Anda di halaman 1dari 17

KAMUFLASE PELAKU KEJAHATAN BEGAL

KOTA SURABAYA

DISUSUN OLEH
YUDIKA TUNGGAL TERADHARANA
071114078

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI


DEPARTEMEN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SEMESTER GENAP
2018

JURNAL S1-SOSIOLOGI FISIP UNIVERSITAS AIRLANGGA Page 1


KAMUFLASE PELAKU KEJAHATAN BEGAL
KOTA SURABAYA

Yudika Tunggal Teradharana

NIM : 071114078

Depertemen Sosiologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Airlangga

Email : yudikatunggal31@gmail.com

ABSTRAK

Fenomena munculnya kejahatan begal dalammasyarakat merupakan proses


pembelajaran bagi tiap pelaku kejahatan begal. Meskipun demikian kebanyakan kajian
mengenai pelaku kejahatan begal lebih terfokus pada tindakan begal dari sisi kriminologis
ataupun melihat begal dari sisi perilaku menyimpang. Berdasarkan fenomena tersebut,
penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui bagaimana kondisi yang mengakibatkan
pelaku kejahatan begal menjadi pelaku kejahatan begal maupun konsep dramaturgi yang
dipraktekkan.
Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah kualitatif dan untuk metode
pengambilan informan mengunakan metode snowball. Untuk analisisdata mengunakan
reduksi data kemudian dianalisis mengunakan teori dramaturgi milik Erving Goffman.
Hasil penelitian menggambarkan kondisi sosial yang melatarbelakangi pelaku begal
melakukan kejahatan begal,yaitu faktor ekonomi yang diperkuat oleh keluarga dan
lingkungan sosial. Faktor tersebut menjadi sarana belajar pelaku kejahatan begal, sehingga
kejahatan begal menjadi tindakan menyimpang yang patut dipelajari. Adapun proses
dramaturgi yang dilakukan oleh pelaku kejahatan begal sangatlah bervariasi, dimana
dramaturgi dilakukan dengan menciptakan panggung depan pelaku kejahatan begal dengan
profesi selain begal dan didukungolehbantuan teknologi. Di sisi lain ranah panggung
belakang memunculkan faktor pengalaman mengakibatkan munculnya tipologi pelaku
kejahatan begal.

Kata kunci: Dramaturgi, pelaku kejahatan begal

JURNAL S1-SOSIOLOGI FISIP UNIVERSITAS AIRLANGGA Page 2


ABSTRACT

Begal (motorbike-robbing) phenomenon which emerging in public is a process of


learning for each perpetrators of begal crime. Nevertheless most of the studies of the begal
crime’s perperators are more focused to the action from the side of criminology or seeing
begal from the side of deviant behavior. Based on that phenomenon, this research has a
purpose to know what kind of conditions that makes a perpetrators of begal crime becomes a
begal crime’s perpetrators and the practice of dramaturgy concept among them.
The method used for this whole research is qualitative, and as for getting informant
snow ball method is used. Data reduction is used for data analysis before the data get
analyzed witht theory Erving Goffman’s Dramaturgy.
The results of the study describe the social condition that pushed the perpetrators of
begal to do the crime, which is economic factors that strengthened with family and social
environment. The factor later transformed into study field for begal’s perpetrators to learn,
so begal crime become an act of deviant that have to be studied. There are also dramaturgy
process conducted by perpetrators who have many variation, where dramaturgy done by
creating the front stage of begal’s perperators with profession other than begal with
technology help. On the other hand, in the realm of the rear pans, there is an experience
factor resulting in the emergence of the typology of begal crime’s actor.

