Anda di halaman 1dari 30

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN

1. Gambaran lokasi penelitian

Kabupaten Musi Rawas Utara merupakan salah satu dari 17

Kabupaten yang ada di provinsi Sumatera Selatan, yang Beribukota Rupit dan

dengan luas 6008,55 km2.

Wilayah Kabupaten Musi Rawas Utara sebelah Utara Berbatas dengan

Banyuasin, sebalah selatan berbatasan dengan kabupaten Musi Rawas,

sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Lebong Provinsi Reang Lebong

Bnegkulu.

Secara administratif kabupaten Musi Rawas Utara Terbagi menjadi 7

kecamatan, 87 Desa dengan 917 dusun dan 1 kelurahan dengan 38 RW.

Adapun peta wilayah kerja 8 Puskesmas di Musi Rawas Utara.

2. Jalannya Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel

independen dengan dependen. Pelaksanaan penelitian ini dibagi menjadi 2

tahap, yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan. Tahap persiapan ini

meliputi konsultasi dengan pembimbing, studi pustaka untuk menemukan

masalah penelitian di lapangan, melakukan survei awal terhadap lokasi

penelitian, mengumpulkan data yang diperoleh selama survei awal,


merumuskan masalah yang ditemukan di tempat penelitian, menyiapkan

instrumen penelitian dan mengurus surat izin penelitian dari FIKes Dehasen

Bengkulu yang diberikan ke Kesbangpol kemudian memberikan surat ke

Puskesmas Muara Rupit.

Tahap pelaksanaan ini dimulai dengan cara menyebarkan kuisioner

kepada responden yang akan diteliti. Penelitian dilakukan mulai tanggal 17 Juni

sampai dengan tanggal 30 Juni tahun 2019 di Puskesmas Muara Rupit.

Selanjutnya dilakukan pengolahan data, analisis data, penyajian data dan

laporan hasil penelitian.

3. Analisis Univariat

Analisis Univariat bertujuan untuk mengetahui gambaran variabel

penelitian. Variabel independen penelitian ini adalah Konsumsi Garam,

Konsumsi Kopi, Stress, Merokok, Kepatuhan Minum Obat Anti Hipertensi,

Aktifitas Olahraga sedangkan variabel dependen adalah Dengan Kejadian

Hipertensi Tidak Terkendali. Sehingga analisis univariat ini untuk mengetahui

gambaran Konsumsi Garam, Konsumsi Kopi, Stress, Merokok, Kepatuhan

Minum Obat Anti Hipertensi, Aktifitas Olahraga, Kejadian Hipertensi Tidak

Terkendali Pada Penderita Yang Melakukan Pemeriksaan Rutin di Wilayah

Kerja Puskesmas Muara Rupit. Hasil Analisis Univariat terlihat pada tabel

dibawah ini:
a. Gambaran Konsumsi Garam Pada Penderita Yang Melakukan Pemeriksaan

Rutin di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Rupit.

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Konsumsi


Garam Pada Penderita Yang Melakukan Pemeriksaan
Rutin di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Rupit

No Kesehatan Fisik Frekuensi Persentase (%)


1 Tinggi 48 58,5
2 Normal 34 41,5
Total 82 100

Dari tabel 5.1 di atas dapat diketahui bahwa dari 82 orang responden

di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Rupit Tahun 2019 terdapat sebagian

besar responden 48 (58,5%) yang memiliki konsumsi garam tinggi.

b. Gambaran Merokok Pada Penderita Yang Melakukan Pemeriksaan Rutin di

Wilayah Kerja Puskesmas Muara Rupit.

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Merokok Pada


Penderita Yang Melakukan Pemeriksaan Rutin di Wilayah
Kerja Puskesmas Muara Rupit

No Merokok Frekuensi Persentase (%)


1 Berat 16 19,5
2 Sedang 29 35,4
3 Ringan 20 24,4
4 Tidak Merokok 17 20,7
Total 82 100
Dari tabel 5.2 di atas dapat diketahui bahwa dari 82 orang responden

di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Rupit Tahun 2019 terdapat hampir

sebagian responden 29 (35,4%) yang memiliki merokok sedang.

c. Gambaran Konsumsi Kopi Pada Penderita Yang Melakukan Pemeriksaan

Rutin di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Rupit.

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Konsumsi Kopi


Pada Penderita Yang Melakukan Pemeriksaan Rutin di
Wilayah Kerja Puskesmas Muara Rupit

No Konsumsi Kopi Frekuensi Persentase (%)


1 Sering 52 63,4
2 Jarang 30 36,6
Total 82 100

Dari tabel 5.3 di atas dapat diketahui bahwa dari 82 orang responden

di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Rupit Tahun 2019 terdapat sebagian

besar responden 52 (63,4%) yang memiliki konsumsi konsumsi kopi sering.

d. Gambaran Stress Pada Penderita Yang Melakukan Pemeriksaan Rutin di

Wilayah Kerja Puskesmas Muara Rupit.

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Stress Pada


Penderita Yang Melakukan Pemeriksaan Rutin di Wilayah
Kerja Puskesmas Muara Rupit

No Stress Frekuensi Persentase (%)


1 Berat 30 36,6
2 Sedang 25 30,5
3 Ringan 14 17,1
4 Tidak Stres 13 15,9
Total 82 100
Dari tabel 5.4 di atas dapat diketahui bahwa 82 orang responden di

Wilayah Kerja Puskesmas Muara Rupit Tahun 2019 terdapat hampir

sebagian responden 30 (36,6%) yang memiliki tingkat stres berat.

e. Gambaran Aktivitas Olahraga Pada Penderita Yang Melakukan Pemeriksaan

Rutin di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Rupit.

