Anda di halaman 1dari 47

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini seiring dengan semakin pesatnya pertumbuhan kendaraan di dunia

terutama di Indonesia sehingga dibutuhkan pula suplai bahan bakar yang cukup guna

memenuhi permintaan kebutuhan bahan bakar di Indonesia. Kilang RU V

Balikpapan merupakan salah satu unit pengolahan yang bertugas memenuhi

kebutuhan akan bahan bakar di Indonesia yang mana memiliki beberapa unit yang

saling terintegrasi. Unit-unit tersebut antara lain unit hydroskimming dan

hydrocracking.

Hydrocracking complex (HCC) merupakan salah satu bagian dari RU V

Balikpapan yang menghasilkan berbagai macam produk seperti LPG, Nafta, Avtur,

automotive diesel oil (ADO) dan low sulphur waxi residue (LSWR). Sebelum

produk-produk diatas dihasilkan, high vacuum unit (HVU) merupakan salah satu unit

dari HCC yang berfungsi sebagai penyiapkan umpan yang akan digunakan

hydrocracking unit (HCU). HVU merupakan salah satu bagian dari unit HCC

berfungsi untuk menghasilkan light vacuum gasoil (LVGO) sebagai komponen

blending automotive diesel oil (ADO) dan heavy vacuum gasoil (HVGO) sebagai

umpan dari reaktor di HCU.

HVGO sebagai feed hydrocracking unit (HCU) diolah menjadi produk-produk

BBM. Dimana produk-produk BBM tersebut harus memenuhi persyaratan kualitas

serta kuantitas. Oleh karena itu untuk memenuhi persyaratan tersebut dengan

mengoptimalkan variabel proses pada HVGO section kolom vakum. Sehingga untuk

1
memenuhi persyaratan tersebut diatas diperlukan maksimasi produk HVGO di HVU

II hydrocacking complex PT Pertamina (Persero) RU V Balikpapan.

1.2 Tujuan Penulisan

Dengan memaksimalkan produk HVGO sebagai umpan, sehingga keterbatasan

umpan pada unit HCU tersebut dapat diminimalkan. Dengan mengatur variabel

operasi kolom vakum pada HVU II diharapkan menghasilkan produk HVGO yang

maksimal yang digunakan secara teoritis, penulis mencoba mengaplikasikan materi

pelajaran yang telah diberikan sehingga dapat diketahui:

 Mengetahui persen (%) yield produk HVGO yang ada dalam vacuum feed.

 Mengetahui hasil perhitungan keuntungan produk HVGO yang ditinjau dari

segi nilai ekonomi.

1.3 Batasan Masalah

Dalam penyusunan kertas kerja wajib ini penyusun mengamati tentang salah

satu produk yang dihasilkan dari proses distilasi vakum dengan menghitung salah

satu kondisi operasi yang berpengaruh terhadap hasil produk HVGO. Adapun

kondisi tersebut adalah temperatur yang berpengaruh terhadap HVGO dengan cara

mengubah cutting point produk HVGO.

2
1.4 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan Kertas Kerja Wajib (KKW) dibagi menjadi beberapa

bab, hal ini dimaksudkan agar mengetahui tahapan dan maksud bahasannya. Berikut

adalah tahapan dalam penulisan KKW yaitu :

BAB I PENDAHULUAN

Berisi tentang latar belakang, tujuan penulisan, batasan masalah, dan sistematika

penulisan.

BAB II ORIENTASI UMUM

Memuat tentang sejarah singkat kilang RU-V Balikpapan, tugas dan fungsi

hydrocracking complex, struktur organisasi serta sarana dan fasilitas yang terdapat

pada hydrocracking complex.

BAB III DASAR TEORI

Dalam bab ini dibahas tentang landasan teori mengenai maksimasi produk kolom

vakum serta cara yang digunakan untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

BAB IV PEMBAHASAN

Berisi uraian tentang operasi, evaluasi serta maksimasi hasil produk HVGO pada

kolom vakum hydrocracking complex.

BAB V PENUTUP

Bab ini mencakup tentang simpulan dari tulisan yang telah dibuat dan saran untuk

PT. Pertamina (Persero) RU V Balikpapan.

3
II. ORIENTASI UMUM

2.1 Sejarah Singkat Kilang RU V Balikpapan

Berawal dari ditemukannya sumur minyak di Sanga-Sanga pada tahun 1897,

pada tahun 1922 mulai dibangun Kilang I di Balikpapan. Setelah mengalami

kerusakan berat dalam masa perang dunia ke II (1940-1945) perbaikan dan

rehabilitasi dilakukan mulai tahun 1946. Berturut-turut kemudian dibangun

Penyulingan Minyak Kasar I (PMK I), Unit Penyulingan Hampa I (HVU I), Wax

Plant, PMK II, serta modifikasi kilang yang direhabilitasi pada tahun 1946 menjadi

PMK III.

Kilang Refinery Unit V Balikpapan, terletak di teluk Balikpapan, menempati

areal seluas 2.5 Km2. Kilang RU V didesain untuk mengolah crude Handil, dan

Bekapai. Namun saat ini mengolah berbagai macam crude (mix crude/cocktail crude)

baik lokal maupun impor, antara lain : Sepinggan, Senipah, Handil, Bunyu, Nanhai,

Forchados, Belida, Bacho, dll.

Produk BBM yang dihasilkan adalah seperti berikut : motor gasoline

(bensin/premium), kerosene (minyak tanah), avtur, solar, minyak diesel, dan fuel oil.

Sedangkan produk non BBM yang dihasilkan adalah sebagai berikut: LPG dan lilin

(wax).

2.2 Tugas dan Fungsi PT. Pertamina RU V Balikpapan

Tugas PT. Pertamina RU V Balikpapan saat ini adalah mengolah cocktail

crude (campuran beberapa macam crude) menjadi produk-produk yang diinginkan

sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan. Kapasitas pengolahan untuk seluruh unit

4
distilasi minyak mentah (CDU) adalah 260.000 barrel/hari, yaitu 200.000 barrel dari

CDU IV dan 60.000 barrel dari CDU V yang merupakan unit baru sebagai pengganti

unit lama (kilang balikpapan I) yang sudah tidak layak lagi untuk dioperasikan. Pada

tanggal 1 April 1997 Pertamina RU V Balikpapan ditunjuk oleh pemerintah menjadi

"PILOT PROJECT” sebagai kilang yang dapat menjalankan fungsinya untuk

mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dengan biaya operasi yang rendah

menuju "Strategic Bussiness Unit” untuk menyongsong pasar bebas (era globalisasi).

