Anda di halaman 1dari 36

UNIVERSITAS DIPONEGORO

PARAMETER KUALITAS BATUBARA UNTUK


PEMANFAATAN DALAM BIDANG ENERGI

SEMINAR

Imam Farchan Bagus Romario


21100112130027

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI


FAKULTAS TEKNIK

SEMARANG
DESEMBER 2015

HALAMAN PENGESAHAN
Karya tulis ini disusun oleh

Nama

: Imam Farchan Bagus Romario

NIM

: 21100112130027

Program Studi : Teknik Geologi


Judul

: Parameter Kualitas Suatu Batubara Untuk Pemanfaatan Dalam


Bidang Energi

Telah disetujui dan disahkan oleh Dosen Pembimbing sebagai bagian


persyaratan dalam Kurikulum Program Studi Teknik Geologi Fakultas
Teknik Universitas Diponegoro.

Menyetujui,

Tanggal 14 Desember 2015


Dosen Pembimbing,

Reddy Setyawan ST., MT.


NIKI. 198810230214011224

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Sang Pencipta Yang Maha Esa, atas segala berkat dan
kasih-Nya sehingga Karya Tulis ini dapat tersusun dengan baik. Energi menjadi
sebuah kebutuhan yang sangat penting di masa global seperti sekarang. Demi
memenuhi kebutuhan energi tersebut, banyak jenis sumber energi yang terdapat di
bumi ini yang terus dimanfaatkan salah satu nya adalah batubara. Batubara
memiliki persebaran yang luas dan jumlah cadangan yang besar, sehingga menjadi
sebuah sumber energi yang cukup menjanjikan. Di luar dari manfaatnya, suatu
batubara harus memiliki standar kualitas sendiri agar dapat menghasilkan energi
dengan jumlah yang besar dan tidak memberikan dampak buruk terhadap
lingkungan. Karya tulis ini berisikan tentang parameter-parameter yang digunakan
sebagai dasar suatu batubara untuk digunakan sebagai sumber energi agar energi
yang dihasilkan dapat memenuhi kebutuhan dan tidak memberikan dampak yang
terlalu besar pada lingkungan. Penulis menyadari masih banyak kekurangan
dalam laporan ini. Penulis berharap adanya krtik dan saran yang membangun.
Semoga karya tulis ini dapat memberikan manfaat dalam dunia energi.

Semarang, Desember 2015

Penulis
Imam Farchan Bagus Romario

iii

Abstrak
Peningkatan kebutuhan akan energi menyebabkan peningkatan keberagaman
sumber energi untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Sumber energi saat ini cukup
beragam yaitu energi fosil, panas bumi, angin, dan lain lain. Energi fosil menjadi
penyumbang terbesar untuk memenuhi kebutuhan energi, yaitu berkisar 90 %
kebutuhan energi saat ini. Batubara merupakan salah satu energi fosil yang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Batubara memiliki kemampuan
sebagai bahan bakar tetapi bervariasi tergantung dari kualitasnya, oleh karena itu
batubara memiliki parameter yang menjadi dasar kualitas suatu batubara untuk
menghasilkan energi.
Parameter tersebut didapatkan dari hasil analisis laboratorium untuk menentukan
kapasitas panas yang dapat dihasilkan hingga residu yang dapat mencemari
lingkungan. Dari hasil analisis tersebut didapatkan beberapa parameter yang
sangat penting agar batubara dapat dimanfaatkan secara maksimal. Parameter
yang tergolong dalam thermal properties yaitu Calorific value, Heat Capacity,
Thermal Conductivity, Plastic and agglutinating properties, Free swelling index,
Ash fusibility. Batubara tersebut kemudian diolah ke dalam suatu mesin produksi
untuk menghasilkan energi dari batubara tersebut. Tahap pertama, terjadi pada
boiler yang merubah energi kimia batubara menjadi uap bertekanan dan
temperature tinggi. Tahap kedua berlangsung pada turbin uap yang merubah
energi uap menjadi energi putar mekanik. Tahap ketiga pada generator yang
mengubah energi putar menjadi energi listrik. Agar dapat menghasilkan listrik
secara optimal dan efisien, maka suatu boiler pada PLTU batubara didesain untuk
menggunakan batubara dengan kadar air (moisture) dan nilai kalor (heating value)
tertentu. Untuk menghasilkan panas yang cukup tidak ada standarisasi nilai kalori
yang harus dipenuhi. Jika nilai kalori suatu batubara tergolong kecil, maka boiler
harus disesuaikan kapasitasnya agar air dalam boiler dapat menguap dengan
optimal. Produksi saat ini lebih banyak menyiasati dengan melakukan blending
beberapa batubara yang kualitasnya rendah dan tinggi agar mendapatkan nilai
kalori yang tidak terlalu rendah dan menutup dari segi ekonomi. Kadar air dari
batubara juga diharapkan menunjukkan nilai yang rendah, karena kadar air akan
mempengaruhi pembakaran dimana air akan mengurangi panas maksimal yang
dihasilkan dan menghambat proses pembakaran.
Kata kunci : Energi, Batubara, Thermal Properties, Power Plant

Abstract
In case to provide the demand in energy sector push the increasing supply from
the variety source. There is so many type energy source nowadays such as fossil
energy, geothermal, wind, water plant, and etc. Fossil type supply more than 90 %
of energy demand on the world now. Coal is one of the group of fossil energy
type that use to supplying the world needs. Coal has the utility as fuel but it
depends on its quality, because of this there are many parameters on coal used to
determine the ability to produce energy.
Those parameters based on laboratory analysis to determine the heat that coal can
produced until the quality of the burning residue which can be the pollution and
harm the environment. From the analysis result provide the important parameters
in order to maximizing the coal utility. Those parameters called as thermal
properties consist of Calorific Value, Heat Capacity, Thermal Conductivity,
Plastic and Agglutinating Properties, Free Swelling Index, and Ash Fusibility.
After that the coal be processed on producing machine to produce the electricity.
First step of converting process occurred in boiler, convert the solid coal in to
high pressure and temperature steam. Second phase going on steam turbin, steam
flow spin the turbin and convert to the mechanic energy. Third phase go on
generator converting the mechanic energy from turbin to electricity. To get the
optimum electricity, the boiler of plant system is designed based on the moisture
and heating value of the coal. To provide enough heat there is no legal
standardization for coal calorific value had to gained. If the calorie of coal have
small value, the boiler have to customized so the water can vaporized properly.
Production nowadays tend to blend the low quality with high quality coal to get
the intended calorific value. Coal water content is expected have small value
because the moisture have impact in burning which can be decreasing the
optimum heat and detain the burning process.
Keywords : Energy, Coal, Thermal Properties, Power Plant.

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...........................................................................................

HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................

ii

KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii


SARI

............................................................................................................. iv

DAFTAR ISI .......................................................................................................

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... vii


DAFTAR TABEL ............................................................................................... viii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang ........................................................................................

1.2

Maksud dan Tujuan .................................................................................