Keywords: Dramaturgi, Begal Crime’s Perperators

JURNAL S1-SOSIOLOGI FISIP UNIVERSITAS AIRLANGGA Page 3


LATAR BELAKANG MASALAH dengan tujuan untuk merampas barang dari
Tindak perampasan sepeda motor orang lain dengan mendapatkan
yang didahului kekerasan kepada keuntungan sesuai ekpektasi. Dalam
korbannya sudah banyak terjadi di kehidupan nyata begal merupakan salah
Indonesia tidak terkecuali di Surabaya satu bentuk pencurian yang berkembang di
Jawa Timur, dimana laporan akan masyarakat. Dimana tindakan begal dapat
kejahatan ini mengalami peningkatan dikatakan sebagi tindakan pencurian yang
secara signifikan. Munculnya kekerasan di sertai dengan kekerasan.
dengan beragam bentuknya ini sudah Kejahatan Begal yang diskripsikan
barang tentu menggugat konsep ideal dalam fenomena di atas dapat
Indonesia sebagai negara hukum dan diketegorikan sebagai pencurian dengan
sekaligus juga menggugat konsep ideal kekerasan, hal tersebut dapat dilihat dari
tentang suatu bangsa yang pelaku tidak bekerja sendiri melainkan dari
berperikemanusiaan,berkeadilan, dan perkara yang terjadi pencurian tersebut
beradab (Mizan, 2000:24). dilakukan oleh dua orang ataupun lebih
Beragam bentuk tindakan secara bekerja sama dan dilakukan pada
kekerasan yang selama ini terjadi, oleh malam hari. Hal ini sesuai dengan unsur-
sebagian masyarakat seolah-olah dianggap unsur perbuatan pidana yang telah
sebagai hal yang biasa, sehingga seringkali dirumuskan dalam Pasal 365 Kitab
kekerasan digunakan sebagai alat oleh Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
seseorang atau sekelompok orang dengan Dampak dari tindak pidana ini sangat luas,
alasan-alasan dan tujuan-tujuan tertentu baik dari segi ekonomi, hal ini dapat
dengan mengenyampingkan hukum yang menghambat seseorang untuk beraktifitas,
seharusnya menjadi dasar setiap tindakan serta dampak psikologis yaitu setiap orang
(principle guiding). Hal ini sangat akan dihantui rasa takut terhadap kejahatan
memprihatinkan bahwa sebagian besar dari secara berlebihan atau fear of crime. Maka
bentuk kekerasan di jalan raya tersebut dari itu diperlukan upaya untuk
hingga sekarang masih belum terungkap menangulangi perilaku kejahatan begal.
tuntas melalui proses hukum sesuai dengan Salah satu alternatif untuk
peraturan perundang-undangan yang mengendalikan pelaku kejahatan begal
berlaku di Indonesia. adalah degan mengunakan hukum pidana
Kejahatan begal sendiri merupakan untuk menindak setiap pelakunya. Dimana
tindakan yang dilakukan oleh manusia Hukum Pidana merupakan sarana yang
penting dalam penanggulangan kejahatan

