Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

LINGKUNGAN KERJA DI INSTALASI RADIOLOGI

PADA RUANGAN PESAWAT SINAR X

Disusun Untuk Memenuhi UTS Mata Kuliah Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Disusun Oleh :

EKA WULANDARI FAUZIAH

NIM : 181141045

STIkes WIDYA CIPTA HUSADA


PROGRAM STUDI DIII RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
NOVEMBER 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan rahmat, taufik, serta hidayahnya kepada kita semua sehingga dapat
menyusun makalah yang berjudul “Lingkungan Kerja di Instalasi Radiologi
Pada Ruangan Pesawat Sinar-X”. Makalah ini dibuat sebagai UTS mata kuliah
Kesehatan dan Keselamatan Kerja.

Dalam kesempatan ini saya mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya


kepada Yth:

1. Ibu Farida Wahyuni,S.Si.,M.Si Dosen Mata Kuliah Kesehatan dan


Keselamatan Kerja.
2. Orang tua saya yang telah membantu baik moril maupun materi.
3. Sumber Journal/Situs yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini.
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari sempurna,
baik dari segi penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh karena itu,
saya mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, khususnya dari
Dosen Mata Kuliah guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi kami
untuk lebih baik di masa yang akan datang.

Malang, 28 November 2020

Penyusun,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN.........................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................1
1.3 Tujuan...........................................................................................................2
1.4 Manfaat.........................................................................................................2
BAB 2 LANDASAN TEORI....................................................................................3
2.1 Pengertian Lingkungan Kerja.......................................................................3
2.2 Lingkungan Kerja Fisik................................................................................4
2.3 Lingkungan Kerja Kimia..............................................................................9
2.4 Lingkungan Kerja Biologi..........................................................................14
2.5 Lingkungan Kerja Fisiologi Ergonomic.....................................................16
2.6 Lingungan Kerja Psikologi & Perilaku......................................................17
BAB 3 PEMBAHASAN..........................................................................................18
3.1 Ruangan Pesawat Sinar-X .........................................................................18
3.2 Lingkungan Kerja Fisik di Ruang X-Ray..................................................19
3.3 Lingkungan Kerja Kimia di Ruang X-Ray................................................20
3.4 Lingkungan Kerja Biologi di Ruang X-Ray..............................................20
3.5 Lingkungan Kerja Fisiologi Ergonomic di Ruang X-Ray.........................20
3.6 Lingkungan Kerja Psikologi & Perilaku di Ruang X-Ray ........................21
BAB 4 PENUTUP...................................................................................................22
4.1 Simpulan.....................................................................................................22
4.2 Saran...........................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................23

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lingkungan adalah segala sesuatu yang berada di luar perusahaan, tetapi
mempunyai pengaruh atas pertumbuhan dan perkembangan perusahaan. Pada
umumnya lingkungan tidak dapat dikuasai oleh perusahaan sehingga
perusahaan harus menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Dalam melaksanakan suatu tugas maupun pekerjaan, bagi seorang individu
lingkungan yang ada disekitarnya akan sangat penting dan berpengaruh bagi
dirinya dalam melaksanakan tugas maupun pekerjaannya. Lingkungan kerja
merupakan tempat dimana para karyawan melakukan aktivitas bekerja.
Lingkungan kerja dapat membawa dampak positif dan negatif bagi karyawan
dalam rangka mencapai hasil kerjanya. Rumah sakit merupakan salah satu
lingkungan kerja bagi banyak orang.
Rumah sakit adalah suatu institusi pelayanan kesehatan dengan fungsi yang
kompleks. Untuk melaksanakan fungsi yang demikian kompleks, rumah sakit
harus memiliki sumber daya manusia yang professional baik di bidang teknis
medis maupun administrasi kesehatan. Salah satu tenaga di rumah sakit adalah
radiografer dengan pelayanan radiologinya
Pelayanan radiologi dalam upaya pelayanan kesehatan di rumah sakit
merupakan salah satu faktor penentu citra dan mutu rumah sakit, disamping itu
tuntutan masyarakat terhadap pelayanan radiologi yang bermutu semakin
meningkat seiring dengan meningkatnya kesadaran akan hak dan kewajiban
dari masyarakat. Kualitas pelayanan harus terus ditingkatkan sehingga upaya
pelayanan kesehatan dapat mencapai hasil yang optimal (Nursalam, 2002).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah yang akan
dibahas dalam makalah ini yaitu “Bagaimana lingkungan kerja di ruangan x-ray
pada instalasi radiologi?”

1
1.3 Tujuan
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1) Mengetahui pengertian Lingkungan kerja.
2) Mengetahui faktor yang mempengaruhi lingkungan kerja.
3) Mengetahui lingkungan kerja di ruang X-ray di instalasi radiologi.
4) Mengetahui lingkunan kerja yang ada di ruang X-ray instalasi radiologi
ditinjau dari lingkungan kerja fisik, kimia, biologi, fisiologi ergonomic
serta psikologi dan perilaku.

1.4 Manfaat
Penulisan makalah ini diharapkan dapat bermanfat bagi para pembaca untuk
memahami tentang lingkungan kerja di instalasi radiologi khususnya di ruang
X-Ray. Serta beberapa aspek tentang lingkungan kerja yang ditinjau dari fisik,
kimia, biologi, fisiologi ergonomic, psikologi dan perilaku.

2
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Lingkungan Kerja  

Menurut Mardiana (2005: 15) “Lingkungan kerja adalah lingkungan


dimana pegawai melakukan pekerjaannya sehari-hari”. Sedangkan menurut
Sedarmayati (2009: 21) definisi lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas
dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya di mana seseorang bekerja,
metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai perseorangan maupun
sebagai kelompok.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa lingkungan kerja


merupakan segala sesuatu yang ada disekitar pegawai pada saat bekerja, baik
berbentuk fisik atau non fisik, langsung atau tidak langsung, yang dapat
mempengaruhi dirinya dan pekerjaannya saat bekerja.