1.2.1 Maksud ........................................................................................

1.2.2 Tujuan ..........................................................................................

1.3

Lingkup Masalah .....................................................................................

1.4

Metodologi ..............................................................................................

1.5

Sistematika Penulisan... ..........................................................................

BAB II TINJAUAN UMUM


2.1

Definisi Umum Batubara ........................................................................

2.2

Pembentukan Batubara ............................................................................

2.3

Komponen Penyusun Batubara ...............................................................

2.3.1 Komponen Anorganik ...................................................................

2.3.1 Komponen Organik .......................................................................

2.4

Manfaat Batubara .................................................................................... 11


2.4.1 Bahan Bakar .................................................................................. 11
2.4.2 Karbonisasi .................................................................................... 11
2.4.3 Liquefikasi ..................................................................................... 12
2.4.4 Gasifikasi ....................................................................................... 12

BAB III PARAMETER THERMAL PROPERTIES SUATU BATUBARA


3.1

Definisi Umum ........................................................................................ 13

3.2

Parameter Thermal Properties ................................................................ 13

3.2.1 Calorific Value ............................................................................ 14


3.2.2 Heat Capacity .............................................................................. 16
3.2.3 Thermal Conductivity .................................................................. 17
3.2.4 Plastic and Agglutinating Properties .......................................... 18
3.2.5 Free Swelling Index ..................................................................... 18
3.2.6 Ash Fusibility ............................................................................... 19
BAB IV PEMANFAATAN BATUBARA SEBAGAI SUMBER ENERGI
4.1

Kualitas Batubara Sebagai Sumber Energi ............................................. 20

4.2

Konversi Batubara Menjadi Sumber Energi ........................................... 22

BAB V PENUTUP ........................................................................................... 25


5.1

Kesimpulan ............................................................................................. 25

5.2

Saran ........................................................................................................ 26

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Variasi besaran nilai kalori suatu batubara dan tingkatannya
(Baughman, 1978 dalam Speight, 2015) .................................... 15
Gambar

3.2

Perbandingan

beberapa

parameter

dengan

specific

heat

(Speight,2015) ...............................................................................17
Gambar 4.1 Rangkaian alat konversi batubara untuk menghasilkan energy...22

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tahap perkembangan gambut menjadi meta-antrasit (Speight, 2015) 6


Tabel 2.2 Beberapa mineral yang cenderung hadir di dalam batubara (Taylor dkk,
1998 dalam Thomas, 2013) ................................................................

Tabel 2.3 Klasifikasi Maseral Pada Batubara (McCabe, 1984 dalam Thomas,
2013) ...................................................................................................

Tabel 2.4 Senyawa-senyawa yang cenderung hadir dalam proses liquefikasi


(Speight, 2015) ................................................................................. 13
Tabel 4.1 Parameter batubara untuk dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik.20

viii

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Energi menjadi sektor kebutuhan yang sangat penting di masa global
seperti sekarang ini. Peningkatan kebutuhan akan energi menyebabkan
peningkatan keberagaman sumber energi untuk memenuhi kebutuhan
tersebut. Sumber energi saat ini cukup beragam yaitu energi fosil, panas
bumi, angin, dan lain lain. Energi fosil menjadi penyumbang terbesar untuk
memenuhi kebutuhan energi, yaitu berkisar 90 % kebutuhan energi saat ini
(Horn, 2010). Energi fosil merupakan energi yang bersumber dari suatu
bahan yang dihasilkan akibat pembusukan material organik pada masa
lampau seperti minyak bumi, gas bumi, dan batubara.
Penulis hendak membahas mengenai kualitas batubara untuk dapat
digunakan sebagai sumber energi yang baik. Beberapa parameter dalam
batubara agar dapat dimanfaatkan sebagai

1.2. Maksud dan Tujuan


1.2.1. Maksud
Menyelesaikan

mata

kuliah

Seminar

untuk

memenuhi

Kurikulum Pendidikan Program Studi Teknik Geologi

1.2.2. Tujuan
1. Mengetahui tahap pengujian kualitas suatu batubara sebagai
penghasil energi.
2. Mengetahui parameter-parameter batubara yang baik sebagai
penghasil energi
3. Mengetahui teknologi pengolahan suatu batubara agar dapat
menghasilkan energi.

1.3 Lingkup Masalah


Bahasan utama dari tulisan ilmiah ini mengenai uji kualitas batubara
untuk dapat digunakan sebagai penghasil energi. Uji kualitas batubara ini
sendiri terdiri dari beberapa parameter yang akan digabungkan untuk
menyesuaikan dengan standar resmi agar batubara dapat menghasilkan panas
dengan kualitas baik, panas yang tinggi dan emisi yang rendah. Selanjutnya
akan dibahas mengenai teknologi pengolahan suatu batubara agar dapat
menghasilkan energi. Dengan demikian tulisan ini diberi judul: Parameter
Kualitas Batubara untuk Pemanfaatan dalam Bidang Energi.

1.4 Metodologi
Metode penulisan yang penulis gunakan antara lain adalah dengan
pengumpulan data informasi yang berkaitan dengan uji kualitas batubara
sebagai penghasil energi dan teknologi dalam pengolahan batubara tersebut
untuk menghasilkan energi. Pengumpulan data informasi dapat berasal dari
buku, jurnal penelitian, dan publikasi internet.

1.5 Sistematika Penulisan


Dalam penulisan seminar ini, sistematika penulisannya dijelaskan pada
beberapa bab, dalam setiap bab dijelaskan sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan
Dalam bab ini menjelaskan mengenai dasar penyusunan karya tulis,
maksud dan tujuan serta metode yang digunakan dalam penulisan sebuah
karya tulis.
Bab II Tinjauan Umum
Bab ini berisi penjelasan mengenai definisi umum dari batubara, proses
pembentukan batubara, komponen penyusun suatu batubara, tingkatan dari
batubara, dan pemanfaatannya.
Bab III Parameter Thermal Properties Suatu Batubara
Bab III mengenai metode pengujian kualitas thermal properties suatu
batubara. Beberapa parameter yang menjadi dasar dalam penentuan

kualitas suatu batubara untuk dapat digunakan sebagai penghasil energi


yang baik.
Bab IV Pemanfaatan Batubara Sebagai Sumber Energi
Bab ini berisi tentang cara pemanfaatan dan pengolahan suatu batubara
yang telah memenuhi standar kualitas penghasil panas yang baik untuk
dapat menghasilkan energi. berbagai macam teknologi pengolahan
batubara dan proses pemeliharaan teknologi tersebut.
Bab V Penutup
Bab penutup menjelaskan kesimpulan dari penulisan karya ilmiah ini,
yaitu

ringkasan mengenai parameter-parameter

yang diuji untuk

memenuhi kualitas suatu batubara agar dapat menghasilkan panas yang


baik dan proses pengolahan batubara tersebut hingga dapat menghasilkan
energi.