JURNAL S1-SOSIOLOGI FISIP UNIVERSITAS AIRLANGGA Page 4


atau mungkin sebagai obat dalam konsep dramaturgi yang bersifat
memberantas kejahatan yang meresahkan penampilan teateris. Banyak ahli
dan merugikan masyarakat pada umumnya mengatakan bahwa dramaturginya
dankorban pada khususnya. Goffman ini berada di antara tradisi
Penanggulangan kejahatan tersebut dapat interaksi simbolik dan fenomenologi
dilakukan secara preventif (pencegahan) (Sukidin, 2002: 103).Maka sebelum
dan represif (penindakan). Namun upaya menguraikan teori dramaturgis, perlu kita
preventif tidak efektif untuk dilaksanakan uraikan terlebih dahulu sekilas tentang inti
jika kita tidak mengetahui apa sebenarnya teori interaksi simbolik. Hal ini didasari
yang menjadi faktor tindak pidana tersebut bahwa perspektif interaksi simbolik
terjadi dan apa alasan dari seseorang banyak mengilhami teori dramaturgis, di
melakukan tindak pidana. samping persektif-perspektif yang lain.
Maka dari hal tersebut peneliti Interaksi simbolik sering
mencoba melihat bagaimana pelaku dikelompokan ke dalam dua aliran
kejahatan begal beraktivitas sehari-hari (school). Pertama, aliran Chicago School
berserta cara untuk menutupi identitasnya yang dimonitori oleh Herbert Blumer,
sebagai pelaku kejahatan begal. melanjutkan tradisi humanistis yang
Berdasarkan penjelasan latar dimulai oleh George Herbert Mead.
belakang masalah diatas ditarik beberapa Blumer menekankan bahwa studi terhadap
pernyataan, bahwa fenomena pembegalan. manusia tidak bisa dilakukan dengan cara
Belakangan ini di kota Surabaya sangatlah yang sama seperti studi terhadap benda.
marak maka dapat ditarik pertanyaan yang Blumer dan pengikut-pengikutnya
menjadi fokus permasalahan dalam menghindari pendekatan-pendekatan
penelitian ini, antara lain Bagaimana latar kuatitatif dan ilmiah dalam mempelajari
belakang peer grup yang menjadikan tingkah laku manusia.
individu sebagai anggota kelompok untuk Pada dasarnya interaksi manusia
bertindak sebagai begal dan bagaimana menggunakan simbol-simbol, cara
perilaku dramaturgi pelaku kejahatan begal manusia menggunakan simbol,
dalam kehidupan sehari-harinya? merepresentasikan apa yang mereka
maksudkan untuk berkomunikasi dengan
KERANGKA TEORI sesamannya. Itulah interaksi simbolik dan
Erving Goffman dalam bukunya itu pulalah yang mengilhami perspektif
yang berjudul “The Presentational of Self dramaturgis, dimana Erving Goffman
in Everyday Life” memperkenalkan sebagai salah satu eksponen

JURNAL S1-SOSIOLOGI FISIP UNIVERSITAS AIRLANGGA Page 5


interaksionisme simbolik, maka hal berkembang dan mengatur interaksi-
tersebut banyak mewarnai pemikiran- interaksi spesifik.
pemikiran dramaturgisnya. Menurut Goffman diri adalah
Fokus pendekatan dramaturgis “suatu hasil kerjasama” (collaborative
adalah bukan apa yang orang lakukan, manufacture) yang harus diproduksi baru
bukan apa yang ingin mereka lakukan, dalam setiap peristiwa interaksi sosial.
atau mengapa mereka melakukan, Menurut interaksi simbolik, manusia
melainkan bagaimana mereka belajar memainkan berbagai peran dan
melakukannya. Berdasarkan pandangan mengasumsikan identitas yang relevan
Kenneth Burke bahwa pemahaman yang dengan peran-peran ini, terlibat dalam
layak atas perilaku manusia harus kegiatan menunjukkan kepada satu sama
bersandar pada tindakan, dramaturgi lainnya siapa dan apa mereka. Dalam
menekankan dimensi ekspresif/impresif konteks demikian, mereka menandai satu
aktivitas manusia. Burke melihat tindakan sama lain dan situasi-situasi yang mereka
sebagai konsep dasar dalam dramatisme. masuki, dan perilaku-perilaku berlangsung
Konsep yang digunakan Goffman dalam konteks identitas sosial, makna dan
berasal dari gagasan-gagasan Burke, definisi situasi.
dengan demikian pendekatan dramaturgis Presentasi-diri seperti yang
sebagai salah satu varian interaksionisme ditunjukan Goffman, bertujuan
simbolik yang sering menggunakan memproduksi definisi situasi dan identitas
konsep “Peran Sosial” dalam menganalisis sosial bagi para aktor, dan definisi situasi
interaksi sosial, yang dipinjam dari tersebut mempengaruhi ragam interaksi
khasanah teater. Peran adalah ekspektasi yang layak dan tidak layak bagi para aktor
yang didefinisikan secara sosial yang dalam situasi yang ada.
dimainkan seseorang suatu situasi untuk Menurut Goffman kehidupan sosial
memberikan citra tertentu kepada khalayak itu dapat dibagi menjadi “wilayah depan”
yang hadir. Bagaimana sang aktor (front region) dan “wilayah belakang”
berperilaku bergantung kepada peran (back region). Wilayah depan merujuk
sosialnya dalam situasi tertentu. Focus kepada peristiwa sosial yang menunjukan
dramaturgis bukan konsep-diri yang bahwa individu bergaya atau menampilkan
dibawa sang aktor dari situasi kesituasi peran formalnya. Mereka sedang
lainnya atau keseluruhan jumlah memainkan perannya di atas panggung
pengalaman individu, melainkan diri yang sandiwara di hadapan khalayak penonton.
tersituasikan secara sosial yang Sebaliknya wilayah belakang merujuk