Lingkungan kerja yang kondusif memberikan rasa aman dan


memungkinkan para pegawai untuk dapat berkerja optimal. Lingkungan kerja
dapat mempengaruhi emosi pegawai. Jika pegawai menyenangi lingkungan kerja
dimana dia bekerja, maka pegawai tersebut akan betah di tempat kerjanya untuk
melakukan aktivitas sehingga waktu kerja dipergunakan secara efektif dan
optimis prestasi kerja pegawai juga tinggi. Lingkungan kerja tersebut mencakup
hubungan kerja yang terbentuk antara sesama pegawai dan hubungan kerja antar
bawahan dan atasan  serta lingkungan fisik tempat pegawai bekerja.

Menurut Sedarmayanti (2009: 21) “secara garis besar, jenis lingkungan


kerja terbagi menjadi 2 yakni: 1) lingkungan kerja fisik, dan 2) lingkungan kerja
non fisik”.

Sedangkan sumber bahaya di lingkungan kerja dibagi menjadi beberapa kategori,


yaitu:

1) Lingkungan kerja fisik.

3
2) Lingkungan kerja kimia.
3) Lingkungan kerja biologi.
4) Lingkungan kerja fisiologi ergonomic.
5) Lingkungan kerja psikologi dan perilaku.
2.2 Lingkungan Kerja Fisik

Menurut Sedarmayanti (2009: 22) “lingkungan kerja fisik adalah semua


yang terdapat disekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi pegawai baik secara
langsung maupun tidak langsung”. Keadaan lingkungan yang kurang baik dapat
menurut tenaga dan waktu yang lebih banyak yang tentunya tidak mendukung
diperolehnya rancangan sistem kerja yang efisien dan produktif (Ramadon, dkk.
2014). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi lingkungan kerja fisik yaitu
temperatur, pencahayaan, kebisingan, getaran, paparan radiasi, dan lain sebagainya
(Manuaba, 2000).

Lingkungan kerja fisik dapat dibagi dalam dua kategori, yakni :

1. Lingkungan yang langsung berhubungan dengan karyawan (Seperti:


pusat kerja, dan sebagainya) 
2. Lingkungan perantara atau lingkungan umum dapat juga
disebut lingkungan kerja yang mempengaruhi kondisi manusia diantaranya
yaitu :

1. Pencahayaan
Pencahayaan atau cahaya adalah gelombang elektromagnetik yang
sensitif terhadap mata manusia. Definisi lainnya cahaya adalah energi
yang merambat seperti gelombang elektromagnetik. Pada saat melihat
atau mengamati suatu benda kita menggunakan mata, mata dapat melihat
karena menerima rangsangan yang berasal dari cahaya atau sinar yang
datang dari benda tersebut, baik yang di pancarkan langsung maupun
yang dipantulkan dari sumber penerangan (cahaya) yang mengenai benda-
benda tersebut.

Salah satu faktor penting dari lingkungan kerja yang dapat


memberikan kepuasan dan produktivitas adalah adanya penerangan yang

4
memungkinkan pekerja dapat melihat objek-objek yang dikerjakan secara
jelas, cepat dan tanpa upaya-upaya yang tidak perlu. Intensitas
penerangan yang sesuai dengan jenis pekerjaannya akan dapat
meningkatkan produktivitas kerja.

Armstrong (1992) menyatakan bahwa intensitas penerangan yang


kurang dapat menyebabkan gangguan visibilitas dan eyestrain.
Sebaliknya intensitas penerangan yang berlebihan juga dapat
menyebabkan glare, reflections, excessive shadows, visibility dan
eyestrain. Menurut Kroemer dan Grandjean (2000) penerangan yang
tidak didesain dengan baik akan menimbulkan gangguan atau kelelahan
penglihatan selama kerja. Pengaruh dari penerangan yang kurang
memenuhi syarat akan mengakibatkan dampak yaitu :

a. Kelelahan mata sehingga berkurangnya daya dan effisiensi kerja.

b. Kelelahan mental.

c. Keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata.

d. Kerusakan indera mata, dan lain-lain.

Selanjutnya pengaruh kelelahan pada mata tersebut akan bermuara


kepada penurunan performasi kerja, sebagai berikut:

a. Kehilangan produktivitas

b. Kualitas kerja rendah

c. Banyak terjadi kesalahan

d. Kecelakaan kerja meningkat

2. Kebisingan
Kebisingan menurut KEP.MENAKAER NOMOR:KEP51/MEN/1999
adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat
proses produksi atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat
menimbulkan gangguan pendengaran.

5
Ada dua hal yang menentukan kualitas suatu bunyi, yaitu frekuensi dan
intensitasnya. Frekuensi dari gelombang bunyi dinyatakan dalam
banyaknya geteran perdetik, dan diukur dalam satuan Hertz (Hz). Bunyi
dapat ditemukan dalam range frequensi yang besar. Bunyi yang dapat
didengar oleh manusia antara 16 Hz sampai 20.000 Hz. Biasanya suatu
kebisingan terdiri dari campuran sejumlah gelombang-gelombang
sederhana dari beraneka frekuensi. Nada dari kebisingan ditentukan oleh
frekuensi-frekuensi yang ada.

