Anda di halaman 1dari 6

http://jonny-havianto.blogspot.co.id/2013/01/aplikasi-alat-pengering-batubara-pada.

html

APLIKASI ALAT PENGERING BATUBARA PADA PLTU

Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) digolongkan sebagai pembangkit listrik pembangkit
listrik tenaga thermal yang mengubah energi kimia dalam bahan bakar menjadi energi listrik.
Bahan bakar pada PLTU dapat berupa bahan bakar padat (batubara), cair (BBM) serta gas.
Pada PLTU dengan bahan bakar batubara. Proses konversi energi berlangsung dari batubara
menjadi listrik tersebut dapat dibagi dalam 3 tahap :
1. Tahap pertama, terjadi pada boiler yang merubah energi kimia batubara menjadi uap
bertekanan dan temperature tinggi.
2. Tahap kedua berlangsung pada turbin uap yang merubah energi uap menjadi energi
putaran mekanik.
3. Tahap ketiga pada generator yang mengubah energi putaran menjadi listrik.
Agar dapat menghasilkan listrik secara optimal dan efisien, maka suatu PLTU batubara
didesain untuk menggunakan batubara dengan kadar air (moisture) dan nilai kalor (heating
value) tertentu. Jika digunakan batubara dengan kadar air dan nilai kalor di bawah spesifikasi
pembangkit, maka akan berpengaruh pada performa dan emisi yang dihasilkan. Artinya
kapasitas dan efisiensi akan turun, sedangkan emisi CO2 dan SO2 naik.
Jenis-jenis Batubara
Batubara dibedakan berdasarkan nilai kalor serta lama proses pembentukannya.
Pengelompokan ini menunjukkan kualitas batubara yang akan membedakan nilai ekonomis
serta kegunaan batubara tersebut. Terdapat empat jenis batubara mulai dari kualitas rendah
hingga tinggi, yaitu: lignit, sub-bituminous, bituminous, dan antrasit. Di bawah ini ditunjukkan
secara singkat perbedaan keempat jenis batubara tersebut.
1. Lignit atau sering disebut sebagai brown coal. Batubara ini merupakan batubara kelas rendah
dengan nilai kalor kurang dari 4165 kcal/kg.
2. Sub-bituminous.adalah batubara yang memiliki sifat-sifat fisik di antara batubara jenis lignit
dan bituminous. Batubara sub-bituminous memiliki nilai kalor 4166 kcal /kg hingga 5700
kcal/kg, dan sering digunakan digunakan sebagai bahan bakar pembangkit listrik tenaga uap
3. Bituminous. adalah batubara dengan densitas tinggi, berwarna hitam atau coklat gelap,
umumnya mengkilap dan keras dan juga biasa digunakan untuk proses pemanasan. Bituminous
memiliki nilai kalor 5700 kcal/kg hingga 6900 kcal/kg.
4. Antrasit, adalah batubara kualitas terbaik tinggi dan keras. Nilai kalor batubara jenis ini lebih
dari 6900 kcal/kg.
Ciri dari batubara kelas rendah seperti lignit dan subbituminous adalah kandungan air yang
cukup tinggi dibandingkan dengan batubara kelas di atasnya, yaitu 25 sampai 40 % pada
batubara lignit , dan 15 sampai 30 % pada sub-bituminous. Kadar air tinggi batubara yang
dipakai sebagai bahan bakar PLTU dapat mengakibatkan kesulitan fuel handling dan akan
berpengaruh pada laju aliran kalor, laju aliran massa dari emisi gas buang, dan juga konsumsi
air yang dibutuhkan untuk pendinginan evaporative.
Secara spesifik pemakaian batubara lignit dengan kelembaban 25 sd 40 % akan menyebabkan
rendahnya heating value, Heat rate naik, stack flue gas dan stack loss meningkat, listrik
pemakaian sendiri naik, effisiensi pembangkit turun, berkurangnya kapasitas mill, serta
naiknya biaya pemeliharaan.

Dengan adanya permasalahan tersebut di atasa, maka diperlukan upaya untuk menaikkan nilai
kalor bahan bakar batubara sehingga sesuai dengan spesifikasi yang diperlukan untuk memasok
pembangkit. Salah satu upaya yang dapat dilaksanakan adalah dengan melakukan proses
pengeringan batubara (coal drying) untuk mengurangi kandungan air agar nilai kalornya naik.
Menurut data dari Indonesia Coal Industri Outlook 2011, jumlah sumberdaya batubara
indonesia adalah sebesar 104,94 milyar ton. Sedangkan TSK dan Sojits Corporation pada
Workshop Clean Coal Technology 2011 menyampaikan bahwa komposisi sumberdaya
batubara tersebut terdiri dari lignit 58,7 %, sub-bituminous 26,7 %, bituminous 14,3 %, dan
antrasit sebesar 0,3 %.
Sedangkan menurut Bart Lucarelli pada Cleaner Coal Workshop 19-21 August 2008 Ha Long
City, Viet Nam , saat ini banyak perusahaan batubara Indonesia yang mengatakan bahwa
batubara sub -bituminous mereka telah habis terjual. Dengan demikian akan banyak PLTU
yang tidak dapat beroperasi secara optimal karena tidak tersedia batubara dengan nilai kalor
dan kadar air sesuai dengan spesifikasi tersebut.
Namun mengingat banyaknya kerugian jika PLTU beroperasi dengan batubara yang nilai
kalornya dibawah nilai kalor desain, maka alternatif yang cukup menarik adalah dengan
teknologi pengering batubara. Dengan demikian maka nilai kalor batubara dapat dinaikkan
sampai nilai kalor desain boiler PLTU.

