SEMINAR
SEMARANG
DESEMBER 2015
HALAMAN PENGESAHAN
Karya tulis ini disusun oleh
Nama
NIM
: 21100112130027
Menyetujui,
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Sang Pencipta Yang Maha Esa, atas segala berkat dan
kasih-Nya sehingga Karya Tulis ini dapat tersusun dengan baik. Energi menjadi
sebuah kebutuhan yang sangat penting di masa global seperti sekarang. Demi
memenuhi kebutuhan energi tersebut, banyak jenis sumber energi yang terdapat di
bumi ini yang terus dimanfaatkan salah satu nya adalah batubara. Batubara
memiliki persebaran yang luas dan jumlah cadangan yang besar, sehingga menjadi
sebuah sumber energi yang cukup menjanjikan. Di luar dari manfaatnya, suatu
batubara harus memiliki standar kualitas sendiri agar dapat menghasilkan energi
dengan jumlah yang besar dan tidak memberikan dampak buruk terhadap
lingkungan. Karya tulis ini berisikan tentang parameter-parameter yang digunakan
sebagai dasar suatu batubara untuk digunakan sebagai sumber energi agar energi
yang dihasilkan dapat memenuhi kebutuhan dan tidak memberikan dampak yang
terlalu besar pada lingkungan. Penulis menyadari masih banyak kekurangan
dalam laporan ini. Penulis berharap adanya krtik dan saran yang membangun.
Semoga karya tulis ini dapat memberikan manfaat dalam dunia energi.
Penulis
Imam Farchan Bagus Romario
iii
Abstrak
Peningkatan kebutuhan akan energi menyebabkan peningkatan keberagaman
sumber energi untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Sumber energi saat ini cukup
beragam yaitu energi fosil, panas bumi, angin, dan lain lain. Energi fosil menjadi
penyumbang terbesar untuk memenuhi kebutuhan energi, yaitu berkisar 90 %
kebutuhan energi saat ini. Batubara merupakan salah satu energi fosil yang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Batubara memiliki kemampuan
sebagai bahan bakar tetapi bervariasi tergantung dari kualitasnya, oleh karena itu
batubara memiliki parameter yang menjadi dasar kualitas suatu batubara untuk
menghasilkan energi.
Parameter tersebut didapatkan dari hasil analisis laboratorium untuk menentukan
kapasitas panas yang dapat dihasilkan hingga residu yang dapat mencemari
lingkungan. Dari hasil analisis tersebut didapatkan beberapa parameter yang
sangat penting agar batubara dapat dimanfaatkan secara maksimal. Parameter
yang tergolong dalam thermal properties yaitu Calorific value, Heat Capacity,
Thermal Conductivity, Plastic and agglutinating properties, Free swelling index,
Ash fusibility. Batubara tersebut kemudian diolah ke dalam suatu mesin produksi
untuk menghasilkan energi dari batubara tersebut. Tahap pertama, terjadi pada
boiler yang merubah energi kimia batubara menjadi uap bertekanan dan
temperature tinggi. Tahap kedua berlangsung pada turbin uap yang merubah
energi uap menjadi energi putar mekanik. Tahap ketiga pada generator yang
mengubah energi putar menjadi energi listrik. Agar dapat menghasilkan listrik
secara optimal dan efisien, maka suatu boiler pada PLTU batubara didesain untuk
menggunakan batubara dengan kadar air (moisture) dan nilai kalor (heating value)
tertentu. Untuk menghasilkan panas yang cukup tidak ada standarisasi nilai kalori
yang harus dipenuhi. Jika nilai kalori suatu batubara tergolong kecil, maka boiler
harus disesuaikan kapasitasnya agar air dalam boiler dapat menguap dengan
optimal. Produksi saat ini lebih banyak menyiasati dengan melakukan blending
beberapa batubara yang kualitasnya rendah dan tinggi agar mendapatkan nilai
kalori yang tidak terlalu rendah dan menutup dari segi ekonomi. Kadar air dari
batubara juga diharapkan menunjukkan nilai yang rendah, karena kadar air akan
mempengaruhi pembakaran dimana air akan mengurangi panas maksimal yang
dihasilkan dan menghambat proses pembakaran.
