Anda di halaman 1dari 140

Prinsip Rekayasa Struktur

Perbedaan Besi dengan Baja


◼ Besi merupakan material alami yang terbuat
dari unsur Fe. Unsur Fe (ferrum) yaitu logam
ferrous yang berbahan dasar unsur Fe
◼ Baja merupakan material buatan yang bukan
hanya berasal dari unsur besi, mangan,
fosfor, karbon, silikon, sulfur, dan sedikit
alumunium, nitrogen, dan oksigen dengan
kandungan karbon sebanyak 0,2 hingga 2,1
%.
◼ Perbedaan lain yang mencolok sebagai
perbedaan besi dan baja adalah pada
kekuatannya. Kekuatan material baja lebih
besar dibandingkan besi begitu pula dengan
tingkat keuletannya. Bahkan kekuatan dari
baja ini bisa mencapai 1000 kali lebih kuat
dibandingkan dengan material besi murni.
Namun daya redam baja lebih kecil jika
dibandingkan dengan material besi.
Besi Baja
Terbuat dari besi dan
Pembentukan Unsur Murni
karbon.
Karbon metalik dan logam
Jenis Besi cor, Besi Tempa dan Baja.
campuran

Memiliki elemen yang sama


Dengan cepat akan teroksidasi dan sekali berbeda yang
Terhadap
kemudian berkarat pada akhir mempertahankannya dari
karat
prosesnya. kerusakan seperti besi
murni.

Permukaannya tetap
Permukaan Permukaannya berkarat
mengkilat.

Untuk bangunan, perangkat dan Untuk bangunan, kereta


Penggunaan
peralatan serta kendaraan api, mobil, dan konstruksi.

Ketersediaannya harus
Keberadaan Tersedia di alam secara natural.
dibuat lebih dahulu.
Terdapat 3 Macam besi mentah :
◼ Besi mentah putih
◼ Besi mentah kelabu
◼ Besi mentah bentuk antara

Proses pembuatan baja :


◼ Proses Bessemer.
◼ Proses thomas.
◼ Proses Martin.
◼ Proses dengan dapur elektro.
◼ Proses dengan mempergunakan kui
◼ Proses aduk (proses puddle).
Sifat – sifat umum dari baja tergantung dari:
◼ Cara meleburnya.

◼ Macam dan banyaknya logam campuran

◼ Cara (proses) yang digunakan waktu pembuatannya.

◼ Dalam proses pembuatan baja maka logam campuran


baja itu sebagian sudah ada dalam bahan mentah itu
namun masih perlu ditambahkan pada waktu pembuatan
baja seperti : C, Mn, Si termasuk bahan utama S dan P.
Sifat – sifat utama baja untuk dapat
dipergunakan sebagai bahan bangunan :

◼ Keteguhan (solidity) artinya mempunyai ketahanan


terhadap tarikan, tekanan atau lentur
◼ Elastisitas (elasticity) artinya kemampuan /
kesanggupan untuk dalam batas –batas pembebanan
tertentu, sesudahnya pem- bebanan ditiadakan kembali
kepada bentuk semula.
◼ Kekenyalan / keliatan artinya kemampuan/kesanggupan
untuk dapat menerima perubahan perubahan bentuk
yang besar tanpa menderita kerugian- kerugian berupa
cacat atau kerusakan yang terlihat dari luar dan dalam
untuk jangka waktu pendek
◼ Kemungkinan ditempa - (maleability) sifat dalam
keadaan merah pijar menjadi lembek dan plastis
sehingga dapat dirubah bentuknya
◼ Kemungkinan dilas (weklability) artinya sifat dalam
keadaan panas dapat digabungkan satu sama lain
dengan memakai atau tidak memakai bahan tambahan,
tampa merugikan sifat -sifat keteguhannya
◼ Kekerasan (hardness) Kekuatan melawan terhadap
masuknya benda lain.
Dalam praktek hal penting yang
berhubungan dengan sifat baja adalah
◼ Penentuan syarat – syarat minimum harus dicantumkan
dalam kontrak pemesanan, pembelian dan penyerahan
bahan
◼ Garansi adanya sifat-sifat yang merata melalui dari
pengetesan pada waktu bahan datang
◼ Tuntutan – tuntutan yang tinggi yang tidak diperlukan
sebaiknya tidak dicantumkan karena tidak ekonomis
◼ Sifat-sifat baja harus selalu terjamin ada untuk kondisi
pengerjaan dari baja misalnya pemotongan, pengeboran
pengelasan.
◼ Sebaliknya pada saat pengerjaan baja maka dijaga
sedemikian rupa sehingga sifat – sifat baja tidak hilang
◼ Bentuk - bentuk bagian dari konstruksi bangunan dan
sambungan - sambungan tidak mengakibatkan sifat -
sifat baja menjadi berubah.
BAJA GOL.1
Yang termasuk dalam golongan 1 adalah baja St 37 yang
lazim digunakan di Eropa dan Indonesia. Baja ini dibuat
melalui proses thomas dan Martin.

Angka 37 berarti bahwa minimum keteguhan putus tarik


adalah 37 Kg/mm2.

Baja St 00 juga termasuk dalam golongan 1 dengan


kwalitas perdagangan.

Dipergunakan untuk konstruksi gedung-gedung yang


kurang penting sehingga pengetesan tidak diperlukan
cukup hanya melalui pengelihatan
BAJA GOL.2

Keuntungan :
◼ Digunakan bila konstruksi memerlukan bahan yang
ringan.
◼ Lebih tahan terhadap pertukar-an beban.

◼ Menjadikan tegangan sekunder lebih kecil.

Kerugian :
◼ Harganya lebih tinggi.
◼ Sifatnya lebih getas.
◼ Mengerjakannya lebih sulit karena lebih keras
◼ Jika digunakan jembatan menjadi tidak kaku atau
lendutannya besar.
Pada dasarnya untuk kekuatan konstruksi persyaratan yang
Diperlukan adalah:
◼ syarat kekuatan

◼ syarat kekakuan

Dengan mengetahui kerugian dari type baja ini maka untuk


konstruksi jembatan perlu adanya penyesuaian penyesuaian
sbb :
◼ tinggi jembatan dibuat lebih untuk mengimbangi adanya

lendutan yang besar


◼ Tegangan yang diizinkan tidak digunakan sepenuhnya

sehingga perhitungan boros/ mahal.