Teknologi Pengering Batubara


Secara internasional, meskipun penelitian telah sejak lama dilaksanakan, namun aplikasi
pengering tersebut pada PLTU juga belum banyak dilakukan. Hal tersebut disebabkan pada
masa yang lalu belum terjadi kelangkaan pada batubara kalori tinggi. Baru pada tahun-tahun
terakhir dengan semakin banyaknya pembangkit dengan bahan bakar batubara, maka cadangan
batubara kalori tinggi berkurang. Hal tersebutlah yang mendorong pengembangan teknologi
pengering batubara untuk memanfaatkan batubara kalori rendah.
Saat ini beberapa teknologi Pengering Batubara yang tersedia adalah sebagai tabel berikut :
(Bart Lucarelli, 2008)

Teknologi Sumber Energi Primer Company


Fluidized Bed Dryer Waste heat from power plant condenser Great River Energy (USA)
Lehigh University (USA)
(~50 °C), aux load for fans & pumps
Fluidized Bed Dryer Low temperature steam from power plant RWE (WTA Process)
Alsthom Power
turbine; aux. load for fans & pumps
BinderlessBriquetter Heat from burning coal in furnace -flash White Energy (Australia)
dryer
PyrolysisSystem Both heat and power from power plant Evergreen Energy (USA)
UBC Process Power & Kerosene as Binder for briquettes Kobe Steel
Microwave Dryer Power –lots of it! CoalTek(USA)
AMTECH (USA)

Menurut Tim dari Lehigh University yang bersama-sama perusahaan Great River Energy
mengembangkan Coal Drier dengan teknologi Fluidized Bed Drier di PLTU berkapasitas 550
MW di Coal Creek USA, pengeringan batubara tersebut menyebabkan peningkatan efisiensi
boiler sebesar 3 %, menurunkan Net Unit Heat Rate 3,3 %, menurunkan SO2 dan CO2 3,3
%, serta mengurangi jumlah make-up water cooling tower sebesar 2 x 105 galon per hari.

This Drying System Uses a Combination of Thermal Energy from Boiler and
Condenser Cooling Water as the Heat Source for Coal Drying
Alat Pengering batubara di Indonesia
Sampai saat ini belum banyak terdapat alat pengering batubara pada PLTU di Indonesia. Dari
beberapa contoh yang dapat kami himpun, adalah sebagai berikut :
1. PLTU Simpang Belimbing di Muara Enim, Sumatra Selatan

PLTU Simpang Belimbing yang mulai beroperasi pada akhir tahun 2011 adalah PLTU milik
Swasta dengan kapasitas 2 x 150 MW. PLTU tersebut merupakan PLTU mulut tambang
dengan bahan bakar batubara yang ditambang pada lokasi sekitar PLTU. Namun karena nilai
kalor batubara tersebut tergolong rendah dan kadar air tinggi, maka pada PLTU tersebut
dibangun alat pengering batubara. Dengan adanya alat pengering batubara tersebut maka nilai
kalor batubara tersebut dapat ditingkatkan sehingga sesuai dengan spesifikasi teknis boiler.

PLTU Simpang Belimbing

1. PLTU Ombilin, Sawah lunto

Alat pengering batubara di PLTU Ombilin dimiliki oleh perusahaan swasta yang memasok
batubara untuk PLTU. Perusahaan tersebut memiliki kuasa tambang batubara dengan nilai
kalor sebesar (+ 3900 kkal/kg yang tidak memenuhi spesifikasi batubara untuk PLTU
Ombilin. Agar batubara tersebut dapat memenuhi syarat untuk PLTU Ombilin, maka
perusahaan tersebut membeli alat pengering batubara dari China, yang dapat menaikkan nilai
kalor batubara menjadi 5.400 kcal/ kg. Dengan metoda upgrading tersebut, maka perusahaan
tersebut dapat memasok batubara sebanyak 20.000 Ton/Bulan atau seperempat dari kebutuhan
PLTU.
Alat yang beroperasi sejak bulan Juli 2012 tersebut merupakan jenis direct contact, dimana
sumber panas bersinggungan langsung dengan batubara kalori rendah (Lignite, Sub
Bituminus), sedangkan panas untuk pengeringan memakai gas buang (flue gas) dari
pembakaran batubara di furnace

