Anda di halaman 1dari 16

Nama : Putra Tri Rahman Jaya

NPM : 11.2015.00568
MK

: Praktik Batubara

Tugas : Merangkum Materi


Pressurized Fluidized Bed Combution (PFBC)
1. Pengertian PFBC
Teknologi Pressuirized Fluidized Bed Combution (PFBC) adalah sebuah
teknologi

yang

dapat

memperbaiki

efisiensi

pembangkitan

listrik

dan

mengendalikan pencemaran udara akibat pembakaran batubara. Teknologi ini


pertama di kemukakan oleh Elliot (1968, dalam Malik 1998). Pressurized
Fludized Bed Combustion (PFBC) disebut pula sebagai Pressurized Fluidized Bed
(PFB). Prinsip kerja dari sistem ini ialah memanfaatkan sepenuhnya hasil dari
pembakaran batubara pada PLTU, yaitu dengan memanfaatkan gas buangan yang
biasanya tidak dipakai sebagai sumber energi. Gas yang dibuang tersebut diolah
dengan cara khusus sehingga gas yang awalnya beracun dan dibuang bisa
dimanfaatkan dan bersih kembali.
2. Cara Kerja(Proses) dari PFBC
Cara kerja PFBC dari awal sebelum masuk bed sampai keluar dari bed, sebagai
berikut :
1. Batubara diperkecil hingga ukuran 6-20mm
2. Masukkan batubara yang sudah diperkecil kedalam Bed melalui lubang
yang ada diatas ditributor udara.
3. Bersamaan dengan pemasukan batubara , masukkan juga serbuk limestone
sihingga nanti akan terjadi proses desulfurisasi.
Desulfurisasi ialah reaksi kimia yang melibatkan pemisahan belerang pada
suatu molekul, dalam hal ini memisahkan kandungan belerang dari
batubara.
4. Lalu alirkan udara kedalam bed dengan tekanan kurang lebih 10 bar
melalui distributor udara . Tujuannya untuk memisahkan partikel-partikel

pada bed lalu dengan adanya gerakan turbulen akan menghasilkan proses
pembakaran sempurna.
5. Batasi dan jaga suhu untuk tidak melebihi 850 oC karena pembakaran
dengan sistem fluidized bed berlangsung pada suhu yang relatif rendah
(sekitar 850 C).
6. Kemudian gas pembakaran yang panas, akan keluar dari ruang
pembakaran dengan bertekanan dan akan dibersihkan melalui suatu proses
pembersihan gas.
7. Dengan tekanan gas cukup tinggi dan gas yang dikeluarkan cukup bersih,
maka gas tersebut dapat digunakan untuk menggerakkan turbin gas.
output dari turbin gas sebagian digunakan untuk menggerakkan kompresor
udara sedang lainnya untuk menggerakkan generator penghasil tenaga
listrik.
8. Uap yang dihasilkan dari pembakaran batubara akan digunakan untuk
menggerakkan turbin uap. Output dari turbin uap akan menggerakkan
generator untuk menghasilkan tenaga listrik.
Dengan demikian, sistem PFBC ini dapat diterapkan dalam suatu combined cycle
antara gas dan uap, yang berarti akan memperbaiki efisiensi pembangkitan listrik.
3. Kelebihan dan Kekurangan dari PFBC
Kelebihan PFBC :
1. Aliran udara dalam keadaan terkompresi, akibatnya akan membawa lebih
banyak oksigen untuk persatuan isi.
2. Sistem PFBC akan mengurangi emisi SOx dalam gas buangnya.
3. Selain mengurangi SOx, sistem PFBC juga mampu mengurangi emisi
Nox.
4. Pembakaran karbon dalam batubara dengan sistem PFBC akan
menghasilkan abu sebagai produk buangan padat yang utama Karena
sistem PFBC beroperasi jauh dibawah suhu lebur (fusi) batubara maka
abunya tetap berada sebagai bubuk halus.
5. Pembersihan gas panas PFBC dilaksanakan dengan menggunakan cyclone
panas dengan suhu 850C-950C. Sehingga menghasilkan outlet debu