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Aktivitas


Olahraga Pada Penderita Yang Melakukan Pemeriksaan Rutin
di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Rupit

No Aktivitas Olahraga Frekuensi Persentase (%)


1 Kurang 23 28,0
2 Cukup 32 39,1
3 Baik 27 32,9
Total 82 100

Dari tabel 5.5 di atas dapat diketahui bahwa dari 82 orang responden

di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Rupit Tahun 2019 terdapat hampir

sebagian responden 32 (39,1%) yang memiliki aktivitas olahraga cukup.

f. Gambaran Kepatuhan Minum Obat Pada Penderita Yang Melakukan

Pemeriksaan Rutin di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Rupit.


Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kepatuhan
Minum Obat Pada Penderita Yang Melakukan Pemeriksaan
Rutin di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Rupit

No Kepatuhan Minum Obat Frekuensi Persentase (%)


1 Tidak Patuh 48 58,5
2 Patuh 34 41,5
Total 82 100

Dari tabel 5.6 di atas dapat diketahui bahwa dari 82 orang responden

di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Rupit Tahun 2019 terdapat sebagian

besar responden 48 (58,5%) yang memiliki kepatuhan minum obat tidak

patuh.

g. Gambaran Kejadian Hipertensi Pada Penderita Yang Melakukan

Pemeriksaan Rutin di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Rupit.

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kejadian


Hipertensi Pada Penderita Yang Melakukan Pemeriksaan
Rutin di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Rupit

No Kejadian Hipertensi Frekuensi Persentase (%)


1 Hipertensi 41 50,0
2 Tidak Hipertensi 41 50,0
Total 82 100

Dari tabel 5.7 di atas dapat diketahui bahwa dari 82 orang responden

di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Rupit Tahun 2019 terdapat setengah

responden 50 (50%) yang memiliki kejadian hipertensi dan tidak hipertensi

4. Analisis Bivariat
Analisis Bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara

Konsumsi Garam, Konsumsi Kopi, Stress, Merokok, Kepatuhan Minum Obat

Anti Hipertensi, Aktifitas Olahraga, dengan Kejadian Hipertensi Tidak

Terkendali Pada Penderita Yang Melakukan Pemeriksaan Rutin di Wilayah

Kerja Puskesmas Muara Rupit dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

a. Hubungan antara Konsumsi Garam Dengan Kejadian Hipertensi Tidak

Terkendali Pada Penderita Yang Melakukan Pemeriksaan Rutin di Wilayah

Kerja Puskesmas Muara Rupit Tahun 2019

Tabel 5.8 Hubungan antara Konsumsi Garam Dengan Kejadian


Hipertensi Tidak Terkendali Pada Penderita Yang Melakukan
Pemeriksaan Rutin di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Rupit
Tahun 2019
Kejadian Hipertensi Total P
Konsumsi Garam Ya Tidak
n % n % N %
Tinggi 19 46,3 29 70,7 48 58,5
0,044
Normal 22 53,7 12 29,3 34 41,5
Total 41 100 41 100 82 100

Dari tabel 5.8 diketahui bahwa dari 41 (100%) orang yang memiliki

kejadian hipertensi terdapat 19 (46,3%) orang yang memiliki konsumsi

garam tinnggi dan 22 (53,7%) orang memiliki konsumsi garam normal. dari

41 (100%) orang yang memiliki kejadian tidak hipertensi terdapat 29

(70,7%) orang yang memiliki konsumsi garam tinggi dan 12 (29,3%) orang

memiliki konsumsi garam normal.


Untuk mengetahui Hubungan Antara Konsumsi Garam Dengan

Kejadian Hipertensi Tidak Terkendali Pada Penderita Yang Melakukan

Pemeriksaan Rutin di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Rupit Tahun 2019

uji Chi-Square (Pearson Chi-Square). Dari hasil statistik menunjukkan nilai

significancy atau p value yaitu 0,044. Karena nilai p<0,05, maka dapat

diambil kesimpulan bahwa ada Hubungan Antara Konsumsi Garam Dengan

Kejadian Hipertensi Tidak Terkendali Pada Penderita Yang Melakukan

Pemeriksaan Rutin di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Rupit Tahun 2019.

Kemudian dari hasil analisis diperoleh OR (untuk mengetahui

besar/kekuatan hubungan) = 0,357. Nilai ini menunjukan subjek penelitian

yang mempunyai konsumsi garam tinggi dengan hipertensi memepunyai

peluang 0,357 kali dengan subjek penelitian yang mempunyai konsumsi

garam normal dengan hipertensi.

b. Hubungan antara Merokok Dengan Kejadian Hipertensi Tidak Terkendali

Pada Penderita Yang Melakukan Pemeriksaan Rutin di Wilayah Kerja

Puskesmas Muara Rupit Tahun 2019

Tabel 5.9 Hubungan antara Merokok Dengan Kejadian Hipertensi Tidak


Terkendali Pada Penderita Yang Melakukan Pemeriksaan Rutin
di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Rupit Tahun 2019
Kejadian Hipertensi Total P
Merokok Ya Tidak
n % n % N %
Berat 5 12,2 11 26,8 16 19,5 0,035
Sedang 11 26,8 18 43,9 29 35,4
Kejadian Hipertensi Total P
Merokok
Ringan 13 31,7 7 17,1 20 24,4
Bukan Perokok 12 29,3 5 12,2 17 20,7
Total 41 100 41 100 82 100

Dari tabel 5.9 diketahui bahwa bahwa dari 41 (100%) orang yang

memiliki kejadian hipertensi terdapat 5 (12,3%) orang yang memiliki

merokok berat ,11 (26,8%) orang memiliki merokok sedang, 13 (31,7%)

orang memiliki merokok rinngan dan 12 (29,3%) orang bukan merokok. dari

41 (100%) orang yang memiliki kejadian tidak hipertensi terdapat 11 (26,8%)

orang yang memiliki merokok berat ,18 (43,9%) orang memiliki merokok

sedang, 7 (17,1%) orang memiliki merokok rinngan dan 5 (12,2%) orang

bukan merokok.

