Anda di halaman 1dari 11

PROGRAM BALITA DAN ANAK PRA-SEKOLAH

RESUME KESEHATAN IBU DAN ANAK


“ PROGRAM BALITA DAN ANAK PRA-SEKOLAH ”

Dosen Pengampu : Lenny Sinaga SST M.Biomed

DI SUSUN KELOMPOK 4 :
1.      Ani Romaningsih
2.      Zulaiha Affuah
3.      Iis sholehat
4.      M. Faizal Azwar
5.      Reno Mardani
6.      Devi Ningsih
7.      Doni Fernando
8.      Dedi Ariadi
9.      Denis Pinangkis

YAYASAN HAJI SOEHELLY  QARY


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) MERANGIN
PRODI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
TAHUN AJARAN 2014/2015

A. BALITA
Balita adalah anak yang berusia antara 1-3 tahun. Tiga tahun pertama kehidupan,
pertumbuhan mental intelektual berkembang pesat. Masa ini merupakan masa keemasan atau
golden periode dimana terbentuk dasar-dasar kemampuan keindraan, berfikir, berbicara serta
pertumbuhan mental intelektual yang intensif dan awal pertumbuhan moral.
Pada masa ini stimulasi sangat penting ntuk mengoptimalkan fungsi-fungsi organ tubuh
dan rangsangan perkembangan otak. Upaya deteksi dini gangguan pertumbuhan dan
perkembangan pada anak usia dini menjadi sangat penting agar dapat dikoreksi sedini mungkin
dan atau mencegah gangguan kearah yang lebih berat.
Bentuk pelaksanaan tumbuh kembang anak di lapangan dilakukan dengan mengacu pada
pedoman stimulasi, deteksi dan intervensi tumbuh kembang anak (SDIDTK) yang dilaksanakan
oleh tenaga kesehatan di puskesmas dan jajarannya seperti dokter, bidan, perawat, ahli gizi,
penyuluh kesehatan masyarakat, dan tenaga kesehatan lainnya yang peduli dengan anak.
Kematian bayi dan balita merupakan salah satu parameter derajat kesejahteraan suatu
Negara. Sebagian besar penyebab kematian bayi dan balita dapat dicegah dengan teknologi
sederhana di tingkat pelayanan kesehatan dasar, salah satunya adalah dengan menerapkan
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS), di tingkat pelayanan kesehatan dasar. Bank duania
1993 melaporkan bahwa MTBS merupakan intervensi yang cost effective untuk mengatasi
masalah kematian balita yang disebabkan oleh infeksi pernafasan akut (ISPA), diare, campak,
malaria, kurang gizi dan yang sering merupakan kombinasi dari keadaan tersebut.
Sebagai upaya untuk menurunkan angka kematian balita, departemen kesehatan RI
bekerja sama dengan WHO telah mengembangkan paket pelatihan. Manajemen terpadu balita
sakit (MTBS) yang mulai dikembangkan di Indonesia sejak tahun 1996 dan implementasinya
dimulai 1997 dan saat ini telah mencakup 33 provinsi.
Pelayanan kesehatan anak balita meliputi pelayanan pada anak balita sakit dan balita
sehat. Pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan sesuai standar yang meliputi:
a.       Pelayanan pemantauan pertumbuhan minimal 8 kali setahun yang tercatat dalam buku
KIA/KMS. Bila berat badan anak balita setiap bulan yang tercatat pada buku KIA/KMS. Bila
berat badan naik dalam 2 bulan berturut-turut atau berat badan anak balita dibawah garis merah
harus dirujuk ke sarana pelayanan kesehatan.
b.      Stimulasi deteksi dan intervensi dini tumbuh kembang (SDIDTK) minimal 2 kali dalam setahun.
Pelayanan SDIDTK meliputi pemantauan perkembangan motorik kasar, motorik halus, bahasa,
sosialisasi dan kemandirian minimal 2 kali pertahun (setiap 6 bulan). Pelayanan SDIDTK
diberikan dalam gedung (Sarana pelayanan kesehatan) maupun diluar gedung.
c.       Pemberian vitamin A dosis tinggi (200.000 IU), 2 kali dalam setahun
d.      Kepemilikan dan pemanfaatan buku KIA oleh setiap balita
e.       Pelayanan anak balita sakit sesuai standar dengan pendekatan MTBS

Program pelayanan balita yaitu :


