Pengendalian Limbah PLTU

Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) merupakan salah satu pembangkit tenaga listrik yang
menjadi bagian terpenting untuk kegiatan industri. Salah satu bahan bakar PLTU adalah
batubara. Konsep dasar dari PLTU adalah harus menyediakan batu bara sebagai bahan bakar
utama dengan kualifikasi tertentu yang dapat digunakan untuk jangka waktu yang lama.
Sehingga dengan batu bara tersebut, energi primer mampu dikonversikan menjadi energi listrik
dengan bahan bakar tambahan berupa gas ataupun minyak. Bahkan tidak jarang, PLTU juga
menggunakan kombinasi beberapa macam bahan bakar. Dalam proses pengubahan menjadi
energi listrik, bahan bakar diproses dalam ruang bakar dari ketel uap PLTU. Energi panas yang
dihasilkan akan dipindahkan ke dalam air yang ada dalam pipa ketel untuk menghasilkan uap
yang dikumpulkan dalam drum dari ketel. Dalam turbin uap, energi uap dikonversikan menjadi
energi mekanis penggerak generator dan akhirnya energi mekanik dari turbin uap ini
dikonversikan menjadi energi listrik oleh generator. (Djiteng Marsudi, 2005).

Steam Power Plant (PLTU) is one of the power plants which is the most important part for
industrial activities. One of the fuels for the PLTU is coal. The basic concept of the PLTU is that it
must provide coal as the main fuel with certain qualifications that can be used for a long period
of time. So that with coal, primary energy can be converted into electrical energy with
additional fuel in the form of gas or oil. Not infrequently, PLTU also uses a combination of
several types of fuel. In the process of converting it into electrical energy, the fuel is processed in
the combustion chamber from the PLTU steam boiler. The heat energy produced will be
transferred to the water in the boiler pipe to produce steam which is collected in the drum from
the boiler. In a steam turbine, steam energy is converted into mechanical energy that drives the
generator and finally the mechanical energy from this steam turbine is converted into electrical
energy by the generator. (Djiteng Marsudi, 2005).

Dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah limbah yang dihasilkan oleh PLTU tersebut, salah
satu limbah yang dihasilkan adalah fly ash dan bottom ash dari hasil pembakaran batu bara.
Limbah yang dihasilkan dari proses kegiatan pabrik akan memberi manfaat yang besar apabila
SDM yang berada disekitar pabrik mampu mengolahnya menjadi suatu produk yang berguna
bagi masyarakat. Namun tidak lepas dari hal itu, dampak negatif yang ditimbulkan dari
keberadaan PLTU sering kali dirasakan oleh masyarakat. Dampak tersebut adalah adanya polusi
udara dari pembakaran batubara, suara bising dari mesin-mesin besar, banyaknya kendaraan
besar yang keluar masuk desa, serta limbah yang dihasilkan dari sisa produksi. Namun
masyarakat tidak perlu resah dengan adanya sisa limbah yang dihasilkan, karena diproyeksikan
bahwa limbah PLTU ramah lingkungan.

In this case, what needs to be considered is the waste produced by the PLTU, one of the wastes
produced is fly ash and bottom ash from coal combustion. The waste generated from the
process of factory activities will provide great benefits if the human resources around the
factory are able to process it into a product that is useful for the community. However, it cannot
be separated from that, the negative impact caused by the existence of PLTU is often felt by the
community. This impact is the presence of air pollution from burning coal, the noise from large
machines, the number of large vehicles coming in and out of the village, and the waste
produced from the rest of the production. However, the community does not need to worry
about the residual waste produced, because it is projected that PLTU waste is environmentally
friendly.

Proses PLTU dalam menghasilkan listrik menggunakan bahan bakar batubara. Dari bahan bakar
tersebut menghasilkan limbah berupa abu. Ada dua macam jenis abu yang dihasilkan dari
proses pembakaran. Pertama, abu yang bisa dijadikan bahan lapisan pengeras jalan. Abu ini
berada pada bagian bawah ruang bakar. Kedua, abu cerobong yang dapat digunakan sebagai
bahan campuran beton. Jadi, dapat diketahui bahwa abu yang merupakan limbah PLTU
batubara dapat diproses lagi sehingga menjadi produk tambahan. (Djiteng Marsudi, 2005)

The process of the PLTU in generating electricity using coal fuel. From this fuel it produces waste
in the form of ash. There are two types of ash produced from the combustion process. First, ash
which can be used as a road hardener coating material. This ash is at the bottom of the
combustion chamber. Second, chimney ash which can be used as a mixture for concrete. So, it
can be seen that the ash which is the coal power plant waste can be processed again so that it
becomes an additional product. (Djiteng Marsudi, 2005)
Proses pembakaran pada PLTU ada yang terjadi dalam boiler dan menghasilkan sisa hasil
produksi atau biasa disebut dengan limbah. Menurut KBBI limbah merupakan bahan yang tidak
mempunyai nilai atau tidak berharga untuk maksud biasa atau utama dalam pembuatan atau
pemakaian. Berdasarkan beberapa sumber, dapat diketahui bahwa limbah hasil pembakaran
PLTU ada dua jenis, yaitu Fly ash (abu terbang) dan bottom ash (abu dasar).

