Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN MANAJEMEN ASUHAN

KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN MASALAH


DIAGNOSA MEDIK: ACUTE LIMB ISCHEMIA

DISUSUN OLEH :
OKTAVIA DARWITO PUTRI
P2002050

PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN


ITKES WIYATA HUSADA SAMARINDA
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
ACUTE LIMB ISCHEMIA

A. DEFINISI
Menurut IA- Khaffaf (2005), Acute Limb Ischemia merupakan suatu kondisi
dimana terjadi penurunan aliran darah ke ekstremitas secara tiba-tiba yang
menyebabkan gangguan pada kemampuan pergerakkan, rasa nyeri atau tanda-tanda
iskemik berat dalam jangka waktu dua minggu dan umumnya iskemia akut tungkai
disebabkan oleh proses oklusi akut atau adanya aterosklerosis.
Iskemia tungkai akut adalah kondisi di mana terjadi penurunan mendadak
perfusi tungkai yang biasa melibatkan trombus dan emboli. Trombus dapat berasal
dari perkembangan penyakit arteri, diseksi aorta, thrombus graft, aneurisma,
hiperkoagulabilitas, iatrogenik, dan lainnya (Artono, 2014).

B. ETIOLOGI
Berikut ini adalah beberapa kemungkinan penyebab dari ALI:
1. Trombosis. Faktor predisposisi terjadi trombosis adalah dehidrasi, hipotensi,
malignan, polisitemia, ataupun status prototrombik inheritan, trauma vaskuler,
injuri Iatrogenik, trombosis pasca pemasangan bypass graft, trauma vaskuler.
Gambaran klinis terjadinya trombosis adalah riwayat nyeri hilang timbul
sebelumnya, tidak ada sumber terjadinya emboli dan menurunnya (tidak ada)
nadi perifer pada tungkai bagian distal.
2. Emboli Sekitar 80% emboli timbul dari atrium kiri, akibat atrial fibrilasi atau
miokard infark. Kasus lainnya yang juga berakibat timbulnya emboli adalah
katup prostetik, vegetasi katup akibat peradangan pada endokardium,
paradoksikal emboli (pada kasus DVT) dan atrialmyxoma. Aneurisma aorta
merupakan penyebab dari sekitar 10% keseluruhan kasus yang ada, terjadi pada
pembuluh darah yang sehat.

C. KLASIFIKASI
Berdasarkan Rutherfort klasifikasi akut limb Iskemik dapat dikategorikan
sebagai berikut:
1. Kelas I : perfusi jaringan masih cukup, walaupun terdapat penyempitan arteri,
tidak ada kehilangan sensasi motorik dan sensorik, masih dapat ditangani
dengan obat-obatan pada pemeriksaan doppler signal audible.
2. Kelas IIa : perfusi jaringan tidak memadai pada aktifitas tertentu. Timbul
klaudikasio intermiten yaitu nyeri pada otot ekstremitas bawah ketika berjalan
dan memaksakan berhenti berjalan, nyeri hilang jika pasien istirahat dan sudah
mulai ada kehilangan sensorik. Harus dilakukan pemeriksaan angiografi segera
untuk mengetahui lokasi oklusi dan penyebab oklusi.
3. Kelas IIb : perfusi jaringan tidak memadai, ada kelemahan otot ekstremitas dan
kehilangan sensasi pada ekstremitas. Harus dilakukan intervensi selanjutnya
seperti revaskularisasi atau embolektomi.
4. Kelas III : telah terjadi iskemia berat yang mengakibatkan nekrosis, kerusakan
syaraf yang permanen, irreversible, kelemahan ekstremitas, kehilangan sensasi
sensorik,kelainan kulit atau gangguan penyembuhan lesi kulit. Intervensi
tindakan yang dilakukan yaitu amputasi.