JURNAL S1-SOSIOLOGI FISIP UNIVERSITAS AIRLANGGA Page 6


kepada tempat dan peristiwa yang ini, yaitu proses sosial yang dialami oleh
memungkinkannya mempersiapkan korban kejahatan pembegalan dan
perannya di wilayah depan. bagaimana tindakan sosial yang dilakukan
oleh korban kejahatan pembegalan
METODE dan PROSEDUR Penentuan informan yang relevan
PENELITIAN untuk penelitian ini, adalah dengan
Penelitian ini menggunakan mengunakan purposive. Dimulai dari
paradigma Definisi Sosial dengan orang-orang yang pernah atau masuk
menggunakan pendekatan Kualitatif. dalam ruang lingkup kejahatan
Pendekatan kualitatif, yaitu bermaksud pembegalan. Metode pengambilan
memahami fenomena tentang apa yang informan yang digunakan adalah metode
dialami oleh subjek penelitian secara Snowball, yaitu memiih informan
holistik dan dengan cara deskripsi dalam bedasarkan kriteria-kriteria tertentu yang
bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu dibutuhkan dalam penelitian ini.Kriteria-
konteks khusus yang alamiah dan dengan kriteria informan dalam penelitian ini
memanfaatkan berbagai metode alamiah. adalah pelaku kejahatan begal dan
Metode penelitian menggunakan keluarga serta teman terdekat pelaku
studi kasus, yaitu dilakukan dengan cara pembegalan, sedikit banyak mengetahui
pemeriksaan longitudinal yang mendalam kehidupan pelaku kejahatan begal
terhadap suatu keadaan atau kejadian yang Untuk menjawab pertanyaan
disebut sebagai kasus dengan penelitian dan fokus permasalahan,
menggunakan cara-cara yang sistematis penelitian ini dilakukan di kota Surabaya.
dalam melakukan pengamatan, Kota Surabaya dipilih karena merupakan
pengumpulan data, analisis informasi, dan kota terbesar kedua di Indonesia dan
pelaporan hasilnya. sebagai kota besar yang perkembangannya
Realitas yang dipahami pandangan sudah sangat pesat, Surabaya maraknya
kualitatif adalah sesuatu yang bersifat kendaraan bermotor. Pemilihan kota
subjektif,yaitu kultur dalam kehidupan Surabaya didasarkan atas pertimbangan
sehari-hari yang dikonstrukikan dan banyaknya angka kejahatan pencurian
dilakukan sebagai tindakan yang berasal yang disertai dengan kekerasan atau
dari pemikiran individu sehingga untuk “Begal”. Bukti kota Surabaya juga sering
dapat mengungkapkan tindaka sosial terjadi pencurian motor yang di sertai
korban kejahatan pembegalan dalam usaha kekerasandilihat dari argumen Angota
menjawab permasalahan dalam penelitian Crime Hunter Polsek Gubeng berhasil