Kilang PT. Pertamina (Persero) RU V Balikpapan terdiri dari beberapa unit

yang tergabung dalam beberapa bagian antara lain:

2.2.1 Hydroskimming Complex (HSC)

Ada lima unit yang tergabung dalam HSC yaitu:

1. Crude Distillation Unit (CDU IV).

2. Naphta Hydrotreater Unit (Plant 4).

3. CCR Platformer Unit (Plant 5).

4. LPG Recovery Unit (Plant 6).

5. Sour Water Stripper Unit (Plant 7).

2.2.2 Hydrocracking Complex (HCC)

Hydrocracking complex terdiri dari 3 (tiga) unit utama dan 6 (enam) plant

penunjang, yaitu:

1. Vaccum Distillation Unit (Plant 2)

Unit ini mengolah long residue dari bottom product CDU IV (plant 1) untuk diolah

menjadi distillate berat sebagai umpan unit hydrocracking, kapasitas 81 MBCD.

5
2. Hydrocracking Unibon (Plant 3)

Terdiri dari 2 unit yang mengkonversi HVGO, yang merupakan produk vacuum

distillate unit menjadi minyak solar dan avtur sebagai produk utama. Unit ini

mempunyai kapasitas 55.000 barrel/hari.

3. Hydrogen Plant (Plant 8)

Unit ini mengolah gas alam menjadi H2 (hydrogen) untuk proses hydrocracking,

kapasitas unit ini adalah 39 MMSCFD.

4. Unit Penunjang

Plant penunjang yang terdapat di hydrocracking complex adalah :

1. Fuel Gas System (Plant 15)

Fungsi dari plant ini adalah untuk mensuplai bahan bakar gas yang akan digunakan

di unit-unit operasi.

2. Flare Gas System Recovery (Plant 19)

Fungsi dari unit ini adalah untuk membakar gas-gas beracun agar tidak berbahaya

bagi lingkungan.

3. BFW & Steam (Plant 31)

Fungsi dari unit ini adalah untuk memproses air menjadi steam (uap air) yang akan

dipakai pada unit-unit operasi.

4. Cooling Water System (Plant 32)

Fungsi dari unit ini adalah untuk mendinginkan air sisa operasi dan akan disuplai

6
5. Air Instrument & Nitrogen Plant (Plant 35)

Fungsi dari unit ini adalah untuk menghasilkan udara yang akan dipakai pada alat-

alat instrumentasi dan menghasilkan nitrogen yang berfungsi untuk purging,

blanketing, dan lain-lain.

2.3 Struktur Organisasi Hydrocracking Complex

Gambar 2.1 Struktur Organisasi HCC RU V Balikpapan

2.4 Sarana dan Fasilitas

2.4.1 Terminal Minyak Lawe-Lawe

Terminal minyak Lawe-Lawe terletak 20 Km dari Balikpapan, dibangun

bersamaan dengan proyek perluasan Kilang Balikpapan II, crude oil yang ditampung

di terminal ini berasal dari Handil, Arjuna, Sangata, dll. Muatan crude dari berbagai

tempat ini diangkut dengan tanker ukuran 125.000 DWT, diterima oleh single buoy

7
mooring (SBM) yang terletak 17 Km dari tempat ini. Jumlah tangki yang terdapat di

Lawe-Lawe ada 7 (tujuh) buah dengan kapasitas setiap tangki 800.000 barrel.

2.4.2 Utilities

Berfungsi sebagai penyedia energi seperti uap air, udara bertekanan, air, listrik dan

sebagainya. Utilitas terdiri dari unit-unit:

1. PLTU

Mempunyai 3 (tiga) buah generator yang berkapasitas 7.5 MW dan 1 (satu) buah

generator berkapasitas 9 MW, dan PLTU Baru dengan 3 (tiga) buah generator

berkapasitas 12.8 MW dan 2 (dua) buah generator berkapasitas 8.4 MW

2. Boiler

Mempunyai 3 (tiga) buah HP Boiler dengan kapasitas masing – masing 50 ton/jam,

menghasilkan steam tekanan 32 bar dan 5 (lima) buah MP boiler dengan kapasitas

total 225 ton/jam menghasilkan steam tekanan 17 bar, dan boiler baru sebanyak 5

(lima) buah berkapasitas 125 ton/jam menghasilkan steam 64 kg/cm2.

3. Raw Water Treatment

Raw water treatment feed dari sungai Wain (17 km dari kota Balikpapan)

berkapasitas 600 m3 dan 11 unit deep weel pump dengan kapasitas 720 m3/jam.

4. Sea Water Desalination

Mengolah air laut menjadi air industri untuk keperluan kilang.

5. Demoralization Plant

Mengolah air untuk HHP Boiler tekanan tinggi, yang terdiri dari tiga line, masing-

masing berkapasitas 150 m3/jam.

8
2.4.3 Laboratorium

Sebagai kontrol kualitas, bahan baku sampai produk kilang. Dari pemeriksaan

laboratorium akan diketahui apakah bahan yang diperiksa memenuhi syarat atau

tidak.

2.4.4 Sarana Pemadam Kebakaran

Berfungsi mencegah dan memadamkan api apabila terjadi kebakaran. Dengan

berbagai macam fasilitas, antara lain pompa pemadam api dengan air laut.

2.4.5 Sarana Penunjang Lainnya

Keselamatan kerja, gudang, bengkel, simulator panel, dan pengendali untuk

pendidikan dan pelatihan, dll.

2.5 Lindungan Lingkungan

Berfungsi mencegah terjadinya pencemaran lingkungan dengan beberapa sarana

antara lain:

2.5.1 Effluent Water Treatment Plant

Berfungsi untuk mengolah semua jenis air yang berasal dari kilang air buangan dan

air hujan yang mengandung bocoran minyak dan bahan kimia sampai memenuhi

batas maksimum kandungan minyak di air buangan 25 %wt ppm.

2.5.2 Elevatic Flare Stack

Tempat pembakaran gas-gas buangan yang beracun/berbahaya dengan tinggi 116

meter.

9
III. TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Jenis-jenis Distilasi

Proses distilasi menurut tekanan kerjanya dibedakan dalam tiga macam, yaitu :

3.1.1 Distilasi Atmosferik

Distilasi atmosferik (atmosferik distillation) adalah distilasi yang beroperasi

pada tekanan atmosferis. Distilasi atmosferik digunakan pada proses pemisahan

minyak mentah atau crude oil menjadi produk-produk seperti gas, LPG, naphta,

kerosene, diesel serta long residue dengan tekanan sistem ± 1 kg/cm2.