Untuk mengetahui Hubungan Antara Merokok Dengan Kejadian

Hipertensi Tidak Terkendali Pada Penderita Yang Melakukan Pemeriksaan

Rutin di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Rupit Tahun 2019 uji Chi-Square

(Pearson Chi-Square). Dari hasil statistik menunjukkan nilai significancy

atau p value yaitu 0,035. Karena nilai p<0,05, maka dapat diambil

kesimpulan bahwa ada Hubungan Antara Merokok Dengan Kejadian

Hipertensi Tidak Terkendali Pada Penderita Yang Melakukan Pemeriksaan

Rutin di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Rupit Tahun 2019


c. Hubungan antara Konsumsi Kopi Dengan Kejadian Hipertensi Tidak

Terkendali Pada Penderita Yang Melakukan Pemeriksaan Rutin di Wilayah

Kerja Puskesmas Muara Rupit Tahun 2019

Tabel Hubungan antara Konsumsi Kopi Dengan Kejadian Hipertensi


5.10 Tidak Terkendali Pada Penderita Yang Melakukan Pemeriksaan
Rutin di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Rupit Tahun 2019
Kejadian Hipertensi Total P
Konsumsi Kopi Ya Tidak
n % n % N %
Sering 20 48,8 32 78,0 52 63,4
0,012
Jarang 21 51,2 9 22,0 30 36,6
Total 41 100 41 100 82 100

Dari tabel 5.10 diketahui bahwa dari 41 (100%) orang yang memiliki

kejadian hipertensi terdapat 20 (48,8%) orang yang memiliki konsumsi kopi

sering dan 21 (51,2%) orang memiliki konsumsi kopi jarang. dari 41 (100%)

orang yang memiliki kejadian tidak hipertensi terdapat 32 (78%) orang yang

memiliki konsumsi kopi sering dan 9 (22%) orang memiliki konsumsi kopi

jarang.

Untuk mengetahui Hubungan Antara Konsumsi kopi Dengan Kejadian

Hipertensi Tidak Terkendali Pada Penderita Yang Melakukan Pemeriksaan

Rutin di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Rupit Tahun 2019 uji Chi-Square

(Pearson Chi-Square). Dari hasil statistik menunjukkan nilai significancy atau

p value yaitu 0,012. Karena nilai p<0,05, maka dapat diambil kesimpulan

bahwa ada Hubungan Antara Konsumsi kopi Dengan Kejadian Hipertensi


Tidak Terkendali Pada Penderita Yang Melakukan Pemeriksaan Rutin di

Wilayah Kerja Puskesmas Muara Rupit Tahun 2019. Kemudian dari hasil

analisis diperoleh OR (untuk mengetahui besar/kekuatan hubungan) = 0,268.

Nilai ini menunjukan subjek penelitian yang mempunyai konsumsi kopi

sering dengan hipertensi memepunyai peluang 0,268 kali dengan subjek

penelitian yang mempunyai konsumsi kopi jarang dengan hipertensi.

d. Hubungan antara Stres Dengan Kejadian Hipertensi Tidak Terkendali Pada

Penderita Yang Melakukan Pemeriksaan Rutin di Wilayah Kerja Puskesmas

Muara Rupit Tahun 2019

Tabel 5.11 Hubungan antara Stres Dengan Kejadian Hipertensi Tidak


Terkendali Pada Penderita Yang Melakukan Pemeriksaan Rutin
di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Rupit Tahun 2019
Kejadian Hipertensi Total P
Stres Ya Tidak
n % n % N %
Berat 9 22 21 51,2 30 36,6
Sedang 17 41,5 8 19,5 25 30,5
0,017
Ringan 6 14,6 8 19,5 14 17,1
Tidak Stres 9 22 4 9,8 13 15,9
Total 41 100 41 100 82 100

Dari tabel 5.11 diketahui bahwa dari 41 (100%) orang yang memiliki

kejadian hipertensi terdapat 9 (22%) orang yang memiliki stres berat ,17

(41,5%) orang memiliki stres sedang, 6 (14,6%) orang memiliki stres rinngan

dan 9 (22%) orang tidak stres. dari 41 (100%) orang yang memiliki kejadian

tidak hipertensi terdapat 21 (51,2%) orang yang memiliki stres berat ,8


(19,5%) orang memiliki stres sedang, 8 (19,5%) orang memiliki stres ringan

dan 4 (9,8%) orang tidak stres.

Untuk mengetahui Hubungan Antara Stres Dengan Kejadian Hipertensi

Tidak Terkendali Pada Penderita Yang Melakukan Pemeriksaan Rutin di

Wilayah Kerja Puskesmas Muara Rupit Tahun 2019 uji Chi-Square (Pearson

Chi-Square). Dari hasil statistik menunjukkan nilai significancy atau p value

yaitu 0,017. Karena nilai p<0,05, maka dapat diambil kesimpulan bahwa ada

Hubungan Antara Stres Dengan Kejadian Hipertensi Tidak Terkendali Pada

Penderita Yang Melakukan Pemeriksaan Rutin di Wilayah Kerja Puskesmas

Muara Rupit Tahun 2019.

e. Hubungan antara Aktivitas Olahraga Dengan Kejadian Hipertensi Tidak

Terkendali Pada Penderita Yang Melakukan Pemeriksaan Rutin di Wilayah

Kerja Puskesmas Muara Rupit Tahun 2019


Tabel 5.12 Hubungan antara Aktivitas Olahraga Dengan Kejadian
Hipertensi Tidak Terkendali Pada Penderita Yang Melakukan
Pemeriksaan Rutin di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Rupit
Tahun 2019
Kejadian Hipertensi Total P
Aktivitas Olahraga Ya Tidak
n % n % N %
Kurang 6 14,6 17 41,5 23 28
Cukup 20 48,8 12 29,3 32 39 0,022
Baik 15 36,6 12 29,3 27 33
Total 41 100 41 100 82 100

