Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

“ISOLASI SOSIAL”

A. Pengertian
Menurut depkes RI (2018), kerusakan interaksi sosial merupakan suatu
gangguan interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak
fleksibel menimbulkan perilaku menimbulkan perilaku maladatif dan
mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial.
Menurut Balitbang (2017), merupakan upaya menghindari suatu hubungan
komunikasi dengan orang lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan
tidak mempunyai kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran dan kegagalan. Klien
mengalami kesulitan dalam hubungan secara spontan dengan orang lain yang
dimanifestasikan dengan mengisolasi diri, tidak ada perhatian, dan tidak sanggup
berbagi pengalaman.
Menurut Stuart dan Sundeen (2018), kerusakan interaksi sosial adalah
suatu gangguan kepribadian yang tidak fleksibel, tingkah maladaptive, dan
mengganggu fungsi individu dalam hubungan sosial.
Menurut Towsend (2017), kerusakan interaksi sosial adalah suatu keadaan
dimana seseorang beradaptasi dalam pertukaran sosial dengan kuantitas dan
kualitas yang tidak efektif. Klien yang mengalami kerusakan interaksi sosial
mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan orang lain salah satunya
mengarah pada menarik diri.
Menurut Rawlins, (2012), dikutip Keliat (2015), menarik diri merupakan
percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari
hubungan dengan orang lain.

B. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
Faktor tumbuh kembang
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan
yang harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial.
Bila tugas-tugas dalam perkembangan ini tidak dipenuhi maka akan
menghambat fase perkembangan sosial yang nantinya akan dapat
menimbulkan masalah.
TAHAP
TUGAS
PERKEMBANGAN
Masa bayi Menetapkan rasa percaya
Masa bermain Mengembangkan otonomi dan awal perilaku
mandiri
Masa pra sekolah Belajar menunjukkan inisiatif, rasa tanggung
jawab, dan hati nurani
Masa sekolah Belajar berkompetisi, bekerjasama dan
berkompromi
Masa pra remaja Menjalin hubungan intim dengan teman sesame
jenis kelamin
Masa remaja Menjadi intim dengan teman lawan jenis atau
bergantung
Masa dewasa muda Menjadi saling bergantungan antara orang tua dan
teman, mencari pasangan, menikah dan
mempunyai anak
Masa tengah baya Belajar menerima hasil kehidupan yang sudah
dilalui
Masa dewasa tua Berduka karena kehilangan dan mengembangkan
perasaan keterikatan dengan budaya
Sumber : stuart dan Sundeen (2015), hlm. 346

2. Faktor komunikasi dalam keluarga


Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung
terjadinya gangguan dalam hubungan sosial.Dalam teori ini yang termasuk
masalah dalam berkomunikasi sehingga menimbulkan ketidakjelasan
(double bind) yaitu suatu keadaan dimana seorang anggota keluarga
menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu bersamaan atau
ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk
berhubungan dengan lingkungan di luar keluarga.
3. Faktor sosial budaya

2
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan
suatu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini
disebabkan oleh norma-norma yang salah dianut oleh keluarga, dimana
setiap anggota keluarga yang tidak produktif seperti usia lanjut, berpenyakit
kronis, dan penyandang cacat diasingkan dari lingkungan sosial
4. Faktor biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya
gangguan dalam hubungan sosial.Organ tubuh yang dapat memengaruhi
terjadinya gangguan hubungan sosial adalah otak, misalnya pada klien
skizofrenia yang mengalami masalah dalam hubungan sosial memiliki
struktur yang abnormal pada otak sepeti atropi otak, serta perubahan ukuran
dan bentuk sel-sel dalam limbic dan daerah kortikal.