BAB II
TINJAUAN UMUM

2.1 Definisi Umum Batubara


Batubara merupakan batuan sedimen yang terbentuk dari sisa-sisa
tumbuhan yang hidup di rawa-rawa dan terdeposisi membentuk gambut.
Kondisi gambut yang terendam oleh air rawa menyebabkan tidak adanya
reduksi dan terjadi

proses oksidasi diikuti dengan dekarbosilaksi dan

dehidrasi, proses ini diikuti dengan adanya proses burial oleh sedimen
diatasnya (Ruiz, 2008; Speight, 2015) yang dipengaruhi oleh berbagai faktor
pada saat dan setelah sedimentasi sehingga mengalami proses yang
menyebabkan perubahan gambut menjadi batubara (Thomas, 2013)
Batubara adalah suatu endapan yang tersusun dari bahan organik dan
bukan organik (inorganik). Bahan organik berasal dari sisa tumbuh-tumbuhan
yang telah mengalami berbagai tingkat pembusukan (decomposition) dan
perubahan sifat-sifat fisik serta kimia baik sebelum maupun sesudah tertutup
oleh endapan lain di atasnya (Stach, 1975 dalam Widodo dan Antika, 2012).
Batubara tersusun oleh beberapa unsur seperti nitrogen, oksigen,
hidrogen, karbon, sulfur, klorin, merkuri, dan arsenik yang keseluruhannya
berasal dari pembusukan material organik (Speight, 2015). Bahan-bahan
anorganik terdiri dari bermacam-macam mineral (mineral matters) terutama
mineral-mineral lempung, karbonat, sulfida, silikat, dan beberapa mineral
lainnya (Taylor, dkk., 1998 dalam Widodo dan Antika, 2012).

2.2 Pembentukan Batubara


Batubara berasal dari tumbuh-tumbuhan yang terakumulasi pada suatu
lingkungan yang mengalami proses pembentukan batubara, terdiri dari dua
tahap yaitu tahap biokimia atau penggambutan, dan tahap geokimia yaitu
tahap pembatubaraan (Francis, 1961 dalam Speight, 2015). Tahap
penggambutan (peatification) adalah tahap sisa-sisa tumbuhan yang

terakumulasi dan tersimpan dalam kondisi reduksi (gambut) di daerah rawa


dengan sistem pengeringan yang buruk dan selalu tergenang air pada
kedalaman 0,5 10 m. Material tumbuhan yang busuk ini melepaskan H, N,
O, dan C dalam bentuk senyawa CO2, H2O, dan NH3 (Speight, 2015) untuk
menjadi humus (gambar 2.1). Selanjutnya oleh bakteri anaerobik diubah
menjadi gambut (Stach et al, 1982, dalam Nurjihan, 2011).

CnHm + residu karbon + batubara


Dibandingkan dengan
CnHm + O2 CO2 + H2O (2.1)
Skema 2.1 proses perubahan ikatan kimia dari tumbuhan menjadi humus
(Speight, 2015)
Tahap selanjutnya yaitu tahap pambatubaraan (coalification) yang
merupakan gabungan proses biologi, kimia, dan fisika yang terjadi karena
pengaruh pembebanan dari sedimen yang menutupinya, temperatur, tekanan,
dan waktu terhadap komponen organik dari gambut (Stach dkk, 1982;
Susilawati, 1992, dalam Nurjihan, 2011). Pada tahap ini persentase karbon
akan meningkat, sedangkan presentase hidrogen dan oksigen akan berkurang
(Speight, 2015). Proses ini akan menghasilkan batubara dalam berbagai
tingkat kematangan material organiknya mulai dari lignit, sub bituminus,
bituminus, semi antrasit, antrasit, hingga meta antrasit (Tabel 2.1.).
Meningkatnya proses pembatubaraan ini juga akan menambah tingkat (rank)
dari suatu batubara (Speight, 2015).
Proses pembentukan batubara berdasarkan tempat dibedakan menjadi
dua jenis (Sukandarrumidi, 1995, hal.17) yaitu :
a. Teori Insitu
Bahan-bahan pembentuk lapisan batubara terbentuk di tempat
tumbuh-tumbuhan asal itu berada. Dengan demikian setelah tumbuhan itu
mati, sebelum terjadi proses transportasi segera tertutup oleh lapisan
sedimen dan mengalami proses pembatubaraan. Batubara dengan proses
ini penyebarannya luas, merata dan kualitasnya baik.
b. Teori Drift
5

Bahan-bahan pembentuk lapisan batubara terjadi di tempat yang


berbeda dengan tempat tumbuhan semula hidup dan berkembang. Dengan
demikian tumbuhan yang telah mati mengalami transportasi oleh media
air dan terakumulasi di suatu tempat, tertutup oleh batuan sedimen dan
terjadi

proses

pembatubaraan.

Batubara

dengan

proses

drift

penyebarannya tidak luas tetapi jumlahnya banyak dengan kualitas yang


kurang baik.
Tabel 2.1 Tahap tahap perkembangan gambut menjadi meta-antrasit
(Speight, 2015)
Komponen

Komposisi

Dampak terhadap kenampakan

Dampak terhadap ikatan kimia

fisik
Karbon

Hidrogen

Oksigen

Kayu

48-50

6-8

42-46

Gambut

48-50

49-52

33-35

Lignit

68-72

5-6

24-26

Subbituminus

74-76

5-6

18-22

Bituminus

84-86

5-6

8-12

Antrasit

92-95

3-4

1-3

2.3

Penambahan

Penambahan

Pelepasan

Peningkatan

Tekanan

Temperatur

Oksigen

Aromatik

Komponen Penyusun Batubara


2.3.1 Komponen Anorganik
Komponen anorganik disusun oleh mineral yang merupakan
bahan anorganik yang tidak mudah terbakar dan bukan berasal dari
tumbuhan. Mineral dalam batubara dibedakan menjadi mineral yang
tertransport dari tempat asalnya (detriral) dan mineral yang terbentuk
di lingkungan pengendapannya (authigenic) (Thomas, 2013).
Pengelompokan jenis mineral ini berdasarkan asal-usul mineral
tersebut dari suatu cekungan sedimen tempat terendapkannya mineral.
Mineral detritus merupakan mineral yang berasal dari luar cekungan
sedimen yang tertransportasi atau terbawa oleh fluida sehingga dapat
terendapkan pada cekungan sedimen tersebut (Thomas, 2013).
Mineral

autigenik

merupakan

mineral

yang

terbentuk

pada

lingkungan pengendapan batubara baik sebelum, selama, maupun

setelah proses pembatubaraan (Thomas, 2013). Menurut Taylor (1998


dalam Thomas, 2013) ada beberapa mineral yang cenderung hadir di
dalam batubara (Tabel 2.2) mineral-mineral tersebut dikelompokkan
dalam:
1)

Mineral Detritus
Merupakan mineral-mineral yang berasal dari luar lingkungan
pengendapan lalu terakumulasi bersama-sama dengan material
organik membentuk endapan

batubara, atau masuk dalam

batubara selama proses pembatubaraan (Thomas, 2013). Mineral


yang tergolong dalam kelompok mineral detritus seperti kuarsa,
feldspar, dll.
2)

Mineral autigenik
Mineral autigenik merupakan mineral yang terbentuk pada
lingkungan pengendapan batubara baik sebelum, selama,
maupun setelah proses pembatubaraan. Mineral yang cenderung
muncul seperti calcium-iron mineral seperti kalsit, ankerit,
siderit, dan pirit. Sulfur juga dapat hadir berasal dari material
organik yang kemudian akan berubah menjadi pirit (Thomas,
2013).

