Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. LatarBelakang
Sistem saraf pusat memiliki peranan dalam mengatur berbagai aktivitas

tubuh, termasuk di dalamnya yaitu menerima berbagai rangsangan sensorik,

mengintegrasikan informasi satu dengan yang lain, mengambil keputusan dan

menghasilkan aktivitas motorik tubuh, sehingga jika salah satu sistem saraf

tidak berfungsi maka akan mempengaruhui seluruh tubuh manusia, banyak

faktor yang menyebabkan kelainan dan penyakit yang menyerang sistem saraf

sehingga tidak berfungsi, faktor-faktor tersebut antara lain : (1) adanya

kerusakan pada sistem saraf akibat luka, (2) infeksi mikroorganisme, (3)

kerusakan yang bersifat genetis, (4) penggunaan obat-obatan, (5) benturan

benda keras, (6) adanya virus dan bakteri (Tortora Dan Derrickson, 2009). Salah

satu gangguan sistem saraf yaitu stroke,stroke atau gangguan peredaran otak

merupakan gangguan neurologik yang sering dijumpai dan harus ditangani

dengan cepat dan tepat ( Muttaqin, 2011 ).

Data statistik diseluruh dunia menyatakan bahwa sekitar 15 juta orang

diseluruh dunia mengalami stroke setiap tahun. 1 dari 6 orang di seluruh dunia

akan mengalami stroke dalam hidup mereka. Dua-pertiga dari kematian stroke

terjadi di negara-negara kurang berkembang ( American heart Assosiation,

2013). Data dari World Health Organization (WHO) juga memeperkirakan 7,6

1
juta kematian terjadi akibat stroke pada tahun 2020 mendatang ( Junaidi, 2011 ).

Data dari National Center Of Health Statistic, 2010,, menyebutkan bahwa

stroke menduduki urutan ketiga penyebab kematian di Amerika setelah penyakit

jantung dan kanker (heart disease and stroke statistic 2010 update; A report

from American heartassociation), menjelaskan bahwa dari tahun 2008, sekitar

795.000 orang di Amerika Serikat mengalami stroke setiap tahunnya, dengan

610.000 orang mendapatkan serangan stroke untuk pertama kalinya dan

185.000 orang dengan serangan stroke berulang. Stroke merupakan penyebab

kecacatan nomor satu didunia dan penyebab kematian nomor tiga didunia,

insiden stroke meningkat seiring dengan pertambahan usia (Dewanto, 2009).

Indonesia diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena

serangan stroke, sekitar 2,5% atau 125.000 orang meninggal, dan sisanya cacat

ringan maupun berat, secara umum dapat dikatakan angka kejadian stroke

adalah 200 orang per 100.000 penduduk. Dalam satu tahun,diantara 100.000

penduduk, maka 200 orang akan menderita stroke. Kejadian stroke iskemik

sekitar 80% dari seluruh total kasus stroke (Yayasan stroke Indonesia, 2012).

Menurut hasil laporan riset kesehatan dasar (RIKESDA) tahun 2013

menyatakan terjadinya stroke di Indonesia dari tahun 2007-2013, yakni kejadian

stroke pada tahun 2007 sebanyak 8,3 per100 menjadi 12,1 per100 pada tahun

2013 ( Sulistiawan A, & Husna E. 2014).

Menurut RIKESDA, 2013 Jumlah Estimet penderita penyakit stroke di

provinsi Bengkulu diperikirakan sebanyak 15.366 orang, 8,3% berdasarkan


diagnosis tenaga kesehatan (NAKES) dan 12,3% berdasarkan diagnosis

Nakes/gerjala. Data dari RSUD dr.M.Yunus mengungkapkan bahwa jumlah

penderita stroke non hemoragik pada tahun 2015-2017 sebanyak 2.642 orang,

Yakni 777 orang pada tahun 2015, 724 orang pada tahun 2016 dan 1141 orang

pada tahun 2017. sedangkan data yang didapatkan dari tempat penelitian (poli

syaraf ) tahun 2018 dari bulan september-desember jumlah penderita penyakit

stroke non hemoragik yang melakukan cek up rutin sebanyak 80 orang.

Stroke diakibatkan pecahnya ( ruptur ) pembuluh darah di otak dan atau

terjadinya trombosis dan emboli. Gumpalan darah akan masuk ke aliran darah

sebagasi akibat dari penyakit lain atau karena adanya bagian otak yang cedera

dan menutup atau menyumbat arteri otak. Akibatnya fungsi otak berhenti dan

terjadi penurunan fungsi otak ( Batticaca Fransisca B, 2009 )

Center of disease control and prevention, (2017) mengatakan stroke non

hemoragik merupakan tipe yang paling umum (87%) sering terjadi. Stroke non

hemoragik biasanya terjadi sumbatan oleh bekuan darah, penyempitan satu atau

beberapa arteri yang mengarah ke otak atau embolus yang mneyebabkan

sumbatan atau oklusi pada beberapa intrakranial. (American health assosiation,

2013).