3.1.2 Distilasi Hampa

Distilasi hampa (vacuum distillation) adalah distilasi yang tekanan kerjanya

dibawah tekanan atmosfer. Distilasi hampa dimaksudkan untuk menurunkan titik

didih sehingga suhu operasi dapat lebih rendah dari pada suhu distilasi pada tekanan

atmosfer. Cara ini diterapkan untuk memisahkan komponen-komponen minyak berat

(misalnya gasoil dalam long residue) yang mana apabila dilakukan dengan metode

distilasi atmosferis harus pada suhu kerja tinggi, dan hal ini dapat mengakibatkan

perengkahan (cracking) dan bahkan dapat menimbulkan pembentukan arang

(cooking) pada dinding tube yang tidak dikehendaki dalam proses ini.

3.1.3 Distilasi Bertekanan

Distilasi bertekanan (pressurized distillation) adalah distilasi yang tekanan

kerjanya diatas tekanan atmosfer. Distilasi bertekanan merupakan proses pemisahan

komponen ringan seperti metana, etana, propana, dan butana yang tidak dapat

10
dipisahkan pada tekanan atmosfer karena mempunyai suhu operasi dan titik didih

jauh dibawah atmosfer. Untuk dapat memisahkan komponen-komponen tersebut

memerlukan tekanan yang tinggi. LPG (liquid petroleum gas) merupakan salah satu

produk dari proses distilasi bertekanan. Terdapat tiga jenis LPG yaitu LPG propane,

LPG campuran (propane dan butane), dan LPG butane.

3.2 Peralatan Utama High Vacuum Unit

Peralatan utama yang terdapat di high vacuum unit antara lain :

3.2.1 Pompa

Pompa adalah suatu peralatan yang digunakan untuk mengalirkan cairan dari

suatu tempat ke tempat lain, melalui pipa (saluran) dengan cara memberi energi pada

cairan yang dialirkan.

3.2.2 Feed Surge Drum

Feed Surge Drum berfungsi sebagai reservoir untuk umpan yang mengalir

melalui sistem, dan berguna mencegah terjadinya fluktuasi pada aliran. Sebagai

tempat tercampurnya umpan hot dan cold reduced crude sebelum dialirakn untuk

proses selanjutnya.

3.2.3 Heat Exchanger

Heat exchanger atau alat penukar panas berfungsi untuk berlangsungnya proses

perpindahan panas antara fluida satu ke fluida lain yang saling mempunyai

kepentingan. Sebagai contoh crude oil dengan residu, dimana crude oil

membutuhkan panas sedangkan residu perlu melepaskan panas, dengan demikian

11
melalui pertukaran panas ini dapat dimanfaatkan panas yang terbuang dan apabila

dinilai dari segi ekonominya hal ini akan memberikan penghematan biaya operasi.

3.2.4 Furnace

Furnace berfungsi sebagai tempat perpindahan panas yang diperoleh dari hasil

pembakaran bahan bakar. Pemanasan umpan yang akan diolah dilakukan secara terus

menerus dalam pipa-pipa pemanas yang disusun dalam dapur pemanas. Minyak yang

dialirkan melalui pipa-pipa tersebut akan menerima panas dari hasil pembakaran

didalam dapur hingga suhunya mencapai sekitar 300oC – 360oC, yang kemudian

masuk kedalam kolom distilasi

3.2.5 Kolom Distilasi

Kolom distilasi adalah peralatan yang berbentuk bejana silinder yang terbuat

dari bahan baja dimana didalamnya dilengkapi alat kontak yang berfungsi untuk

memisahkan komponen-komponen campuran berdasarkan perbedaan titik didihnya.

Beberapa peralatan yang terdapat pada kolom distilasi hampa adalah demister,

schoepentoeter, down comer, tray, packing (alat kontak uap-liquid atau liquid-

liquid), packing support, dan distributor. Bentuk dari kolom ini sedikit berbeda,

bentuknya tidak terlalu tinggi dan diameternya lebih besar dibandingkan kolom

distilasi lainnya.

3.2.6 Steam Ejector System

Steam jet ejector berfungsi sebagai sarana pembangkit kevakuman pada kolom

distilasi hampa. Perinsip steam jet ejector adalah mengubah energi statis berupa

tekanan, menjadi energi dinamis yang berupa kecepatan. Fluida yang mengalir

12
dengan kecepatan tinggi melalui suatu nozzle tersebut kemudian akan menghisap uap

minyak yang ada dipuncak kolom.

3.2.7 Condenser

Condensor adalah peralatan yang digunakan untuk mengubah fase uap menjadi

fase cair. Dapat juga diartikan sebagai alat penukar panas yang berfungsi untuk

mengkondensasikan fluida. 

3.2.8 Air Cooled Heat Exchanger

Air cooled heat exchanger atau fin-fan merupakan salah satu jenis heat

exchanger. Peralatan ini berfungsi untuk mengambil panas dari fluida proses dengan

cara melewatkan fluida tersebut melalui bak yang didalamnya terdapat fin tube (tube

bersirip) dan didinginkan dengan menghembuskan udara pendingin melalui bagian

luar tube. Untuk meningkatkan efisiensi perpindahan panas, udara pendingin

dihembuskan dengan fan atau blower.

3.3 Bagian-bagian Kolom Distilasi

Pada umumnya kolom disitilasi dibagi menjadi tiga bagian yaitu :

3.3.1 Daerah Flash Zone

Daerah flash zone adalah daerah tempat masuknya umpan ke kolom yang

bercampuran antara uap dan cairan setelah mendapatkan pemasan dari heat

exchanger dan heater. Pada daerah ini terjadi pemisahan secara cepat antara uap dan

cairan. Fraksi uap akan mengalir ke daerah rectiftying, dan sedangkan fraksi cairan

akan mengalir ke daerah stripping.

13
3.3.2 Daerah Rectifying

Daerah rectifying adalah bagian kolom distilasi hampa (vacuum) yang

merupakan tempat pemisahan distilat berdasarkan perbedaan titik embunya. Daerah

ini meliputi dari top kolom hingga diatas daerah flash zone. Rectifiying dilengkapi

dengan tray-tray atau packing sebagai tempat pertukaran massa dan panas antara

hydrocarbon.

3.3.3 Daerah Stripping

Daerah Stripping meliputi daerah tempat masuknya umpan hingga ke kolom

bagian bawah. Daerah ini adalah tempat mengalirnya fraksi berat minyak bumi yang

berasal dari pemisahan pada flash zone. Pada daerah stripping biasanya dilengkapi

dengan fasilitas stripping steam atau reboiler untuk membantu memisahkan fraksi

ringan yang masih terikut pada fraksi berat.