Dari tabel 5.12 diketahui bahwa dari 41 (100%) orang yang memiliki

kejadian hipertensi terdapat 6(22%) orang yang memiliki aktivitas olahraga

kurang ,20(48,8%) orang memiliki aktivitas olahraga cukup dan 15 (36,6%)

orang memiliki aktivitas olahraga baik. Dari 41 (100%) orang yang memiliki

kejadian hipertensi terdapat 17(41,5%) orang yang memiliki aktivitas olahraga

kurang ,12(29,3%) orang memiliki aktivitas olahraga cukup dan 12(29,3%)

orang memiliki aktivitas olahraga baik.

Untuk mengetahui Hubungan Antara Aktivitas Olahraga Dengan

Kejadian Hipertensi Tidak Terkendali Pada Penderita Yang Melakukan

Pemeriksaan Rutin di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Rupit Tahun 2019

uji Chi-Square (Pearson Chi-Square). Dari hasil statistik menunjukkan nilai

significancy atau p value yaitu 0,022. Karena nilai p<0,05, maka dapat

diambil kesimpulan bahwa ada Hubungan Antara Aktivitas Olahraga

Dengan Kejadian Hipertensi Tidak Terkendali Pada Penderita Yang


Melakukan Pemeriksaan Rutin di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Rupit

Tahun 2019.

f. Hubungan antara Kepatuhan Minum Obat Dengan Kejadian Hipertensi

Tidak Terkendali Pada Penderita Yang Melakukan Pemeriksaan Rutin di

Wilayah Kerja Puskesmas Muara Rupit Tahun 2019

Tabel 5.12 Hubungan antara Kepatuhan Minum Obat Dengan Kejadian


Hipertensi Tidak Terkendali Pada Penderita Yang Melakukan
Pemeriksaan Rutin di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Rupit
Tahun 2019
Kejadian Hipertensi Total P
Kepatuhan Minum
Ya Tidak
Obat
n % n % N %
Tidak Patuh 18 43,9 30 73,2 48 58,5
0,014
Patuh 23 56,1 11 26,8 34 41,5
Total 41 100 41 100 82 100

Dari tabel 5.12 diketahui diketahui bahwa dari 41 (100%) orang yang

memiliki kejadian hipertensi terdapat 18 (43,9%) orang yang memiliki

kepatuhan minum obat tidak patuh dan 23 (56,1%) orang memiliki kepatuhan

minum obat patuh. dari 41 (100%) orang yang memiliki kejadian hipertensi

terdapat 30 (73,2%) orang yang memiliki kepatuhan minum obat tidak patuh

dan 11 (26,8%) orang memiliki kepatuhan minum obat patuh.

Untuk mengetahui Hubungan Antara Kepatuhan Minum Obat Dengan

Kejadian Hipertensi Tidak Terkendali Pada Penderita Yang Melakukan

Pemeriksaan Rutin di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Rupit Tahun 2019


uji Chi-Square (Pearson Chi-Square). Dari hasil statistik menunjukkan nilai

significancy atau p value yaitu 0,014. Karena nilai p<0,05, maka dapat

diambil kesimpulan bahwa ada Hubungan Antara Kepatuhan Minum Obat

Dengan Kejadian Hipertensi Tidak Terkendali Pada Penderita Yang

Melakukan Pemeriksaan Rutin di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Rupit

Tahun 2019. Kemudian dari hasil analisis diperoleh OR (untuk mengetahui

besar/kekuatan hubungan) = 0,268. Nilai ini menunjukan subjek penelitian

yang mempunyai kepatuhan minum obat patuh dengan hipertensi

memepunyai peluang 0,287 kali dengan subjek penelitian yang mempunyai

kepatuhan minum obat patuh dengan hipertensi.

B. Pembahasan

1. Univariat

a. Konsumsi Garam di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Rupit Tahun

2019

Dari hasil penelitian diketahui dari 82 orang responden di Wilayah

Kerja Puskesmas Muara Rupit Tahun 2019 terdapat sebagian besar

responden 48 (58,5%) yang memiliki konsumsi garam tinggi.

Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam patogenesis

hipertensi. Pengaruh asupan terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui

peningkatan volume plasma, curah jantung, dan tekanan darah. Yang

dimaksud garam adalah garam natrium seperti yang terdapat dalam garam

dapur (NaCl), soda kue (NaHCO3), baking powder, natrium benzoat, dan
vetsin (mono sodium glutamat). Dalam keadaan normal, jumlah natrium

yang dikeluarkan tubuh melalui urin harus sama dengan jumlah yang

dikonsumsi, sehingga terdapat keseimbangan (Almatsier S, 2010).

WHO menganjurkan pembatasan konsumsi garam dapur hingga 6 gram

sehari (2400 mg natrium). Asupan natrium yang berlebih terutama dalam

bentuk natrium klorida dapat menyebabkan gangguan keseimbangan cairan

tubuh, sehingga menyebabkan hipertensi (Depkes RI, 2006)

b. Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Rupit Tahun 2019.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa dari 82 orang responden di

Wilayah Kerja Puskesmas Muara Rupit Tahun 2019 terdapat hampir

sebagian responden 29 (35,4%) yang memiliki merokok sedang.

Rokok mengandung ribuan zat kimia berbahaya bagi kesehatan tubuh,

diantaranya yaitu tar, nikotin, dan karbon monoksida. Zat kimia tersebut

yang masuk kedalam aliran darah dapatr merusak lapisan endotel pembuluh

darah arteri dan mengakibatkan proses aterosklerosis dan hipertensi

(Nurkhalida, 2003).

