 9 11
kelas
Meja Guru di ruang
4. 2 9 11
kelas
5. Papan Tulis 3 4 7
6. Lemari di ruang kelas 3 7
7. Alat Peraga PAI
Meja Pingpong (Tenis
8. 1 1
Meja)
9. Laptop 1
10. Personal Komputer 3
11 Printer 3
12 Lemari Arsip 3
13 Kotak Obat (P3K) 1

Tenaga pendidik dan kependidikan pada MI hidayatul


Mubtadiin adalah pada tabel berikut.

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
51
Tabel 4.5.
Data Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Jumla Pendidikan terakhir


Status
h SLTA D2 D3 S 1/S.2
Sertifikasi 7 - - - 8
Belum 2 - -
sertifikasi
Pegawai TU - 1 - - -
Jumlah 9 1 - - 8

Kondisi peserta didik dalam setiap tahun mengalami


penurunan seiring dengan jumlah anak-anak usia sekolah
yang berada di wilayah dukuh Pecangakan. Secara
keseluruhan jumlah peserta didik pada tahun pelajaran
2016/2017 adalah pada tabel berikut.
Tabel 3.3.
Jumlah Peserta didik
2016/2017
NO KELAS
L P Jumlah
1 I 3 2 5
2 II 5 2 7
3 III 4 7 11
4 IV 6 4 10
5 V 5 4 9
6 VI 7 2 9
Jumlah 30 21 51

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
52 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
Penyelenggaraan Pendidikan Agama pada MI Hidayatul
Mubtadiin
MI Hidayatul Mubtadiin pada awalnya merupakan
madrasah tingkat dasar yang diselenggarakan sebagai bagian
dari madrasah Ta’allumusshibyan yang berada di desa
Pepedan sekitar 5 Km arah perjalanan. Madrasah ini berafiliasi
pada organisasi keagamaan Nahdlotul ‘Ulama (NU). Dalam
perkembangannya, MI Hidayatul Mubtadiin mencoba untuk
berdiri sendiri dan terpisah dengan induk madrasah
Ta’allumusshibyan. Menurut Sumaryono, bahwa dengan
berdiri sendiri diharapkan dapat terwujud lembaga
pendidikan keagamaan yang berkualitas. Apalagi sejak tahun
tahun 2012 MI telah terakreditas B.
Visi MI adalah terselenggaranya pendidikan tingkat
dasar berciri khas Islam kebanggaan masyarakat. Sedangkan
misi yang dikembangkan adalah 1. Menyelenggarakan
pendidikan yang berkualitas dalam pencapaian prestasi
akademik dan non akademik, 2. Mewujudkan pembelajaran
dan pembiasaan dalam mempelajari Al Qur’an dan
menjalankan ajaran agama Islam, 3. Mewujudkan
pembentukan karakter Islami yang mampu
mengaktualisasikan diri dalam masyarakat, 4. Meningkatkan
pengetahuan dan profesionalisme tenaga kependidikan sesuai
dengan perkembangan dunia pendidikan, dan 5.
Menyelenggarakan tata kelola madrasah yang efektif, efesien,
transparan dan akuntabel.
Semangat mengembangkan madrasah di wilayah yang
“terisolir”3 ini terus berjalan, sehingga masyarakat yang

3Wilayah ini berada tidak jauh dari kota Kecamatan akan tetapi letak
wilayah dusun Pecangakan berada diantara hutan dibawah KPH
Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
53
berada di wilayah yang jauh dari sekolah lain tidak
mengalami kesulitan untuk memperoleh pendidikan yang
layak. MI Hidayatul Mubtadiin ini memberikan layanan pada
masyarakat untuk memperoleh pendidikan bagi anak-anak
dengan lebih mudah. Menurut salah seorang warga, bahwa
sebenarnya sudah ada sekolah dasar (SD) negeri Pecangakan,
akan tetapi lokasi agak jauh yaitu di dusun Karanganjog dan
harus melewati hutan yang kadang masih terdapat celeng
(babi hutan).
Apabila melihat awal berdirinya MI Hdayatul
Mubtadiin berada dibawah MI Ta’allumusshibyan desa
Pepedan, maka penekanan dalam pembelajaran lebih
menekankan pada pendidikan agama ditambah dengan
Azwaja sebagai ciri dari madrasah yang dikelola oleh Ormas
NU. Begitu juga dalam penerapan kurikulum memiliki
kecenderungan sesuai dengan apa yang diinstruksikan oleh
Kementerian Agama.
Kecenderungan penyelenggaraan pendidikan agama
pada MI ini setelah tidak lagi menginduk pada MI
Ta’allumusshibyan desa Pepedan menurut Kepala MI adalah
selalu mengikuti kurikulum Pemerintah. Meskipun demikian,
kultur NU masih sangat kental dalam praktek-praktek
pendidikan agama terutama pada praktek mata pelajaran

Balapulang Kab. Tegal dan apabila akan keluar dusun Pecangakan melewati
sungai Glagah jarak yang paling dekat dengan kota kecamatan lama atau
memutar lewat tengah hutan menuju jalan lintas ke Bumiayu. Dari aspek
letak geografis, wilayah ini juga kurang menguntungkan karena posisi tanah
yang tidak rata/bertebing, mudah longsor, dan sulit dijangkau. Mata
pencaharian masyarakat adalah pencari daun jati dan apa saja yang ada di
hutan maupun dikebunan untuk dijual. Pada sisi yang lain masih terdapat
binatang celeng (Babi hutan) yang sering mengganggu anggota masyarakat
maupun anak ketika berangkat atau pulang sekolah.
Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
54 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
ibadah sholat (fiqh). Sementara itu, dari aspek tenaga
pendidik, sudah tidak lagi ada keterkaitan dengan NU,
melainkan berjalan tidak berbeda dengan MI pada umumnya.
Kepala MI hanya bersifat menyampaikan kepada Kementerian
Agama terkait dengan tenaga pendidik apabila ada
kekurangan, disamping itu Kepala MI juga selalu
mendampingi tenaga pendidik apabila ada kepentingan yang
diperlukan serta selalu memberikan motivasi agar tenaga
pendidik memiliki integritas dan komitmen dalam pengajaran
agar selalu ada inovasi.
Perhatian Kepala MI dalam penyelenggaraan
pendidikan agama di kelas menurut beberapa guru cukup
intens, sehingga tidak jarang Kepala MI selalu mengadakan
kontrol terhadap guru yang sedang melakukan proses
pembelajaran di kelas terutama dengan metode dan alat
peraga yang digunakan dalam pembelajaran. Hasil dari
kontrol inilah menjadi bahan untuk mengadakan evaluasi
meskipun dilakukan secara tidak formal, seperti alat peraga
yang ada sangat kurang untuk proses pembelajaran
pendidikan agama.
Proses pendampingan Kepala MI terhadap guru dalam
proses pembelajaran nampaknya tidak secara cermat dikontrol
dengan RPP yang telah disusun. Kepala MI hanya melakukan
pengecekan dan membaca secara sepintas untuk selanjutnya
ditanda tangani. Sedangkan pelaksanaan di kelas dalam PBM
tidak menjadi perhatian Kepala MI. Kepala MI juga tidak
memperhatikan secara cermat metode yang digunakan oleh
guru dalam proses pembelajaran, alat peraga yang digunakan
dalam PBM tersebut, alat yang digunakan dalam PBM, dan
dinamika yang terjadi dalam PBM di dalam kelas.

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
55
Peran Masyarakat dan Pemerintah dalam Penyelenggaraan
pendidikan Agama pada MI Hidayatul Mubtadiin
Pendirian MI Hidayatul Mubtadiin tidak lepas dari ide
dan gagasan para tokoh masyarakat, ketua RT dan ketua RW
dukuh Pecangakan. Menurut Sumaryono, pada saat pendirian
bantuan yang diterima antara lain uang, material, tenaga,
konsumsi, ide, dll. Harapan masyarakat dengan berdirinya MI
ini adalah menjadikan lembaga pendidikan yang memiliki
fungsi untuk kebutuhan dunia dan akherat. Meskipun
demikian, urusan kegiatan pembelajaran, materi pelajaran,
dan aktifitas pembelajaran secara umum diserahkan
sepenuhnya kepada pihak madrasah. Sementara itu,
Pemerintah (kementerian Agama) sebagai instansi induk
melakukan pembinaan melalui Pengawas secara rutin, yaitu
paling sedikit satu bulan sekali. Menurut Sumaryono,
pembinaan oleh pengawas boleh dikatakan rutin dilakukan
sehingga mudah untuk berkonsultasi tidak harus datang ke
Kementerian Kabupaten Brebes.

Faktor pendukung dan penghambat dalam Penyelenggaraan


pendidikan Agama pada Daerah Terpencil
Menurut kepala MI bahwa lembaganya merupakan
idaman bagi masyarakat karena memfokuskan pada
pendidikan agama dan tidak meninggalkan pendidikan
umum. Oleh karena itu dukungan secara moril dari
masyarakat cukup baik, seperti keinginan peserta didik ke
depan memiliki kemampuan membaca IQRO dan hafalan
surat pendek. Dukungan masyarakat dengan kondisi ekonomi
yang rendah ini menjadi penyemangat bagi manajemen
madrasah. Meskipun demikian, terjadi kendala yang sulit

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
56 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
untuk dicarikan solusinya, yaitu masih terdapatnya orang tua4
yang tidak peduli dengan anak-anaknya untuk berangkat
sekolah dengan disiplin waktu, memotivasi anak berangkat ke
madrasah dan memotivasi anak untuk belajar di rumah.

Madrasah Al Hidayah Ngaren Kec. Juwangi Kab. Boyolali


Latarbelakang beridirinya MI Al Hidayah di dukuh
Kalitlawah ngaren Juwangi adalah karena adanya anak-anak
usia sekolah akan tetapi tidak sekolah karena tidak ada ada
sekolah yang dekat dan gratis. Anak-anak hanya bisa belajar
di rumah home schooling) akan tetapi tanpa guru yang
profesional dan kompeten. Kondisi inilah yang sudah saatnya
ada lembaga pendidikan formal untuk menampung dan
mencerdaskan anak-anak bangsa. Situasi yang kurang
menguntungkan bagi anak usia sekolah pada akhirnya
mendapat respon dari para tokoh masyarakat dan yang
ditokohkan sebagai tokoh agama.
Ide pendirian lembaga pendidikan ini bukan sekedar
lembaga pendidikan umum, melainkan lembaga pendidikan
yang memiliki nuansa keagamaan. Hal ini diharapkan akan
memperoleh dua kebutuhan, yaitu kebutuhan dunia dan
kebutuhan akherat. Alhasil, diputuskan untuk mendirikan
Madrasah dengan konsep tujuan awal (semacam visi) agar

4 Orang tua disini bukan berarti orang tua kandung melainkan orang

tua asuh. Masyarakat desa Pecangakan yang masih berada di usia produktif
rata-rata mencari kerja diluar kota, seperti di Jakarta sehingga putra-
putrinya diasuh oleh kakek dan neneknya. Padahal kakek nenek kurang
perhatian terhadap pendidikan bahkan sibuk mencari kayu atau daun jati
untuk dijual. Kondisi seperti inilah terkesan bahwa masih terdapat orang
tua yang kurang mendisiplinkan anaknya untuk berangkat sekolah.
Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
57
anak-anak bisa memperoleh pendidikan formal sekaligus
menjadi manusia muslim yang beriman menjalankan perintah
Allah dan menjauhi larangan serta mau menjalankan syariat
Islam.
Di antara tokoh masyarakat yang secara langsung
sebagai penggerak adalah Kepala dusun Kalitlawah (nama
panggilanya-Mbah Dul Rohim) dan tokoh Islam mbah
Ngadenan, Supangat, dan Bapak Bakri menyepakati
berdirinya lembaga pendidikan formal Madrasah Diniyah
(sekolah Arab) pada tahun 1967 dengan nama Madrasah
Diniyah Alhidayah. Madrasah Diniyah inilah yang pada
akhirnya menjadi rintisan untuk mengumpulkan anak-anak
belajar bersama dalam sebuah lembaga pendidikan meskipun
masih bertempat di rumah Pak Nur Suratin. Adapun sarana
dan prasarana hanya mengandalkan apa yang ada pada saat
itu. Bahkan tenaga pendidik (guru) dilakukan oleh anggota
masyarakat yang peduli dan memiliki kemampuan, seperti
Bapak Supangat, Bapak Tikno, dan Bapak Subardi.
Sepuluh tahun kemudian, sudah mulai ada kepedulian
dari masyarakat secara lebih luas yaitu pada tahun 1977,
masyarakat secara bergotong royong mulai membangun
sekolah di atas tanah mbah Kawiyah. Bangunan sekolah
tersebut permanen hanya saja bahan yang digunakan berupa
kayu jati hasil meminta bantuan ke pihak perhutani. Luas
lokal bangunan yang didirikan dengan ukuran 5x15 meter
yang terdiri dari 4 lokal. Dari 4 lokal tersebut diberi sekat
menjadi 6 lokal sesuai dengan kebutuhan siswa yang sudah
mencapai kelas 1 sampai kelas 6. Proses pembangunan dan
penyelenggaraan madrasah ini diikuti dengan pendirian
Yayasan Alhidayah agar semua administrasi dapat tertata.
Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
58 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
Dengan demikian, Madrasah Diniyah Alhidayah berada
dibawah Yayasan Pendidikan Al Hidayah Nurul Muttaqin.
MI Al Hidayah merupakan MI yang berada di daerah
terpencil dan harus dijangkau dengan kendaraan pribadi.
Untuk mencapai kota Kecamatan Juwangi harus ditempuh
dengan jarak kurang lebih 9 km dan harus melewati kawasan
hutan jati milik perhutani desa Ngaren dan dusun Kalitlawah.
Sementara itu, untuk mencapai ibukota Kabupaten Boyolali
berbatasan dengan Kabupaten Grobogan harus ditempuh
dengan jarak kurang lebih 50 km. Meskipun demikian, usaha
madrasah untuk merekrut siswa dari luar wilayah dukuh
tersebut terus dilakukan. Paling tidak menurut pengelola
madrasah, bahwa anak-anak yang berada di luar wilayah
dusun Katliwah, yaitu daerah sekitar diharapkan mau
bersekolah di madrasah Alhidayah.
Kondisi madrasah dengan apa adanya dan fasilitas
sangat terbatas tidak lepas dari faktor ekonomi orang tua
siswa. Secara umum, masyarakat Juwangi adalah petani
dengan lahan bukan milik sendiri. Model bertaninya
masyarakat Katliwah dan sekitarnya berpindah-pindah
disesuaikan dengan program kegiatan perhutani dan
kecocokan tanaman yang ditanam. Masyarakat Katliwah
hanya bisa menanam jagung ketika kawasan hutan jati habis
ditebang. Saat menunggu peremajaan pohon jati oleh
Perhutani masyarakat sekitar kawasan hutan mulai menanam
pohon jagung. Pekerjaan ini diwilayah setempat dinamakan
Janggleng5.

5 Istilah dalam masyarakat ketika menanam jagung setelah hutan jati

ditebang dan pada saat menunggu peremajaan hutan jati kembali itulah
baru bisa menanam jagung dikenal dengan istilah Janggleng. Padahal
Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
59
Pekerjaan petani yang tidak memiliki lahan sendiri
sering mengalami kesulitan ketika tidak ada kawasan yang
bisa ditanami. Kondisi ini berjalan secara alamiah dan telah
difahami oleh masyarakat, sehingga masyarakat sudah bisa
memprediksi ketika tidak ada lahan yang bisa ditanami, maka
akan mencari pekerjaan keluar desa atau kecamatan, bahkan
keluar kota. Bagi orang tua yang masih cukup energik akan
melakukan boro (kebiasaan bekerja diluar kota) dan mencari
pekerjaan yang bisa dilakukan, akan tetapi bagi yang sudah
tua (kakek –nenek) akan tetap di rumah dan mengasuh anak-
anak yang ditinggal orang tuanya. Sistem pengasuhan inilah
berpengaruh terhadap siswa-siswi MI yang diasuh, seperti
dalam belajar kurang maksimal dan lebih suka bermain.
Visi MI Al Hidayah adalah terbentuknya manusia
Muslim yang beriman, bertaqwa, berpengetahuan, cerdas,
berbudi luhur dan berguna bagi nusa, bangsa dan negara.
Adapun misinya adalah mengusahakan agar para siswa
menjadi manusia muslim yang beriman, bertaqwa,
berpengetahuan, cerdas, berbudi luhur dan berguna bagi
nusa, bangsa, dan negara. Visi dan misi ini dirumuskan
dengan semangat untuk meningkatkan sumber daya manusia
di wilayah dusun Katliwah dan tidak ada lagi anak-anak yang
tidak sekolah. Melalui visi dan misi ini penyelenggaraan
pendidikan bagi peserta didik tidak ditarik biaya atau gratis.
Bahkan bagi siswa baru kelas 1 yang masuk disediakan oleh
penyelenggara (yayasan) sejumlah 4 setel seragam, yaitu
pramuka merah putih, batik ciri khas MI Alhidayah, dan satu
stel baju olah raga. Daya tarik ini juga untuk menarik lulusan
siswa RA melanjutkan di MI Alhidayah.

Jangglengan dalam bahasa Indonesia berarti “Pohon jati muda”.


Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
60 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
Tawaran lain dari MI Alhidayah adalah keunggulan
madarasah, yaitu diharapkan setelah lulus siswa mampu
menghafal Asmaul Husna. Orientasi ini sebenarnya tidak
berlebihan, akan tetapi dengan kondisi siswa yang serba
terbatas dari fasilitas pembelajaran, sarana dan prasarana
madrasah, di rumah diasuh oleh kakek neneknya, dan
berbagai hal yang menjadikan siswa kurang daya dukung,
maka orientasi akhir dari pembelajaran ini menjadi sangat
berarti. Apalagi sistem pembelajaran dengan memberdayakan
kakak kelas yang dianggap sudah lebih mampu dalam
penguasaan Asmaul Husna. Adapun metode yang
dikembangkan adalah dengan memimpin lewat pengeras
suara yang disimak dan diikuti oleh siswa lainnya dari kelas
masing-masing. Selain itu juga pembacaan surat-surat pendek
sebelum pelajaran pertama dimulai.
Berbagai keterbatasan dalam fisilitas pembelajaran
disikapi oleh penyelenggara pendidikan dengan berbagai
usaha pemenuhan fasilitas. Ada satu hal yang cukup menjadi
perhatian utama, yaitu dalam proses pembelajaran
diupayakan guru mengajar dengan profesional dan kompeten.
Proses ini ternyata lambat laun terpenuhi. Khusus untuk
pembelajaran pendidikan agama dibagi menjadi dua, yaitu
guru agama yang hanya mengajar aqidah akhlak dan al qur’an
hadist kelas I s.d VI dan guru agama untuk mata pelajaran SKI
dan Fiqh diajar oleh masing-masing guru kelas. Usaha ini
dilakukan dengan berbagai pertimbangan utamanya
kompetensi. Meskipun demikia, ketika terdapat program yang
bersifat umum, maka dilibatkan semua guru agama, seperti
menghimpun dana qurban Rp 1.000 seminggu sekali. Usaha
ini ternyata mengalami ketersendatan karena keadaan sosial
ekonomi yang pas pasan.

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
61
Struktur Organisasi MI Al Hidayah
Struktur organisasi MI Al Hidayah adalah sebagai
berikut.