Kata kunci : Energi, Batubara, Thermal Properties, Power Plant
Abstract
In case to provide the demand in energy sector push the increasing supply from
the variety source. There is so many type energy source nowadays such as fossil
energy, geothermal, wind, water plant, and etc. Fossil type supply more than 90 %
of energy demand on the world now. Coal is one of the group of fossil energy
type that use to supplying the world needs. Coal has the utility as fuel but it
depends on its quality, because of this there are many parameters on coal used to
determine the ability to produce energy.
Those parameters based on laboratory analysis to determine the heat that coal can
produced until the quality of the burning residue which can be the pollution and
harm the environment. From the analysis result provide the important parameters
in order to maximizing the coal utility. Those parameters called as thermal
properties consist of Calorific Value, Heat Capacity, Thermal Conductivity,
Plastic and Agglutinating Properties, Free Swelling Index, and Ash Fusibility.
After that the coal be processed on producing machine to produce the electricity.
First step of converting process occurred in boiler, convert the solid coal in to
high pressure and temperature steam. Second phase going on steam turbin, steam
flow spin the turbin and convert to the mechanic energy. Third phase go on
generator converting the mechanic energy from turbin to electricity. To get the
optimum electricity, the boiler of plant system is designed based on the moisture
and heating value of the coal. To provide enough heat there is no legal
standardization for coal calorific value had to gained. If the calorie of coal have
small value, the boiler have to customized so the water can vaporized properly.
Production nowadays tend to blend the low quality with high quality coal to get
the intended calorific value. Coal water content is expected have small value
because the moisture have impact in burning which can be decreasing the
optimum heat and detain the burning process.
Keywords : Energy, Coal, Thermal Properties, Power Plant.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...........................................................................................
ii
............................................................................................................. iv
PENDAHULUAN
1.1
1.2
1.3
1.4
Metodologi ..............................................................................................
1.5
2.2
2.3
2.4
3.2
4.2
Kesimpulan ............................................................................................. 25
5.2
Saran ........................................................................................................ 26
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Variasi besaran nilai kalori suatu batubara dan tingkatannya
(Baughman, 1978 dalam Speight, 2015) .................................... 15
Gambar
3.2
Perbandingan
beberapa
parameter
dengan
specific
heat
(Speight,2015) ...............................................................................17
Gambar 4.1 Rangkaian alat konversi batubara untuk menghasilkan energy...22
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.3 Klasifikasi Maseral Pada Batubara (McCabe, 1984 dalam Thomas,
2013) ...................................................................................................
viii
BAB I
PENDAHULUAN
mata
kuliah
Seminar
untuk
memenuhi
1.2.2. Tujuan
1. Mengetahui tahap pengujian kualitas suatu batubara sebagai
penghasil energi.
2. Mengetahui parameter-parameter batubara yang baik sebagai
penghasil energi
3. Mengetahui teknologi pengolahan suatu batubara agar dapat
menghasilkan energi.
1.4 Metodologi
Metode penulisan yang penulis gunakan antara lain adalah dengan
pengumpulan data informasi yang berkaitan dengan uji kualitas batubara
sebagai penghasil energi dan teknologi dalam pengolahan batubara tersebut
untuk menghasilkan energi. Pengumpulan data informasi dapat berasal dari
buku, jurnal penelitian, dan publikasi internet.
BAB II
TINJAUAN UMUM
dehidrasi, proses ini diikuti dengan adanya proses burial oleh sedimen
diatasnya (Ruiz, 2008; Speight, 2015) yang dipengaruhi oleh berbagai faktor
pada saat dan setelah sedimentasi sehingga mengalami proses yang
menyebabkan perubahan gambut menjadi batubara (Thomas, 2013)
Batubara adalah suatu endapan yang tersusun dari bahan organik dan
bukan organik (inorganik). Bahan organik berasal dari sisa tumbuh-tumbuhan
yang telah mengalami berbagai tingkat pembusukan (decomposition) dan
perubahan sifat-sifat fisik serta kimia baik sebelum maupun sesudah tertutup
oleh endapan lain di atasnya (Stach, 1975 dalam Widodo dan Antika, 2012).
