PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang kaya akan sumber daya
alamnya. Salah satu adalah batubara. Batubara adalah batuan sedimen yang dapat
terbakar, terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan serta binatang yang telah
terkonsolidasi dibawah tekanan dan suhu tinggi dalam waktu yang ralatif lama.
Berdasarkan data dari hasil riset Departemen ESDM, Total sumber daya
batubara di Indonesia diperkirakan mencapai 105 miliar ton, dimana cadangan
batu bara diperkirakan 21 miliar ton. Tambang batubara utama berlokasi di
Sumatera Selatan, Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan. produksi batubara
meningkat sebesar 16% per tahun selama 5 tahun terakhir. Saat ini, 75% dari total
produksi batubara diekspor, terutama ke Jepang, Taiwan, Korea Selatan dan
Eropa. (Departemen ESDM, 2011).
Pemanfaatan batubara tidak hanya dikenal sebagai bahan bakar namun
dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan energy dalam Pembangkit Listik Tenaga
Uap (PLTU) namnun pemanfaatan batubara telah berkembang menjadi salah satu
bahan baku pembuatan semen.
Pemanfaatan batubara sebagai energy Pembangkit Listrik Tenaga Uap
(PLTU) disebabkan karena Sumber energi minyak bumi dan gas bumi mulai
menipis persediaannya sumber energi. Pada tahun 1973/1974 terjadi krisis minyak
yang melanda dunia yang mengakibatkan persediaan minyak tidak seimbang
dengan permintaan minyak dunia yang mengakibatkan harga minyak melambung
tidak terkendali sampai sekarang. Pemanfaatan batubara sebagai energy
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) menjadi pilihan sejumlah indusrti dalam
memenuhi kebutuhan energy.
Pemanfaatan batubara pada industry semen tidak hanya sebagai bahan
bakar namun sebagai bahan baku pembuatan semen. Pemilihan batubara sangat
penting karena kualitas batubara tergantung pada sumber pemasok, akan
mempengaruhi kualitas semen. dan untuk energy industry semen yang cukup
tinggi.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana kriteria desain dan fasilitas pembangkit PLTU
2. Bagaimana pemanfaatan batubara menjadi pembangkit PLTU?
3. Bagaimana cara membuat semen dengan penambahan batubara sebagai
bahan baku?
4. Bagaimana system pembakaran yang digunakan di industry semen?
5. Bagaimanakah pengaruh sifat-sifat batubara dalam pembuatan semen?
1.3 Manfaat dan Tujuan
Manfaat dan tujuan pembuatan makalah adalah untuk mengetahui
criteria-kriteria batubara yang baik digunakan untuk pembangkit PLTU dan
pemanfaatan batubara untuk PLTU dan Industri semen, mengetahui system
pembakaran batubara yang digunakan pada industri semen.
BAB II
PEMBAHASAN
2
Karakteristik batubara :
- Kemampubakaran (combustibility)
- Pengendalian pencemaran (SO, NO, Dehu, dsb)
- Karakteristik pulverisasi
- Karakteristik abu
Faktor-faktor desain :
- Jenis-jenis boiler untuk pembakaran batubara
- Peralatan-peralatan pengendalian pencemaran
- Jenis-jensi mill untuk pulverisasi batubara
- Hal-hal lainnya berkaitan dengan desain boiler
Keputusan desain untuk boiler pembakaran batubara
Pada PLTU batubara, bahan bakar yang digunakan adalah batubara uap
yang terdiri dari kelas sub bituminus dan bituminus. Lignit juga mulai mendapat
tempat sebagai bahan bakar pada PLTU belakangan ini, seiring dengan
perkembangan teknologi pembangkitan yang mampu mengakomodasi batubara
berkualitas rendah. Batubara dibakar di boiler menghasilkan panas yang
digunakan untuk mengubah air dalam pipa yang dilewatkan di boiler tersebut
menjadi uap, yang selanjutnya digunakan untuk menggerakkan turbin dan
memutar generator. Kinerja pembangkitan listrik pada PLTU sangat ditentukan
oleh efisiensi panas pada proses pembakaran batubara tersebut, karena selain
berpengaruh pada efisiensi pembangkitan, juga dapat menurunkan biaya
pembangkitan. Kemudian dari segi lingkungan, diketahui bahwa jumlah emisi
CO2 per satuan kalori dari batubara adalah yang terbanyak bila dibandingkan
dengan bahan bakar fosil lainnya, dengan perbandingan untuk batubara, minyak,
dan gas adalah 5:4:3. Sehingga berdasarkan uji coba yang mendapatkan hasil
bahwa kenaikan efisiensi panas sebesar 1% akan dapat menurunkan emisi CO 2
sebesar 2,5%, maka efisiensi panas yang meningkat akan dapat mengurangi beban
lingkungan secara signifikan akibat pembakaran batubara.