Akut Limb Iskemik juga dapat diklasifikasikan berdasarkan terminologi:


1. Onset
a. Acute : kurang dari 14 hari
b. Acute on cronic : perburukan tanda dan gejala kurang dari 14 hari
c. Cronic iskemic stable : lebih dari 14 hari
2. Severity
a. Incomplit : tidak dapat ditangani
b. Complit : dapat ditangani.
c. Irreversible : tidak dapat kembali ke kondisi normal

D. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan Gejala dari kasus ALI adalah 6 P, yaitu:
1. Pain (nyeri): terjadi nyeri yang hebat, terlokalisasi di daerah ekstrimitas dan
muncul tiba-tiba, intensitas nyeri tidak berhubungan dengan beratnya iskemia
karena pasien yang mengalamineuropathy dimana sensasi terhadap nyeri
menurun.
2. Parasthesia (tidak mampu merasakan sentuhan pada ekstremitas)
3. Paralysis (kehilangan sensasi motorik pada ekstremitas): adanya parasthesia dan
paralysis merupakan pertanda yang buruk dan membutuhkan penanganan segera
4. Pallor (pucat) : tampak putih. pucat, dan dalam beberapa jam dapat menjadi
kebiruan atau ungu/mottled
5. Pulseless (menurunnya/tidak adanya denyut nadi): denyut nadi tidak teraba
dibandingkan pada kedua ekstrimitas.
6. Perishingly cold/Poikilothermia (dingin pada ekstremitas).

Terdapat manifestasi klinis yang berbeda pada akut limb iskemik yang disebabkan
oleh thrombus dan emboli.
1. Manifestasi klinik ALI disebabkan karena emboli:
a. Tanda dan gejala yang muncul tiba-tiba dalam beberapa menit.
b. Tidak terdapat klaudiokasi
c. Ada riwayat atrial fibrilasi
d. Ekstremitas yang terkena tampak kekuningan.
e. Pulsasi pada kolateral ekstrimitas normal.
f. Dapat terdiagnosa secara klinis dan dilakukan pengobatan dengan pemberian
walfarin atau embolectony.
2. Manifestasi ALI disebabkan karena thrombus:
a. Tanda dan gejala yang muncul dapat terjadi dalam beberapa jam sampai
berhari-hari.
b. Ada klaudikasio
c. Ada riwayat ateroskerotik kronik
d. Ekstremitas yang terkena tampak sianotik dan lebam
e. Pulsasi pada kolateral ekstrimitas tidak ada
f. Dapat terdiagnosa dengan angiography dan dilakukan tindakan bypass atau
pemberian obat-obatan fibrinolitik.
E. KOMPLIKASI
1. Hiperkalemia
2. Sindrom kompartemen (nyeri saat flexi/extensi, kelemahan otot, tidak mampu
respon terhadap stimulasi sentuhan, pucat, nadi lemah/tidak teraba).
Pembengkakan jaringan dalam kaitannya dengan reperfusi menyebabkan
peningkatan pada tekanan intra compartment tekanan, penurunan aliran kapiler,
iskemia, dan kematian jaringan otot (pada >30 mmHg). Penanganannya adalah
dengan dilakukannya fasciotomy. Terapi trombolitik, akan menurunkan risiko
compartment syndrome dengan reperfusi anggota gerak secara berangsur-
angsur.