1.      Pemantauan pertumbuhan balita dengan KMS
KMS (Kartu Menuju Sehat) untuk balita adalah alat yang sederhana dan murah, yang dapat
digunakan untuk memantau kesehatan dan pertumbuhan anak. Oleh karenanya KMS harus
disimpan oleh ibu balita di rumah, dan harus selalu dibawa setiap kali mengunjungi posyandu
atau fasilitas pelayanan kesehatan, termasuk bidan dan dokter.
KMS-Balita menjadi alat yang sangat bermanfaat bagi ibu dan keluarga untuk memantau
tumbuh kembang anak, agar tidak terjadi kesalahan atau ketidak seimbangan pemberian makan
pada anak. KMS juga dapat dipakai sebagai bahan penunjang bagi petugas kesehatan untuk
menentukan jenis tindakan yang tepat sesuai dengan kondisi kesehatan dan gizi anak untuk
mempertahankan, meningkatkan atau memulihkan kesehatannya.
KMS berisi catatan penting tentang pertumbuhan, perkembangan anak, imunisasi,
penanggulangan diare, pemberian kapsul vitamin A, kondisi kesehatan anak, pemberian ASI
eksklusif dan Makanan Pendamping ASI, pemberian makanan anak dan rujukan ke Puskesmas/
Rumah Sakit. KMS juga berisi pesan-pesan penyuluhan kesehatan dan gizi bagi orang tua balita
tenta ng kesehatan anaknya (Depkes RI, 2000).
Manfaat KMS adalah :
a.       Sebagai media untuk mencatat dan memantau riwayat kesehatan balita secara lengkap,
meliputi : pertumbuhan, perkembangan, pelaksanaan imunisasi, penanggulangan diare,
pemberian kapsul vitamin A, kondisi kesehatan pemberian ASI eksklusif, dan Makanan
Pendamping ASI.
b.      Sebagai media edukasi bagi orang tua balita tentang kesehatan anak
c.       Sebagai sarana komunikasi yang dapat digunakan oleh petugas untuk menentukan penyuluhan
dan tindakan pelayanan kesehatan dan gizi.
2.      Pemberian Kapsul Vitamin A
Vitamin A adalah salah satu zat gizi dari golongan vitamin yang sangat diperlukan oleh
tubuh yang berguna untuk kesehatan mata (agar dapat melihat dengan baik) dan untuk kesehatan
tubuh yaitu meningkatkan daya tahan tubuh, jaringan epitel, untuk melawan penyakit misalnya
campak, diare dan infeksi lain.
Upaya perbaikan gizi masyarakat dilakukan pada beberapa sasaran yang diperkirakan banyak
mengalami kekurangan terhadap Vitamin A, yang dilakukan melalui pemberian kapsul vitamin
A dosis tinggi pada bayi dan balita yang diberikan sebanyak 2 kali dalam satu tahun. (Depkes RI,
2007)
Vitamin A terdiri dari 2 jenis :
a.       Kapsul vitamin A biru ( 100.000 IU ) diberikan pada bayi yang berusia 6-11 bulan satu kali
dalam satu tahun
b.      Kapsul vitamin A merah (200.000 IU) diberikan kepada balita
Kekurangan vitamin A disebut juga dengan xeroftalmia (mata kering). Hal ini dapat terjadi
karena serapan vitamin A pada mata mengalami pengurangan sehingga terjadi kekeringan pada
selaput lendir atau konjungtiva dan selaput bening (kornea mata).
Pemberian vitamin A termasuk dalam program Bina Gizi yang dilaksanakan oleh
Departemen Kesehatan setiap 6 bulan yaitu bulan Februari dan Agustus, anak-anak balita
diberikan vitamin A secara gratis dengan target pemberian 80 % dari seluruh balita. Dengan
demikian diharapkan balita akan terlindungi dari kekurangan vitamin A terutama bagi balita dari
keluarga menengah kebawah.
3.      Pelayanan Posyandu
Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat
(UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna memberdayakan masyarakat dan memberikan
kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk
mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi.
