Salah satu upaya yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Prov. Kaltim
dalam upaya pengendalian lingkungan adalah melalui kegiatan identifikasi dan
pemantauan terhadap komponen lingkungan seperti air sungai, udara ambient
serta tutupan lahan, melalui perhitungan IKLH (Indeks Kualitas Lingkungan Hidup)
yang telah dituangkan didalam sasaran kinerja Gubernur Kaltim dalam misi ke 4
(empat) yaitu Berdaulat dalam pengelolaan Sumberdaya Alam Secara
Berkelanjutan yang dijabarkan didalam RPJMD Gubernur Kaltim 2018 – 2023 serta
Renstra Dinas Lingkungan Hidup Prov. Kaltim Tahun 2018 – 2023.
Berikut ini daftar status mutu sungai yang di pantau selama tahun 209 sesuai
dengan Perda No. 2 Tahun 2011 adalah sebagai berikut :
Keterangan :
Secara umum parameter yang tidak memenuhi bakumutu air kelas 1 untuk
sungai Mahakam adalah TSS, DO, Khlorin Bebas dan H2S (parameter kimia
anorganik), B. Coliform dan Fecal Coliform (parameter Mikrobiologi). Untuk
sungai Segah dan Kelay parameter yang tidak memenuhi baku mutu adalah TSS,
DO, Khlorin Bebas da H2S (parameter Kimia anorganik) dan Total Coliform serta
Fecal Coliform (Parameter Mikrobiologi).
1. Berdasarkan hal tersebut diatas maka perlu dilakukan upaya – upaya sebagai
berikut :
a. Provinsi dan Kabupaten/Kota agar meningkatkaan pengawasan terhadap
kualitas air sungai sebagai badan penerima dan daya dukung lingkungan,
maka perlu ditingkatkan kembali pengelolaan dan penenganan air limbah
disetiap badan air sesuai dengan badan aii sesuai dengan pemantauan
masing-masing sungai.
b. Semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk dan kegiatan usaha di
provinsi kaltim baik skala kecil mapun besar, seperti pertambangan batu
bara, perkebunan sawit, kaaret, perhotelan, PLTU, Pabrik Tahu dan usaha
lainnya, yang memanfaatkan sungai sebagai/air untuk proses produksi,
sarana tranfortasi dan badan penerima limbah harus dilakukan
pengelolaan yang benar agar tidak menimbulkan pencemaran lingkungan
dan penerapan produksi bersih dalam proses produksi untuk mengurangi
volume limbah.
c. Pemukiman padat penduduk di sekitar bantaran sungai dimana kegiatan
MCK bergantung pada sungai juga berpotensi mencemari sungai, perlu
dilakukan penataan sanitasi dengan membuat ipal terpadu atau
merelokasi masyarakat yang tinggal ditepi sungai ke lokasi darat yang
lebih layak lingkungan.
d. Memindahkan pasar-pasar yang berlokasi di tepi sungai.
e. Mendorong Pemerintah Kabupaten Kota meningkatkan kebersihannya
melalui program adipura serta merubah TPA dari open dumping ke
sanitari land fill
f. Kabupaten Kota agar melakukan pemantauan secara rutin sesuai dengan
kewenangannya.
B. Indeks Kualitas Udara (IKU)
Indeks Kualitas Udara (IKU) sebagai indikator kualitas udara menjadi penting,
khususnya untuk meningkatkan kesedaran masyarakat maupun untuk mengambil
kebijakan agar memahami kebijakan permasalahan pencemaran udara.
Pengelolaan kualitas udara secara terpadu merupakan kombinasi dari peraturan,
kesadaran, dan peningkatan kapasitas serta kemitraan dari pemangku
kepentingan untuk bersama – sama berkontribusi meningkatkan kualitas udara.
Kualitas udara dalam bentuk Indeks Kualitas Udara (IKU) selain sebagai
informasi bagi masyarakat luas dan untuk mengetahui tingkat pencemaran udara
dilingkungannya juga bertujuan untuk menilai kualitas suatu lingkungan
memenuhi baku mutu atau tidak dan bagi pemerintah sebagai bahan
pertimbangan dalam memprioritaskan program serta kegiatan guna peningkatan
kualitas lingkungan hidup.
Dari hasil perhitungan Indeks Kualitas Udara (IKU) dari masing-masing Kabupaten
Kota setelah dibandingkan dengan kriteria Indek Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH)
dengan skala 0 – 100 menunjukkan bahwa semua Kabupaten dan Kota berada
pad rentang 88 – 92 dengan kategori sangat baik . Begitu juga hasil perhitungan
Indeks Kualitas Udara (IKU) Provinsi Kalimantan Timur tahun 2019 mencapai nilai
89,75 dalam katagori sangat baik.
2. Saran/Rekomendasi
Indeks Tutupan Hutan yang memiliki fungsi sebagai paru-paru bumi ini
memberikan manfaat yang sama terhadap manusia. Oleh karenanya setiap
manusia memiliki hak yang sama terhadap layanan hutan atau luasan hutan yang
sama. Lebih penting lagi adalah setiap luasan lahan harus memiliki proporsi luas
hutan yang sama untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup, dengan demikian
perhitungan indeks merupakan perbandingan luas hutan dibandingkan luas
wilayah administrasinya angka yang diwajibkan adalah 30 % berdasarkan UU
41/99 tentang Kehutanan.
Untuk itu indikator tutupan hutan kita masih mengacu pada hasil perhitungan
yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang
telah dirilis pada tanggal 30 April 2019 di Hotel Sangrila, telah disepati hasil
perhitungan indeks tutupan hutan (ITH) dari tahun 2018 – 2024. Dimana
Kalimantan Timur berdasarkan hasil perhitungan oleh KLHK Indeks Tutupan Hutan
(ITH) Tahun 2018 adalah 77,32 dalam katagori baik. Perhitungan tersebut
bersumber dari PUSDATIN dengan indikator data terdiri dari : Tutupan Lahan,
Kebun Raya, Taman Kehati dan Ruang Terbuka Hijau (RTH) serta Data Batas
Administrasi dengan rumus sebagai berikut :
Rumus yang digunakan IKTL = 100-((100-(TL x 100)x 100 ))x 50/54.3) Tahun 2019
Rumus yang digunakan IKTL = 100-((100-(TL x 100)x 100 ))x 45/70.) Tahun 2020 – 2024
Sesuai hasil Rakernis IKLH tanggal 27 – 28 Februari 2019 di Hotel Sangri-la, Jakarta
D. Kesimpulan
Laporan IKLH yang berbasis data hasil pemantauan secara primer ini juga
dimaksudkan sebagai informasi kepada pengambil keputusan di tingkat pusat dan
daerah tentang kondisi lingkungan hidup ditingkat nasional dan daerah, yang bisa
digunakan sebagai bahan evaluasi dalam pembuatan kebijakan dalam
pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Indek kualitas lingkungan hidup yang diterjemahkan dalam bentuk angka ini,
diharapkan dapat mempermudah semua pemangku kepentingan (Stakeholder)
mulai dari pemerintah dan masyarakat (publik) dalam memahami kualitas
lingkungan hidupnya, apakah dalam katagori baik, sedang atau buruk. Dengan
mengetahui kualitas lingkungan hidup, maka sumberdaya yang ada dapat
dialokasikan secara lebih akurat sehingga akan lebih efisient dan efektif.