Anda di halaman 1dari 12

1 |Aqidatul Awam

A. Ta’alluq Sifat – Sifat Ma’âni

Ta’alluq menurut bahasa ialah; bergantung, berkaitan,


bertalian berhubungan atau tercapai. Ta’alluq menururt
istilah dalam kajian ilmu tauhid, khususnya sifat-sifat
ma’âni adalah tentang sifat atas suatu pekerjaan setelah
sifat itu berdiri pada zat. Ada beberapa macam ta’alluq,
yaitu :

1. Ta’alluq sifat qudrat dan irâdat

Ta’alluq keduanya, kepada hal-hal yang jaiz atau yang


mumkin saja, tidak ta’alluq kepada hal-hal; yang wajib
dan tidak juga kepada hal-hal yang mustahil. Jika kedua
sifat ini ta’alluq kepada yang wajib, maka akan terjadi
tahsîl al hasil. Yaitu, mengadakan yang memang sudah
ada. Jika ta’alluq kepada yang memang wajib ada, maka
akan bertukar hakekat yang wajib kepada jaiz. Jika kedua
sifat ini mengadakan yang mustahil ada, maka akan
bertukar yang mustahil, menjadi jaiz. Ini semua tidak
mungkin terjadi. Oleh karena itu, kedua sifat ini, hanya
berta’alluq kepada yang jaiz, sebagai ta’alluq ta’tsir
(memberi bekas/memberi efek), dengan perincian
bahwa, sifat qudrat berkaitan dengan mengadakan dan
meniadakan sesuatu, sedangkan sifat irâdat berkaitan
dengan menentukan dan menghendaki sesuatu yang
sesuai dengan pilihan-Nya.

2 |Aqidatul Awam
2. Ta’alluq sifat sama’ dan bashar

Ta’alluq kedua sifat ini, kepada segala yang maujud


(yang ada), yaitu hal-hal yang wajib dan yang jaiz, tidak
ta’alluq kepada hal-hal mustahil, karena mustahil itu
memang tidak ada wujudnya. Nama ta’alluq kedua sifat
ini adalah; ta’alluq inkisyâf, artinya terbuka bagi Allah
Ta’ala segala yang maujûd. Hanya saja inkisyâf sama’,
berbeda dengan inkisyâf bashar, karena inkisyâf sama’
berarti tersingkap atau keterbukaan segala yang maujûd
melalui sama’ Allah Ta’ala , sedangkan inkisyâf bashar
adalah, keterbukaan segala yang maujûd melalui bashar
Allah Ta’ala. Tegasnya, segala yang berwujud, bersuara
dan berbunyi, diketahui oleh Allah Ta’ala, melalui sama’
dan bashar-Nya, secara wajib pada hukum akal bukan
jaiz pada hukum akal.

3. Ta’alluq sifat ‘ilmu dan kalâm

Kedua sifat ini, ta’alluq kepada hukum akal yang tiga,


yaitu ta’alluq kepada hal yang wajib, kepada hal yang jaiz
dan kepada hal yang mustahil. Maksudnya adalah, ‘ilmu
Allah Ta’ala mengetahui segala hal yang wajib, hal yang
mustahil dan hal yang jaiz. Tidak ada yang tertutup atau
luput dari ‘ilmu-Nya. Ta’alluq sifat ini dinamakan ta’alluq
inkisyâf juga, sedangkan sifat kalâm, dinamakan
ta’alluqnya dengan ta’alluq dalalah, artinya menunjukkan
atau menfirmankan segala hal yang wajib, mustahil dan
jaiz adanya.

3 |Aqidatul Awam
4. Sifat hayât

Sifat ini tidak ta’alluq kepada salah satu dari hukum akal
yang tiga, karena sifat ini, hanya menjadi syarat sah bagi
berdirinya sifat-sifat ma’âni yang enam itu kepada Zat.

B. Ta’alluq Sifat Ma’âni Satu Persatu :

1. Ta’alluq sifat qudrat

Yaitu, hubungan atau kaitan sifat ini dengan ciptaan atau


perubahan sesuatu yang dikehendaki oleh Allah Ta’ala.
Sasaran ta’alluqnya adalah segala yang jaiz atau segala
yang mumkin, yaitu :

a. Segala mumkin yang belum ada

Sedangkan bekas atau pengaruh ta’alluq qudrat kepada


mumkin yang belum ada, adalah :

1) Menetapkan yang mumkin itu, dalam keadaan


“tidak ada” selama waktu yang dikehendaki
2) Berubahnya yang mumkin itu, dari tiada menjadi
ada.

b. Segala mumkin yang sudah ada.