(particulate) sehingga menekan konsentrasi debu dalam gas sampai


memadai untuk memenuhi kebutuhan gas turbin yang ada.
6. Dilihat dari efisiensi, pembangkitan PFBC dengan sistem gabung gas dan
uap ini efisiensinya lebih tinggi dari pada sistem PLTU batubara
konvensional.
Kekurangan PFBC :
1. Pengoperasian dengan tekanan tinggi ini mengharuskan pemasukan
batubara dan limestone serta pembuangan abu melalui alat penjaga
tekanan (pressure locks).
2. Peralatan sistem ini lebih kompleks dan mahal dibandingkan dengan
peralatan lainnya .
3. Pengontrolan karbon yang terbawa dalam gas buang regenerasi atau
pembuangan kalsium sulfat (Casos) yang merupakan produk buangan
desulfurisasi.
4. Beban pengoperasian yang sangat beraneka ragam.
4. Pengembangan dari PFBC
Pada saat ini pengembangan sistem PFBC sudah mencapai tahap demonstrasi dan
awal dari tahap komersialisasi. Berikut uraian singkat pengembangan di beberapa
negara di dunia.
1. Swedia, Vaertan Unit di kota Stockholm merupakan satu unit PFBC
cogeneration berbahan batubara yang menghasilkan 220 MW/th dan listrik
175 Mwe.
2. Spanyol Escatron. dengan kapasitas bersih 76,4 MWe Pembangunannya
disponsori oleh Uni Eropa melalui proyek di THERME dan di bangun
dengan ret pemanas pulverisasi batubara yang sudah ada.
3. Jepang, unit Wakamatsu dengan kapasitas 70 MW, dibangun pada lokasi
pembangkit listrik EPDC (Electric Power Development and Industry)
bekerjasama dengan MITI (Ministry for Internasional Trade and Industry)
dan CCUJ (Centre for Coal Utilization Japan).
4. Amerika Serikat, Tidd Unit dibangun di kota Brilliant, Ohio dengan
kapasitas 70MW. Unit ini memiliki American Electric Power (AEP) yang
dibangkitkan kembali dengan menggunakan unit P200 PFBC.

Fluidized Bed Combustion (FBC)


1. Pengertian FBC
Teknologi Fluidized Bed Combustion adalah salah satu teknologi terbaik dalam
pembangkitan daya listrik. Teknologi ini bisa menggunakan berbagai jenis bahan
bakar, seperti sampah, biomassa, limbah, ataupun bakar fosil berkalori
rendah. FBC mempunyai temperatur pengoperasian antara 800-900oC sehingga
merupakan teknologi yang ramah lingkungan.
2. Prisip kerja dari FBC
Sistem Fluidized bed Combustion ini menggunakan bahan bakar yang mudah
terbakar seperti batubara, kertas, sekam padi, serpihan kayu (saw dust), cangkang
sawit. Memerlukan pasir silica sebagai media untuk menyimpan panas. Hembusan
angin dari FDF (Force Draft Fan) akan melewati furnace nozzle akan
menggerakkan pasir silica yang bercampur dengan batubara yang terbakar
sehingga menimbulkan panas yang menyerupa lava dan bergerak naik turun
sesuai dengan tekanan angin yang telah di atur sedemikian rupa.
Dengan menggunakan metode bubling maka panas di dalam dapur hingga sampai
temperature 700950 oC . Panas di dalam furnace di kontrol oleh FBC tube
sehingga temperatur didalam furnace maksimal 900-1000 oC. Sehingga terhindar
dari terbentuknya NOx yang berbahaya bagi lingkungan.
Dengan terjaganya suhu dalam temperatur rendah sehingga pasir silca dan abu
pembakaran tidak akan meleleh. Apabila sampai meleleh hal ini menyebabkan
pengerasan atau membatu sehingga operasi boiler berhenti. Pada sistem ini di
lengkapi Silica Sand Vibrator yang berfungsi untuk menyaring kotoran di dalam
dapur dengan pasir silica dan di masukkan kembali dengan otomatis tanpa boiler
berhenti. Dan uap yang dihasilkan dari sistem ini dimanfaatkan untuk
menggerakkan turbin yang kemudian dapat menggerakkan generator yang dapat
menghasilkan listrik.
3. Keunggulan dari FBC

1. Fly ash/bottom ash yang dihasilkan oleh fluidized bed system dapat
langsung dimanfaatkan di pabrik semen sebagai substitusi batuan trass
dengan memasukkannya pada cement mill menggunakan udara tekan
( pneumatic

system).

