PENDAHULUAN
Pada tahun 2008, Indonesia merupakan negara yang menempati peringkat ke-9
sebagai produsen batubara dunia dengan tingkat produksi sebesar 233 juta ton.
Sedangkan sebagai peng-ekspor, pada tahun yang sama Indonesia menempati
peringkat ke-3 dengan tingkat ekspor sebesar 160 juta ton. Sumber daya batubara
Indonesia mencapai104,8 milyar ton. Sebesar 59% dari total sumber daya tersebut,
dikategorikan ke dalam jenis batubara peringkat rendah (Daulay, 2009). Batubara
peringkat rendah memiliki kandungan air yang cukup tinggi sehingga harganya relatif
murah, sedangkan biaya produksi relatif sama dengan biaya produksi batubara
peringkat di atasnya. UU No. 4/2009, tentang pertambangan mineral dan batubara,
disebutkan dalam pasal 102 dan 103, yang mengamanatkan bahwa IUP/IUPK wajib
meningkatkan nilai tambah dalam rangka pelaksanaan pengolahan dan pemurnian di
dalam negeri (Dirjen Minerba, 2010). Saat ini, batubara Indonesia lebih banyak diekspor
sebagai bahan mentah, kemudian mengimpor kembali bahan yang sudah diolah.
Melalui pengolahan bahan mentah dan barang setengah jadi menjadi barang jadi,
akan memiliki nilai tambah yang lebih tinggi (Ramelan, 2006). Untuk mewujudkan
tujuan ini, teknologi merupakan faktor penggerak utama untuk memperoleh nilai
tambah tersebut.
1
memperlihatkan tahapan kegiatan penelitian pembuatan karbon aktif dari batubara
pada skala pilot.
Tabel 1.1 Tahap kegiatan pembuatan karbon aktif dari batubara dari tahun 2007 s/d
tahun 2010
Tahun Kegiatan
Peningkatan Pengembangan Teknologi Aktivasi Pembuatan
Karbon Aktif dari Batubara
2007 -Uji coba pembuatan karbon aktif pada skala komersil di pabrik
karbon aktif tempurung kelapa (Lampung)
-Pengadaan 1 unit rotary kiln berkapasitas 1 ton/hari
2008 Optimalisasi Teknologi Aktivasi Karbon Aktif dari Batubara
a. Optimalisasi peralatan.
Modifikasi feeder, burner, scrubber, distribusi uap air dan cooler.
b. Optimalisasi proses
Variabel percobaan; kemiringan dan putaran kiln, laju umpan,
temperatur dan waktu aktivasi, dan laju alir uap air dengan boiler
yang berkapasitas 100 kg/jam
2009 A.Optimalisasi Proses dan Uji Coba Pemanfaatan Karbon Aktif dari
Batubara
a. Optimalisasi proses (lanjutan)
- Parameter percobaan ; temperatur karbonisasi, ukuran butir,
waktu aktivasi dan laju alir uap air dengan boiler yang
berkapasitas 200 kg/jam.
2
Optimalisasi Produksi Karbon Aktif Berbasis Batubara
2010
a. Proses pembuatan karbon aktif dengan menggunakan bahan
bakar batubara (tungku siklon)
Optimalisasi yang dilakukan pada tahun 2008 bertujuan untuk mengoptimalkan kinerja
alat dengan cara memodifikasi sistim fungsi rotary kiln yang terdiri atas feeder, burner,
boiler, ruang bakar (tungku), scrubber dan cooler. Pengujian sistim peralatan yang
telah dimodifikasi dilakukan dengan uji coba pembuatan karbon aktif, dengan
variabel proses seperti kemiringan dan putaran kiln, laju umpan, laju alir uap air,
temperatur dan waktu aktivasi. Pada tahun 2009, kegiatan dilanjutkan dengan
optimalisasi terhadap kondisi proses, termasuk diantaranya substitusi bahan bakar
minyak oleh batubara. Dasar pertimbangan substitusi oleh batubara disebabkan biaya
pembuatan karbon aktif dengan bahan bakar minyak sangat mahal, sehingga
produk yang dihasilkan tidak mungkin dapat dijual. Hasil optimalisasi tahun 2009 adalah
diperoleh karbon aktif dengan kualitas yang mendekati persyaratan kualitas menurut
Standar Industri Indonesia. Selain itu, berdasarkan hasil uji coba pemanfaatan yang
dilakukan di laboratorium, karbon aktif batubara dapat digunakan untuk penurunan
kadar logam, pH, COD, TSS dan penyerap bau terutama pada fasa cair. Sedangkan
berdasarkan hasil perhitungan penggunaan batubara sebagai bahan bakar,
diperoleh penghematan biaya produksi sebesar ±65%, lebih murah dari penggunaan
bahan bakar minyak.
Berdasarkan hasil kegiatan tahun 2009, maka pada tahun 2010 dilakukan uji coba
pembuatan karbon aktif dengan menggunakan bahan bakar batubara, dan
pemasangan instalasi boiler berkapasitas 300 kg/jam yang terintegrasi dengan reaktor
aktivasi. Rencana pada tahun 2011, akan dilakukan pemanfaatan energi panas gas
buang (hasil proses aktivasi) sebagai bahan bakar boiler kapasitas 300 kg/jam.
Pemanfaatan energi panas ini akan mengurangi biaya penggunaan bahan bakar
3
minyak yang selama ini digunakan sebagai bahan bakar boiler yang berkapasitas 200
kg/jam, dengan konsumsi sebesar 20 L/jam. Hasil percobaan secara keseluruhan, akan
diperoleh penguasaan teknologi pembuatan karbon aktif berbasis batubara. Artinya,
bahan baku dan bahan bakar yang digunakan pada pembuatan karbon aktif adalah
batubara.
1.3. Tujuan
Tujuan kegiatan adalah memperoleh sistim peralatan dan kondisi proses pembuatan
karbon aktif yang efisien dan efektif sehingga pembuatan karbon aktif berbasis
batubara Indonesia layak diterapkan di masyarakat.
1.4. Sasaran
- Teknologi proses pembuatan karbon aktif dari batubara pada kapasitas 1
ton/hari dengan menggunakan bahan bakar batubara (tungku siklon).
- Terpasangnya instalasi boiler kapasitas 300 kg/jam yang terintegrasi dengan
reaktor aktivasi berbahan bakar batubara
- Karbon aktif dengan kualitas sesuai persyaratan kualitas menurut Standar Industri
Indonesia.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pembuatan karbon aktif
Karbon aktif dikenal sebagai bahan berbentuk kristalit dengan struktur pori yang
sangat besar sehingga memiliki sifat adsorpsi yang sangat kuat (Strand, 2001). Berbagai
bahan karbon dapat digunakan untuk pembuatan karbon aktif, seperti tempurung
kelapa, kayu, tulang-tulang, biji-bijian, limbah kertas, dan sebagainya. Batubara
adalah bahan dengan kandungan senyawa karbon tinggi, sehingga potensial sebagai
bahan karbon aktif. Sifat adsorpsi karbon aktif diperoleh melalui proses pengarangan
(karbonisasi) dan aktivasi. Pada proses karbonisasi, terjadi pirolisis atau de-volatilisasi.