Tabel 2.2 beberapa mineral yang cenderung hadir di dalam batubara


(Taylor dkk, 1998 dalam Thomas, 2013)
Kelompok

Mineral

Keterdapatan

Mineral Lempung

Ilit-Serisit

Sering-Melimpah

Disulfida besi

Karbonat

Montmorilonit

Jarang-Sering

Kaolinit

Sering-Melimpah

Halloysit

Jarang

Pirit

Jarang-Sering

Markasit

Jarang-Sering

Siderit

Sering-Melimpah

Ankerit

Sering-Melimpah

Kalsit

Sering-Melimpah

Dolomit

Jarang-Sering

Aragonit

Jarang

Witherit

Jarang

Strontantit

Jarang

Oksida

Hematit

Hidroksida

Sulfida

Fosfat

Sulfat

Silika

Garam

Jarang

Kuarsa

Jarang-Sering

Magnetit

Sangat Jarang

Rutil

Sangat jarang

Limonit

Jarang-sering

Goethit

Jarang

Diaspora

Jarang

Spharenit

Jarang

Galena

Jarang

Milerit

Sangat Jarang

Kalkopirit

Sangat Jarang

Pyrhotit

Sangat Jarang

Apatit

Jarang

Phosporitik

Jarang

Goyazit

Jarang

Gorcetit

Jarang

Barit

Jarang

Gypsum

Sangat Jarang

Zirkon

Jarang

Biotit

Sangat Jarang

Staurolit

Sangat Jarang

Tourmalin

Sangat Jarang

Garnet

Sangat Jarang

Epidot

Sangat Jarang

Sanidin

Jarang

Ortoklas

Sangat Jarang

Augit

Sangat Jarang

Amphibol

Sangat Jarang

Kyanit

Sangat Jarang

Klorit

Jarang

Gypsum

Jarang

Biskofin

Jarang-sering

Silvin

Jarang-sering

Halit

Sangat jarang-sering

Kieserit

Sangat jarang-sering

Mirabilit

Sangat jarang-jarang

Melanterit

Sangat jarang

Keramohalit

Sangat jarang

2.3.2 Komponen Organik


Komponen organik dalam suatu batubara disebut dengan
maseral. Menurut McCabe (1984 dalam Thomas, 2013) maseral atau

komponen organik dalam batubara dapat dikelompokkan dalam tiga


kelompok utama yaitu kelompok vitrinit, liptinit dan inertinit.
Pengelompokan ini didasarkan pada bentuk morfologi, ukuran, relief,
struktur dalam, komposisi kimia, warna pantulan, intensitas refleksi
dan tingkat pembatubaraannya. Untuk komponen organik ini maseral
dibagi lagi menjadi sub-grup maseral yang memiliki karakter hampir
sama sehingga dikelompokkan menjadi beberapa kelompok dan subkelompok (Tabel 2.3). Pengelompokkan oleh McCabe (1984) ini
menjadi dasar dalam penentuan maseral dan sesuai dengan Australian
Standard: AS2856 (1986). Kelebihan dari sistem Australian Standart
ini adalah pembagian komposisi maseralnya berlaku untuk semua
peringkat batubara, baik untuk batubara hard coal maupun brown
coal, dan sistem ini cukup sederhana, sedangkan sistem standar yang
lain dibedakan antara hard coal dan brown coal.

Tabel 2.3 Klasifikasi Maseral Pada Batubara


(McCabe, 1984 dalam Thomas, 2013)
Kelompok Maseral

Maseral

Morfologi

Asal

Vitrinit

Tellinit

Struktur sel

Dinding sel akar, cabang, batang, dan

Kolinit

Tidak memiliki struktur

Vitrodetrinit

Fragmen

Sporinit

Fossil

Mega-mikrospora

Cutinit

Berkumpul

Kutikula bagian luar dari daun

Resinit

Sel mengisi lapisan

Resin dan kambium tanaman

Alginit

Fossil

Alga

Liptodetrinit

Fragmen

Sisa degradasi

Fusinit

Struktur Sel

Tumbuhan teroksidasi

Semifusinit

Struktur sel

Bagian tumbuhan yang teroksidasi

Macrinit

Semen Amorf

Gel yang teroksidasi

Inertodetrinit

Jejak kecil

Inertinit yang terendapkan kembali

Mikrinit

Granular

Degradasi

Sclerotinit

Fossil

daun
represipitasi dari larutan organic dalam
gel
degradasi tahap awal dari tumbuhan dan
gambut

Eksinit

Inertinit

maseral

selama

pembatubaraan
Jamur

1)

Kelompok vitrinit/huminit
Kelompok ini berasal dari tumbuhan yang mengandung
serat kayu (woodytissues) seperti batang, dahan, akar, dan seratserat daun. Vitrinit adalah bahan utama penyusun batubara
(biasanya lebih dari 50%) kecuali untuk batubara Gondwana
(Ting, 1978, dalam Widodo dan Antika., 2012) dan biasanya
dominan hadir pada batubara tingkat tinggi (Bustin, 1983 dalam
Thomas, 2013). Kelompok ini dibedakan menjadi 3, yaitu
telinit, collinit, vitrodertinit, sporinit dan cutinit (McCabe, 1984
dalam Thomas 2013).

2)

Kelompok liptinit (eksinit)


Kelompok ini sering juga disebut eksinit (extinite) berasal
dari jenis tanaman yang relatif rendah tingkatannya seperti spora
(spores), ganggang (algae), kulit luar (culticles), getah tanaman
(resin), dan serbuk sari (pollen). Kelompok liptinit ini terlihat
sebagai maseral yang berwarna terang, kuning sampai kuning
tua di bawah sinar langsung, sedangkan di bawah sinar pantul
kelompok eksinit menunjukkan pantulan berwarna abu-abu
sampai gelap (Kasinski, 1989 dalam Thomas, 2013). Kelompok
liptinit mengandung unsur hidrogen yang paling banyak di
antara maseral lainnya. Berdasarkan morfologi dan bahan
asalnya kelompok eksinit dibedakan menjadi sporinit, cutinit,
alginit, fluorinit, suberinit, eksuditinit, bituminit, liptodetrinit,
dan resinit (Widodo dan Antika, 2012).

3)

Kelompok inertinit
Menurut Ruiz (2008) kelompok inertinit diduga berasal
dari tumbuhan yang sudah terbakar (charcoal) dan sebagian lagi
diperkirakan berasal dari maseral lainnya yang telah mengalami
proses oksidasi atau proses decarboxylation yang disebabkan
oleh jamur dan bakteri (proses biokimia). Dalam proses
karbonisasi, kelompok inertinit sangat lamban bereaksi (inert).