Adapun jenis pelayanan yang diselenggarakan Posyandu untuk balita mencakup :
a.       Penimbangan berat badan
b.      Penentuan status pertumbuhan
c.       Penyuluhan
d.      Jika ada tenaga kesehatan Puskesmas dilakukan pemeriksaan kesehatan, imunisasi dan deteksi
dini tumbuh kembang, apabila ditemukan kelainan, segera ditunjuk ke Puskesmas.
4.      Manajemen terpadu balita sakit
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) atau Integrated Management of Childhood Illness
(IMCI) adalah suatu pendekatan yang terintegrasi/terpadu dalam tatalaksana balita sakit dengan
fokus kepada kesehatan anak usia 0-59 bulan (balita) secara menyeluruh. MTBS bukan
merupakan suatu program kesehatan tetapi suatu pendekatan/cara menatalaksana balita sakit.
Kegiatan MTBS merupakan upaya pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk menurunkan
angka kesakitan dan kematian sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di unit
rawat jalan kesehatan dasar (Puskesmas dan jaringannya termasuk Pustu, Polindes, Poskesdes,
dll).
Bila dilaksanakan dengan baik, pendekatan MTBS tergolong lengkap untuk mengantisipasi
penyakit-penyakit yang sering menyebabkan kematian bayi dan balita di Indonesia. Dikatakan
lengkap karena meliputi upaya preventif (pencegahan penyakit), perbaikan gizi, upaya promotif
(berupa konseling) dan upaya kuratif (pengobatan) terhadap penyakit-penyakit dan masalah yang
sering terjadi pada balita. Badan Kesehatan Dunia WHO telah mengakui bahwa pendekatan
MTBS sangat cocok diterapkan negara-negara berkembang dalam upaya menurunkan angka
kematian, kesakitan dan kecacatan pada bayi dan balita.
Kegiatan MTBS memliliki 3 komponen khas yang menguntungkan, yaitu:
a.       Meningkatkan ketrampilan petugas kesehatan dalam tatalaksana kasus balita sakit (selain dokter,
petugas kesehatan non-dokter dapat pula memeriksa dan menangani pasien asalkan sudah
dilatih).
b.      Memperbaiki sistem kesehatan (perwujudan terintegrasinya banyak program kesehatan dalam 1
kali pemeriksaan MTBS).
c.       Memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah dan upaya pencarian
pertolongan kasus balita sakit (meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam pelayanan
kesehatan).
5.      Pelayanan Immunisasi
Imunisasi adalah upaya pencegahan penyakit infeksi dengan menyuntikkan vaksin kepada
anak sebelum anak terinfeksi. Anak yang diberi imunisasi akan terlindung dari infeksi penyakit-
penyakit: sebagai berikut: TBC, Difteri, Tetanus, Pertusis (batuk rejan), Polio, Campak dan
Hepatitis B. Dengan imunisasi, anak akan terhindar dari penyakit-penyakit, terhindar dari cacat,
misalnya lumpuh karena Polio, bahkan dapat terhindar dari kematian.
Imunisasi bermanfaat untuk memberikan kekebalan pada bayi dan anak sehingga tidak
mudah tertular penyakit:TBC, tetanus, difteri, pertusis (batuk rejan), polio, campak dan
hepatitis.  Imunisasi dapat diperoleh di Posyandu, Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Puskesmas
Keliling, Praktek dokter atau bidan, dan di Rumah sakit.
6.      Konseling pada keluarga balita
Konseling yang dapat diberikan adalah :
a.       Pemberian makanan bergizi pada bayi dan balita
b.      Pemberian makanan bayi
c.       Mengatur makanan anak usia 1-5 tahun.
d.      Pemeriksaan rutin/berkala terhadap bayi dan balita
e.       Peningkatan kesehatan pola tidur, bermain, peningkatan pendidikan seksual dimulai sejak balita
(sejak anak mengenal idenitasnya sebagai laki-laki atau perempuan