Batubara tersusun oleh beberapa unsur seperti nitrogen, oksigen,
hidrogen, karbon, sulfur, klorin, merkuri, dan arsenik yang keseluruhannya
berasal dari pembusukan material organik (Speight, 2015). Bahan-bahan
anorganik terdiri dari bermacam-macam mineral (mineral matters) terutama
mineral-mineral lempung, karbonat, sulfida, silikat, dan beberapa mineral
lainnya (Taylor, dkk., 1998 dalam Widodo dan Antika, 2012).
proses
pembatubaraan.
Batubara
dengan
proses
drift
Komposisi
fisik
Karbon
Hidrogen
Oksigen
Kayu
48-50
6-8
42-46
Gambut
48-50
49-52
33-35
Lignit
68-72
5-6
24-26
Subbituminus
74-76
5-6
18-22
Bituminus
84-86
5-6
8-12
Antrasit
92-95
3-4
1-3
2.3
Penambahan
Penambahan
Pelepasan
Peningkatan
Tekanan
Temperatur
Oksigen
Aromatik
autigenik
merupakan
mineral
yang
terbentuk
pada
Mineral Detritus
Merupakan mineral-mineral yang berasal dari luar lingkungan
pengendapan lalu terakumulasi bersama-sama dengan material
organik membentuk endapan
Mineral autigenik
Mineral autigenik merupakan mineral yang terbentuk pada
lingkungan pengendapan batubara baik sebelum, selama,
maupun setelah proses pembatubaraan. Mineral yang cenderung
muncul seperti calcium-iron mineral seperti kalsit, ankerit,
siderit, dan pirit. Sulfur juga dapat hadir berasal dari material
organik yang kemudian akan berubah menjadi pirit (Thomas,
2013).
Mineral
Keterdapatan
Mineral Lempung
Ilit-Serisit
Sering-Melimpah
Disulfida besi
Karbonat
Montmorilonit
Jarang-Sering
Kaolinit
Sering-Melimpah
Halloysit
Jarang
Pirit
Jarang-Sering
Markasit
Jarang-Sering
Siderit
Sering-Melimpah
Ankerit
Sering-Melimpah
Kalsit
Sering-Melimpah
Dolomit
Jarang-Sering
Aragonit
Jarang
Witherit
Jarang
Strontantit
Jarang
Oksida
Hematit
Hidroksida
Sulfida
Fosfat
Sulfat
Silika
Garam
Jarang
Kuarsa
Jarang-Sering
Magnetit
Sangat Jarang
Rutil
Sangat jarang
Limonit
Jarang-sering
Goethit
Jarang
Diaspora
Jarang
Spharenit
Jarang
Galena
Jarang
Milerit
Sangat Jarang
Kalkopirit
Sangat Jarang
Pyrhotit
Sangat Jarang
Apatit
Jarang
Phosporitik
Jarang
Goyazit
Jarang
Gorcetit
Jarang
Barit
Jarang
Gypsum
Sangat Jarang
Zirkon
Jarang
Biotit
Sangat Jarang
Staurolit
Sangat Jarang
Tourmalin
Sangat Jarang
Garnet
Sangat Jarang
Epidot
Sangat Jarang
Sanidin
Jarang
Ortoklas
Sangat Jarang
Augit
Sangat Jarang
Amphibol
Sangat Jarang
Kyanit
Sangat Jarang
Klorit
Jarang
Gypsum
Jarang
Biskofin
Jarang-sering
Silvin
Jarang-sering
Halit
Sangat jarang-sering
Kieserit
Sangat jarang-sering
Mirabilit
Sangat jarang-jarang
Melanterit
Sangat jarang
Keramohalit
Sangat jarang
Maseral
Morfologi
Asal
Vitrinit
Tellinit
Struktur sel
Kolinit
Vitrodetrinit
Fragmen
Sporinit
Fossil
Mega-mikrospora
Cutinit
Berkumpul
Resinit
Alginit
Fossil
Alga
Liptodetrinit
Fragmen
Sisa degradasi
Fusinit
Struktur Sel
Tumbuhan teroksidasi
Semifusinit
Struktur sel
Macrinit
Semen Amorf
Inertodetrinit
Jejak kecil
Mikrinit
Granular
Degradasi
Sclerotinit
Fossil
daun