10

Kelompok inertinit mengandung unsur hidrogen yang paling


rendah diantara dua kelompok lainnya. Berdasarkan struktur,
tingkat pengawetan (preservation), dan intensitas pembakaran,
kelompok inertinit dibedakan menjadi fusinit, semifusinit,
sclerotinit, mikirinit, inertodetrinit, dan makrinit (Widodo dan
Antika, 2012; Ruiz, 2008).

2.4 Manfaat Batubara


Batubara memiliki beberapa manfaat yang cukup signifikan bagi
kehidupan sehari-hari. Komponen di dalam batubara dapat memberikan
keuntungan untuk berbagai bidang kebutuhan, Speight (2015) secara garis
besar menyatakan bahwa batubara dapat dimanfaatkan sebagai berikut:

2.4.1 Bahan Bakar


Batubara merupakan salah satu komoditas utama bahan bakar pada
saat ini. Pada dasarnya batubara digunakan sebagai bahan bakar untuk
pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) atau disebut sebagai power plant
tetapi memiliki kelemahan dalam segi emisi CO2 yang dihasilkan
(Speight, 2015). Dibutuhkan beberapa uji (Bab III) untuk mendapatkan
batubara yang berkualitas menghasilkan panas yang baik maupun
minim menghasilkan emisi dan abu (fly ash) saat pembakaran (Goto,
2011 dalam Speight, 2015)

2.4.2 Karbonisasi
Karbonisasi merupakan proses untuk menghasilkan batubara kokas
yang berguna untuk pembuatan baja maupun untuk pengolahan mineral
logam lain. Karbonisasi batubara dilakukan dengan memanaskan
batubara pada suhu tinggi berkisar 1100C dalam keadaan hampa udara
untuk menditilasikan tar dan light oil dalam batubara. Dari proses
pemanasan ini dihasilkan coke oven gas (COG) bukan ammonia, sulfur,
dan air seperti reaksi pembakaran biasa karena senyawa tersebut hilang

11

akibat pemanasan. Dalam proses karbonisasi sangat tergantung pada


sifat dan karakter dari batubara khususnya sifat swelling dan
devolatilization (Speight, 2015).

2.4.3 Liquefikasi
Merupakan proses pencairan batubara untuk menjadi bahan bakar
cair. Terdapat kemungkinan dari pencemaran udara yang sangat
signifikan dari proses liquefikasi (Tabel 2.4) berupa abu, sisa
pembakaran, bahan organik, dan gas beracun. Gas yang cenderung
hadir berupa karbonil logam, hidrogen sulfida, ammonia, gas sulfur,
dan sianida. Sumber terbesar pencemaran dari proses liquefikasi ini
adalah dari cerobong udara dalam slurrymix tank. Slurrymix tank
digunakan untuk mencampur batubara dengan bahan daur ulang. Dalam
prose situ gas akan masuk ke dalam slurrymix yang tidak bertekanan,
gas ini bersifat cukup beracun yang mengandung volatil organik dan
gas asam (Speight, 2013 dalam Speight, 2015)

2.4.4 Gasifikasi
Gasifikasi batubara merupakan proses yang paling menguntungkan
untuk mengubah batubara menjadi sumber energi, hidrogen, maupun
produk yang yang bermanfaat (Chadeesingh, 2011 dalam Speight,
2015). Dalam proses gasifikasi, batubara dipanaskan dengan jumlah
udara yang diatur dalam suhu dan tekanan tinggi untuk mendapatkan
reaksi kimia yang akan menghasilkan karbon monoksida, hidrogen, dan
senyawa gas lainnya. Gas yang dihasilkan akan mengandung beberapa
senyawa seperti logam alkali, senyawa nitrogen, tar, sulfur, polinuklear
aromatik, dan klorin yang akan tergantung pada jenis dan kualitas dari
suatu batubara (Speight, 2015).

12

Tabel 2.4 Senyawa-senyawa yang cenderung hadir dalam proses liquefikasi


(Speight, 2015).
Sumber
Gas

Polutan
Ammonia
Gas asam
Karbonil sulfide
Karbon disulfide

Hopper ventilasi gas

Karbon monoksida
Hidrogen sianida
Aromatik amina
Alifatik Hidrokarbon
Benzene
Phenol
Nitrogen rantai panjang

Gasifier

Karbon monoksida
Gas asam
Hidrogen sulfide
Karbonil Sulfida
Karbonil disulfide

Pengkerakan

Debu mineral
Abu

Regenerator katalis

Debu katalis

Pembakar

Oksida sulfur
Karbon monoksida
Karbon dioksida

Penampung hasil

Aromatik Amina
Hidrokarbon alifatik
Benzene
Phenol
Hidrokarbon polisiklik

13

BAB III
PARAMETER THERMAL PROPERTIES SUATU BATUBARA
3.1 Definisi Umum
Thermal Properties suatu batubara merupakan karakter atau parameterparameter batubara untuk dapat menghasilkan panas. Thermal properties
dalam batubara sangat penting karena akan mempengaruhi proses perubahan
batubara tersebut menjadi energi. Masing-masing proses pengolahan batubara
memiliki standarisasi terhadap beberapa parameter agar dapat menghasilkan
energi yang maksimal. Menurut Speight (2015) dan Thomas (2013)
parameter yang tergolong dalam thermal properties yaitu :
a. Calorific value
b. Heat Capacity
c. Thermal Conductivity
d. Plastic and agglutinating properties
e. Free swelling index
f. Ash fusibility

3.2 Parameter Thermal Properties


3.2.1 Calorific Value
Calorific value merupakan jumlah besaran nilai panas atau energi
yang dihasilkan oleh suatu batubara per satuan massa saat proses
pembakaran (Speight, 2015; Thomas, 2013). Hal ini menjadi dasar
dalam perencanaan untuk menentukan apakah suatu batubara dapat
produktif untuk menghasilkan panas yang akan digunakan menjadi
sumber energi. Besaran nilai kalori suatu batubara terkadang digunakan
untuk menentukan tingkatan suatu batubara (Baughman, 1978 dalam
Speight, 2015) walaupun nilai ini tidak dapat menjadi patokan dalam
menentukan tingkatan batubara, tetapi dapat digunakan sebagai salah
satu parameter (Gambar 3.1).