B. ANAK PRA-SEKOLAH
Anak prasekolah adalah anak yang berusia antara 3-6 tahun. Mereka bisa mengikuti program
prasekolah dan kinderganten. Sedangkan di Indonesia pada umumnya mereka mengikuti
program tempat penitipan anak (3 bulan - 5 tahun) dan kelompok bermain atau play group (3
tahun), sedangkan pada usia 4-6 tahun biasanya mereka mengikuti program taman kanak-kanak.
Pada usia pra-sekolah anak menjadi konsumen aktif. Mereka sudah dapat memilih  makanan
yang disukainya. Pada usia ini anak mulai bergaul dengan lingkungannya atau bersekolah
playgroup sehingga anak mengalami beberapa perubahan dalam perilaku. Pada masa ini anak
akan mencapai fase gemar memprotes sehingga mereka akan mengatakan “tidak” terhadap setiap
ajakan. Pada masa ini berat badan anak cenderung mengalami penurunan, akibat dari aktivitas
yang mulai banyak dan pemilihan maupun penolakan terhadap makanan. Diperkirakan pula
bahwa anak perempuan relative lebih banyak mengalami gangguan status gizi bila dibandingkan
dengan anak laki-laki

Program anak pra-sekolah yaitu :


1.      Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
Pelayanan gigi dan mulut yang dilakukan oleh pelaksana pelayanan medic ataupun kesehatan
yang berwenang dalam bidang kesehatan gigi dan mulut, yang dilaksanakan sendiri atau bersama
menurut fungsinya masing-masing, guna mengantisifasi proses penyakit gigi dan mulut dan
permasalahannya secara keseluruhan, yang dapat dilaksanakan dalam prosedur pelayanan di
kamar praktek dan dengan pembinaan kesehatan wilayah setempat. Pelayanan kesehatan gigi dan
mulut meliputi:
a.          Pelayanan kesehatan gigi dasar paripurna yang terintegrasi dengan program-program lain di
Puskesmas adalah pelayanan kesehatan gigi esensial yang terbanyak dibutuhkan oleh masyarakat
dengan mengutamakan upaya peningkatan dan pencegahanpenyakit gigi.
b.      Pelayanan kesehatan gigi khusus adalah upaya perlindungan khusus, tindakan, pengobatan dan
pemulihan masalah kesehatan gigi dan mulut serta pelayanan asuhansistemik kesehatan gigi dan
mulut.
Tujuan
a.       Tujuan Umum
         Pelayanan kesehatan gigi dan mulut adalah meningkatkannya partisipasi anggota masyarakat
dan keluarganya untuk bersama-sama mewujudkan tercapainya derajat kesehatan gigi dan mulut
masyarakat yang optimal
b.      Tujuan Khususa.
         Meningkatnya kesadaran, sikap dan prilaku masyarakat dalam kemampuan pemeliharaan diri di
bilang kesehatan gigi dan mulut dalam mencari pertolongan sedini mungkin.
         Meningkatkan kesehatan gigi pengguna jasa pelayanan, keluarga dan komunikasinya.
         Terselenggaranya pelayanan medik gigi dan mulut yang berkualitas serta melibatkan partisipasi
keluarga terhadap perawatan
  Menghentikan perjalanan penyakit gigi dan mulut yang diderita.
  Terhindarnya/berkurangnya gangguan fungsi kunyah akibat kerusakan gigi dan mulut
  Mengurangi penderita karena sakit.
         Mencegah timbul dan berkembangnya penyakit ke arah kecacatan.
         Memulihkan kesehatan gigi dan mulut
         Menurunnya prevelensi penyakit gigi dan mulut yang banyak diderita masyarakat terutama pada
kelompok masyarakat yang rawan
Sasarannya adalah kelompok rentan untuk mendapatkan pelayanan asuhan kesehatan gigi dan
mulut yaitu
a.       Anak sekolah dasar (upaya kesehatan gigi sekolah)
b.      Kelompok ibu hamil dan menyusui
c.       Anak pra sekolah
d.      Kelompok masyarakat lain berpenghasilan rendah
e.       Lansia