Kepala Dewan/Komite
SEKOLAH

Guru Kelas

Guru
AGAMA/PENJASKES/P
RAMUKA Penjaga

Siswa

Masyarakat Sekitar

Jumlah Tenaga Pendidik dan Peserta didik


Perkembangan MI Alhidayah cukup dinamis dan
profesioanl. Hal ini dapat dilihat dari jumlah tenaga pendidik
9 orang dan jumlah peserta didik secara keseluruhan 93 anak.
Dari 9 guru sebagai tenaga pendidik terdapat guru yang
sudah sertifikasi, yaitu 6 guru dan yang belum sertifikasi 3
guru. Hal ini berarti tenaga pendidikan yang ada sudah
profesional dan kompeten, paling tidak telah lulus S.1. bahkan
1 guru telah menyelesaikan pendidikan jenjang S.2. Langkah
profesionalitas dan kompetensi dari guru di MI Alhidayah
menunjukan perkembangan yang sangat dinamis untuk
Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
62 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
meningkatkan kualitas pembelajaran. Langkah ini juga
menunjukan, bahwa Yayasan dan pengelola MI Alhidayah
secara serius mengelola sesuai dengan visi dan misi yang telah
dirumuskan sejak tahun 1967.
Dari 9 tenaga pendidik mengelola peserta didik yang
berjumlah 93 siswa dan tersebar dalam 6 kelas. Masing-
masing kelas berjumlah antara 12 sampai 18 siswa. Secara
klasikal peserta didik yang ada adalah sebagai berikut.
Tabel 4.5
Jumlah peserta didik tahun pelajaran 2016/2017
Kelas Jumlah Peserta Pekerjaan Orang Tua
Didik
Laki-PerempuanTotal PNS Petani Buruh Lainya
laki
I 12 6 18 - 11 4 3
II 9 3 12 - 5 6 2
III 10 4 14 - 6 3 5
IV 8 8 16 - 7 3 6
V 10 7 17 - 9 3 5
VI 11 5 16 - 7 5 4
Juml 60 33 93

Fasilitas Pendidikan
Peningkatan penyelenggaraan pendidikan MI
Alhidayah merambah pada pemenuhan fasilitas. Kesadaran
masyarakat dan profesionalitas madrasah pada akhirnya
mendukung kelengkapan fasilitas pembelajaran. Di antara
fasilitas yang dimiliki MI Al Hidayah adalah sebagai berikut.

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
63
1. Ruang Kepala Sekolah dan Guru. Ruang ini masih menjadi
satu
2. Ruang Kelas 1 sampai dengan kelas 6
3. Buku pegangan peserta didik berjumlah 321 eks, buku
pendukung peserta didik 162 eks., buku pegangan guru 22
eks., buku Pendukung Guru 29., Jumlah buku di
Perpustakaan 726 eks.
4. Telah tersedia meja belajar siswa sesuai dengan kebutuhan,
yaitu 67 buah meja, 93 buah kursi, 5 papan tulis untukapur,
1 papan tulis 1 white board, dan beberapa alat peraga
pembelajaran pendidikan Agama berupa Huruf Hijaiyah,
potongan surat, gambar wudhu, gambar sholat.
5. Alat Tulis di papan dan penghapus, seperti Kapur dan
spidol.
6. Alat Peraga Pembelajaran Pendidikan Agama : Huruf
Hijaiyah, potongan surat, gambar wudhu, gambar sholat.
Jenis Praktek Pembelajaran Agama yang dilakukan : Sholat,
Wudhu, Adzan, Haji

Madrasah Ibtidaiyah Ma’arif Kec. Juwiring Kab. Klaten


MI Ma’arif sebenarnya bukan satu-satunya MI yang ada
di desa Kwarasan. Hanya saja adanya keinginan masyarakat
dalam organisasi keagamaan tertentu yang mewadahi anak-
anak bisa sekolah di madrasahnya “sendiri” maka
diselenggarakan MI Ma’arif tersebut dibawah organisasi
Nahdlotul Ulama. Penyelenggaraan MI Ma’arif yang berdiri
tahun 1974 di dukuh Krompakan desa Kwarasan Kecamatan
Juwiring Kabupaten Klaten ini memiliki visi menjadikan siswa
yang Islami. Visi ini dijabarkan dalam misi, yaitu 1)
Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
64 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
membentuk manusia muslim yang beriman, taqwa,
berpengetahuan, cerdas, terampil, berbudi pekerti luhur,
cerdas, terampil, berbudi pekerti luhur, berguna bagi nusa
bangsa, dan agama dan 2) memberikan bekal kepada lulusan
tentang ilmu pengetahuan dan tehnologi dalam menghadapi
era globalisasi. Adapun tujuan penyelenggaraan MI Ma’arif
adalah terciptanya lulusan yang mampu melestarikan dan
mengembangkan kebudayaan nasional serta budaya
Nahdlotul Ulama di dalam menghadapi budaya dari luar
negeri.
Secara geografis, MI Al Ma’arif Kwarasan berada di
dusun yang padat untuk Kabupaten Klaten. Wilayah ini
berbatasan langsung dengan Kabupaten Sukoharjo. Hanya
saja perbatasan tersebut tepat dipisahkan oleh sungai
Bengawan Solo. Jalan menuju ke Kecamatan Juwiring beraspal
dan enak dilalui, hanya saja tidak ada angkutan umum untuk
menuju desa kwarasan. Jarak dari pusat Kabupaten Klaten
sekitar 18 km ke desa kwarasan, Namun demikian apabila
akan bepergian dapat melalui jalan raya Solo Yogya yang
berjarak sekitar 8 km. Wilayah ini hanya bisa dijangkau
dengan menggunakan kendaraan pribadi.
Secara demografi, distribusi penduduk di Kecamatan
Juwiring yang beragama Islam lebih banyak berorientasi pada
organisasi keagamaan Muhammadiyah. Oleh karena itu,
lembaga pendidikan madrasah yang berdiri adalah MI
Muhammadiyah Program Khusus (MIM PK). Madrasah ini
jaraknya tidak ada 500 meter dengan MI Al Ma’arif Kwarasan
dibawah organisasi keagamaan NU. Kedua lembaga
pendidikan yang berbeda organisasi ini secara substantif
sama, yaitu berorientasi pada peningkatan SDM anak-anak
Islam. Hanya saja terdapat “hidden curricullum” yang

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
65
diselenggarakan oleh masing-masing MI. Kekhususan tujuan
MA Al Ma’arif yang masuk dalam kurikulum pembelajaran
adalah memberikan bekal pada lulusan tentang pendidikan
Islam Ahlussunan wal jamaa’ah dan kedepan siswa dapat
menumbuhkembangkan Nahdlotul Ulama sehingga lulusanya
mampu melestarikan dan mengembangkan kebudayaan
nasional serta budaya Nahdlotul Ulama di dalam menghadapi
budaya dari luar negeri.
Manajemen MI Ma’arif ini dikelola secara profesional,
yaitu terdapat tenaga pendidik yang berjumlah 16 guru. Dari
ke 16 guru telah sertifikasi berjumlah 12 guru dan 4 guru
belum sertifikasi. Status guru tersebut adalah 14 guru yayasan
dan 2 guru PNS. Dari aspek pendidikan, jumlah guru yang S.1
atau S.2 adalah 15 guru dan yang belum S.1 berjumlah 1 guru.
Adapun untuk Keadaan Peserta didik tahun pelajaran
2016/2017 pada tabel berikut.

Tabel 4.6.
Keadaan Peserta didik tahun pelajaran 2016/2017
Kelas Jumlah Peserta Pekerjaan Orang Tua
Didik
Laki- Perempuan PNS Petani Buruh Lainya
laki
I 29 29 1 - 32 26
II 36 28 - - 34 30
III 30 15 - 6 27 13
IV 19 16 - 6 27 13
V 11 10 - - 11 10
VI 10 12 - 4 10 8

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
66 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
Salah satu persoalan MI Ma’arif merupakan MI yang
berada di wilayah yang kurang menguntungkan adalah
karena tidak alat transportasi umum yang melintas di depan
madrasah. Kondisi inilah yang menjadikan masyarakat tidak
menyekolahkan di MI tersebut. Untuk memberikan fasilitas
pada masyarakat, maka pengelola Madrasah bekerjasama
dengan pemiliki mobil membuat program antar jemput siswa.
Melalui Program inilah pada akhirnya jumlah siswa
bertambah secara signifikan, bahkan melebihi kapasitas kelas.
Problem kemudian muncul, yaitu bagaimana
mengatasi jumlah siswa yang semakin bertambah. Padahal
kelas baru yang dibangun di atas tanah wakaf dan
bekerjasama dengan toko bangunan belum siap. Dari sinilah,
pengelola mengambil jalan keluar dengan menyewa rumah
penduduk sekitar untuk dijadikan kelas. Sementara itu, untuk
tempat ibadah sebagai praktek shalat siswa MI Ma’arif dapat
menggunakan mushala yang ada di belakang madrasah milik
masyarakat sekitar.
Ada hal yang menarik dari keunggulan madrasah
sehingga masyarakat dari luar desa tertarik. Keunggulan
tersebut adalah peserta didik setelah selesai mampu membaca
al Qur’an dengan tartil dan benar. Teknik yang dilakukan oleh
madrasah adalah pada pagi hari sebelum pelajaran, siswa
membaca surat-surat dalam al Qur’an. Di samping itu, praktek
salat dhuha dan salat berjamaah luhur.
Struktur Organisasi Madrasah Ibtidaiyah Ma’arif
Struktur Organisasi Madrasah Ibtidaiyah Ma’arif
Kwarasan Juwiring adalah sebagai berikut.

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
67
Yayasan Lembaga Pendidikan
Ma’arif NU

Kepala Madrasah Komite Madrasah

Sekertaris Bendahara

Dewan Guru

Siswa

Penjaga/ Layanan
Khusus

Fasilitas Pendidikan
Fasilitas pendidikan yang dimiliki MI Ma’araif
Kwarasan secara subtansi sudah terpenuhi, seperti ruang
Kepala MI, ruang tenaga pendidik, ruang Kelas berjumlah 11
kelas (I s.d VI), ruang Perpustakaan jadi satu dengan ruang
tenaga pendidik, serta sarana dan prasarana Pembelajaran
PAI, seperti buku pendukung peserta didik, buku pegangan
guru, buku Pendukung Guru, meja/kursi belajar peserta didik,
papan tulis / white board, alat tulis di papan, kapur dan spidol,
alat Peraga Pembelajaran Pendidikan Agama seperti huruf
Hijaiyah, potongan surat, gambar wudhu, gambar sholat, dan
perlengkapan untuk Praktek Salat.

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
68 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
Madrasah Ibtidaiyah Senet Kec. Selo Kab. Boyolali

Madrasah Ibtidaiyah Senet secara non formal berdiri


pada tahun 1968 di dukuh Senet Rt 10 RW 02, Desa Selo, Kec.
Selo Kabupaten Boyolali. Pada tahun 1969 secara formal
memperoleh SK pendirian dari Kementerian Agama dengan
nomor: IK/3.C/116/IJ.128. Visi MI Senet adalah menyiapkan
serta mampu menghasilkan peserta didik yang berakhlakul
karimah. Visi tersebut kemudian dioperasionalkan dalam
misis yaitu menyelenggarakan pendidikan yang berorientasi
pada ilmu pengetahuan umum dan agama secara moral
maupun sosial.

Akreditasi MI Senet adalah B karena berbagai faktor,


seperti fasilitas dan kondisi siswa yang memenuhi standar
minimal 10 anak dan ruang administrasi pendidik dan tenaga
kependidikan yang belum represntatif. Fasilitas yang dimiliki
MI Senet antara lain ruang Kepala dan ruang Guru yang
menjadi satu, ruang kelas 1 sampai dengan kelas 6, buku
mapel, buku penunjang, meja belajar dan kursi siswa, buku
pegangan peserta didik, buku pegangan guru, buku bacaan
mata pelajaran dan berbagai buku penunjang di Perpustakaan
berjumlah 200 eks, meja baca, dan papan tulis / white board
pada setiap kelas.

Kurikulum yang diterapkan pada MI Senet adalah


kurikulum 2013 dari Pemerintah. Hal yang menarik dari MI
Senet ini sebenarnya sudah diupayakan, yaitu menambah
praktek Pembelajaran Agama Islam, yaitu Sholat dhuha,
shalat wajib, dan shalat jenazah. Meskipun demikian, daya
tarik ini belum menambah masyarakat sekitar untuk

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
69
menyekolahkan putra-putrinya di MI Senet. Program lain
yang menunjang pembelajaran PAI merupakan usulan dari
orang tua siswa. Menurut Suwoto (Ketua Komite) bahwa
orangtua peserta didik mengusulkan agar siswa sampai kelas
6 juga dapat menghafal do’a dan juz ‘amma. Hal ini bisa
dilakukan dengan teknik sebelum dimulai pelajaran agar
membaca doa belajar dan sebelum pulang agar membaca
surat-surat dari juz ‘amma. Soliditas dalam pengelolaan MI
Senet ini nampak dari adanya Integrasi antara Yayasan,
Komite Madrasah, Kepala Madrasah dan Dewan guru untuk
melaksanakan visi dan misi madrasah menjadi faktor yang
utama untuk mencapai kegiatan pembelajaran PAI.

Akreditasi B juga dipengaruhi oleh tenaga pendidik


dan tenaga kependidikan berjumlah 7 orang dan masih
terdapat rangkap jabatan. Dari 7 orang tersebut merupakan
tenaga pendidik dan kependidikan tetap Yayasan. Apabila
dilihat dari status sertifikasi terdapat 2 guru yang sudah
sertifikasi dan 5 guru yang belum sertifikasi. Sedangkan
dilihat dari tingkat pendidikan rata-rata sudah menyelesaikan
sarjana S.1 dan masih terdapat 2 guru yang belum
menyelesaikan program sarjana S.1.

Jumlah peserta didik MI Senet secara keseluruhan


adalah 27 siswa dengan latarbelakang pekerjaan orang tua
petani. Dari ke 27 siswa terbagi dalam 5 kelas yaitu kelas 1 s/d
kelas 5. Pembagian jumlah kelas dapat dilihat pada tabel
berikut.

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
70 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
Tabel 4.7.
Keadaan Peserta didik tahun pelajaran 2016/2017
Kelas Jumlah Peserta Didik Pekerjaan Orang Tua
Lak Peremp Juml PN Peta Bur Lain
i- uan ah S ni uh ya
laki
I - 4 4 - 4 - -
II 5 - 5 - 5 - -
III 3 - 3 - 3 - -
IV 1 8 9 - 9 - -
V 4 2 6 - 6 - -
VI - - 0 - - - -
Juml 13 14 27 - 27 - -
ah

Madrasah Ibtidaiyah Ma’arif NU 1 Cilangkap Kec. Gumelar


Kab. Banyumas
MI Ma’arif NU ini berada di Jalan Masjid al Mujahidin
RT 01/02 Cilangkap dibawah Yayasan LP Ma’arif NU.
Menurut Riswo (Kepala MI Ma’arif NU) bahwa pendirian MI
ini merupakan kebutuhan masyarakat akan pendidikan
agama Islam. Kebutuhan akan pendidikan agama ini akan
dilanjutkan dengan rencana pendirian pondok pesantren
terpadu yang terintegrasi dengan madrasah.
Fasilitas yang dimiliki MI Ma’arif NU 1 ini antara lain
ruang kepala madarsah, ruang tenaga pendidik, ruang kelas,
buku pegangan siswa berjumlah 112 eks., buku pegangan
guru berjumlah 8 eks., buku penunjang di perpustakaan
berjumlah 500 eks., papan tulis, dan alat peraga seperti
mukena, al Qur’an.
Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
71
Selain pembelajaran dengan menggunakan kurikulum
PAI tahun2013, madrasah juga menerapkan praktek shalat
dhuha, shalat janazah, hafalan do’a dan asmaul husna. Dalam
proses pembelajaran PAI ini dilakukan oleh Guru kelas
sekaligus guru agama yang berjumlah 10 orang dengan
kualifikasi pendidikan S.1. dengan status DPK 5 orang guru
dan Yayasan 5 orang. Jumlah peserta didik secara keseluruhan
adalah 89 siswa yang terbagi dalam 6 kelas sebagaimana pada
tabel berikut.
Tabel 4.8.
Keadaan Peserta didik tahun pelajaran 2016/2017
Kelas Jumlah Peserta Pekerjaan Orang Tua
Didik
Laki- Perempuan PNS Petani Buruh Lainya
laki
I 7 10 2 15 - -
II 15 3 1 17 - -
III 13 8 1 20 - -
IV 8 5 - 13 - -
V 5 5 1 9 - -
VI 6 4 2 8 - -

Sekolah Dasar Negeri 1 Cilangkap Kec. Gumelar Kab.


Banyumas

SD N 1 Cilangkap berada di jalan Demang Ketasari RT


04/01 desa Cilangkap Gumelar Kabupaten Banyumas.
Menurut Warsiti (Kepala SD N 1) bahwa pendirian sekolah ini
didasarkan pada kebutuhan masyarakat agar tidak terlalu
jauh dalam menyekolahkan putra-putrinya. Sekolah ini

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
72 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
merupakan sekolah umum dengan kurikulum mengikuti
kurikulum Pemerintah, yaitu kurikulum 2013. Dalam
kurikulum ini juga terdapat penyelenggaraan PAI yang
berbeda dengan pada madrasah. Penyelenggaraan PAI pada
sekolah adalah Pendidikan Agama dan budi pekerti yang
diajarkan 3 jam pelajaran dalam 1 minggu.

Fasilitas yang mendukung dalam penyelenggaraan


pendidikan antara lain ruang kepala sekolah, ruang tenaga
pendidik dan tenaga kependidikan, ruang kelas, buku
pegangan guru berjumlah 8 buku, buku di perpustakaan
berjumlah 1.149 buku, meja belajar siswa dan papan tulis
sesuai kebutuhan. Fasilitas lainya adalah alat peraga
pembelajaran seperti kartu huruf, gambar urutan wudlu,
gambar urutan shalat.

Pembelajaran PAI di SD Negeri ini sudah


menggunakan kurikulum 2013. Namun demikian, terdapat
penambahan materi pembelajaran yang mendukung PAI,
yaitu hafalan dan praktek shalat serta praktek wudlu. Jumlah
guru secara keseluruhan adalah 8 orang guru dengan tingkat
pendidikan sarjana S.1. Status guru di SD Negeri ini adalah
PNS dan telah sertifikasi sehingga jam mengajar sesuai
dengan ditetapkan. Jumlah peserta didik secara keseluruhan
adalah 50 siswa yang terbagi dalam setiap kelas sebagaimana
pada tabel berikut.

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
73
Tabel 4.9.
Keadaan Peserta didik tahun pelajaran 2016/2017
Kelas Jumlah Peserta Didik
Laki- Perempuan Jumlah total
laki
I 6 5 11
II 5 4 9
III 4 6 10
IV 1 5 6
V 4 3 7
VI 3 5 8
Total 23 28 51

Madrasah Ibtidaiyah Al Anwar 01 desa Tempur Kec. Keling


Kab. Jepara
MI Al Anwar 01 di desa Tempur Kecamatan Keling
Kabupaten Jepara merupakan madrasah pertama yang berada
di wilayah perbatasan Kabupaten Jepara dengan Kabupaten
Pati. Madrasah ini sangat menarik karena masih menerapkan
kurikulum 2006 atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP). Tujuan akhir dari pembelajaran di MI Al Anwar
berada di atas rata-rata madrasah pada umumnya, yaitu
peserta didik tidak hanya memiliki kemampuan BTA (Baca
Tulis Al Qur’an) setelah lulus, tetapi memiliki wawasan
keorganisasian NU melalui Aswaja, menguasai ilmu nahwu
dan sharaf pada tingkat dasar, hafal surat Yasin dan juz
‘amma, serta memperoleh pembelajaran tafsir al Qur’an.
Jumlah guru yang menjadi pendidik dan tenaga
kependidikan ada 13 orang yang terdiri atas 1 orang berstatus
PNS, 6 guru sertifikasi, dan 6 guru yayasan. Dari ke 13
Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
74 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
pendidik dan tenaga kependidikan tersebut telah
menamatkan pendidikan sarjana S.1 berjumlah 8 orang dan 4
orang sebagai tenaga tata usaha masih belum lulus sarjana S.1.
Adapun jumlah siswa adalah sebagai berikut.
No Kelas Jumlah siswa
1 I 21
2 II 15
3 III 17
4 IV 26
5 V 20
6 VI 21
Jumlah siswa
120 siswa
keseluruhan

Sarana dan prasarana yang dimiliki madrasah antara


lain ruang kepala madrasah, ruang tenaga pendidik, ruang
administrasi, ruang kelas, ruang perpustakaan dengan jumlah
buku 2.820 eks. Adapun untuk sarana dan prasarana
pembelajaran PAI antara lain buku pegangan guru, buku
pendukung guru, buku pegangan siswa, buku pendukung
siswa, meja dan kursi belajar siswa, papan tulis, dan gambar-
gambar praktek wudlu, shalat, dan do’a.