3.4 Pengertian Distilasi ASTM, TBP, dan EFV

Perubahan cutting point dari produk HVGO diperlukan suatu profil distilasi

dengan menggunakan profil distilasi ASTM, TBP, dan EFV. Distilasi ASTM

merupakan profil distilasi yang didapat dari hasil pengujian dengan penggunaan

berbagai peralatan yang berasal dari laboratorium. Pengujian untuk mendapatkan

profil distilasi ASTM dilakukan dengan cara memanaskan dan mengembunkan

minyak tanpa menggunakan reflux. Distiasi TBP (true boiling point) merupakan

profil distilasi yang hampir identik dengan komponen yang terkandung dari minyak

bumi atau produk. Profil distilasi TBP didapatkan dengan cara pengujian minyak

yang dipisahkan secara kompleks yang menggunakan reflux yang besar. Distilasi

14
EFV merupakan profil distilasi yang didapat ketika campuran minyak dipanaskan

tanpa membuat uap minyak terpisah dari cairannya yang akan menghasilkan titik

didih yang tinggi dari campuran untuk teruapkan.

3.4.1 Konversi Profil Distilasi

Penentuan profil distilasi dapat dilakukan apabila telah mendapatkan masing-

masing profil distilasi ASTM, TBP, dan EFV. Profil distilasi ASTM biasanya telah

diketahui dari laporan pemeriksaan laboratorium setiap harinya. Distilasi TBP dan

EFV tidak dapat diketahui secara langsung dari analisa laboratorium, tetapi terdapat

metode untuk mendapatkan profil distilasi TBP dan EFV. Metode untuk

mendapatkan profil distilasi TBP dan EFV ada bermacam-macam berikut ini akan

digunakan salah satu metode dari Edmister dalam mendapatkan profil distilasi TBP

dan EFV.

3.4.2 Konversi Distilasi ASTM ke TBP2:45

Profil distilasi ASTM dapat diketahui dari hasil pemeriksaan laboratorium.

Hasil pemeriksaan laboratorium berisi tentang laporan nilai temperature produk

mulai dari IBP, 10 % vol recovery, 30 %, 50 %, 70 %, 90 %, hingga FBP dari produk

tersebut. Laporan distilasi ASTM inilah yang akan dijadikan pedoman untuk

mendapatkan profil distilasi TBP. Profil distilasi TBP akan sangat menentukan dalam

pembuatan grafik pseudo-component. Langkah- langkah untuk mendapatkan profil

distilasi TBP adalah sebagai berikut:

1. Mencari temperatur TBP pada 50 % vol rec, dengan menggunakan nilai

temperature pada 50% vol distilasi ASTM yang kemudian diplot pada fig. 12.4

15
dari buku Applied Hydrocarbon Thermodynamic karangan Edmister. Setelah

didapatkan hasil perpotongan pada grafik, kemudian faktor koreksi yang

diperoleh dari garis perpotongan tersebut ditambahkan dengan temperature

pada 50% vol pada distilasi ASTM untuk mendapatkan temperature pada 50 %

vol distilasi TBP.

2. Mencari selisih dari tiap-tiap interval pada distilasi ASTM, yaitu antara IBP -

10%, 10% -30%, 30% - 50%, 50% - 70%, 70% - 90%, dan 90% - FBP.

3. Mencari koreksi dari tiap- tiap interval pada distilasi ASTM dengan

menggunakan grafik pada fig 12.5 untuk mendapatkan selisih tiap- tiap interval

pada distilasi TBP. Koreksi dari tiap- tiap interval distilasi TBP didapatkan

dengan menarik garis vertikal ke atas dan memotong garis lengkung tiap-tiap

interval. Perpotongan kedua garis tersebut dapat digunakan untuk mendapatkan

nilai koreksi untuk tiap- tiap interval pada distilasi TBP.

4. Mencari temperature TBP tiap- tiap % volume recovery dapat dilakukan

dengan menggunakan temperatur pada 50% distilasi TBP sebagai acuan awal.

3.4.3 Konversi Distilasi TBP ke EFV2:50

Konversi profil distilasi EFV dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan

merubah profil distilasi ASTM menjadi EFV maupun dengan cara mengubah profil

distilasi TBP menjadi EFV. Cara yang akan digunakan adalah cara untuk merubah

profil distilasi TBP menjadi distilasi EFV.

Konversi profil distilasi TBP menjadi EFV pada prinsipnya sama dengan cara

konversi dari distilasi ASTM menjadi distilasi TBP. Profil distilasi TBP menjadi

pedoman untuk dikonversi menjadi profil distilasi EFV. Profil distilasi EFV akan

16
berguna dalam proses penentuan kondisi operasi setelah dilakukan perubahan cutting

point. Langkah- langkah untuk proses konversi profil distilasi TBP menjadi EFV

adalah sebagai berikut:

1. Temperatur TBP pada 50% yang telah diketahui, menggunakan fig 12.6 dapat

digunakan untuk mendapatkan temperature 50% EFV dengan memplotkan

nilai temperature TBP 50% serta temperatur selisih antara TBP (30% - 10%)

2. Kemudian perlu dicari temperature difference pada distilasi EFV dengan

menggunakan grafik pada fig 12.7 buku Applied Hydrocarbon Thermodynamic

karangan Edmister. Dari grafik tersebut perlu diketahui perbedaan temperatur

TBP pada interval IBP - 10%, 10% - 30%, 30% - 50%, 50% - 70%, 70% - 90%,

dan 90% - FBP. Nilai temperature difference EFV didapatkan dengan cara

menghubungkan temperature difference TBP dengan interval masing- masing

sehingga didapatkan temperature difference EFV.

3. Koreksi tekanan pada kolom dilakukan dengan EFV 50 % menggunakan grafik

fig 3.28. Menghitung EFV pada % recovery yang lain di koreksikan tekanan

menggunakan slope (10%-70%) kemudian diplotkan pada grafik di figure 3.31

sehingga didapat koreksi tiap tiap % volume recovery

3.5 Perubahan Cutting Point

Perubahan cutting point untuk mendapatkan nilai cutting point yang baru dapat

digunakan metode pseudo-component. Metode pseudo-component menggunakan

data dari profil distilasi TBP untuk membuat garis komponen bayangan. Garis

bayangan ini nantinya akan dapat memudahkan dalam penentuan nilai cutting point

17
produk yang baru. Penggunaan metode pseudo-component dalam menentukan

cutting point baru dijelaskan sebagai berikut:

3.5.1 Penggunaan Metode Pseudo-Component8:336

Grafik profil distilasi TBP tiap-tiap produk terbagi dalam pseudo

component (komponen bayangan) dan batasannya sudah ditetapkan sesuai

temperature basisnya. Ketika sebuah komponen diidentifikasikan pada temperature

tertentu, semua kurva profil distilasi harus digunakan sesuai dengan batasan

spesifikasinya. Persen volume tiap- tiap pseudo-component sudah mewakili persen

volume tiap-tiap produk. Akumulasi dari volume tiap tiap produk dapat dikorelasikan

dengan cutpoint temperature dari gabungan grafik profil distilasi TBP tiap-tiap

produk. Metode ini digunakan untuk membuat profil bayangan (pseudo) distilasi dari

suatu fraksi minyak bumi atau umpan suatu unit. Metode pseudo-component

digunakan untuk membentuk profil distilasi umpan pada kolom fraksinasi dengan

dasar grafik profil distilasi TBP gabungan tiap-tiap produk. Dua hal penting yang

harus dimiliki untuk membuat profil distilasi TBP dan selanjutnya profil distilasi

EFV yang mewakili adalah

1. Data profil Distilasi ASTM dan Grafik profil distilasi ASTM masing- masing

produk.