Uji Baja Bangunan adalah :

◼ Uji Tarik
◼ Uji Lentur
◼ Uji kekerasan
◼ Uji Tarik Pukul Lentur
◼ Uji Tarik Pukul
PROFIL BAJA

Ada 2 macam bentuk profil baja berdasarkan cara


pembuatannya :
◼ Hot Rolled Shapes (mengandung residual stress).
◼ Cold Formed Shapes (light gage cold form steel).
Standard Rolled Shapes

Wide Flange
Normal Profil Baja Siku Kanal Profil
Shape
Beberapa Cold Formed Shapes

I-Shaped Double Channels e channels Har Section


Standard yang digunakan untuk
perencanaan struktur baja

◼ SNI : Standar Nasional Indonesia


◼ AISC : American Institut of Steel Construction
◼ ASTM : America Society for Teding Material
◼ DIN : Denteh Industrial Narmen
◼ JIS : Japan Industrial Standard
Kriteria optimum desain
struktur
1. Biaya minimum
2. Berat minimum
3. Waktu konstruksi minimum
4. Jumlah tenaga kerja minimum
5. Efisiensi pengoperasian yang
maksimum
STANDAR BAJA

Standarisasi atau norma yang disusun


dan diedarkan oleh lembaga – lembaga
normalisasi/standarisasi yakni aturan
yang dikeluarkan oleh asosiasi, institusi
suatu negara produsen material yang
meliputi : pengaturan cara penulisan,
pengelompokkan, pengkelasan, perserian
suatu material.
◼ Hampir di tiap negara memiliki standarisasi
sendiri.
◼ Secara internasional diberlakukan standar
atau norma internasional untuk seluruh dunia
yakni ISO (International Standard
Organization) atau International Organization
for Standardization.
◼ Mungkin kita sering mendengar istilah JIS,
SNI, ASTM dan yang lainnya
1. ANSI (American National Standards Institute)

◼ Adalah sebuah lembaga nirlaba swasta yang


mengawasi pengembangan standar konsesus
sukarela untuk produk, jasa, proses, sistem, dan
personel di Amerika Serikat. Lembaga tersebut
mengawasi pembuatan, diberlakukannya, dan
penggunaan ribuan norma dan pedoman yang secara
langsung berdampak bisnis di hampir setiap sektor.
◼ Lembaga tersebut juga mengkoordinasikan standar
Amerika Serikat dengan standar internasional
sehingga produk – produk Amerika Serikat dapat
digunakan di seluruh dunia
2. (AISI) American Iron and Steel
Institute

◼ Standar yang dibuat oleh American Iron


and Steel Institute,
◼ Standar ini menyatakan atau memuat
tentang standar untuk komposisi baja,
dimana 2 digit terakhir menyatakan kadar
karbon dalam suatu baja tersebut dan 2
digit pertama adalah kode jenis baja
tersebut (high carbon, high alloy, stainless
steel, dll)
3. ASTM (American Standard Testing and
Material)
◼ ASTM Internasional merupakan organisasi
internasional sukarela yang mengembangkan
standarisasi teknik untuk material, produk,
sistem dan jasa. ASTM Internasional yang
berpusat di Amerika Serikat.
◼ ASTM merupakan singkatan dari American
Society for Testing and Material, dibentuk
pertama kali pada tahun 1898 oleh sekelompok
insinyur dan ilmuan untuk mengatasi bahan baku
besi pada rel kereta api yang selalu bermasalah.
Sekarang ini, ASTM mempunyai lebih dari 12.000
buah standar.
4. SAE (Society of Automotive Enggineers)

◼ Adalah organisasi yang bergerak secara aktif


di dunia global dalam bidang asosiasi
professional dan organisasi standard untuk
engineer secara professional, khususnya di
dalam per – industrian.
◼ Organisasi ini mengembangkan standar dari
koordinasi standar teknik yang ada dengan
didasarkan oleh praktik terbaik yang telah
diteliti oleh komite SAE dan badan Task Force
(sejenis Research & Development)
5. JIS (Japan Industrial Standard)

◼ Adalah suatu organisasi standar yang dibuat


oleh pemerintah Jepang yang bergerak dalam
pembuatan standar – standar yang ada di
jepang khususnya dalam bidang perindustrian.
◼ Proses standarisasi yang dibuat oleh JIS
berada dibawah pengawasan JISC (Japan
Industrial Standard Comitte), dan hasil dari
standard yang telah dibuat dipublikasikan
oleh JSA (Japan Standard Asosiation).
6. DIN (Deutsches Institut fur Normung /
German institute for Standardization)

◼ Adalah organisasi nasional Jerman untuk


standarisasi.
◼ DIN terdaftar secara legal di Registered
German Asosiation (RGA) yang berpusat di
Berlin.
◼ DIN telah membuat beribu – ribu standar,
salah satunya adalah DIN 476.
7. SNI (Standar Nasional Indonesia)

◼ Adalah satu – satunya standar yang berlaku


secara nasional di Indonesia. SNI dirumuskan
oleh Panitia Teknis dan ditetapkan oleh Badan
Standarisasi Nasional.
◼ Agar SNI memperoleh keberterimaan yang
luas antara para stakeholder, maka SNI
dirumuskan dengan memenuhi WTO Code of
good practice
Kriteria Besi Baja Standar SNI
sesuai Ketetapan BSN
◼ Kawat tanpa lapisan di pilin untuk konstruksi beton
praktekkan (PC Strand/KBjP-P7)
◼ Kawat baja tanpa lapisan untuk konstruksi beton
praktekkan (PC Wire / KBjP)
◼ Kawat baja kuens (Quench) temper untuk konstruksi
beton praktekkan (PC Bar / KBjP — Q)
◼ Besi baja profil H hasil pengelasan dengan filter yang
digunakan untuk konstruksi umum
◼ Baja profil WF — Beam proses canai panas (Bj.P WF
Beam)
◼ Baja profil kanal U proses canai panas (Bj.P I
— Beam)
◼ Baja profil siku sama kaki proses canai panas
(Bj.P siku sama kaki)
◼ Tali kawat baja
◼ Tali kawat baja dalam industri migas
◼ Penyambung pipa dari besi cor meleabel
hitam
Ciri Besi Baja Berstandar
SNI
1. Label
◼ Tidak hanya identitas produsen dan informasi