Dampak Kebisingan

Dampak kebisingan menurut Wold Health Organization (WHO)


adalah gangguan komunikasi dan pengaruh perfoma kerja merupakan
masalah kesehatan. Pengaruh kebisingan pada pekerja bisa terjadi secara
langsung (akut) dan terjadi dalam jangkapanjang (kronis). Efek kebisingan
pada fungsi pendengaran bisa dikategorikan menjadi : 1) trauma akustik, 2)
temporary threshold shift, 3)Permanent threshold shift.

Sedangkan pengaruh kebisingan bukan pada pendengaran bisa


berupa gangguan kenyamanan bekerja, gangguan konstrasi dan perhatian,
gangguan emosional, gangguan tidur, gangguan komunikasi, kelelahan
(fatigue). Gangguan pada non pendengaran pada akhirnya dapat
menyebabkan produktivitas yang menurun, perubahan moral kerja yang
buruk, tingginya ketidakhadiran bekerja atau mengalami sakit, kesalahan
dalam menginterpretasi perintah, kecenderungan mengalami kecelakaan.
Selain akibat buruk yang terjadi, dampak lain dari kebisingan (extrauditory
effects) bisa berupa gangguan pencernaan (nausea : mual), keadaan tubuh
terasa lemas atau rasa tidak enak (Malaisea), dan sakit kepala (Headache).

3. Getaran Mekanis
Getaran adalah gerakan bolak balik suatu massa melalui keadaan
seimbang terhadap suatu titik acuan. Pemaparan getaran terhadap pekerja
merupakan efek dari peralatan mekanik yang digunakan tersebut

6
memberikan dampak yang beraneka ragam sesuai dengan jenis, posisi dan
frekwensi dan lama paparan getaran pada tenaga kerja

Secara garis besar getaran dibagi menjadi tiga jenis, yaitu

1. Getaran vulkanis (geologis) getaran yang timbul akibat gejala alam


berupa letusan gunung berapi dan pergerakan permukaan kulit bumi.

2. Getaran mekanis adalah getaran yang ditimbulkan karena pengoperasian


peralatan mekanis

3. Getaran kejut atau getaran yang terjadi seketika karena terhempas atau
terjatuh dari ketinggian.

4. Radiasi
Radiasi dibedakan menjadi dua macam energi elektromagnetik yaitu: a)
Radiasi pengion (ionozing radiation) dan b) Radiasi Non Ionisasi. Radiasi
mengion (Ionizing Radiation). Ionisasi adalah proses saat sebuah atom atau
molekul keholangan atau memperoleh elektron sehingga terbetuk partikel-
partikelyang bermuatan listrik. Partikel-partikel yang bermuatan ini dikenal
sebagai ion-ion. Bersamaan dengan proses ionisasi akan terjadi pemindahan
energi ke material dimana ion-ion akan terbentuk. Radiasi Non Ionisasi
(Non Ionizing Radiation). Radiasi Non Ionisasi terbagi menjadi :

a) Radiasi ultraviolet,

b) Radiasi inframerah,

c) Radiasi cahaya tampak,

d) Radiasi gelombang mikro,

e) Radiasi LASER.

Pada pemanfaatan radiasi baik radiasi non pengion maupun radiasi


pengion dapat menimbulkan dampak negatif yang berupa efek stokastik dan
efek deterministik. Untuk mencegah timbulnya dampak tersebut dapat
diupayakan penggunaan radiasi non pengion dan pengion seminimal

7
mungkin dan menggunakan alat pelindung diri. Selain itu untuk
pemanfaatan radiasi pengion hendaknya sejauh mungkin dari sumber
radiasi karena probabilitas timbulnya dampak negatif tersebut lebih cepat
pada paparan radiasi pengion (Pusdiklat-BATAN, 2016).

5. Temperatur
Manusia selalu berusaha mempertahankan keadaan normal tubuh
dengan sistem tubuh yang sangat sempurna sehingga dapat menyesuaikan
dengan perubahan yang terjadi di luar tubuhnya. Tubuh manusia
menyesuaikan diri karena kemampuannya untuk melakukan proses
konveksi, radiasi, dan penguapan jika terjadi kekurangan atau kelebihan
yang membebaninya. Tetapi kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan
temperatur luar jika perubahannya tidak melebihi 20% untuk kondisi panas
dan 35% untuk kondisi dingin terhadap temperatur normal ± 24°C
(Ramadon, dkk, 2014).

Mikroklimat dalam lingkungan kerja menjadi sangat stressor yang


menyebabkan strain kepada pekerja apabila tidak dikendalikan dengan
baik. Mikroklimat dalam lingkungan kerja terdiri dari unsur suhu udara
(kering dan basah), kelembaban nisbi, panas radiasi dan kecepatan gerakan
udara.

Untuk negara dengan dua musim seperti Indonesia Kroemer dan


Grandjean (2000) memberikan batas toleransi suhu tinggi sebesar 35-40°C,
24 kecepatan udara 0,2 m/detik dan kelembaban antara 40-50%. Dengan
demikian jelas bahwa mikroklimat yang tidak dikendalikan dengan baik
akan berpengaruh terhadap tingkat kenyamanan pekerjaan dan gangguan
kesehatan, sehingga dapat meningkatkan beban kerja, mempercepat
munculnya kelelahan dan keluhan subjektif serta menurunkan produktivitas
kerja. Nilai ambang batas (NAB) untuk iklim kerja adalah situasi kerja yang
masih dapat dihadapi tenaga kerja dalam bekerja sehari-hari dimana tidak
mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan untuk waktu kerja terus
menerus selama 8 jam kerja sehari dan 40 jam seminggu. Menurut
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1405/Menkes/SK/XI/2002, NAB

8
terendah untuk temperatur ruangan adalah 18°C dan NAB tertinggi adalah
30°C pada kelembaban nisbi udara antara 65% sampai dengan 95%.