Serangan stroke sering kali datang secara mendadak, tidak terduga

sebelumnya, namun yang menyerupai gejala stroke adalah kelemahan pada

tungkai atau lengan disisi kiri atau kanan, kesulitan berbicara sefasih biasanya,

kesulitan berjalan akibat kelemahan tungkai atau adanya gangguan


keseimbangan, penderita tiba-tiba seperti orang kebingungan tanpa sebab yang

jelas, tiba-tiba tidak dapat melihat pada salah satu matanya, dan penderita

merasakan nyeri kepala yang sangat kuat (Setyarini, dkk, 2014).

Pasien stroke dengan kelemahan akan mengalami keterbatasan

mobilisasi. Pasien yang mengalami keterbatasan dalam mobilisasi akan

mengalami keterbatasan beberapa atau semua untuk melakukan rentang gerak

dengan mandiri. Kelemahan fisik dan mental akan menghalangi aktivitas hidup

sehari-hari. Secara umum ketidakmampuan ada dua macam yaitu

ketidakmampuan primer dan ketidakmampuan sekunder. Ketidakmampuan

primer disebabkan oleh penyakit atau trauma (misal : paralis gangguan atau

cedera pada medula spinalis) sedangkan ketidakmampuan sekunder terjadi

akibat dampak ketidakmampuan primer (misal : kelemahan otot dan tirah

baring) ( Mubarak, dkk, 2009 )

Virginia Henderson memperkenalkan definition of nursing (definisi

keperawatan). Definisi mengenai keperawatan dipengaruhi oleh latar belakang

pendidikannya. Ia menyatakan bahwa definisi keperawatan harus menyertakan

prinsip kesetimbangan fisiologis. Definisi ini dipengaruhi oleh persahabatan

Hendersone dengan seseorang ahli fisiologis bernama Stackpole. Hendersone

sendiri kemudian megemukakan sebuah definisi definisi keperawatan yang

ditinjau dari sisi fungsional. Menurutnya, tugas unik perawat adalah membantu

individu, baik dalam keadaan sakit maupun sehat, melalui upaya melaksanakan

berbagai aktifitas guna mendukung kesehatan dan penyembuhan individu atau


proses meninggal dengan damai, yang dapat dilakukan secara mandiri oleh

individu saat ia memiliki kekuatan, kemampuan, kemauan, atau pengetahuan

untuk itu (Marinner, 2007).

Teori Virginia Handerson berfokus pada individu yang berdasarkan

pandangannya, yaitu bahwa jasmani (body) dan rohani (mind) tidak dapat

dipisahkan. Menurut Handerson, manusia adalah unik dan tidak ada dua

manusia yang sama. Dimana pasien merupakan mahluk sempurna yang

dipandang sebagai komponen bio, psiko, cultural, dan spiritual yang

mempunyai empat belas kebutuhan dasar. Kebutuhan dasar individu tercermin

dalam 14 komponen dari asuhan keperawatan dasar (basic nursing care). 1.

Aktifitas bernafas secara normal, 2. Aktifitas makan dan minum sesuai

kebutuhan, 3. Aktifitas eliminasi secara normal, 4.Aktifitas bergerak dan

mempertahankan posisi yang dikehendaki, 5. Aktifitas istirahat dan tidur, 6.

Aktifitas berpakaian dan melepas pakaian, 7. Aktifitas mempertahankan suhu

tubuh normal dengan berpakaian dan modifikasi lingkungan, 8. Aktifitas

menjaga tubuh tetap bersih dan rapi, 9. Kebutuhan rasa aman dan nyaman10.

Aktifitas berkomunikasi dengan orang lain, 11. Aktifitas beribadah menurut

keyakinan, 12. Aktifitas bekerja, 13. Aktifitas bermain dan rekreasi, 14.

Aktifitas belajar atau memuaskan keingintahuan.


B. RumusanMasalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diurakan diatas, maka

dapat dirumuskan masalah penelitiannya adalah Apakah pengelolaan klien

dengan masalah gangguan mobilitas fisik pada stroke dengan pendekatan teori

Virginia Hendersone di Wilayah Perumnas Pinang Mas memberikan hasil yang

lebih baik lagi?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak dicapai

adalah penelitian mampu mengelola klien dengan Pengelolaan gangguan

mobiltas fisik pada stroke dengan pendekatan teori Virginia Hendersone di

Wilayah Perumnas Pinang Mas

1) Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan gangguan

mobilitas fisik pada stroke dengan pendekatan teori Virginia

Hendersone di Wilayah Perumnas Pinang Mas.

b. Mampu menentukan diagnose keperawatan pada klien dengan

gangguan mobilitas fisik pada stroke dengan pendekatan teori

Virginia Hendersone di WilayahPerumnas Pinang Mas.


c. Mampu melakukan perencenaan pada klien dengan gangguan

mobilitas fisik pada stroke dengan pendekatan teori Virgnia

Hendersone di Wilayah Perumnas Pinang Mas.

d. Mampu melakukan implementasi pada klien dengan gangguan

mobilitas fisik pada stroke dengan pendekatan teori Virginia

Hendersone di Wilayah Perumnas Pinang Mas.

e. Mampu melakukan evaluasi pada klien dengan gangguan mobilitas

fisik pada stroke dengan pendekatan teori Virginia Hendersone di

Wilayah Perumnas Pinang Mas.

f. Mampu menganalisa aplikasi Teori Virginia Hendersone pada

klien dengan gangguan mobilitas fisik pada stroke dengan

pendekatan teori Virginia Hendersone di WilayahPerumnas Pinang

Mas

g. Untuk mengetahui keefektifan aplikasi Teori Virginia Hendersone

dalam menyelesaikan masalah yang diangkat pada klien dengan

gangguan mobilitas fisik pada srtoke dengan pendekatan teori

Virginia Hendersone di WilayahPerumnas Pinang Mas.

h. Untuk mengetahui keunggulan apliksi teori Virgina Hendersone

dalam menyelesaikan masalah yang diangkat pada klien dengan

gangguan mobilitas fisik pada kasus stroke di Wilayah Perumnas

Pinang Mas.
i. Untuk mengetahui kelemahan aplikasi teori Virginia Hendersone

dalam meyelesaikan masalah yang diangkat pada terkait klien

dengan gangguan msobilisasi fisik pada kasus stroke di Wilayah

Perumnas Pinang Mas.

D. Manfaat penelitian
1. Bagi Pasien

Agar pasien dan keluarga mengetahui cara perawatan serta manfaat

Pengelolaan Klien Dengan Gangguan Mobilitas Fisik Pada Stroke,

memiliki komitmen dalam penuntasan dan pengelolaan keluarga dengan

penyakit stroke, serta memberikan motivasi serta perhatian secara khusus

terhadap pasien.

2. Bagi Perawat

Mengetahui cara memberikan Asuhan Keperawatan kepada Stroke, dengan

meggunakan Aplikasi teori Virginia Hendersone, dalam teori ini lebih

menekankan pada kesehatan sebagai kesadaran pengembangan.

3. Bagi Lembaga

a. Bagi Pendidikan

Untuk menambah refrensi dan memberikan informasi tentang

penerapan asuhan keperawatan dengan gangguan mobilitas fisik pada

stroke dengan pendekatan teori Virginia Hendersone, khususnya bagi

mahasiswa jurusan Keperawatan (ProfesiNers) di Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas Dehasen Bengkulu.


4. Pelayanan Kesehatan

Dapat menjadi acuan dalam menegenbangkan pelayanan maupun

penanganan terhadap pasien khususnya dengan gangguan mobilitas fisik

pada stroke dengan pendekatan teori Virginia Hendersone, sehingga

pasien mampu mendapatkan kesehatan yang maksimal dan mandiri.

E. Implikasi Studi Kasus Terhadap Keperawatan

1. Implikasi pada Perawat Sebagai Pendidik

Peran perawat pada klien dengan gangguan mobilitas fisik pada kasus

pasca stroke sebagai pendidik yaitu memberikan informasi berupa

pengajaran mengenai pengetahuan dan keterampilan dasar melakukan

perawatan dan pengajaran mobilitas sehari – hari agar klien dapat

melakukan ADL secara mandiri dalam keadaan sakit.

2. Implikasi pada Perawat Sebagai Advokat

Peran perawat sebagai advokat pada klien gangguan mobilitas pada kasus

pasca stroke yaitu tindakan perawat dalam mencapai rasa nyaman

maksimal klien atau bertindak dalam mobilitas atau beraktifitas.

3. Implikasi pada Perawat Sebagai Care Provider

Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan secara langsung

kepada klien gangguan mobilitas akibat pasca stroke, dengan menggunakan

energi dan waktu seminim mungkin, sehingga keluarga mampu membantu

dengan maksimal untuk melakukan perawatan dan membantu klien

melakukan aktifitas dengan aman dan nyaman. Perawat ini langsung


mengkaji kondisi klien, merencanakan, mengimplementasikan dan

mengevaluasi asuhan keperawatan dengan pendekatan teori Virginia

Henderson.

Anda mungkin juga menyukai