Belajar bahasa seharusnya dilaksanakan setiap hari, agar anak-anak mengerti akan
bahasa yang ia gunakan. Apabila sudah mengerti, maka dengan sendiri nya anak-
anak dapat menggunakan bahasa nya dengan baik. Dengan kesantunan berbahasa,
penggunanya dapat menciptakan harmonisasi di lingkungan sekitarnya dan dapat
menciptakan keakraban yang baik antar warga. Penanaman kesantunan berbahasa
sangat berpengaruh terhadap kematangan emosi seseorang. Berbahasa santun
seharusnya sudah menjadi tradisi yang dimiliki oleh setiap orang sejak kecil. Cara
menanam nya kepada anak sebaiknya bertolak dari prinsip mengerti, merasakan,
dan melaksanakan
Kesantunan bahasa tidak hanya kita lihat dari tutur bicara seseorang tapi dapat juga
kita lihat dari perilaku seseorang dengan tindakan seseorang itu. Jika dengan gerak
tubuh , kita dapat melihat dari cara dia berdiri, cara dia berbicara sambil berdiri
apakah kakinya pecicilan , itu dapat mecerminkan suatu karakteristik dari diri
seseorang itu yang tidak sabaran. Oleh karena itu , kesantunan dapat dinilai tidaklah
hanya dari tata bahasa nya akan tetapi juga dapat kita lihat dari gerak tubuh
seseorang itu.
Dalam berbahasa banyak yang mesti kita ingat seperti contohnya konotasi
maupun pemilihan kata yang tepat. Kita juga mesti memperhatikan struktur kalimat
kita. Kita harus ingat kepada siapa kita berbicara, sehingga kata-kata kita dapat kita
jaga dan kita dapat memilih struktur kalimat dengan konteks yang tepat dan sopan.
Lalu yang dapat kita lihat selain tentang bahasa adalah gerak tubuh atau
sikap seseorang yang dapat mempengaruhi kesantunan kita. Emosi, ekspresi
ataupun gerak tubuh lainnya akan dinilai orang lain saat melihat kita. Misalnya
contoh saja seperti , pada saat ada orang yang lebih tua saling berbicara jika kita
ingin lewat, sebaiknya kita membungkuk sambil melalui dengan mengatakan maaf.
Sehingga kita di lihat sebagai orang yang sopan dan tau adat bagi mereka. Atau di
lain kata, kita memiliki norma kesantuan yang ada melekat di dalam diri kita ,
sehingga kita selalu menghargai orang yang lebih tua dan tau akan adat santun .
Sebenarnya, apa itu kesantunan bahasa? Inti dari kesantunan berbahasa adalah
cara berbahasa dan berperilaku. Kedua hal tersebut menunjukkan tingkat
kesantunan berbahasa kita. Kesantunan berbahasa juga dipengaruhi oleh etika,
norma, dan budaya di masyarakat. Seperti orang Jepang yang cenderung
mengucapkan kata ‘maaf’ agar sopan ketika berbicara dan orang amerika yang
memanggil orang yang lebih tua dengan nama. Tentunya berbeda dengan di
Indonesia, di mana sebutan / nama panggilan seseorang, terutama yang lebih tua,
sangat diperhatikan.
Ada empat maksim atau prinsip dalam kesantunan berbahasa, yaitu kualitas,
kuantitas, relevansi, dan cara. Empat maksim ini menentukan tingkat kesantunan kita
dalam berbahasa. ‘Kualitas’ menentukan tingkat kesantunan berdasarkan kejujuran
perkataan kita. ‘Kuantitas’, dari banyaknya kata dalam kalimat ucapan kita.
‘Relevansi’, dari apakah ucapan kita ada hubungannya / nyambung dengan topik
yang sedang dibicarakan. Dan yang terakhir, ‘cara’, menentukan tingkat kesantunan
berdasarkan kelugasan / kejelasan kalimat yang kita ucapkan.
Kesantunan berbahasa juga dipengaruhi oleh mitra tutur kita, tempat kita berbicara,
waktu, juga topik pembicaraan. Empat hal tersebut akan mempengaruhi tingkat
kesantunan kita ketika berbicara. Contohnya, ketika sedang berbicara di kantor.
Ditambah lawan bicara kita adalah atasan kita, maka tentu tutur kata kita akan lebih
santun dibanding biasanya. Contoh lain adalah, ketika kita sedang makan, maka kita
akan menghindari berbicara tentang hal-hal yang jorok. Atau ketika sedang berbicara
tentang hal yang menyedihkan, tentu kita tidak akan tertawa agar tidak dianggap
tidak sopan.