JURNAL S1-SOSIOLOGI FISIP UNIVERSITAS AIRLANGGA Page 7


menangkap pelaku pencurian kendaraan PERKEMBANGAN KASUS BEGAL di
bermotor (Pembegalan). SURABAYA
Dalam penelitian ini, terdapat Sebagai salah satu kota besar di
beberapa teknik pengumpulan data, antara indonesia, tindakana begal di Surabaya
lain : Selain pengamatan dalam proses dapat dikatakan masif. Kondisi tersebut
pengumpulan data peneliti menggunakan dapat dilihat dari Perkembangan kejahatan
wawancara mendalam untuk untuk begal di Surabaya akhir-akhir ini semakin
mendapatkan informasi dari subyek besar. Kondisi tersebut dapat dilihat dari
penelitian. Ketika wawancara peneliti informasi yang diberikan oleh kepolisian
menggunakan pedoman wawancara kota Surabaya. Dimana Informasi tersebut
terbuka dan mendalam untuk menggali berisi tentang wilayah rawan begal beredar
informasi yang lebih mendalam tentang di masyarakat khususnya warga Surabaya.
kejahatan begal Para pelaku biasanya juga
Pada proses pengumpulan data mengamati situasi dan kondisi. Tempat
peneliti melakukan pengamatan dengan ramai pun bisa menjadi lokasi kejahatan
cara pengamatan (observasi) tidak terlibat. jika memang terdapat kesempatan.
Peneliti sama sekali tidak melibatkan diri “Tempat ramai, tapi ada perempuan
dalam interaksi sosial yang diamati dengan sendirian bawa handphone bagus juga bisa
cara menggunakan media handphone, jadi korban kejahatan”, kata dia.
laptop beserta modem, dan buku catatan Widjanarko mengatakan Surabaya
untuk dokumentasi sebagai hasil observasi. termasuk masih kondusif. Walaupun untuk
Teknik analisis data yang modus kejahatan lainnya seperti pencurian
digunakan dalam penelitian ini, ataupun perampasan, Surabaya memang
sebagaimana diajukan oleh Miles dan belum bebas sepenuhnya.Karena itu, pihak
Huberman, yaitu terdiri dari tiga hal utama kepolisian tetap mengantisipasi segala
yaitu reduksi data, penyajian data, dan bentuk kejahatan. Pengamanan pun
penarikan kesimpulan sebagai sesuatu ditingkatkan.
yang jalin-menjalin pada saat sebelum,
selama, dan sesudah pengumpulan data PEMBAHASAN
dalam bentuk yang sejajar, untuk Proses dramaturgi yang dilakukan
membangun wawasan umum dengan berbagai cara agar aktor dapat
berperan sama dengan apa yang di
inginkan oleh audience. Merupakan proses
bagaimana panggung depan itu di