represipitasi dari larutan organic dalam
gel
degradasi tahap awal dari tumbuhan dan
gambut
Eksinit
Inertinit
maseral
selama
pembatubaraan
Jamur
1)
Kelompok vitrinit/huminit
Kelompok ini berasal dari tumbuhan yang mengandung
serat kayu (woodytissues) seperti batang, dahan, akar, dan seratserat daun. Vitrinit adalah bahan utama penyusun batubara
(biasanya lebih dari 50%) kecuali untuk batubara Gondwana
(Ting, 1978, dalam Widodo dan Antika., 2012) dan biasanya
dominan hadir pada batubara tingkat tinggi (Bustin, 1983 dalam
Thomas, 2013). Kelompok ini dibedakan menjadi 3, yaitu
telinit, collinit, vitrodertinit, sporinit dan cutinit (McCabe, 1984
dalam Thomas 2013).
2)
3)
Kelompok inertinit
Menurut Ruiz (2008) kelompok inertinit diduga berasal
dari tumbuhan yang sudah terbakar (charcoal) dan sebagian lagi
diperkirakan berasal dari maseral lainnya yang telah mengalami
proses oksidasi atau proses decarboxylation yang disebabkan
oleh jamur dan bakteri (proses biokimia). Dalam proses
karbonisasi, kelompok inertinit sangat lamban bereaksi (inert).
10
2.4.2 Karbonisasi
Karbonisasi merupakan proses untuk menghasilkan batubara kokas
yang berguna untuk pembuatan baja maupun untuk pengolahan mineral
logam lain. Karbonisasi batubara dilakukan dengan memanaskan
batubara pada suhu tinggi berkisar 1100C dalam keadaan hampa udara
untuk menditilasikan tar dan light oil dalam batubara. Dari proses
pemanasan ini dihasilkan coke oven gas (COG) bukan ammonia, sulfur,
dan air seperti reaksi pembakaran biasa karena senyawa tersebut hilang
11
2.4.3 Liquefikasi
Merupakan proses pencairan batubara untuk menjadi bahan bakar
cair. Terdapat kemungkinan dari pencemaran udara yang sangat
signifikan dari proses liquefikasi (Tabel 2.4) berupa abu, sisa
pembakaran, bahan organik, dan gas beracun. Gas yang cenderung
hadir berupa karbonil logam, hidrogen sulfida, ammonia, gas sulfur,
dan sianida. Sumber terbesar pencemaran dari proses liquefikasi ini
adalah dari cerobong udara dalam slurrymix tank. Slurrymix tank
digunakan untuk mencampur batubara dengan bahan daur ulang. Dalam
prose situ gas akan masuk ke dalam slurrymix yang tidak bertekanan,
gas ini bersifat cukup beracun yang mengandung volatil organik dan
gas asam (Speight, 2013 dalam Speight, 2015)
2.4.4 Gasifikasi
Gasifikasi batubara merupakan proses yang paling menguntungkan
untuk mengubah batubara menjadi sumber energi, hidrogen, maupun
produk yang yang bermanfaat (Chadeesingh, 2011 dalam Speight,
2015). Dalam proses gasifikasi, batubara dipanaskan dengan jumlah
udara yang diatur dalam suhu dan tekanan tinggi untuk mendapatkan
reaksi kimia yang akan menghasilkan karbon monoksida, hidrogen, dan
senyawa gas lainnya. Gas yang dihasilkan akan mengandung beberapa
senyawa seperti logam alkali, senyawa nitrogen, tar, sulfur, polinuklear
aromatik, dan klorin yang akan tergantung pada jenis dan kualitas dari
suatu batubara (Speight, 2015).