Pada tahap ini, dihasilkan 3 produk utama, yaitu arang, tar dan gas-gas (Patisson,
2000). Arang adalah padatan yang tersisa dari proses transformasi karbon yang
mencapai 50% dari berat batubara awal, dikenal sebagai semikokas. Pembakaran
terhadap semikokas dikontrol dengan pengaturan kecepatan oksigen yang berdisfusi
ke dalam permukaan karbon. Tar dan gas-gas seperti CO2, CO, H2O dan hidrokarbon-
hidrokarbon, CxHy, akan terbakar dan bereaksi menurut persamaan berikut .
CxHy + (x + y/4)O2 xCO2 + y/2 H2O + Q (kJ/mol)
CO + ½O2 CO2 + Q (kJ/mol)
Pada proses pembuatan karbon aktif dari batubara, terjadi proses pirolisis dan
gasifikasi. Pada temperatur 300-400°C, ikatan kimia terlemah mulai terputus,
menghasilkan fragmen molekul-molekul disebut de-polimerisasi. Fragmen ini dapat
mengakibatkan terbentuknya tar jika keberadaanya cukup kecil untuk diuapkan dan
dikeluarkan dari batubara. De-komposisi yang terjadi pada temperatur 500-600°C,
menyebabkan pembebasan gas CO dan H2. Pada proses pirolisis, sembilan komposisi
utama zat terbang utama yang harus dipertimbangkan adalah air, tar, etilena (C2H4),
etana (C2H6), asetilena (C2H2), karbon dioksida (CO2), metana (CH4), karbon
monoksida (CO), dan hidrogen (H2). Tahap kedua setelah pirolisis adalah gasifikasi
yang terjadi pada saat proses aktivasi. Gasifikasi melibatkan uap air sebagai zat
aktifator (Sugianto, 2009). Pada reaksi gasifikasi, selain penguraian, terjadi pula
pembentukan gas-gas, cairan yang terkondensasi, tar, juga padatan produk karbon
aktif, dengan keberadaan gas-gas reaktif bertekanan. Unsur karbon, hidrogen dan
oksigen yang merupakan tiga komponen utama dalam sistim gasifikasi, diasumsikan
5
sebagai fasa gas dalam bentuk CO, CO2, H2, H2O dan CH4 (Baron,1978). Pada proses
aktivasi, reaksi gasifikasi karbon dan uap air akan menghasilkan komposisi utama gas
CO dan H2 yang dikenal sebagai gas sintesis (syngas) dan dapat dimanfaatkan
sebagai bahan bakar (Durie”, 1978). Pada saat bersamaan, reaksi karbon dengan uap
air mengakibatkan permukaan dan distribusi pori semakin luas. Hal tersebut
disebabkan tar yang terbentuk pada saat pirolisis dan menutupi permukaan pori-pori
karbon turut terbakar dan bereaksi dengan uap air. Meningkatnya luas permukaan
dan pori-pori mengakibatkan karbon memiliki daya serap yang lebih baik.
6
Partikel koloid mempunyai permukaan yang luas sehingga mempunyai sifat adsorpsi
yang besar. Terjadinya adsorpsi pada permukaan larutan disebabkan adanya
kekuatan atau gaya tarik – menarik antara atom atau molekul pada permukaan
larutan. Peristiwa penyerapan suatu zat pada permukaan zat lain disebut adsorpsi, zat
yang diserap disebut fasa terserap (adsorbat), sedangkan zat yang menyerap disebut
adsorben. Peristiwa adsorpsi disebabkan oleh gaya tarik molekul dipermukaan
adsorben.
Pemanfaatan karbon aktif erat berhubungan dengan sifat adsorpsi, adsoban dan
adsorbat. Sifat adsorpsi memungkinkan karbon aktif untuk digunakan pada fasa cair
seperti pengolahan/pemurnian air atau limbah. Berdasarkan hasil survey secara
langsung ke pengguna karbon aktif dan hasil uji coba pemanfaatan di laboratorium,
karbon aktif dengan kualitas seperti kualitas hasil percobaan, banyak digunakan oleh
masyarakat yang mengembangkan budidaya tambak udang. Perbedaannya,
karbon aktif yang selama ini digunakan di tambak udang terbuat dari tempurung
kelapa. Tambak udang adalah industri yang berkembang dalam skala besar maupun
rumahan, umumnya berlokasi di dekat pantai. Pemanfaatan karbon aktif di tambak
udang untuk filtrasi, yaitu proses menyaring air laut dari air yang berisi beragam
partikel/kotoran menjadi air yang bersih, jernih dan bebas dari mikroorganisme
(BPBIALP, 2010). Sebagai gambaran, Gambar 2.1 dan 2.2 memperlihatkan
pemanfaatan karbon aktif pada sistim filtrasi budidaya tambak udang yang berlokasi
di Pangandaran-Ciamis, Jawa Barat.
7
Gambar 2.1 Kemasan karbon aktif Gambar 2.2 Sistim filtrasi di tambak
udang
yang digunakan di tambak udang
Filtrasi air laut perlu dilakukan, karena budidaya udang membutuhkan kualitas air
tertentu. Parameter pengukuran kualitas air tambak cukup beragam, diantaranya pH,
salinitas, alkalinitas, N-NH4, ORP dan Br2.
- pH
pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman
atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. pH air laut umumnya bersifat alkalis (pH
> 7) karena bergaram. pH air tambak terdiri atas kondisi tanah dasar dan konsentrasi
CO2 terlarut. Peningkatan level pH yang terlalu rendah dapat dilakukan dengan
pengapuran, sedangkan pH yang terlalu tinggi dapat dilakukan dengan pengasaman.
Tabel 2.1 mencantumkan ukuran pH pengaruhnya terhadap kondisi kultur
- Salinitas
Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam, yang menggambarkan
konsentrasi seluruh larutan garam yang terdapat dalam air laut. Konsentrasi garam-
garam dalam air laut jumlahnya relatif sama. Beberapa jenis ikan seperti bandeng,
8
kakap, nila dan mujair memiliki toleransi salinitas yang luas. Untuk mengurangi atau
mengubah salinitas air biasanya dilakukan dengan penggantian air atau
penambahan air tawar. Tabel 2.2 mencantumkan klasifikasi air berdasarkan tingkat
salinitas.
Tabel 2.2 Klasifikasi air berdasarkan tingkat salinitas
Istilah Salinitas (ppt)
Air tawar :
Fresh water < 0,5
Oligohaline 0,5 –3,0
Air payau :
Mesohaline 3,0–16,0
Polyhaline 16,0 –30,0
Air asin (marine) 30,0 –40,0
Kisaran salinitas optimal pada budidaya udang/ikan tambak adalah 12-20 ppt.