F. PATOFISIOLOGI
Pada awalnya tungkai tampak pucat (vena yang kosong), tetapi setelah 6-12 jam
akan terjadi vasodilatasi yang disebabkan oleh hipoksia dari otot polos vaskular.
Kapiler akan terisi kembali oleh darah teroksigenasi yang stagnan, yang
memunculkan penampakan mottled (yang masih hilang bila ditekan). Bila tindakan
pemulihan aliran darah arteri tidak dikerjakan, kapiler akan ruptur dan akan
menampakkan kulit yang kebiruan yang menunjukkan iskemia irreversibel.
Nyeri terasa hebat dan seringkali resisten terhadap analgetik. Adanya nyeri pada
ekstremitas dan nyeri tekan dengan penampakan sindrom kompartemen
menunjukkan tanda nekrosis otot dan keadaan kritikal (yang kadang kala
irreversibel). Defisit neurologis motor sensorik seperti paralisis otot dan parastesia
mengindikasikan iskemia otot dan saraf yang masih berpotensi untuk tindakan
penyelamatan invasif (urgent). Tanda-tanda diatas sangat khas untuk kejadian
sumbatan arteri akut yang tanpa disertai kolateral.
Bila oklusi akut terjadi pada keadaan yang sebelumnya telah mengalami
sumbatan kronik, maka tanda yang dihasilkan biasanya lebih ringan oleh karena
telah terbentuk kolateral. Adanya gejala klaudikasio intermiten pada ekstremitas
yang sama dapat menunjukkan pasien telah mengalami oklusi kronik sebelumnya.
Keadaan akut yang menyertai proses kronik umumnya beretiologi trombosis.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Akut Limb Iskemik yang disebabkan oleh emboli dilakukan pengobatan dengan
warparin atau embolektomi sedangkan yang disebabkan oleh trombus angiografi
dan dilakukan tindakan bypass atau pemberian obat-obatan seperti fibrinolitik.
2. Pasien dengan ALI umumnya dalam klinis yang tidak stabil. Perhatikan saat
kritis, saat yang tepat untuk melakukan prosedur CPR. Berikan oksigen 100%,
pasang akses intravena, berikan terapi cairan dalam dosis minimal (1 liter NaCl
untuk 8 jam, kecuali bila pasien dehidrasi, pemberian sebaiknya sedikit lebih
cepat). Ambil sampel laboratorium untuk pemeriksaan hitung jenis sel, ureum,
kreatinin, elektrolit, GDS (bila disertai dengan DM), enzim jantung, bekuan
darah dan proses pembekuan, dan penanganannya. Bila memungkinkan
pemeriksaan trombofilia, dan profil lipid juga dibutuhkan.
3. Lakukan foto thoraks dan rekam irama jantung. Dan jika ditemukan pasien
dalam kondisi aritmia, segera bantu dengan monitor fungsi kerja jantung.
Lakukan pemasangan kateter urin jika pasien dalam kondisi dehidrasi dan perlu
untuk dimonitor nilai keseimbangan cairannya. Kolabarasi pemberian opium
untuk anastesi jika keluhan nyeri hebat ada.

Terapi :
1. Preoperative antikoagulan dengan IV heparin
2. Resusitasi cairan, koreksi asidosis sistemik, inotropik support
3. Terapi pembedahan diindikasikan untuk iskemia yang mengancam ekstremitas
4. Thrombolektomi/embolektomi (dapat dilakukan dengan Fogarty baloon catheter,
dimana alat tersebut dimasukkan melewati sisi oklusi, dipompa, dan dicabut
sehingga membawa trombus/embolus bersamanya). Trombolektomi juga dapat
dilakukan distal dari sisi teroklusi, dimana hampir 1/3 penderita dengan oklusi
arteri mempunyai oklusi di tempat lain, kebanyakan trombus distal.
5. Melindungi vascular bed distal terhadap obstruksi proksimal merupakan hal
yang sangat penting dan dapat dipenuhi oleh antikoagulan sistemik yang
diberikan segera dengan heparin melalui intravena. Heparinisasi sistemik
menawarkan suatu perlindungan dapat melawan perkembangan trombosis distal
dan biasanya tidak menyebabkan masalah yang bermakna sepanjang prosedur
operasi, beberapa keuntungan pheologictelah di klaim untuk pemberian larutan
hipertonik seperti manitol.
6. Potasium mungkin dilepaskan ketika integritas terganggu oleh iskemia. Keadaan
yang hiperkalemia seringkali menjadi respon terhadap pemberian terapi glukosa,
insulin dancairan pengganti ion. Lactic academia dapat diterapi dengan
pemberian sodium bicarbonate secara bijaksana.
7. Terapi utama akut iskemia adalah pembedahan dalam bentuk embolektomi atau
tindakan rekonstruksi pembedahan vaskuler yang sesuai. Terapi non
pembedahan pada iskemia akut dari episode emboli atau trombolitik dapat
dilakukan dengan streptokinase atau urokinase.
8. Terapi ALI merupakan suatu keadaan yang darurat untuk meminimalisasikan
penundaan dalam melepaskan oklusi merupakan hal yang penting, karena resiko
kehilangan anggota gerak meningkat sejalan dengan durasi iskemia akut yang
lama. Pada suatu penelitian angka amputasi ditemukan meningkat terhadap
interval antara onset dari akut limb iskemia dan eksplorasi (6 % dalam 12 jam,
12% dalam 13-24 jam, 20 % setelah >24 jam). Hal inilah yang menyebabkan
untuk mengeliminer segala pemeriksaan yang tidak esensial terhadap kebutuhan
intervensi.
9. Preintervensi anti koagulan dengan kadar terapeutik heparin mengurangi tingkat
morbiditas dan mortalitas (bila dibandingkan dengan tidak menggunakan
antikoagulan) dan merupakan bagian dari keseluruhan strategi terapi pada
pasien. Hal ini bukan hanya membantu mencegah terbentuknya bekuan darah.
Namun, pada kasus embolisme arterial juga amitigasi melawan embolus lain.