Disamping

dimanfaatkan

diindustri

semen,

fly/bottom ash dapat juga dimanfaatkan menjadi campuran asphalt ( ready


mix

),

campuran

beton

(concerete)

dan

dicetak

menjadi

paving block/batako.
2. FBC mampu mengurangi emisi polutan dalam gas buang yang dikeluarkan
cerobong, baik dari pusat pembangkit listrik maupun industri lainnya yang
membakar batubara.
3. FBC mempunyai efisiensi pembakaran batubara yang tinggi, juga mampu
meredam secara drastis emisi gas-gas polutan seperti SOx dan Nox.
Coal Bed Methan (CBM)
1. Karateristik CBM
CBM adalah gas metana (CH 4) yang dihasilkan dari proses alami yang terjadi
selama proses pembatubaraan yang berasosiasi dengan batubara sebagai source
rock dan reservoir-nya. CBM tersimpan di dalam batuan melalui proses adsorbsi.
Metana sendiri ialah hidrokarbon yang sederhana dan berbentuk gas dengan
rumus kimia CH4 yang tidak berwarna dan tidak berbau.
2. Proses Pembentukan CBM
Coal Bed Methan terbentuk dengan 2 cara yaitu :
1. Secara termogenik, gas metana (CH4) yang dihasilkan dari proses alami
yang terjadi selama proses pembatubaraan. Sisa-sisa tumbuhan yang mati
akan membentuk suatu lapisan dan terawetkan melalui proses biokimia.
Gas dalam batubara akan terbentuk secara biogenik akibat dekomposisi
oleh mikroorganisme lalu menghasilkan gas metana dan CO2. Selama
proses pembentukan batubara, sejumlah air dihasilkan bersama-sama
dengan gas. Pada tahap pembatubaraan yang lebih tinggi, tekanan dan
temperatur juga semakin tinggi. Batubara yang kaya akan kandungan

karbon, akan melepaskan kandungan zat terbangnya (volatile matter)


seperti metana, CO2, dan air .
2. Secara Biogenik, gas metana

yang

terbentuk

akibat

aktivitas

mikroorganisme yang biasanya terjadi di rawa gambut. Gas jenis ini


terbentuk pada fasa awal proses pembatubaraan dengan temperatur rendah.
Gas biogenik dapat terjadi pada dua tahap, yaitu tahap awal dan tahap
akhir dari proses pembatubaraan. Pembentukan gas pada tahap awal
diakibatkan oleh aktivitas organisme pada tahap awal pembentukan
batubara, dari gambut, lignit, hingga subbituminus (Ro < 0,5%).
Pembentukan gas ini harus disertai dengan proses pengendapan yang
cepat, sehingga gas tidak keluar ke permukaan. Pembentukan gas pada
tahap akhir diakibatkan oleh aktivitas mikroorganisme juga, tetapi pada
tahap ini lapisan batubara telah terbentuk.
3. Proses Produksi CBM
Pembuatan sumur produksi melalui pengeboran dari permukaan tanah sampai ke
lapisan batubara target. Untuk memproduksi gas metana batubara, air pada
reservoir harus dikeluarkan terlebih dahulu (dewatering). Normalnya, tinggi air
berada di atas lapisan batubara, dan menahan gas dalam lapisan batubara. Dengan
cara menurunkan tinggi air, maka tekanan dalam reservoir berkurang, sehingga
dapat melepaskan gas metana batubara. Lapisan batubara harus teraliri air dengan
baik hingga pada titik gas terdapat pada lapisan batubara. Hal ini dimaksudkan
agar gas tersebut dapat mengalir melalui matriks dan pori, serta keluar melalui
rekahan atau bukaan yang terdapat pada sumur. Gas metana batubara memiliki
tingkat pelarutan yang sangat rendah dalam air, sehingga gas metana batubara
dapat dengan mudah terpisah dari air.
4. Potensi CBM di Indonesia
Indonesia memiliki potensi sumber daya Coal Bed Methane (CBM) sekitar 300
hingga 450 Triliun Cubic Feet (TCF). Cadangan CBM sebesar itu tersebar pada
sebelas areal cekungan (basin) batubara di berbagai lokasi di Indonesia, baik di
Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi. Ke sebelas basin lokasi CBM itu
adalah Sumatera Selatan (183 TCF), Barito (101,6 TCF), Kutei (89,4 TCF) dan
Sumatera Tengah (52,5 TCF) untuk kategori high prospective. Basin Tarakan

Utara (17,5 TCF), Berau (8,4 TCF), Ombilin (0,5 TCF), Pasir/Asam-Asam (3,0
TCF) dan Jatibarang (0,8) memiliki kategori modarate. Sedang basin Sulawesi
(2,0 TCF) dan Bengkulu (3,6 TCF) berkategori low prospective.
5. Pemanfaatan CBM
Manfaat CBM sebagai berikut :
1. Sebagai bahan bakar (biogas) untuk memasak.
2. Sebagai bahan bakar kendaraan.
3. Sebagai pembangkit tenaga listrik.
4. Sebagai bahan pembuatan ban.