Pada dasarnya metode pembakaran pada PLTU terbagi 3, yaitu
pembakaran lapisan tetap (fixed bed combustion), pembakaran batubara serbuk
(pulverized coal combustion /PCC), dan pembakaran lapisan mengambang
(fluidized bed combustion / FBC). Berikut ini adalah jenis jenis boiler yang
digunakan untuk masing masing metode pembakaran.
Pada pembakaran dengan stoker ini, abu hasil pembakaran berupa fly ash
jumlahnya sedikit, hanya sekitar 30% dari keseluruhan. Kemudian dengan upaya
seperti pembakaran NOx dua tingkat, kadar NOx dapat diturunkan hingga sekitar
250 300 ppm. Sedangkan untuk menurunkan SOx, masih diperlukan tambahan
fasilitas berupa alat desulfurisasi gas buang.
Pembakaran Batubara Serbuk (Pulverized Coal Combustion/PCC)
5
membentuk NOx pula yang disebut dengan thermal NOx. Pada total emisi NOx
dalam gas buang, kandungan fuel NOx mencapai 80 90%. Untuk mengatasi
NOx ini, dilakukan tindakan denitrasi (de-NOx) di boiler saat proses pembakaran
berlangsung, dengan memanfaatkan sifat reduksi NOx dalam batubara. Pada
proses pembakaran tersebut, kecepatan injeksi campuran batubara serbuk dan
udara ke dalam boiler dikurangi sehingga pengapian bahan bakar dan pembakaran
juga melambat. Hal ini dapat menurunkan suhu pembakaran, yang berakibat pada
menurunnya kadar thermal NOx.
Pembakaran Lapisan Mengambang (Fluidized Bed Combustion/FBC)
Pada pembakaran dengan metode FBC, batubara diremuk terlebih dulu
dengan menggunakan crusher sampai berukuran maksimum 25m. Tidak seperti
pembakaran menggunakan stoker yang menempatkan batubara di atas kisi api
selama pembakaran atau metode PCC yang menyemprotkan campuran batubara
dan udara pada saat pembakaran, butiran batubara dijaga agar dalam posisi
mengambang, dengan cara melewatkan angin berkecepatan tertentu dari bagian
bawah boiler. Keseimbangan antara gaya dorong ke atas dari angin dan gaya
gravitasi akan menjaga butiran batubara tetap dalam posisi mengambang sehingga
membentuk lapisan seperti fluida yang selalu bergerak. Kondisi ini akan
menyebabkan pembakaran bahan bakar yang lebih sempurna karena posisi
batubara selalu berubah sehingga sirkulasi udara dapat berjalan dengan baik dan
mencukupi untuk proses pembakaran. Karena sifat pembakaran yang demikian,
maka persyaratan spesifikasi bahan bakar yang akan digunakan untuk FBC
tidaklah seketat pada metode pembakaran yang lain. Secara umum, tidak ada
pembatasan yang khusus untuk kadar zat terbang (volatile matter), rasio bahan
bakar (fuel ratio) dan kadar abu. Bahkan semua jenis batubara termasuk peringkat
rendah sekalipun dapat dibakar dengan baik menggunakan metode FBC ini.