2. Flow rate dari tiap tiap produk dan flow rate dari umpan masuk. Flow rate akan

digunakan untuk menentukan yield tiap-tiap produk pada umpan.

3.5.2 Langkah-langkah Pembuatan Pseudo-Component8:338

18
Dari buku Element Petroleum Processing karangan D.S.J Jones, langkah-

langkah yang dilakukan untuk melakukan perhitungan dengan menggunakan metode

pseudo-component adalah sebagai berikut:

1. Konversi dari profil distilasi ASTM tiap-tiap produk ke profil distilasi TBP.

Untuk melakukan konversi dari profil distilasi ASTM ke TBP digunakan grafik

korelasi antara profil distilasi ASTM dan TBP (Figure 12.5) dari buku Applied

Thermodynamics karangan Wayne Edmister.

2. Melakukan identifikasi dan menggunakan pseudo-component untuk membuat

kurva gabungan temperatur vs TBP (curve dari tiap-tiap produk). Dalam hal ini

dilakukan pengidentifikasian range boiling point tiap-tiap produk dengan

menggunakan kurva profil distilasi TBP dan pembuatan increment dari boiling

point tiap-tiap produk. Membuat balance komponen dari data profil distilasi

TBP dan flow rate tiap-tiap produk dibuat break down dari increment

temperature dan yields dari produk kemudian dibuat profil distilasi TBP

gabungan dengan data increment temperature dan yields secara kumulatif.

Membuat kurva profil distilasi EFV dari kurva distilasi TBP. Untuk

mendapatkan hasil konversi profil distilasi EFV digunakan grafik korelasi

antara profil distilasi TBP-EFV (figure 12.6 dan 12.7) dari buku Applied

Thermodynamics.

3.6 Penentuan Kondisi Operasi

Kondisi operasi didapat dari hasil perhitungan distilasi EFV dari produk,

distilasi EFV digunakan sebagai acuan kondisi operasi karena distilasi EFV diuji

untuk mendapatkan temperature yang dibutuhkan saat uap dan cairan terpanaskan

19
namun uap masih belum terpisah dari cairan. Temperature produk samping

ditentukan oleh initial boiling point (IBP) yang sudah dikoreksi tekanan. Distilasi

EFV dari produk samping. Langkah-langkah untuk menentukan draw off HVGO

temperature yaitu2:121 hubungkan dengan temperature IBP dari EFV untuk

mendapatkan draw off temperature.

3.7 Prediksi Spesifikasi Produk HVGO

Untuk data spesifikasi produk bisa dilihat di tabel 4.2. Flash point adalah

temperature terendah dimana uap hidrokarbon terbakar sekejap bila diuji di

laboratorium dengan menggunakan apparatus. Flash point dapat ditentukan dengan

menggunakan rumus2:9

Flash Point = 0,77 X ( T ASTM 5 % oF – 150 oF).........................................(3-1)

Selain flash point, prediksi spesifikasi dari produk HVGO yang dilakukan

dengan mengamati nilai oAPI dan Kuop. Data SG didapatkan dari pemeriksaan hasil

laboratorium yang selalu dilaporkan setiap harinya atau dari perhitungan middle

boiling point. Untuk mendapatkan oAPI dapat menggunakan formula sebagai berikut:

141,5
−131,5............................................................................................................................................................. (3-3)
SG 60/60

Data distilasi TBP hasil cutting dapat digunakan untuk memperkirakan harga

faktor Kuop dari produk HVGO. Untuk mendapatkan faktor Kuop dapat digunakan

formula sebagai berikut:

MeABP+ 460
KUOP = 3
√ SG 60/60o F
............................................................................................................................................... (3-4)

20
Untuk mendapatkan nilai Kuop dibutuhkan nilai MeABP dan SG 60/60. Untuk

mendapatkan nilai MeABP dari produk HVGO diperlukan suatu perhitungan yang

menggunakan formula sebagai berikut:

MeABP = Mean Average Boiling Point

= VABP + Koreksi (fig 5-4)

= ...°F = ...°F + 460 = ...oR............................................................... (3-5)

Nilai MeABP didapatkan dalam temperature Rankine, oleh karena itu nilai

VABP yang dikoreksi dengan menggunakan fig 5.4 dari buku Nelson harus

dikonversi menjadi °Rankine. Nilai VABP yang dipakai untuk mendapatkan MeABP

dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

¿
VABP = Volume Average Boiling Point = T 10 % +2 x T 50 %+ T 90 % ¿ 4 ........... (3-

6) Keterangan:

T10% = Temperatur ASTM pada 10% volume recovery

T50% = Temperatur ASTM pada 50% volume recovery

T90% = Temperatur ASTM pada 90% volume recovery

21
IV. PEMBAHASAN

4.1 Batasan-Batasan Produk HVGO Kolom HVU II

Spesifikasi produk HVGO yang digunakan sebagai umpan hydrocracker

memiliki spesifikasi lain yang tidak tercantum dalam tabel spesifikasi, yaitu sifat

HVGO yang akan dijadikan sebagai umpan hydrocracker setidaknya bersifat

parafinis. Hal tersebut dikarenakan HVGO yang bersifat naphtenis akan mengganggu

kondisi operasi dari reaktor yang terdapat di unit hydrocracking.