12
Polutan
Ammonia
Gas asam
Karbonil sulfide
Karbon disulfide
Karbon monoksida
Hidrogen sianida
Aromatik amina
Alifatik Hidrokarbon
Benzene
Phenol
Nitrogen rantai panjang
Gasifier
Karbon monoksida
Gas asam
Hidrogen sulfide
Karbonil Sulfida
Karbonil disulfide
Pengkerakan
Debu mineral
Abu
Regenerator katalis
Debu katalis
Pembakar
Oksida sulfur
Karbon monoksida
Karbon dioksida
Penampung hasil
Aromatik Amina
Hidrokarbon alifatik
Benzene
Phenol
Hidrokarbon polisiklik
13
BAB III
PARAMETER THERMAL PROPERTIES SUATU BATUBARA
3.1 Definisi Umum
Thermal Properties suatu batubara merupakan karakter atau parameterparameter batubara untuk dapat menghasilkan panas. Thermal properties
dalam batubara sangat penting karena akan mempengaruhi proses perubahan
batubara tersebut menjadi energi. Masing-masing proses pengolahan batubara
memiliki standarisasi terhadap beberapa parameter agar dapat menghasilkan
energi yang maksimal. Menurut Speight (2015) dan Thomas (2013)
parameter yang tergolong dalam thermal properties yaitu :
a. Calorific value
b. Heat Capacity
c. Thermal Conductivity
d. Plastic and agglutinating properties
e. Free swelling index
f. Ash fusibility
14
Gambar 3.1 variasi besaran nilai kalori suatu batubara dan tingkatannya
(Baughman, 1978 dalam Speight, 2015).
Dalam perhitungan nilai kalori suatu batubara dikenal dua istilah
yaitu GCV dan NCV. GCV merupakan Gross Calorific Value atau
jumlah panas yang dihasilkan saat proses analisis laboratorium
dipanaskan dengan suhu sesuai standar dan tetap (Thomas, 2013),
sedangkan NCV atau Net Calorific Value merupakan nilai kalori
maksimum yang didapatkan sebenarnya pada saat pembakaran dalam
keadaan tekanan tetap (Thomas, 2013). Perbedaan dari GCV dan NCV
adalah panas tersembunyi yang terdapat pada uap hasil pembakaran.
Nilai tersebut dapat dirumuskan menjadi :
NCV(Btu/lb) = GCV (1030 x total hydrogen x 9)/100 ..(3.1)
Terdapat 3 jenis cara pengukuran besaran nilai kalori dengan
bomb calorimeter, yaitu :
a. Kalorimeter dengan bahan oksidasi padat dalam kondisi terbuka
maupun kedap udara.
15
capacity merupakan
panas
yang dibutuhkan
untuk
16
Gambar 3.2 Perbandingan beberapa parameter dengan specific heat, dari kiri
ke kanan: nilai kelembapan, volatil, karbon (Speight, 2015).
3.2.3 Thermal Conductivity
Thermal conductivity merupakan kemampuan suatu material untuk
dapat menghantarkan panas dari sumber panas menuju tempat lain
dengan nilai gradien tertentu dalam satuan luas dan waktu tertentu. Pada
dasarnya batubara merupakan konduktor yang lemah dengan nilai 3 x
10-4 9 x 10-4 cal s-1 cm-1 C (Speight, 2013 dalam Speight, 2015)
sehingga kurang baik untuk menghantarkan panas dari suatu sumber ke
objek yang lain. Konduktivitas termal pada batubara dipengaruhi oleh
pemencaran panas batubara dan heat capacity, hal ini mempengaruhi
dari panas yang masuk apakah dapat ditransfer langsung secara cepat
atau membaur dan tertahan akibat heat capacity yang tinggi. Menurut
Carslaw dan Jaeger (1959 dalam Speight, 2015) Thermal conductivity
dapat dihasilkan dari suatu persamaan :
TQ = k A(t2 t1)d.(3.2)
Q
A
T
t2-t1
d
K
: Kalor
: Luas material yang diuji
: temperature
: Perbedaan temperature
: diameter
: Konduktivitas thermal
17
18
Tabel 3.1 besaran nilai FSI dan hubungannya dengan caking yang terjadi
(Baughman, 1976 dalam Speight, 2015).
Tipe Batubara
Nilai FSI
Dilation (%)
Roga Index
Noncaking
0-5
Weakly Caking
1-2
5-20
Medium Caking
2-4
0-40
20-50
Strongly Caking
>4
>50
>50
19
BAB IV
PEMANFAATAN BATUBARA SEBAGAI SUMBER ENERGI
4.1 Kualitas Batubara Sebagai Sumber Energi
Batubara memiliki beberapa parameter thermal properties yang
digunakan sebagai standar kelayakan suatu batubara untuk menghasilkan
energi (Tabel 4.1). Parameter-parameter tersebut saling berhubungan satu
sama lain yang akan mempengaruhi rangkaian alat dan perlakuan khusus
terhadap suatu batubara sebelum produksi berlangsung.
Parameter-parameter tersebut sangat berpengaruh terhadap proses
produksi yang akan dilaksanakan seperti jumlah panas yang dihasilkan,
pencemaran udara, dll. Untuk menghasilkan energi, batubara berfungsi
sebagai pemanas boiler yang akan menghasilkan uap yang kemudian akan
memutar turbin dan mengubahnya menajdi energi listrik.
Untuk menghasilkan panas yang cukup tidak ada standarisasi nilai kalori yang
harus dipenuhi, tetapi diharapkan nilai kalori yang sebesar-besarnya agar
dapat menghasilkan panas yang besar. Jika nilai kalori suatu batubara
tergolong kecil, maka boiler harus disesuaikan kapasitasnya agar air dalam
boiler dapat menguap dengan optimal. Produksi saat ini lebih banyak
menyiasati dengan melakukan blending beberapa batubara yang kualitasnya
rendah dan tinggi agar mendapatkan nilai kalori yang tidak terlalu rendah dan
menutup dari segi ekonomi (Burnard dkk, 2014). Kadar air dari batubara juga
diharapkan menunjukkan nilai yang rendah, karena kadar air akan
mempengaruhi pembakaran dimana air akan mengurangi panas maksimal
yang dihasilkan dan menghambat proses pembakaran.
Sebelum dimasukkan ke dalam boiler batubara harus dihancurkan menjadi
ukuran tertentu sehingga sesuai dengan kapasitas tungku pembakaran. Ukuran
batubara tersebut didapati dari proses pulverizer, dimana batubara digerus
menjadi ukuran-ukuran tertentu sesuai kebutuhan. Suatu batubara diharapkan
memiliki nilai HGI yang tinggi agar mudah dihancurkan tetapi tidak
20
Yang Diinginkan
48
Rendah
Limit Tipikal
12
(max 15)
max 10 12
Ash
(%-ad)
Rendah
max 15 20
(max 30)
Volatile matter
(%-dmmf)
25 30
min 25
15 25
Tinggi
max 25
min 24 25
Total Sulphur
(%-ad)
Rendah
Chlorine
(%-ad)
Rendah
Tinggi ISO A
min 1200
(min 1050)
Rendah ISO C
max 1350
(max 1430)
Hardgrove grindability
index
Tinggi
min 50 55
(min 45)
25 30
35 40
Fines content
(less than 0.5 mm)
(%)
15 20
25 30
Keterangan
Nilai kalori net berkurang
akan menimbulkan masalah
pada penggilingan dan
penanganan. Limit untuk low
rank coal lebih tinggi.
Nilai kalori berkurang limit
tergantung pada kemampuan
alat dalam penangananan dan
pembuangan abu.
Side-fired p.f furnace
Down fired p.f furnace
Basis yang diinginkan
konsumen bermacam-macam
(gross/net, ad/ar).
Limit maksimum tergantung
peraturan daerah tentang
polusi. Inggris 2%, Jerman
1%, Jepang 0.5%.