Madrasah Ibtidaiyah Al Anwar 02 dukuh Duplak Kec.


Keling Jepara
MI Al Anwar 02 merupakan MI yang berada dalam
satu Yayasan dengan MI Al Anwar 01, sehingga mekansime
dan program yang dikembangkan tidak terdapat perbedaan,
seperti masih menggunakan kurikulum 2006 dan memiliki
perangkat pembelajaran yang tidak jauh berbeda. Perbedaan
Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
75
dengan MI Al Anwar 01 adalah pada MI Al Anwar 02
memiliki 11 orang guru dengan status 3 guru telah memiliki
status sertifikasi dan 8 guru belum sertifikasi. Adapun dari
tingkat pendidikan 5 orang guru diantaranya lulus sarjana S.1
dan 6 orang guru belum lulus Sarjana S.1. Dilihat dari jumlah
peserta didik dapat dilihat pada tabel berikut ini
Tabel 4.10.
Keadaan Peserta didik tahun pelajaran 2016/2017
Kelas Jumlah Peserta Didik Jumlah
Laki- Perempuan
laki
I 4 5 9
II 3 3 6
III 5 5 10
IV 4 3 7
V 2 5 7
VI 4 3 7
Jumlah 22 24 46
total

Madrasah Tsanawiyah An Nawawi 04 Donorejo Kec.


Kaligesing Kab. Puworejo
MTs An Nawawi 04 berada di Jl. Goa Seplawan Km. 4
Donorejo Kaligesing Purworejo dibawah Yayasan An Nawawi
Berjan. MTs ini berdiri tahun 2009 didasarkan pada kebutuhan
masyarakat karena sudah ada 3 SDN dan belum ada lembaga
pendidikan formal tingkat menengah pertama yang berada di
lingkungan Donoreja. Kesepakatan mendirikan MTs
dimaksudkan juga untuk memenuhi wajib belajar 9 tahun.

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
76 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
Pendirian MTs secara formal termaktub dalam Nomor
Induk//NPSN MTs yang telah terakreditasi ini 20363620
dengan dokumen Kurikulum K-13 dan kurikulum 2006. Visi
dan misi MTs An Nawawi 04 adalah bertaqwa, berprestasi
dan berakhlak Mulia.
Pendirian MTs ini bagi masyarakat sekitar menjadi
sangat penting dan menumbuhkan semangat untuk
melanjutkan anaknya ke sekolah dengan jenjang yang lebih
tinggi. Beberapa hal yang menjadi keberatan orang tua siswa
menjadi terkurangi, seperti biaya sekolah yang relatif bisa
diminimalisir, transportasi yang murah karena dapat
dilakukan dengan jalan kaki, dan letak geografis yang
strategis dapat dijangkau oleh masyarakat sekitar desa
Donorejo.
Secara sosial kemasyarakatan, kondisi masyarakat desa
Donorejo hidup rukun dan damai, meskipun dilihat dari
heterogenitas keberagamaan terdapat 7 KK yang beragama
Nasrani dan memiliki gereja. Hubungan antar anggota
masyarakat cukup komunikatif dan saling mendukung
terutama untuk kepentingan bersama. Bahkan ketika
pendirian MTs ini dibantu oleh kepala SDN yang Nasrani.
Kepala MTs An Nawawi 04 dijabat oleh Simun,S.Pd.I.
Jumlah Tenaga Pendidik secara keseluruhan 17 orang dibantu
oleh tenaga Kependidikan sebagai tenaga administrasi yang
hanya berjumlah 1 orang. Jumlah peserta didik secara
keseluruhan 105 siswa yang terdiri atas Kls VII/a (18 siswa),
Kls VII/b (17 siswa), Kls VIII (27 siswa), Kls IX/a (20 siswa),
dan Kls IX/b (23 siswa).

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
77
Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana MTs An Nawawi antara lain
ruang Kepala madrasah, ruang tenaga pendidik dan tenaga
kependidikan, ruang kelas berjumlah 6 ruang, ruang
Perpustakaan, masjid, dan ruang untuk UKS. Sarana
pembelajaran yang telah tersedia antara lain buku pegangan
peserta didik, buku pendukung pegangan guru, buku di
Perpustakaan dengan jumlah 1000 eks., meja dan kursi
belajar siswa sesuai kebutuhan, papan tulis / white board, alat
tulis di papan (kapur, spidol, dan penghapus), alat Peraga
Pembelajaran Pendidikan Agama, dan Masjid Madrasah.

Kondisi Tenaga Pendidik, Kependidikan dan Anak Didik


Kepala MTs An Nawawi memiliki latarbelakangi
pendidikan sarjana S.1 dan telah bersertifikasi. Sementara itu,
kondisi Tenaga Pendidik berjumlah 17 dengan status sudah
sertifikasi 5 orang guru dan 12 orang guru belum sertifikasi.
Secara keseluruhan, tenaga pendidik dan tenaga kependidikan
merupakan tenaga tetap Yayasan. Dilihat dari latarbelakang
pendidikan, masih terdapat 2 orang guru yang belum
menyelesaikan program sarjana S.1. Sementara itu, untuk
tenaga kependidikan atau tenaga administrasi ditangani oleh
1 orang dengan latarbelakang pendidikan dari SMA.

Keadaan Peserta didik MTs An Nawawi 04


Keadaan peserta didik MTs An Nawawi 04 adalah
sebagai berikut.

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
78 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
Tabel 4.11.
Keadaan peserta didik dalam Tiga Tahun Terakhir

Tahun Jumlah Peserta Out put


Didik
Laki-Perempuan
Melanjutkan Tidak Ket.
laki Melanjutkan
2014/2015 15 7 16 6
2015/2016 25 12 26 11
2016/2017 17 18 Kelas 1
12 15 Kelaas 2
20 23 Kelas 3

Keberadaan MTs An Nawawi 04 secara umum


memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap dinamika
masyaraka dalam keberagamaan. Perkembangan tingkat
keberagamaan masyarakat semakin baik. Menurut Waka
Kesiswaan (Rofi’i) bahwa apabila di wilayahnya berdiri MI
maka kemungkinan SDN tidak mendapatkan siswa cukup
tinggi. Kesadaran masyarakat terhadap agama semakin kuat,
hal ini berbeda dengan sebelumnya. Dalam tabel berikut
dapat disajikan perbedaan masyarakat sebelum dan sesuah
berdirinya MTS.

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
79
Tabel 4.12
Perubahan Masyarakat setelah berdiri MTS
Kondisi sebelum Kondisi sesudah Perubahan
a. Minimnya a. Kepedulian masyarakat a. Mampu
Pengetahuan terhadap lembaga bersaing
Agama pendidikan yang berbasis dengan
b. Masih bersifat agama dalam Lembaga
kejawen menuntaskan wajar 9 Pendidikan
Tahun yang lain
c. Banyak
Ibu/Anak usia b. Terwujudnya karakter b. Banyak
dewasa belum siswa yang mandiri, prestasi yang
berjilbab trampil dan berakhlak di peroleh
mulia c. Hubungan
d. Belum banyak
majlis Taklim c. Hampir semua Ibu/Anak sosial
dewasa semakin
berjilbab/berkerudung membaik
d. Hampir semua kelompok
RT tergabung dalam
Majlis Taklim

Madrasah Ibtidaiyah Ma’arif Wonolelo Kec. Sawangan Kab.


Magelang
MI Ma’arif Wonolelo Sawangan Magelang berada di
lereng gunung Merbabu. Posisi gedung madrasah ini berada
dekat dengan jurang dan di depannya ada tebing curam. MI
Ma’arif Wonolelo berdiri pada tahun 2000 dengan menempati
rumah penduduk untuk kegiatan belajar mengajar dan seiring
dengan semangat dan kemampuan masyarakat pada tahun
2002 telah memiliki gedung tersendiri. Pembangunan gedung
MI dilakukan oleh masyarakat dengan swadaya. Madrasah ini
dikenal dengan sangat minimalis dalam arti untuk upacara
Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
80 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
bendera saja tidak mempunyai lahan6, karena letak bangunan
benar-benar berada mepet di tepi jalan dengan kondisi
belakang bangunan adalah jurang.
Menurut Pengawas Madrasah, bahwa dalam
pembangunan madrasah ini peran serta masyarakat cukup
baik terutama dalam memajukan perkembangan madrasah.
Dukungan juga datang dari komite madrasah yang sangat
aktif. Menurut tokoh masyarakat bahwa MI di dirikan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat yang menginginkan
adanya sekolah Agama.
Pendidikan agama ini menurutnya penting karena
diberikan sebagai bekal siswa dalam pemahaman keagamaan.
Pentingnya pendidikan agama bagi masyarakat untuk
mendidik putra putrinya dalam pendalaman agama yang
berimbas pada tingkah laku siswa. Implikasi terhadap
perilaku anak-anak Donorejo ini akhirnya sampai ke desa
tetangga, sehingga murid yang sekolah di MI juga ada yang
dari Selo Boyolali.

6 Satu hal yang menarik adalah ketika melakukan upacara bendera

pelaksanaannya menggunakan halaman rumah pak Kadus. Jaraknya juga


lumayan jauh dari MI.
Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
81
Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
82 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
BAB PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
V AGAMA PADA
Bab 5DAERAH TERPENCIL
Penyelenggaraan Pendidikan Agama pada Daerah Terpencil

Pada penelitian ini, penyelenggaraan pendidikan


agama Islam difokuskan pada lembaga pendidikan formal
yang berada di daerah terpencil, yaitu madrasah/sekolah
wajar dikdas 9 tahun. Secara umum wilayah yang menjadi
lokus penelitian merupakan daerah yang terpencil dengan
tingkat ekonomi masyarakat menengah ke bawah. Mata
pencaharian masyarakat rata-rata petani penggarap bukan
pemilik lahan sehingga ketika lahanya diambil atau
dipergunakan oleh yang berhak (janggleng), maka harus
mencari alternatif pekerjaan seperti boro (bekerja ke luar desa),
mencari daun jati untuk dijual, serabutan. Efek dari kondisi
masyarakat seperti ini, orang tua tidak dapat menyekolahkan
anaknya ke wilayah desa lain yang membutuhkan alat
transportasi, membutuhkan seragam sekolah, dan
membutukan uang jajan.
Dalam penyelenggaraan pendidikan di
madrasah/sekolah telah diupayakan sesuai dengan standar
dalam penyelenggaraan pendidikan agama Islam, yaitu
mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2013
Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Standar
Nasional Pendidikan ini merupakan kriteria minimal tentang
sistem pendidikan yang terdiri atas 8 poin. Isi dari 8 standar
tersebut adalah; 1) Standar Kompetensi Lulusan, 2) Standar
Isi, 3) Standar Proses, 4) Standar Pendidikan dan Tenaga
Kependidikan, 5) Standar Sarana dan Prasarana, 6) Standar

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
83
Pengelolaan, 7) Standar Pembiayaan Pendidikan, 8) Standar
Penilaian Pendidikan
Dari ke 8 standar nasional pendidikan tersebut harus
dipenuhi oleh Madrasah/sekolah sebagai penyelenggaraan
lembaga pendidikan formal. Selain 8 standar nasional
pendidikan yang dijadikan acuan dalam penelitian ini, juga
memfokuskan pada Keputusan Menteri Agama No. 165
Tahun 2014 tentangKurikulum 2013 Mata Pelajaran
Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab pada Madrasah.
Berikut hasil penelitian yang dapat dideskripsikan dengan
data yang diambil dari sejumlah madrasah/sekolah yang
berada di daerah terpencil.

Standar Kompetensi Lulusan (SKL).


Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Nomor 54 Tahun 2013 Pasal 1 ayat (1) menegaskan bahwa
Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan
Menengah digunakan sebagai acuan utama pengembangan
standar isi, standar proses, standar penilaian pendidikan,
standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana
dan prasarana, standar pengelolaan, dan standar pembiayaan.
Adapun ruang Lingkup Standar Kompetensi Lulusan terdiri
atas kriteria kualifikasi kemampuan peserta didik yang
diharapkan dapat dicapai setelah menyelesaikan masa
belajarnya di satuan pendidikan pada jenjang pendidikan
dasar dan menengah. Sedangkan dimensi Standar Kompetensi
Lulusan pada aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Kualifikasi kemampuan dimensi sikap adalah memiliki
perilaku yang mencerminkan sikap orang beriman, berakhlak
mulia, berilmu, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam
Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
84 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam
di lingkungan rumah, sekolah, dan tempat bermain,
kualifikasi kemampuan dimensi pengetahuan adalah Memiliki
pengetahuan faktual dan konseptual berdasarkan rasa ingin
tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan
budaya dalam wawasan kemanusiaan, kebangsaan,
kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian di
lingkungan rumah, sekolah, dan tempat bermain, dan
kualifikasi dimensi keterampilan adalah memiliki
kemampuan pikir dan tindak yang produktif dan kreatif
dalam ranah abstrak dan konkret sesuai dengan yang
ditugaskan kepadanya.
Pada ketiga dimensi di atas (afektif, pengetahuan, dan
keterampilan) merupakan dimensi yang bermuara pada
kelompok mata pelajaran. Sementara dalam konteks institusi
terdapat tiga standar yang dijadikan acuan Standar
Kompetensi Lulusan untuk satuan pendidikan dasar, yaitu
standar kompetensi lulusan minimal satuan pendidikan dasar,
standar kompetensi lulusan minimal kelompok mata
pelajaran, dan standar kompetensi lulusan minimal mata
pelajaran. Dalam penyelenggaraan pendidikan agama tidak
semua madrasah/sekolah yang menjadi subjek penelitian
mampu melaksanakan secara penuh SKL tersebut.
Untuk standar kompetensi lulusan minimal satuan
pendidikan dasar rata-rata madrasah/sekolah subjek
penelitian adalah sebagai berikut; untuk MI Hidayatul
Mubtadiin secara umum baru dapat mencapai SKL satuan
pendidikan 65 %, standar kompetensi lulusan minimal
kelompok mata pelajaran pendidikan agama Islam telah
dilaksanakan sesuai dengan Silabus dan RPP yang disusun,
dan standar kompetensi lulusan minimal mata pelajaran

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
85
Pendidikan Agama Islam, baik fiqih, aqidah/akhlak, al
Qur’an/Hadits maupun SKI pada dimensi sikap secara umum
sudah dapat tercapai, seperti memiliki perilaku yang
mencerminkan sikap orang beriman, berakhlak mulia, dan
berilmu. Pada dimensi pengetahuan Agama Islam yang
dicapai peserta didik secara umum seperti peserta didik
memiliki pengetahuan faktual dan konseptual berdasarkan
rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, seni, dan
budaya yang ada, serta pada dimensi keterampilan, peserta
didikmemiliki kemampuan pikir pada tataran konkret sesuai
dengan yang ditugaskan kepadanya.
Untuk melihat SKL yang telah dicapai oleh
madrasah/sekolah dari subjek penelitian adalah pada tabel
berikut.
Tabel 5.1.
Pencapaian Standar Kompetensi Lulusan Madrasah/Sekolah
di daerah Terpencil di Jawa Tengah
Nama SKL kelompok SKL Muatan Lokal Keterangan
Satuan mapel PAI (SKL Plus)
Pendidikan
(SP)
MI Sesuai dengan Asmaul Husna, Direncanakan peserta
Annajmiyah SKL Pemerintah doa-doa pendek, didik lulus hafal juz 30,
(2011) mahfudlot
MI Sesuai dengan Peserta didik lulus sudah mampu memaca al
Hidayatul SKL Pemerintah Qur’an dengan tartil (beaik dan benar)
Mubtadiin sesuai -
(1985) Kurikulum 2013
MI Al Sesuai dengan program target hafal Juz Amma.
Hidayah SKL Pemerintah Hafal asmaul husna
sesuai Siswa bisa membaca Al Qur’an dengan
Kurikulum 2013 mengerti tanda-tanda baca (harokatnya)
MI Al Sesuai dengan Mengikuti bahan program target hafal Juz
Ma’arif SKL Pemerintah yang di buku Paket Amma

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
86 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
Kwarasan sesuai Siswa bisa membaca Al
(1974) Kurikulum 2013 Qur’an dengan mengerti
tanda-tanda baca
(harokatnya)
MI Senet Sesuai dengan Mengikuti bahan Usulan orantua hafal juz
(1968) SKL Pemerintah yang di buku Paket ama diafal sebelum
sesuai pulang dan doa belajar.
Kurikulum 2013
MI Ma’arif Sesuai dengan Peserta didik lulus Anak dapat melakukan
NU 1 SKL Pemerintah mampu shalat wajib, dhuha, dan
Banyumas sesuai mempraktekan jumatan secara terartur
Kurikulum 2013 shalat wajib,
dhuha, dan jenazah
SD N 1 Sesuai dengan Menambah dengan
Banyumas SKL Pemerintah praktek shalat
sesuai wajib dan sunnah
Kurikulum 2013
MI Al Sesuai dengan Siswa mampu Ijazah syahadah hafalan
Anwar 01 SKL Pemerintah menyelesaikan ditunda sampai siswa
desa meskipun seluruh mapel PAI, hafal juz 30 Yasin
Tempur Kec. masih paham Aswaja,
Keling menggunakan BTA, hafal Yasin,
Jepara Kurikulum 2006 Juz ‘Amma, dan
Nahwu-shorof,
tafsir al Qur’an
MI Al Sesuai dengan Sama dengan MI Al Ijazah syahadah hafalan
Anwar 02 SKL Pemerintah Anwar 01 ditunda sampai siswa
dukuh meskipun hafal juz 30 Yasin
Duplak Kec. masih
Keling menggunakan
Jepara Kurikulum 2006
MTs An Sesuai dengan hafalan Asmaul Ditargetkan peserta
Nawawi 04 SKL Pemerintah Husna, bacaan didik mampu mengenal
Puworejo sesuai shalat, do’a-doa, dan menguasai sifat-sifat
Kurikulum 2013 dan hafalan surat Allah, do’a-do’a serta
pendek mampu menjalankan
shalat dengan bacaan
yang benar

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
87
MI Ma’arif Sesuai dengan Menambah dengan Target peserta didik
Magelang SKL Pemerintah hafalan surat lulus hafal juz 30,
sesuai pendek dan doa
Kurikulum 2013

Standar Isi/Kurikulum Pendidikan Agama


Dari semua subjek penelitian, standar isi yang
dilaksanakan pada madrasah/sekolah telah memuat kerangka
dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum
tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan. Secara
umum, standar isi Pendidikan Agama Islam (PAI) yang
dilaksanakan pada madrasah berbeda dengan yang berada di
sekolah umum. Hal ini dikarenakan pada madrasah PAI
bersifat rumpun mata pelajaran, sedangkan pada sekolah
sudah menjadi mata pelajaran tersendiri. Beban belajar peserta
didik pada rumpun mata pelajaran PAI, yaitu Al-Qur’an
Hadis, Akidah Akhlak, Fikih, dan Sejarah Kebudayaan Islam
adalah 2 jam dalam 1 minggu. Untuk kelas 1 dan kelas 2 tidak
memperoleh materi dari mapel SKI. Standar isi PAI mada
madrasah terjadi perbedaan ketika penggunaan kurikulum
juga berbeda. Dari 10 madrasah yang menjadi subjek
penelitian, terdapat 2 madrasah yang masih menggunakan
KTSP, yaitu MI Al Anwar 01 dan 02 Tempur Jepara. Adapun
untuk sekolah umum, beban belajar 3 jam dalam satu minggu
dengan materi dalam satu mapel, yaitu PAI. Dari seluruh
subjek penelitian diperoleh informasi sebagai berikut;