Seseorang merokok dua batang maka tekanan sistolik maupun diastolik

akan meningkat 10 mmHg. Tekanan darah akan tetap pada ketinggian ini

sampai 30 menit setelah berhenti menghisap rokok. Sedangkan untuk

perokok berat tekanan darah akan berada pada level tinggi sepanjang hari

(Sheldon G, 2005).

c. Konsumsi Kopi di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Rupit Tahun 2019.


Dari hasil penelitian diketahui bahwa dari 82 orang responden di

Wilayah Kerja Puskesmas Muara Rupit Tahun 2019 terdapat sebagian besar

responden 52 (63,4%) yang memiliki konsumsi konsumsi kopi sering.

Penelitian Mullo, dkk (2018) di dengan judul Hubungan Antara

Kebiasaan Minum Kopi Dengan Kejadian Hipertensi Di Wilayah Kerja

Puskesmas Paniki Bawah Kota Manado, memperoleh hasil bahwa yang

paling banyak tidak memiliki kebiasaan minum kopi dibandingkan yang

memiliki kebiasaan minum kopi, dikarenakan beberapa alasan dari

responden bahwa mereka pernah mengonsumsi kopi, namun dengan

bertambah umur mereka sudah mengurangi minum kopi, berdasarkan

penelitian paling banyak pada umur 56-65 tahun atau disebut masa lansia

akhir (Depkes RI, 2013). Penelitian ini didapatkan hasil 44 responden yang

memiliki tekanan darah tinggi, hal ini sesuai dengan data dinas kesehatan

kota manado bahwa di Kecamatan Mapanget di Puskesmas Paniki Bawah

angka hipertensi tertinngi dengan urutan pertama (Dinkes,2017). Penelitian

ini paling banyak pada jenis kelamin perenpuan pad umur 56-65 tahun atau

dimana di masamasa perempuan mengalami menapouse, sehingga dapat

mempengaruhi tekanan darah. Penelitian ini sejalan dengan penelitian

Umamah tahun 2016 bahwa seseorang yang mengalami pre- menapouse

mengalami peningkatan tekanan darah.

d. Stress di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Rupit Tahun 2019


Dari hasil penelitian diketahui bahwa dari 82 orang responden di

Wilayah Kerja Puskesmas Muara Rupit Tahun 2019 terdapat hampir

sebagian responden 30 (36,6%) yang memiliki tingkat stres berat.

Stres merupakan Suatu keadaan non spesifik yang dialami penderita

akibat tuntutan emosi, fisik atau lingkungan yang melebihi daya dan

kemampuan untuk mengatsi dengan efektif. Stres diduga melalui aktivitas

syaraf simpatis (syaraf yang bekerja saat beraktivitas). Peningkatan aktivitas

syaraf simpatis mengakibatkan tekanan darah secara intermitten (tidak

menentu).

Gangguan kepribadian yang bersifat sementara dapat terjadi pada orang

yang menghadapi keadaan yang menimbulkan stres. Apabila stres

berlangsung lama dapat mengakibatkan peninggian tekanan darah yang

menetap (Sutanto, 2010).

e. Aktivitas Fisik di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Rupit Tahun 2019

Dari hasil penelitian diketahui bahwa dari 82 orang responden di

Wilayah Kerja Puskesmas Muara Rupit Tahun 2019 terdapat hampir

sebagian responden 32 (39,1%) yang memiliki aktivitas olahraga cukup.

Olahraga dihubungkan dengan pengelolaan tekanan darah. Olahraga

yang teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan

tekanan darah. Kurang olahraga akan meningkatkan kemungkinan obesitas

dan asupan garam dalam tubuh. Kurang olahraga memiliki risiko 30-50%

lebih besar mengalami hipertensi (Mac Mahon S. et al, 2004).


Olahraga yang teratur yaitu rata-rata selama 30 menit per hari. Dan

akan lebih baik apabila dilakukan rutin setiap hari. Diperkirakan sebanyak

17% kelompok usia produktif memiliki aktifitas fisik yang kurang. Dari

angka prevalensi tersebut, antara 31% sampai dengan 51% hanya melakukan

aktifitas fisik < 2 jam/minggu (WHO, 2005).

f. Kepatuhan Minum Obat Tidak Patuh di Wilayah Kerja Puskesmas

Muara Rupit Tahun 2019

Dari hasil penelitian diketahui bahwa dari 82 orang responden di

Wilayah Kerja Puskesmas Muara Rupit Tahun 2019 terdapat sebagian besar

responden 48 (58,5%) yang memiliki kepatuhan minum obat tidak patuh.

Penderita dengan obat antihipertensi kemungkinan besar akan terus

mengkonsumsi selama hidup, karena penggunaan obat antihipertensi

dibutuhkan untuk mengendalikan tekanan darah sehingga komplikasi dapat

dikurangi dan dihindari (Lany Gunawan, 2005).

Penderita yang patuh berobat adalah yang menyelesaikan pengobatan

secara teratur dan lengkap tanpa terputus selama minimal 6 bulan sampai

dengan 9 bulan (Depkes RI, 2006). Pemeriksaan rutin merupakan suatu

kegiatan atau aktivitas penderita hipertensi untuk melakukan perawatan,

pengendalian dan pengobatan, baik dapat diamati secara langsung maupun

tidak dapat diamati oleh pihak luar. Pemeriksaan rutin merupakan salah satu

manajemen hipertensi yang perlu dilakukan untuk pengelolaan hipertensi.