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan yang diperlukan untuk mendiagnosis adanya iskemia akut tungkai
adalah:
1. Faktor Risiko Kardiovaskular Perlu ditanyakan dan diketahui adanya kelainan-
kelainan kardiovaskular. Sekitar 30% pasien dengan iskemia tungkai terbukti
pernah mengalami riwayat angina atau infark miokard. Pemeriksaan untuk
mengetahui faktor resiko kardiovaskular adalah : riwayat merokok, riwayat
serangan jantung, tekanan darah, EKG, gula darah, kadar lipid darah.
2. Pemeriksaan Tungkai Penampakan keseluruhan tungkai: adanya edema, keadaan
rambut tungkai, adanya kemerahan khususnya yang bersamaan dengan sianosis.
Tes Buerger (pucat bila diangkat, kemerahan yang abnormal bila tergantung).
Pemeriksaan pulsasi dengan palpasi (A. femoralis, poplitea, tibiabis anterior dan
posterior, dorsalis pedis), yang amat subjektif. Pemeriksaan pulsasi harus
dikonfirmasi dengan pemeriksaan hand-held Doppler.
3. Exercise challenge Pemeriksaan exercise challange harus dilakukan terutama
pada pasien yang hanya mengeluhkan adanya klaudikasio intermiten tanpa
gejala dan tanda lain. Pasien diminta untuk berdiri di samping ranjang periksa
dan melakukan jinjit berulang-ulang selama satu menit. Selanjutnya sambil
berbaring dilakukan pemeriksaan pulsasi. Bila ditemukan adanya pulsasi yang
menghilang atau tapping, atau bruit; dapat dipastikan terdapat gangguan aliran
darah. Tekanan darah yang berkurang lebih dari 20% menunjukkan adanya
kemungkinan
4. Ankle-Brachial Pressure Index Dilakukan pengukuran terhadap tekanan darah
brakhialis dan arteri pedis dengan menggunakan tensimeter dan hand-held
Doppler. ABPI diperoleh dengan membagi tekanan darah brakhialis dengan
tekanan darah pedis. Angka ABPI normalnya 1,0-1,2; angka dibawah 0,9
kecurigaan kelainan arteri, dan angka 0,8 merupakan batas bawah range normal.
ABPI kurang dari 0,3 menunjukkan adanya iskemia kritikal.
5. Waveform assessment Pemeriksaan dengan menggunakan continuous-wave
Doppler merupakan pemeriksaan yang penting terutama bila dipasangkan
dengan pemeriksaan tekanan darah segmental oleh karena dapat memperkirakan
dengan tepat area (segmen) yang mengalami gangguan.
6. Duplex Imagine Pemeriksaan color-flow duplex ultrasound memungkinkan
visualisasi dan pemeriksaan hemodinamik dari arteri menggunakan pencitraan
grey scale, colour-flow Doppler, dan pulse Doppler velocity profiles. Pencitraan
greyscale akan menggambarkan anatomi arteri dan adanya plaque ekhogenik.
Colorflow Doppler akan menampilkan aliran darah yang berwarna dan Doppler
velocity profiles akan menghitung kecepatan aliran dalam bagian penampang
arteri yang diperiksa.
7. Angiografi Pemeriksaan angiografi merupakan pemeriksaan "gold standar"
dalam kelainan arteri perifer. Pada tahun 1990-an, diperkenalkan pengembangan
dari angiografi konvensional yaitu teknik digital subtraction angiography yang
dapat "mengaburkan" gambaran tulang sehingga citra arteri dan percabangannya
menjadi lebih jelas dan tajam.
Pemeriksaan angiografi adalah pemeriksaan invasif dan memerlukan izin pasien.
Saat ini di Indonesia pemeriksaan invasif ini dapat dikerjakan oleh radiologis,
kardiologis, atau bedah vaskular. Pemeriksaan angiografi memberikan resiko
kepada pasien dengan gagal ginjal oleh karena menggunakan zat kontras.
8. Computed Tomography Angiography Dalam pemeriksaan ini gambar yang
didapat dihasilkan melalui pemeriksaan CT-scan. Penggunaan CT-scan
konvensional untuk pencitraan angiografi tidak memuaskan oleh karena
dibutuhkan banyak potongan gambar yang membutuhkan waktu lama sehingga
pencitraan yang dihasilkan berkualitas buruk. Penemuan helical (or spiral) CT-
scan menghasilkan citra 3 dimensi dari pembuluh darah dan dapat memeriksa
keseluruhan panjang pembuluh dalam waktu yang singkat. Citra yang dihasilkan
serupa dengan angiografi biasa hanya dalam 3 dimensi, dan sebenarnya tidak
bermakna klinis yang lebih baik. Helical CT-scan khususnya berguna dalam
pencitraan kelainan pembuluh darah yang memiliki struktur kompleks seperti
dalam kasus-kasus aneurisma aorta. Helical CT-scan memiliki kerugian yang
sama dengan pemeriksaan angiografi biasa yaitu; berbahaya digunakan pada
pasien dengan gagal ginjal. Zat kontras pada CTA diberikan melalui intravena.
9. Magnetic Resonance Angiography Citra angiography diperoleh melalui
pemeriksaan MRI. Sama dengan CTA; zat kontras diberikan secara intravena.
MRA atau CTA dapat diindikasikan apabila pasien tidak dapat mentolerir
tusukan intra-arterial, misal karena kelainan bilateral atau kelainan perdarahan.
MRA dikontraindikasikan pada pasien dengan alat pacu jantung atau katup
prostesis metal.