2.3 Lingkungan Kerja Kimia

Faktor kimia adalah faktor didalam tempat kerja yang bersifat kimia, yang
meliputi bentuk padatan (partikel, cair, gas, kabut, aerosol, dan uap yang berasal
dari bahan- bahan kimia, mencakup wujud yang bersifat partikel adalah debu,
awan, kabut, uap logam, dan asap ; serta wujud yang tidak bersifat partikel adalah
gas dan uap (pasal 1, butir 11, dan butir 12. Permennakertransi No.PER.
13/MEN/X/2011, tentang NAB (Nilai Ambang Batas) Faktor Fisika dan Kimia di
Tempat Kerja).

Sedangkan bahan kimia (chemical), adalah unsur kimia dan senyawanya


dan campurannya, baik yang bersifat alami maupun sintetis. Keracunan bahan
kimia, dimana dalam keadaan normal, badan manusia mampu mengatasi
bermacam-macam bahan dalam batas-batas tertentu. Keracunan terjadi apabila
batas-batas tersebut dilampui dimana badan tidak mampu mengatasinya (melalui
saluran pencernaan, penyerapan atau pembuangan).

Bahaya kimia (chemical hazard) adalah bahan kimia yang digolongkan


kedalam bahan-bahan berbahaya atau memiliki informasi yang menyatakan bahwa
bahan tersebut berbahaya, biasanya informasi tersebut dalam “lembar data
keselamatan (chemical safety data sheet)”, yang memuat dokumen dan informasi
penting untuk para pengguna yang bertalian dengan sifat kandungan bahayanya
dan cara-cara penggunaan yang aman, ciri-ciri,supplier, penggolongan, bahayanya,
peringatan-peringatan, bahaya dan prosedur tanggap darurat.

Faktor-faktor yang menciptakan kondisi intensitas bahaya di area


lingkungan tempat kerja yang berhubungan dengan penggunaan bahan kimia
meliputi ;

(i) derajat racun,


(ii) sifat-sifat fisik dari bahan,

9
(iii) tata cara kerja,
(iv) sifat dasar,
(v) tempat/jalan masuk,
(vi) kerentanan individu para pekerja, dan
(vii) kombinasi faktor-faktor (i) sampai dengan (vi) akan menibulkan
situasi yang berbahaya
Bahan kimia dapat dikelompokkan berdasarkan sifat fisik racun, sifat kimia,
dan tipe bahan kimia. Berdasarkan sifat racun, bahan kimia dikelompokkan
menjadi:

1. Debu diudara (airbon dust)


Adalah suspensi partikel benda padat diudara . Butiran debu ini
dihasilkan oleh pekerjaan yang berkaitan dengan gerinda, pemboran dan
penghancuran pada proses pemecahan bahan-bahan padat. Ukuran besarnya
butiran-butiran tersebut sangat bervariasi mulai yang dapat dilihat oleh mata
telanjang (> 1/20 mm) sampai pada tidak kelihatan. Debu yang tidak
kelihatan berada diudara untuk jangka waktu tertentu dan hal ini
membahayakan karena bisa masuk menembus kedalam paru-paru.

2. Gas
Adalah bahan seperti oksigen, nitrogen, atau karbon dioksida dalam
bentuk gas pada suhu dan tekanan normal, dapat dirubah bentuknya hanya
dengan kombinasi penurunan suhu dan penambahan tekanan.

3. Aerosol (partikel)
Yaitu setiap sistem titik-titik cairan atau debu yang mendispersi
diudara yang mempunyai ukuran demikian lembutnya sehingga kecepatan
jatuhnya mempunyai stabilitas cukup sebagi suspensi diudara. Perlu diingat
bahwa partikel-partikel debu selalu berupa suspensi.

4. Kabut (mist)
Adalah sebaran butir-butir cairan diudara. Kabut biasanya
dihasilkan oleh proses penyemprotan dimana cairanh tersebar, terpercik
atau menjadi busa partikel buih yang sangat kecil.

10
5. Asap (fume)
Adalah butiran-butiran benda padat hasil kondensasi bahan-bahan
dari bentuk uap. Asap ini biasanya berhubungan dengan logam di mana uap
dari logam terkondensasi menjadi butiran-butiran padat di dalam ruangan
logam cair tersebut. Asap juga ditemui pada sisa pembakaran tidak
sempurna dari bahan-bahan yang mengandung karbon, karbon ini
mempunyai ukuran lebih kecil dari 0,5  (micron)

6. Uap Air (Vavor)


Adalah bentuk gas dari cairan pada suhu dan tekanan ruangan cairan
mengeluarkan uap, jumlahnya tergantung dari kemampuan penguapannya.
Bahanbahan yang memiliki titik didih yang rendah lebih mudah menguap
dari pada yang memiliki titik didih yang tinggi.

Bahan berbahaya khususnya bahan kimia adalah bahan-bahan yang


pada suatu kondisi tertentu dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan, pada
setiap tingkat pekerjaan yang dilakukan (penyimpanan, pengangkutan,
penggunaan, pembuatan dan pembuangan). Secara umum, bahan-bahan kimia
berbahaya dapat dikelompokkan menjadi :

a. Bahan kimia mudah meledak


Adalah bahan kimia berupa padatan atau cairan, atau campurannya
yang sebagai akibat suatu perubahan (reaksi kimia, gesekan, tekanan,
panas, atau perubahan lainnya) menjadi bentuk gas yang berlangsung dalam
proses yang relative singkat disertai dengan tenaga perusakan yang besar,
pelepasan tekanan yang besar serta suara yang keras.
b. Bahan kimia mudah terbakar
Adalah bahan kimia bila mengalami suatu reaksi oksidasi pada
suatu kondisi tertentu, Akan menghasilkan nyala API. Tingkat bahaya dari
bahan-bahan ini ditentukan oleh titik bakarnya, makin rendah titik bakar
bahan tersebut semakin berbahaya.