Hanya saja ketika batubara akan dimasukkan ke boiler, kadar air yang menempel
di permukaannya (free moisture) diharapkan tidak lebih dari 4%. Selain kelebihan
di atas, nilai tambah dari metode FBC adalah alat peremuk batubara yang dipakai
tidak terlalu rumit, serta ukuran boiler dapat diperkecil dan dibuat kompak. Bila
suhu pembakaran pada PCC adalah sekitar 1400 1500, maka pada FBC, suhu
pembakaran berkisar antara 850 900 saja sehingga kadar thermal NOx yang
timbul dapat ditekan. Selain itu, dengan mekanisme pembakaran 2 tingkat seperti
pada PCC, kadar NOx total dapat lebih dikurangi lagi.
Kemudian, bila alat desulfurisasi masih diperlukan untuk penanganan
SOx pada metode pembakaran tetap dan PCC, maka pada FBC, desulfurisasi
dapat terjadi bersamaan dengan proses pembakaran di boiler. Hal ini dilakukan
dengan cara mencampur batu kapur (lime stone, CaCO3) dan batubara kemudian
secara bersamaan dimasukkan ke boiler. SOx yang dihasilkan selama proses
pembakaran, akan bereaksi dengan kapur membentuk gipsum (kalsium sulfat).
Selain untuk proses desulfurisasi, batu kapur juga berfungsi sebagai media untuk
fluidized bed karena sifatnya yang lunak sehingga pipa pemanas (heat exchanger
tube) yang terpasang di dalam boiler tidak mudah aus.
sedikit
Semua bahan baku dihancurkan sampai menjadi bubuk halus dan dicampur
sebelum memasuki proses pembakaran.
3. Homogenisasi dan pencampuran bahan mentah
4. Pembakaran
Tahap paling rumit dalam produksi semen portland adalah proses pembakaran,
dimana terjadi proses konversi kimiawi sesuai rancangan dan proses fisika
untuk mempersiapkan campuran bahan baku membentuk klinker. Proses ini
dilakukan di dalam rotary kiln dengan menggunakan bahan bakar fosil berupa
padat (batubara), cair (solar), atau bahan bakar alternatif. Batubara adalah
bahan bakar yang paling umum dipergunakan karena pertimbangan biaya. Pada
proses ini klinker jika bahan bakar digunakan batubara maka akan dihasilkan
abu batubara yang masuk ke dalam komposisi klinker dan kualitas batubara
sebagai bahan bakar akan berfluktuasi sehingga mempengaruhi kualitas
klinker.
5. Penggilingan hasil pembakaran
Proses selanjutnya adalah penghalusan klinker dengan tambahan sedikit
gipsum, kurang dari 4%, untuk dihasilkan semen portland tipe 1. Jenis semen
lain dihasilkan dengan penambahan bahan aditif posolon atau batu kapur di
dalam penghalusan semen.
6. Pendinginan dan pengepakkan
10
dan gas buang yang tak perlu dilakukan de-dusted. Kerugiannya laju alir yang
tinggi sehingga konsumsi panas oleh kiln lebih tinggi.
Sistem pembakaran tak langsung
System pembakaran tak langsung dikarakteristikan oleh adanya storage
bin antara mill dan kiln. Batubara hasil penggerusan diumpankan ke cyclone
sehingga terjadi proses klasifikasi, underflow barupa batubara halus disimpan di
intermediate storage bin sementara overflow umumnya berupa aliran gas.
Selanjutnya aliran gas dibagi dua, disirkulasikan ke mill dan yang lainnya masuk
ke penangkap debu untuk seterusnya dilepas diudara. Batubara halus dari bin
dengan bantuan blower ditiupkan ke burner untuk dibakar.
Keuntungan system ini adalah operasi tidak tergantung pada penggerusan
di mill dan pembakaran di kiln sehingga memungkinkan keberadaan beberapa
kiln, dimungkinkan untuk memilih laju optimum pasokan udara primer ke kiln,
dan keakuratan pengumpanan batubara hasil gerusan yang lebih akurat ke burner.
Kerugiannya adalah harga capital peralatan yang lebih tinggi karena
diperlukan penangkap debu dengan efisiensi tinggi dan pengaturan yang ekstensif
harus dilakukan untuk mencegah ledakan.
