Anda di halaman 1dari 12

Gambar 3.

2 Stoker Boiler

 Pembakaran Batubara Serbuk Coal Combustion/PCC

Pada PCC, batubara diremuk dulu dengan menggunakan coal pulverizer (coal mill)
sampai berukuran 200 mesh (diameter 74μm), kemudian bersama – sama dengan udara
pembakaran disemprotkan ke boiler untuk dibakar. Pembakaran metode ini sensitif
terhadap kualitas batubara yang digunakan, terutama sifat ketergerusan (grindability),
sifat slagging, sifat fauling, dan kadar air (moisture content). Batubara yang disukai
untuk boiler PCC adalah yang memiliki sifat ketergerusan dengan HGI (Hardgrove
Grindability Index) di atas 40 dan kadar air kurang dari 30%, serta rasio bahan bakar
(fuel ratio) kurang dari 2. Pembakaran dengan metode PCC ini akan menghasilkan abu
yang terdiri diri dari clinker ash sebanyak 15% dan sisanya berupa fly ash.

Gambar  3.3 PCC Boiler

 Pembakaran Lapisan Mengambang (Fluidized Bed Combustion/FBC)


Pada pembakaran dengan metode FBC, batubara diremuk terlebih dulu dengan
menggunakan crusher sampai berukuran maksimum 25mm. Tidak seperti
pembakaran menggunakan stoker yang menempatkan batubara di atas kisi api
selama pembakaran atau metode PCC yang menyemprotkan campuran batubara dan
udara pada saat pembakaran, butiran batubara dijaga agar dalam posisi
mengambang, dengan cara melewatkan angin berkecepatan tertentu dari bagian
bawah boiler.

Gambar 3.4 Tipikal boiler FBC

 PFBC
Pada PFBC, selain dihasilkan panas yang digunakan untuk memanaskan air
menjadi uap untuk memutar turbin uap, dihasilkan pula gas hasil pembakaran yang
memiliki tekanan tinggi yang dapat memutar turbin gas, sehingga PLTU yang
menggunakan PFBC memiliki efisiensi pembangkitan yang lebih baik dibandingkan
dengan AFBC karena mekanisme kombinasi (combined cycle) ini. Nilai efisiensi bruto
pembangkitan (gross efficiency) dapat mencapai 43%.

Gambar 3.5 Prinsip kerja PFBC

 Peningkatan efisiensi panas


Untuk lebih meningkatkan efisiensi panas, unit gasifikasi sebagian (partial
gasifier) yang menggunakan teknologi gasifikasi lapisan mengambang (fluidized bed
gasification) kemudian ditambahkan pada unit PFBC. Dengan kombinasi teknologi
gasifikasi ini maka upaya peningkatan suhu gas pada pintu masuk (inlet) turbin gas
memungkinkan untuk dilakukan.

Pada proses gasifikasi di partial gasifier tersebut, konversi karbon yang dicapai
adalah sekitar 85%. Nilai ini dapat ditingkatkan menjadi 100% melalui kombinasi
dengan pengoksidasi (oxidizer). Pengembangan lebih lanjut dari PFBC ini dinamakan
dengan Advanced PFBC (A-PFBC), yang prinsip kerjanya ditampilkan pada gambar
10 di bawah ini. Efisiensi netto pembangkitan (net efficiency) yang dihasilkan pada A-
PFBC ini sangat tinggi, dapat mencapai 46%.

Gambar 3.6 Prinsip kerja A-PFBC

 ICFBC
Ruang pembakaran utama (primary combustion chamber) dan ruang
pengambilan panas (heat recovery chamber) dipisahkan oleh dinding penghalang
yang terpasang miring. Kemudian, karena pipa pemanas (heat exchange tube) tidak
terpasang langsung pada ruang pembakaran utama, maka tidak ada kekhawatiran
terhadap keausan pipa sehingga pasir silika digunakan sebagai pengganti batu kapur
untuk media FBC. Batu kapur masih tetap digunakan sebagai bahan pereduksi SOx,
hanya jumlahnya ditekan sesuai dengan keperluan saja.
Gambar 3.7 ICFBC

 IGCC
pada sistem ini terdapat alat gasifikasi (gasifier) yang digunakan untuk
menghasilkan gas, umumnya bertipe entrained flow. Yang tersedia di pasaran saat
ini untuk tipe tersebut misalnya Chevron Texaco (lisensinya sekarang dimiliki GE
Energy), E-Gas (lisensinya dulu dimiliki Dow, kemudian Destec, dan terakhir
Conoco Phillips ), dan Shell. Prinsip kerja ketiga alat tersebut adalah sama, yaitu
batubara dan oksigen berkadar tinggi dimasukkan kedalamnya kemudian
dilakukan reaksi berupa oksidasi sebagian (partial oxidation) untuk menghasilkan
gas sintetis (syngas), yang 85% lebih komposisinya terdiri dari H2 dan CO.
Karena reaksi berlangsung pada suhu tinggi, abu pada batubara akan melebur dan
membentuk slag dalam kondisi meleleh (glassy slag). Adapun panas yang
ditimbulkan oleh proses gasifikasi dapat digunakan untuk menghasilkan uap
bertekanan tinggi, yang selanjutnya dialirkan ke turbin uap.

Gambar 3.8 Tipikal IGCC

 Pembangkitan Kombinasi Dengan Gasifikasi Batubara


Peningkatan efisiensi pembangkitan dengan mekanisme kombinasi melalui
pemanfaatan gas sintetis hasil proses gasifikasi seperti pada A-PFBC, selanjutnya
mengarahkan teknologi pembangkitan untuk lebih mengintensifkan penggunaan
teknologi gasifikasi batubara ke dalam sistem pembangkitan. Upaya ini akhirnya
menghasilkan sistem pembangkitan yang disebut dengan Integrated Coal
Gasification Combined Cycle (IGCC).
D. Gambaran umum PLTU batubara

Seperti kita ketahui bahwa PLTU batu bara merupakan jenis pembangkit terbesar
yang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia (PLN) untuk mengatasi kekurangan
pasokan listrik dan untuk mengurangi ketergantungan BBM pada PLTD (Diesel). Ini
tercermin pada program percepatan listrik nasional tahap pertama dan kedua, walaupun
porsinya dikurangi di tahap kedua. Untuk itu, berikut ini singkat sistem kerja PLTU
batubara yang ada dan berdasar pada referensi. Prinsip kerja PLTU batubara secara
umum dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 3.9 Prinsip kerja PLTU

Keterangan gambar :
1. Cooling tower
2. Cooling water pump
3. Transimission line 3 phase
4. Transformer 3-phase
5. Generator Listrik 3-phase
6. Low pressure turbine
7. Boiler feed pump
8. Condenser
9. Intermediate pressure turbine
10. Steam governor valve
11. High pressure turbine
12. Deaerator
13. Feed heater
14. Conveyor batubara
15. Penampung batubara
16. Pemecah batubara
17. Tabung Boiler
18. Penampung abu batubara
19. Pemanas
20. Forced draught fan
21. Preheater
22. combustion air intake
23. Economizer
24. Air preheater
25. Precipitator
26. Induced air fan
27. Cerobong
Prinsip kerja PLTU batubara adalah sebagai berikut :
1. Batubara dari luar dialirkan ke penampung batubara dengan conveyor (14) kemudian
dihancurkan dengan the pulverized fuel mill (16) sehingga menjadi tepung batubara.
2. Kemudian batubara halus tersebut dicampur dengan udara panas (24) oleh forced
draught fan (20) sehingga menjadi campuran udara panas dan bahan bakar (batu
bara).
3. Dengan tekanan yang tinggi, campuran udara panas dan batu bara disemprotkan
kedalam Boiler sehingga akan terbakar dengan cepat seperti semburan api.
4. Kemudian air dialirkan keatas melalui pipa yang ada dinding Boiler, air tersebut akan
dimasak dan menjadi uap, dan uap tersebut dialirkan ke tabung boiler (17) untuk
memisahkan uap dari air yang terbawa.
5. Selanjutnya uap dialirkan ke superheater(19) untuk melipatgandakan suhu dan
tekanan uap hingga mencapai suhu 570°C dan tekanan sekitar 200 bar yang
meyebabkan pipa ikut berpijar merah.
6. Uap dengan tekanan dan suhu yang tinggi inilah yang menjadi sumber tenaga turbin
tekanan tinggi (11) yang merupakan turbin tingkat pertama dari 3 tingkatan.
7. Untuk mengatur turbin agar mencapai set point, kita dapat menyeting steam governor
valve (10) secara manual maupun otomatis.
8. Suhu dan tekanan uap yang keluar dari Turbin tekanan tinggi (11) akan sangat
berkurang drastis, untuk itu uap ini dialirkan kembali ke boiler re-heater (21) untuk
meningkatkan suhu dan tekanannya kembali.
9. Uap yang sudah dipanaskan kembali tersebut digunakan sebagai penggerak turbin
tingkat kedua atau disebut turbin tekanan sedang (9), dan keluarannya langsung
digunakan untuk menggerakkan turbin tingkat 3 atau turbin tekanan rendah (6).
10. Uap keluaran dari turbin tingkat 3 mempunyai suhu sedikit diatas titik didih, sehingga
perlu di alirkan ke condensor (8) agar menjadi air untuk dimasak ulang.
11. Air tersebut kemudian dialirkan melalui deaerator (12) oleh feed pump (7) untuk
dimasak ulang. awalnya dipanaskan di feed heater (13) yang panasnya bersumber dari
high pressure set, kemudian ke economiser (23) sebelum di kembalikan ke tabung
boiler(17).
12. Sedangkan Air pendingin dari condensor akan di semprotkan kedalam cooling tower
(1) , dan inilah yang meyebabkan timbulnya asap air pada cooling tower. kemudian
air yang sudah agak dingin dipompa balik ke condensor sebagai air pendingin ulang.

13. Ketiga turbin di gabung dengan shaft yang sama dengan generator 3 phase (5),
Generator ini kemudian membangkitkan listrik tegangan menengah ( 20-25 kV).
14. Dengan menggunakan transformer 3 phase (4) , tegangan dinaikkan menjadi tegangan
tinggi berkisar 250-500 kV yang kemudian dialirkan ke sistem transmisi 3 phase.
15. Sedangkan gas buang dari boiler di isap oleh kipas pengisap(26) agar melewati
electrostatic precipitator (25) untuk mengurangi polusi dan kemudian gas yg sudah
disaring akan dibuang melalui cerobong (27).

E. Karakteristik Batubara Untuk PLTU

Karakteristik pembakaran batubara dalam sebuah pembangkit listrik terutama


dipengaruhi oleh :
1. Kualitas atau karakteristik batubara.
2. Batasan yang ditentukan oleh desain boiler.
3. Posisi burner, konfigurasi fisik dan luas perpindahan panas dalam ketel uap (boiler).
4. Kondisi operasional.

Gambar 4.1 Pembakaran Batubara

     Mengingat hal tersebut di atas, maka idealnya desain suatu pembangkit listrik
berbahan bakar batubara dibuat berdasarkan kualitas batubara yang akan digunakan. Atau
sebaliknya, batubara yang dipasok untuk sebuah pembangkit listrik seharusnya sesuai dengan
spesifikasi yang dipersyaratkan. Sering terjadi, keterlambatan pasokan batubara sesuai
spesifikasi menyebabkan digunakannya batubara lain yang kualitasnya tidak memenuhi
spesifikasi. Hal ini dapat mengganggu kelancaran pengoperasian pembangkit listrik.
     Beberapa pengaruh yang dapat terjadi jika menggunakan batubara di luar spesifikasi
(off design) pada pembangkit yang telah ada (existing) diantaranya adalah kinerja penggerus,
pengendapan abu (slagging dan fouling), dan karakteristik serta efisiensi pembakaran.
  “Kinerja mesin penggerus (pulverizer) biasanya berhubungan dengan nilai kalor dan
sifat ketergerusan (HGI, hardgrove grindability index)” (Savage, 1974). Apabila digunakan
batubara dengan kalori lebih rendah dari spesifikasi, maka diperlukan jumlah batubara yang
lebih banyak, sehingga penggerus kemungkinan perlu ditambah atau penggerus cadangan
perlu dioperasikan. Operasi PLTU tanpa penggerus cadangan ini sangat riskan dan dapat
mengganggu kelangsungan operasi PLTU. HGI menentukan cocok tidaknya batubara dengan
penggerus yang ada. Batubara keras atau dengan HGI rendah tidak cocok digerus pada
penggerus yang dirancang untuk batubara lunak (HGI tinggi).
    “Pengendapan (deposisi) abu pada permukaan area perpindahan panas pada sebuah
ketel uap adalah salah satu masalah yang paling serius yang dapat terjadi jika menggunakan
batubara diluar spesifikasi. Kecenderungan pembentukan endapan abu tergantung komposisi
dan titik leleh abu batubaranya. Selain kinerja mesin penggerus dan pengendapan abu,
penggunaan batubara diluar spesifikasi juga dapat mengganggu karakteristik dan efisiensi
pembakaran. Jika pembakaran tidak sempurna, maka efisiensi menurun dan kadar karbon
dalam abu meningkat. Hal ini dapat mengganggu kinerja  electrostatic  precipitator  yang
berfungsi menangkap abu terbang (fly ash) dan selanjutnya juga mempersulit pemanfaatan
abu” (Slamet Suprapto, 2009).
       Tabel berikut ini adalah contoh dari spesifikasi batubara yang dipergunakan untuk
PLTU Bukit Asam di Tanjung Enim, Sumatera Selatan. Data yang diperoleh adalah
berdasarkan nilai kontrak pada tahun 2008.

Spesifikasi Batubara untuk Pembangkit Listrik


ANALYSIS RANGE TYPICAL

Proximat Analysis (ar, % by wt) :


- Volatile Matter 33,47 – 43,22 40,00
- Fixed Carbon 32,10 – 43,50 37,00
- Total Moisture  17,38 – 32,23 28,00
- Ash Content 2,27 – 19,72 8,00

Hardgrove Grindability Index (HGI) 41,00 – 60,00 48,00

Heating Value (ar, Kcal/kg) :


- Net Calorific Value 3681 – 4967 4620
- Gross Calorific Value 4047 – 5309 5000

Ultimate Analysis (ar, % by wt) :


- Carbon 52,94 – 80,57 56,23
- Hydrogen 3,54 – 8,99 5,31
- Nitrogen 0,41 – 1,37 0,75
- Oxygen 9,37 – 24,63 13,78
- Sulfur 0,07 -2,49 1,00

Ash Analysis (ar, % by wt) :


- Silica 37,10 – 67,40 54,62
- Iron 2,50 – 10,78 5,40
- Alluminium Dioxide (Al2O3) 7,40 – 34,50 22,54
- Calsium Oxide (CaO) 1,50 – 8,40 2,40
- Magnesium Oxide (MgO) 1,40 – 4,40 2,40
- Sodium Oxide (Na2O) 1,80 – 6,60 4,10
- Potasium Oxide (K2O) 0,20 – 0,70 0,30

Fusion Point of Ash (in reducing atmosphere, o C)


: 782 – 1500 1250 Appr
- Initial Deformation 896 – 1580 1350+
- Fluid

Ukuran butiran :
- Lolos ayakan 50 mm, 95 %
- Lolos ayakan > 50 mm, 5 % 
Sumber : PLTU Bukit Asam, 2008
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan mengenai “Pemanfaatan Batubara
Sebagai Bahan Bakar PLTU” dapat disimpulkan bahwa :
1. Pengertian batubara adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari
endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses
pembatubaraan.
2. Bahan bakar yang digunakan pada PLTU adalah batubara jenis subbituminus dan
bituminus.
3. Pemanfaatan batubara sebagai bahan bakar PLTU merukan solusi yang dapat
dipilih untuk menghemat penggunaan bahan bakar minyak sebagai sumber tenaga
pembangkit listrik.
DAFTAR PUSTAKA

http://www.ptba.co.id/id/berita/detail/563/getting-to-know-coal (Diakses online pada tanggal


7 Maret 2020)
http://deninofiarman78.blogspot.com/2018/04/pengertian-pltu-dan-pola-pengoperasian.html
(Diakses online pada tanggal 8 Maret 2020)
https://alphapay.id/cara-kerja-pltu/ (Diakses online pada tanggal 7 Maret 2020)
https://www.sinarmasmining.com/posts/jenis-jenis-batubara (Diakses online pada tanggal 7
Maret 2020)
https://www.scribd.com/document/266918217/MAKALAH-KELOMPOK-1-
PEMANFAATAN-BATUBARA-SEBAGAI-BAHAN-BAKAR-PLTU-doc (Diakses
online pada tanggal 7 Maret 2020)
https://www.foreign-trade.com/wholesale/makalah-pemanfaatan-batubara_262027.html
(Diakses online pada tanggal 8 Maret 2020)

Anda mungkin juga menyukai