JURNAL S1-SOSIOLOGI FISIP UNIVERSITAS AIRLANGGA Page 8


ciptakan. Dalam kejahatan begal. oleh Edward Jones dan kawan-kawan
Panggung depan akan di ciptakan dengan untuk menggambarkan konsep
cara bagaimana pelaku kejahanta begal pengelolaan kesan. Sebagian besar peneliti
menciptkan dunianya dengan berbagai berlatar belakang psikologi dan psikologi
instrumenya merupakan cara pelaku sosial menaruh minat terhadap pola
kejahatan begal menciptakan panggung perilaku yang ditampilkan oleh seorang
depanya. Tindakan pembegalan individu ke publik serta kaitannya dengan
merupakan tindakan yang dianggap tidak motivasi psikologis dibalik penyajian pola
normal dalam kehidupan masyarakat. perilaku tersebut.
Kondisi tersebut tak lepas dari ketidak Presentasi diri dalam kehidupan
sesuaiyan antara begal dengan norma yang bermasyarakat merupakan cara orang agar
berlaku. dapat di terima dalam kehidupan
Dan ketika tindakan tersebut bermasyarakat. Meskipun demikian. Cara
dianggap tidak sesuai dengan norma yang untuk mepresentasikan diri tidak bisa
berlaku, yang dilakukan oleh pelaku berjalan dengan satu arah. Proses pelaku
kejahatan begal adalah mencoba kejahatan begal untuk melakukan presentai
meninggalkan tindakan tersebut. Dan diri dapat berjalan dengan sukses ketika
bertingkah laku normal dalam kehidupan ada legistimasi dari lingkungan sekitarnya.
sehari-hari. Dan tindakan begal yang Semisal, pelaku kejahatan begal yang juga
dilakukan oleh pelaku kejahatan begal berprofesi sebagai pemilik toko onderstel.
untuk bertingkah normal dalam kehidupan Cara pelaku kejahatan begal untuk
sehari-hari seakan membuktikan cara mepresentasikan dirinya sebagai pemiliki
pekalu kejahatan begal untuk toko akan sangat terlihat dari legistimasi
mepresentasikan dirinya sebagai pegawainya. Begituhalnya dengan pelaku
masyarakat normal. Bukan pelaku kejahatan begal yang berprofesi sebagia
kejahatan begal. pegawai bengkel. Profesinya cara pelaku
Cara untuk menutupi tersebut, kejahatan begal untuk mepresentasikan
berdasarkan pengalaman informan adalah dirinya sebagai pegawai bengkel sangat
dengan bertingkah seperti masyarakat terlihat dari legistimasi tetangganya yang
normal dan menutupi stautsnya sebagia sering meminta tolong untuk membenahi
pelaku kejahatan begal. Kondisi seperti motornya.
inilah di anggap perilaku normal sebagai Dalam kasus ini, terlihat bahwa
sarana presentasi diri. Istilah presentasi diri dalam dunia pangung depan pelaku
dan strategi presentasi diri digunakan kejahatan begal. Bertingkah normal saja

JURNAL S1-SOSIOLOGI FISIP UNIVERSITAS AIRLANGGA Page 9


tidaklah cukup untuk pelaku kejahatan terima oleh audience, Dalam pelaku
begal mepresentasikan dirinya sebagai kejahatan begal. face tersebut di wujudkan
masyarakat normal. Lebih dari itu, proses dalam berbegai bentuk profesi normal
pelaku kejahatan begal untuk selain sebagai pelaku kejahatan begal,
mepresentaikan dirinya sebagai profesi tersebut di wujudkan dalam bentuk
masyarakat normal di butuhkan profesi penjual sperpart motor hingga pelaku
selain begal. untuk memperkuat usaha sektor informal.
identitasnya dalam pangung depan. Pelaku kejahatan begal merupakan
Pelaku kejahatan begal merupakan status yang di tidak bisa di terima di
status yang di tidak bisa di terima di masyarakat. Selain, tindakannya yang
masyarakat. Selain, tindakannya yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku.
tidak sesuai dengan norma yang berlaku. Pelaku kejahatan begal juga tidak diakui
Pelaku kejahatan begal juga tidak diakui sebagai salah satu profesi yang ada di
sebagai salah satu profesi yang ada di masyarakat. Maka dari kondisi tersebut
masyarakat. Maka dari kondisi tersebut pelaku kejahatan begal memerlukan
pelaku kejahatan begal memerlukan identitas lain untuk berinteraksi dengan
identitas lain untuk berinteraksi dengan masyarakat. Perlunya identitas lain selaku
masyarakat. Perlunya identitas lain selaku pelaku kejahatan begal membuktikan
pelaku kejahatan begal membuktikan bahwa pelaku kejahatan begal sama
bahwa pelaku kejahatan begal sama dengan para ahli psikologi sosial tentang
dengan para ahli psikologi sosial tentang strategi presentasi diri hanya ia tidak
strategi presentasi diri hanya ia tidak menekankan pada motivasi psikologis dari
menekankan pada motivasi psikologis dari pola perilaku yang ditampilkan ke publik.
pola perilaku yang ditampilkan ke publik. Secara sederhana ia menyatakan
Erving Goffman menggunakan bahwa prinsip-pinsip yang mengorganisasi
metafora sebuah permainan untuk seluruh interaksi sosial adalah pengelolaan
menjelaskan pandangan tentang identitas sosial yang terkoordinasi atau
pengelolaan kesan. Ia berpendapat bahwa disebut juga dengan face.
ketika manusia berinteraksi, mereka Erving Goffman menggunakan
membentuk dan metafora sebuah permainan untuk
mengelola face sebagaimana yang menjelaskan pandangan tentang
ditampilkan oleh para penampil dalam pengelolaan kesan. Ia berpendapat bahwa
sebuah scene atau panggung. Perlunya face ketika manusia berinteraksi, mereka
adalah menciptakan peran yang dapat di membentuk dan