Pemeriksaan rutin hipertensi sebaiknya dilakukan minimal sebulan sekali,


guna tetap menjaga atau mengontrol tekanan darah agar tetap dalam keadaan

normal (Purwanto, 2006).

g. Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Rupit Tahun

2019

Dari hasil penelitian diketahui bahwa dari 82 orang responden di

Wilayah Kerja Puskesmas Muara Rupit Tahun 2019 terdapat setengah

responden 50 (50%) yang memiliki kejadian hipertensi dan tidak hipertensi.

Hipertensi tidak terkendali didefinisikan sebagai keadaan ukuran

tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih (140 mmHg) dan tekanan

darah diastolik 90 mmHg atau lebih ( 90 mmHg) berdasarkan rata-rata tiga

kali pengukuran pada penderita hipertensi dan dengan atau tanpa pengobatan

antihipertensi. Sedangkan hipertensi terkendali yaitu keadaan tekanan darah

sistolik <140 mmHg dan tekanan darah diastolik <90 mmHg pada orang

dengan pengobatan antihipertensi (Chobanian et al, 2003).

Kondisi tekanan darah tinggi yang terus-menerus akan menyebabkan

jantung bekerja lebih keras, sehingga kondisi ini akan mengakibatkan

terjadinya kerusakan pada pembuluh darah, jantung, ginjal, otak, dan mata

(Cheryl D et al, 2012).

2. Bivariat
a. Hubungan Antara Konsumsi Garam Dengan Kejadian Hipertensi

Tidak Terkendali Pada Penderita Yang Melakukan Pemeriksaan Rutin

di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Rupit Tahun 2019

Dari hasil penelitian diketahui bahwa dari 41 (100%) orang yang

memiliki kejadian hipertensi terdapat 19 (46,3%) orang yang memiliki

konsumsi garam tinnggi dan 22 (53,7%) orang memiliki konsumsi garam

normal. dari 41 (100%) orang yang memiliki kejadian tidak hipertensi

terdapat 29 (70,7%) orang yang memiliki konsumsi garam tinggi dan 12

(29,3%) orang memiliki konsumsi garam normal. Dari hasil statistik

menunjukkan nilai significancy atau p value yaitu 0,044. Karena nilai

p<0,05, maka dapat diambil kesimpulan bahwa ada Hubungan Antara

Konsumsi Garam Dengan Kejadian Hipertensi Tidak Terkendali Pada

Penderita Yang Melakukan Pemeriksaan Rutin di Wilayah Kerja Puskesmas

Muara Rupit Tahun 2019. Kemudian dari hasil analisis diperoleh OR (untuk

mengetahui besar/kekuatan hubungan) = 0,357. Nilai ini menunjukan subjek

penelitian yang mempunyai konsumsi garam tinggi dengan hipertensi

memepunyai peluang 0,357 kali dengan subjek penelitian yang mempunyai

konsumsi garam normal dengan hipertensi.

Responden dengan pola makan yang baik lebih banyak terdapat pada

kelompok kontrol, sedangkan responden dengan pola makan yang buruk

dengan konsumsi gram yang tinggi lebih banyak pada kelompok kasus. Nilai
OR yang diperoleh yaitu sebesar 2,667 (95% CI: 1,099-6,468) sehingga

dapat diartikan bahwa seseorang yang memiliki pola makan buruk berisiko

sebesar 2,6 kali untuk mengalami kenaikan tekanan darah.

Natrium memiliki hubungan dengan timbulnya hipertensi Semakin

banyak jumlah natrium dalam tubuh, maka akan terjadi peningkatan volume

plasma, curah jantung, dan tekanan darah. Namun respon seseorang terhadap

kadar natrium di dalam tubuh berbeda-beda (Kartikasari, 2012). Beberapa

bukti studi epidemologi telah menggambarkan hubungan antara konsumsi

kalium dengan tekanan darah, dan hubungan langsung antara rasio

natrium/kalium pada urin dengan tekanan darah, peningkatan konsumsi

akalium berhubungan dengan efek natriuretik dan kemungkinan efek

dierutik.

Pengurangan konsumsi kalium meningkatkan kehilangan kalsium di

urin, yang merupakan kation penting yang mengatur tekanan darah. Pada

situasi ini kehilangan kalsium dapat mempercepat stimulasi hormone

paratiroid, yang dapat mengkontribusi peningkatan tekanan darah.

Peningkatan konsentrasi kalium dalam tubuh dapat mengurangi produksi

radikal bebas pada sel endhotel, yang dapat membantu menjaga tekanan

darah (Cowin, 2009).


b. Hubungan Antara Merokok Dengan Kejadian Hipertensi Tidak

Terkendali Pada Penderita Yang Melakukan Pemeriksaan Rutin di

Wilayah Kerja Puskesmas Muara Rupit Tahun 2019

Dari hasil penelitian diketahui bahwa dari 41 (100%) orang yang memiliki

kejadian hipertensi terdapat 5 (12,3%) orang yang memiliki merokok berat ,

11 (26,8%) orang memiliki merokok sedang, 13 (31,7%) orang memiliki

merokok rinngan dan 12 (29,3%) orang bukan merokok. dari 41 (100%)

orang yang memiliki kejadian tidak hipertensi terdapat 11 (26,8%) orang

yang memiliki merokok berat ,18 (43,9%) orang memiliki merokok sedang,

7 (17,1%) orang memiliki merokok rinngan dan 5 (12,2%) orang bukan

merokok. Dari hasil statistik menunjukkan nilai significancy atau p value

yaitu 0,035. Karena nilai p<0,05, maka dapat diambil kesimpulan bahwa ada

Hubungan Antara Merokok Dengan Kejadian Hipertensi Tidak Terkendali

Pada Penderita Yang Melakukan Pemeriksaan Rutin di Wilayah Kerja

Puskesmas Muara Rupit Tahun 2019.