diameter, pada label ini juga biasanya akan memuat


informasi mengenai warna, nomor heat, tanggal
produksi, juga nomor seri produksi.
2. Kekuatan
◼ Kekuatan antara besi baja polos BJTP dengan besi

baja berulisr BJTS memiliki perbedaan sangat


signifikan. Kalau BJTP standari biasanya BJTP 24, tapi
kalau besi baja berulir tingkatannya dimulai dari BJTS
30, BJTS 35, sampai BJTS 40
3. Warna
◼ Pada umumnya kriteria pemberian label warna pada

besi baja standar SNI meliputi Besi baja kelas BJTP


24 menggunakan warna hitam, besi baja kelas BJTP
30 menggunakan warna biru begitupula dengan besi
baja kelas BJTS 30, besi baja kelas BJTS 35
menggunakan warna merah, besi baja BJTS 40
menggunakan warna kuning.
4. Dimensi
5. Harga
Tulangan Baja
◼ Berdasarkan SNI 07-2052-2002, besi beton dibedakan
menjadi dua, yaitu baja tulangan beton polos (BjTP) dan
baja tulangan beton sirip (BjTS). Baja tulang beton polos
atau yang disebut beton polos memiliki permukaan yang
rata dan rapi, sedangkan besi beton ulir memiliki sirip
melintang dengan sudut kurang dari 450 terhadap sumbu
batang.
◼ Apabila membentuk sudut 450 hingga 700, arah sirip
melintang pada satu sisi atau kedua sisi dibuat
berlawanan. Jika diatas 700 maka arah yang berlawanan
tidak diperlukan.
◼ Fungsi sirip atau ulir tersebut ialah untuk meningkatkan
dan menahan gerakan membujur dari batang secara
relatif terhadap beton.
◼ Perbedaan besi beton polos dengan
sirip terletak pada ukuran diameternya.
Ada beberapa ukuran yang dimiliki oleh
beton polos sedangkan ulir tidak, begitu
pun sebaliknya
Tulangan Baja Polos
Tulangan Baja Sirip/ Ulir
Bentuk Besi Polos dan Ulir
Bentuk Penampang Baja
Tabel Berat Besi Baja H Beam
No UKURAN (mm) PANJANG Weight (Kg) BERAT /M1 (Kg)
(M)
1 L 100x100x6x8 12 206 17.167
2 L 125x125x5x7 12 222 18.500
3 L 125x125x6.5×9 12 286 23.833

4 L 150x150x7x10 12 378 31.500

5 L 175x175x7x11 12 482 40.167

6 L 200x200x8x12 12 599 49.917

7 L 250x250x9x14 12 869 72.417

8 L 300x300x10x15 12 1128 94.000

9 L 250x350x12x19 12 1644 137.000

10 L 400x400x13x21 12 2064 172.000


Cara membaca tabel berat besi
baja H Beam diatas adalah:
◼ Sebagai Contoh : L 100X100X6X8mm-12 M’ 206 kg
17.167
◼ Arti dimensi besi H beam tersebut adalah :
◼ Panjang 12 M
◼ Tinggi 10 cm
◼ Lebar 10 cm
◼ Tebal Badan 6 mm
◼ Tebal sayap 8 mm
◼ Mempunyai berat total 206 kg
◼ Sedangkan berat per M : 206 / 12 = 17.167
Tabel Berat Besi Baja WF ( Wide
Flanger)

NO UKURAN (mm) PANJANG (M) Weight (Kg) BERAT /M1 (Kg)


1 WF 100X50X5 X7 12 112 9.333
2 WF 125X60X6 X8 12 158 13.200
3 WF 148X100X6X9 12 253 21.100
4 WF 150X75X5X7 12 168 14.000
5 WF 175X90X5X8 12 217 18.100
6 WF 198X99X4,5X7 12 218 18.200
7 WF 200X100X3,2X4,5 12 143 11.917

8 WF 200X100X5,5X8 12 256 21.333


9 WF 248X124X5X8 12 308 25.700
10 WF 250X125X6X9 12 355 29.600
11 WF 298X149X6X8 12 384 32.000
12 WF 300X150X6,5X9 12 440 36.700

13 WF 346X174X6X9 12 497 41.417


14 WF 350X175X7X11 12 595 49.600
15 WF 396X199X7X11 12 680 56.625
16 WF 400X200X8 X13 12 792 66.000
17 WF 446X199X8X12 12 794 66.200
18 WF 450X200X9X14 12 912 76.000
19 WF 500X200X10X16 12 1075 89.583

20 WF 588X300X10X16 12 1812 151.000

21 WF 600X200X11X17 12 1272 106.000

22 WF 700X300X13X24 12 2220 185.000

23 WF 800X300X14X26 12 2520 210.000


Cara membaca tabel berat besi baja WF (
Wide Flange) diatas adalah :

◼ Sebagai Contoh : WF 100x50x5x7mm-12 M’ 112 kg


9.333
◼ Artinya dimensi besi WF tersebut adalah :
◼ Panjang 12 m
◼ Tinggi 10 cm
◼ Lebar 5 cm
◼ Tebal badan 5 mm
◼ Tebal sayap 7 mm
◼ Mempunyai berat total 112 kg
◼ Sedangkan berat per M : 112/12 = 9.333 kg
Tabel Berat Besi Baja kanal C/ CNP

No UKURAN (mm) PANJANG (M) Weight (Kg) BERAT /M1 (Kg)

1 L 60X30X10X1,6 6 9.76 1.627


2 L 75X35X15X1,6 6 12.4 2.067
3 L 75 X45X15X1,6 6 13.9 2.320

4 L 75X45X15X2,3 6 19.5 3.250


5 L 100X50X20X1,6 6 17.5 2.917

6 L 100X50X20X2,3 6 24.4 4.067

7 L 100X50X20X3,2 6 33 5.500

8 L 125X50X20X2,3 6 27.1 4.517

9 L 125X50X20X3,2 6 36.8 6.133

10 L 150X50X20X2,3 6 29.8 4.967

11 L 150X50X20X3,2 6 40.6 6.767

12 L 150X65X20X2,3 6 33 5.500

13 L 150X65X20X3,2 6 45.1 7.517

14 L 200X75X20X3,2 6 55.6 9.270


Cara membaca tabel berat besi
baja canal C diatas adalah :