The combustion process at the PLTU takes place in the boiler and produces residual production
or commonly referred to as waste. According to KBBI, waste is a material that has no value or is
of no value for ordinary or primary purposes in manufacture or use. Based on several sources, It
can be seen that the combustion system of the PLTU combustion system is of two types, namely
fly ash (fly ash) and bottom ash (bottom ash).

Fly ash merupakan limbah industri PLTU yang dihasilkan dari proses pembakaran batubara yang
dialirkan dari ruang pembakaran melalui ketel berupa semburan asap, terdiri dari partikel halus
dan merupakan bahan anorganik yang terbentuk dari perubahan bahan mineral karena proses
pembakaran (Adrian Philip Marthinus, dkk, 2015). Fly ash (abu terbang) memiliki potensi
berbahaya bagi lingkungan dan masyarakat sekitar. Namun, dilain sisi negatif tersebut, Fly ash
juga mempunyai manfaat, yaitu sebagai bahan koagulan dengan cara mengekstrak ion
aluminium yang berasal dari aluminanya (Al2O3). Bahkan ada juga yang menyebutkan bahwa
Fly ash juga digunakan sebagai bahan absorpsi zat warna tekstil, pembuatan adsorben Fly ash
untuk adsorpsi logam besi dan masih banyak lainnya. (Eka Rahmatul Aida, dkk, 2018)

Fly ash is a PLTU industrial waste produced from the combustion process of coal which is flowed
from the combustion chamber through a boiler in the form of a burst of smoke, consisting of
fine particles and is an inorganic material formed from changes in mineral materials due to the
combustion process (Adrian Philip Marthinus, et al, 2015). Fly ash (fly ash) has the potential to
be harmful to the environment and surrounding communities. However, on the other side of the
negative side, fly ash also has benefits, namely as a coagulant material by extracting aluminum
ions from its aluminum (Al2O3). There are even those who mention that fly ash is also used as
an absorption material for textile dyes, the manufacture of fly ash adsorbents for ferrous metal
adsorption and many others. (Eka Rahmatul Aida, et al, 2018)

Bottom ash (abu dasar) merupakan sisa proses pembakaran batubara pada pembangkit tenaga
listrik yang mempunyai ukuran partikel lebih besar dan lebih berat dibandingkan dengan Fly
ash, sehingga Bottom ash akan jatuh pada dasar tungku pembakaran atau boiler. (Mekar Ageng
Kinasti, dkk, 2018). Buttom ash dapat dimanfaatkan sebagai agreat buatan dalam bentuk kasar
maupun halus. Agreat kasar dapat dijadikan sebagai bahan dasar pembuatan beton sedangkan
agreat halus dijadikan sebagai pasir. Sifat dari buttom ash sangat bermacam-macam karena
pengaruh jenis batubara dan sistem pembakarannya. Komposisi kimia yang terkandung dari
buttom ash tersusun dari unsur-unsur Si, Al, Fe, Ca, Mg, S, Na, dan unsur kimia lainnya. Di
dalam buttom ash juga terdapat silika yang berperan membantu pelarutan unsur phospat
dalam media tanam yang dilakukan melalui proses hidroponik. (Mekar Ageng, 2018). Silika
merupakan salah satu komponen yang memiliki konduktivitas panas yang rendah dan mampu
menurunkan heat transfer pada boiler. (Sohail, 2009)

Bottom ash (bottom ash) is the residue of the coal combustion process at a power plant which
has a particle size that is bigger and heavier than fly ash, so that bottom ash will fall on the
bottom of the furnace or boiler. (Mekar Ageng Kinasti, et al, 2018). Buttom ash can be used as
an artificial agreat in coarse or fine form. Coarse coarse can be used as a base for making
concrete while fine agreat is used as sand. The properties of buttom ash vary widely due to the
influence of the type of coal and the combustion system. The chemical composition of buttom
ash is composed of the elements Si, Al, Fe, Ca, Mg, S, Na, and other chemical elements. In the
buttom ash there is also silica which plays a role in helping dissolve phosphate elements in the
planting medium which is carried out through a hydroponic process. (Mekar Ageng, 2018). Silica
is a component that has a low thermal conductivity and is able to reduce heat transfer in the
boiler. (Sohail, 2009)

Fly ash dan bottom ash sebagian besar akan dimanfatkan lagi sebagai bahan campuran
pembuatan semen. Fly ash dan bottom ash juga bisa digunakan sebagai bahan baku batako,
paving block, dan sejenisnya. Selain kedua limbah tersebut, limbah lain yang dihasilkan dari
PLTU adalah gypsum yang berasal dari batu kapur dan dimanfaatkan sebagai bahan campuran
material bangunan. Penggunaan batu kapur dalam proses di PLTU bertujuan untuk
menurunkan konsentrasi emisi sulfur yang mencapai 98%. Pengendalian limbah tersebut
dilakukan dengan proses flue gas desulfurization (FGD).

Most of the fly ash and bottom ash will be used again as a mixture for cement making. Fly ash
and bottom ash can also be used as raw material for bricks, paving blocks, and the like. Apart
from the two wastes, other waste produced from the PLTU is gypsum which comes from
limestone and is used as a mixture of building materials. The use of limestone in the process at
the PLTU aims to reduce the concentration of sulfur emissions by up to 98%. The waste control
is carried out by means of a flue gas desulfurization (FGD) process.