11
Tabel.1. Beberapa titik nyala yang umum

c. Bahan kimia beracun


Merupakan bahan kimia dalam jumlah relative sedikit, dapat
mempengaruhi kesehatan manusia atau bahkan menyebabkan kematian,
apabila terabsorbsi tubuh manusia melalui injeksi. Sifat racun dari bahan
dapat berupa kronik atau akut dan sering tergantung pada jumlah bahan
tersebut yang masuk kedalam tubuh.

d. Bahan kimia korosif


Adalah bahan kimia meliputi senyawa asam-asam alkali dan bahan-
bahan kuat lainnya, yang sering mengakibatkan kerusakan logam-logam
bejana atau penyimpan. Senyawa asam alkali dapat menyebabkan luka
bakar pada tubuh, merusak mata, merangsang kulit dan system pernafasan.
e. Bahan kimia radioaktif
Yaitu bahan kimia yang mempunyai kemampuan untuk
memancarkan sinar-sinar radioaktif seperti sinar alfa, beta, sinar gamma,
sinar netron, dan lain-lain, yang dapat membahayakan tubuh manusia.
Suatu bahan kimia dikatakan memiliki sifat berbahaya apabila satu atau
lebih dari sifat-sifat bahaya tersebut diatas terdapat didalam bahan kimia
tersebut, yang selain mudah meledak, dapat pula menjadi bahan kimia
beracun dan meracuni kehidupan.
f. Bahan kimia oksidator
Bahan kimia oksidator bersifat eksplosif karena sangat reaktif dan
tidak stabil, mampu menghasilkan oksigen dalam reaksi atau penguraianya
sehingga dapat menimbulkan kebakaran selain ledakan. Bahan oksidator
terdiri dari :

12
– Oksidator organik : Permanganat, Perklorat, Dikromat, Hidrogen
Peroksida, Periodat, Persulfat.
– Peroksida organik : Benzil Peroksida, Asetil Peroksida, Eteroksida,
Asam Parasetat.
– Peroksida-peroksida organik dapat pula terbentuk pada
penyimpanan pelarut organik seperti eter, keton, ester, senyawa-
senyawa tidak jenuh dsb yang bersifat eksplosif.
g. Bahan kimia reaktif
Adalah bahan kimia yang sangat mudah bereaksi dengan bahan-
bahan lainnya, disertai pelepasan panas dan menghasilkan gas-gas yang
mudah terbakar atau keracunan, atau korosi. Sifat reaktif dari bahan-bahan
kimia dapat dibedakan atas dua jenis :
– Reaktif terhadap air, yaitu bahan kimia reaktif yang sangat mudah
bereaksi dengan air, mengeluarkan panas dan gas yang mudah
terbakar.
– Reaktif tehadap asam, yaitu bahan kimia reaktif yang sangat mudah
bereaksi dengan asam, menghasilkan panas dan gas yang mudah
terbakar atau gas-gas beracun serta bersifat korosif.
h. Bahan reaktif terhadap air
Beberapa bahan kimia dapat bereaksi hebat dengan air, dapat
meledak atau terbakar. Ini disebabkan zat-zat tersebut bereaksi secara
eksotermik (mengeluarkan panas) yang besar atau mengeluarkan gas yang
mudah terbakar, contoh :
– Alkali (Na, K) dan Alkali tanah (Ca)
– Logam Halida (Alumunium tibromida)
– Oksida logam anhidrat (CaO)
– Oksida non logam Halida (Sulfuril Halida)
Jelas bahan-bahan tersebut harus jauh dari air atau disimpan ditempat
yang kering dan bebas dari kebocoran bila hujan turun, dan bahan reaktif
diatas juga reaktif terhadap asam. Selain itu juga terdapat bahan-bahan lain
yang dapat bereaksi dengan asam secara hebat. Reaksi yang terjadi adalah
reaksi eksotermis atau menghasilkan gas-gas yang mudah terbakar atau

13
eksplosif, contoh : Kalium Klorat/perklorat, Kalium Permanganat, Asam
Akromat (Cr₂O₃).
i. Gas bertekanan
Gas bertekanan telah banyak digunakan dalam industri ataupun
laboratorium. Bahaya dari gas tersebut pada dasarnya adalah karena
tekanan tinggi dan juga efek yang mungkin juga bersifat racun, aspiksian,
korosif, dan mudah terbakar.

Tabel .2. penggunaan gas bertekanan dan bahayanya

Gas-gas tersebut diatas dalam silinder yang bertekanan, harus


disimpan dalam keadaan terlindung, bebas panas, dan goncangan serta
terikat kuat dan bebas dari kebocoran kran.

2.4 Lingkungan Kerja Biologi


Menurut Arief (2012) bahaya biologi dapat didefinisikan sebagai debu
organik yang berasal dari sumber-sumber biologi yang berbeda seperti virus,
bakteri, jamur, protein dari binatang atau bahan-bahan dari tumbuhan seperti
produk serat alam yang terdegradasi. Bahaya biologi dapat dibagi menjadi dua
yaitu :

(i) Yang menyebabkan infeksi


(ii) Non-infeksi.
Bahaya dari yang bersifat non infeksi dapat dibagi lagi menjadi
(i) Organisme viable,
(ii) Racun biogenik dan
(iii) Alergi biogenik.