Persyaratan salinitas dibutuhkan untuk mengatur keseimbangan cairan tubuh ikan dan
air tambak (proses osmoregulasi), sedangkan energi yang berasal dari pakan
digunakan secara maksimal untuk pertumbuhan.
- Alkalinitas
Alkalinitas adalah konsentrasi total dari unsur basa-basa yang terkandung dalam air,
dan umumnya dinyatakan dalam satuan mg/L (ppm). Basa terkandung dalam bentuk
ion karbonat dan bikarbonat akan mempengaruhi tingkat kesadahan dan pH air.
Namun pada dasarnya, unsur-unsur karbonat dan bikarbonat juga berperan sebagai
buffer (penyangga pH) untuk menjaga kestabilan pH. Pengapuran dengan
penambahan kapur dolomit pada tambak, umum dilakukan untuk menyuplai unsur
basa (karbonat), serta meningkatkan pH (dilakukan pada sore hari). Untuk
pertumbuhan optimal plankton, diperlukan total alkalinitas dengan kisaran 80 –120
ppm. Alkalinitas yang tidak sesuai akan mmoni efek pada pertumbuhan dan produksi
ikan budidaya.
- Ammonia
Hewan akuatik umumnya mengekskresikan mmonia (NH3) sebagai hasil dari proses
mmonia sm dan sebagai produk ekskretori (dari ginjal dan jaringan insang). Amonia
9
juga dihasilkan dari dekomposisi protein sisa pakan atau plankton yang mati. Di
perairan, mmonia umumnya terlarut dalam bentuk NH4+. Kadar mmonia di perairan
akan meningkat seiring dengan peningkatan suhu dan pH. Toksisitas mmonia lebih
besar pada suhu dan pH tinggi (lebih beracun dan berbahaya bagi ikan). Untuk
mengatasi hal tersebut, dilakukan dengan cara pergantian air sehingga dapat
mengatasi konsentrasi ammonia yang terlalu tinggi. Konsentrasi maksimal mmonia
dalam tambak ~ 0,1 ppm.
10
- preparasi semikokas untuk analisis karakteristik semikokas dan proses aktivasi
- aktivasi, dengan variabel proses ; temperatur aktivasi 900°C, laju umpan 17,5,
35 dan 52,5 kg/jam, putaran kiln 0,5 rpm, ukuran semikokas antara +6, -6+12
dan -12+20 mesh, pengaturan distribusi uap air sepanjang ruang kiln dengan
kapasitas boiler 200 kg/jam
3.1.4 Analisis kualitas produk
Meliputi analisis kualitas menurut Standar Industri Indonesia, seperti bilangan yodium,
metilen biru, kadar air, abu, karbon aktif murni, bagian yang hilang pada pemanasan
950°C dan kerapatan jenis curah
3.2 Pemasangan instalasi boiler kapasitas 300 kg/jam dan exhauster yang
terintegrasi dengan reaktor aktivasi (rotary kiln)
- Persiapan tempat dan peralatan yang diperlukan untuk instalasi boiler
kapasitas 300 kg/jam dan exhauster, yang terhubung dengan reaktor aktivasi
- Pemasangan instalasi boiler dan exhauster
- Pengujian kinerja boiler dan exhauster
3.3 Uji coba pemanfaatan karbon aktif batubara
- Uji coba pemanfaatan merupakan kelanjutan dari hasil uji coba
pemanfaatan yang dilakukan di laboratorium, dan pelaksanaannya
dilakukan pada tambak udang bekerjasama dengan Balai Pengembangan
Benih Ikan Air Payau dan Laut, di Pangandaran Ciamis
4. METODOLOGI
4.1 Peralatan yang digunakan ;
- 1 unit reaktor aktivasi (rotary kiln) berkapasitas 1 ton/hari, yang
dilengkapi dengan pembakar berupa tungku siklon, bucket elevator,
feeder, cooler dan scrubber (Gambar 4.1)
- Boiler berkapasitas 200 kg/jam
11
- Crusher dan screen
- Peralatan laboratorium seperti timbangan analitik, pemanas, buret,
beaker glass, corong, erlenmeyer, pengaduk dan kertas saring untuk
analisis kualitas produk
12
selanjutnya dilakukan analisis karakteristik semikokas yang terdiri atas analisis kadar air,
abu, zat terbang dan karbon tertambat. Sedangkan untuk proses aktivasi, semikokas
digerus dan diayak untuk memperoleh ukuran butir +6, -6+12 dan -12+20 mesh. Masing-
masing ukuran semikokas tersebut selanjutnya diaktivasi pada temperatur 900ºC
dengan laju umpan masing-masing 17,5, 35 dan 52,5 kg/jam. Setelah proses
pembuatan karbon aktif selesai, selanjutnya dilakukan analisis kualitas karbon
aktif yang meliputi analisis bilangan yodium, metilen biru, air, abu, bagian yang
hilang pada pemanasan 950°C dan karbon aktif murni, sesuai persyaratan
kualitas menurut Standar Industri Indonesia.
Raw Shake
Batubara feeder
CrusherScreen
Semikokas
Roll mill
Boiler
Screen
Karbon aktif
13
5. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Optimalisasi pembuatan karbon aktif
Optimalisasi dilakukan terhadap dua proses utama pembuatan karbon aktif, yaitu
proses karbonisasi dan aktivasi. Sebelum kegiatan tersebut dilaksanakan, terlebih
dahulu dilakukan kalibrasi waktu tinggal, pengaturan kembali distribusi uap air dan
pengujian kinerja tungku siklon. Kalibrasi waktu tinggal dilakukan dengan cara
penempatan kisi-kisi atau stopper di dalam kiln pada kecepatan dan kemiringan kiln
tetap. Sedangkan pengaturan distribusi uap air dengan cara mendistribusikan uap air
pada posisi sepanjang ruang kiln. Pemasangan kisi-kisi dan pengaturan kembali
distribusi uap air bertujuan agar kontak bahan dengan uap air dapat lebih merata.
Sistim penempatan kisi-kisi dan pipa uap air di dalam kiln dapat dilihat pada Gambar
5.1
14
Gambar 5.2 Tungku siklon berbahan bakar batubara
Untuk kiln dengan kapasitas 1 ton/hari dan temperatur yang diinginkan pada ruang 1
adalah 900˚C, laju pengumpanan batubara sebagai bahan bakar adalah 60 kg/jam.
Jumlah umpan tersebut menghasilkan panas di dalam kiln mencapai ±800°C,
sedangkan temperatur di dalam tungku siklon mencapai >1000°C. Kegiatan
optimalisasi dilakukan terhadap proses karbonisasi dan aktivasi, dengan pengujian dan
pengamatan terhadap faktor-faktor yang dapat meningkatkan daya serap karbon
aktif, seperti temperatur, ukuran butir umpan dan waktu tinggal.
15
Batubara Air Laya 18,6 4,8 38,6 38,0
Variabel proses karbonisasi dilakukan dengan ukuran butir batubara 1, 3 dan 5 cm.
Penetapan parameter ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ukuran butir batubara
terhadap pembentukan semikokas yang diindikasikan dengan berkurangnya kadar zat
terbang. Hasil percobaan dengan variabel ukuran butir memperlihatkan bahwa
batubara yang berukuran 1, 3 dan 5 cm tidak mempengaruhi proses penurunan kadar
zat terbang. Artinya, proses karbonisasi dengan tiga ukuran berbeda, menghasilkan
semikokas dengan spesifikasi kadar zat terbang yang relatif sama. Begitu pula
pengaruhnya terhadap bentuk semikokas, ketiga ukuran ukuran batubara yang
berbeda tersebut menghasilkan semikokas yang berukuran sama, yaitu <1 cm. Oleh
karena itu, untuk setiap proses karbonisasi lanjutan, digunakan batubara dengan
ukuran butir 3 cm, dengan pertimbangan ukuran tersebut sesuai dengan spesifikasi
screw feeder pada rotary kiln.
Penentuan spesifikasi semikokas mengacu pada persyaratan ideal bahan baku karbon
aktif menurut Standar Industri Indonesia 0258, seperti yang yang ditunjukkan pada
Tabel 5.2.
Tabel 5.2 Spesifikasi persyaratan ideal arang untuk karbon aktif (SII, 1999)
Karakteristik Satuan Ukuran
Karbon tertambat % 70 – 80
Air % 3 -10
Abu % 1–2
Zat terbang % 15 – 20
Spesifikasi pada Tabel 5.2, merupakan persyaratan bahan baku yang digunakan untuk
memproduksi karbon aktif dari tempurung kelapa. Oleh karena spesifikasi bahan baku
ideal dari batubara peringkat rendah belum ada, maka spesifikasi pada Tabel 5.2
menjadi acuan setiap proses karbonisasi batubara yang dilakukan. Adapun hasil
karbonisasi dengan menggunakan bahan bakar batubara (tungku siklon), ditunjukkan
pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3 Spesifikasi semikokas hasil karbonisasi
Ukuran
16
Nama Contoh Air (%) Abu Zat terbang (%) Karbon
(%) tertambat(%)
Semi kokas Air Laya 2-7 4-13 15-20 60-80
Bila mengacu pada persyaratan ideal bahan baku, spesifikasi semikokas pada Tabel
5.3 telah memenuhi persyaratan. Kadar zat terbang yang menjadi indikator utama
terbentuknya semikokas telah mencapai nilai yang diinginkan yaitu 15-20%. NIlai
tersebut tercapai pada temperatur karbonisasi berkisar antara 500-600˚C. Namun
secara keseluruhan, 65 % dari data pengamatan menunjukkan kadar di atas tidak
stabil dan fluktuatif. Berdasarkan hasil evaluasi data, ketidakstabilan tersebut
disebabkan oleh ketidakstabilan temperatur karbonisasi. Gambar 5.3 menunjukkan
grafik hasil karbonisasi.
Pada Gambar 5.3, pengukuran temperatur pada ruang 1 (T1) dan ruang 2 (T2)
menunjukkan ketidakstabilan temperatur pada saat karbonisasi. Temperatur di siklon
yang mencapai >1000°C menjadi kendala meskipun laju umpan dan udara yang
masuk ke dalam tungku siklon di kurangi. Kenaikan temperatur >600˚C, menyebabkan
bahan karbon terbakar menjadi abu. Pada kondisi demikian, selain mematikan inverter
dan blower, exhauster yang berfungsi menghisap gas panas di dalam sistim juga
dimatikan, untuk menghindari udara masuk ke dalam kiln. Tidak difungsikannya
exhauster mengakibatkan tekanan di dalam kiln lebih besar dari tekanan atmosfir,
17
sehingga gas panas keluar dari sistim. Sedangkan dihentikannya pemasukan umpan
batubara ke dalam siklon menyebabkan temperatur turun secara drastis menjadi
<300˚C. Akibat kondisi tersebut, kadar zat terbang yang menjadi acuan terbentuknya
semikokas menjadi sangat fluktuatif. Oleh karena itu, pada proses karbonisasi
berikutnya, dilakukan pengontrolan temperatur, dengan cara pemasangan
thermocontrol. Secara teknis, thermocontrol terhubung dengan inverter feeder dan
blower pada tungku siklon, sehingga secara otomatis apabila temperatur melebihi
besaran yang ditetapkan, maka inverter dan blower tidak akan berfungsi. Hasil
karbonisasi dengan cara pengontrolan menggunakan thermocontrol, ditunjukkan
dalam Gambar 5.4.
18
Proses aktivasi adalah proses peningkatan luas permukaan terhadap semikokas hasil
karbonisasi. Parameter proses aktivasi adalah variabel ukuran butir +6, -6+12 dan -12+20
mesh, dan laju umpan 17,5, 35 dan 52,5 kg/jam. Variabel ini telah dilakukan pada
tahun 2009, namun dengan kondisi distribusi uap air dari satu arah dan menggunakan
bahan bakar minyak. Penentuan laju umpan sangat berpengaruh terhadap waktu
tinggal. Berdasarkan hasil kalibrasi, laju umpan 17,5, 35 dan 52,5 kg/jam menghasilkan
waktu tinggal masing-masing selama 6, 3 dan 1,5 jam. Berdasarkan hasil pengukuran
daya serap karbon aktif melalui analisis bilangan yodium, diperoleh hasil seperti
ditunjukkan pada Gambar 5.5.
Bilangan yodium didefinisikan sebagai kemampuan per gram karbon aktif dalam
menyerap per miligram zat anorganik. Semakin tinggi nilai bilangan yodium, semakin
baik kualitas karbon aktif (Ningrum, 2000). Analisis bilangan yodium merupakan
pengujian standar kualitas karbon aktif dan secara langsung dapat dilakukan di
lapangan. Semakin tinggi nilai bilangan yodium, maka daya serap dan kualitas karbon
aktif semakin baik. Hal tersebut disebabkan pada saat proses aktivasi, terjadi reaksi
antara karbon dan uap air yang mengakibatkan pori-pori karbon terbuka dan
permukaan semakin luas. Peningkatan daya serap dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya laju alir atau distribusi kontak uap air dan bahan karbon, ukuran butir
umpan, serta waktu tinggal selama proses berlangsung. Secara teoritis, semakin kecil
ukuran butir, permukaan dan volume pori semakin besar. Sedangkan untuk laju
umpan, semakin kecil jumlah umpan, maka waktu tinggal di dalam kiln semakin lama.
19
Berdasarkan hasil analisis bilangan yodium yang ditunjukkan pada Gambar 5.5, daya
serap terbaik diperoleh dari ukuran butir semikokas -12+20 mesh dengan laju umpan
17,5 kg/jam ( waktu tinggal ± 6 jam), yang mencapai bilangan yodium rata-rata 785
mg/gr, dan tertinggi tercatat mencapai 853 mg/gr. Begitu pula dengan laju umpan 35
kg/jam, rata-rata bilangan yodium adalah 723 mg/gr. Hal ini menunjukkan, bahwa
semakin lama waktu proses, maka daya serap yang diperoleh semakin baik.
Sebaliknya, terhadap ukuran butir semikokas + 6 mesh, pada laju umpan 17,5 kg/jam,
rata-rata bilangan yodium adalah 574 mg/gr. Artinya, semakin besar ukuran butir
semikokas maka semakin kecil luas permukaan dan volume pori. Secara keseluruhan,
kualitas karbon aktif batubara hasil percobaan dapat dilihat pada Tabel 5.4, yang
dibandingkan dengan hasil percobaan tahun 2009 dengan menggunakan contoh
batubara sejenis, namun telah dikarbonisasi di Tanjung Enim menggunakan alat
karbonisasi dari NEDO. Tabel 5.4 juga mencantumkan spesifikasi kualitas karbon aktif
menurut SII atau komersil.
Tabel 5.4. Kualitas karbon aktif hasil uji coba dan persyaratan kualitas menurut Standar
Industri Indonesia /komersil
Kualitas Kualitas
Kualitas karbon
Satua karbon aktif karbon aktif
No Parameter aktif
n hasil uji tahun 2009
(SII,1999)/komersil
coba
1 Bagian yang hilang % 6 6 15-25
pada pemanasan
950°C
2 Air % 10 5 4-15
3 Abu % 8 18 2-10
4 Bilangan yodium mg/g 600-800 500-750 750-1200 (400-
1200)*
5 Karbon aktif murni % 75 75 60-80
6 Adsorpsi benzene % - - 25
7 Bilangan metilen mg/g 60 50 60-120
biru
8 Kerapatan jenis g/ml 0,52 0,53 0,30-0,55
20
curah
Berdasarkan hasil optimalisasi secara keseluruhan, selain dari sisi kualitas produk, ditinjau
dari sisi keekonomian, proses menggunakan tungku lebih murah. Untuk proses aktivasi
pada kapasitas umpan bahan baku 1 ton/hari dan temperatur yang diinginkan di
dalam kiln mencapai 900°C, konsumsi BBM berkisar antara 30 L/jam atau ± 720 L/ton.
Sedangkan proses dengan menggunakan tungku siklon, untuk kondisi yang sama,
dibutuhkan batubara sebesar 60 kg/jam atau 1440 kg/ton. Jika asumsi harga BBM
industri adalah Rp 7.000,-/L, dan batubara Rp 1.250,-/kg, maka dari tingkat efisiensi
21
biaya produksi terjadi penghematan sebesar ± 65% lebih murah penggunaan
batubara dari pada menggunakan bahan bakar minyak.
22
Berdasarkan hasil percobaan di laboratorium, dengan variabel ukuran karbon aktif +6,
-6+12 dan -12+20 mesh, jumlah karbon aktif sebesar 5, 10 dan 15 gram, dan waktu
kontak 20, 40 dan 60 menit, pH, salinitas dan alkalinitas dapat diturunkan. Hasil terbaik,
penurunan pH mencapai nilai 7,41 kurang dari nilai baku mutu air yang ditetapkan.
Namun bila mengacu pada Tabel 2.1, nilai pH tersebut masih memenuhi nilai kisaran
untuk pertumbuhan optimal budidaya udang. Begitu pula dengan alkalinitas dan
ammonia. Untuk memenuhi nilai baku mutu air yang ditetapkan, penambahan karbon
aktif dapat dilakukan dengan pengaturan jumlah dan ukuran butir karbon aktif, dan
mempersingkat waktu kontak dengan adsorbat. Berdasarkan hasil laboratorium
tersebut, selanjutnya pemanfaatan secara langsung di lokasi dilakukan dengan
menempatkan karbon aktif batubara di dalam bak penampungan (Gambar 5.6).
(a) (b)
Gambar 5.6. Pemanfaatan karbon aktif di tambak udang
Bak penampungan pada Gambar 5.6 (a) berisi karbon aktif berjumlah ±100 kg untuk
kapasitas air ±10.000 m3, dengan masa penggunaan selama 2 bulan. Setelah diproses
selama 24 jam, selanjutnya dialirkan ke dalam bak kedua (b) yang berisi benur udang
untuk proses perkembanganbiakkan. Keberhasilan uji coba pemanfaatan ini
diharapkan menjadi bahan sosialisasi pemanfaatan karbon aktif batubara secara luas,
terutama pada budidaya tambak udang yang selama ini menggunakan karbon aktif
tempurung kelapa.
5.3 Instalasi boiler kapasitas 300 kg/jam dan exhauster yang terintegrasi dengan
reaktor aktivasi (rotary kiln)
Pada aktivasi fisika karbon aktif dengan uap air, boiler merupakan unit yang sangat
vital. Selama ini boiler yang digunakan berkapasitas 200 kg/jam dan menggunakan
bahan bakar minyak. Sistim demikian sangat mahal dan akan menjadi kendala
23
apabila hasil litbang tersebut diterapkan di masyarakat. Selama proses aktivasi, reaksi
karbon dan uap air adalah gas CO dan H2 yang terbuang ke udara terbuka.
Berdasarkan hasil pengukuran pada cerobong pembuangan gas, temperatur
mencapai 600-700°C. Oleh karena itu, sebagai tahap awal untuk mengoptimalkan
sistim proses, telah dilakukan pemasangan instalasi boiler yang terintegrasi dengan
rotary kiln (Gambar 5.10). Kegiatan tersebut merupakan tahap persiapan untuk
pemanfaatan energi gas buang sebagai bahan bakar boiler.
Gambar 5.7 Integrasi boiler kapasitas 300 kg/jam dengan rotary kiln
Hasil pengujian kinerja boiler menunjukkan bahwa boiler berfungsi dengan baik.
Kapasitas boiler adalah 300 kg/jam, dengan volume air sebesar 540 liter dan tekanan
0,8 Mpa (8 bar). Temperatur untuk memproduksi uap air mencapai 151°C dan
dibutuhkan waktu sekitar 30 menit untuk mencapai kondisi demikian. Konsumsi solar
sebelum modifikasi (sebagai initial combustion) adalah 20 Liter/jam. Unjuk kerja boiler
kapasitas 300 kg/jam ditunjukkan pada Gambar 5.11.
24
6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dari kegiatan tahun anggaran 2010, diperoleh
kesimpulan sebagai berikut.
- Proses pembuatan karbon aktif dari batubara dapat dilakukan dengan
menggunakan rotary kiln berbahan bakar batubara (tungku siklon), dan
menghasilkan karbon aktif batubara dengan kualitas sesuai persyaratan kualitas
karbon aktif komersil atau menurut Standar Industri Indonesia.
- Sistim distribusi uap air sepanjang ruang kiln, telah mengurangi resiko terbakarnya
bahan menjadi abu sehingga meningkatkan daya serap karbon aktif.
- Karbon aktif batubara hasil percobaan telah dapat digunakan untuk proses
penjernihan air pada budidaya udang yang selama ini menggunakan karbon aktif
tempurung kelapa. Hasil uji coba, pH dari 8,06 turun menjadi 7,41, alkalinitas dari
139 menjadi 74 mg/L, sedangkan N-NH4+ dari 0,27 menjadi 0,016 mg/L.
- Efisiensi proses pada penggunaan tungku siklon telah menghemat biaya produksi
sebesar 65% lebih murah daripada penggunaan bahan bakar minyak, dan untuk
memenuhi keekonomian produk perlu efisiensi terhadap penggunaan bahan
bakar minyak pada boiler.
6.1 Saran
- Perlu penghematan biaya produksi dengan pemanfaatan energi gas buang
sebagai bahan bakar boiler dengan sistim peralatan yang kontinyu dan terintegrasi
- Perlu kestabilan proses karbonisasi dan aktivasi untuk memperoleh data secara
lebih spesifik sehingga diperoleh spesifikasi persyaratan bahan baku ideal dari
batubara, kondisi proses pembuatannya, dan kualitas karbon aktif yang dihasilkan.
- Perlu menetapkan keekonomian produk dan desain global peralatan pembuatan
karbon aktif dari batubara.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Balai Benih dan Pembibitan Ikan Air Laut dan Payau, 2006. Standar Operasional
Prosedur
2. BPPIAPL, 2010. Hatchery Udang L. vannamei
3. Baron, R., E., 1978. Chemical Equlibrium in Carbon-Hydrogen-Oxygen Sistim,
MIT.Press, Cambridge
4. CSIRO Division of Process Technology, P.O. Box 136, North Ryde, N.S. W. 2173,
Australia
26
5. Centre National de la Recherche Scientifique (CNRS), Laboratoire de Science et
Ge´nie des cole des Mines, 54042 Nancy, Cedex, France.
6. Daulay, Bukin, Dr., 2009. Evaluasi Kualitas Batubara Indonesia Dalam Upaya
Penentuan Teknologi Pemanfaatan Yang Tepat, Orasi Pengukuhan Profesor Riset
Bidang Teknik Bahan Bakar dan Pembakaran, Puslitbang Teknologi Mineral dan
Batubara, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral
7. Dirjen Minerba,
2010.http/www.esdm.go.id/modules/news/index.php?_article&news_id=2309
8. Durie” Robert A. and Harry N. S. Schafer, 1978. CSIRO Division of Process
Technology, P.O. Box 136, North Ryde, N.S. W. 2173, Australia, (Received 8
September 1978)
9. Fabrice, 2000 Coal Pyrolysis in a Rotary Kiln: Part I. Model of the Pyrolysis of a Single
Grain
10. Jurgen, Keller, Reiner Staudt, 2005. Gas Adsorption Equilibria, Experimental Methods
and Adsorption Isotherms, Chapter 1, Springer Science Inc. United State of
Amerika.
11. Klein, Alexander, 2002 Gasification: An Alternative Processor Energi Recovery and
Disposal of Municipal Solid Wastes, Earth Resources Engineering Department of
Earth and Environmental Engineering Foundation School of Engineering and
Applied Science Columbia University.
12. Perry., H. Robert, Green W. Don., 2007. Perry’s Chemical Engineers Handbook, 8 th
Edition, The National Science Research Foundation, New York.
13. Standar Industri Indonesia, 1999. Departemen Perindustrian dan Perdagangan
14. Sugianto, Bambang., 2009. Kalor Pembakaran Berbagai Jenis Bahan Bakar.
http://www.chem-is-try.org
15. Strand, Gert, 2001. Activated Carbon for Purification of Alcohol, Malmoe, Sweden
16. ITB, 2009. Teknologi Pengelolaan Kualitas Air Bidang Akuakultur SITH, ITB –VEDCA –
SEAMOLEC.
17. Ramelan, Rahadi, 2006. Pengembangan Teknologi Untuk Industri. http://www/
leapidea.com/ presentasi/paperscreate date:2004-08-26
18. Yehaskel, A .1978. Activated Carbon, Manufacture and Regeneration, Noyes dasa
corp, park ridge, N., Jersey
27
LAMPIRAN 1
KAJIAN KELAYAKAN EKONOMI
(IMC) 14.627.869
Harga PP
Kriteria layak Rendemen IRR (%) Kelayakan
(Rp/Kg) (Tahun)
IRR > 15% 30% Layak
9.000 73,36 1,80
PP < 10 thn Rendemen
8.000 58,82 2,18 Layak
7.000 43,97 2,81 Layak
6.000 28,43 4,10 Layak
25% Layak
9.000 68,29 1,94
Rendemen
8.000 53,66 2,39 Layak
7.000 38,59 3,19 Layak
6.000 22,54 4,96 Layak
20% Layak
9.000 60,63 2,19
Rendemen
8.000 45,78 2,79 Layak
28
7.000 30,23 3,97 Layak
6.000 12,87 7,20 Tidak layak
Grafik di atas menunjukan hubungan harga jual produk dengan IRR dan Payback
Period, dengan rendemen 20%, 25%, dan 30%. Pada rendemen 25% dan 30% dengan
harga jual Rp 6.000.-/kg, nilai IRR yang diperoleh adalah 22,54% dan 28,43% dengan
payback periodnya di bawah 5 tahun. Nilai IRR tersebut menunjukan bahwa produksi
memenuhi kriteria layak direalisasikan secara komersil karena nilai IRR > nilai bunga
pinjaman (15%). Pada rendemen 20% dengan harga jual Rp 6.000.-/kg, IRR yang
diperoleh adalah 12,87% dengan payback period 7,2 tahun. Artinya pada nilai
rendemen 20% dengan harga jual Rp 6.000.-/kg, produksi karbon aktif tidak layak
direalisasikan. Untuk memenuhi kriteria layak pada rendemen 20%, harga jual minimum
harus Rp 7.000.-/kg, sehingga dicapai nilai IRR > nilai bunga pinjaman. Grafik di atas
menyimpulkan bahwa semakin tinggi harga jual, maka semakin tinggi pula nilai IRR dan
payback period akan semakin singkat.
29
LAMPIRAN 2
Draft Desain Umum
Proses Pembuatan Karbon Aktif Berbasis Batubara Dalam Skala Industri
Dari kegiatan yang dilakukan di pilot plant Palimanan, maka secara garis besar
proses pembuatan karbon aktif digambarkan sebagai berikut.
Coal
Grinding
Screening
Carbonization
Screening
Grinding
Screening
Activation
Screening –
Grinding
Granular Powder
Activated Activated 30
Carbon Carbon
Activated
Carbon
Proses grinding
- Proses penggerusan/penghancuran raw batubara bentuk bongkahan
menjadi ukuran 3 cm (untuk proses karbonisasi)
- Spesifikasi batubara yang akan digunakan mengacu pada persyaratan
seperti yang tercantum pada Tabel 1
Tabel 1. Spesifikasi bahan baku batubara untuk pembuatan karbon
aktif
Karakteristik Persyaratan Tipikal hasil analisis
No Batubara spesifikasi
Ukuran Satuan Ukuran Satuan
1 Kadar air Max 20 % 18,8 %
2 Kadar abu Max 5,0 % 3,0-5,0 %
3 Zat terbang 40,0-45,0 % 40,3 %
4 Karbon Min 39 % 39,9 %
padat
5 Titik leleh Min 1200 °C 1250 °C
Proses screening
- Proses untuk memperoleh ukuran bahan baku atau produk yang
diinginkan
Proses karbonisasi
- Temperatur proses 500-600°C dengan menggunakan tungku siklon
berbahan bakar batubara
31
- Ukuran butir umpan raw batubara adalah 3 cm, dengan laju umpan 60
kg/jam dan waktu tinggal ± 1-2 jam
- Spesifikasi hasil karbonisasi adalah semikokas yang mengacu pada
persyaratan arang untuk karbon aktif, seperti yang ditunjukkan pada
Tabel 5.2.
- Perhitungan waktu tinggal (residence time) di dalam kiln dihitung
berdasarkan persamaan berikut.
t = 1,77 x L x √Q
PxDxR
dimana ; t = waktu tinggal, menit
L = panjang kiln, meter
Q = sudut kedudukan bahan di dalam kiln, derajat (°)
P = kemiringan kiln, derajat (°)
D = diameter kiln, meter
R = kecepatan putaran kiln, rpm
Proses aktivasi
- Temperatur proses ±900°C dengan menggunakan tungku siklon berbahan
bakar batubara
- Ukuran butir semikokas -12+20 mesh
- Laju umpan 17,5 kg/jam dengan waktu tinggal ± 6 jam
- Laju alir uap air 160-180 kg/jam dengan kapasitas boiler 200 kg/jam
2. Preparation Station
- Crusher : untuk penggerusan raw batubara
- Feed resevoir : untuk penampungan batubara hasil dari
crusher
- Screen : untuk pengayakan batubara
3. Carbonization Station
- Screw conveyor : untuk pemindahan batubara dari screen ke kiln
- Belt conveyor : untuk pemindahan semikokas ke dalam bucket
elevator pada
saat proses aktivasi
- Cyclone burner : burner berbahan bakar batubara
- Rotary kiln : reaktor karbonisasi
4. Activation Station
33
Perhitungan Neraca Massa dan Neraca Energi
1. Proses Karbonisasi
a. Mass Balance
Base
Raw Coal = 105 kg/h
Assumed semi coke = 45 % (yield)
product
Outlet
Inlet
34
Volatile
Volatile Matter 37,73 % = 40 kg/h Matter 22,00 % = 10,40 kg/h
Total
Total Moisture 23,97 % = 25 kg/h Moisture 6,55 % = 3,09 kg/h
100,00 % 105 kg/h 100,00 % 47,25 kg/h
2. Flue Gas 55 % = 57,75 kg/h
2. Fine Coal Demand for Combustion Fine coal = 0,00 kg/h
0 kg/h 57,75 kg/h
Volatile
Matter 56,00 % = 32,34 kg/h
Total
Moisture 44,00 % = 25,41 kg/h
100,00 % 57,75 kg/h
Total 105 kg/h Total 105,00 kg/h
Outlet gas
Massa Cp λ dT Q
(kg/h) (Kcal/kg.°C) (Kcal/kg) (°C) (Kcal/h)
35
Q = 257402,1
Outlet semi cokes
Massa Cp λ dT Q
(kg/h) (Kcal/kg.°C) (Kcal/kg) (°C) (Kcal/h)
Q = 34134,04
Heat Duty = 291536,1 Kcal/h
Fine Coal
Demand = 61 kg/h
Untuk kapasitas 1 ton/hari, maka idealnya dibutuhkan rotary kiln dengan dimensi
sebagai berikut.
60 kg/jam x Bj batubara (
Diasumsikan, volume umpan = 0,8 m3
Keterisian reaktor 20 %
36
Vreactor = (100/20) x 0.8 m3 = 4 m3
Asumsi H = 2D
Vreactor = ¼ π D2 H
4 m3 = ¼ π D2 H
4 m3 = ¼ π D2 2D
4 m3 = 0,785 D2 2D
D3 = 2,458
D = 0,85 m
Dari buku Perry’s Chemical Engineer : panjang rotary kiln / rotary dryer umumnya = 10 x
diameter rotary kiln
Ukuran ideal berdasarkan perhitungan persamaan di bawah ini
L = 10 D
= 10 x 0,85 m
= 8.5 m
R =½D
= ½ 0.85
= 0,425 m
37
Oleh :
Ika Monika
Slamet Suprapto
Soemaryono
Yenny Sofaeti
Fahmi Soelistyohadi
38
LEMBAR PENGESAHAN
Mengetahui/Menyetujui : Mengetahui :
Kepala Puslitbang tekMIRA, Kepala Bidang Program,
1
KATA PENGANTAR
Penelitian pembuatan karbon aktif merupakan kegiatan multi year, yang saat ini telah
mencapai tahap pilot yang berkapasitas 1ton/hari. Berbagai tahap proses untuk
mengoptimalkan peralatan maupun kondisi proses telah dilakukan dan telah
menghasilkan karbon aktif dengan kualitas sesuai Standar Industri Indonesia dan telah
dapat digunakan pada proses pemanfaatan, terutama pada fasa cair. Untuk
memenuhi kebutuhan pasar (komersil), faktor keekonomian menjadi pertimbangan
utama. Oleh karena itu, telah dilakukan penghematan biaya produksi melalui substitusi
bahan bakar minyak oleh batubara dan pemanfaatan energi panas dari gas buang
sebagai bahan bakar boiler. Kedua langkah ini diharapkan dapat menghasilkan
karbon aktif batubara dengan harga jual yang kompetitif dengan karbon aktif
tempurung kelapa yang selama ini beredar luas di masyarakat.
Hasil kegiatan ini semoga dapat memberikan informasi yang bermanfaat dan menjadi
acuan untuk pengembangan karbon aktif batubara secara komersil di Indonesia.
i
SARI
Sesuai dengan Rencana Strategis kegiatan litbang pengolahan dan pemanfaatan
batubara di Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara yang mengarah pada
penerapan hasil litbang di masyarakat, persiapan pelaksanaan komersilisasi penting
dilakukan. Persiapan tersebut diantaranya adalah terkuasainya teknologi dengan
memperhitungkan keekonomian produk sehingga layak untuk diterapkan di
masyarakat. Substitusi BBM dengan batubara telah menghemat biaya proses sebesar ±
60% dari penggunaan bahan bakar minyak. Meskipun hasil efisiensi produksi cukup
besar, namun perlu mengoptimalkan penggunaan tungku siklon sehingga proses
dapat berlangsung secara maksimal dan menghasilkan kondisi proses seperti halnya
penggunaan bahan bakar minyak. Optimalisasi dilaksanakan dengan percobaan
pembuatan karbon aktif dengan mengacu pada hasil kegiatan tahun 2009,
sedangkan dua kegiatan utama lainnya adalah melanjutkan efisiensi proses dan uji
coba pemanfaatan karbon aktif di lapangan. Pelaksanaan efisiensi proses dengan
persiapan instalasi pemanfaatan gas buang hasil proses aktivasi sebagai bahan bakar
boiler. Sedangkan uji coba pemanfaatan akan dilaksanakan di tambak udang di
daerah Pangandaran Ciamis. Hasil kegiatan adalah diperolehnya teknologi proses
pembuatan karbon aktif berbahan bakar batubara, yang menghasilkan karbon aktif
batubara yang dapat digunakan dan mempunyai nilai jual yang layak untuk
dikomersilkan.
ii
DAFTAR ISI
Kata i
Pengantar…………………………………………………………………………………
Sari………………………………………………………………………………………………. ii
Daftar Isi………………………………………………………………………………………… iii
Daftar v
Gambar…………………………………………………………………………………
Daftar vi
Tabel……………………………………………………………………………………..
Daftar vii
lampiran…………………………………………………………………………………
I. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang ……………………………………………………………………… 1
1.2 Ruang 3
Lingkup…………………………………………………………………………
1.3 Tujuan…………………………………………………………………………………. 4
1.4 Sasaran……………………………………………………………………………....... 4
1.5 Lokasi Kegiatan……………………………………………………………………… 4
II. TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1 Pembuatan Karbon 4
aktif……………………………………………………………….
2.2 Energi pada proses 5
aktivasi……………………………………………………………
2.3 Pemanfaatan Karbon 6
Aktif…………………………………………………………….
III. PROGRAM KEGIATAN 9
3.1 Optimalisasi pembuatan karbon aktif dengan menggunakan bahan
bakar 9
iii
Batubara…………………………………………………………………………………….
3.1.1 Persiapan peralatan karbonisasi dan 9
aktivasi……………………………
3.1.2 Proses karbonisasi……………………………………………………………. 9
3.1.3 Proses 9
Aktivasi…………………………………………………………………
3.1.4 Analisa kualitas 9
produk………………………………………………………
3.2 Pemasangan instalasi Boiler kapasitas 300 kg/jam dan Exhauster yang
terintegrasi 9
dengan Rotary kiln……………………………………………………………………
3.3 Uji coba pemanfaatan karbon katif batubara di 10
…………………………………….
3.4 Evaluasi hasil percobaan dan keekonomian produk 10
………………………………..
3.5 Desain umum (draft) peralatan utama reactor aktivasi karbon 10
aktif………………..
3.6 Pembuatan 10
laporan……………………………………………………………………
IV. METODOLOGI 10
4.1 Optimalisasi pembutan karbon aktif dengan menggunakan bahan
bakar 10
batubara…………………………………………………………………………
4.1.1 Persiapan peralatan karbonisasi dan 10
aktivasi………………………………..
4.1.2 Proses karbonisasi dan 11
aktivasi……………………………………………….
4.2 Pemasangan Boiler kapasitas 300 kg/jam dan Exhauster yang
11
terintegrasi dengan reaktor
Aktivasi………………………………………………………………
4.3 Uji coba pemanfaatan……………………………………………………………… 12
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 12
iv
5.1 Optimalisasi pembuatan karbon 12
aktif…………………………………………………
5.1.1 Optimalisasi proses 14
karbonisasi……………………………………………
5.1.2 Proses aktivasi……………………………………………………………… 17
5.2 Uji coba 19
pemanfaatan………………………………………………………………
5.3 Instalasi Boiler kapasitas 300 kg/jam dan exhauster yang terintegrasi
dengan 21
reaktor aktivasi………………………………………………………………………
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 22
6.1 Kesimpulan……………………………………………………………………………. 22
6.2 Saran…………………………………………………………………………………… 22
DAFTAR PUSTAKA 24
LAMPIRAN 25
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kemasan karbon aktif yang digunakan di tambak 7
v
udang……………………
Gambar 2.2 Sistim Filtrasi di tambak udang 7
………………………………………………..
Gambar 4.1 Raktor aktivasi (rotary 10
kiln)……………………………………………………..
Gambar 4.2 Bagan alir proses pembuatan karbon 12
aktif……………………………………
Gambar 5.1 Sistim kisi-kisi dan distribusi uap di dalam 13
kiln……………………………….
Gambar 5.2 Tungku siklon berbahan bakar 13
batubara…………………………………….
Gambar 5.3 Pengaruh temperatur terhadap penurunan kadar zat terbang , 15
air dan abu...
Gambar 5.4 Pengaruh temperatur terhadap penurunankadar zat terbang, 16
air dan abu
setelah pemasangan
thermocontrol…………………………………………..
Gambar 5.5 Pengaruh waktu tinggal terhadap bilangan 17
yodium…………………………..
Gambar 5.6 Pemanfaatan karbon aktif di tambak
20
udang…………………………………..
Gambar 5.7 Integrasi boiler kapasitas 300 kg/jam dengan rotary
21
kiln………..…………..
Gambar 5.8 Unjuk kerja boiler kapasitas 300 kg/jam
22
…………………………………….
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Tahap kegiatan pembuatan karbon aktif dari batubara dari tahun 2
2007 s/d
tahun
2010…………………………………………………………………………
Tabel 2.1 Pengaruh pH pada pertumbuhan udang (ITB, 7
2009)...................................
Tabel 2.2 Klasifikasi air berdasarkan tingkat 8
salinitas……………………………………...
Tabel 5.1 Karaktaristik batubara sebagai bahan baku karbon 14
aktif.............................
Tabel 5.2 Spesifikasi persyaratan ideal bahan baku karbon aktif (SII, 14
1999)…………
Tabel 5.3 Spesifikasi semikokas hasil 15
karbonisasi…………………………………………
Tabel 5.4.Kualitas karbon aktif hasil uji coba dan persyaratan kualitas
menurut Standar Industri Indonesia 18
/komersil……………………………………………………
Tabel 5.5. Kualitas karbon aktif hasil percobaan tahun 20
2009…………………………
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kajian kelayakan ekonomi 25
…………………………………………………..
Lampiran 2 Draft desain 27
umum…………………………………………………………….
viii
Maksud dan tujuan pembuatan desain umum proses pembuatan karbon aktif adalah
merancang seluruh kebutuhan peralatan utama dan penunjang proses dengan
1. Parameter Perencanaan
10