JURNAL S1-SOSIOLOGI FISIP UNIVERSITAS AIRLANGGA Page 10


mengelola face sebagaimana yang kendaraan bermotor tersebut
ditampilkan oleh para penampil dalam memberikandampak negatif bagi
sebuah scene atau panggung. Perlunya face masyarakat itu sendiri.
adalah menciptakan peran yang dapat di Pelaku kejahatan begal memiliki
terima oleh audience, Dalam pelaku sisilain dalam kehidupanya. Dimana sisi
kejahatan begal. face tersebut di wujudkan lain tersbut merupakan sosok kriminal
dalam berbegai bentuk profesi normal hingga sosok yang tampa kasihan untuk
selain sebagai pelaku kejahatan begal, membunuh korbanya. Sisi lain dari pelaku
profesi tersebut di wujudkan dalam bentuk kejahatan begal di tuangkan dalam dunia
penjual sperpart motor hingga pelaku Back stage pelaku kejahatan begal. Back
usaha sektor informal. stage merupakan wilayah pertunjukkan
Dalam membentuk facework, tidak yang tidak boleh dilihat oleh orang dan
hanya dilakukan dengan memiliki profesi tidak mungkin dipertontonkan di front
yang sesuai dengan nilai ideal dalam stage.
masyarakat. Dalam kasus pelaku kejahatan Dalam kehidupan sehari-hari di
begal, pada era kontemporer. Tindakan kenal oleh tetangga sebagai orang yang
tersebut dapat di perkuat dengan sangat membantu bagi yang membutuhkan
memasukan unsur lain dalam namun, di sisi lain dalam kehidupanya
pembentukanya. Unsur yang dapat sebagai seroang pelaku kejahatan begal
dimasukan oleh pelaku kejahatan begal terkenal sebagai pelaku kejahatan begal
untuk memperkuat facework. Adalah yang sadis dan sering melukai korbannya.
dengan memasukan unsur teknologi dalam Namun, untuk lebih lanjut mengenahi
tindakan keseharianya. dunia Back stagepelaku kejahatan begal
Dalam kasus kejahatan begal dapat dilihat dari ketiga aspek meliputi,
Keberadaan dari berbagai jenis kendaraan wilayah operasi hubungan antar pelaku
bermotor pada saat inimerupakan salah kejahatan begal dan juga pengalaman
satu dari sekian banyak hasil dari cepatnya sebagai pelaku kejahatan begal.
pertumbuhaniptek yang memang Kejahatan begal merupakan
memberikan kemanfaatan yang besar bagi kejahatan yang dilakukan di wilayah
kebutuhandan kehidupan masyarakat. tertentu. Dimana dalam pemikiran
Namun demikian, sepertinya telah victimonologi bahwa situasi tempat
dikemukakandiatas selain memberikan mempengaruhi terjadinya viktimisasi
kemanfaatan yang besar bagi masyarakat kejahatan begal, dimana korban berada
ternyatakeberadaan berbagai jenis pada situasi yang sulit untuk melakukan