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
88 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
Tabel 5.2.
Standar Isi Madrasah/Sekolah di daerah Riset di Jawa Tengah
Nama Kuri Standar Isi Beban belajar Beban belajar Kalender Keterangan
Satuan kulu Plus Plus akademik
Pendidikan m
MI K-13 Hafalan 2 Jam dalam 1 beban belajar Mengikuti Tambahan jam
Annajmiya Asmaul minggu padatambahan diluar Pemerintah belajar tidak
h Husna, setiap Mapel jam beban jam tertulis di
(2011) Yasin, Surat sesuai beban belajar dokumen
pada Juz 30 belajar dari
Pemerintah kurikulum
diluar SI Pemerintah adalah 15 menit tetapi menjadi
Pemerintah sebelum jam kebiasaan yang
pertama setiap ditopang
hari dan dengan
sebelum pulang instruksi kepala
setiap hari. madrasah
Kegiatan PBM
ini tidak secara
tertulis
MI K-13 Sesuai buku 2 Jam dalam 1 Tidak ada Mengikuti Pembelajaran
Hidayatul pegangan minggu pada Pemerintah hanya terfokus
Mubtadiin guru dan setiap Mapel pada materi
(1985) siswa dalam PAI yang ada di
mapel PAI
MI Al K-13 Sesuai buku 2 Jam dalam 1 Tidak ada Mengikuti Pembelajaran
Hidayah pegangan minggu pada Pemerintah terfokus pada
(1967) guru dan setiap Mapel materi yang ada
siswa dalam PAI di mapel PAI
dan praktek
wudlu, shalat
dan cara
bertamu dan
menerima tamu
MI Al K-13 Sesuai buku 2 Jam dalam 1 Tidak ada Mengikuti “Kiblatnya”
Ma’arif pegangan minggu pada Pemerintah adalah
Kwarasan guru dan setiap Mapel Ahlussunnah Wal
(1974) siswa dalam PAI Jama’ah An
Nadliyyah dan
target hafal Juz
Amma
MI Senet K-13 Sesuai buku 2 Jam dalam 1 Penambahan Mengikuti Tadarrus dan
(1968) pegangan minggu pada jam pelajaran Pemerintah Praktek shalat
guru dan setiap Mapel untuk tadarrus
siswa dalam PAI dan praktek
shalat
MI Ma’arif K-13 Praktek 2 Jam dalam 1 Tidak ada Mengikuti Tambahan jam
NU shalat wajib minggu pada Pemerintah belajar tidak
Cilangkap dan sunnah setiap Mapel tertulis di

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
89
Banyumas dalam PAI dokumen
kurikulum
tetapi menjadi
kebiasaan yang
ditopang
dengan
instruksi kepala
madrasah
SD N 1 K-13 Bebas buta 3 Jam dalam 1 Tidak ada Mengikuti Pembelajaran
Cilangkap aksara Arab minggu pada Pemerintah hanya terfokus
Gumelar setiap Mapel pada materi
Banyumas dalam PAI yang ada di
mapel PAI
MI Al K- Aswaja, 2 Jam dalam 1 Terdapat Mengikuti Tambahan jam
Anwar 01 2006 BTA, minggu pada penambahan Pemerintah belajar ada yang
desa Hafalan setiap Mapel jam belajar akan tetapi tidak tertulis di
Tempur Yasin dan dalam PAI diluar jam yang KTSP dokumen
Kec. Keling Juz ‘Amma, ditetapkan kurikulum
Jepara dan Nahwu- Pemerintah tetapi menjadi
shorof, tafsir kebiasaan yang
al Qur’an ditopang
untuk kelas dengan
6) instruksi kepala
madrasah
MI Al K- Sama Sama dengan Sama dengan Sama Sama dengan
Anwar 02 2006 dengan pada pada MI Al pada MI Al dengan pada MI Al
Keling MI Al Anwar 01 Anwar 01 pada MI Al Anwar 01
Jepara Anwar 01 Anwar 01
MTs An K-13 hafalan 2 Jam dalam 1 Terdapat Mengikuti
Tambahan jam
Nawawi 04 Asmaul minggu pada penambahan Pemerintah
belajar ada yang
Donorejo Husna, setiap Mapel jam belajar tidak tertulis di
Kaligesing shalat, do’a- dalam PAI diluar jam yang dokumen
Puworejo doa, dan ditetapkan kurikulum
surat pendek Pemerintah tetapi menjadi
kebiasaan yang
ditopang
dengan
instruksi kepala
madrasah
MI Ma’arif K-13 Menambah 2 Jam dalam 1 Terdapat Mengikuti Tambahan jam
Wonolelo dengan minggu pada penambahan Pemerintah belajar tidak
Sawangan hafalan surat setiap Mapel jam belajar tertulis tetapi
Magelang pendek dan dalam PAI diluar jam yang menjadi kebia-
doa ditetapkan saan yang
Pemerintah ditopang
dengan
instruksi kepala
madrasah

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
90 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
Standar Proses dan Standar Penilaian
Secara ideal, proses pembelajaran pada satuan
pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat,
minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Selain itu, dalam proses pembelajaran pendidik memberikan
keteladanan. Namun demikian, tidak semua idealita tersebut
dilaksanakan oleh madrasah/sekolah sebagai subjek
penelitian.
Hal yang selalu dilakukan oleh madrasah/sekolah
dalam standar proses ini adalah melakukan perencanaan
proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran,
penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses
pembelajaran.
Tabel 5.3.
Standar Proses dan standar Penilaian Madrasah/Sekolah di
daerah Terpencil di Jawa Tengah
Nama Satuan Perencanaan Proses Pelaksanaan Standar Pengawasan
Pendidikan Proses Penilaian Proses
(SP)
MI a. Untuk Perencanaan a. Mengikuti a. Penilaian a. Mengikuti
Annajmiyah PBM PAI sesuai PBM Peme- diawali dari model
(2011) Pemerintah, meliputi rintah, seperti ulangan pengawasan
silabus, RPP dari pembukaan, harian, UTS, Pemerintah
KKM, Perencanaan inti dan US dan UKK b. Untuk hafalan
Penilaian dan penutup (mengikuti diserahkan
pembelajaran b. Pelaksanaan Pemerintah) kepada guru
b. Untuk perencanaan PBM asmaul b. Hafalan kelas masing-
pembelajaran husna dilak- Asmaul husna masing (Kepala
tambahan, seperti sanakan saat penilaian madrasah/sekol
Asmaul Husna, siswa akan dilakukan ah tidak
hafalan surat pendek, masuk kelas dengan cara mengecek
hafalan shalat tidak berbaris dicek hafalan hafalan)
dirancang secara dipimpin oleh oleh guru

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
91
khsus seperti RPP ketua kelas kelas satu
Pemerintah tetapi persatu
menjadi sebuah dengan peri-
pembiasaan yang ode tidak
didukung instruksi ditentukan
Kepala madrasah (tergantung
guru kelas.
Untuk juz 30
penilian
hafalan juga
maju satu
persatu
MI Hidayatul Untuk Perencanaan PBM Mengikuti PBM c. Penilaian Mengikuti model
Mubtadiin PAI sesuai Pemerintah, Peme- rintah, diawali dari pengawasan
(1985) meliputi silabus, RPP seperti ulangan Pemerintah
dari KKM, Perencanaan pembukaan, inti harian, UTS,
Peni laian dan dan penutup US dan UKK
pembelajaran (mengikuti
Pemerintah)
Untuk Perencanaan PBM Pelaksanaan Penilaian Dilakukan
PAI sesuai Pemerintah, proses belajar diawali dari supervisi oleh
meliputi silabus, RPP sesuai dengan ulangan harian, kepala MI yaitu
MI Al
dari KKM, Perencanaan perencanaan UTS, US dan mengontrol alat
Hidayah
Penilaian dan UKK pembelajaran
(1967)
pembelajaran (RPP, Prota,
promes) dan
supervisi kelas
Semua kegiatan PBM Pelaksanaan Penilaian Kepala MI selalu
berdasar pada proses belajar diawali dari mengontrol
MI Al Ma’arif
perencanaan sesuai sesuai dengan ulangan harian, kelengkapan
Kwarasan
dengan visi dan misi perencanaan UTS, US dan proses KBM
(1974)
UKK (Silabus, RPP, LKS
dan alat peraga)
MI Senet Semua kegiatan PBM Pelaksanaan Penilaian Kepala MI selalu
(1968) berdasar pada proses belajar diawali dari mengontrol
perencanaan sesuai sesuai dengan ulangan harian, kelengkapan
dengan visi dan misi perencanaan UTS, US dan proses KBM
UKK (Silabus, RPP, LKS
dan alat peraga)
MI Ma’arif Semua kegiatan PBM Pelaksanaan Penilaian Kepala MI selalu
NU berdasar pada proses belajar diawali dari mengontrol
Banyumas perencanaan sesuai sesuai dengan ulangan harian, kelengkapan
dengan visi dan misi perencanaan UTS, US dan proses KBM
UKK (Silabus, RPP, LKS
dan alat peraga)
SD N 1 Untuk Perencanaan PBM Pelaksanaan Penilaian Kepala sekolah
Cilangkap PAI sesuai Pemerintah, proses belajar diawali dari mengontrol
Gumelar meliputi silabus, RPP, sesuai dengan ulangan harian, kelengkapan pro-
Banyumas Perencanaan Penilaian perencanaan UTS, US dan ses belajar (Silabus,
dan pembelajaran UKK RPP, LKS)

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
92 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
MI Al Anwar a. Untuk Perencanaan a. Mengikuti a. Penilaian a. Mengikuti
01 Jepara PBM PAI sesuai PBM Peme- diawali dari model
Pemerintah, meliputi rintah, seperti ulangan pengawasan
silabus, RPP dari pembukaan, harian, UTS, Pemerintah
KKM, Perencanaan inti dan US dan UKK b. Untuk hafalan
Penilaian dan penutup (mengikuti diserahkan
pembelajaran b. Pelaksanaan Pemerintah) kepada guru
b. Untuk perencanaan PBM asmaul b. Hafalan kelas masing-
pembelajaran husna dilak- Asmaul masing (Kepala
tambahan, seperti sanakan saat husna madrasah/sekol
Asmaul Husna, siswa akan penilaian ah tidak
hafalan surat pendek, masuk kelas dilakukan mengecek
hafalan shalat tidak berbaris dengan cara hafalan)
dirancang secara dipimpin oleh dicek hafalan
khsus seperti RPP ketua kelas oleh guru
Pemerintah tetapi kelas satu
menjadi sebuah persatu
pembiasaan yang dengan peri-
didukung instruksi ode tidak
Kepala madrasah ditentukan
(tergantung
guru kelas.
Untuk juz 30
penilian
hafalan juga
maju satu
persatu
MI Al Anwar Sama dengan MI Al Sama dengan MI Sama dengan MI Sama dengan MI
02 Jepara Anwar 01 Al Anwar 01 Al Anwar 01 Al Anwar 01
MTs An Perencanaan dalam Pelaksanaan PBM Meskipun Kepala Madrasah
Nawawi 04 bentuk Silabus disusun sesuai dengan Pernecanaan dan sering
Donorejo oleh MGMP silabus dan RPP Pelaksanaan mengadakan PBM
Kaligesing yang disusun PBM
Puworejo menggunakan
K-13 akan tetapi
penilaian masih
menggunakan
Kuruikulum
2006
MI Ma’arif Perencanaan dalam Pelaksanaan PBM Meskipun Kepala Madrasah
Wonolelo bentuk Silabus disusun sesuai dengan Pernecanaan dan sering
Sawangan oleh KKM silabus dan RPP Pelaksanaan mengadakan PBM
Magelang yang disusun PBM
menggunakan
K-13 akan tetapi
penilaian masih
menggunakan
Kuruikulum
2006

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
93
Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan
kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan
rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional.Kualifikasi akademik yang dimaksudkan
di atas adalah tingkat pendidikan minimal yang harus
dipenuhi oleh seorang pendidik yaitu minimal sarjana S.1 dan
hal ini dapat dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat
keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan
yang berlaku.
Kompetensi tenaga pendidik sebagai agen
pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
diharapkan tidak sekedar menguasai bahan ajar yang
tercantum dalam mata pelajaran, melainkan juga menguasai
berbagai model atau metode pembelajaran dan mengikuti
perkembangan pendidikan secara global agar tidak tertinggal
dengan sekolah lain yang berada di perkotaan. Akan tetapi
karena keterbatasan finansial dan komunikasi maka idealitas
yang diharapkan untuk mencapai standar pendidik dan
kependidikan sulit dijangkau. Standar pendidik dan
kependidikan yang dimaksud meliputi:Kompetensi pedagogik,
Kompetensi kepribadian, Kompetensi profesional; dan
Kompetensi sosial.

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
94 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
Tabel 4.4.
Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Madrasah/Sekolah di daerah Terpencil di Jawa Tengah
Nama Satuan Pendidikan MA/SMA S.1 / Keterangan
(SP) /SMK S.2
MI Annajmiyah (2011) 3 6 Kepala MI belum selesai S.1.
MI Hidayatul Mubtadiin 1 8 Sertifikasi 7
(1985) Belum sertifikasi 2
MI Al Hidayah (1967) - 8/1 Sertifikasi 6
Belum sertifikasi 3
MI Ma’arif Juwiring 1 15 Sertifikasi 12
(1974) Belum sertifikasi 4
MI Senet (1968) 2 5 Sertifikasi 2
Belum sertifikasi 5
MI Ma’arif NU Banyumas - 10 Sertifikasi 7
Belum sertifikasi 3
SD N 1 Banyumas 2 9 -
MI Al Anwar 01 desa 4 8 - Hafidz/oh, mampu membaca
Tempur Jepara kitab kuning
- Sertifikasi 7 dan belum
sertifikasi 6
MI Al Anwar 02 dukuh 6 5 - Hafidz/oh, mampu membaca
Duplak Jepara kitab kuning
- Sertifikasi 3 dan belum
sertifikasi 8
MTs An Nawawi 04 1 17/1 - Hafalan Asmaul Husna,
shalat, do’a-doa, dan surat
pendek
- Sertifikasi 5 orang, belum
sertifikasi 13,
MI Ma’arif Magelang 1 7 - Menambah dengan hafalan
surat pendek dan doa Guru
PNS ada 2 orang.
- Guru TPG 2 orang, TFG 3
orang, dan belum S1 1 orang

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
95
Standar Sarana dan Prasarana,
Keterbatasan standar sarana dan prasarana
madrasah/sekolah pada subjek penelitian bisa difahami
karena secara ekonomi masyarakat dan komunikasi dengan
Kementerian sebagai institusi yang membina sulit dijangkau.
Meskipun demikian upaya agar sarana dan prasarana sesuai
dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 24 tahun
2007 tetap dilakukan. Keterbatasan sarana dan prasana
penyelenggaraan pendidikan di madrasah/sekolah daerah
terpencil adalah sebagai berikut:
Tabel 4.5.
Standar Sarana dan Prasarana Madrasah/Sekolah di daerah
Terpencil di Jawa Tengah
Nama Satuan 17 28 Rombel
Pendidikan (SP)
MI Annajmiyah Tidak ada Lengkap 6 (kelas 1=16, 2=16, 3=17,
(Berdiri tahun perpustakaan, 4=20, 5=21, 6=30)
2011)
MI Hidayatul Lengkap Lengkap 6 (kelas 1=5, 2=7, 3=11,
Mubtadiin (1985) 4=10, 5=9, 6=9)
MI Al Hidayah Lengkap Lengkap 6 (kelas 1=18, 2=12, 3=14,
(1967) 4=16, 5=17, 6=16)
MI Ma’arif Perpustakaan Lengkap 6 (kelas 1=58, 2=64, 3=45,
Juwiring (1974) satu ruang guru 4=35, 5=21, 6=22)
MI Senet (1968) Ruang Kepala Lengkap 6 (kelas 1=4, 2=5, 3=3,
MI dan Guru 4=9, 5=6, 6=0)
MI Ma’arif NU Lengkap Lengkap 6 (kelas 1=17, 2=18, 3=21,

7perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber

belajar lainnya, teknologi informasi dan komunikasi, serta perlengkapan lain


yang wajib dimiliki oleh setiap sekolah/madrasah. Dari seluruh
Madrasah/sekolah tidak yang memasang internet, audio visual, dan sangat
sedikit yang memiliki laptop madrasah/sekolah.
8lahan, bangunan, ruang-ruang, dan instalasi daya dan jasa

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
96 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
Cilangkap 4=13, 5=10, 6=10)
SD N 1 Cilangkap Lengkap Lengkap 6 (kelas 1=11, 2=9, 3=10,
Gumelar Banyumas 4=6, 5=7, 6=8)
MI Al Anwar 01 Tidak ada Lengkap 6 (kelas 1=21, 2=15, 3=17,
desa Tempur perpustakaan 4=26, 5=20, 6=21)
Jepara
MI Al Anwar 02 Lengkap Lengkap 6 (kelas 1=9, 2=6, 3=10,
dukuh Duplak 4=7, 5=7, 6=7)
Jepara
MTs An Nawawi Lengkap Cukup 5 (Kls VIIA: 18, Kls VIIB:17,
04 Donorejo Kls VIII: 27, Kls IXA: 20, Kls
Puworejo IXB: 23)
MI Ma’arif Kurang Kurang 6 (Kls1: 28, Kls 2: 22, Kls
Wonolelo Lengkap lengkap III: 17, Kls IV: 23, Kls V:
Sawangan 20 dan Kls VI: 16)
Magelang

Standar Pengelolaan,
Standar Pengelolaan terdiri dari 3 (tiga) bagian, yakni
standar pengelolaan oleh satuan pendidikan, standar
pengelolaan oleh Pemerintah Daerah dan standar pengelolaan
oleh Pemerintah. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia yang berkaitan dengan Standar
Pengelolaan adalah permen No 19 Tahun 2007 tentang
Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah. Pada pasal 1 (1) Setiap satuan
pendidikan wajib memenuhi standar pengelolaan pendidikan
yang berlaku secara nasional. Untuk mengetahui standar
pengelolaan madrasah/sekolah subjek penelitian adalah pada
tabel berikut.

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
97
Tabel 4.6.
Standar Pengelolaan Madrasah/Sekolah di daerah Terpencil di
Jawa Tengah
Nama Standar Pengelolaan PAI Keterangan
Satuan
Pendidikan
(SP)
MI PAI yang diajarkan Visi dan misi serta
Annajmiyah merupakan pengejawantahan strukutur dan
dari visi dan misi madrasah, pembagian tugas tidak
(Berdiri
Pembagian tugas PAI, ekstra ditampilkan di ruang
tahun 2011)
kurikuler PAI, Kemitraan kantor
PAI, Kepemimpinan,
Investasi sarpras PAI, biaya
pengembangan pendidikan
PAI
MI PAI yang diajarkan Visi dan misi serta
Hidayatul merupakan pengejawantahan strukutur, pembagian
Mubtadiin dari visi dan misi madrasah, tugas, dan moto
Pembagian tugas PAI, ekstra penyemangat
(1985)
kurikuler PAI, Kemitraan ditampilkan di ruang
PAI, Kepemimpinan, kantor dan dinding
Investasi sarpras PAI, biaya strategis
pengembangan pendidikan
PAI
MI Al PAI yang diajarkan - Visi, Misi, dan tujuan
Hidayah merupakan pengejawantahan dipasang di ruangan
(1967) dari visi dan misi madrasah, dan ditulis dengan cat
Pembagian tugas PAI, ekstra di tembok sekolah,
kurikuler PAI, Kemitraan sehingga bisa dibaca
PAI, Kepemimpinan, oleh setiap orang yang
Investasi sarpras PAI, biaya lewat didepan
pengembangan pendidikan
Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
98 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
PAI sekolah.
- diruang guru dan
kepala sekolah yang
menjadi satu dipasang
struktur organisasi
madrasah, tugas
masing-masing guru,
keterangan diri guru,
dll
MI Ma’arif PAI yang diajarkan - Diruang kepala
Juwiring merupakan pengejawantahan sekolah dipasang viei,
(1974) dari visi dan misi madrasah, misi, dan tujuan
Pembagian tugas PAI, ekstra madrasah.
kurikuler PAI, Kemitraan
- diluar tembok teras
PAI, Kepemimpinan,
sekolah ada papan
Investasi sarpras PAI, biaya
penerimaan Dana BOS
pengembangan pendidikan
(sehingga transparansi
PAI
pendanaan sekolah
ada)
- Dirunag guru
ditempel bermacam
keterangan yang
berkaitan dengan data
guru
- diruang guru ditempel
tanda bel yang
mengartikan waktu
jam pelajaran dimulai,
jam istirahan, dan jam
pulang sekolah; dll

MI Senet PAI yang diajarkan - Di ruangan guru dan


(1968) merupakan pengejawantahan kepala sekolah yang

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
99
dari visi dan misi madrasah, menjadi satu dipasang
Pembagian tugas PAI, ekstra Visi, Misi, dan tujuan,
kurikuler PAI, Kemitraan struktur organisasi
PAI, Kepemimpinan, madrasah, tugas
Investasi sarpras PAI, biaya masing-masing guru,
pengembangan pendidikan keterangan diri guru,
PAI dll

MI Ma’arif PAI yang diajarkan Visi dan misi serta


NU merupakan pengejawantahan strukutur, dan
Cilangkap dari visi dan misi madrasah, pembagian tugas
Gumelar Pembagian tugas PAI, ekstra ditampilkan di ruang
Banyumas kurikuler PAI, Kemitraan kantor dan dinding
PAI, Kepemimpinan, strategis
Investasi sarpras PAI, biaya
pengembangan pendidikan
PAI

SD N 1 PAI yang diajarkan hanya Visi dan misi serta


Gumelar mendasarkan pada strukutur, dan
Banyumas kurikulum yang dijadikan pembagian tugas
acuan pembelajaran PAI ditampilkan di ruang
kantor dan dinding
strategis
MI Al Sudah lengkap, yaitu Visi dan misi serta
Anwar 01 terdapat visi, misi, rencana strukutur, dan
desa Tempur kerja Madrasah, kurikulum, pembagian tugas
Kec. Keling kalender ditampilkan di ruang
Jepara pendidikan/akademik, kantor dan dinding
struktur organisasi strategis
madrasah, pembagian tugas,
peraturan akademik, tata
tertib madrasah, kode etik
madrasah, dan biaya
operasional.