2. Faktor Presipitasi
Terjadinya gangguan hubungana sosial juga dapat ditimbulkan oleh faktor
internal dan eksternal seseorang. Faktor stressor presipitasi dapat dikelompokkan
sebagai berikut :
1. Faktor Eksternal
Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stress yang
ditimbulkan oleh faktor sosial budaya seperti keluarga

2. Faktor Internal
Contohnya adalah stressor psikologis yaitu stress terjadi akibat
ansietas atau kecemasan yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan individu untuk mengatasinya. Ansietas ini dapat
terjadi akibat tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau tidak
terpenuhinya kebutuhan individu

C. Manifestasi Klinis
Berikut ini adalah tanda dan gejala klien dengan isolasi sosial :
1. Kurang spontan

3
a. Apatis (acuh terhdap lingkungan)
b. Ekspresi wajah kurang berseri
c. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
d. Tidak ada atau kurang komunikasi verbal
e. Mengisolasi diri
f. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
g. Asupan makanan dan minuman terganggu
h. Retensi urine dan feses
i. Aktivitas menurun
j. Kurang energy (tenaga)
k. Rendah diri
l. Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus/janin (khususnya pada posisi
tidur).
2. Perilaku ini biasanya disebabkan karena seseorang manila dirinya rendah,
sehingga timbul perasaan malu untuk berinteraksi dengan orang lain. Bila
tidak dilakukan intervensi lebih lanjut, maka akan menyebabkan perubahan
persepsi sensori : halusinasi dan resiko mencederai diri, orang lain, bahkan
lingkungan. Perilaku yang tertutup dengan orang lain juga bias menyebabkan
intoleransi aktivitas yang akhirnya bias berpengaruh terhadap
ketidakmampuan untuk melakukan perawatan secara mandiri.

3. Seseorang yang mempunyai harga diri rendah awalnya disebabkan oleh


ketidakmampuan untuk menyelesaikan masalah dalam hidupnya, sehingga
orang tersebut berperilaku tidak normal (koping individu tidak
efektif).Peranan keluarga cukup besar dalam mendorong klien agar mampu
menyelesaikan masalah. Oleh karena itu, bila system pendukungnya tidak
baik (koping keluarga tidak efektif) maka akan mendukung seseorang
memiliki harga diri rendah.

D. Penatalaksanaan
1) ECT (Electro Confulsive Therapy) Jenis pengobatan dengan menggunakan
arus listrik pada otak menggunakan 2 elektrode.

4
2) Psikoterapi Membutuhkan waktu yang relative lama dan merupakan bagian
penting dalam proses teraupetik, upaya dalam psikoterapi ini meliputi ;
memberikan rasa nyaman dan tenang, menciptakan lingkungan yang Resiko
gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Isolasi sosial : Menarik diri Harga
Diri Rendah 21 teraupetik, bersifat empati, menerima klien apa adanya,
memotivasi klien untuk dapat mengungkapakan perasaanya sacara verbal,
bersikap ramah, sopan dan jujur.
3) Terapi Okupasi Ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipan seseorang
dalam melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan
maksud untuk memperbaiki, memperkuat dan meningkatkan harga diri
seseorang. (Dalami, 2018).
E. Pohon Masalah
Risti mencederai diri, orang lain
dan lingkungan

Defisit perawatan diri GPS : Halusinasi

Intoleransi Aktivitas Isolasi sosial

Harga diri rendah kronis

Koping individu tidak efektif Koping keluarga tidak efektif

Gambar : Pohon Masalah Isolasi Sosial


Sumber : Fitria (2016)

F. Asuhan Keperawatan
Diagnosa : Perubahan proses pikir : waham
KRITERIA
TUJUAN INTERVENSI
EVALUASI
Pasien mampu : Setelah …..x pertemuan, SP 1

5
1. Menyadari pasien mampu : 1. Identifikasi penyebab
penyebab 1. Membina hubungan 2. Siapa yang satu rumah
isolasi sosial saling percaya dengan pasien
2. Berinteraksi 2. Menyadari penyebab 3. Siapa yang dekat dengan
dengan orang isolasi sosial, pasien
lain keuntungan dan 4. Siapa yang tidak dekat
kerugian berinteraksi dengan pasien
dengan orang lain. 5. Tanyakan keuntungan dan
3. Melakukan interaksi kerugian berinteraksi
dengan orang lain dengan orang lain
secara bertahap 6. Tanyakan pendapat pasien
tentang kebiasaan
berintraksi dengan orang
lain.
7. Tanyakan apa yang
menyebabkan pasien tidak
ingin berintraksi dengan
orang lain
8. Diskusikan keuntungan
bila pasien memiliki
bnaykan teman dan
bergaul akrab dengan
mereka
9. Diskusikan kerugian bila
pasien hanya mengurung
diri dan tidak bergaul
dengan orang lain
10. Jelaskan pengaruh isolasi
sosial terhadap kesehatan
fisik pasien
11. Latih berkenalan
12. Jelaskan kepada klien cara