Sebagai penunjuk kandungan
alkali. Harus rendah untuk
mengurangi kecenderungan
terjadinya fouling.
Dry bottom furnace.
Tergantung fleksibilitas dan
prosedur operasi alat.
Wet bottom furnace.
Tergantung suhu operasi.
Kondisi tanur yang
menentukan oxidicing dan
reducing yang diperlukan ash
fusion.
Tergantung dari kapasitas
penggerusan serta jumlah
produksi yang diinginkan.
Tergantung limit ukuran
partikel yang dapat diterima
oleh alat penggerus.
Terlalu banyak yang halus
akan menimbulkan masalah
pada waktu penanganannya
terutama jika basah,
bahkan total moisture akan
lebih besar apabila terlalu
banyak yang halus.
21
merupakan
salah
satu
sumber
energi
yang
jumlah
Gambar 4.1 rangkaian alat konversi batubara untuk menghasilkan energy (Horn, 2010)
22
23
GGL induksi pada saat air tersebut melewati jalur perpipaan di dalam
PLTU. Hal ini dapat menimbulkan korosi pada peralatan PLTU.
8. Hydrogen Plant : Untuk mendinginkan peralatan
9. Coal Handling : Merupakan unit yang melayani pengolahan batubara yaitu
dari proses bongkar muat kapal (ship unloading) di dermaga, penyaluran
ke stock area sampai penyaluran ke bunker unit.
10. Ash Handling : Merupakan unit yang melayani pengolahan abu baik itu
abu jatuh (bottom ash) maupun abu terbang (fly ash) dari Electrostatic
Precipitator hopper dan SDCC (Submerged Drag Chain Conveyor) pada
unit utama sampai ke tempat penampungan abu (ash valley)
Pada PLTU dengan bahan bakar batubara. Proses konversi energi
berlangsung dari batubara menjadi listrik tersebut dapat dibagi dalam 3 tahap :
1. Tahap pertama, terjadi pada boiler yang merubah energi kimia batubara
menjadi uap bertekanan dan temperature tinggi.
2. Tahap kedua berlangsung pada turbin uap yang merubah energi uap
menjadi energi putar mekanik.
3. Tahap ketiga pada generator yang mengubah energi putar menjadi energi
listrik.
Agar dapat menghasilkan listrik secara optimal dan efisien, maka suatu
boiler pada PLTU batubara didesain untuk menggunakan batubara dengan
kadar air (moisture) dan nilai kalor (heating value) tertentu. Jika digunakan
batubara dengan kadar air dan nilai kalor di bawah spesifikasi pembangkit,
maka akan berpengaruh pada performa dan emisi yang dihasilkan. Kadar air
tinggi batubara yang dipakai sebagai bahan bakar PLTU dapat mengakibatkan
kesulitan fuel handling. Secara spesifik pemakaian batubara dengan
kelembaban 25% - 40 % akan menyebabkan rendahnya heating value,
effisiensi pembangkit turun, berkurangnya kapasitas mill, serta naiknya biaya
pemeliharaan.
24
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
a.
b.
c.
d.
e.
5.2 Saran
a.
25
b.
c.
Pengolahan batubara menjadi bentuk lain seperti gas dan cairan harus
dioptimalkan agar dapat memberikan keberagaman dalam segi
produksi.
26
DAFTAR PUSTAKA
Burnard, Keith., Jiang, Julie., 2014 : Emissions Reduction through Upgrade of
Coal-Fired Power Plants, International Energi Agency, France.
Horn, Geofrey M. 2010. Coal, Oil, and Natural Gas. Chelsea House Club. New
York.
Nurjihan, Ahmad. 2011. Geologi dan Pengaruh Sesar Mendatar Tutupan Terhadap
Perbedaan Peringkat Batubara Seam T120 Berdasarkan Parameter Nilai
Reflektan Vitrinit Daerah Tutupan Selatan Kecamatan Tanjung Kabupaten
Tabalong,
Propinsi
Kalimantan
Selatan.
Tugas
Akhir
(Tidak
27