14
Identifikasi resiko bahaya factor biologi di lingkungan tempat kerja, yaitu
melalui agents penyebab penyakit seperti:

1. Bakteri
Bakteri mempunyai tiga bentuk dasar yaitu (i) bulat (kokus), (ii)
lengkung dan (iii) batang (basil). Banyak bakteri penyebab penyakit timbul
akibat kesehatan dan sanitasi yang buruk, makanan yang tidak dimasak dan
dipersiapkan dengan baik dan kontak dengan hewan atau orang yang
terinfeksi. Contoh penyakit yang diakibatkan oleh bakteri : anthrax (kulit
dan paru), tuberculosis (paru), burcelosis (sakit kepala,atralagia,
enokkarditis), lepra, tetanus, thypoid, cholera, dan sebagainya
2. Bahaya infeksi
Pekerja yang potensial mengalaminya a.l.: pekerja di rumah sakit,
laboratorium, jurumasak, penjaga binatang, dokter hewan dll.
Contoh : Hepatitis B, tuberculosis, anthrax, brucella, tetanus, salmonella,
chlamydia, psittaci Masuknya M.O. kedalam tubuh tidak selalu
mengakibatkan infeksi, dipengaruhi oleh banyak faktor, aanata lain :
(i)Virulensi, (ii) Route of infection, (iii) Daya tahan tubuh
3. Virus
Virus mempunyai ukuran yang sangat kecil antara 16 - 300 nano meter.
Virus tidak mampu bereplikasi, untuk itu virus harus menginfeksi sel
inangnya yang khas. Contoh penyakit yang diakibatkan oleh virus :
influenza, varicella, hepatitis, HIV, dan sebagainya

Banyak dari mikroorganisme ini dapat menyebabkan penyakit hanya setelah


masuk kedalam tubuh manusia dan cara masuknya kedalam tubuh, yaitu :

1. Melalui saluran pernapasan Inhalasi spora/debu tercemar : Kokidiomikosis,


Histoplasmosis, New Castle, Ornitosisk, Q fever, Tbc

2. Melalui mulut (makanan dan minuman) Hepatitis, Diare, Poliomyelitis

3. Melalui kulit

15
2.5 Lingkungan Kerja Fisologi ergonomic
Kementerian kesehatan telah menetapkan standar terkait K3, yaitu PMK
No 48 Tahun 2016 tentang Standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja Perkantoran.
Dalam peraturan ini dijabarkan bahwa standar K3 Perkantoran meliputi
keselamatan kerja, kesehatan kerja, kesehatan lingkungan kerja perkantoran dan
Ergonomi Perkantoran.

Ergonomi yaitu ilmu yang mempelajari perilaku

manusia dalam kaitannya dengan pekerjaan mereka. Sasaran penelitian


ergonomi ialah manusia pada saat bekerja dalam lingkungan. Secara singkat dapat
dikatakan bahwa ergonomi ialah penyesuaian tugas pekerjaan dengan kondisi
tubuh manusia ialah untuk menurunkan stress yang akan dihadapi. Upayanya
antara lain berupa menyesuaikan ukuran tempat kerja dengan dimensi tubuh agar
tidak melelahkan, pengaturan suhu, cahaya dan kelembaban bertujuan agar sesuai
dengan kebutuhan tubuh manusia.

Secara garis besar, sumber bahaya lingkungan kerja oleh karena penerapan
ergonomi yang tidak tepat dibedakan menjadi tiga, yaitu:

1. Ergonomi kognitif
Ergonomi kognitif atau teknik kognitif adalah cabang muncul ergonomi
yang menempatkan penekanan khusus pada analisis proses-proses kognitif -
misalnya, diagnosis, pengambilan keputusan dan perencanaan - yang
diperlukan operator dalam industri modern (Hutabarat, 2018).
2. Ergonomi fisik
Ergonomi fisik membahas mengenai antropometri, lingkungan fisik di
tempat kerja, dan biomekanik. Topik-topik yang relevan dalam ergonomi
fisik antara lain: posisi tubuh (duduk, berdiri), posisi tubuh pada saat
mengangkat, menjinjing beban.
3. Ergonomi organisasi
Dalam ergonomi ini bisa dilihat mengenai komunikasi di dalam
lingkungan pekerjaan, perancangan waktu kerja, organisasi diperusahaan
yang membuat pekerja merasa nyaman dalam bekerja.

16
2.6 Lingkungan Kerja Psikologi dan Perilaku
Menurut Muhibbin Syah (2001), psikologi adalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari tingkah laku terbuka dan tertutup pada manusia baik selaku individu
maupun kelompok, dalam hubungannya dengan lingkungan. Tingkah laku terbuka
adalah tingkah laku yang bersifat psikomotor yang meliputi perbuatan berbicara,
duduk , berjalan dan lain sebgainya, sedangkan tingkah laku tertutup meliputi
berfikir, berkeyakinan, berperasaan dan lain sebagainya.

Dari definisi tdiatas dapat disimpulkan bahwa pengertian psikologi 


adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia, baik sebagai
individu maupun dalam hubungannya dengan lingkungannya. Tingkah laku
tersebut berupa tingkah laku yang tampak maupun tidak tampak, tingkah laku yang
disadari maupun yang tidak disadari. Psikologis seseorang sangat berpengaruh
pada konsentrasi dalam melakukan suatu pekerjaan. Bila konsentrasi sudah
terganggu maka akan mempengaruhi tindakan-tindakan yang akan dilakukan ketika
bekerja. Sehingga kecelakaan kerja sangat mungkin terjadi.