Skala untung rugi menuntut kita untuk merendah diri, agar lawan bicara kita merasa
lebih ditinggikan atau lebih superior dibanding kita. Digunakan dengan meninggikan
lawan seperti dengan memanggil ‘bos’ agar pihak lawan menjadi lebih mudah untuk
dipersuasi dalam menyepakati sesuatu atau diminta tolong.
Skala pilihan biasa digunakan ketika kita ingin menanyakan sesuatu tetapi dengan
memberikan beberapa pilihan jawaban kepada lawan bicara. Seperti “Anda mau baju
yang yang seperti apa? Panjang atau pendek? Cerah atau gelap? Boyish atau girly?”
akan lebih menyenangkan lawan bicara dibanding dengan hanya bertanya, “Anda
mau baju yang seperti apa?” tanpa memberikan pilihan apapun.
Skala berikutnya yaitu skala tidak langsung memiliki arti persis seperti namanya,
yaitu dengan berbicara tidak langsung atau biasanya disebut menyindir secara halus.
Contoh, jika kita merasa tidak nyaman karena kepanasan, maka agar tidak terkesan
tidak sopan kita bisa mengungkapkannya secara tidak langsung, dengan berkata,
“Disini tidak ada kipas angin, ya?”
Skala terakhir, yaitu skala keakraban, digunakan dengan cara membuat lawan bicara
merasa lebih akrab dengan kita. Biasanya dengan cara menggunakan panggilan-
panggilan tertentu, seperti, “Boy!” atau dengan memanggil nama, seperti, “Apa
kabar, Pak Anton?” yang akan lebih terkesan akrab dibanding, “Apa kabar, Pak?”
Selain cara-cara diatas, ada cara lain yang dapat meningkatkan kesantunan kita
dalam berbicara , yaitu bentuk perilaku atau bahasa tubuh kita. Dengan kita
berbicara sambil tersenyum atau menggenggam tangan didepan badan kita, maka
kita akan terlihat lebih santun jika dibandingkan memasukkan tangan ke dalam
kantong celana atau baju kita, atau bahkan dengan mengerutkan alis dan bertolak
pinggang.
Tentunya kita sebenarnya sudah mengetahui hal-hal yang disebutkan diatas. Selama
ini kita sudah menerapkan kesantunan berbahasa dalam kehidupan sehari-hari.
Hanya saja semakin lama kesantunan berbahasa sudah mulai dianggap spele
karena kita sudah mulai terbiasa dengan kata-kata kasar yang ada di sekitar kita.
Oleh karena itu, sudah saatnya kita mulai membiasakan diri lagi untuk menerapkan
kesantunan berbahasa dalam keseharian kita dan saling mengingatkan diri sendiri,
juga orang lain.
Kita dapat menyimpulkan bahwa memiliki kesantunan dalam berbahasa itu sangat
dibutuhkan, karena salah satunya penyebab kekerasan ataupun pertengkaran
dimulai dari ketidaksantunan bahasa yang digunakan oleh seseorang. Sering kali
orang merasa tersinggung karena bahasa yang digunakan oleh seseorang atau
orang lain, dan dapat menimbulkan pertengkaran.
Kesantunan dalam berbahasa di pemuda-pemudi saat ini pun sudah sangat rendah,
karena generasi sekarang cenderung menggunakan bahasa-bahasa yang disingkat
dan cenderung tidak baku sama sekali. Mengemukakan pendapat pun menjadi tidak
baik dan malah menggunakan bahasa yang tidak benar. Didikan orang tua yang
tidak tegas akan anak yang menggunakan bahasa tidak benar dalam kehidupan
sehari-hari.
Dengan kesantunan yang benar dan penggunaan bahasa yang benar, dapat timbullah
keharmonisan dalam pergaulan dengan lingkungan sekitar. Penanaman kesantunan
berbahasa juga sangat berpengaruh positif terhadap kematangan emosi seseorang.
Berbahasa yang santun seharusnya sudah menjadi suatu tradisi yang dimiliki oleh setiap
orang sejak kecil, anak perlu dibina dan dididik berbahasa yang santun, karena jika
dibiarkan anak bisa menjadi orang yang kasar, arogan, dan tidak punya nilai etika serta
agama. Agar anak pun mengerti dan bisa menanamkan kesantunan berbahasa kepada
anak sebaiknya memberikan prinsip mengerti, merasakan, dan melaksanakan.