I. PENGKAJIAN
1. Aktivitas/istirahat
a. Gejala : Keletihan, insomnia, nyeri dada dengan aktifitas, gelisah, dispnea
saat istirahat atau aktifitas, perubahan status mental, tanda vital berubah saat
beraktifitas.
b. Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan
aktivitas.
2. Sirkulasi
a. Gejala : Adanya riwayat hipertensi ; IM akut. Klaudikasi, kebas, dan
kesemutan pada ekstremitas. Ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.
b. Tanda : Takikardia. Perubahan tekanan darah postural ; hipertensi. Nadi
yang menurun / tak ada Distritmia. Krekels ; DVJ (GJK). Kulit panas,
kering, dan kemerahan ; bola mata cekung.
3. Integritas ego
a. Gejala : Stres; tergantung pada orang lain. Masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi.
b. Tanda : Ansietas, peka rangsang.
4. Eliminasi
a. Gejala : Perubahan pola berkemih , nokturia. Diare/konstipasi.
b. Tanda : Urine pekat, kuning pekat hingga kecoklatan, poliuri (dapat
berkembang menjadi oliguria/anuria jika terjadi hipovolemia berat). Bising
usus lemah dan menurun ; hiperaktif (diare).
5. Makanan/cairan
a. Gejala : Hilang nafsu makan. Mual / muntah. Tidak mengikuti diet ;
peningkatan masukan glukosa / karbohidrat. Penurunan berat badan lebih
dari periode beberapa hari / minggu. Haus. Penggunaan diuretik (tiazid).
b. Tanda : Kulit kering / bersisik, tugorjelek. Kekakuan / distensi abdomen,
muntah. Pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolic dengan
peningkatan gula darah). Bau halItosis/manis, bau buah (napas aseton).
6. Neurosensori
a. Gejala : Pusing / pening. Sakit kepala. Kesemutan, kebas kelemhan pada
otot. Parestesia. Gangguan penglihatan.
b. Tanda : Disoreantasi; mengantuk, letargi, stupor / koma (tahap lanjut).
Gangguan memori (baru, masa lalu); kacau mental. Refleks tendon dalam
(RTD) menurun (koma). Aktivitas kejang (tahap lanjut dari DKA).
7. Nyeri / kenyamanan
a. Gejala : nyeri (sedang / berat).
b. Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi ; tampak sangat berhati-hatI.
8. Pernapasan
a. Gejala : Merasakekurangan oksigen, batuk dengan / tanpa sputum purulen
(tergantung adanya infeksi / tidak).
b. Tanda : Batuk dengan/tanpa sputum purulen (infeksi). Frekuensi pernapasan.
9. Keamanan
a. Gejala : Kulit kering, gatal ; ulkus kulit.
b. Tanda : Demam, diaforesis. Kulit rusak, lesi / ulserasi. Menurunnya
kekuatan umum / rentang gerak. Parestesia /paralisis otot termasuk otot-otot
pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam).
10. Seksualitas
Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi). Masalah impoten pada pria ;
kesulitan orgasme pada wanita.
11. Penyuluhan / pembelajaran
Gejala : Faktor resiko keluarga, penyakitjantung, stroke, hipertensi.
Penyembuhan yang lambat. Penggunaan obat seperti steroid, diuretik (tiazid);
Dilantin dan fenobarbital (dapat meningkatkan kadar glukosa darah). Mungkin
atau tidak memerlukan obat diabetic sesuai pesanan.