◼ Sebagai Contoh : L 60x30x10x1.6 mm-6 M’ 9.76 kg


1.627
◼ Artinya dimensi besi Canal C tersebut adalah :
◼ Panjang 6 m
◼ Tinggi 6 cm
◼ Lebar 3 cm
◼ Bibir 1 cm
◼ Tebal badan 1.6 cm
◼ Mempunyai berat total adalah 9.76 kg
◼ Sedangkan berat per M : 206/6 = 1.627 kg
Jenis Baja
• Besi Beton Ulir
◼ Besi Beton Polos

• Baja Ringan
◼ Baja

• BRC
◼ Wiremesh
Baja Profil Atap

◼ Cakar Ayam • Paku dan Bendrad

◼ Floor Deck • Roofmesh


◼ STRUKTUR BAJA UNTUK GEDUNG
◼ SNI 1729-2002 Tata cara perencanaan struktur baja
untuk bangunan gedung
◼ SNI 1729-2015 Spesifikasi untuk bangunan gedung baja
struktural

◼ PERENCANAAN KETAHANAN GEMPA UNTUK


GEDUNG
◼ SNI 1726-2002 Standar perencanaan ketahanan gempa
untuk struktur bangunan gedung
◼ SNI 1726-2012 Tata cara perencanaan ketahanan gempa
untuk struktur bangunan gedung dan non gedung
Disain Struktur Baja
◼ Didasarkan atas sifat material baja yang dapat
menahan tegangan tarik maupun tekan
◼ Kekuatan dan daktilitas material baja relatif tinggi
◼ Struktur ringan sehingga menguntungkan untuk
struktur jembatan bentang panjang, bangunan tinggi,
ataupun struktur cangkang
◼ Waktu pengerjaan relatif singkat (tidak memerlukan
set-up time)
◼ Disain meliputi disain elemen dan sambungan
◼ Kelangsingan elemen harus diperhitungkan untuk
menghindari hilangnya kekuatan akibat tekuk
Struktur Baja
◼ Terbagi atas 3 kategori:
◼ Struktur rangka, dengan elemen-elemen
tarik, tekan, dan lentur
◼ Struktur cangkang (elemen tarik dominan)
◼ Struktur tipe suspensi (elemen tarik
dominan)
Sistem Struktur
Struktur Baja Bangunan Industri

Bentang < 20 m -> tanpa haunch Bentang 40 - 70 m


Bentang > 20 m -> dengan haunch

Bentang > 70 m
Rangka Batang Ruang
Sistem Struktur
Sistem Bracing Bangunan Industri

Panjang sampai (60-80) m

Panjang melebihi (60-80) m


Perencanaan Berdasarkan LRFD
(Load and Resistance Factor Design)

◼ LRFD (Load And Resistance Factor


Design) adalah suatu metode dalam
perencanaan bangunan gedung yang
memperhitungkan faktor beban dan
faktor ketahanan material.
Konsep Pembebanan
◼ Beban Mati (Dead Load)
◼ Beban Hidup (Life Load)
◼ Beban Angin (Wind Load)
◼ Beban Gempa (Earthquake
Load)
◼ Perencanaan berdasarkan kondisi-kondisi batas
◼ Kekuatan (keselamatan): kekuatan, stabilitas,

fatique, fracture, overturning, sliding


◼ Kenyamanan: lendutan, getaran, retak

◼ Memperhitungkan dan memisahkan probabilitas


overload dan understrength secara explisit
◼ Perhitungan:
Rn = Kekuatan nominal
R n    i Q i Q = Beban nominal
 = Faktor reduksi kekuatan
 = Faktor beban
Perencanaan Berdasarkan LRFD (Baja)
Faktor Keamanan
◼ Faktor Beban: tergantung jenis dan kombinasi
Q = 1.4 D
Q = 1.2 D + 1.6 L
Q = 1.2 D + 1.3 W
Q = 1.2 D + 1.0 E
Q = 0.9 D + 1.3 W
Q = 0.9 D + 1.0 E

◼ Faktor Ketahanan: tergantung jenis elemen dan


kondisi batas
◼ Gaya aksial tarik t = 0.9
◼ Gaya aksial tekan c = 0.85
◼ Lentur c = 0.9
◼ Geser balok v = 0.9
Sifat Material Baja
◼ Tipikal Kurva Tegangan vs Regangan Baja
Kurva Tegangan vs Regangan Baja
Penampang Elemen Tarik
Struktur Baja
Penampang Elemen Tekan
Struktur Baja
Penampang Elemen Lentur
Struktur Baja
Perencanaan Batang Tarik
Perencanaan Batang Tarik
◼ Penggunaan baja struktur yang paling efisien adalah
sebagai batang tarik, dimana seluruh kekuatan batang
dapat dimobilisasikan secara optimal hingga mencapai
keruntuhan
◼ Batang tarik adalah komponen struktur yang memikul/
mentransfer gaya tarik antara dua titik pada struktur
◼ Suatu elemen direncanakan hanya memikul gaya tarik
jika:
◼ Kekakuan lenturnya dapat diabaikan, seperti pada kabel atau rod
◼ Kondisi sambungan dan pembebanan hanya menimbulkan gaya
aksial pada elemen, seperti pada elemen rangka batang
Kuat Tarik Rencana
Nu <  Nn
Nu : Gaya aksial tarik terfaktor
 Nn : Kuat tarik rencana

a. Kondisi Leleh sepanjang batang: dimana :

 Nn = 0.90 Ag fy Ag =
Ae =
luas penampang kotor
luas efektif penampang
fy = tegangan leleh
fu = kekuatan (batas) tarik
b. Kondisi Fraktur pada daerah sambungan:
Koefisien reduksi :
 Nn = 0.75 Ae fu • 0.90 untuk kondisi batas leleh
• 0.75 untuk kondisi batas fraktur