2.      Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Anak Prasekolah


      Pemberian Makanan Tambahan merupakan salah satu komponen penting Usaha Perbaikan
Gizi Keluarga (UPGK) dan program yang dirancang oleh pemerintah. PMT sebagai sarana
pemulihan gizi dalam arti kuratif, rehabilitatif dan sebagai sarana untuk penyuluhan merupakan
salah satu bentuk kegiatan pemberian gizi berupa makanan dari luar keluarga, dalam rangka
program UPGK. PMT ini diberikan setiap hari, sampai keadaan gizi penerima makanan
tambahan ini menunjukkan perbaikan dan hendaknya benar-benar sebagai penambah dengan
tidak mengurangi jumlah makanan yang dimakan setiap hari dirumah. Pada saat ini program
PMT tampaknya masih perlu dilanjutkan mengingat masih banyak balita dan anak-anak yang
mengalami kurang gizi bahkan gizi buruk.
Makanan Anak Usia Prasekolah
      Makanan anak sekolah perlu mendapat perhatian mengingat masih dalam masa tumbuh
kembang, maka keseimbangan gizinya harus dipertahankan supaya tetap sehat. Anak usia 3-5
tahun merupakan usia dimana seorang anak akan mengalami tumbuh kembang dan aktivitas
yang sangat pesat dibandingkan dengan ketika ia masih bayi. Kebutuhan zat gizi akan
meningkat. Sementara pemberian makanan juga akan lebih sering. Pada usia ini, anak sudah
mempunyai sifat konsumen aktif, yaitu mereka sudah bisa memilih makanan yang disukainya.
Seorang ibu yang telah menanamkan kebiasaan makan dengan gizi yang baik pada usia dini
tentunya sangat mudah mengarahkan makanan anak, karena dia telah mengenal makanan yang
baik pada usia sebelumnya. Oleh karena itu, pola pemberian makanan sangat penting
diperhatikan.
      Apalagi jika di sekolah diarahkan pula oleh gurunya dengan praktik makan makanan yang
sehat secara rutin. Hal ini sangat menguntungkan seandainya ada anak yang susah makan dan
dengan petunjuk guru tentunya anak akan mengikuti. Oleh karena itu program makan bersama di
sekolah sangat baik dilaksanakan. Ini merupakan modal dasar pengertian supaya anak mau
diarahkan pada gizi yang baik.
Tujuan Pemberian Makanan Tambahan
      Pemberian makanan tambahan bertujuan untuk memperbaiki keadaan gizi pada anak
golongan rawan gizi yang menderita kurang gizi, dan diberikan dengan kriteria anak balita yang
tiga kali berturut-turut tidak naik timbangannya serta yang berat badannya pada KMS terletak
dibawah garis merah. Bahan makanan yang digunakan dalam PMT hendaknya bahan-bahan yang
ada atau dapat dihasilkan setempat, sehingga kemungkinan kelestarian program lebih besar.
Diutamakan bahan makanan sumbar kalori dan protein tanpa mengesampingkan sumber zat gizi
lain seperti: padi-padian, umbi-umbian, kacang-kacangan, ikan, sayuran hijau, kelapa dan hasil
olahannya.
Komposisi PMT
      Menurut Departemen Kesehatan RI seperti yang dikutip oleh Judiono (2003) bahwa
prasyarat pemberian makanan tambahan pada anak usia pra sekolah adalah nilai gizi harus
berkisar 200–300 kalori dan protein 5–8 gram, PMT berupa makanan selingan atau makanan
lengkap (porsi) kecil, mempergunakan bahan makanan setempat dan diperkaya protein
nabati/hewani, mempergunakan resep daerah atau dimodifikasi, serta dipersiapkan, dimasak, dan
dikemas dengan baik, aman memenuhi syarat kebersihan serta kesehatan. Pemberian makanan
tambahan (PMT) diberikan dengan frekuensi minimal 3 kali seminggu selama 100–160 hari.

3.      Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)