6
berinteraksi dengan orang
lain
13. Berikan contoh cara
berinteraksi dengan orang
lain
14. Berikan kesempatan
pasien mempraktekkan
cara berinteraksi dengan
orang lain yang dilakukan
dihadapan perawat.
15. Mulailah bantu pasien
berinteraksi dengan satu
orang teman/anggota
keluarga
16. Bila pasien sudah
menunjukkan kemajuan,
tingkatan jumlah interaksi
dengan 2, 3, 4 orang dan
seterusnya.
17. Beri kemajuan untuk
setiap interaksi yang telah
dilakukan oleh pasien
18. Siap mendegarkan
ekspresi perasaan pasien
setelah berinteraksi
dengan orang lain,
mungkin pasien akan
mengungkapkan
keberhasilan atau
kegagalannya, beri
dorongan terus menerus
agar pasien tetap semangat

7
meningkatkan
interaksinya.
19. Masukkan jadwal kegiatan
pasien
SP 2
1. Evaluasi kegiatan yang
lalu (SP1)
2. Latih berhubungan sosial
secara bertahap
3. Masukkan dalam jadwal
kegiatan pasien
SP 3
1. Evaluasi kegiatan yang
lalu (SP 1dan SP 2)
2. Latih cara berkenalan
dengan 2 orang atau lebih
3. Masukkan dalam jadwal
kegiatan pasien
Keluarga mampu Setelah ……x SP 1
merawat pasien pertemuan, keluarga 1. Identifikasi masalah yang
dengan isolasi mampu menjelaskan dihadapi dalam merawat
sosial di rumah tentang : pasein
1. Masalah isolasi 2. Penjelasan isolasi sosial
sosial dan 3. Cara merawat pasien
dampaknya pada isolasi sosial
pasien 4. Latih (stimulus)
2. Penyebab isolasi 5. RTL Keluarga/jadwal
sosial keluarga untuk merawat
3. Sikap keluarga pasien
SP 2
untuk membantu
1. Evaluasi kemampuan SP 1
pasien mengatasi
2. Latih (langsung ke pasien)
isolasi sosialnya
3. RTL Keluarga/jadwal

8
4. Pengobatan yang keluarga untuk merawat
berkelanjutan dan pasien
SP 3
mencegah putus
1. Evaluasi kemampuan SP 2
obat
2. Latih (langsung ke pasien)
5. Tempat rujukan dan
3. RTL Keluarga/jadwal
fasilitas kesehatan
keluarga untuk merawat
yang tersedia bagi
pasien
pasien
SP 4
1. Evaluasi kemampuan
keluarga
2. Evaluasi kemampuan
pasien
3. Rencana tindak lanjut
keluarga
a. Follow up
b. Rujukan

DAFTAR PUSTAKA

Balitbang. 2017. Workshop Standar Proses Keperawatan Jiwa. Bogor


Direja Surya Herman Ade. 2015. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika
Direktorat kesehatan jiwa, Ditjen. 2018. Teori dan tindakan keperawatan jiwa.
Jakarta: Yankes RI Keperawatan Jiwa

9
Fitria, Nita. 2016. Aplikasi Dasar Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan da
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba
Medika
Keliat, B.A. 2015. Proses Kesehatan Jiwa.Edisi 1. Jakarta
Marimas, F, W. 2016. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga
University Press.
Tim Direktorat Keswa. 2015. Standar Asuhan Keperawatan Jiwa. Edisi 1. Bandung:
RSJP

10

Anda mungkin juga menyukai