14

Gambar 3.1 variasi besaran nilai kalori suatu batubara dan tingkatannya
(Baughman, 1978 dalam Speight, 2015).
Dalam perhitungan nilai kalori suatu batubara dikenal dua istilah
yaitu GCV dan NCV. GCV merupakan Gross Calorific Value atau
jumlah panas yang dihasilkan saat proses analisis laboratorium
dipanaskan dengan suhu sesuai standar dan tetap (Thomas, 2013),
sedangkan NCV atau Net Calorific Value merupakan nilai kalori
maksimum yang didapatkan sebenarnya pada saat pembakaran dalam
keadaan tekanan tetap (Thomas, 2013). Perbedaan dari GCV dan NCV
adalah panas tersembunyi yang terdapat pada uap hasil pembakaran.
Nilai tersebut dapat dirumuskan menjadi :
NCV(Btu/lb) = GCV (1030 x total hydrogen x 9)/100 ..(3.1)
Terdapat 3 jenis cara pengukuran besaran nilai kalori dengan
bomb calorimeter, yaitu :
a. Kalorimeter dengan bahan oksidasi padat dalam kondisi terbuka
maupun kedap udara.
15

b. Kalorimeter dengan gas oksigen bertekanan atmosfer dalam


kondisi terbuka.
c. Kalorimeter dengan gas oksigen di bawah tekanan atmosfer
dalam sitem kedap udara.
Ketiga cara pengukuran ini dapat digunakan dengan berbagai
alasan disesuaikan dengan kebutuhan dan keakuratan yang dihasilkan
(Speight, 2015).

3.2.2 Heat Capacity


Heat

capacity merupakan

panas

yang dibutuhkan

untuk

menaikkan temperatur batubara sebesar 1 dan perbandingan heat


capacity material tersebut dengan heat capacity air pada suhu 15 C
dalam keadaan panas yang sama (Speight, 2015). Pengukuran heat
capacity dapat dilakukan dengan melakukan pengukuran kalorimeter
standar yang telah disesuaikan dengan beberapa perubahan, satuan dari
heat capacity adalah (Btu/lb F) atau kalori per gram setiap derajat
kenaikan suhu. Heat capacity yang menjadi standar adalah nilai heat
capacity air yaitu sebesar 1 Btu/lb F = 4.2 x 103 J/Kg K. Nilai heat
capacity akan meningkat seiring dengan peningkatan kelembapan,
penurunan jumlah karbon, dan peningkatan volatil (Gambar 3.2).
Semakin besar nilai heat capacity suatu batubara maka akan
bepengaruh pada aliran batubara dari coal feeder yang juga akan
berpengaruh pada sistem kerja alat pengoperasian seperti pulverizer dan
burner, sehingga nilai heat capacity menjadi salah satu parameter untuk
menentukan jenis rangkaian alat yang akan digunakan (Speight, 2015).

16

Gambar 3.2 Perbandingan beberapa parameter dengan specific heat, dari kiri
ke kanan: nilai kelembapan, volatil, karbon (Speight, 2015).
3.2.3 Thermal Conductivity
Thermal conductivity merupakan kemampuan suatu material untuk
dapat menghantarkan panas dari sumber panas menuju tempat lain
dengan nilai gradien tertentu dalam satuan luas dan waktu tertentu. Pada
dasarnya batubara merupakan konduktor yang lemah dengan nilai 3 x
10-4 9 x 10-4 cal s-1 cm-1 C (Speight, 2013 dalam Speight, 2015)
sehingga kurang baik untuk menghantarkan panas dari suatu sumber ke
objek yang lain. Konduktivitas termal pada batubara dipengaruhi oleh
pemencaran panas batubara dan heat capacity, hal ini mempengaruhi
dari panas yang masuk apakah dapat ditransfer langsung secara cepat
atau membaur dan tertahan akibat heat capacity yang tinggi. Menurut
Carslaw dan Jaeger (1959 dalam Speight, 2015) Thermal conductivity
dapat dihasilkan dari suatu persamaan :
TQ = k A(t2 t1)d.(3.2)
Q
A
T
t2-t1
d
K

: Kalor
: Luas material yang diuji
: temperature
: Perbedaan temperature
: diameter
: Konduktivitas thermal

17

3.2.4 Plastic and Agglutinating Properties


Plasticity merupakan kemampuan batubara untuk dapat meleleh
ataupun juga menjadi semakin lunak, hal ini menunjukkan reaksi kimia,
pembebasan gas, dan proses pemadatan kembali di dalam coke oven
(Speight, 2015). Hasil yang ditunjukkan dari sifat plasticity ini
merupakan faktor utama dalam menentukan jenis batubara yang cocok
untuk dicampurkan dengan batubara tersebut. Ketika batubara
dipanaskan di dalam tungku, senyawa yang kurang stabil (metaplast)
akan terbentuk sesaat setelah air keluar dari batubara akibat penguapan
yang akan mempengaruhi kelembapan batubara tersebut, senyawa
metaplast ini yang akan menjadi pengontrol dari sifat plasticity
batubara. Ketika batubara dipanaskan lebih jauh, akan terbentuk
pecahan/rekahan dimana tar akan menguap ke udara dan unsur non
aromatic akan mengalami recondensation.

3.2.5 Free Swelling Index


Free Swelling Index merupakan nilai suatu batubara yang diukur
berdasarkan kemampuannya untuk memuai atau bertambahnya volume
pada saat dipanaskan dalam kondisi tertentu sesuai standar ASTM
D720. Parameter ini bertujuan untuk menentukan sifat caking dari suatu
batubara (Tabel 3.1) saat digunakan sebagai bahan bakar, terjadi
penambahan volume akibat pemuaian dan dapat berhubungan dengan
sifat plasticity batubara tersebut yang mempengaruhi sistem produksi.
Pemuaian terjadi dikarenakan pengaruh gas yang dihasilkan dari
kenaikan temperatur saat pembakaran batubara yang menyebabkan
material volatil lain ikut memuai (Speight, 2015). Pemuaian dari gas
akan membentuk gelembung pada komponen batubara. Ketebalan
gelembung tersebut akan menekan partikel lain di sekitarnya, sehingga
semakin tebal gelembung gas tersebut maka semakin besar swelling
yang terjadi.

18

Tabel 3.1 besaran nilai FSI dan hubungannya dengan caking yang terjadi
(Baughman, 1976 dalam Speight, 2015).
Tipe Batubara

Nilai FSI

Dilation (%)

Roga Index

Noncaking

0-5

Weakly Caking

1-2

5-20

Medium Caking

2-4

0-40

20-50

Strongly Caking

>4

>50

>50

3.2.6 Ash Fusibility


Ash atau abu merupakan komponen batubara yang tidak dapat
terbakar dan akan tersisa sebagai residu setelah proses pembakaran
batubara berlangsung. Uji ash fusibility dilakukan untuk mensimulasikan
karakter dari abu ketika dipanaskan mengalami reduksi ataupun oksidasi.
Uji ini menjadi dasar pemanfaatan batubara dan kondisi pembakarannya
dianggap sama saat batubara tersebut dipanaskan saat sudah dalam tahap
pemanfaatan. Uji ini memberi informasi kemampuan meleburnya
komponen ash/abu dalam batubara saat dipanaskan, abu tersebut dapat
meleleh, mengendap menjadi kerak, ataupun mengalir keluar menuju
atmosfer.
Uji ini dilakukan untuk mendeterminasikan sifat meleburnya suatu
abu dari batubara dengan temperatur yang disesuaikan dengan triangular
pyramid cones (ASTM D1857) yang suhunya terus diatur sesuai
keinginan. Dalam tes ini yang digunakan adalah butiran ayakan dari
batubara berukuran 250 m kemudian dipanaskan secara bertahap dari
suhu 800-900C untuk menghilangkan komponen yang dapat terbakar
di dalam batubara.