Sedangkan bekas atau pengaruh ta’alluq qudrat kepada


mumkin yang sudah ada, adalah :

4 |Aqidatul Awam
1) Tetapnya yang mumkin itu, dalam keadaan “ada”,
selama waktu yang dikehendaki
2) Berubahnya yang mumkin itu, dari satu kondisi
kepada kondisi yang lain
3) Kembalinya yang mumkin itu, menjadi tidak ada

Dari keterangan diatas, maka keta’alluqan qudrat kepada


segala yang mumkin, dapat dibagi menjadi tiga
kelompok, yaitu

1. Kelompok ta’aluq sulûhi qadîm (patut dalam azali)

Yaitu, kelayakan ta’alluq qudrat Allah Ta’ala, kepada


segala yang mumkin pada azali dan kelayakannya
adalah qadîm, karena qudrat itu bersifat qadîm. Oleh
sebab itu, dinamakan ta’alluq sulûhi, dengan ta’alluq
sulûhi qadîm.

2. Kelompok ta’alluq tanjîzi hadits

Yaitu, ta’alluq qudrat Allah Ta’ala secara langsung


kepada segala yang mumkin, sehingga segala yang
mumkin tadi mengalami perubahan, yakni menjadi ada
atau kembali menjadi tidak ada atau berubah dari satu
keadaan menjadi keadaan yang lain. Oleh sebab itu,
ta’alluq ini disebut dengan ta’alluq tanjîzi hadis.

3. Kelompok ta’alluq qabdlah

Yaitu, segala bentuk perubahan pada segala yang


mumkin, berada dalam qabdlah (genggaman) qudrat

5 |Aqidatul Awam
Allah Ta’ala, dalam arti bahwa, tidak terjadi suatu
perubahan pada diri sesuatu yang mumkin, kecuali
dengan ta’alluq tanjîzi qudrat kepada suatu yang mumkin.

Akhirnya, ta’alluq qudrat Allah Ta’ala kepada segala yang


mumkin, ada tujuh macam, yaitu :

1. Ta’alluq sulûhi qadîm, yaitu kelayakan ta’alluq


qudrat pada azali, kepada segala yang mumkin.
2. Ta’alluq qabdlah kepada mumkin ma’dum ( tidak
ada ), yaitu ta’alluq qudrat kepada mumkin,
sebelum yang mumkin itu diciptakan.
3. Ta’alluq tanjîzi kepada yang mumkin ma’dum,
yaitu ta’alluq qudrat kepada yang mumkin
ma’dum, untuk diciptakan, sehingga menjadi ada
ia.
4. Ta’alluq qabdlah kepada mumkin maujûd ( yang
sudah ada ), yaitu, mumkin yang sudah maujûd
itu, tidak mengalami perubahan. Kecuali dengan
ta’alluq qudrat secara tanjizi telah berlaku
padanya, sehingga berubah.
5. Ta’alluq tanjîzi kepada mumkin maujûd, yaitu
ta’alluq qudrat kepada yang mumkin maujûd,
untuk dirubah menjadi kembali tidak ada.
6. Ta’alluq qabdlah kepada yang mumkin sudah
ditiadakan, yaitu mumkin yang sudah ditiadakan,
berada dalam qabdah qudrat, sebelum
dibangkitkan kembali nanti dari kubur.

6 |Aqidatul Awam
7. Ta’alluq tanjîzi kepada yang mumkin sudah
ditiadakan, yaitu ta’alluq qudrat Allah Ta’ala
kepada yang mumkin sudah ditiadakan, untuk
dibangkitkan kembali pada hari pembalasan,
yakni ; hari kiamat.