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
100 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
MI Al Sudah lengkap, yaitu Terpampang di dinding
Anwar 02 terdapat visi, misi, rencana kantor
dukuh kerja Madrasah, kurikulum,
Duplak desa kalender
Tempur Kec. pendidikan/akademik,
Keling struktur organisasi
Jepara madrasah, pembagian tugas,
peraturan akademik, tata
tertib madrasah, kode etik
madrasah, dan biaya
operasional.
MTs An PAI yang diajarkan Visi dan misi serta
Nawawi 04 merupakan pengejawantahan strukutur dan
Donorejo dari visi dan misi madrasah, pembagian tugas tidak
Kaligesing Pembagian tugas PAI, ekstra ditampilkan di ruang
Puworejo kurikuler PAI, Kemitraan kantor
PAI, Kepemimpinan,
Investasi sarpras PAI, biaya
pengembangan pendidikan
PAI
MI Ma’arif PAI yang diajarkan Visi dan misi serta
Wonolelo merupakan pengejawantahan strukutur, pembagian
Sawangan dari visi dan misi madrasah, tugas, dan moto
Magelang Pembagian tugas PAI, ekstra penyemangat
kurikuler PAI, Kemitraan ditampilkan di ruang
PAI, Kepemimpinan, kantor dan dinding
Investasi sarpras PAI, biaya strategis
pengembangan pendidikan
PAI

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
101
Standar Pembiayaan Pendidikan,
Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi,
biaya operasi, dan biaya personal. Biaya investasi satuan
pendidikan sebagaimana dimaksud di atas meliputi biaya
penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan
sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap. Biaya personal
sebagaimana dimaksud meliputi biaya pendidikan yang harus
dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses
pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan, Gaji pendidik
dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat
pada gaji, bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan
biaya operasional pendidikan tak langsung berupa daya
listrik, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan
prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak,
asuransi, dan lain sebagainya.
Bagi madrasah/sekolah yang berada di daerah
terpencil cukup sulit untuk memenuhi seluruh standar
pembiayaan. Faktor pendapatan masyarakat dengan standar
ekonomi menengah ke bawah menjadi faktor utama tidak
terpenuhinya standar layanan pendidikan tersebut. Standar
pembiayaan pendidikan pada subjek penelitian adalah sebagai
berikut

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
102 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
Tabel 4.7.
Standar Pembiayaan Pendidikan Madrasah/Sekolah di daerah
Terpencil di Jawa Tengah
Nama Satuan Biaya Pendidikan Keterangan
Pendidikan (SP)
MI Annajmiyah Tidak terdapat rencana kerja dengan Untuk PHBI
(2011) anggaran khusus untuk kegiatan PAI, terencana karena
seperti pembelaian buku-buku PAI, siklus tahunan dan
Honor untuk penambahan jam PAI, tidak direncanakan
media pembelajaran PAI, dana untuk angaran karena
PHBI. Biaya operasional anggaran lebih
mengandalkan dana BOS menekankan pada
peran masyarakat
MI Hidayatul Tidak terdapat rencana kerja dengan Peserta didik gratis
Mubtadiin anggaran khusus untuk kegiatan PAI, dari biaya pendidikan
(1985) seperti pembelaian buku-buku PAI,
Honor untuk penambahan jam PAI,
media pembelajaran PAI, dana untuk
PHBI. Biaya operasional
mengandalkan dana BOS
MI Al Hidayah Tidak terdapat rencana kerja dengan anggaran khusus untuk
(1967) kegiatan PAI, seperti pembelaian buku-buku PAI, Honor
untuk penambahan jam PAI, media pembelajaran PAI, dana
untuk PHBI. (semua dana untuk kegiatan madrasah berasal
dari dana BOS, dan tidak ada infak bulanan sama sekali dari
siswa)
MI Ma’arif Tidak terdapat rencana kerja dengan anggaran khusus untuk
Juwiring (1974) kegiatan PAI, seperti pembelaian buku-buku PAI, Honor
untuk penambahan jam PAI, media pembelajaran PAI, dana
untuk PHBI. (semua dana untuk kegiatan madrasah berasal
dari dana BOS dan infak bulanan kelas satu dan dua)
MI Senet (1968) Tidak terdapat rencana kerja dengan anggaran khusus untuk
kegiatan PAI, seperti pembelaian buku-buku PAI, Honor
untuk penambahan jam PAI, media pembelajaran PAI, dana
untuk PHBI. (semua dana untuk kegiatan madrasah berasal
dari dana BOS, dan tidak ada infak bulanan sama sekali dari
siswa)

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
103
MI Ma’arif NU Tidak terdapat rencana kerja dengan Masyarakat dan wali
Gumelar anggaran khusus untuk kegiatan PAI, siswa memberi
Banyumas seperti pembelaian buku-buku PAI, bantuan dana setiap
Honor untuk penambahan jam PAI, ada kegiatan
media pembelajaran PAI, dana untuk keagamaan
PHBI.
SD N 1 Tidak terdapat rencana kerja dengan Masyarakat dan wali
Cilangkap anggaran khusus untuk kegiatan PAI, siswa memberi
Banyumas seperti pembelaian buku-buku PAI, bantuan dana setiap
Honor untuk penambahan jam PAI, ada kegiatan
media pembelajaran PAI, dana untuk keagamaan
PHBI.
MI Al Anwar Biaya pendidikan dari BOS, bantuan Masyarakat memberi
01 Jepara pemerintah, masyarakat, makan siang guru
dan TU setiap hari
secra bergiliran
MI Al Anwar Biaya pendidikan dari BOS, bantuan Masyarakat memberi
02 Jepara pemerintah, masyarakat, makan siang guru
dan TU setiap hari
secra bergiliran
MTs An Tidak terdapat rencana kerja dengan Peserta didik gratis
Nawawi 04 anggaran khusus kegiatan PAI, seperti dari biaya pendidikan
Puworejo pembelaian buku-buku PAI, Honor
untuk penambahan jam PAI, media
pembelajaran PAI, dana untuk PHBI.
MI Ma’arif Sama dengan MTs An Nawawi Peserta didik gratis
Magelang dari biaya pendidikan

Peran Masyarakat terhadap Penyelenggaraan Pendidikan


Agama
Peran Masyarakat dalam penyelenggaraan PAI di
madrasah rata-rata sangat baik, terutama pada kegiatan PHBI,
bahkan tidak sedikit ide penyelenggaraan muncul dari
anggota masyarakat. Hal ini jarang ditemukan pada sekolah
umum. Pada aspek tertentu peran masyarakat terhadap
madrasah terdapat perbedaan, seperti terdapat masyarakat
Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
104 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
yang membantu dalam pembiayaan dan terdapat masyarakat
yang membantu dalam akomodasi acara kegiataan
keagamaan. Dari subjek penelitian, terdapat keunikan
tersendiri yang berbeda antar madrasah, yaitu selain dari
aspek pembiayaan terdapat peran masyarakat yang berupa
usulan target setelah lulus, yaitu hafal juz 30 atau juz ‘amma.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.8.
Peran Masyarakat terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Agama
Satuan Bentuk Peran Keterangan
Pendidikan Masyarakat terkait
dengan PAI
MI Masyarakat tidak tidak Masyarakat tidak terlibat dalam
Annajmiyah memberikan usulan penyusunan kurikulum
(2011) terhadap madrasah/ sekolah dan
penyelenggaraan PAI menyerahkan sepenuhnya pada
kecuali pada kegiatan madrasah
PHBI
MI Hidayatul Masyarakat tidak tidak memberikan usulan terhadap
Mubtadiin penyelenggaraan PAI kecuali pada kegiatan PHBI
(1985)
MI Al SKL : Mengusulkan Mengapresiasi perilaku anak
Hidayah agar lulusan madrasah dalam kegiatan keagamaan
(1967) hafal juz 30, do’a-do’a, (Orang tua secara formal maupun
surat yasin. tidak formal melaporkan progres
hafalan siswanya pada madrasah,
seperti cek hafalan, shalat 5
waktu)
MI Ma’arif SKL : Mengusulkan Mengapresiasi perilaku anak
Juwiring agar lulusan madrasah dalam kegiatan keagamaan
(1974) hafal juz 30, do’a-do’a, terutama dalam shlat 5 waktu
surat yasin.

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
105
MI Senet SKL : Mengusulkan Mengapresiasi perilaku anak
(1968) agar lulusan madrasah dalam kegiatan keagamaan
hafal juz 30, do’a-do’a, (Orang tua melaporkan progres
surat yasin. hafalan siswanya pada madrasah,
seperti cek hafalan, shalat 5
waktu,
MI Ma’arif Masyarakat tidak tidak Masyarakat menyerahkan
NU Gumelar memberikan usulan penyelenggaraan PAI pada
Banyumas terhadap madrasah kecuali pada acara
penyelenggaraan PAI PHBI
SD N 1 Masyarakat tidak tidak Masyarakat menyerahkan
Cilangkap memberikan usulan penyelenggaraan PAI pada
Banyumas terhadap sekolah
penyelenggaraan PAI
MI Al Anwar SKL : Mengusulkan Mengapresiasi perilaku anak
01 Jepara agar lulusan madrasah dalam kegiatan keagamaan
hafal juz 30, do’a-do’a, (Orang tua melaporkan progres
surat yasin, mampu hafalan siswanya pada madrasah,
membaca kitab kuning, seperti cek hafalan, shalat 5
dan menguasai waktu,
nahwu/sharaf.
MI Al Anwar SKL : Mengusulkan Mengapresiasi perilaku anak
02 Jepara agar lulusan madrasah dalam kegiatan keagamaan
hafal juz 30, do’a-do’a, (Orang tua melaporkan progres
surat yasin, mampu hafalan siswanya pada madrasah,
membaca kitab kuning, seperti cek hafalan, shalat 5
dan menguasai nahwu/ waktu,
sharaf.
MTs An Masyarakat Masyarakat memandang bahwa
Nawawi 04 tidak a. Cara beribadah sudah sesuai syariat
Puworejo memberika padahal sebelumnya tidak
n usulan b. Masyarakat sudah memahami hukum
terhadap Islam seperti Wajib, Hukum, Sunah,
penyelengg Mubah dan Makruh padahal sebelumnya
araan PAI tidak
c. Sebelum ada MTs anak usai sekolah
hanya bermain dan tidak mengenal
mengaji, bahkan jarang yang berpakaian
muslim sekarang sudah.

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
106 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
d. Kehidupan masyarakat cenderung agamis
e. Mengurangi tindak kejahatan, tidak orang
berjudi secara terang terangan. Mungkin
malu ataupun sudah tahu bahwa
perbutanya bertentangan dengan nilai-
nilai Islam
f. Output paham sopan santun, sadar
kewajiban beragama
MI Ma’arif Masyarakat Masyarakat memandang bahwa
Magelang tidak a. Jam belajar anak untuk mempelajari
memberika agama semakin banyak, sehingga jam
n usulan untuk bermain menjadi kurang
terhadap b. Mendapatkan ilmu baik umum maupun
penyelengg agama
araan PAI c. Dusun menjadi lebih berwibawa karena
ada sekolah formal
d. Dusun menjadi rame dengan kegiatan
keagamaan

Peran Pemerintah terhadap Penyelenggaraan Pendidikan


Agama
Peran Pemerintah dalam penyelenggaraan PAI di
madrasah/ sekolah secara umum hanya memfasilitasi
terutama dalam penyediaan buku-buku PAI dan bersifat
terbatas karena Kementerian mengandalkan BSE (Buku
Sekolah Elektronik). Dengan keterbatasan teknologi yang ada,
madrasah/sekolah yang di daerah terpencil dan terisolir tidak
memiliki kemampuan untuk mendownload sehingga buku
PAI maupun infromasi yang terkait dengan penyelenggaraan
pendidikan agama selalu terlambat.
Dari subjek penelitian, terdapat perbedaan fasilitas
yang diperoleh madrasah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada tabel berikut.

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
107
Tabel 4.9.
Peran Pemerintah terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Agama
Satuan Bentuk Peran Pemerintah Keterangan
Pendidikan terkait dengan PAI
MI 1. Kementeraian Agama Belum semua
Annajmiyah mengirim buku pegangan guru PAI
guru dan siswa untuk PAI didampingi
2. Kemenag melalui Pengawas dalam
mendampingi implementasi implementasi
K-13 PAI yang meliputi ; KI PAI K-13,
(Kompetensi Inti), Standar meskipun
Proses, SKL, dan Standar demikian
Penilaian Pengawas
3. Kementerian melalui mendampingi
Pengawas mengontrol guru PAI dalam
pelaksanaan kurikulum 2013 PBM PAI di
terutama untuk penilaian madrasah 1 bulan
yang masih menggunakan sekali
model kurikuum 2006
MI 1. Kementeraian Agama Semua guru PAI
Hidayatul mengirim buku pegangan didampingi
Mubtadiin guru dan siswa untuk PAI dalam
(1985) 2. Kemenag melalui Pengawas implementasi
mendampingi implementasi PAI K-13 dan
K-13 PAI yang meliputi ; KIPengawas
(Kompetensi Inti), Standar mendampingi
Proses, SKL, dan Standar guru PAI dalam
Penilaian PBM PAI di
madrasah 1 bulan
sekali
MI Al 1. Kementeraian Agama mengirim buku pegangan
Hidayah guru dan siswa untuk PAI
(1967) 2. Kemenag melalui Pengawas mendampingi
Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
108 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
implementasi K-13 PAI yang meliputi ; KI
(Kompetensi Inti), Standar Proses, SKL, dan
Standar Penilaian
MI Ma’arif 1. Kementeraian Agama mengirim buku pegangan
Juwiring guru dan siswa untuk PAI
(1974) 2. Kemenag melalui Pengawas mendampingi
implementasi K-13 PAI yang meliputi ; KI
(Kompetensi Inti), Standar Proses, SKL, dan
Standar Penilaian
MI Senet 1. Kementeraian Agama mengirim buku pegangan
(1968) guru dan siswa untuk PAI
2. Kemenag melalui Pengawas mendampingi
implementasi K-13 PAI yang meliputi ; KI
(Kompetensi Inti), Standar Proses, SKL, dan
Standar Penilaian
MI Ma’arif 1. Kementeraian Agama -Guru PAI
NU 01 mengirim buku pegangan terkadang
Gumelar guru dan siswa untuk PAI didampingi
Banyumas 2. Kemenag melalui Pengawas Pengawas
mendampingi implementasi terutama terkait
PAI yang meliputi ; KI dengan PAI K-13
(Kompetensi Inti), Standar
Proses, SKL, dan Standar
Penilaian
SD N 1 1. Kementeraian Agama Guru PAI
Cilangkap mengirim buku pegangan terkadang
Banyumas guru dan siswa untuk PAI didampingi
2. Kemenag melalui Pengawas dalam
mendampingi implementasi implementasi
K 2006 PAI yang meliputi ; PAI K 2006 dan
KI (Kompetensi Inti), Standar Pengawas
Proses, SKL, dan Standar mendampingi
Penilaian guru PAI dalam
PBM PAI di
madrasah

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
109
meskipun hanya
sesekali dalam 1
tahun
MI Al Anwar Kementeraian Agama mengirim buku pegangan
01 Jepara guru dan siswa untuk PAI, tetapi MI masih
melaksanakan Kurikulum 2006
MI Al Anwar Sama dengan MI Al Anwar 01
02
MTs An Kementeraian Agama mengirim Belum semua
Nawawi 04 buku PAI pegangan guru guru PAI
Puworejo didampingi
dalam
implementasi
PAI K-13
MI Ma’arif 1. Kementeraian Agama Semua guru PAI
Magelang mengirim buku pegangan didampingi
guru dan siswa untuk PAI dalam
2. Kemenag melalui Pengawas implementasi
mendampingi implementasi PAI K-13
K-13 PAI yang meliputi ; KI,
Standar Proses, SKL, dan
Standar Penilaian

Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Penyelenggaraan


Pendidikan Agama
Penyelenggaraan pendidikan di madrasah/sekolah
daerah penelitian memiliki dukungan yang kuat dari
masyarakat sehingga tidak sedikit anggota masyarakat yang
memberi tanah wakaf, tenaga, dan fikiran. Dukungan tersebut
bagi masyarakat yang terpencil dan terisolir belum cukup
terutama untuk melengkapi fasilitas pembelajaran, baik dari
SDM tenaga pendidik dan tenaga kependidikan maupun
sarana dan prasarana. Apalagi dikaitkan dengan
Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
110 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
perkembangan lembaga pendidikan di era global sekarang ini
yang begitu cepat, madrasah/sekolah sulit untuk ikut
berkompetisi dalam kualitas maupun kuantitatas.
Madrasah/sekolah daerah terpencil dan terisolir sulit untuk
memperoleh “pengakuan” sebagai sekolah yang bisa
“bersanding” dengan madrasah/sekolah pada umumnya.
Padahal apabila fasilitas teknologi informasi dan jaringan
komunikasi dengan “dunia luar” agar bisa bersaing di era
global ini akan menjadi daya dukung. Hambatan teknologi
informasi dan jaringan komunikasi inilah yang menjadi faktor
penghambat penyelenggaraan pendidikan khususnya
pendidikan agama. Untuk melihat lebih jelas faktor
pendukung dan penghambat adalah sebagai berikut.
Tabel.4.10
Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Penyelenggaraan
Pendidikan Agama dari Pemerintah
Satuan Pendukung Penghambat
Pendidikan
MI Annajmiyah 1. Menyediakan buku- 1. Pendampingan dilakukan
buku PAI baik yang kurang intensif
utama maupun yang 2. Sulitnya memperoleh
penunjang bantuan yang mendukung
2. Mendampingi guru PAI penyelenggaraan PAI,
dalam implementasi K- seperti bantuan alat
13 PAI peraga, tempat ibadah
3. Memfasilitasi usulan
sertifikasi guru PAI
4. Memberi ijin guru PAI
untuk studi lanjut
MI Hidayatul Sama dengan di atas Sulitnya memperoleh
Mubtadiin bantuan yang mendukung
(1985) penyelenggaraan PAI,
seperti bantuan alat peraga,
tempat ibadah