Pada umumnya stres kerja lebih banyak merugikan diri pekerja maupun
perusahaan. Pada diri pekerja, konsekuensi tersebut dapat berupa menurunnya
gairah kerja, kecemasan yang tinggi, frustrasi dan sebagainya (Rice, 1999).
Konsekuensi pada pekerja ini tidak hanya berhubungan dengan aktivitas kerja saja,
tetapi dapat meluas ke aktivitas lain di luar pekerjaan. Yang sering menjadi sumber
tekanan psikis berupa:

a) Pengaturan jam kerja dan jam istirahat,

b) Beban atau volume pekerjaan

c) Pajanan lingkungan kerja,

d) Tanggung jawab,

e) Budaya organisasi dan

f) Kerja monoton

17
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Ruangan Pesawat Sinar-X (X-Ray)


Ruangan Instalasi Radiologi biasanya terbagi menjadi dua. Yang
pertama yaitu menjadi satu dengan ruang IGD agar lebih mudah diakses
IGD. Dan, yang kedua berada di gedung yang terletak ditengah-tengah
antara poli dan ruangan. Di beberapa rumah sakit biasanya menjadi satu
gedung dengan ruang ICU dan NICU, agar memudahkan pelayanan.
Dalam Instalasi Radiologi terbagi lagi menjadi beberapa ruangan
pemeriksaan diantaranya:
1. Ruang X-ray
2. Ruang CT-SCAN
3. Ruang Mammografi
4. Ruang Panoramic dan Cephalometri
5. Ruang USG dll.
Dalam ruangan radiologi diagnostic konvensional (kontras dan non
kontras) terdapat pesawat Sinar-X dengan teknologi Computed Radiografi
ataupun Digital Radiografi yang terpasang secara tetap. Alat inilah yang
digunakan radiographer untuk memeriksa pasien. Selain pesawat Sinar-X,
dalam ruang X-ray juga dilengkapi dengan sarana dan fasilitas pendukung
lain seperti:

1. Meja pemeriksaan
2. Ruang ganti pasien
3. Air Conditioner (AC)
4. Apron
5. Trolley tindakan dll.
3.2 Lingkungan Kerja Fisik di Ruangan X-Ray
Ditinjau dari Lingkungan Kerja Fisik pada ruangan x-ray yang
berada di salah satu RSU, dapat di diketahui dari beberapa faktor sebagai
berikut:

18
1. Pencahayaan
Pencahayaan di ruangan x-ray terbilang sangat cukup dan tidak
mengganggu pekerja radiologi untuk memeriksa pasien.
2. Kebisingan
Di ruangan radiologi x-ray tidak terdapat kebisingan yang dapat
mengganggu para pekerja. Karena di ruang x-ray tidak terdapat alat yang
mengeluarkan suara keras dan lain sebagainya. Di ruang x-ray suasana
tenang sangat diperlukan. Ruang x-ray harus terbebas dari suara lain
yang bisa menganggu jalannya pemeriksaan dan konsentrasi petugas saat
bekerja.

3. Getaran Mekanis
Getaran mekanis jarang terjadi di ruangan tersebut dikarenakan
pesawat sinar-x tidak menimbulkan getaran.
4. Radiasi
Ruangan pesawat sinar-x sudah di desain dengan ketentuan yang
berlaku seperti ketebalan dinding 25 cm dan pintu yang mengandung
timbal (Pb). Jadi, efek radiasi tidak akan terpapar sampai keluar ruangan.
Selain itu juga disediakan APD (Alat Pelindung Diri) yang memadai
bagi para pekerja dan apron bagi pasien yang dapat digunakan untuk
melindungi dari paparan radiasi.
Pesawat Sinar-X tidak melampaui Nilai Batas Dosis 1 mSv/tahun
(satu milisievert per tahun). Pada ruang X-ray diatur ventilasi setinggi 2
(dua) meter dari lantai sebelah luar agar orang di luar tidak terkena
paparan radiasi. Di atas pintu masuk ruang pemeriksaan dipasang lampu
merah yang menyala pada saat pesawat dihidupkan sebagai tanda sedang
dilakukan penyinaran (lampu peringatan tanda bahaya radiasi).
5. Temperatur
Suhu ruang pemeriksaan biasanya 20-24 °C dan kelembaban 40 - 60 %.

3.3 Lingkungan Kerja Kimia di Ruang X-Ray


Bahan kimia yang ada di ruangan X-ray tidak terlalu banyak dan di
beberapa rumah sakit menyediakan bahan kimia yang berbeda beda.
Beberapa bahan kimia yang tersedia antara lain adalah media kontras seperti
barium dan iodium, alkohol pada hand sanitizer, timbal pada apron dan pintu

19
ruangan. Beberapa bahan kimia tersebut bermanfaat sesuai dosis yang
digunakan. Contohnya seperti media kontras yang harus digunakan sesuai
takaran yang cukup tergantung dari jenis pemeriksaannya.
Penanganan dan pembuangan bahan kimia yang yang dapat
membahayakan ditampung pada bak sampah yang berbeda. Selanjutnya
diangkut ke tempat pembuangan akhir sesuai dengan jenis limbah untuk
ditangani lebih lanjut atau dimusnahkan.

3.4 Lingkungan Kerja Biologi di Ruang X-Ray


Bahaya biologi yang terdapat pada ruangan pesawat sinar-X biasanya
berasal dari kuman pathogen yang dibawa oleh pasien yang diperiksa.
Beberapa resiko bahaya biologi yang dapat menginfeksi pekerja antara lain
adalah hepatitis B, Tuberculosis, HIV, dan yang sedang mewabah saat ini
adalah virus COVID-19. Untuk itu para pekerja disediakan APD untuk
menghindari resiko penularan terjadi. Petugas radiologi hendaknya juga
selalu mengecek klinis pada pasien sebelum pemeriksaan dilakukan agar
dapat melakukan tindakan yang tepat dan mengantisipasi penularan penyakit
dari pasien.
Selain itu bahaya biologi juga dapat berasal dari kebersihan ruangan itu
sendiri. Untuk itu menjaga ruangan agar selalu dalam keadaan bersih adalah
tanggung jawab masing-masing radiographer. Namun untuk tingkat
kekotoran yang jauh diluar jangkauan kemampuan dan bukan wewenang
radiografe, harus segera menghubungi petugas yang bertugas (cleaning
service).