19

BAB IV
PEMANFAATAN BATUBARA SEBAGAI SUMBER ENERGI
4.1 Kualitas Batubara Sebagai Sumber Energi
Batubara memiliki beberapa parameter thermal properties yang
digunakan sebagai standar kelayakan suatu batubara untuk menghasilkan
energi (Tabel 4.1). Parameter-parameter tersebut saling berhubungan satu
sama lain yang akan mempengaruhi rangkaian alat dan perlakuan khusus
terhadap suatu batubara sebelum produksi berlangsung.
Parameter-parameter tersebut sangat berpengaruh terhadap proses
produksi yang akan dilaksanakan seperti jumlah panas yang dihasilkan,
pencemaran udara, dll. Untuk menghasilkan energi, batubara berfungsi
sebagai pemanas boiler yang akan menghasilkan uap yang kemudian akan
memutar turbin dan mengubahnya menajdi energi listrik.
Untuk menghasilkan panas yang cukup tidak ada standarisasi nilai kalori yang
harus dipenuhi, tetapi diharapkan nilai kalori yang sebesar-besarnya agar
dapat menghasilkan panas yang besar. Jika nilai kalori suatu batubara
tergolong kecil, maka boiler harus disesuaikan kapasitasnya agar air dalam
boiler dapat menguap dengan optimal. Produksi saat ini lebih banyak
menyiasati dengan melakukan blending beberapa batubara yang kualitasnya
rendah dan tinggi agar mendapatkan nilai kalori yang tidak terlalu rendah dan
menutup dari segi ekonomi (Burnard dkk, 2014). Kadar air dari batubara juga
diharapkan menunjukkan nilai yang rendah, karena kadar air akan
mempengaruhi pembakaran dimana air akan mengurangi panas maksimal
yang dihasilkan dan menghambat proses pembakaran.
Sebelum dimasukkan ke dalam boiler batubara harus dihancurkan menjadi
ukuran tertentu sehingga sesuai dengan kapasitas tungku pembakaran. Ukuran
batubara tersebut didapati dari proses pulverizer, dimana batubara digerus
menjadi ukuran-ukuran tertentu sesuai kebutuhan. Suatu batubara diharapkan
memiliki nilai HGI yang tinggi agar mudah dihancurkan tetapi tidak

20

membentuk ukuran yang terlalu halus, sesuai dengan kebutuhan tungku


pembakaran.

Tabel 4.1 Parameter batubara untuk dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik


Parameter
Total moisture
(%-ar)
Free moisture
(%-ar)

Yang Diinginkan
48
Rendah

Limit Tipikal
12
(max 15)
max 10 12

Ash
(%-ad)

Rendah

max 15 20
(max 30)

Volatile matter
(%-dmmf)

25 30

min 25

15 25
Tinggi

max 25
min 24 25

Total Sulphur
(%-ad)

Rendah

max 0.5 1.0


(max 2.0)

Chlorine
(%-ad)

Rendah

max 0.1 0.3


(max 0.5)

Ash Fusion temp.


(oxidizing/reducing)
(oC)

Tinggi ISO A

min 1200
(min 1050)

Rendah ISO C

max 1350
(max 1430)

Gross Calorific Value


(MJ/kg-ad)

Hardgrove grindability
index

Tinggi

min 50 55
(min 45)

Particle size max (mm)

25 30

35 40

Fines content
(less than 0.5 mm)
(%)

15 20

25 30

Keterangan
Nilai kalori net berkurang
akan menimbulkan masalah
pada penggilingan dan
penanganan. Limit untuk low
rank coal lebih tinggi.
Nilai kalori berkurang limit
tergantung pada kemampuan
alat dalam penangananan dan
pembuangan abu.
Side-fired p.f furnace
Down fired p.f furnace
Basis yang diinginkan
konsumen bermacam-macam
(gross/net, ad/ar).
Limit maksimum tergantung
peraturan daerah tentang
polusi. Inggris 2%, Jerman
1%, Jepang 0.5%.
Sebagai penunjuk kandungan
alkali. Harus rendah untuk
mengurangi kecenderungan
terjadinya fouling.
Dry bottom furnace.
Tergantung fleksibilitas dan
prosedur operasi alat.
Wet bottom furnace.
Tergantung suhu operasi.
Kondisi tanur yang
menentukan oxidicing dan
reducing yang diperlukan ash
fusion.
Tergantung dari kapasitas
penggerusan serta jumlah
produksi yang diinginkan.
Tergantung limit ukuran
partikel yang dapat diterima
oleh alat penggerus.
Terlalu banyak yang halus
akan menimbulkan masalah
pada waktu penanganannya
terutama jika basah,
bahkan total moisture akan
lebih besar apabila terlalu
banyak yang halus.

21

Kadar unsur-unsur lain juga diharapkan memenuhi nilai standar, seperti


nitrogen, hidrogen, dan sulfur yang diharapkan memiliki nilai kecil agar
mengurangi emisi maupun pencemaran udara yang berbahaya yang keluar ke
atmosfer akibat pembakaran. Unsur-unsur ini beserta abu juga dapat
menyebabkan pertumbuhan kerak yang disebut dengan fouling yang akan
menghambat proses pembakaran pada mesin produksi ke depannya.

4.2 Konversi Batubara Menjadi Sumber Energi


Batubara

merupakan

salah

satu

sumber

energi

yang

jumlah

penggunaannya terhitung cukup banyak. Batubara tentu memerlukan


pengolahan untuk menjadi penghasil energi, pada umumnya konversi yang
dilakukan bertujuan untuk mengambil sumber panas dari batubara yang akan
memanaskan fluida kemudian menghasilkan uap untuk memutar turbin
generator (gambar 4.1)

Gambar 4.1 rangkaian alat konversi batubara untuk menghasilkan energy (Horn, 2010)