1. PLTU Labuan , Banten

PLTU Labuan Banten adalah PLTU berkapasitas 2 x 315 MW yang dirancang untuk beroperasi
dengan bahan bakar dengan nilai kalor sebesar 4.120 kcal/ kg. Namun karena sering batubara
yang tersedia mempunyai nilai kalor yang lebih rendah serta moisture yang lebih tinggi, maka
hasil heat rate PLTU Labuan lebih tinggi dari nilai desain. Hal tersebut berarti efisiensi PLTU
lebih rendah dari desain, dan biaya pemeliharaan meningkat.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka saat ini di PLTU Labuan sedang dipasang
peralatan untuk uji coba alat pengering batubara (coal drier) dengan sistem memanfaatkan
fluida panas dari pembakaran batubara pada tungku cyclone burner. Kapasitas desain coal drier
PLTU Labuan tersebut adalah sebesar 200 ton perjam, atau 1,4 juta ton per tahun. Kapasitas
tersebut diharapkan dapat melayani 1 unit PLTU Labuan (315 MW).

2. Prototype Alat Pengering Batubara PLN Puslitbang

Pada tahun 2011 para peneliti dari PLN Puslitbang Ketenagalistrikan berhasil membangun dan
mengoperasikan alat pengering batubara skala laboratorium dengan kapasitas 1 ton batubara
per jam. Proses pengeringan menggunakan gas buang (flue gas) dengan tujuan mengurangi
resiko terbakar sendiri (self combustion) dan memanfaatkan panas dari gas buang tersebut.
Pada uji coba pengeringan dengan temperatur flue gas 150 oC, diperoleh kenaikan nilai kalor
sebesar 500 – 600 kcal/kg, sedangkan jika temperature pengeringan dinaikkan menjadi 160 oC
diperoleh kenaikan nilai kalor hingga 900 kcal/kg.
Dengan keberhasilan tersebut direncanakan dapat dilakukan ujicoba untuk membangun alat
yang sama dengan kapasitas yang lebih besar di lapangan.

3. Uji Coba Pengering Batubara di BPPT

Pada tahun 2011 di laboratorium BPPT di Serpong dilakukan uji coba skala laboratorium alat
pengering batubara. Alat yang merupakan produksi luar negri tersebut tersebut adalah Steam
Tube Drier yang memakai uap air sebagai pemanas. Uap air tersebut dialirkan pada pipa-pipa
yang terdapat pada tabung berputar yang diisi batubara. Di luar negri produk alat tersebut telah
beroperasi dan dipakai baik pada pembangkit listrik maupun cooking coal.

Steam tube drier BPPT


Penutup
Pada dasarnya suatu PLTU haruslah beroperasi dengan bahan bakar batubara yang sesuai
dengan desain boilernya. Dengan demikian prioritas utama yang harus dilaksanakan adalah
mencari batubara yang sesuai dengan spesifikasinya. Meskipun harga batubara tersebut lebih
mahal dibandingkan dengan harga batubara kalori rendah. Namun tetap akan lebih
menguntungkan, karena jika PLTU mempergunakan bahan bakar dengan kalori rendah dan
(atau) kadar air melebihi spesifikasinya maka akan menimbulkan kerugian kapasitas dan
efisiensi turun, emisi CO2 dan SO2 naik, biaya pemeliharaan akan meningkat, demikian juga
time between failure akan turun.
Namun jika batubara dengan nilai kalor dan kadar air yang sesuai desain tidak dapat diperoleh,
maka langkah berikut yang bisa dilakukan adalah dengan teknologi pengering batubara.
Teknologi tersebut akan menguntungkan dibandingkan dengan membangun PLTU dengan
desain batubara dengan kalori lebih rendah. Karena PLTU dengan nilai kalori bahan bakar
batubara yang lebih tinggi, maka kapasitas dan efisiensi pembangkit naik, harga pembangkit
per MW lebih murah, serta biaya pemeliharaan akan rendah.
Mengingat saat ini belum banyak terdapat Coal Drier pada PLTU, baik di dunia maupun di
Indonesia. Maka perlu dilakukan uji coba teknologi coal drier pada berbagai pembangkit,
khususnya pada PLTU yang diperkirakan sulit mendapat batubara sesuai dengan desainnya.
Teknologi dalam negri yang sudah ada, termasuk dengan kapasitas kecil dapat diterapkan pada
berbagai PLTU skala kecil yang ada. Dengan demikian jika uji coba pada pembangkit
berkapasitas kecil berjalan dengan baik, maka langkah berikutnya dapat dilakukan scale-up
secara bertahap untuk PLTU dengan kapasitas yang lebih besar.

Anda mungkin juga menyukai