Kondisi fraktur lebih getas/berbahaya danKondisi


harusfraktur
lebih lebih
dihindari
getas/berbahaya d
Luas Kotor dan Luas Efektif
◼ Penggunaan luas Ag pada kondisi batas leleh dapat digunakan
mengingat kelelehan plat pada daerah berlubang akan diikuti oleh
redistribusi tegangan di sekitarnya selama bahan masih cukup daktail
(mampu berdeformasi plastis cukup besar) sampai fraktur terjadi.
◼ Kondisi pasca leleh hanya diijinkan terjadi pada daerah kecil/pendek
disekitar sambungan, karena kelelehan pada seluruh batang akan
menimbulkan perpindahan relatif antara kedua ujung batang secara
berlebihan dan elemen tidak mampu lagi berfungsi.
◼ Batas Leleh: Pada sebagian besar batang, diperhitungkan sebagai
penampang utuh => Ag
◼ Batas Fraktur: Pada daerah pendek disekitar perlemahan,
diperhitungkan penampang yang efektif => Ae
Penampang Efektif, Ae

Pada daerah sambungan terjadi perlemahan:

• Shear lag => luas harus direduksi dengan koefisien U


• Pelubangan => pengurangan luas sehingga yang
dipakai pada daerah ini adalah luas bersih An
Ae = An U
Shear Lag
Tegangan tarik yang tidak merata pada daerah sambungan karena
adanya perubahan letak titik tangkap gaya P pada batang tarik :

Di tengah bentang: pada berat penampang

Di daerah sambungan: pada sisi luar penampang yang bersentuhan


dengan elemen plat yang disambung.

P P
Koefisien Reduksi Penampang
akibat Shear Lag
• Bagian plat siku vertikal memikul sebagian besar beban transfer dari baut.
• Setelah melewati daerah transisi, pada jarak tertentu dari lokasi lubang baut, barulah
seluruh luas penampang dapat dianggap memikul tegangan tarik secara merata.

• Daerah penampang siku vertikal mungkin dapat mencapai fraktur walaupun beban
tarik P belum mencapai harga Ag.fy.

Untuk mengantisipasi hal ini, maka dalam analisis kondisi batas fraktur digunakan
luas penampang efektif, Ae :

Ae = A U
dimana :
U : koefisien reduksi
Koefisien Reduksi Penampang
U: koefisien reduksi

x
U = 1− −  0.9
L

x: eksentrisitas sambungan

L: panjang sambungan dalam arah gaya,


yaitu jarak terjauh antara dua baut pada sambungan.

Harga U dibatasi sebesar 0.9.


U dapat diambil lebih besar dari 0.9 apabila dapat dibuktikan dengan
kriteria yang dapat diterima.
Luas Penampang Efektif:
Ae = A x U
a) Apabila gaya tarik disalurkan hanya oleh baut :
A = An = luas penampang bersih terkecil antara potongan 1-3 dan potongan 1-2-3
U dihitung sesuai rumus diatas
1

Potongan 1-3 : An = Ag - n d t
2 u
P u P
2t
3 Potongan 1-2-3 : A n = A g - n d t +  s
4u

s
dimana : Ag = luas penampang kotor t = tebal penampang
d = diameter lubang n = banyaknya lubang
s = jarak antara sumbu lubang pada sejajar sumbu komponen struktur
u = jarak antara sumbu lubang pada arah tegak lurus sumbu
Dalam suatu potongan jumlah luas lubang tidak boleh melebihi 15% luas penampang utuh.
Luas Penampang Efektif:
Ae = A x U
b) Apabila gaya tarik disalurkan hanya oleh las memanjang ke elemen
bukan plat, atau oleh kombinasi las memanjang dan melintang :

A = Ag

U dihitung sesuai rumus diatas

Potongan I - I
I

P P

I
Luas Penampang Efektif:
Ae = A x U
A = luas penampang yang disambung las
U = 1, bila seluruh ujung penampang di las.
Luas Penampang Efektif:
Ae = A x U
d) Gaya tarik disalurkan ke elemen plat oleh las memanjang
sepanjang kedua sisi bagian ujung elemen :

A = A plat

l > 2w : U = 1.0
2w > l > 1.5 w : U = 0.87
1.5w > l > w : U = 0.75

dimana :
w : lebar plat (jarak antar garis las)
l : panjang las memanjang
Luas Penampang Efektif:
Ae = A x U
Selain uraian tersebut di atas , ketentuan di bawah ini dapat digunakan :

a. Penampang-I (W, M, S pada AISC manual) dengan b/h > 2/3


atau penampang T yang dipotong dari penampang I ini dan
Sambungan pada plat sayap dengan n baut > 3 per baris (arah gaya)
U = 0.90

b. Seperti butir a., tetapi untuk b/h < 2/3, termasuk penampang tersusun:
U = 0.85

c. Semua penampang dengan banyak baut = 2 per-baris (arah gaya) :


U = 0.75
Luas Penampang Efektif
Penentuan L untuk perhitungan U pada lubang baut zigzag
Luas Penampang Efektif
Penentuan L untuk perhitungan U pada sambungan las
Luas Penampang Efektif
Penentuan x untuk perhitungan U
untuk beberapa kasus sambungan
Kelangsingan Batang Tarik
Batasan kelangsingan yang dianjurkar dalam peraturan ditentukan berdasarkan
pengalaman, engineering judgment dan kondisi-kondisi praktis untuk:

a. Menghindari kesulitan handling dan meminimalkan kerusakan dalam


fabrikasi, transportasi dan tahap konstruksi
b. Menghindari kendor (sag yang berlebih) akibat berat sendiri batang
c. Menghindari getaran

Batasan kelangsingan,  ditentukan sebagai berikut:


 < 240 , untuk komponen utama
 < 300 , untuk komponen sekunder
dimana :  = L/i
L = panjang batang tarik
I min
i =
A
Untuk batang bulat, diameter dibatasi sebesar l/d < 500
Keruntuhan Geser Blok
Block shear rupture: kegagalan akibat terobeknya suatu blok pelat baja
pada daerah sambungan

s2 s1

Mode kegagalan ditahan oleh penampang pada batas daerah yang diarsir:
• tegangan tarik pada penampang tegak lurus sumbu batang
• tegangan geser pada penampang sejajar sumbu batang
Tipe Keruntuhan Geser Blok
1. Pelelehan geser – Fraktur tarik
Bila : fu Ant > 0.6 fu Ans :
t.Nn = t ( fu Ant + 0.6 fy Ags )