Sistem pembakaran semi-langsung
Udara pembakaran diperoleh dari system sirkulasi udara dalam sirkuit
penggerusan. Tidak ada udara yang dilepaskan ke atmosfir sehingga menghemat
biaya capital seharusnya untuk peralatan permbersihan gas. System ini
mempunyai pengendalian dan keuntungan operasinya mirip dengan system tak
langsung tatapi semua air dalam batubara dimasukkan ke kiln.
2.5 Pengaruh Sifat-sifat Batubara dalam Pembuatan Semen
Sifat-sifat batubara sangat berpengaruh pada pembuatan semen yaitu
pengaruh pada kimia semen, penggerusan batubara, system pembakaran, operasi
kiln dan lain-lain.
a. Nilai Kalor
Nilai kalor menyatakan energy yang diperoleh dari pembakaran batubara dan
menentukan berat betubara yabg akan ditangani oleh system. Batubara dengan
11
nilai kalor yang tinggi akan disenangi karena akan mengamankan biaya
peralatan, kapital dan biaya operasi. Batubara dengan nilai kalor yang tinggi
akan menurunkan konsumsi panas spesifik untuk pembakaran kinker,
menaikkan secara stimulant mesukkan ke klin disebabkan oleh temperatur
yang pendek.
b. Abu Batubara
Residu yang tertinggal setelah pembakaran batubara secara sempurna disebut
abu dan umumnya terdiri dari Al2O3 15-21%, SiO2 25-40%, Fe2O 20-45%, Clay
(CaO) 1-5%. Selama reaksi clinkeriring dalam klin abu batubara bergabung
dengan campurann bahan baku yang diumpakan kiln dan mnegubah kandungan
komponen klinker.
Kenaikan kadar abu menyebabkan menurunnya karakteristik pembakaran dan
dibutuhkan penggenisan batubara yang lebih halus agar dihasilkan pembakaran
yang baik. Jika temperature leleh abu rendah, karakteristik yang basah menjadi
lebih baik. Umumnya temperature leleh abu untuk pembuatan semen yang
diinginkan adalah rendah dari 1350 oC
c. Volatile Matter dan Kehalusan
Bila pembakaran pulverized terjadi, pertama-tama volatile matter bereaksi
dengan udara. Penyalaan batubara dengan kadar volatile matter yang tinggi
berlangsung dengan mudah dan stabil tanpa perlu batubara yang berukuran
sangat halus yang berlebih.
Factor yang mennetukan penyalaan adalah kehalusan dan volatile matter.
Temperature penyalaan dan waktu penyalaan yang tepat dapat diatur dengan
mengendalikan kehalusan partikel
d. Kadar Air
Kadar air tidak berpengaruh pada grindability tatapi juga pada kapasitas system
pengeringan. Air bisa berupa inherent moisture maupun surface moisture.
e. Hardgrove Grindability Index
Harga HGI yang tinggi menyatakan kemampuan penggerusan batubara dengan
baik. Umumnya jika HGI naik sekitar 10, keluaran mill spesifikasi naik sekitar
15-20%.
f. Kadar Sulful dan Logam-logam Alkali
12
menghasilkan
alkali-sulfat
dalam fasa
gas. Alkali-sulfat
BAB III
PENUTUP
Berdasarkan makalah yang telah kami buat dapat disimpulkan bahwa
Untuk membangun fasilitas pembangkit dengan bahan bakar batubara, maka hal
penting yang harus diperhatikan dalam mendesain fasilitas tersebut adalah sifatsifat dan gambaran batubara (yang ditunjukkan oleh parameter-paramater
13
BAB IV
PERTANYAAN DAN JAWABAN DISKUSI
1. Apriansyah
Pada proses PLTU batubara jenis apa yang biasa digunakan dan apakah pada
batubara tersebut dilakukan treatment dahulu atau tidak, serta manakah metode
yang paling efektif (bagus) pada ketiga metode proses pembakaran batubara
yang digunakan ?
14
Jawaban
Jenis batubara yang biasa digunakan sebagai bahan bakar pada PLTU,
yaitu dari kelas sub bituminus dan bituminus. Lignit juga mulai mendapat
tempat sebagai bahan bakar pada PLTU belakangan ini, seiring dengan
perkembangan teknologi pembangkitan yang mampu mengakomodasi batubara
berkualitas rendah.