Tabel 4.1 Spesifikasi Produk HVGO Sebagai Umpan Hydrocracking

HVGO

BATASAN
SIFAT
Minimum Maksimum

IBP (oC) 280

FBP (oC) 540

Metal Content (ppm) 2

Colour ASTM 4,0

LVGO

BATASAN
SIFAT
Minimum Maksimum

Recovery @370C (%) 90

22
4.2 Data Kondisi Operasi Kolom HVU II

Analisis dari vacuum feed dari CDU IV dan V serta produk- produk yang

dihasilkan dari HVU II dapat dilihat dari hasil laporan yang telah diperoleh

penyusun. Data yang telah diperoleh diambil dari plant information (PI) HVU-II unit

pengolahan Pertamina RU V Balikpapan tertanggal 7 Juni 2017 adalah sebagai

berikut:

Tabel 4.2 Kondisi Operasi Kolom HVU

Aliran
Material
m3/jam %yield
Feed 515 100
Produk
LVGO 61 12.15
HVGO 281 55.57
Vacuum Bottom 163 32.27

4.3 Optimasi Data Kondisi Operasi

Pada perhitungan jumlah produk HVGO yang dihasilkan unit HVU II, penulis

akan mencoba mengubah cutting point dari produk HVGO dengan fraksi yang lebih

ringan yaitu produk LVGO. Perubahan cutting point akan menentukan jumlah

produk HVGO yang dapat dihasilkan oleh HVU II

23
Tabel 4.3 Data Distilasi

No Analisis Unit Feed LVGO HVGO

1 API Gravity   31.6 27.8


0.9049
2 SG 60/60 0F   0.8675 0.8884
3 Distillation  
  IBP o
C 243 238 299
  5% rec o
C 289 264 354
  10% rec o
C 315 274 366
  20% rec o
C 354 286 386
  30% rec o
C 381 297 4400
  40% rec o
C 404 308 410
  50% rec o
C 423 317 420
  60% rec o
C 443 327 429
  70% rec o
C 465 339 439
  80% rec o
C 498 353 450
  90% rec o
C 537 370 475
o
  95% rec C 488
o
  FBP C 527
o
4 Flash Point  C 214

24
4.3.1 Konversi Distilasi ASTM ke Distilasi TBP

Dalam upaya maksimasi produk HVGO, harus diketahui profil distilasi

keadaan sekarang terlebih dahulu. Kemudian plot profil distilasi yang diinginkan.

Sebelum mengkonversi dari distilasi ASTM ke TBP, dikonversi teriebih dahulu

temperature masing-masing % recovery kedalam keadaan l0 mmHg, dengan

menggunakan rumus:

T 1 atm−109.3
T 10mmHg=
1.163

Kemudian konversi distilasi ASTM umpan ke distilasi TBP dengan menggunakan

grafik Edmister.

Tabel 4.4 Konversi Distilasi ASTM LVGO ke Distilasi TBP

ASTM ASTM
%vol
C F
0 238 460
10 274 525
30 297 567
50 317 603
70 339 642
90 370 698
100 416 780

DT
AST DT CORREC TBP
ASTM oC AST
LVGO

M oF TBP T oF
M
0% 150 302 241
10% 181 358 56 88 329
30% 201 393 36 60 389

25
50% 218 424 31 48 13 437
70% 237 458 34 48 485
90% 263 506 48 58 543
100% 303 577 71 80 623

Tabel 4.5 Konversi Distilasi ASTM HVGO ke Distilasi TBP

ASTM ASTM
%vol
C F
0 299 570
10 366 691
30 400 752
50 420 788
70 439 822
90 475 887
100 527 981

DT
AST DT CORRE TBP
ASTM oC AST
M oF TBP CT oF
M
202.39
0% 396 342
04
10% 260 500 104 144 486
289.23
30% 553 53 78 564
HVGO

47
306.43
50% 584 31 48 28 612
16
322.76
70% 613 29 42 654
87
353.72
90% 669 56 66 720
31
100 398.43
749 80 93 813
% 51

26
Data distilasi untuk produk short residu tidak dicantumkan pada hasil uji

analisis laboratorium. Data distilasi short residue vacuum bottom residu dapat

diperoleh dengan cara konversi TBP cutting point nominal yang dikonversi dengan

rumus:

FBP HVGO+ IBP SR


TBP Cut Point=
2

Dari perhitungan tersebut jika nilai cutting point HVGO dan SR sebesar 340 oC

pada keadaan vakum atau 505 oC pada keadaan 1 atm, maka akan didapatkan nilai

temperature IBP dari Short residu sebesar 483oC. FBP dari short residu dapat

diketahui dengan mengasumsikan nilai FBP dari short residu sama dengan nilai

temperature end point dari vacuum feed.

27
Tabel 4.6 Cutting Point Produk

Draw Off
LVGO 416
357.278
299
HVGO
527
505
SR 483

Data distilasi ASTM dapat diperoleh secara lengkap dengan menggunakan

grafik dari buku Jones pada Fig A1.4. Data distilasi ASTM short residue yang telah

diperoleh, kemudian dikonversikan menjadi distilasi TBP dengan menggunakan cara

Edmister.

Tabel 4.7 Data Distilasi Short Residue dan Konversi Menjadi TBP

ASTM ASTM
%vol
C F
0 492 918
10 534 993
30 560 1040
50 579 1075
70 605 1121
90 637 1179
100 676 1249

DT
AST DT CORREC TBP
ASTM oC AST
M oF TBP T oF
M
VAC RES

368.
0% 695 711
3
404.
10% 760 65 98 809
4
30% 426. 800 40 64 873

28
7
443.
50% 830 30 46 89 919
3
465.
70% 870 40 54 973
6
493.
90% 920 50 60 1033
3
100 526.
980 60 66 1099
% 7

4.3.2 Grafik Distilasi Produk HVU II

Grafik distilasi dapat diperoleh dengan cara membuat plotting antara

temperature saat distilasi dengan volume recovery pada temperature yang dimaksud.

Grafik distilasi umpan dan produk-produk HVU II dibuat dengan melakukan

penggabungan grafik distilasi dari produk dengan melakukan increment berdasarkan

metode pseudo component. Increment dalam penentuan pseudo component dilakukan

pada setiap perubahan 20°F, selanjutnya dengan dasar grafik distilasi dilakukan

perubahan kondisi operasi kolom vakum pada HVU II menurut cara R.N. Watkin

untuk mendapatkan jumlah produk HVGO yang optimal.

29
Tabel 4.8 Tabel Data Distilasi TBP Produk

VAC
%vol LVGO HVGO
RES
0% 241 342 711
10% 329 486 809
30% 389 564 873
50% 437 612 919
70% 485 654 973
90% 543 720 1033
100% 623 813 1099

Grafik distilasi TBP produk HVU II yang telah ditampiikan diatas kemudian

disusun persen recovery setiap komponen bayangan terhadap umpan HVU II. Hasil

increment komponen bayangan terhadap umpan HVU II ditabelkan sebagai berikut:

30
900

800

700

600
TBP temp (F)

500

400

300

200

100

0 %VOL
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90%

Gambar 4.1 Grafik Profil Distilasi

31
Tabel 4.9 Pembacaan Grafik Komponen Bayangan

%yield
No Range Suhu T
LVGO HVGO SR
1 231 250 240 0.6    
2 251 270 260 1.9    
3 271 290 280 3.7    
4 291 310 300 5.7    
5 311 330 320 8.3    
6 331 350 340 12.6 0.4  
7 351 370 360 19.9 1.2  
8 371 390 380 26.5 2.3  
9 391 410 400 34.2 3.4  
10 411 430 420 42.6 4.5  
11 431 450 440 51.1 5.7  
12 451 470 460 57.4 6.9  
13 471 490 480 64.5 8.4  
14 491 510 500 73 11.2  
15 511 530 520 80.8 14.8  
16 531 550 540 87.2 19.8  
17 551 570 560 91.7 26.2  
18 571 590 580 96 35.8  
19 591 610 600 97.5 44.7  
20 611 630 620 100 54.1  
21 631 650 640   64.2  
22 651 670 660   72.4  
23 671 690 680   79.5  
24 691 710 700   85.6  
25 711 730 720   90.1 0.9
26 731 750 740   93.1 2.6
27 751 770 760   95.2 4.9
28 771 790 780   97 6.1
29 791 810 800   98.7 8.5
30 811 830 820   100 12.3
31 831 850 840     17.9
32 851 870 860     25.2
33 871 890 880     32.6
34 891 910 900     41.5
35 911 930 920     50.3
36 931 950 940     58
37 951 970 960     65.4
38 971 990 980     72.3
39 991 1010 1000     79.8

32
40 1011 1030 1020     86.5
41 1031 1050 1040     91.6
42 1051 1070 1060     94.8
43 1071 1090 1080     97.4
44 1091 1110 1100     100

Tabel 4.10 Distribusi Volume Komponen Bayangan

% volume on
%yield
feed
% vol
LVGO HVGO SR %vol
kum
0.0729 0.0729 0.0729

28 28 28
0.1580 0.1580 0.2309

1 1 37
0.2187 0.2187 0.4497

83 83 2
0.2430 0.2430 0.6928

92 92 11
0.3160 0.3160 1.0088

19 19 3
0.5226 0.2222 0.7449 1.7537

47 9 37 68
0.8872 0.4445 1.3318 3.0856

85 8 65 33
0.8022 0.6112 1.4135 4.4991

03 98 01 33
0.9359 0.6112 1.5472 6.0463

03 98 01 34
1.0209 0.6112 1.6322 7.6786

85 98 83 17

33
1.0331 0.6668 1.7000 9.3786

4 71 1 28
0.7657 0.6668 1.4326 10.811

39 71 09 24
0.8629 0.8335 1.6965 12.507

75 88 64 8
1.0331 1.5560 2.5891 15.096

4 31 71 97
0.9480 2.0006 2.9486 18.045

58 12 69 64
0.7778 2.7786 3.5565 21.602

93 28 21 16
0.5469 3.5566 4.1035 25.705

56 43 99 76
0.5226 5.3349 5.8576 31.563

47 65 12 37
0.1823 4.9459 5.1282 36.691

19 57 76 65
0.3038 5.2238 5.5276 42.219

65 2 84 33
5.6128 5.6128 47.832

28 28 16
4.5569 4.5569 52.389

49 49 11
3.9456 3.9456 56.334

51 51 76
3.3899 3.3899 59.724

26 26 69
2.5007 0.2904 2.7912 62.515

65 56 21 91

34
1.6671 0.5486 2.2158 64.731

77 39 15 72
1.1670 0.7422 1.9092 66.641

24 76 99 02
1.0003 0.3872 1.3875 68.028

06 74 8 6
0.9447 0.7745 1.7192 69.747

33 49 82 88
0.7224 1.2263 1.9488 71.696

43 69 12 7
1.8072 1.8072 73.503

81 81 98
2.3559 2.3559 75.859

19 19 9
2.3881 2.3881 78.248

92 92 09
2.8722 2.8722 81.120

85 85 37
2.8400 2.8400 83.960

12 12 39
2.4850 2.4850 86.445

11 11 4
2.3881 2.3881 88.833

92 92 59
2.2268 2.2268 91.060

28 28 42
2.4204 2.4204 93.480

65 65 88
2.1622 2.1622 95.643

82 82 16

35
1.6459 1.6459 97.289

16 16 08
1.0327 1.0327 98.321

32 32 81
0.8390 0.8390 99.160

95 95 91
0.8390 0.8390
100
95 95
100

Dari tabel tersebut kemudian diplotkan antara mid boiling point masing-

masing komponen bayangan dengan persen recovery masing- masing untuk

mendapatkan grafik distilasi TBP dari umpan HVU II.

36
Grafik distilasi tbp feed fraksinator

900

800

700
Temperature ⁰F

600

500

400

300

200

100

0 % Recovery
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Gambar 4.2 Grafik Distilasi TBP Umpan HVU II

Distilasi TBP dari vacuum feed HVU kemudian dapat ditentukan cutting point

(TBP cut point) masing- masing produk untuk menentukan TBP cut volume masing-

37
masing produk. Nilai TBP cut point dapat ditentukan dengan menggunakan cara R.N

Watkin dengan menggunakan formula sebagai berikut:

𝑇𝐵𝑃 𝐶𝑢𝑡 𝑃𝑜𝑖𝑛𝑡 = (𝑇100𝐿+𝑇0𝐻)/2

Dimana: T100L : Temperatur FBP fraksi yang ringan

T0H : Temperatur IBP fraksi berat

Hasil perhitungan dari cutting point tiap produk dengan menggunakan rumus di

atas dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 4.11 Cutting Point Produk HVU

CUTTIN
IBP FBP
No Fraksi
G
⁰F ⁰F ⁰F
1 LVGO 241 623  
        482
HVG
2 342 813
O  
        762
VAC
3 711 1099
RES  

Hasil cutting point yang telah didapatkan pada tabel 4.11 kemudian diplot

dalam grafik TBP untuk mendapatkan grafik TBP cut point dan volume sebagai

berikut:

38
Grafik distilasi tbp feed fraksinator

900

800

700
Temperature ⁰F

600

500

400

300

200

100

0 % Recovery
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Gambar 4.3 Grafik TBP cut point dan volume produk HVU lama

39
4.3.3 Hasil Perubahan Cutting Point

Tabel 4.12 Hasil Perubahan Cutting Point

CUTTIN
No Fraksi IBP FBP
G
    ⁰F ⁰F ⁰F
1 LVGO 241 601.2  
        460
2 HVGO 320 813  
        762
VAC
3 711 1099
RES  

Percobaan perubahan cutting point produk HVGO dengan penurunan cutting

point. Berdasarkan hasil perhitungan dapat dibuat grafik cutting point sebagai

berikut:

40
Grafik distilasi tbp feed fraksinator

900

800

700
Temperature ⁰F

600

500

400

300

200

100

0 % Recovery
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Gambar 4.4 Grafik TBP cut point dan volume produk HVU baru

Berdasarkan grafik diatas dapat diperoleh penambahan yield produk pada

kolom HVU II dari: LVGO 12.15 % menjadi 11%, HVGO dari 55.57% menjadi

56.72%, dan SR tetap.