2. Fraktur geser – Pelelehan tarik


Bila : 0.6 fu Ans > fu Ant :
t.Nn = t ( fy Agt + 0.6 fu Ans )
dimana : Ags = Luas bruto yang mengalami pelelehan geser
Agt = Luas bruto yang mengalami pelelehan tarik
Ans = Luas bersih yang mengalami fraktur geser
Ant = Luas bersih yang mengalami fraktur tarik
Perencanaan Batang Tekan
Perencanaan Batang Tekan

◼ Kuat tekan komponen struktur yang memikul


gaya tekan ditentukan:
◼ Bahan:
◼ Tegangan leleh

◼ Tegangan sisa

◼ Modulus elastisitas

◼ Geometri:
◼ Penampang

◼ Panjang komponen

◼ Kondisi ujung dan penopang


Perencanaan Batang Tekan

◼ Kondisi batas:
◼ Tercapainya batas kekuatan

◼ Tercapainya batas kestabilan (kondisi tekuk)

◼ Kondisi tekuk/batas kestabilan yang perlu


diperhitungkan:
◼ Tekuk lokal elemen plat

◼ Tekuk lentur

◼ Tekuk torsi atau kombinasi lentur dan torsi


Batas Kekuatan (LRFD)
Kapasitas Aksial Batang Tekan:
R n    i Q i Nu   Nn
c = 0.85
Rn = Kekuatan nominal
fy
Q = Beban nominal N n = Ag f cr = Ag = Ag f y
 = Faktor reduksi kekuatan 
 = Faktor beban

 = 1 untuk c  0, 25
1 Lk fy
c =
 imin E
Batas Kestabilan Inelastis

Kapasitas Aksial Batang Tekan:


Nu   N n ; c = 0.85
fy
N n = Ag f cr = Ag

0,25  c  1,2
1,43
=
1,6 − 0,67c

(
Fcn = 0.658 .Fy 2
)
Batas Kestabilan Elastis
Kapasitas Aksial Batang Tekan:
Nu   Nn ; c = 0.85
fy
N n = Ag f cr = Ag

 = 1, 25c2 untuk c  1, 2
1 Lk fy
c =
 imin E
Ag
 = 1, 25 f
Panjang Tekuk
dan Batas Kelangsingan
◼ Komponen struktur dengan gaya aksial murni umumnya
merupakan komponen pada struktur segitiga (rangka-batang)
atau merupakan komponen struktur dengan kedua ujung sendi.
Untuk kasus-kasus ini, faktor panjang tekuk ditentukan tidak
kurang dari panjang teoritisnya dari as-ke-as sambungan
dengan komponen struktur lainnya.
Lk = kcl  l
◼ Untuk batang-batang yang direncanakan terhadap tekan,
angka perbandingan kelangsingan dibatasi:
Lk
 200
rmin
Faktor Panjang Tekuk
◼ Berbagai nilai K
Tekuk Lokal
◼ Tekuk lokal terjadi bila tegangan pada elemen-elemen penampang
mencapai tegangan kritis pelat.
◼ Tegangan kritis plat tergantung dari perbandingan tebal dengan lebar,
perbandingan panjang dan tebal, kondisi tumpuan dan sifat material.
◼ Perencanaan dapat disederhanakan dengan memilih perbandingan
tebal dan lebar elemen penampang yang menjamin tekuk lokal tidak
akan terjadi sebelum tekuk lentur. Hal ini diatur dalam peraturan
dengan membatasi kelangsingan elemen penampang komponen
struktur tekan:
 = b / t  r
Besarnya ditentukan dalam Tabel 7.5-1 (Tata Cara
r Struktur Baja)
Perencanaan
Tekuk Lentur-Torsi
◼ Pada umumnya kekuatan komponen struktur dengan beban
aksial tekan murni ditentukan oleh tekuk lentur. Efisiensi sedikit
berkurang apabila tekuk lokal terjadi sebelum tekuk lentur.
◼ Beberapa jenis penampang berdinding tipis seperti L, T, Z dan C
yang umumnya mempunyai kekakuan torsi kecil, mungkin
mengalami tekuk torsi atau kombinasi tekuk lentur-torsi
◼ Untuk kepraktisan perencanaan, peraturan tidak menyatakan
perlu memeriksa kondisi tekuk torsi/lentur-torsi apabila tekuk
lokal tidak terjadi kecuali untuk penampang L-ganda atau T
◼ Untuk komponen struktur dengan penampang L-ganda atau T
harus dibandingkan kemungkinan terjadinya tekuk lentur pada
kedua sumbu utama dengan tekuk torsi/lentur-torsi
Penampang Majemuk
Komponen struktur yang terdiri dari beberapa elemen yang
dihubungkan pada tempat-tempat tertentu, kekuatannya harus
dihitung terhadap sumbu bahan dan sumbu bebas bahan.

kLx
▪ Kelangsingan arah sumbu bahan x =
ix
k .Lky
▪ Kelangsingan arah sumbu bebas bahan y =
iy
m 2
▪ Kelangsingan ideal iy =  y2 + l
2
▪ Elemen batang harus lebih stabil dari batang majemuk
iy x
 1, 2  1, 2 l  50
l l
Perencanaan Balok (Elemen
Lentur)
Penampang Baja untuk Balok
Perilaku Balok Lentur

◼ Batas kekuatan lentur


◼ Kapasitas momen
elastis
◼ Kapasitas momen
plastis

◼ Batas kekuatan geser


DESAIN SAMBUNGAN
SAMBUNGAN

Latar Belakang
Elemen-elemen yang membangun struktur harus digabungkan
satu sama lain dengan sistem sambungan.