Merokok merupakan faktor risiko penyakit kardiovaskuler (Sudoyo dkk,

2009). Dalam rokok terkandung nikotin yang merangsang bangkitnya

adrenalin hormon yang dapat menyebabkan tekanan darah meningkat serta

kadar kolesterol dalam darah yang erat hubungannya dengan serangan

jantung (Sitorus, 2008). Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon

monoksida yang dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah
dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri dan mengakibatkan

proses aterosklerosis dan tekanan darah tinggi. Pada studi autopsi dibuktikan

kaitan erat antara kebiasaan merokok dengan adanya artereosklerosis pada

seluruh pembuluh darah. Merokok juga meningkatkan denyut jantung dan

kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot-otot jantung. Merokok pada

penderita tekanan darah tinggi semakin meningkatkan risiko kerusakan pada

pembuluh darah arteri (Depkes, 2006).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian oleh Anggara dkk (2012)

mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan tekanan darah di

Puskesmas Telaga Murni Cikarang Barat tahun 2012 yang menunjukkan

bahwa ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok dengan

tekanan darah dengan nilai OR = 8,1 dimana seseorang yang mempunyai

kebiasaan merokok mempunyai risiko 8,1 kali menderita hipertensi

dibandingkan seseorang yang tidak mempunyai kebiasaan merokok

c. Hubungan Antara Konsumsi Kopi Dengan Kejadian Hipertensi Tidak

Terkendali Pada Penderita Yang Melakukan Pemeriksaan Rutin di

Wilayah Kerja Puskesmas Muara Rupit Tahun 2019

Dari hasil penelitian diketahui bahwa dari 41 (100%) orang yang memiliki

kejadian hipertensi terdapat 20 (48,8%) orang yang memiliki konsumsi kopi

sering dan 21 (51,2%) orang memiliki konsumsi kopi jarang. dari 41 (100%)
orang yang memiliki kejadian tidak hipertensi terdapat 32 (78%) orang yang

memiliki konsumsi kopi sering dan 9 (22%) orang memiliki konsumsi kopi

jarang. Dari hasil statistik menunjukkan nilai significancy atau p value yaitu

0,012. Karena nilai p<0,05, maka dapat diambil kesimpulan bahwa ada

Hubungan Antara Konsumsi kopi Dengan Kejadian Hipertensi Tidak

Terkendali Pada Penderita Yang Melakukan Pemeriksaan Rutin di Wilayah

Kerja Puskesmas Muara Rupit Tahun 2019. Kemudian dari hasil analisis

diperoleh OR (untuk mengetahui besar/kekuatan hubungan) = 0,268. Nilai

ini menunjukan subjek penelitian yang mempunyai konsumsi kopi sering

dengan hipertensi memepunyai peluang 0,268 kali dengan subjek penelitian

yang mempunyai konsumsi kopi jarang dengan hipertensi.

Pengaruh kopi terhadap terjadinya hipertensi saat ini masih

kontroversial. Kopi mempengaruhi tekanan darah karena mengandung

polifenol, kalium, dan kafein. Kafein memiliki efek yang antagonis

kompetitif terhadap reseptor adenosin. Adenosin merupakan neuromodulator

yang mempengaruhi sejumlah fungsi pada susunan saraf pusat. Hal ini

berdampak pada vasokonstriksi dan meningkatkan total resistensi perifer,

yang akan menyebabkan tekanan darah. Kandunagan kafein pada secangkir

kopi sekitar 80-125 mg (Uiterwaal C, et al, 2007).

Orang yang tidak mengkonsumsi kopi memiliki tekanan darah yang

lebih rendah dibandingkan orang yang mengkonsumsi 1-3 cangkir per hari.
Dan pria yang mengkonsumsi kopi 3-6 cangkir per hari memiliki tekanan

darah lebih tinggi dibanding pria yang mengkonsumsi 1-3 cangkir per hari

(Uiterwaal C, et al, 2007).

Penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh (Martiani, 2012) mengenai

hubungan antara faktor risiko hipertensi ditinjau dari kebiasaan minum kopi,

menunujukkan bahwa adanya hubungan antara kebiasaan minum kopi

dengan kejadian hipertensi yang dipengaruhi oleh lama mengkonsumsi kopi,

jenis minuman yang di konsumsi, dan frekuensi mengkonsumsi kopi.

d. Hubungan Antara Stress Dengan Kejadian Hipertensi Tidak

Terkendali Pada Penderita Yang Melakukan Pemeriksaan Rutin di

Wilayah Kerja Puskesmas Muara Rupit Tahun 2019

Dari hasil penelitian diketahui bahwa dari 41 (100%) orang yang

memiliki kejadian hipertensi terdapat 9 (22%) orang yang memiliki stres

berat ,17 (41,5%) orang memiliki stres sedang, 6 (14,6%) orang memiliki

stres rinngan dan 9 (22%) orang tidak stres. dari 41 (100%) orang yang

memiliki kejadian tidak hipertensi terdapat 21 (51,2%) orang yang memiliki

stres berat ,8 (19,5%) orang memiliki stres sedang, 8 (19,5%) orang

memiliki stres ringan dan 4 (9,8%) orang tidak stres. Dari hasil statistik

menunjukkan nilai significancy atau p value yaitu 0,017. Karena nilai

p<0,05, maka dapat diambil kesimpulan bahwa ada Hubungan Antara Stres

Dengan Kejadian Hipertensi Tidak Terkendali Pada Penderita Yang


Melakukan Pemeriksaan Rutin di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Rupit

Tahun 2019.

Penelitian ini didukung oleh suatu metode yang menyatakan bahwa

keadaan emosi kuat dan stres yang hebat bisa dan berlanjut lama akan

menjadi suatu reaksi yang somatic yang secara langsung mengenai system

peredaran darah yang sehingga bisa mempengaruhi detak jantung dan sistem

peredaran darah (Semium, 2008 dalam Mesuri). Secara fisiologis stres bisa

meningkatkan bertambahnya nadi, tekanan darah, pernafasan dan aritmia.