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
111
MI Al Hidayah Sama dengan di atas Sama dengan yang diatas
(1967)
MI Ma’arif (1974) Sama dengan di atas Sama dengan yang diatas
MI Senet (1968) Sama dengan di atas Sama dengan yang diatas
MI Ma’arif NU Sama dengan di atas Sama dengan yang diatas
SD N 1 Banyumas Sama dengan di atas Sama dengan yang diatas
MI Al Anwar 01 Sama dengan di atas Masih menggunakan
kurikulum 2006
MI Al Anwar 02 J Sama dengan di atas Masih menggunakan
kurikulum 2006
MTs An Nawawi 1. Menyediakan buku- 1. Pendampingan dilakukan
04 buku PAI baik yang kurang intensif
utama maupun yang 2. Sulitnya memperoleh
penunjang bantuan yang mendukung
2. Mendampingi guru PAI penyelenggaraan PAI,
dalam implementasi K- seperti bantuan alat
13 PAI peraga, tempat ibadah
3. Memfasilitasi usulan
sertifikasi guru PAI
4. Memberi ijin guru PAI
untuk studi lanjut
MI Ma’arif Sama dengan di atas Sulitnya memperoleh
Magelang bantuan yang mendukung
penyelenggaraan PAI,
seperti bantuan alat peraga,
tempat ibadah

Tabel.4.11
Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Penyelenggaraan
Pendidikan Agama dari Masyarakat
Satuan Pendukung Penghambat
Pendidikan
MI 1. Memfasilitasi praktek Masih terdapat anggota
Annajmiyah ibadah di mushalla/masjid masyarakat yang kurang
di lingkungan masyarakat peduli terhadap
2. Memberikan dukungan kegiataan keagamaan
Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
112 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
dalam penyelenggaraan yang diselenggarakan
PHBI oleh madrasah
3. Penyediaan tanah wakaf
untuk sarana dan
prasarana madrasah
cukup kuat
4. Penyaluran ide/gagasan
masyarakat dalam
pengembangan madrasah
cukup kuat.
MI 1. Memfasilitasi praktek Masih terdapat anggota
Hidayatul ibadah di mushalla/masjid masyarakat yang kurang
Mubtadiin di lingkungan masyarakat peduli terhadap
(1985) 2. Memberikan dukungan kegiataan keagamaan di
dalam penyelenggaraan madrasah
PHBI
MI Al 1. Memfasilitasi praktek Masih terdapat anggota
Hidayah ibadah di mushalla/masjid masyarakat yang kurang
(1967) di lingkungan masyarakat peduli terhadap
2. Memberikan dukungan kegiataan keagamaan
dalam penyelenggaraan yang diselenggarakan
PHBI oleh madrasah/sekolah
3. Penyaluran ide dan
gagasan masyarakat
terhadap pengembangan
madrasah cukup kuat.
MI Ma’arif 1. Memfasilitasi praktek Masih terdapat anggota
Juwiring ibadah di mushalla/masjid masyarakat yang kurang
(1974) di lingkungan masyarakat peduli terhadap
2. Memberikan dukungan kegiataan keagamaan
dalam penyelenggaraan yang diselenggarakan
PHBI oleh madrasah
3. Penyaluran ide dan
gagasan masyarakat
terhadap pengembangan

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
113
madrasah cukup kuat.
MI Senet 1. Memfasilitasi praktek Masih terdapat anggota
(1968) ibadah di mushalla/masjid masyarakat yang kurang
di lingkungan masyarakat peduli terhadap
2. Memberikan dukungan kegiataan keagamaan
dalam penyelenggaraan yang diselenggarakan
PHBI oleh madrasah
3. Penyaluran ide dan
gagasan masyarakat
terhadap pengembangan
madrasah cukup kuat.
MI Ma’arif 1. Memfasilitasi praktek Masih terdapat anggota
NU Gumelar ibadah di mushalla/masjid masyarakat yang kurang
Banyumas di lingkungan masyarakat peduli terhadap
2. Memberikan dukungan kegiataan keagamaan
dalam penyelenggaraan yang diselenggarakan
PHBI oleh madrasah
3. Penyaluran ide dan
gagasan masyarakat
terhadap pengembangan
madrasah cukup kuat.
SD N 1- -
Cilangkap
Banyumas
MI Al 1. Memfasilitasi praktek ibadah di mushalla/masjid di
Anwar 01 lingkungan masyarakat
Jepara 2. Memberikan dukungan dalam penyelenggaraan
PHBI
3. Penyediaan tanah wakaf untuk sarana dan
prasarana madrasah cukup kuat
4. Penyaluran ide dan gagasan masyarakat terhadap
pengembangan madrasah cukup kuat.
MI Al 5. Sama dengan MI Al -
Anwar 02 Anwar 01
Jepara

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
114 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
MTs An 1. Memfasilitasi praktek Masih terdapat anggota
Nawawi 04 ibadah di mushalla/masjid masyarakat yang kurang
Puworejo di lingkungan masyarakat peduli terhadap
2. Memberikan dukungan kegiataan keagamaan
dalam penyelenggaraan yang diselenggarakan
PHBI oleh madrasah/sekolah
3. Penyediaan tanah wakaf
untuk sarana dan
prasarana madrasah
cukup kuat
4. Penyaluran ide dan
gagasan masyarakat
terhadap pengembangan
madrasah cukup kuat.
MI Ma’arif 1. Memfasilitasi praktek Masih terdapat anggota
Magelang ibadah di mushalla/masjid masyarakat yang kurang
di lingkungan masyarakat peduli terhadap
2. Memberikan dukungan kegiataan keagamaan
dalam penyelenggaraan yang diselenggarakan
PHBI oleh madrasah/sekolah
3. Penyediaan tanah wakaf
untuk sarana dan
prasarana madrasah
cukup kuat
4. Penyaluran ide dan
gagasan masyarakat
terhadap pengembangan
madrasah cukup kuat.

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
115
Tabel.4.12
Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Penyelenggaraan
Pendidikan Agama dari Madrasah/sekolah
Satuan Pendukung Penghambat
Pendidikan
MI 1. Seluruh guru PAI 1. Madrasah belum
Annajmiyah merupakan Sarjana memiliki gedung
Pendidikan Islam / S.Pd.I sendiri, sehingga
2. Seluruh guru memiliki terdapat kelas
kompetensi dalam yang kurang
pengajaran PAI representatif dan
3. Semangat kebersamaan masih ada yang
pengelola madrasah dalam menggunakan
penyelenggaraan PAI baik rumah penduduk
dari aspek kurikulum 2. Madrasah tidak
maupun dari kegiatan memiliki fasilitas
penunjang PAI seperti PHBI untuk praktek
4. Semangat peserta didik wudlu maupun
dalam mengikuti PAI di shalat
kelas maupun dalam 3. Madrasah tidak
praktek ibadah memiliki alat
peraga yang
menunjang
penyelenggaraan
PAI
MI Hidayatul Sama dengan di atas -
Mubtadiin
(1985)
MI Al Sama dengan di atas -
Hidayah
(1967)
MI Ma’arif Sama dengan di atas -
Juwiring
(1974)
Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
116 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
MI Senet Sama dengan di atas -
(1968)
MI Ma’arif Sama dengan di atas Belum memiliki
NU Gumelar mushala sehingga
Banyumas praktek shalat masih
di masjid
masyarakat
SD N 1 Guru PAI merupakan Sarjana Belum memiliki
Cilangkap Pendidikan Islam / S.Pd.I dan mushala untuk
Banyumas didukung oleh kepala sekolah praktek yang
permanen sehingga
masih menggunakan
bagian dari ruang
yang ada
MI Al Anwar 1. Sebagian besar guru PAI merupakan Sarjana
01 Jepara Pendidikan Islam / S.Pd.I
2. Sebagian besar guru menguasai ilmu yang
berhubungan dengan bahasa Arab.
3. Sebagian guru tidak hanya hafal juz 30 tapi hafal
30 juz
4. Semangat kebersamaan pengelola madrasah
dalam penyelenggaraan PAI baik dari aspek
kurikulum maupun dari kegiatan penunjang PAI
seperti PHBI
5. Semangat peserta didik dalam mengikuti PAI di
kelas maupun dalam praktek ibadah
MI Al Anwar Sama dengan di atas
02 Jepara
MTs An 1. Seluruh guru PAI Madrasah kurang
Nawawi 04 merupakan Sarjana memiliki fasilitas
Puworejo Pendidikan Islam / S.Pd.I untuk praktek PAI
2. Seluruh guru memiliki sesuai dengan
kompetensi dalam kurikulum PAI
pengajaran PAI Madrasah kurang
3. Semangat kebersamaan memiliki alat peraga

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
117
pengelola madrasah dalam yang menunjang
penyelenggaraan PAI baik penyelenggaraan
dari aspek kurikulum PAI
maupun dari kegiatan
penunjang PAI seperti PHBI
4. Semangat peserta didik
dalam mengikuti PAI di
kelas maupun dalam
praktek ibadah
MI Ma’arif 1. Seluruh guru PAI merupakan Sarjana Pendidikan
Magelang Islam / S.Pd.I
2. Seluruh guru memiliki kompetensi dalam
pengajaran PAI
3. Semangat kebersamaan pengelola madrasah dalam
penyelenggaraan PAI baik dari aspek kurikulum
maupun dari kegiatan penunjang PAI seperti PHBI
Semangat peserta didik dalam mengikuti PAI di
kelas maupun dalam praktek ibadah

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
118 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
BAB MODEL PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
VI AGAMA PADABabDAERAH
6 TERPENCIL
Model Penyelenggaraan Pendidikan Agama pada Daerah
Terpencil

Standar Kompetensi Lulusan


Dari 11 subjek penelitian, yaitu 9 Madrasah Ibtidaiyah
(MI), 1 Sekolah Dasar (SD), dan 1 Madrasah Tsnawiyah (MTs)
dalam penyelenggaraan PAI mengacu pada Standar
Kompetensi Lulusan (SKL) dari Pemerintah, namun demikian
terdapat madrasah yang menambah dengan kurikulum lokal
seperti pada MI Al Anwar 01 dan MI Al Anwar 02 di
Kecamatan Keling Kabupaten Jepara. Penambahan SKL
tersebut adalah dengan menambah target ketika lulus peserta
didik wajib hafal juz 30, hafal Yasin, Hafal Asmaul Husna, dan
memahami Aswaja. Standar ini telah terstruktur pada
kurikulum satuan pendidikan sehingga apabila setelah lulus
belum hafal, maka pemberian syahadah ditunda sampai dapat
menyetorkan hafalannya. Hal ini menunjukan bahwa
meskipun subjek penelitian berada pada daerah terpencil dari
wilayah Kabupaten ternyata memiliki SKL yang melebihi dari
standar SKL yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Madrasah yang memiliki target SKL melebihi SKL
Pemerintah dengan program berikutnya adalah yang
dilakukan oleh MI Annajmiyah yaitu peserta didik lulus dapat
menghafal surat-surat pendek, hafal Asmaul Husna, dan hafal
bacaan shalat dan wudlu dengan benar. Penerapan SKL ini
dipengaruhi oleh kebijakan Kepala Madrasah dan didukung
oleh Yayasan dan masyarakat.
Meskipun SKL memiliki kelebihan, akan tetapi dalam
proses pembelajaran masih sederhana, yaitu model ceramah.
Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
119
Hal ini dimaklumi karena keterbatasan sarana dan prasarana
serta SDM di wilayah terpencil. Padahal di era global sekarang
ini dapat menggunakan audio visual maupun alat peraga lain
yang dapat membantu wawasan maupun mempermudah
menghafal dengan tartil sesuai dengan kaidah ilmu tajwid.

Standar Isi/Kurikulum Pendidikan Agama Islam


Dari 11 subjek penelitian, yaitu 9 Madrasah Ibtidaiyah
(MI), 1 Sekolah Dasar (SD), dan 1 Madrasah Tsnawiyah (MTs)
secara keseluruhan dalam penyelenggaraan PAI memiliki
standar isi / kurikulum PAI memuat kerangka dasar dan
struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan
pendidikan, dan kalender pendidikan sesuai dengan yang
diformatkan oleh Pemerintah. Namun demikian, terdapat MI
yang menambah jam belajar tidak tertulis di dokumen
kurikulum (hidden curricullum) tetapi menjadi kebiasaan yang
ditopang dengan instruksi kepala madrasah, seperti
menambah 15 menit sebelum jam pertama dan sebelum
pulang sekolah setiap hari untuk hafalan, menambah jam
belajar di kelas untuk penguatan pada penguasaan nahwu
sharaf dan kitab kuning.
Penambahan jam belajar 15 menit di madrasah
dilakukan sebelum jam pertama dimulai sehingga masuk
kelas lebih pagi dari sekolah pada umumnya. Bagi masyarakat
di lingkungan madrasah di daerah terpencil tidak ada masalah
karena siswa yang sekolah berasal dari wilayah sekitar dan
dijangkau dengan jalan kaki. Penambahan jam belajar juga
hanya bisa dilakukan dengan sistem tradisional yaitu hafalan
sharaf dan nahwu serta ditambah sedikit penjelasan sehingga
siswa membawa buku bagi yang memiliki. Padahal apabila

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
120 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
terdapat audio visual, pembelajaran tersebut dapat dilakukan
dengan media tersebut karena sudah cukup banyak
pembelajaran sharaf dan nahwu ditampilkan melalui audio
visual. Dengan demikian, semua siswa dapat belajar langsung
tanpa harus meminjam buku temanya. Di samping itu, hasil
pembelajaran dapat lebih optimal.

Standar Proses dan Standar Penilaian


Dari 11 subjek penelitian, yaitu 9 Madrasah Ibtidaiyah
(MI), 1 Sekolah Dasar (SD), dan 1 Madrasah Tsanawiyah
(MTs) secara keseluruhan dalam penyelenggaraan PAI terkait
dengan Standar Proses dan standar Penilaian
Madrasah/Sekolah memiliki perencanaan sesuai dengan
Pemerintah, yaitu meliputi Silabus, RPP dari KKM (MI) dan
MGMP (MTs) bagi yang madrasah dan RPP sendiri yang
disusun oleh guru PAI. Begitu juga dalam pelaksanaan PBM
dan standar Penilaian. Hal yang masih belum sepenuhnya
dalam menerapkan kurikulum 2013 adalah dalam penilaian
masih menggunakan format penilaian kurikulum 2006.
Sementara itu, juga masih terdapat madrasah yang
menggunakan kurikulum 2006 sebagai acuan pembelajaran,
yaitu MI Al Anwar 01 dan 02 di Kecamatan Keling Kabupaten
Jepara.
Adanya penilaian menggunakan format kurikulum
2006 pada madrasah/sekolah yang menerapkan kurikulum
2013 menunjukan belum sepenuhnya madrasah/sekolah di
wilayah terpencil/terisolasi memahami benar penerapan
kurikulum 2013. Hal ini dikarenakan beberapa guru PAI
belum mengikuti diklat kurikulum 2013, bagi yang sudah
mengikuti diklat kurikulum 2013 belum memahami perangkat
Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
121
yang harus diterapkan, pembinaan dari Pengawas kurang
intensif. Sementara itu, bagi madrasah yang masih
menggunakan kurikulum 2006 adalah menganggap
kurikulum 2006 tersebut masih tepat dan mudah untuk
diimplementasikan. Dengan demikian, standar proses
maupun standar penilaian masih gamang untuk diterapkan
oleh madrasah/sekolah. Sebenarnya madrasah bisa tidak
gamang apabila fasilitas yang mendukung terpenuhi, seperti
buku kurikulum 2013 tersedia, buku BSE mudah diakses,
sistem penilaian bisa difahami atau paling tidak di era global
ini dapat di upload melalui internet.

Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan


Dari 11 subjek penelitian, yaitu 9 Madrasah Ibtidaiyah
(MI), 1 Sekolah Dasar (SD), dan 1 Madrasah Tsnawiyah (MTs)
secara keseluruhan dalam penyelenggaraan PAI terkait
standar Pendidik dan kependidikan secara umum sesuai
dengan kualifikasi akademik dan kompetensi. Hal yang
menjadi pendorong kuat bagi tenaga pendidik
madrasah/sekolah untuk memiliki kualifikasi standar adalah
karena faktor sertifikasi. Dengan demikian, meskipun
pendidik dan tenaga kependidikan berada di wilayah
terpencil dan mengajar pada lembaga pendidikan formal
wajar dikdas, akan tetapi tetap memiliki semangat untuk
mengembangkan kualitas pengajaran agar lebih profesional
dan kompeten. Semangat guru di daerah terpencil juga
ditunjukan dengan penguasaan dalam hafalan juz 30,
kemampuan membaca kitab kuning, dan kemampuan dalam
mengembangkan PAI dengan berbagai kegiatan yang
tercakup dalam PHBI. Semangat madrasah/sekolah di daerah
Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
122 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
terpencil ini perlu dikuatkan dengan teknologi informatika
yang memadai agar memiliki kemampuan beradaptasi dengan
era digital sekarang ini.

Standar Sarana dan Prasarana,


Dari 11 subjek penelitian, yaitu 9 Madrasah Ibtidaiyah
(MI), 1 Sekolah Dasar (SD), dan 1 Madrasah Tsnawiyah (MTs)
secara keseluruhan dalam penyelenggaraan PAI terkait
Standar sarana dan prasarana madrasah/sekolah secara
prinsip telah terpenuhi, seperti perabot, peralatan pendidikan,
media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya,
teknologi informasi dan komunikasi, serta perlengkapan lain
yang wajib dimiliki oleh setiap sekolah/madrasah. Sarana lain
seperti lahan, bangunan, ruang-ruang, dan instalasi daya dan
jasa juga telah terpenuhi kecuali MI Annajmiyah yang masih
menggunakan gedung Taman Pendidikan Al Qur’an (TPQ).
Standar yang belum terpenuhi dari madrasah di
daerah terpencil adalah standar 15;1, yaitu dalam 1 kelas yang
diajar oleh guru PAI harus memiliki peserta didik minimal 15
siswa. Standar ini sulit di peroleh bagi madrasah/sekolah yang
berada di daerah terpencil/terisolasi, seperti MI Hidayatul
Mubtadiin dusun Pecangakan Kecamatan Tonjong Kabupeten
Brebas, MI Senet Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali, SD N 1
Kecmatan Gumelar kabupaten Banyumas, dan MI Al Anwar
02 Kecamatan Keling Kabupaten Jepara. Dengan demikian,
apabila standar 15;1 diterapkan di daerah terpencil/terisolasi
maka tidak akan tercapai, hal ini dikarenakan kondisi
demografi dan geografi yang tidak mendukung.

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
123
Standar Pengelolaan
Dari 11 subjek penelitian, yaitu 9 Madrasah Ibtidaiyah
(MI), 1 Sekolah Dasar (SD), dan 1 Madrasah Tsanawiyah
(MTs) secara keseluruhan dalam penyelenggaraan PAI terkait
Standar Pengelolaan telah sesuai dengan visi dan misi
madrasah/sekolah. Dalam penerapan pembelajaran juga telah
sesuai dengan rancangan awal. Meskipun demikian, terdapat
beberapa kegiatan penunjang PAI yang bersifat tidak
dirancang secara terstruktur terutama dalam kegiatan
penunjang, seperti kegiatan dalam rangka PHBI. Dalam
pelaksanaan PHBI, madrasah/sekolah di daerah terpencil
selalu melibatkan anggota masyarakat. Dengan demikian,
seluruh kegiatan PHBI terintegrasi dengan kegiatan
masyarakat. Madrasah/sekolah rata-rata hanya memfasilitasi
ketika rapat atau sebagai sekretariat panitia.
Integrasi kegiatan PHBI bagi madrasah/sekolah di
daerah terpencil/terisolasi adalah hal yang biasa karena
masyarakatnya merupakan masyarakat paguyuban atau
gemeinschaft dimana seluruh anggotanya memiliki ikatan batin
yang murni, bersifat alamiah, dan kekal. Kekuatan solidaritas
masyarakat menjadi kekayaan bagi Madrasah/sekolah untuk
terus mengembangkan madrasah dan kondisi seperti ini tidak
dimiliki oleh madrasah/sekolah yang berada di daerah
perkotaan. Apalagi madrasah/sekolah tersebut telah memiliki
akses yang lebih luas melalui internet.