Batubara yang digunakan pada proses batubara tersebut dilakukan
treatment terlebih dahulu berdasarkan jenis metode pembakaran yang
digunakan, dimana untuk metoda :
a. Pembakaran batubara lapisan tetap, batubara dilakukan pengecilan ukuran
hingga berukuran maksimum sekitar 30m.
b. Pembakaran batubara serbuk (PCC), batubara diremuk duhulu dengan
menggunakan coal pulverizer (coal mill) sampai berukuran 200 mesh
(diameter 74m).
c. Pembakaran batubara lapisan mengambang (FBC), batubara diremuk
terlebih dulu dengan menggunakan crusher sampai berukuran maksimum
25m.
Metode pembakaran batubara yang paling efektif (bagus) pada ketiga
metode pembakaran yang digunakan, yaitu metode pembakaran batubara
lapisan mengambang, karena tidak seperti metode pembakaran batubara lapisan
tetap yang menggunakan stoker yang menempatkan batubara di atas kisi api
selama pembakaran atau metode PCC yang menyemprotkan campuran
batubara dan udara pada saat pembakaran. Berbeda dengan metode
pembakaran FBC, dimana butiran batubara dijaga agar dalam posisi
mengambang, dengan cara melewatkan angin berkecepatan tertentu dari bagian
bawah boiler. Keseimbangan antara gaya dorong ke atas dari angin dan gaya
gravitasi akan menjaga butiran batubara tetap dalam posisi mengambang
sehingga membentuk lapisan seperti fluida yang selalu bergerak. Kondisi ini
akan menyebabkan pembakaran bahan bakar yang lebih sempurna karena
posisi batubara selalu berubah sehingga sirkulasi udara dapat berjalan dengan
baik dan mencukupi untuk proses pembakaran.
15
2. Nurjannah Ramadani
Anda tadi menjelaskan sistem pembakaran pada insudtri semen, coba jelaskan
system pembakaran tersebut dan system yang mana yang paling efektif ?
Jawaban
Sistem pembakaran pada industri semen dikelompokan menjadi 3 yaitu
1. Sistem pembakaran langsung
Pada proses ini batubara diumpankan ke mill untuk digerus dan hasil
gerusan langsung ditiupkan secara langsung ke kiln tanpa melalui
intermediate storage bin. Kipas sitem mill akan menrik udara atau gas
panas (temperature tidak melebihi 350 oC) dari mill dan mengeluarkannya
bersama-sama,batubara hasil gerusan dikirim ke kiln burner sebagai udara
primer.
Keutungan system pembakaran langsung adalah layout dan peralatan yang
sedefiana, biaya kapital rendah. Karena tidak ada batubara yang disimpan
dan gas buang yang tak perlu dilakukan de-dusted. Kerugiannya laju alir
yang tinggi sehingga konsumsi panas oleh kiln lebih tinggi.
2. Sistem pembakaran tak langsung
System pembakaran tak langsung dikarakteristikan oleh adanya storage bin
antara mill dan kiln. Batubara hasil penggerusan diumpankan ke cyclone
sehingga terjadi proses klasifikasi, underflow barupa batubara halus
disimpan di intermediate storage bin sementara overflow umumnya berupa
aliran gas. Selanjutnya aliran gas dibagi dua, disirkulasikan ke mill dan
yang lainnya masuk ke penangkap debu untuk seterusnya dilepas diudara.
Batubara halus dari bin dengan bantuan blower ditiupkan ke burner untuk
dibakar.
Keuntungan system ini adalah operasi tidak tergantung pada penggerusan
di mill dan pembakaran di kiln sehingga memungkinkan keberadaan
beberapa kiln, dimungkinkan untuk memilih laju optimum pasokan udara
primer ke kiln, dan keakuratan pengumpanan batubara hasil gerusan yang
lebih akurat ke burner.
16
17
18
19
Di flowsheet ini diterangkan bahwa hasil dari raw mill batu bara langsung
ke kiln untuk dilakukan proses pembakaran secara langsung.
20
DAFTRA PUSTAKA
21
di