CPTS merupakan salah satu program untuk anak prasekolah. Mencuci tangan dengan sabun
dikenal juga sebagai salah satu upaya pencegahan penyakit. Hal ini dilakukan karena tangan
sering kali menjadi agen yang membawa kuman dan menyebabkan pathogen berpindah dari satu
orang ke orang lain, baik dengan kontak langsung atupun kontak tidak langsung (seperti dari
handuk, gelas dan lain-lain). Tangan yang bersentuhan langsung dengan kotoran manusia dan
binatang ataupun cairan tubuh lain (dari droplet, ingus, makanan/minuman terkontanimasi yng
terdan lain-lain). Penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan cuci tangan pakai sabun adalah
diare, infeksi saluran pernapasan, infeksi cacing, infeksi mata dan infeksi kulit.
4.      Penanggulangan Gangguam Penglihatan dan Kebutaan (PGPK)
Program ini merupakan inisiatif global untuk menanggulangi gangguan penglihatan dan
kebutaan yang sebenarnya dapat dicegah/direhabilitasi. Program ini dicanangkan di wilayah Asia
Tenggara oleh Direktur Regional WHO Daerah Asia Tenggara pada tanggal 30 September 1999.
Pencanangan ini berarti pemberian hak bagi setiap warga negara Indonesia untuk mendapatkan
penglihatan optimal.
Sebagai tindak lanjut atas pencanangan Vision 2020 dan mendukung tercapainya Indonesia
Sehat 2010, dipandang perlu menyusun rencana strategis nasional yang bersifat lintas sektor dan
lintas profesi. Oleh karena itu pada pelaksanaannya perlu mengacu pada Undang-undangn yang
berlaku, agar dapat dilaksanakan secara komprehensif dan harmonis di pusat dan daerah.
Undang-undang yang dimaksud, diantaranya ialah Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992
tentang kebutaan, Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, dan
Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
Tujuan
a)      Tujuan Umum:
Meningkatkan derajat kesehatan indera penglihatan guna mewujudkan manusia Indonesia yang
berkualitas
b)     Tujuan Khusus:
         Meningkatnya upaya pelayanan kesehatan indera penglihatan
         Tersedianya sumber dana yang memadai dari pemerintah, swasta dan masyarakat di bidang
kesehatan indera penglihatan
         Tersedianya fasilitas pelayanan kesehatan indera penglihatan yang bermutu dan terjangkau
sampai ke tingkat kabupaten/kota
         Tersedianya sistem informasi dan komunikasi timbal-balik terpadu dalam upaya kesehatan
indera penglihatan
         Meningkatnya sumber daya manusia (dokter spesialis mata, perawat mahir mata, refraksionis
optisien, tenaga elektromedik, tenaga ahli gizi) di bidang kesehatan indera penglihatan dan
terdistribusi secara merata
         Meningkatnya peran serta dan pemberdayaan Pemda Propinsi dan kabupaten/kota untuk
kesehatan indera penglihatan
         Meningkatnya kemampuan dan mutu lembaga penyelenggara pendidikan tenaga kesehatan di
bidang kesehatan indera penglihatan
         Meningkatnya kepedulian masyarakat akan pentingnya kesehatan indera penglihatan
         Mantapnya manajemen PGPK mulai dari Pusat, Propinsi sampai ke daerah.
Sasaran
1)      Seluruh lapisan masyarakat mulai dari balita, usia prasekolah, usia sekolah, usia produktif, dan
lanjut usia
2)      Semua tenaga kesehatan yang berperan dalam penanggulangan gangguan penglihatan dan
kebutaan seperti dokter spesialis mata, dokter Puskemas, refraksionis optisien, perawat
puskesmas, dan tenaga medik penunjang terkait
3)      Organisasi profesi terkait seperti Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami),
Ikatan Refraksionis Optisien Indonesia (Iropin) dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia
(PPNI)
4)      Lemaga swadaya masyarakat terkait seperti Koalisi Untuk Indonesia Sehat (KUIS), Yayasan
Dharmais, Lions Club, Rotary Club, Helen Keller International (HKI), Christoffel
Blinddenmission (CBM), dan Japan International Cooperation Agency (JAICA)
5)      Organisasi kemasyarakatan seperti Gerakan Pramuka, PKK, Kowani, Dharma Wanita, Dharma
Pertiwi, Aisyiah Muhammadiyah, Fatayat NU, Perdhaki, PGI, Walubi, Parisada Hindu Dharma
dan Saraswati
6)      Lembaga Peneliti dan pengembangan pelayanan keseahtan indera penglihatan
7)      Swasta yang terkait meliputi pabrik obat dan alat kesehatan, serta produsen/distributor lensa
kacamata, bingkai kacamata dan lensa kontak
8)      Lembaga pendidikan tenaga kesehatan indera penglihatan
5.      Kesehatan Lingkungan
Menggalakkan perilaku hidup bersih dan sehat dengan kegiatan antara lain :
a.      Melaksanakan inspeksi sanitasi kesekolah dan lingkungan sekitar rumah tentang air bersih,  
kamar mandi atau WC, tempat-tempat pengelolaan makanan/minuman, dan pembuangan
sampah.
b.      Pengawasan dan pemberian pada kelompok masyarakat mengenai pemakai air, tempat
pengelolaan makanan/minuman.
c.       Pembinaan tempat-tempat umum, agar masyarakat sadar bahwa kesehatan lingkungan itu
penting  untuk dirinya sendiri.

DAFTAR PUSTAKA
 Husein. 2012. Keperawatan komunitas. Salemba medika: Jakarta.
 http://dwiqeajach.blogspot.com/2013/01/makalah-status-gizi.html/ diakses11 Juli 2014
 http://arali2008.wordpress.com/2010/04/05/pedoman-pengelolaan-program-gizi-
puskesmas/ diakses 11 Juli 2014

Anda mungkin juga menyukai