Sistem Sambungan
1. Elemen yang disambung

2. Jenis Penyambung : Las, Baut

3. Pelat Penyambung (dan Pelat Pengisi)


Contoh SAMBUNGAN (1)

Sambungan Balok-Balok

Pelat Penyambung
Elemen yang disambung Elemen yang disambung

Profil IWF Profil IWF


Contoh SAMBUNGAN (2)

Sambungan Profil-Pelat Penyambung

pelat penyambung
profil siku
Las Memanjang

Las Memanjang
Contoh SAMBUNGAN (3)

Sambungan Pelat-Pelat

pelat pengisi pelat penyambung

elemen yang elemen yang


disambung disambung
BIDANG KERJA SAMBUNGAN (1)

Perencanaan sambungan ditentukan oleh ‘bidang kerja


sambungan’, yaitu bidang tempat bekerjanya gaya pada sistem
sambungan

Bidang Kerja

1. Sejajar (Dalam Bidang / Sebidang)

2. Tegak Lurus (Luar Bidang / Tak Sebidang)

3. Kombinasi Sejajar - Tegak Lurus


BIDANG KERJA SAMBUNGAN (2)

Bidang Kerja Sejajar /


Pembebanan Dalam Bidang

pembebanan yang gaya dan momen lentur


rencananya berada dalam bidang sambungan
sedemikian rupa sehingga gaya yang
ditimbulkan dalam komponen sambungan
hanya gaya geser.
BIDANG KERJA SAMBUNGAN (3)

Bidang Kerja Tegak Lurus /


Pembebanan Luar Bidang

pembebanan yang gaya atau momen lentur


rencananya menghasilkan gaya yang arahnya
tegak lurus bidang sambungan sehingga gaya
yang ditimbulkan dalam komponen sambungan
adalah gaya tarik.
BIDANG KERJA SAMBUNGAN (4)

Bidang Kerja Kombinasi

pembebanan yang gaya atau momen lentur


rencananya menghasilkan gaya yang arahnya
sejajar dan tegak lurus bidang sambungan
sehingga gaya yang ditimbulkan dalam
komponen sambungan adalah kombinasi gaya
geser dan tarik.
BIDANG KERJA SAMBUNGAN (5)

Pu

SEJAJAR TEGAK-LURUS KOMBINASI ???


SEJAJAR BIDANG
BIDANG KERJA SAMBUNGAN (6)

Pu

h = Mu

Pu
Mu = Pu . h

Sambungan pada bagian sayap,


SEJAJAR TEGAK-LURUS KOMBINASI ???
SEJAJAR BIDANG
BIDANG KERJA SAMBUNGAN (7)

SEJAJAR
Mu
TEGAK-LURUS
KOMBINASI ?

TEGAK LURUS BIDANG


BIDANG KERJA SAMBUNGAN (8)

Pu

SEJAJAR
TEGAK-LURUS
KOMBINASI ?

KOMBINASI
MEKANISME SAMBUNGAN (1)

1. Tipe Tumpu
sambungan yang dibuat dengan menggunakan baut yang
dikencangkan dengan tangan, atau baut mutu tinggi yang
dikencangkan untuk menimbulkan gaya tarik minimum yang
disyaratkan, yang kuat rencananya disalurkan oleh gaya
geser pada baut dan tumpuan pada bagian-bagian yang
disambungkan
2. Tipe Friksi
sambungan yang dibuat dengan menggunakan baut mutu
tinggi yang dikencangkan untuk menimbulkan tarikan baut
minimum yang disyaratkan sedemikian rupa sehingga gaya-
gaya geser rencana disalurkan melalui jepitan yang bekerja
dalam bidang kontak dan gesekan yang ditimbulkan antara
bidang-bidang kontak.
MEKANISME SAMBUNGAN (2)

1. Tipe Tumpu

P
no friction

Tumpu Baut Tumpu Pelat


terjadi kerusakan terjadi kerusakan
pada baut pada pelat

P
MEKANISME SAMBUNGAN (3)

2. Tipe Friksi

P
with friction

baut dikencangkan
SAMBUNGAN BAUT (1)

KUAT TARIK RENCANA

 Tn = 0.75  0.75 Ab fub 


SAMBUNGAN BAUT (2)

KUAT GESER RENCANA


Tipe Tumpu

 Vn = 0.75  m . r1 Ab fub  Tumpu Baut

 Rn = 0.75 2.4 db . t p . fu  Tumpu Pelat

Tipe Friksi

( )
 Vn = 0.75 (1.13 )   0.7 fub (0.75 Ab ) m
SAMBUNGAN BAUT (3)

KOMBINASI

Tipe Tumpu
Cek fuv akibat geser

Definisikan ft

Tu   Ab ft
SAMBUNGAN BAUT (4)

KOMBINASI

Tipe Friksi

 Tu 
 1 − 1.13 Tb (n)   Vn  Vu
 
CONTOH SOAL 1 (1)

Sambungan SEBIDANG / Tipe Tumpu


37.5 75 37.5

Pu Pu

Pelat 150 x 16 mm Baut : n = 4 buah

fy = 340 MPa db = 22 mm → Ab = 380 mm2


fu = 440 MPa fub = 825 MPa
m = 1 (jumlah bidang geser baut)
Lubang Standar
tanpa ulir pada bidang geser
CONTOH SOAL 1 (2)

Jumlah Bidang Geser Baut (m)

Pu
CONTOH SOAL 1 (3)

Kuat Rencana Sistem Sambungan


Tumpu Baut
 Vn = 0.75  m . r1 Ab fub  n

= 0.75  (1) (0.5) (380) (825)  4


= 470.25 kN

Tumpu Pelat
 Rn = 0.75 2.4 db . t p . fu  n → Persyaratan penggunaan rumus terpenuhi
(hal 101)
= 0.75  2.4 (22) (16) (440) 4 - jarak lubang tepi > 1.5 d [ 37.5 > 33 ]
- jarak antar lubang > 3 d [ 75 > 66 ]
- jumlah baut dalam arah gaya [ 2 buah ]
= 1115.14 kN
CONTOH SOAL 1 (4)

Kuat Rencana Sistem Sambungan

Dipilih nilai terkecil antara Tumpu Baut atau Tumpu Pelat


→ 470.25 kN

Catatan :

Besar gaya yang dipikul (Pu) juga harus memperhatikan kuat rencana
tarik elemen pelat yang disambung [elemen tarik] dengan meninjau
kondisi leleh dan fraktur
CONTOH SOAL 2 (1)

Sambungan SEBIDANG / Tipe Friksi


37.5 75 37.5

Pu Pu

Baut : n = 4 buah Lubang Standar


db = 22 mm → Ab = 380 mm2 Bidang Kontak bersih
fub = 825 MPa
m = 1 (jumlah bidang kontak)
tanpa ulir pada bidang geser
CONTOH SOAL 2 (2)

Kuat Rencana Sistem Sambungan

( )
 Vn = 0.75 (1.13 )   0.7 fub ( 0.75 Ab ) m . n

= 0.75 (1.13 ) (0.35) ( 0.7 x 825 )( 0.75 x 380 ) (1) . (4)

= 195.28 kN
CONTOH SOAL 3

Sambungan SEBIDANG Vu

Mu

Dua buah balok IWF disambung pada bagian sayap dan badannya dengan sistem
sambungan baut. Gaya dalam yang dipikul adalah Mu dan Vu.