22

Dalam konversi batubara membutuhkan banyak sekali jenis alat yang


digunakan (gambar 4.1), pada dasarnya alat tersebut terbagi menjadi beberapa
unit yaitu :
1. Boiler : Boiler atau ketel uap adalah suatu perangkat mesin yang berfungsi
untuk mengubah air menjadi uap. Boiler dipanaskan dari dalam ruang
bakar sehingga air di dalam boiler akan menguap menuju pipa-pipa
saluran.
2. Pulverizer : Pulverizer berfungsi untuk menghaluskan batu bara sebelum
masuk boiler, oleh sebab itu pulverizer merupakan salah satu komponen
utama subsistem BCFS
3. Condenser : Kondensor adalah peralatan yang berfungsi untuk mengubah
uap menjadi air. Prinsipkerja Kondensor proses perubahannya dilakukan
dengan cara mengalirkan uap ke dalam suatu ruangan yang berisi pipapipa (tubes). Uap mengalir di luar pipa-pipa (shell side) sedangkan air
sebagai pendingin mengalir di dalam pipa-pipa (tube side). Kondensor
seperti ini disebut kondensor tipe surface.
4. Turbin : Turbin uap berfungsi untuk mengkonversi energi panas yang
dikandung oleh uap menjadi energi putar (energi mekanik). Poros turbin
terhubung dengan poros generator sehingga ketika turbin berputar
generator juga ikut berputar.
5. Generator : Berfungsi untuk mengubah energi putar dari turbin menjadi
energi listrik
6. Reverse Osmosis : Mempunyai fungsi yang sama seperti desalination plant
namun metode yangdigunakan berbeda. Pada peralatan ini digunakan
membran semi permeable yang dapat menyaring garam-garam yang
terkandung pada air laut, sehingga dapat dihasilkan air tawar seperti pada
desalination plant.
7. Demineralizer Plant : Berfungsi untuk menghilangkan kadar mineral (ion)
yang terkandung dalam air tawar. Air sebagai fluida kerja PLTU harus
bebas dari mineral, karena jika air masih mengandung mineral berarti
konduktivitasnya masih tinggi sehingga dapat menyebabkan terjadinya

23

GGL induksi pada saat air tersebut melewati jalur perpipaan di dalam
PLTU. Hal ini dapat menimbulkan korosi pada peralatan PLTU.
8. Hydrogen Plant : Untuk mendinginkan peralatan
9. Coal Handling : Merupakan unit yang melayani pengolahan batubara yaitu
dari proses bongkar muat kapal (ship unloading) di dermaga, penyaluran
ke stock area sampai penyaluran ke bunker unit.
10. Ash Handling : Merupakan unit yang melayani pengolahan abu baik itu
abu jatuh (bottom ash) maupun abu terbang (fly ash) dari Electrostatic
Precipitator hopper dan SDCC (Submerged Drag Chain Conveyor) pada
unit utama sampai ke tempat penampungan abu (ash valley)
Pada PLTU dengan bahan bakar batubara. Proses konversi energi
berlangsung dari batubara menjadi listrik tersebut dapat dibagi dalam 3 tahap :
1. Tahap pertama, terjadi pada boiler yang merubah energi kimia batubara
menjadi uap bertekanan dan temperature tinggi.
2. Tahap kedua berlangsung pada turbin uap yang merubah energi uap
menjadi energi putar mekanik.
3. Tahap ketiga pada generator yang mengubah energi putar menjadi energi
listrik.
Agar dapat menghasilkan listrik secara optimal dan efisien, maka suatu
boiler pada PLTU batubara didesain untuk menggunakan batubara dengan
kadar air (moisture) dan nilai kalor (heating value) tertentu. Jika digunakan
batubara dengan kadar air dan nilai kalor di bawah spesifikasi pembangkit,
maka akan berpengaruh pada performa dan emisi yang dihasilkan. Kadar air
tinggi batubara yang dipakai sebagai bahan bakar PLTU dapat mengakibatkan
kesulitan fuel handling. Secara spesifik pemakaian batubara dengan
kelembaban 25% - 40 % akan menyebabkan rendahnya heating value,
effisiensi pembangkit turun, berkurangnya kapasitas mill, serta naiknya biaya
pemeliharaan.

24

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
a.

Batubara merupakan salah satu sumberdaya alam yang digunakan


sebagai bahan bakar untuk menghasilkan energi demi memenuhi
kebutuhan sehari-hari.

b.

Kualitas suatu batubara yang baik untuk menghasilkan energi dinilai


dari beberapa parameter yang disebut dengan thermal properties dan
dihasilkan dari berbagai analisis. Parameter tersebut adalah Calorific
value, Heat Capacity, Thermal Conductivity, Plastic and agglutinating
properties, Free swelling index, Ash fusibility.

c.

Secara garis besar suatu batubara dapat dikatakan memiliki kualitas


baik jika memiliki nilai kalori yang tinggi dengan nilai 5200-5800
KKal, thermal conductivity yang tinggi untuk dapat menghantarkan
panas dengan baik, heat capacity yang tinggi agar dapat menghasilkan
panas dengan jumlah besar, dan kandungan abu beserta karakteristik
abu yang diharapkan memiliki nilai yang kecil.

d.

Parameter tersebut digunakan sebagai dasar untuk pembangunan alat


konversi batubara menjadi energi. Setiap parameter batubara memiliki
perlakuan tersendiri agar produksi dapat berjalan dengan baik.

e.

Batubara dapat dimanfaatkan langsung menjadi bahan bakar ataupun


diolah ke dalam bentuk lain seperti gas dengan cara gasifikasi dan
cairan melalui proses liquefikasi.

5.2 Saran
a.

Batubara dapat dioptimalkan penggunaannya sebagai salah satu dari


beragam sumber energi dilihat dari cadangannya yang terbilang cukup
besar.

25

b.

Batubara yang digunakan harus memenuhi nilai standar beberapa


parameter yang ditetapkan agar mengurangi dampak terhadap
lingkungan dan dapat menghasilkan energi dengan jumlah yang besar.

c.

Pengolahan batubara menjadi bentuk lain seperti gas dan cairan harus
dioptimalkan agar dapat memberikan keberagaman dalam segi
produksi.

26

DAFTAR PUSTAKA
Burnard, Keith., Jiang, Julie., 2014 : Emissions Reduction through Upgrade of
Coal-Fired Power Plants, International Energi Agency, France.
Horn, Geofrey M. 2010. Coal, Oil, and Natural Gas. Chelsea House Club. New
York.
Nurjihan, Ahmad. 2011. Geologi dan Pengaruh Sesar Mendatar Tutupan Terhadap
Perbedaan Peringkat Batubara Seam T120 Berdasarkan Parameter Nilai
Reflektan Vitrinit Daerah Tutupan Selatan Kecamatan Tanjung Kabupaten
Tabalong,

Propinsi

Kalimantan

Selatan.

Tugas

Akhir

(Tidak

Dipublikasikan). Yogyakarta: Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi


Mineral Universitas Pembangunan Nasional Veteran.
Ruiz, Isabel Suarez. 2008. Applied Coal Petrology. Academic Press. Spain.
Speight, James.G. 2015. Handbook of Coal Analysis Second Edition. WileyBlackwell. New Jersey.
Speight, James G. 2013. Handbook of Coal Analysis. Wiley-Blackwell. New
Jersey.
Stach, E. 1975. Coal Petrology, Second Completely Revised Edition.
GebruderBorntraeger. Berlin-Stutgart.
Sukandarrumidi, (1995). Batubara dan Gambut. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Thomas, Larry. 2013. Coal Geology. Wiley-Blackwell. New Jersey.
Widodo, Sri., dan Antika, Rini., 2012 : Studi Fasies Pengendapan Batubara
Berdasarkan Komposisi Maseral di Kabupaten Barru Sulawesi Selatan,
Prosiding 2012 Hasil Penelitian Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin,
Desember 2012.

27

Anda mungkin juga menyukai