J. NURSING CARE PLANS


DAFTAR PUSTAKA

Al-Khaffaf, Haytham &Dorgan Sharon.2005. Vascular Disease: A Handbook for


Nurses. UK. Cambridge University

Alonso, Alvaro., Mc Manus, D.David & Fisher, Z.Daniel. 2011. Peripheral Vascular
Disease. USA. Jones & Bartlett Publisher, LLC.

Antono D. Hamonangan R., Penyakit Arteri Perifer. Dalam Buku ajar ilmu penyakit
dalam edisi VII. Editor : Siti Setiati, Idrus Alwi, Aru W. Sudoyo, Marcellus S.K,
Bambang S, Ari Fahrial S. Interna Publishing. 2014: 1516-26.

Creager, A Mark, et al. 2012. Acute Limb Ischemia, The New England Journal of
Medicine, vol. 366;23, p 2198-2206

dlscrib.com-pdf-lp-ali-dl_204d819494e0ae2ab4723dd8baac660c.pdf

Rutherford RB, Baker JD, Ernst C, et al. Recommended standards for reports dealing
with lower extremity ischemia: revised version. J Vasc Surg 1997;26:517– 38.

Zainal Abidin, Bt Izza. 2013. Referat Acute Limb Ischemic. Jakarta. Universitas Krida
Wacana

Anda mungkin juga menyukai