Coal Oil Mixture (COM)


1. Proses COM
Bebeapa proses COM yang dilakukan :
1. Prose sultrasonic
Batubara digerus dalam pulverizer sampai ukuran 2000 mesh. Dengan
komposisi batubara gerus 50%, bunker C oil 40% dan air tawar 10%,
dimasukan dalam mixing tank dan diaduk. dipergunakan air karena air
mempunyai kemampuan pembakaran (combustion capability).
Didalam alat ultrasonic, butiran-butiran sangat kecil, sehingga tidak terjadi
agresi pada butiran-butiran itu. Setelah melalui proses ultrasonic, COM
yang dihasilkan menjadi stabil dan dapat disimpan dalam tangki
penyimpanan yang dilengkapi dengan pemanasan automatis (automatic
heating) dengan temperature T = 60oC. Proses stabilisasi yang dilakukan
oleh alat ultrasonic ini biayanya sangat minimum, kurang dari satu sen
dollar per million BTU.
2. Proses Umum
Pada proses ini batubara yang sudah digerus, Bunker C Oil, air dan
additive (zat penambah) diaduk secara mekanis didalam tangki campur

(mixing tank) dengan cara agitasi. Adukan yang selesai dan sudah stabil
dialirkan ketangki penyimpan. Additive ini berupa cairan (surface active
agent = SAA). molekul surface active agent ini pada satu sisi bersifat
hydrophotic. Sifat SAA ini seperti sabun, disatu pihak molekul sabun
dapat membersihkan minyak dari permukaan, tetapi juga dapat berbusa
dengan air, kedua sifat ini bekerja bersamaan. Sabun memang mempunyai
sifat hydropholic dan hydrophotic.
3. Proses Penggilingan Basah
Dalam proses ini batubara tidak perlu digerus, melainkan raw coal,
bersama-sama bunker C oil, air ditambah additive active agent (SAA)
digiling dalam ballmill. COM yang sudah stabil dialirkan ke tangki
penyimpanan.
2. Pemanfaatan dan Penggunaan Dari Proses COM
Penggunaan dan Keekonomian COM sebagai bahan bakar berbasis batubara
dengan sifat fisik berupa cairan/fluida dapat digunakan sebagai bahan bakar
pengganti BBM, baik di industri maupun pembangkit listrik, terutama untuk
industri yang menggunakan boiler dengan bahan bakar minyak berat (heavy oil),
mengingat viskositas dan sifat alir (rheologi) COM yang hampir sama dengan
minyak berat.
Intergrasi Gasification Combened Cycle (IGCC)
1. Pengertian Intergrasi Gasification Combened Cycle (IGCC)
Intergrasi Gasification Combened Cycle (IGCC) atau yang disebut siklus
gabungan gasifikasi terpadu adalah suatu teknologi proses yang mengubah
batubara dari bahan bakar padat menjadi bahan bakar gas. Berbeda dengan
pembakaran batubara, gasifikasi adalah proses pemecahan rantai karbon batubara
ke bentuk unsur atau senyawa kimia lain. Secara sederhana, batubara dimasukkan
ke dalam reaktor dan sedikit dibakar hingga menghasilkan panas. Sejumlah udara
atau oksigen dipompakan dan pembakaran dikontrol dengan uap agar sebagian
besar batubara terpanaskan hingga molekul-molekul karbon pada batubara
terpecah dan dirubah menjadi coal gas.

2. Proses Intergrasi Grafiscation Combined Cycle (IGCC)


Teknologi gasifikasi dapat dikelompokkan berdasarkan konfigurasi aliran dari unit
gasifiernya, yaitu :
1. Fixed bed
Pada konfigurasi ini, batubara diumpankan dari atas kemudian perlahanlahan turun kebawah dan dipanaskan oleh gas panas dari arah bawah.
Batubara melewati zona karbonisasi kemudian zona gasifikasi, akhirnya
sampai pada zona pembakaran pada bagian bawah gasifier tempat reaktan
gas diinjeksi.
Pada proses gasifikasi dengan fixed bed gasifier ada 4 zona reaksi yaitu :
1. Zona devolatilisasi
Pada zona ini terjadi penguapan uap air dan zat-zat volatil yang
terkandung dalam batubara.
2. Zona Gasifikasi
Pada zona ini uap air yang dialirkan dan CO2 yang terbentuk dari
pembakaran sempurna bereaksi dengan batubara pada suhu tinggi
membentuk gas sintesis yang terdiri dari CO, H2 dan N2.
3. Zona Pembakaran
Pada zona ini oksigen yang masuk bereaksi dengan sebagian batubara
membentuk CO2 dan H2O yang diperlukan dalam reaksi gasifikasi.
4. Zona Abu
Zona ini adalah tempat penampungan abu yang dihasilkan, baik hasil
reaksi pembakaran maupun reaksi gasifikasi.
2. Fluidized Bed
Dalam fluidized bed gasifier, reaktor gas digunakan untuk membuat
fluidisasi material batubara. Untuk menghindari sintering dari abu,

fluidized bed gasifier dibatasi beroperasi pada temperatur non-slagging.


Batubara dimasukkan dari bagian samping sedangkan oksidannya dari
arah bawah. Oksidan (O2 dan uap) selain berperan sebagai reaktan pada
proses, juga berfungsi sebagai media lapisan mengambang dari batubara
yang digasifikasi.
3. Entrained Flow
Batubara dialirkan kedalam gasifier secara cocurrent atau bersama-sama
dengan agen gasifikasi atau oksidan berupa uap air dan oksigen, bereaksi
pada tekanan atmosfer. Pada entrained gasifier, batubara dihaluskan
sampai ukuran kurang dari 0,1 mm diumpankan dengan reaktan gas ke
dalam chamber dimana reaksi gasifikasi terjadi seperti halnya sistem
pembakaran bahan bakar berbentuk serbuk.
Residence time partikel padatan yang singkat dalam sistem fase entrained
memerlukan kondisi operasi dibawah slagging untuk mencapai laju reaksi
dan konversi karbon yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa operasi nonslagging pada entrained gasifier baik sekali hanya untuk proses
hidrogasifikasi.
4. Molten Bath
Molten bath mirip dengan sistem fluidized bed dimana reaksi terjadi
dalam medium yang tercampur merata dari inersia panas tinggi.
Temperatur operasi tergantung pada tipe bath : untuk slag dan molten
metal bath diperlukan temperatur tinggi (14001700oC), tetapi temperatur
1000oC dapat digunakan molten salt. Reaktan gas dapat diinjeksi dari atas
seperti jet kemudian berpenetrasi kedalam permukaan bath.
3. Kelebihan dan Kekurangan IGCC
Kelebihan IGCC sebagai berikut :
1. Mampu menghasilkan produk gas yang konsisten yang dapat digunakan
sebagai pembangkit listrik.

2. Mampu memproses beragam input bahan bakar termasuk batu bara,


minyak berat, biomassa, berbagai macam sampah kota dan lain
sebagainya.
3. Mampu mengubah sampah yang bernilai rendah menjadi produk yang
bernilai lebih tinggi.
4. Mampu mengurangi jumlah sampah padat.

5. Gas yang dihasilkan tidak mengandung furan dan dioxin yang berbahaya.
6. Dapat menghemat biaya pemakaian bahan bakar (dibanding solar) sekitar
70-80%.
7. Pengembalian investasi sangat singkat (pemakaian 16 jam/hari) sekitar 3-4
bulan.
8. Mudah dalam pengoperasian dan tidak menimbulkan resiko / bahaya.
9. Tidak berbau dan ramah lingkungan.

Kekurangan IGCC sebegai berikut :


1. Biaya modal yang tinggi dibandingkan dengan bentuk lain dari produksi
listrik. Untuk menjadi sumber ekonomis energi, tanaman berbasis
gasifikasi harus menjadi sebanding dengan tanaman batubara dan gas alam
dilumatkan dalam hal biaya modal.
2. Konsumsi air dikurangi dengan pembakaran di turbin gas, yang
menggunakan panas yang dihasilkan untuk memperluas udara dan
menggerakkan turbin. Uap hanya digunakan untuk menangkap panas dari
gas buang turbin pembakaran untuk digunakan dalam turbin uap sekunder.
Pemanfaatan Batubara
1. Pengertian Batubara
Batubara adalah salah satu bahan bakar fosil yang terbentuk dari endapan, batuan
organik yang terutama terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batubara
terbentuk dari tumbuhan yang telah terkonsolidasi antara strata batuan lainnya dan
diubah oleh kombinasi pengaruh tekanan dan panas selama jutaan tahun sehingga
membentuk lapisan batubara.
2. Pembentukan Batubara

Proses pembentukan batu bara sendiri sangatlah kompleks dan membutuhkan


waktu hingga berjuta-juta tahun lamanya. Batubara terbentuk dari sisa-sisa
tumbuhan purba yang kemudian mengendap selama berjuta-juta tahun dan
mengalami proses pembatubaraan (coalification) dibawah pengaruh fisika, kimia,
maupun geologi. Secara ringkas ada 2 tahap proses pembatubaraan, yaitu :
1. Tahap penggambutan (peatification) adalah tahap dimana sisa-sisa
tumbuhan yang terakumulasi tersimpan dalam kondisi bebas oksigen
(anaerobik) di daerah rawa dengan sistem pengeringan yang buruk dan
selalu tergenang air pada kedalaman 0,5 10 meter. Material tumbuhan
yang busuk ini melepaskan unsur H, N, O, dan C dalam bentuk senyawa
CO2, H2O, dan NH3 untuk menjadi humus. Selanjutnya oleh bakteri
anaerobik dan fungi diubah menjadi gambut (Stach, 1982, op cit
Susilawati 1992). Agen utama yang berperan dalam proses perubahan ini
adalah kadar air, tingkat oksidasi dan gangguan biologis yang dapat
menyebabkan proses pembusukan (dekomposisi) dan kompaksi material
organik.
2. Tahap pembatubaraan (coalification) merupakan gabungan proses biologi,
kimia, dan fisika yang terjadi karena pengaruh pembebanan dari sedimen
yang menutupinya, temperatur, tekanan, dan waktu terhadap komponen
organik dari gambut (Stach, 1982, op cit Susilawati 1992). Pada tahap ini
prosentase karbon akan meningkat, sedangkan prosentase hidrogen dan
oksigen akan berkurang (Fischer, 1927, op cit Susilawati 1992). Proses ini
akan menghasilkan batubara dalam berbagai tingkat kematangan material
organiknya mulai dari lignit, sub bituminus, bituminus, semi antrasit,
antrasit, hingga meta antrasit.
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Batubara
Fakor-faktor yang mempengaruhi pembentukan batubara yaitu :
1. Posisi Geteknik
Posisi geoteknik adalah letak suatu tempat yang merupakan cekungan
sedimentasi yang keberadaanya dipengaruhi oleh gaya tektonik lempeng.
2. Keadaan Topografi

Daerah tempat tumbuhan berkembang biak merupakan daerah yang relatif


mempunyai ketersediaan air.
3. Iklim Daerah
Iklim sangatlah berperan penting dalam pertumbuhan tanaman.
4. Proses Penurunan Cekungan Sedimentasi
Cekungan sedimentasi yang ada di alam relative dinamis, artinya dasar
cekungan akan mengalami proses penurunan atau pengangkatan.
5. Umur Geologi
Zaman Karbon ( 350 juta tahun yang lalu), merupakan awal munculnya
tumbuh-tumbuhan di dunia. Sejalan dengan proses tektonik yang terjadi,
didaerah tempat untuk tumbuhnya tanaman tersebut yang telah mengalami
proses coalification cukup lama, sehingga menghasilkan mutu batubara
yang sangat baik.
6. Jenis Tumbuh-tumbuhan
Present is the key to the past merupakan salah satu konsep geologi yang
mampu menjelaskan kaitan antara mutu batubara dengan tumbuhan
semula yang merupakan bahan utama pembentuk batubara.
7. Proses Dekomposisi
Proses dekomposisi tumbuhan merupakan bagian dari transformasi
biokimia pada bahan organik. Selama porses pembentukkan batubara, sisa
tumbuhan akan mengalami perubahan baik secara fisik maupun kimia.
8. Sejarah Setelah Pengendapan
Sejarah cekungan tempat terjadi pembentukan batubara salah satu faktor
diantaranya ditentukan pleh posisi cekungan sedimentasi tersebut terhadap
posisi geoteknik.
9. Struktur Geologi Cekungan
Batubara terbentuk pada cekungan sedimentasi yang sangat luas, sehingga
mencapai ratusan hingga ribuan hektar.
10. Metamorfosa Orogenik
Tingkat kedua dalam proses pembentukan batubara adalah penimbunan
atau penguburan oleh sedimen baru.
4. Tempat Pembentukan Batubara

Berikut akan dijelaskan masing-masing model formasi pembentuk batubara


tersebut :
1. Model Formasi Insitu
Menurut teori ini, batubara terbentuk pada lokasi dimana pohon-pohon
atau

tumbuhan

kuno

pembentukya

tumbuh.

Lingkungan

tempat

tumbuhnya pohon-pohon kayu pembentuk batubara itu adalah pada daerah


rawa atau hutan basah. Kejadian pembentukannya diawali dengan
tumbangnya pohon-pohon kuno tersebut, disebabkan oleh berbagai faktor,
seperti angin (badai), dan peristiwa alam lainnya. Pohon-pohon yang
tumbang tersebut langsung tenggelam ke dasar rawa. Air hujan yang
masuk ke rawa dengan membawa tanah atau batuan yang tererosi pada
daerah disekitar rawa yang akan menjadikan pohon-pohon tersebut tetap
tenggelam dan tertimbun.
2. Model Formasi Transportasi Material (Teori Drift)
Berdasarkan teori drift ini, batubara terbentuk dari timbunan pohon-pohon
kuno atau sisa-sisa tumbuhan yang tertransportasikan oleh air dari tempat
tumbuhnya. Dengan kata lain pohon-pohon pembentuk batubara itu
tumbang pada lokasi tumbuhnya dan dihanyutkan oleh air sampai
berkumpul pada suatu cekungan dan selanjutnya mengalami proses
pembenaman ke dasar cekungan, lalu ditimbun oleh tanah yang terbawa
oleh air dari lokasi sekitar cekungan.
5. Materi Pembentuk Batubara
Jenis-jenis tumbuhan pembentuk batubara dan umurnya menurut Diessel (1981)
adalah sebagai berikut :
1. Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal.
2. Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari
alga.
3. Pteridofita, umur Devon Atas hingga Karbon Atas. Tetumbuhan tanpa
bunga dan biji, berkembang biak dengan spora dan tumbuh di iklim
hangat.

4. Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur


Tengah. Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal
pinus, mengandung kadar getah (resin) tinggi.
5. Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan
modern, buah yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga,
kurang bergetah dibanding gimnospermae sehingga, secara umum, kurang
dapat terawetkan.
6. Jenis-jenis Batubara
Dari tinjauan beberapa senyawa dan unsur yang terbentuk pada saat proses
coalification (proses pembatubaraan), maka dapat dikenal beberapa jenis batubara
antara lain :
1. Antrasit adalah kelas batubara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan
(luster) metalik, mengandung antara 86% 98% unsur karbon (C) dengan
kadar air kurang dari 8%.
2. Bituminus

adalah

kelas

batubara

yang mengandung

68

86%

unsur karbon (C) dan berkadar air 8 10% dari beratnya.


3. Sub-bituminus adalah batubara yang mengandung sedikit karbon dan
banyak air, dan oleh karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien
dibandingkan dengan bituminus.
4. Lignit atau batubara coklat adalah batu bara yang sangat lunak yang
mengandung air 35-75% dari beratnya dan umumnya digunakan sebagai
bahan bakar untuk pembangkit listrik.
5. Gambut adalah batubara yang berpori dan memiliki kadar air di atas 75%
serta nilai kalori yang paling rendah.
7. Pemanfaatan Batubara
Ditinjau dari segi pemanfaatannya, batubara dapat dibagi menjadi 3 (tiga)
golongan, yaitu:
1. Batubara untuk bahan bakar, disebut batubara bahan bakar (steaming coal,
fuel coal, atau energy coal)
2. Batubara bitumen untuk pembuatan kokas, disebut batubara kokas
(cooking coal)

3. Batubara untuk dibuat bahan-bahan dasar energi lainnya, disebut batubara


konversi (conversion coal).

Anda mungkin juga menyukai