Sistem sambungan diasumsikan sebagai berikut :


-Mu hanya dipikul oleh sambungan pada bagian pelat sayap saja (atas dan bawah).
-Vu hanya dipikul oleh sambungan pada bagian pelat badan saja.

Diameter Baut = 19 mm. Mutu Baut A325 dengan fub = 825 Mpa.
Tanpa ulir pada bidang geser.
CONTOH SOAL 4

Sambungan TAK SEBIDANG → TARIK


Pipa baja yang menerima gaya tarik Pu
disambungkan dengan sistem sambungan baut
dengan pelat ujung. Tentukan Pu !
Baut : n = 8 buah
db = 16 mm → Ab = 201 mm2
fub = 825 MPa

 Tn = 0.75 [ 0.75 Ab fub ] n

= 0.75 [ 0.75 (201) (825) ] 8


= 746.21 kN
Pu <  Tn Pu
< Tn746.21 kN
CONTOH SOAL 5

Sambungan TAK SEBIDANG → TARIK

400
320
240
160
Mu
80
0

Dua buah balok IWF disambung dengan sistem pelat ujung (end plate)
menggunakan baut
Gaya dalam yang dipikul adalah Mu saja.
CONTOH SOAL 6

Sambungan BIDANG KOMBINASI → Geser + Tarik


Konsol yang memikul gaya Pu
pada arah seperti gambar.
Terhadap sistem sambungan,
gaya Pu menyebabkan Geser
dan Tarik

Baut : n = 2 x 4 buah
Tu
db = 19 mm → Ab = 283.50 mm2
fub = 825 MPa Pu = 400 kN Pu
tanpa ulir pada bidang geser Vu = 320 kN
Vu
Tu = 240 kN
Sambungan Las
◼ Macam-macam las
◼ Panjang las netto
SAMBUNGAN LAS (WELD)

PROSES PENGELASAN
◼ Las Otohin dengan gas asetelin dan zat asam
(untuk sambungan pipa, pelat-pelat tipis dan
panjang las yang kecil).
◼ Las Busur Cahaya Arang, bisa dilakukan tanpa

tambahan bahan.
◼ Las Busur Cahaya dengan kedua ujung

sambungan sebagai pool (misal : pada mata rantai,


batang baja beton, pipa pemanas uap).
◼ Las Titik, untuk menggabungkan pelat-pelat yang agak
tipis menjadi satu.
◼ Las Busur Cahaya, dengan batang las / batang Elektrode
(LAS LUMER / LAS LISTRIK).

Bentuk Las :
◼ Las Sudut (80% Fillet Weld)
◼ Las Tumpul (Groove Weld)

Las Sudut :
◼ Las Cekung (Gbr A).
◼ Las Cembung (Gbr. B).
◼ Las Pipih (Gbr. C).
las
cekung

a
Gambar 1-A

las las
cembung pipih

a a
Gambar 1-B Gambar 1-C
◼ Las sudut yang letaknya diujung, disebut las Kepala (K).
◼ Las Sudut yang letaknya di kanan-kiri disebut Las Tepi (T).

◼ Umumnya Las Sudut dibuat sama sisi.

◼ Bila Las Sudut dibikin tidak sama sisi dan lebih dari satu

lapis, maka pelaksanaannya seperti berikut :

Gambar 1-E Gambar 1-F


Las Tumpul :
A. Tanpa Pekerjaan Pendahuluan (Pelat Tipis).
◼ las satu belah (Gbr. 2-G)
◼ las dua belah (Gbr.2-H)

◼ = 1 s/d 4 mm
s

Gambar 2-G

S = 4 s/d 8mm

Gambar 2-H
B. Dengan Pekerjaan Pendahuluan :
◼ Las satu belah V Gbr.2-I)
70 +
90

Gambar 2-I

Las V – terbuka (hanya untuk Konstruksi yang tidak


memikul beban dinamis)
  70
Las V – terbuka
3


..2
8 Min. 2

Las V – tertutup
  60

0.
5
8…

…..
20

b a- cacat
.3

Ruang kosong – bahaya takik


◼ Las dua belah, las V dengan las balik (Gbr.2-J dan
Gbr.2-K)
◼ Las dua belah, las X-simetris (Gbr.2-K) dan las X-tidak
(Gbr.2-L)

70+90

4 - 12 S = 4 s/d 12 mm

Gbr.2-J
70 +
90

S
takik celah (kosong)

Gambar 2-K Las X – simetris


  70

1/2 s
3
40

S = 12 s/d 40 mm
12

1/2 s
  70

Gambar 2-L
Las X – tidak simetris
  70

2/3 s
30
12 3

1/3 s
Gbr. 2-M
Perhitungan Sambungan Las

Perumusan Umum :
Jika tidak bertentangan dengan ke-seimbangan dari
bagian-bagian kons-truksi yang disambungkan, maka gaya
yang harus dipindahkan dianggap ter-bagi rata atas
potongan memanjang yang terkecil dari rigi-rigi las.
Syarat-syarat Umum untuk Merencanakan
◼ Dihindarkan berkumpulnya rigi-rigi las.

◼ Titik berat dari potongan rigi-rigi las diletakkan pada

garis kerja dari gaya yang dipindahkan.


◼ Dihindarkan adanya perubahan mendadak dari
potongan.
◼ Pengelasan dalam kedudukan yang sulit agar
dihindarkan.
◼ Mengambil ukuran dari bagian-bagian yang hendak
disambung-kan sebesar mungkin, agar penge-lasan
menjadi sesedikit mungkin.
◼ Pengelasan di tempat pembangun-an dibatasi.
◼ Memasang las penutup pada sela-sela yang dapat
kemasukan air dan menimbulkan karatan, dengan
mempergunakan batang las dari bahan yang mudah
mengulur. Sedangkan antara las sudut kepala dan las
sudut tepi dibuatkan bentuk peralihan yang baik.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai