1. RIWAYAT HIDUP :
Kiai Syarif adalah seorang yang mempunyai darah keturunan orang sufi yang tidak
mau mengambil atau memanfaatkan harta kekayaan kecuali yang hanya sekedar dibutuhkan
untuk kekuatan fisik, dengan tujuan menunaikan ibadah dan mengabdi kepada Allah Swt.
Orang Tua beliau berasal dari kalangan Alim Ulama’ Desa Bulu Krampyangan. Oleh
karenanya ayahnya termasuk seorang sufi, maka tidak menutup kemungkinan bahwa Kyai
Syarif banyak dipengaruhi watak dan kepribadian orang tuanya dikemudian hari. Itulah
sebabnya semenjak kecil beliau dikenal sebagai seorang yang jujur, penyantun dan punya
sopan santun, beliau suka bertafakkur (berfikir) dan cenderung kepada pengalaman
kerokhanian dan beliau menuntut ilmu dikalangan pesantren Pasuruan, Cirebon (Banten) dan
terakhir beliau menuntut ilmu ke Makkah Al-Mukarromah sambil menunaikan ibadah haji.
6. JIWA KEPEMIMPINAN :
Rasulullah Saw adalah pemimpin sejati, yang telah melahirkan banyak sekali
pemimpin besar, Abu Bakar, Umar, Ustman & Ali, ini hanya beberapa dari banyak pemimpin
hasil cetakan Rasulullah Saw. Kiai Syarif meski jauh dibanding Rasulullah, bisa menjadi
contoh lain. Beliau dimasa hidupnya telah menjadi pemimpin. Ada satu teori yang
mengatakan, seorang pemimpin sejati adalah pemimpin yang dapat mencetak
pemimpin-pemimpin lain, seorang pemimpin sejati tidak akan takut tersaingi oleh
kemunculan pemimpin lainnya. Justru dia mendorong lahirnya pempimpin-pemimpin baru
karena beliau tak mau memonopoli kepemimpinan & ketokohan untuk dirinya sendiri.
Pada Tahun 1935 beliau telah mewariskan ilmunya kepada putranya yang bernama
Kiai Faqih & kemudian selang setelah + 13 tahun tepatnya pada Tahun 1948 beliau
mewariskan ilmunya lagi kepada salah satu santrinya yang berasal dari Kabupaten Gresik
yaitu yang bernama Kiai Chasan Chusen. Selain itu pula pada Tahun 1953 beliau juga
mewariskan ilmunya kepada Kiai Abdul Kodir berasal dari Kecamatan Winongan Kabupaten
Pasuruan yang sampai sekarang masih hidup dengan usia + 85 Tahun.
7. HUBUNGAN BERMASYARAKAT :
Dalam prakteknya Kiai Syarif tidak mau menonjolkan diri alias khumul (ketidak
terkenalan), buktinya kalau menghadiri suatu acara (kondangan) beliau memilih duduk
ditempat orang-orang biasa selalu ndepis (menyembunyikan diri) yaitu dibelakang, bukan
didepan.
Yang paling berkesan dari Kiai Syarif adalah akhlaknya : penghargaannya pada
orang lain, kedermawanannya, juga tindak tanduknya, kenyataannya dengan siapapun, Kiai
Syarif memang bersikap tawadhu’ lagi menghormat. Dari yang miskin sampai yang kaya, dari
yang jelata sampai yang berpangkat, semua dilayaninya, semua dihargainya. Tidak pandang
bulu, misalnya kalau beliau sedang menghadapi tamu, semua kebagian perhatiannya, semua
ditanyainya satu persatu sehingga tak ada yang merasa disepelekan.
Ibarat kran air, dalam memberi, tangan beliau adalah kran air yang longgar salurannya
sehingga air mengalir deras darinya. Bertemu dengan siapa saja, tangan beliau selalu terulur
untuk memberi.. Tidak hanya anak kecil atau anak muda tapi juga yang tua, lebih-lebih
kepada pengemis & anak yatim, beliau sendiri yg melayaninya (mengambil & menyerahkan
sendiri). Tak hanya dalam bentuk uang tapi juga barang.
Konon ada seorang santri punya usaha sarung yang berasal dari Kabupaten Gresik,
Dua kali dalam setahun selalu menghadiahi sarung kepada Kiai Syarif dengan jumlah yang
banyak, tapi beliau cukup mengambil satu buah sarung dan sisanya diberikan kepada
santri-santrinya yang kebetulah saat itu mengaji.
8. PENUTUP :
Dalam catatan terakhir Ini, kami perlu mengingatkan bahwa sebagai ulama Kiai
Syarif adalah pewaris Nabi Muhammad Saw, karena yang beliau upayakan adalah bagaimana
meneladani akhlak junjungan Nabi kita itu. Karena itu, bagaimanapun uswah tertinggi kita
adalah Rasulullah Saw, dan sudah barang tentu sebagai uswah hasanah yang tertinggi,
amaliyah dan akhlak Rasulullah jauh lebih luhur lagi. Artinya kalau akhlak Kiai Syarif sudah
begitu bagus, akhlak Rasulullah tentu jauh lebih bagus lagi.
Ini berarti ketika kita meneladani Kiai Syarif, kita meniatkannya untuk meneladani
Rasulullah Saw. Dengan begitu cinta kita kepada Kiai Syarif akan lebih mempertebal cinta
kita kepada Rasulullah Saw.
Sebagai rujukan keteladanan, maka mungkin kita akan menjumpai lebih banyak
kelebihan beliau, tanpa meninggalkan kemungkinan bahwa sebagai manusia biasa, beliau tak
lepas dari kekurangan (walaupun tidak banyak muncul dalam penelusuran kami), kami
memang sengaja lebih menampilkan sisi-sisi yang baik dari beliau untuk diteladani. Karena
ada hadist Rasulullah yang jadi pegangan kami, yaitu “Sebut-sebutlah kebaikan orang-orang
yang telah meninggal diantara kamu”.
Demikian sekelumit riwayat seorang Guru Besar Ilmu Tauhid, semoga akan
menjadikan tauladan bagi kita semua, dan tak lupa pula apabila ada kekhilafan atau
kekurangan, kami mohon ma’af yang sebesar-besarnya. Akhirnya dengan iringan do’a :
Allahummanfa’na bihi wabi’ulumihi fid-daraini. Amin.
KELUARGA BESAR
AL-MAGHFURLAH K. H. FAQIH SYARIF