Standar Pembiayaan Pendidikan


Dari 11 subjek penelitian, yaitu 9 Madrasah Ibtidaiyah
(MI), 1 Sekolah Dasar (SD), dan 1 Madrasah Tsnawiyah (MTs)
secara keseluruhan dalam penyelenggaraan PAI terkait
Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
124 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
standar Pembiayaan pendidikan tidak terdapat rencana kerja
dengan anggaran khusus untuk kegiatan PAI, seperti
pembelian buku-buku PAI, Honor untuk penambahan jam
pelajaran PAI, media pembelajaran PAI, dana untuk PHBI.
Standar pembiayaan operasional pendidikan mengandalkan
dana BOS, sehingga ketika kegiatan pengembangan PAI
maupun yang mendukung kegiatan PAI mengandalkan dana
dari masyarakat. Dengan demikian standar pembiayaan
penyelenggaraan PAI tidak secara formal disusun dalam
perencanaan, melainkan mengandalkan pada pembiayaan
dari masyarakat, terutama untuk kegiatan PHBI.
Standar pembiayaan pendidikan yang dikhususkan
pada penyelenggaraan PAI didasarkan pada pembiasaan yang
berlaku bagi madrasah/sekolah dan masyarakat. Standar
pembiayaan yang menggunakan standar kebiasaaan bagi
madrasah/sekolah yang berada di daerah terpencil dapat
berjalan secara rutin seperti telah direncanakan secara tertulis.
Di sinilah kesadaran masyarakat yang terintegrasi dengan
madrasah menjadikan madrasah tidak menggunakan standar
pembiayaan penyelenggaraan PAI terencana secara formal
dan tertulis serta melalui pembahasan akan tetapi kegiatan
penyelenggaraan PAI tetap berjalan. Bahkan pada masyarakat
tertentu, pembiayaan diperoleh dari anggota masyarakat yang
bekerja di luar kota (Jakarta) yang dikumpulkan minimal 1
tahun sekali ketika bulan Ramadhan. Padahal masyarakat
sebenarnya dapat menggunakan media transfer melalui
tabungan di Bank. Akan tetapi karena keterbatasan
komunikasi serta jauh dari kantor Bank, maka sulit untuk
dilakukan. Efek positif dari pengumpulan dana pada saat
Ramadhan menjelang Idul Fithri adalah untuk tetap menjalin
silaturahim warga masyarakat.

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
125
Peran Masyarakat terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Agama
Peran masyarakat dalam penyelenggaraan PAI
berkaitan dengan kurikulum atau bahan ajar bersifat pasif dan
menyerahkan sepenuhnya pada madrasah/sekolah. Peran
masyarakat dalam penyelenggaraan PAI biasanya dilakukan
hanya dalam bentuk ide / gagasan yang diusulkan secara
individual atau secara tidak formal. Misalkan terkait dengan
SKL yang diharapkan lulusan madrasah hafal juz 30, do’a do’a
dan surat Yasin. Meskipun ide/gagasan yang disampaikan
pada madrasah dilakukan tidak secara formal akan tetapi bagi
madrasah tetap diupayakan untuk dilakukan. Hal ini berbeda
dengan peran masyarakat terhadap penyelenggaraan PAI di
SD N1 sebagai subjek penelitian yang pasif dan menyerahkan
sepenuhnya pada guru agama di sekolah.
Ada perbedaan antara madrasah (MI) dan sekolah
(SD) dimana pada madrasah masyarakat seperti memiliki
sehingga selalu siap apabila dibutuhkan oleh madrasah dan
memiliki kepedulian dengan memberikan ide, sedangkan
pada sekolah seluruhnya diserahkan pada sekolah. Perbedaan
ini tidak terlalu bermasalah karena kesadaran pada
masyarakat sudah cukup tinggi dan menganggap sekolah
(SD) adalah dikelola langsung oleh Pemerintah sedangkan MI
adalah lahir dari masyarakat sehingga yang perlu memelihara
dan mengembangkan adalah masyarakat. Hal ini masih dapat
berjalan dengan baik karena belum terkontiminasi oleh arus
global yang bisa menciptakan individualisme.

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
126 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
Peran Pemerintah terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Agama
Peran Pemerintah dalam penyelenggaraan PAI di
madrasah/sekolah secara umum hanya memfasilitasi terutama
dalam penyediaan buku-buku PAI. Dari 11 subjek penelitian,
yaitu 9 Madrasah Ibtidaiyah (MI), 1 Sekolah Dasar (SD), dan 1
Madrasah Tsanawiyah (MTs) secara keseluruhan dalam
penyelenggaraan PAI terdapat perbedaan terutama dalam
pembinaan yang tidak secara intensif dilakukan. Pengawas
pendidikan agama secara intensif telah melakukan pembinaan
hanya saja skala waktunya 1 bulan sekali, sehingga ketika
dibutuhkan untuk konsultasi agak kesulitan. Sementara itu,
kebutuhan madrasah/sekolah terutama untuk fasilitas yang
mendukung pembelajaran PAI agak kesulitan diperolah dari
Kementerian Agama. Upaya Kementerian Agama sebenarnya
cukup optimal dalam memperhatikan madrasah di daerah
terpencil/terisolir, yaitu tidak hanya menyediakan buku PAI,
akan tetapi dari aspek profesioanlitas mendampingi/
mengikutsertakan guru dalam kurikulum 2013, memfasilitasi
usulan sertifikasi guru PAI, dan memberi ijin guru PAI untuk
studi lanjut.
Di era digital sekarang ini sebenarnya tidak ada
kesulitan untuk mengadakan komunikasi karena semua
Kepala Madrasah dan Guru di madrasah/sekolah telah
memiliki alat komunikasi berupa HP. Hanya saja
“keberanian” Kepala madrasah/sekolah untuk secara
langsung berkomunikasi dengan Kepala Kementerian tidak
berani, sehingga hanya bisa melalui pengawas. Padahal
pengawas sendiri memiliki wilayah kerja yang cukup luas dan
sulit dijangkau sehingga intensitas komunikasinya akan tetap
terbatas.

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
127
Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Penyelenggaraan
Pendidikan Agama dari Pemerintah
Penyelenggaraan PAI di madrasah/sekolah sebagai
subjek penelitian mendapat dukungan dari Pemerintah
(Kementerian Agama) terutama dalam menyediakan buku-
buku PAI baik yang utama maupun yang penunjang,
mendampingi guru PAI dalam implementasi K-13,
merekomendasikan mengikuti Diklat ketika dibutuhkan,
memfasilitasi usulan sertifikasi guru PAI, dan memberi ijin
guru PAI untuk studi lanjut. Faktor pendukung juga diberikan
pada madrasah yang masih menerapkan kurikulum 2006,
yaitu MI Al Anwar 01 dan 02 sehingga pelaksanaan
penyelenggaraan secara prinsip tidak terkendala.
Selain faktor pendukung juga masih terdapat faktor
yang menjadi hambatan dalam penyelenggaraan PAI oleh
madrasah/ sekolah di wilayah terpencil/terisolir. Faktor yang
menjadi hambatan antara lain pendampingan oleh Pengawas
yang kurang maksimal karena terkendali luasnya wilayah
kerja pengawas. Kondisi ini menjadikan terhambatnya
penerapan kurikulum 2013 secara penuh padahal penerapan
kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang diinstruksikan
oleh Pemerintah (Kemenag). Akibat dari persoalan ini, maka
terdapat madrasah yang sudah menggunakan kurikulum 2013
akan tetapi model penilaian tetap menggunakan model yang
diterapkan pada kurikulum 2006. Disamping itu masih
terdapat madrasah yang tetap menggunakan kurikulum 2006,
karena sulitnya memperoleh informasi untuk mengikuti
Diklat K-13, seperti pada MI Al Anwar 01 dan 02. Hambatan
lain yang semestinya dapat diselesaikan oleh Pemerintah
adalah bantuan alat peraga untuk praktek PAI. Akibat dari ini
Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
128 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
adalah terhambatnya kegiatan pendukung penyelenggaraan
PAI maupun kegiatan praktek keagamaan.

Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Penyelenggaraan


Pendidikan Agama dari Masyarakat
Faktor pendukung dan penghambat dalam
penyelenggaraan PAI dari masyarakat berbeda antara satu
madrasah/sekolah dengan madrasah/sekolah yang lain.
Prinsipnya masyarakat lebih kuat dukungannya terhadap
penyelenggaraan PAI. Di antara faktor pendukung dari
masyarakat antara lain memfasilitasi praktek ibadah di
mushalla/masjid di lingkungan masyarakat, memberikan
dukungan dalam penyelenggaraan PHBI, penyediaan tanah
wakaf untuk sarana dan prasarana madrasaht, dan
penyaluran ide/gagasan masyarakat dalam pengembangan
madrasah. Sedangakan faktor penghambat hanya masih
adanya anggota masyarakat yang kurang peduli terhadap
penyelenggaraan PAI terutama berkaitan dengan perencanaan
kurikulum, pelaksanaan kurikulum, evaluasi kurikulum, dan
kegiatan pengembangan PAI.
Kuatnya daya dukung masyarakat terhadap
penyeleggaraan PAI di madrasah/sekolah menunjukan bahwa
masyarakat di daerah terpencil/terisolir membutuhkan model
penyelenggaraan PAI yang diselenggarakan oleh lembaga
pendidikan formal. Meskipun sudah terdapat sekolah umum
dan Taman Pendidikan AL Qur’an (TPQ) ternyata masyarakat
masih kurang puas terhadap model PAI yang diberikan di
sekolah hanya 3 jam pelajaran dan TPQ yang non formal.
Masyarakat di daerah terpencil/terisolir lebih banyak memiliki
tingkat relegiusitas yang tinggi pada satu sisi dan pada sisi

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
129
yang lain juga sadar perlunya pendidikan bagi anak-anak
sebagai generasi penerus bangsa. Hal yang sering menjadi
bahan pembicaraan adalah keinginan melanjutkan studi bagi
guru yang berasal dari pondok pesantren sehingga memiliki
ijazah formal untuk melanjutkan ke jenjang sekolah yang lebih
tinggi. Disinilah meskipun tenaga pendidik di
madrasah/sekolah di daerah terpencil akan tetapi keinginan
untuk menjadi profesional dan kompeten cukup baik. Hanya
saja karena keterbatasan biaya dan transportasi akan
mengalami kesulitan. Kesadaran ini sangat wajar karena
meskipun menjadi guru di desa terpencil akan tetapi cara
berfikir sudah mengglobal.

Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Penyelenggaraan


Pendidikan Agama dari Madrasah/sekolah
Madrasah/sekolah sebagai lembaga pendididikan
formal yang menyelenggarakan PAI di daerah
terpencil/terisolir menjadi motivator utama terhadap
keberhasilan penyelenggaraan PAI. Faktor pendukung utama
dari madrasah/sekolah sebagai satuan pendidikan antara lain
bahwa seluruh guru PAI merupakan Sarjana Pendidikan
Islam / S.Pd.I, memiliki kompetensi dalam pengajaran PAI,
semangat kebersamaan pengelola madrasah dalam
penyelenggaraan PAI baik dari aspek kurikulum maupun dari
kegiatan penunjang PAI seperti PHBI, dan semangat peserta
didik dalam mengikuti PAI di kelas maupun dalam praktek
ibadah. Adapun faktor penghambat cukup beragam antara
madrasah/sekolah yang satu dengan yang lainnya. Bagi MI
Annajmiyah yang menjadi faktor penghambat adalah
madrasah belum memiliki gedung sendiri, sehingga terdapat
kelas yang kurang representatif dan masih ada yang
Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
130 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
menggunakan rumah penduduk, madrasah tidak memiliki
fasilitas untuk praktek wudlu maupun shalat, dan madrasah
tidak memiliki alat peraga yang menunjang penyelenggaraan
PAI. Sementara bagi madrasah/sekolah yang lain adalah
karena kurang atau tidak adanya fasilitas untuk praktek
pembelajaran PAI, kurang atau tidak adanya alat peraga yang
mendukung terselenggarannya PAI.

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
131
Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
132 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
BAB SIMPULAN
VII Bab 7
Simpulan

Dari hasil penelitian tentang penyelenggaraan PAI di


madrasah/sekolah terhadap 9 Madrasah Ibtidaiyah (MI), 1
Sekolah Dasar Negeri (SD N), dan 1 Madrasah Tsanawiyah
(MTs) di daerah terpencil/terisolir dapat ditemukan sebagai
berikut.

Model Penyelenggaraan Pendidikan Agama pada Daerah


Terpencil
Dari hasil penelitian pada 11 subjek penelitian
ditemukan variasi model penyelenggaraan PAI di daerah
terpencil/terisolir. Model tersebut antara lain;
a. terdapat satuan pendidikan yang menerapkan kurikulum
dan pembelajaran melebihi dari yang ditetapkan
Pemerintah. Model tersebut antara lain dalam bentuk
muatan lokal dengan menambah materi / bahan ajar
hafalan Asmaul Husna, Surat Yasin, hafalan surat pendek,
hafal juz 30 setelah lulus, dan mampu membaca tafsir atau
kitab kuning.
b. Terdapat satuan Pendidikan yang menerapkan kurikulum
2013 akan tetapi dalam penilaian masih menggunakan
model kurikulum 2006
c. Terdapat guru dalam PBM menggunakan sistem Team
Teaching meskipun masih menggunakan Kurikulum 2006
d. Masih terdapat penyelenggara dan guru PAI yang belum
menyelesaikan sarjana S.1. dan belum sertifikasi
Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
133
Peran Masyarakat terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Agama

Peran masyarakat dalam penyelenggaraan PAI pada


madrasah/sekolah di daerah terpencil memiliki berbagai
variasi, seperti pemberian fasilitas cuma-cuma terhadap
penyelenggaraan PAI terutama wakaf tanah untuk membuat
gedung, menyiapkan tempat untuk praktek ibadah,
meminjamkan ruang di rumah pribadi untuk PBM PAI, ikut
memberikan masukan dalam pelaksanaan PAI sebagai
muatan lokal baik secara langsung maupun tidak langsung.

Peran Pemerintah terhadap Penyelenggaraan Pendidikan


Agama

Secara substansi, peran Pemerintah dalam


penyelenggaraan PAI antara lain memberikan pendampingan
implementasi PAI K-13 dan mengkontrol penyelenggaraan
PAI dari penyusunn silabus, RPP dan dalam PBM di kelas.
Kontrol ini dilakukan oleh Pengawas Madrasah/sekolah.

Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Penyelenggaraan


Pendidikan Agama

Faktor pendukung penyelenggaraan PAI di


madrasah/sekolah tidak hanya dari madrasah/sekolah sebagai
satuan pendidikan, tetapi juga dari Pemerintah dan
masyarakat. Adapun dukungan tersebut cukup bervariasi
sesuai dengan kompetensi madrasah/sekolah, Pemerintah,
dan masyarakat. Begitu juga faktor penghambat dalam
Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
134 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
penyelenggaraan PAI cukup bervariasi antara
madrasah/sekolah sebagai satuan pendidikan, Pemerintah
sebagai institusi induk, dan masyarakat daerah
terpencil/terisolir sebagai wilayah tempat penyelenggaraan
PAI.

Saran

1. Kurikulum Plus pada madrasah/sekolah di daerah terpencil


dapat diterapkan pada madrasah/sekolah diluar daerah
terpencil/terisolir

2. Pemerintah melalui Kasi. Penma diharapkan dapat


melengkapi sarpras untuk penyelenggaraan PAI di
madrasah/sekolah daerah terpencil/terisolir

3. Pemerintah melalui Pengawas perlu melakukan


pendampingan yang intensif sehingga madrasah/sekolah
yang tidak punya akses tidak akan kesulitan untuk
memperoleh pendampingan maksimal.

4. Pendampingan K-13 PAI dari Pemerintah diharapkan lebih


intensif sampai pada persoalan penilaian, dengan demikian
dalam penilaian juga dapat menggunakan model penilaian
yang dirumuskan dalam K-13.

5. Pemerintah perlu memperhatikan terhadap


madrasah/sekolah yang masih menerapkan kurikulum
2006

6. Pemerintah perlu menyusun regulasi khusus untuk daerah


terpencil/terisolasi, seperti tidak diberlakukanya

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
135
rombongan belajar 15;1 meskipun sudah ada catatan
khusus atau ada pengecualian dengan bukti tertulis daerah
tersebut sebagai daerah terpencil/terisolir dari pihak
Pemerintah desa maupun dari Kemenag.

7. Kemenag perlu mengirim buku PAI sebagai buku


pegangan siswa sesuai dengan kebutuhan peserta didik.

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
136 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
DAFTAR PUSTAKA
Daftar Pustaka

Ahmad Aprillah (pimpinan umum LPM Pena FKIP Unram)


dalam (www.academia.edu tanggal 16 juni 2014).
Ahmad Tafsir. 1994. Ilmu Pendidikan dalam Islam.
Rosdakarya. Bandung.
Hasan Basri. 2013. Landasan Pendidikan. CV Pustaka Setia.
Bandung.
Khaeruddin & Mahfud Junaidi.2007. Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan; Konsep dan Implementasinya di
Madrasah. Nuansa Aksara. Jogjakarta.
Lestari dan Ngatini. 2010. Pendidikan Islam Kontekstual.
Pustaka Pelajara.Yogjakarta.
Makalah “Menggagas Peningkatan Mutu Pendidikan Agama
pada daerah Terpencil” disampaikan oleh Khusnuddin
(Pengawas Pendidikan Agama Kabupaten Brebes)
dalam Focus Group Discussion (FGD) di MI Hidayatul
Mubtadiin tanggal 14 Juni 2017
Moh. Yamin.2009.Manajemen Mutu Kurikulum
Pendidikan.Diva Press. Jogjakarta.
Muhammad Idrus, 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial edisi
kedua. Erlangga. Jakarta
Mulyasa. 2011. Menjadi Guru Profesional ; Menciptakan
Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. PT. Remaja
Rosdakarya. Bandung.
Nasution.2008. Asas-Asas Kurikulum. Bumiaksara Jakarta.

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
137
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 65 Th.
2013
Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2014
Peraturan Presiden Nomor 131 Tahun 2015
PP No. 19 tahun 2005
Puslitbang Penda Badan Litbang dan Diklat Keagamaan
Kementerian Agama RI pada tahun 2010. “manajemen
madrasah dalam rangka peningkatan mutu”.
setkab.go.id/122 daerah ini ditetapkan pemerintah sebagai
daerah-tertinggal 2015. didownload tanggal 13 April
2017).
Sudarwan Danim, 2002. Inovasi Pendidikan dalam Upaya
Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan. Pustaka
Setia. Bandung.
Tim Peneliti dari Balai Penelitian dan Pengembangan Agama
Semarang pada tahun 2014. “Tiga Pilar Manajemen
Menuju Madrasah Ideal”.
Wina Sanjaya.2010. Kurikulum dan Pembelajaran;Teori dan
Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Kencana Prenada Media Group.
Jakarta.
Yulaelawati, Ella. 2007. Kurikulum dan Pembelajaran; Filosofi
Teori dan Aplikasi. Pakar raya. Jakarta.