3.5 Lingkungan Kerja Fisiologi Ergonomic di Ruang X-Ray


Ruangan yang dibangun haruslah nyaman bagi para pekerja dengan
ukuran menyesuaikan dengan besarnya alat dan harus sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Ruangan juga dilengkapi dengan sistem pengaturan
udara sesuai dengan kebutuhan. Jarak antara ruangan sinar-x dengan ruang
printer Computed Radiologi (CR) pun tidak terlalu jauh (berlaku pula untuk

20
pesawat radiologi konvensional yang menggunakan kamar gelap) Sehingga
memudahkan para pekerja untuk menjalankan tugasnya.
Guna mendukung kelancaran pelayanan radiodiagnostik dan imaging
instalasi radiologi juga memfasilitasi sarana prasarana pendukung. Dalam
ruang pemeriksaan X-ray disediakan AC agar pasien dan petugas dapat
mengatur suhu sesuai yang diinginkan. Selain itu juga terdapat meja kerja
serta kursi untuk petugas menjalankan tugasnya dengan nyaman. Di instalasi
radiologi juga terdapat ruang khusus staff yang dilengkapi loker karyawan,
meja kerja, lemari arsip dll. Di ruang ini biasanya petugas gunakan untuk
beristirahat.

3.6 Lingkunga Lingkungan Kerja Psikologi & Perilaku di Ruang X-Ray


Proses pengorganisasian, struktur dan wewenang jabatan di Instalasi
Radiologi dilakukan dengan tujuan untuk memudahkan dalam
pendelegasian tugas. Di dalam organisasi di ruang instalasi radiologi
haruslah terstruktur dengan baik. Begitu pula dengan pembagian shift kerja
yang di atur sesuai jam kerja yang efektif pada para pekerja agar tidak
terjadi gangguan psikologi bagi para pekerja.
Pengaturan dinas radiographer dibuat oleh coordinator radiologi dan
disetujui oleh kepala instalasi radiologi. Radiografer pada umumnya
memiliki waktu kerja selama 7 jam perharinya. Shift jaga radiographer
dibagi menjadi 3, shift pagi, shift siang, shift malam setelah shift malam
radiographer mendapat libur. Selain itu apabila radiographer dalam suatu
kondisi yang tidak dapat hadir karena suatu kondisi yang tidak dapat
ditunda (misalnya sakit, duka, dsb) radiographer segera menginformasikan
berita tersebut ke coordinator pelayanan radiologi agar pelaksanaan dinas
dapat digantikan. Beberapa tugas, wewenang, dan tanggung jawab juga di
bebani bagi pekerja agar kondisi lingkungan kerja tetap stabil dan tetap
terjaga.

21
BAB IV

PENUTUP

4.1 Simpulan
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa lingkungan kerja
merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam menunjang
hasil kerja yang maksimal dalam setiap pekerjaan. Jika lingkungan kerja
kurang kondusif maka dapat menyebabkan kinerja tenaga kerja menurun
ini disebabkan kurangnya motivasi kerja yang muncul dari dalam diri
tenaga kerja untuk bekerja dengan baik.

Lingkungan kerja di instalasi radiologi haruslah baik ditinjau dari


lingkungan kerja fisik, kimia, biologi, fisiologi ergonomic, maupun
psychology dan tingkah laku. Hal ini dimaksudkan agar tercipta
lingkunngan kerja yang kondusif sehingga para pekerja dapat melakukan
tugas dengan optimal tanpa adanya hambatan berarti.

4.2 Saran
Hendaknya bagi petugas radiologi senantiasa selalu menerapkan
SOP yang berlaku di masing-masing tempat kerjanya. hal ini agar
terwujudnya suatu pelayanan yang sistematis, efektif, dan efisien. Selain
itu juga agar terhindar dari resiko kerja serta hal-hal yang tidak
diinginkan terjadi.

22
DAFTAR PUSTAKA

Arief, M. Latar. 2012. Lingkungan Kerja Faktor Kimia dan Biologi. Fakulatas
Ilmu-Ilmu Kesehatan Program Studi Kesehatan Masyarakat, Peminatan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Univ. Esa Unggul.

Farida, W. (2020). Lingkungan_Kerja.pptx. Malang

Furotul. 2015. Makalah - Lingkungan Kerja. (online)


http://furotul29.blogspot.com/2015/04/makalah-lingkungan-kerja.html
Diakses pada Sabtu, 28 November 2020

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1014/MENKES/SK/XI/2008 Tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik
di Sarana Pelayanan Kesehatan.

Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir, Nomor 8 Tahun 2011 Tentang
keselamatan Radiasi Dalam Penggunaan Pesawat Sinar-X Radiologi
Diagnostik dan Intervensional.

Pedoman Pelayanan Instalasi Radiologi 2019 . RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo,
Kota Mojokerto

RSUP Dr. Sardjito. 2019. Ergonomi Perkantoran. (online)


https://sardjito.co.id/2019/09/30/ergonomi-perkantoran/ Diakses pada Sabtu,
28 November 2020

Teori-teori Manajemen dan Organisasi : Lingkungan Kerja 2015. (Online)


http://theorymanajemendanorganisasi.blogspot.com Diakses pada Sabtu, 28
November 2020

23

Anda mungkin juga menyukai