2. Ta’alluq sifat Irâdat

Yaitu, ketentuan Allah Ta’ala terhadap yang mumkin,


dengan berkeadaan dari salah satu dua keadaan yang
bertentangan. Misalnya si A, bila lahir boleh menjadi
tinggi dan boleh menjadi pendek. Kekhususan bagi si A,
yang lahir sebagai orang yang pendek, termasuk tugas
dari ta’alluq irâdat. Setelah itu ta’alluq qudrat tanjîzi
menciptakan si A betul-betul menjadi pendek. Demikian
juga halnya ketentuan warna kulit, daerah dan nasab
yang terlebih dahulu ditentukan oleh sifat irâdat. Untuk
selanjutnya diciptakan oleh qudrat. Oleh sebab itu,
ta’alluq irâdat, terbagi dua kelompok, yaitu :

2.1. Kelompok ta’alluq sulûhi qadîm

Yaitu, kelayakan ta’alluq irâdat kepada segala yang


mumkin, untuk mengkhususkan yang mumkin tersebut,
agar mempunyai kondisi tertentu sebelum yang mumkin
itu maujud. Kelayakan ta’alluq irâdat kepada segala yang
mumkin adalah qadîm , karena bersifat qadîm, maka
ta’alluq sulûhi bagi irâdat, bersifat qadîm juga.

7 |Aqidatul Awam
2.2. Kelompok ta’alluq tanjizi qadîm

Yaitu, pengkhususan Allah Ta’ala secara langsung


terhadap suatu yang mumkin, berkeadaan dengan suatu
keadaan tertentu, sebelum yang mumkin itu diciptakan.
Kekhususan yang demikian juga bersifat qadîm, karena
Allah Ta’ala mengkhususkan ( menentukan ) suatu
keadaan kepada yang mumkin dengan irâdat-Nya yang
qadîm, maka ta’alluq tanjîzi bagi irâdat juga bersifat
qadîm.

Dengan uraian ini, dapat diketahui bahwa, segala yang


mumkin bila adanya berkeadaan dengan suatu keadaan
adalah, merupakan penjelmaan dari ta’alluq irâdat yang
tanjîzi. Sehingga sebahagian ulama Tauhid,
mengistilahkan bahwa; ta’alluq tanjîzi bagi qudrat adalah,
“ qada’ ” dan penjelmaan yang mumkin ke alam nyata
sesuai dengan ta’alluq tanjîzi irâdat, dinamakan dengan
“qadar”.

Irâdat (kehendak / ketentuan Allah ) tidak mesti sejalan


dengan perintah dan ridhoNya. Untuk itu ada empat
macam :

1. Kadang dikehendaki Allah, disuruhNya dan


diridhoiNya. Seperti iman orang yang diketahui
Allah keimanannya, Misalnya, Abu Bakr siddiq.

8 |Aqidatul Awam
2. Kadang tidak dikehendakiNya, tidak
diperintahNya dan tidak diridhoiNya. Seperti
kafirnya Abu Bakr.
3. Kadang dikehendakiNya, tidak diperintahNya dan
tidak diridhoiNya. Seperti kafirnya orang-orang
yang diketahui Allah, tidak akan beriman.
Misalnya, Fir’aun, Qarun dan orang-orang
bermaksiat

Kadang diperintahNya, tetapi tidak dikehendakiNya.


Seperti berimannya Fir’aun, Qarun dan lain-lain.

3. Ta’alluq sifat sama’

Para ulama mutakallimin, berbeda pendapat tentang


objek ta’alluq sifat sama’ (yang dita’alluqi oleh sama’).
Sebahagian mereka menyatakan, bahwa, sama’ hanya
ta’alluq kepada yang didengar saja, yaitu ; suara dan
bunyi. Pendapat ini sangat logis, oleh karena adanya
perbedaan pendapat ini, maka merekapun berbeda
pendapat pula dengan apa yang didengar oleh nabi Musa
as, dahulu. Sebahagian ulama menyatakan , yang telah
didengar oleh nabi Musa as, adalah kalâm nafsi,
sementara yang lain menyatakan adalah kalâm lafzhiy.

Selanjutnya sifat sama’ ini, mempunyai tiga segi ta’alluq,


yaitu :

a. Ta’alluq sulûhi qadîm yaitu, ta’alluq sama’ dengan


kita, sebelum kita diciptakan.

9 |Aqidatul Awam
b. Ta’alluq tanjîzi qadîm yaitu, ta’alluq dengan Zat
Allah Ta’ala
c. Ta’alluq tanjîzi hadits yaitu, ta’alluq sama’ kepada
kita, setelah kita diciptakan.

4. Ta’alluq sifat bashar

Yaitu, ta’alluq kepada yang maujûd (telah ada), baik


berupa zat, maupun sifat dari suatu yang mumkin. Bashar
juga mempunyai ta’alluq yang sama dengan ta’alluq
sama’.