Selain dari respon fisiologis pelepasan hormon adrenalin sebagai akibatt

stres berat bisa muncul naiknya tekanan darah dan membekukan darah yang

sehingga bisa menjadikan serangan jantung. Adrenalin juga bisa

mempercepatkan denyut jantung dan menyempitkan pembuluh darah

koroner (Suparto, 2010).

Sugiharto (2007) mengatakan bahwa stres yang sifatnya konstan dan

berlanjut lama dan bisa meningkatkan saraf simpatis yang bisa memicu

meningkatnya tekanan darah. Selain itu jika keadaan seringkali emosi dan

berfikir negatif secara perlahan dan tidak disadari akan muncul gejala fisik

seperti hipertensi. Kondisi psikis seseorang memang berbeda jika kondisi

psikis seseorang dapat mempengaruhi tekanan darah. Stres juga bisa

berakibat meningkatnya aliran darah ke ginjal, kulit dan saluran pencernaan


dan tubuh akan semakin banyak menghasilkan hormon adrenalinn dengan

hal tersebut bisa membuat jantung sistem bekerja akan semakin kuat dan

cepat (Lawson. R, 2007).

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan diatas

menunjukan terdapat keterkaitan hubungan yang cukup antara hubungan

tingkat stres dengan tekanan darah pada pasien hipertensi dan dari hasil

tersebut bisa disimpulkan bahwa ada hubungan Tingkat Stres dengan

Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi di Puskesmas Bangetayu Semarang.

e. Hubungan Antara Aktivitas Olahraga Dengan Kejadian Hipertensi

Tidak Terkendali Pada Penderita Yang Melakukan Pemeriksaan Rutin

di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Rupit Tahun 2019

Dari hasil penelitian diketahui bahwa dari 41 (100%) orang yang memiliki

kejadian hipertensi terdapat 6(22%) orang yang memiliki aktivitas olahraga

kurang ,20(48,8%) orang memiliki aktivitas olahraga cukup dan 15 (36,6%)

orang memiliki aktivitas olahraga baik. Dari 41 (100%) orang yang memiliki

kejadian hipertensi terdapat 17(41,5%) orang yang memiliki aktivitas

olahraga kurang ,12(29,3%) orang memiliki aktivitas olahraga cukup dan

12(29,3%) orang memiliki aktivitas olahraga baik. Dari hasil statistik

menunjukkan nilai significancy atau p value yaitu 0,022. Karena nilai

p<0,05, maka dapat diambil kesimpulan bahwa ada Hubungan Antara


Aktivitas Olahraga Dengan Kejadian Hipertensi Tidak Terkendali Pada

Penderita Yang Melakukan Pemeriksaan Rutin di Wilayah Kerja Puskesmas

Muara Rupit Tahun 2019.

Adanya hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi dapat

dilihat dari hasil analisis univariat distribusi frekuensi aktivitas fisik, dimana

sebagian besar responden sudah mempunyai aktivitas fisik yang tinggi baik

pada kelompok kasus maupun kelompok kontrol. Tingkat aktivitas fisik

yang tinggi atau latihan fisik yang teratur berkaitan dengan menurunnya

angka mortalitas dan risiko kematian akibat penyakit kardiovaskuler.

Aktivitas fisik yang tinggi dapat mencegah atau memperlambat onset

tekanan darah tinggi dan menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi

(Gibney, 2009).

Orang yang rajin melakukan olahraga seperti bersepeda, jogging dan

aerobik secara teratur dapat memperlancar peredaran darah sehingga dapat

menurunkan tekanan darah. Orang yang kurang aktif olahraga pada

umumnya cenderung mengalami kegemukan. Olahraga juga dapat

mengurangi atau mencegah obesitas serta mengurangi asupan garamke

dalam tubuh. Garam akan keluar dari dalam tubuh bersama keringat

(Dalimartha, 2008). Melalui olahraga raga yang teratur (aktivitas fisik


aerobik selama 30-45 menit/hari) dapat menurunkan tahanan perifer yang

akan mencegah terjadinya hipertensi (Sihombing, 2010).

f. Hubungan Antara Kepatuhan Minum Obat Dengan Kejadian

Hipertensi Tidak Terkendali Pada Penderita Yang Melakukan

Pemeriksaan Rutin di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Rupit Tahun

2019

Dari hasil penelitian diketahui bahwa dari 41 (100%) orang yang memiliki

kejadian hipertensi terdapat 18 (43,9%) orang yang memiliki kepatuhan

minum obat tidak patuh dan 23 (56,1%) orang memiliki kepatuhan minum

obat patuh. dari 41 (100%) orang yang memiliki kejadian hipertensi terdapat

30 (73,2%) orang yang memiliki kepatuhan minum obat tidak patuh dan 11

(26,8%) orang memiliki kepatuhan minum obat patuh. Dari hasil statistik

menunjukkan nilai significancy atau p value yaitu 0,014. Karena nilai

p<0,05, maka dapat diambil kesimpulan bahwa ada Hubungan Antara

Kepatuhan Minum Obat Dengan Kejadian Hipertensi Tidak Terkendali Pada

Penderita Yang Melakukan Pemeriksaan Rutin di Wilayah Kerja Puskesmas

Muara Rupit Tahun 2019. Kemudian dari hasil analisis diperoleh OR (untuk

mengetahui besar/kekuatan hubungan) = 0,268. Nilai ini menunjukan subjek

penelitian yang mempunyai kepatuhan minum obat patuh dengan hipertensi

memepunyai peluang 0,287 kali dengan subjek penelitian yang mempunyai

kepatuhan minum obat patuh dengan hipertensi.

Anda mungkin juga menyukai