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
138 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
Terima kasih kepada :
Prof. Dr. Koeswinarno M.Hum (Kepala Balai Litbang Agama
Semarang
Mukhtaruddin (Penyuplai data)
Alikhudrin (Penyuplai data)
Isnanto (Penyuplai data)
Lilam Kadarin (Penyuplai data)

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
139
Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
140 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
Lampiran Hasil Desiminasi

POLICY BRIEF
MENAKAR PENDIDIKAN AGAMA PADA DAERAH
TERPENCIL DI JAWA TENGAH
(Studi pada Madrasah/sekolah Wajardikdas di daerah
Terpencil Provinsi Jawa Tengah)
Summary
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
informasi berdampak terhadap kesadaran masyarakat yang
sebelumnya tidak menghendaki lembaga pendidikan formal,
sekarang menghendaki lembaga pendidikan formal.
Kesadaran baru ini muncul pada masyarakat yang berada
dalam kultur tradisional pada wilayah pedesaan atau daerah
terpencil. Realitas ini menunjukkan adanya kesadaran
masyarakat terhadap pentingnya lembaga pendidikan formal
untuk meningkatkan sumber daya manusia.
Kebutuhan masyarakat terhadap pendidikan formal di
daerah terpencil belum terpenuhi secara optimal.
Permasalahan yang dihadapi oleh lembaga pendidikan formal
di daerah terpencil antara lain adalah letaknya jauh dari
ibukota Kabupaten, sulit dari jangkauan kendaraan umum,
tidak ada angkutan umum, sarana prasarana yang belum
lengkap, dan jaringan internet sulit diperoleh sehingga proses
input database simpatika dan emis sulit diakses. Sementara itu,
pihak pemerintah seperti Kementerian Agama Kabupatan
atau Dinas Pendidikan masih belum optimal dalam
memfasilitasi lembaga pendidikan formal yang ada di daerah
tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
141
penyelenggaraan Pendidikan Agama pada lembaga
pendidikan formal pada daerah terpencil, (2) mendeskripsikan
peran masyarakat terhadap Penyelenggaraan pendidikan
Agama pada daerah terpencil, (3) mendeskripsikan peran
pemerintah terhadap penyelenggaraan pendidikan Agama di
daerah terpencil, dan (4) apa faktor pendukung dan
penghambat dalam Penyelenggaraan pendidikan Agama pada
daerah terpencil.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) terdapat
satuan pendidikan yang menyelanggarakan pendidikan
formal dengan menerapkan kurikulum dan pembelajaran
melebihi dari standar yang ditetapkan pemerintah, seperti
dalam bentuk muatan lokal dengan menambah materi / bahan
ajar hafalan Asmaul Husna, Surat Yasin, surat pendek, juz 30
setelah lulus, dan mampu membaca tafsir atau kitab kuning;
Satuan Pendidikan telah menerapkan kurikulum 2013 akan
tetapi dalam penilaian masih menggunakan model kurikulum
2006; terdapat penyelenggara dan guru PAI yang belum
menyelesaikan sarjana S.1. dan belum sertifikasi; dan
madrasah/sekolah kesulitan untuk memenuhi rasio
pembelajaran 15:1 sesuai dengan yang diatur dalam PP No. 74
tahun 2008 pasal 17; (2) terdapat peran masyarakat dalam
penyelenggaraan PAI pada madrasah/sekolah di daerah
terpencil dengan berbagai variasi, seperti permintaan
masyarakat agar peserta didik memiliki banyak hafalan Al
Qur’an/Hadist; (3) peran pemerintah dalam pendampingan
madrasah/sekolah kurang intensif sehingga penerapan
kurikulum 2013 belum optimal, bahkan masih terdapat
madrasah yang menggunakan kurikulum 2006; dan (4)
fasilitas untuk ruang belajar dan praktek pembelajaran PAI
masih terbatas, seperti ruang kelas, media pembelajaran yang
masih kurang, perpustakaan.
Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
142 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
Isu Strategis
1. Isu berkaitan dengan Model Penyelenggaraan
Pendidikan di daerah Terpencil
a. Berdasar data penelitian pada beberapa madrasah
subjek penelitian, ditemukan madrasah/sekolah telah
menyelenggarakan kurikulum muatan lokal sebagai
penguatan pendidikan agama. Sementara Kementerian
Agama hanya memberikan tunjangan serifikasi pada
guru yang mengajar pada mata pelajaran yang ada di
kurikulum pemerintah.
b. Ditemukan bahwa data jumlah siswa di daerah
terpencil rata-rata masih kurang dari 10 perkelas.
Sehingga kebanyakan madrasah jumlah siswanya
tidak memenuhi rasio 15:1, sementara dalam PP No. 74
tahun 2008 pasal 17 menuntut rasio jumlah peserta
didik harus 15:1. Hal ini berdampak terhadap
tunjangan sertfikasi sulit didapatkan oleh guru di
daerah terpencil.
c. Sebagian besar madrasah/sekolah yang digunakan
sebagai subjek penelitian telah menggunakan
Kurikulum 2013, namun data di lapangan ditemukan
masih terdapat guru yang mengajar PAI menggunakan
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) tahun 2006.
Hal ini dikarenakan guru yang mengajar PAI belum
memperoleh pelatihan K-13.
2. Isu berkaitan dengan peran masyarakat terhadap
penyelenggaraan pendidikan di daerah terpencil.
a. Berdasar data penelitian pada beberapa
madrasah/sekolah subjek penelitian, ditemukan bahwa
sebagian besar sarana dan prasarana
Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
143
madrasah/sekolah di daerah terpencil merupakan
sumbangan atau peran dari masyarakat.
b. Masih banyak siswa pada madrasah/sekolah di daerah
penelitian yang belum memperoleh Kartu Indonesia
Pintar (KIP), padahal mereka sangat berhak
menerimanya. Mestinya KIP merupakan salah satu
penopang biaya pendidikan siswa. Kementerian
agama diharapkan terlibat aktif dalam mewujudkan
KIP di daerah terpencil. Jika siswa memperoleh KIP,
diharapkan beban masyakat untuk biaya penidikan
menjadi lebih ringan.
c. Masih banyak fasilitas untuk pendidikan agama di
daerah riset milik masyarakat, karena itu diharapkan
pemerintah lebih memperhatikan penyelenaggaraan di
daerah terpencil.
3. Isu berkaitan dengan peran pemerintah terhadap
penyelenggaraan pendidikan agama di daerah
terpencil.
a. Hasil Penelitian menunjukan bahwa peran pemerintah
dalam memfasilitasi madrasah/sekolah dalam bidang
sarana prasarana masih belum memadai. Padahal
konstitusi amandemen UUD 1945 pasal 31 ayat 4
mengamanatkan kewajiban pemerintah untuk
mengalokasikan biaya pendidikan sekurang-
kurangnya 20% dari APBN maupun APBD khususnya
pendidikan dasar. Pengalokasian anggaran pendidikan
ini adalah untuk peningkatan mutu dan kinerja
pendidikan9. Realitas yang ada pada madrasah/sekolah

http://bem.rema.upi.edu/ “alokasi anggaran untuk pendidikan pada


9

APBD dan APBN (Download tanggal 18 Juli 2017)


Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
144 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
yang berada di daerah terpencil jauh dari amanat UUD
1945 tersebut terutama dalam pengadaan sarana dan
prasarana penyelenggaraan Pendidikan Agam Islam.
b. Hasil penelitian menunjukkan bahwa banyak guru di
daerah penelitian (daerah terpencil) belum
memperoleh pendapatan yang layak. Hal ini
bertentang dengan UU N0. 14 tahun 2005 pasal 14 s/d
16.
c. Hasil penelitian diperoleh bahwa penggunaan finger
print dalam penyelenggaraan pendidikan di daerah
terpencil perlu dipertimbangkan. Hal ini dikarenakan
terdapat kendala seperti seringnya listrik mati, dan
transport yang tidak mudah.
d. Di daerah penelitian, masih ditemukan kekurangan
Buku PAI pegangan guru dan siswa untuk kurikulum
2013.
e. Pengawas madrasah sebagai bagian dari pemerintah
masih kurang intensif dalam melakukan
pendampingan terhadap guru Pendidikan Agama di
madrasah/sekolah.
f. Jumlah guru sertifikasi di daerah riset masih sangat
sedikit meskipun telah menyelesaikan pendidikan
sarjana S.1.
g. Sebagian besar guru PAI di daerah riset masih belum
mempunyai NUPTK (Nomor Unik Pendidik dan
Tenaga Kependidikan).

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
145
Latar Belakang
Realitas penyelenggaraan pendidikan pada lembaga
pendidikan formal (madrasah/sekolah) telah menjadi
kesadaran masyarakat. Pendidikan yang membawa adanya
perubahan peradaban yang lebih baik sudah mulai
diupayakan oleh lembaga pendidikan formal yang ada di
daerah terpencil. Penyelenggaraan Pendidikan Agama
sebagai bagian dari kurikulum yang harus dilaksanakan oleh
madrasah/sekolah menjadi sebuah keniscayaan dan
dilaksanakan sesuai standar kurikulum Pemerintah bahkan
menambah dengan kurikulum Plus yang kontributif untuk
membangun karakter anak bangsa. Sementara itu, amanat
UUD 1945 terkait anggaran pendidikan 20 % belum dirasakan
manfaatnya oleh madrasah/sekolah yang berada di daerah
terpencil terutama dalam penyelenggaraan pendidikan agama
sebagai sumber pendidikan karakter. Madrasah/sekolah di
daerah terpencil masih harus berjuang tidak hanya
peningkatan kualitas pembelajaran akan tetapi juga harus
berjuang penyediaan sarana dan prasarana serta tenaga
pendidik dan kependidikan yang profesional dan kompeten.
Di lain pihak sertifikasi guru dan kuota rombongan belajar
pembelajaran 15:1 sesuai dengan yang diatur dalam PP No. 74
tahun 2008 pasal 17 masih sulit dipenuhi.

Kebijakan Yang Ada


1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pasal 11 ayat 1 mengamanatkan
kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk
menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi
setiap warganya.

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
146 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
2. Peraturan Pemerintah Nomor.74 tahun 2008 tentang Guru,
menegaskan peran strategis guru sebagai pendidik
profesional dalam meningkatkan mutu pendidikan dan
kuota rombel pembelajaran pada madrasah/sekolah wajar
dikdas 15:1.

Rekomendasi Kebijakan
1. Kepada Pemerintah
a. Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan secara bersama-sama membuat kebijakan
terkait dengan rasio pembelajaran 15:1 untuk madrasah
dan 20:1 khusus untuk madrasah/sekolah yang berada
di daerah terpencil, agar rasio 15:1 atau 20:1 tidak
dipertimbangkan sebagai bagian dari penerimaan
tunjangan sertifikasi guru, khususnya di Kementerian
Agama. Hal ini disebabkan jumlah siswa di daerah
terpencil terbatas.
b. Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan secara bersama-sama membentuk tim
khusus pendampingan terhadap madrasah/sekolah
yang berada di daerah terpencil.
c. Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan perlu memberikan perhatian khusus untuk
guru-guru di daerah terpencil, karena sebagian besar
guru pada madrasah/sekolah di daerah terpencil belum
diangkat menjadi PNS, maka pemerintah perlu
mengangkat Guru PNS dari daerah setempat (bukan
dari daerah luar).

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
147
d. Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan perlu terus mengupayakan bantuan bagi
madrasah/sekolah di daerah terpencil dalam sarana dan
prasarana terutama pada madrasah/sekolah yang belum
memiliki gedung meskipun telah tersedia tanah dari
masyarakat.
e. Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayan perlu mempertimbangkan pendampingan
penguatan kurikulum lokal (plus) yang dikembangkan
oleh madrasah/sekolah untuk pendidikan karakter
menjadi mata pelajaran yang diakui sebagai bagian dari
sertifikasi guru PAI.
f. Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan perlu mempertimbangkan guru mapel
muatan lokal agama menjadi bagian dari guru yang
berhak memperoleh tunjangan sertifikasi karena
muatan lokal tersebut sudah termasuk dalam
kurikulum madrasah/sekolah.
2. Kepada Madrasah/Sekolah
a. Pihak madrasah/sekolah perlu secara aktif untuk
mendapatkan akses pendidikan, baik dari aspek
penerapan kurikulum pendidikan Agama yang sedang
diberlakukan maupun dalam menjaring informasi
perkembangan regulasi yang ditetapkan oleh
Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan.
b. Pihak madrasah/sekolah perlu secara aktif untuk
memperoleh pembinaan dari Kementerian Agama
sebagai institusi induk dengan memanfaatkan
Pengawas secara optimal
Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
148 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
Referensi
Policy brief ini disusun berdasarkan laporan hasil penelitian
Tim Penelitian yang dilakukan oleh Mulyani Mudis
Taruna (Ketua), Muhtaruddin (Anggota), Ali Khudrin
(Anggota), Lilam Kadarin (Anggota), Isnanto (Anggota)
dan dibawah bimbingan Supervisor (Yusriati).
http://bem.rema.upi.edu/ “alokasi anggaran untuk pendidikan
pada APBD dan APBN (Download tanggal 18 Juli 2017).

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
149
Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
150 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
INDEKS

A K
afektif, 5, 85
Kementerian Agama, 3, 7, 17, 25, 26,
agen pembelajaran, 94
27, 31, 42, 46, 47, 50, 54, 55,
Ahmad Tafsir, 14, 137
127, 128, 138, 141, 143, 147, 148
Asmaul Husna, 61, 86, 87, 89, 90, 91,
keterampilan, 41, 84, 85, 86
93, 95, 119, 133, 142
KIP, 144
Aswaja, 74, 87, 90, 119
KKG, 44
KKM, 44, 48, 91, 92, 93, 121
B Kompetensi kepribadian, 94
Kompetensi pedagogik, 94
beban belajar, 88, 89, 120
kompetensi personal, 18
boro, 60, 83
KTSP, 12, 33, 74, 88, 90, 138
Budaya, 5, 22
kurikulum 2006, 33, 74, 75, 77, 112,
Buku Sekolah Elektronik, 20, 107
121, 128, 133, 135, 142
kurikulum nasional, 33
D kurikulum PAI, 33, 72, 117, 120
kurikulum tingkat satuan
Daerah Terpencil, 6, 17, 33, 56, 83, pendidikan, 88, 120
119, 133
dana BOS, 46, 103, 125
L
E LKS, 43, 49, 92
local wisdom, 33
ekonomi rendah, 10
EMIS, 46
M
G madrasah, 4, 6, 12, 13, 14, 17, 20,
22, 25, 26, 27, 28, 30, 31, 34, 35,
GBPP, 48 36, 38, 39, 40, 41, 42, 44, 45, 47,
gemeinschaft, 124 48, 49, 50, 53, 54, 56, 58, 59, 61,
63, 65, 67, 70, 71, 72, 73, 74, 75,
H 78, 80, 81, 83, 84, 85, 86, 88, 89,
90, 91, 93, 96, 97, 98, 99, 100,
home schooling, 57 101, 102, 103, 104, 105, 106,
107, 108, 109, 110, 112, 113,
I 114, 115, 116, 117, 118, 119,
120, 121, 122, 123, 124, 125,
individualisme, 126 126, 127, 128, 129, 130, 133,
Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
151
134, 135, 138, 142, 143, 144, P
145, 146, 147, 148
Madrasah Diniyah, 58, 59 PAI K-13, 108, 109, 110, 134
Madrasah Ibtidaiyah, 2, 20, 31, 34, PBM, 18, 28, 44, 49, 55, 89, 91, 92,
40, 64, 67, 69, 71, 74, 75, 80, 93, 108, 109, 121, 133, 134
119, 120, 121, 122, 123, 124, PBM PA, 91, 92, 93, 108, 109, 134
127, 133 pembelajaran PA, 27, 28, 33, 49, 70,
Madrasah Ibtidaiyah Senet, 69
72, 75, 100, 103, 104, 125, 127,
MGMP, 48, 93, 121
MI Al Anwar, 26, 74, 75, 87, 88, 90, 131, 142
93, 95, 97, 100, 101, 104, 106, Pendidikan Agama, 1, 5, 6, 9, 13, 20,
110, 112, 114, 117, 119, 121, 25, 27, 28, 29, 31, 33, 41, 47, 53,
123, 128 64, 68, 73, 78, 83, 84, 86, 88, 104,
MI Al Hidayah, 26, 57, 59, 60, 62, 63, 105, 107, 108, 110, 111, 112,
86, 89, 92, 95, 96, 98, 103, 105, 116, 119, 120, 126, 127, 128,
108, 112, 113, 116 129, 130, 133, 134, 137, 142,
MI Annajmiyah, 26, 34, 35, 36, 37, 145, 146
38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, Pendidikan Agama Islam, 13, 20, 25,
47, 49, 50, 86, 89, 91, 95, 96, 98,
27, 28, 84, 86, 88, 120
103, 105, 108, 111, 112, 116,
119, 123, 130 pendidikan formal, 2, 3, 4, 6, 10, 11,
MI Hidayatul Mubtadiin, 5, 26, 50, 12, 14, 15, 16, 17, 19, 20, 22, 25,
51, 53, 54, 56, 85, 86, 89, 92, 95, 26, 29, 42, 43, 57, 58, 76, 83, 84,
96, 98, 103, 105, 108, 111, 113, 122, 129, 141, 142, 146
116, 123, 137 pendidikan nasional, 3, 15, 17, 23,
MI Ma’arif, 26, 64, 66, 67, 71, 80, 87, 94
88, 89, 90, 92, 93, 95, 96, 97, 99, pengawas, 28, 30, 46, 47, 56, 127,
100, 101, 103, 104, 105, 106, 128
107, 109, 110, 112, 113, 114, pengetahuan, 2, 4, 11, 13, 14, 53,
115, 116, 117, 118
65, 69, 84, 85, 86, 141
MIM PK, 65
modernitas, 11 Perguruan Tinggi Islam, 2
MTs An Nawawi, 26, 76, 77, 78, 79, persaingan global, 22
87, 90, 93, 95, 97, 101, 104, 106, peserta didik, 4, 13, 16, 18, 20, 21,
110, 112, 115, 117 22, 25, 27, 28, 34, 38, 39, 40, 42,
Mulyasa, 13, 19, 137 45, 49, 52, 56, 60, 62, 63, 64, 67,
68, 69, 70, 72, 73, 74, 76, 77, 78,
N 79, 84, 86, 87, 88, 91, 102, 116,
117, 118, 119, 123, 130, 136,
Nahdlotul Ulama, 64, 66 142, 143
Nasution, 14, 137
pondok pesantren, 2, 48, 71, 130
nilai kompetitif, 22
psikologi pendidikan, 18
NKRI, 33

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
152 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
R Standar Pengelolaan, 12, 84, 97, 98,
124
RPP, 27, 28, 43, 47, 48, 55, 85, 91, Standar Penilaian Pendidikan, 12, 84
92, 93, 121, 134, 143 Standar Proses, 12, 83, 91, 108, 109,
110, 121
Standar Sarana dan Prasarana, 12,
S 83, 96, 123
satuan pendidikan, 6, 16, 33, 84, 85, struktur kurikulum, 88, 120
91, 97, 102, 119, 130, 133, 134, sumber daya manusia, 1, 2, 10, 60,
142 141
sekolah, 3, 4, 6, 7, 12, 13, 17, 20, 21,
22, 23, 25, 26, 27, 28, 30, 31, 32, T
33, 34, 35, 39, 41, 42, 45, 52, 54,
57, 58, 60, 64, 72, 73, 77, 81, 83, teknologi informasi, 2, 16, 96, 111,
84, 85, 86, 88, 91, 92, 93, 94, 96, 123, 141
97, 98, 99, 102, 104, 105, 106, tenaga pendidik, 2, 5, 11, 12, 17, 18,
107, 110, 113, 115, 116, 117, 19, 21, 25, 27, 32, 38, 42, 46, 49,
120, 121, 122, 123, 124, 125, 55, 58, 62, 63, 66, 68, 70, 71, 73,
126, 127, 128, 129, 130, 133, 75, 78, 94, 110, 122, 130, 146
134, 135, 141, 142, 143, 144,
145, 146, 147, 148
sertifikasi, 46, 52, 62, 66, 70, 73, 74,
U
76, 78, 95, 111, 112, 122, 127, UKK, 44, 91, 92, 93
128, 133, 142, 145, 146, 147, 148 UU Sisdiknas, 4
sikap, 5, 13, 21, 84, 86 UUD 1945, 16, 144, 146
Sistem sosial, 21
sistem tradisional, 120
Standar Isi, 12, 83, 88, 89, 120
W
Standar Kompetensi Lulusan, 12, 83, Winardi, 11
84, 85, 86, 119
Standar Pembiayaan Pendidikan, 12,
84, 102, 103, 124 Y
Standar Pendidikan dan Tenaga Yasin, 74, 87, 89, 90, 119, 126, 133,
Kependidikan, 12, 83 142

Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
153
Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
154 (Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
Pendidikan Agama dalam Konstelasi Global pada Daerah Terpencil di Jawa Tengah
(Studi Menakar Pendidikan Agama di Daerah Terpencil
155

Anda mungkin juga menyukai