5. Ta’alluq sifat ilmu

Sifat ilmu, hanya memiliki dua segi ta’alluq, yaitu :

a. Ta’alluq sulûhi qadîm

Yaitu, kelayakan atau kepatutan sifat ilmu ta’alluq kepada

segalanya; (wajib, mustahil dan jaiz), dengan berbagai


keadaan tanpa perantara, tanpa mumkin ada pada azali
dan kelayakannya tingkatan pengetahuan, (waham,
syak, Zhan dan yakin ) dan tanpa didahului oleh
ketidaktahuan (jahil). Oleh karena itu, ilmu bersifat qadîm.
Maka kelayakan ilmu ta’alluq kepada segala-galanya
adalah; qadîm, maka ta’alluq ini disebut, dengan ta’alluq
sulûhi qadîm.

10 |Aqidatul Awam
b. Ta’alluq tanjîzi qadîm

Yaitu, ta’alluq ilmu Allah kepada segala-galanya secara


langsung, dengan kondisi yang telah disebutkan.
Mustahil ilmu Allah Ta’ala yang maha tahu atas segala
sesuatu, didahului oleh ketidaktahuan (jahil). Oleh sebab
itu , ta’alluq tanjîzi ilmu Allah itu juga qadîm, dengan arti
kata, Allah Ta’ala tdak pernah tidak tahu; pada suatu
ketika; masa yang lalu, sekarang atau yang akan datang.
Karena ilmu-Nya meliputi segala waktu dan tempat

6. Ta’alluq sifat kalâm

Sebelum menjelaskan ta’alluq sifat kalâm, terlebih dahulu


akan dijelaskan macam-macam kalâm, yaitu :

a. Kalâm Nafsi
b. Kalâm Lafzhiy

Kalâm Nafsi adalah, kalâm yang tidak mempunyai huruf


dan tidak mempunyai suara atau bunyi. Manusia juga
mempunyai kalâm nafsi yaitu ; kata jiwa, ide dan kata hati
atau perasaan yang belum diutarakan atau belum
diucapkan, ketika belum menjadi alat komunikasi.

Kalâm Lafzhiy adalah ; lafazh–lafazh yang


mengibaratkan kalâm nafsi, yakni lafazh yang diucapkan
atau perwujudan dari kalâm nafsi, yang sama dengannya
dan tidak serupa dengan keberadaannya, karena kalâm
Lafzhiy telah berhuruf dan berbunyi.

11 |Aqidatul Awam
Memahami kedua kalâm ini, maka Al-Qur'an dalam arti
kalâm nafsiy adalah; sifat Allah Ta’ala yang qadîm.
Sedangkan Al-Qur'an dalam arti kalâm Lafzhiy yang ada
didalam mushaf adalah hadits. Inilah yang disampaikan
Jibril kepada Muhammad SAW, tertulis dan tersusun. Al-
Qur'an inilah, yang haram disentuh tanpa suci, dan Al-
Qur'an ini pula, yang sering dibaca dan ada pahalanya.
Maka ia ta’alluq kepada yang wajib, mustahil dan jaiz,
sebagai ta’alluq dalalah. Ta’alluq kepada yang wajib,
mustahil dan jaiz disebut dengan ta’alluq tanjîzi qadîm.
Sedangkan ta’alluq sifat kalâm kepada hal yang jaiz, ada
tiga macam, yaitu :

a. Ta’alluq tanjîzi qadîm, yaitu ta’alluq kalâm,


kepada hal jaiz dari segi ada atau tidaknya.
b. Ta’alluq tanjîzi hadits, yaitu ta’alluq kalâm, kepada
hal yang jaiz itu dari segi hukum yang jaiz pula,
untuk menjadi pegangan.
c. Ta’alluq sulûhi qadîm, yaitu ta’alluq kalâm kepada
hal yang jaiz, dari segi ada atau tidak adanya,
maupun dari segi hukum kejaizannya (kebolehan)
sebagai ta’alluq kelayakan.

Demikianlah ta’alluq sifat ma’âni, yang telah diuraikan


satu-persatu, kecuali sifat hayât. Sifat ini tidak
mempunyai ta’alluq, sebab ia hanya menjadi syarat sah
bagi sifat-sifat ma’âni, yang lain untuk berdiri (tetap ada)
pada zat Allah Ta’ala.

12 |Aqidatul Awam

Anda mungkin juga menyukai