41
4.3.4 Analisis Produk

 Produk LVGO

LVGO merupakan produk dari kolom vakum yang dapat digunakan langsung

sebagai produk jadi yaitu automotif diesel oil (ADO). Beberapa spesifikasi yang

penting dalam produk tersebut yaitu flash point dan temperature recovery pada

370°C minimal 90%. Dengan menggunakan table presiksi dari buku DSJ Jones

didapatkan recovery pada 370°C adalah 93%.

Tabel 4.13 Prediksi Data Distilasi LVGO Baru

ASTM ASTM
%vol
F C
0 460.4 238
262.777
5 505
8
271.111
10 520
1
296.111
30 565
1
315.555
50 600
6
332.222
70 630
2
354.444
90 670
4
414.444
100 778
4

Flash point dari LVGO dapat ditentukan dengan menggunakan rumus :

Flash Point=0.77( ASTM 5 %F−150 F)

42
Jika diketahui temperature ASTM pada 5% volume sebesar 505oF maka

temperature terjadinya flash point adalah pada 505 oF atau 204 oC. Hal tersebut

berarti flash point telah terpenuhi dengan nilai minimal 60 oC.

 Produk HVGO

Perhitungan untuk menentukan sifat HVGO pada HVU apakah bersifat

paraffin base maupun intermediate base dapat diketahui dengan cara menghitung

nilai Kuop dari produk HVGO pada temperature cutting point 460 °F. Perhitungan

Kuop dapat dimulai dengan mengetahui nilai VABP (volume average boiling point),

kemudian dilanjutkan dengan menghitung slope untuk mengetahui nilai MeABP

(mean average boiling point) yang selanjutnya dapat diketahui nilai Kuop dari

HVGO.

Tabel 4.14 Prediksi Data Distilasi HVGO Baru

VOL REC TF TC
IBP 536 280
5 600 316
10 620 327
30 680 360
50 720 382
70 780 416
90 850 454
FBP 981 527

43
Tabel 4.15 SG 60/60 HVGO Baru

Volume Mid, Bp Sg 60/60 Weight Factor


A B C D= A X C
10 303 0.835 8.35
20 343 0.86 17.2
20 371 0.875 17.5
20 399 0.895 17.9
20 435 0.905 18.1
10 491 0.92 9.2
Total 88.25

VABP = ¼ (T10% + (2 T50%) + T90%)

Dimana:

T10% = Temperature ASTM pada 10% recovery

T50% = Temperature ASTM pada 50% recovery

T90% = Temperature ASTM pada 90% recovery

Maka: VABP = ¼ (620 + (2 x 720) + 850)

VABP = 727.5 oF

Slope = (T 90% - T 10%) / 80

Slope = (850 – 620) / 80 = 2.875

Dengan menggunakan grafik 5.4 Nelson akan didapatkan nilai koreksi untuk

menentukan MeABP pada temperature Rankine. Nilai koreksi untuk MeABP adalah

sebesar:

MeABP = VABP + Koreksi

MeABP = 727.5 + (-11) = 716.5 oF

MeABP = 716.5,5 + 460 = 1176,5 oRankine

44
Nilai Kuop dari produk HVGO pada temperature cutting point 460°F adalah

sebesar :

Kuop= ∛MeABP/(SG 60⁄60)

Dengan menggunakan grafik dari Fig A2.2. tentang hubungan antara nilai SG

dengan mid boiling point. SG baru setelah digunakan Fig A2.2. didapatkan sebesar

0,8825.

Kuop= ∛1176.5/0,8825 = 11.96

Setelah mendapatkan nilai Kuop dari produk HVGO sebesar 11,96 dapat dilihat

bahwa sifat HVGO masih bersifat intermediate base yang terletak antara 11,5 - 12,1

dan masih memenuhi spesifikasi yaitu 11,5 - 12,1.

4.4 Tinjauan Ekonomi

Tinjauan ekonomi dari produk HVGO akan dihitung berdasarkan berapa nilai

kenaikan dari produk HVGO setelah cutting point diubah menjadi 460 °F.

Berdasarkan kondisi operasi feed yang diolah sebesar 515 m3/jam,

Tabel 4.16 Tinjauan Ekonomi

Sesudah
%yiel $/B
Produk M3/h Bbl/h $/h
d bl
356.31 52.3 18646.1094
LVGO 11 56.65
78 3 3
292.10 1837.3 57.1 105001.926
HVGO 56.72
8 04 5 1
166.19 1045.3 63.0 65927.4996
SR 32.27
05 07 7 8
189575.535

45
3
Sebelum
%yiel $/B
Produk M3/h Bbl/h $/h
d bl
52.3
LVGO 12.15 62.60 393.72 20603.24
3
1800.1 57.1
HVGO 55.57 286.20 102877.73
4 5
1045.4 63.0
SR 32.27 166.21 65933.36
0 7
189414.33

Keuntung $US /
161.21
an hr
$US / 1413126.61

yr 4

Kurs IDR /
13578
Rupiah $US
Keuntung IDR / 191874331

an yr 67

Tabel 4.16 menunjukkan bahwa margin produk HVGO akan bertambah sebesar US$/h

161.21 apabila dikonversi menjadi rupiah hasilnya sebagai berikut:

1 US$ = Rp 13578,- (kurs / Desember 2017)

Kenaikan margin HVGO akan menjadi sebesar Rp 19.187.433.167 / tahun apabila cutting

point HVGO dengan LVGO diubah menjadi 460 oF

46
V. PENUTUP

5.1 Simpulan

Perhitungan dan perubahan yang telah dilakukan sebelumnya dapat

menghasilkan simpulan sebagai berikut:

a. Penurunan nilai cutting point produk HVGO dari 482 °F menjadi 460 °F akan

menambah jumlah volume produk HVGO. Hal ini dapat dilihat pada

perubahan % yield HVGO yang semula 55.57 % volume menjadi 56,72 %

volume.

b. Dari perhitungan keekonomian dalam kondisi optimal, keuntungan yang

diperoleh setelah cutting point HVGO diubah menjadi 460 °F dengan kenaikan

yield 1.15%vol adalah sebesar Rp 19.187.433.167 / tahun.

5.2 Saran

a. Apabila terdapat perubahan spesifikasi dari HVGO, maka range cutting point

dapat diubah dan disesuaikan agar spesifikasi produk tetap memenuhi.

b. Pengaturan kondisi operasi dari 279°C menjadi 253°C harus dilakukan secara

bertahap dan hati- hati, supaya tidak terjadi permasalahan dalam operasi dan

menimbulkan kerugian secara material.

c. Diharapkan untuk pengujian laboratorium dari produk dapat dilakukan secara

rutin.

47

Anda mungkin juga menyukai