JURNAL S1-SOSIOLOGI FISIP UNIVERSITAS AIRLANGGA Page 11


perlawanan. Adapun menurut Hans Von menjadi aspek penting bagi pelaku
Hentig,salah satu tipe korban adalah The kejahatan begal. Lebih dari itu, wilayah
blocked, exempted, and fighting.Orang juga berfungsi sebagai oprasional pelaku
yang terhalang, bebas, dan suka berkelahi kejahatan begal untuk melancarkan
memunyai risiko yang berbeda untuk aksinya. Namun, pentingnya wilayah
terjadinya viktimisasi. Orang kekuasaan yang di gunakan oleh pelaku
yangterhalang diartikan sebagai individu kejahatan begal seiring berjalanya waktu
yang berada dalam posisi dan kondisi sulit tidaklah menjadi prioritas utama. Dalam
untuk keluar dari bahaya. Mereka yang konteks Kota Surabaya, tidak berlakunya
termasuk dalam tipe ini adalah orang yang wilayah kekuasaan dikarenakan inovasi
terperangkap dalam situasi yang tidak pihak kepolisian Surabaya untuk
memungkinkan untuk melakukan meingkatkan keamanan kota. Dalam hal
pembelaan atau bahkan tindakan tersebut ini, invoasi yang dilakukan oleh pihak
justrumenimbulkan penderitaan yang lebih kepolisian adalah dengan memasang
serius (Angkasa dan irwanto : 2009:34) perlengkapan CCTV untuk pengawasan
Kondisi tersebut sangatlah wajar keamanan. Dan dengan adanya fenomena
melihat bahwa tindakan pembegalan ini, wilayah kekuasaan yang ada pada
merupakan tindakan yang dialkukan di pelaku kejahatan begal, menjadi tidak
wilayah tertentu. Dimana pertimbangan teratur.
mengenahi wilayah kekuasaan masih Adanya interaksi yang dilakukan
sangat di pertimbangkan. Wilayah oleh pelaku kejahatan begal. sangatlah
kekuasaan sendiri menjadi suatu pertanda mungkin terjadi. Dan seringkali kejahatan
bahwa di sana terdapat kekuasaan, entah begal dilakukan secara berkelompok
yang akan memasuki wilayah itu tahu atau Kondisi tersebut mengakibatkan kejahatan
tidak siapa yang berkuasa, sudah begal yang dapat juga dikatakan sebagai
sepatutnya mereka mentaati ideologi yang kejahatan kelompok. Namun ketika masuk
berlaku. Dengan batas-batas yang rigid, itu dalam Kota Surabaya hubunga begal
menjadikan siapa saja yang memasuki seperti tersebut sudah mulai di
harus tunduk kepada yang menguasai tinggalakan. kondisi tersebut tidak lepas
daerah tersebut. Siapa yang melanggar karena aksi kejahatan begal di kota
akan diberikan sangsi maupun diserang Surabaya sudah berjalan ke arah
oleh penguasa yang ada. individual. Perubahan tersebut dikarenakan
Pangung belakan pelaku kejahatan sisitem keamanan kota Surabaya yang
begal memperlihatkan bahwa wilayah mulai di tingkatkan. Invoasi pihak

JURNAL S1-SOSIOLOGI FISIP UNIVERSITAS AIRLANGGA Page 12


kepolisisna untuk mengembangakan motor. Peran ini muncul ke pada
pengawasan melalui CCTV memang masyarakat dikarenakan pengalaman
menjadikan pelaku kejahatan begal lebih menjadi pelau kejahatan begal. kondisi
individualis dalam melakukan aksi tersebut dikarenakan menjadi penjual
kejahatanya. Sehingga hubungan antar spearpart motor didasarkan atas penjualan
anak buah maupun bos sudah mulai sedikit sperapert motor hasil curian. Sehingga
hilang. pelaku kejahatan begal tahu tentang pasar
Perkembangan kejahatan begal spearpart. munculnya peran-peran tersebut
yang lebih ke arah individualis sangatlah tak lepas dari pengalaman pelaku
berkembang di kota Surabaya. Meskipun kejahatan begal yang tak lepas dari
demikian, hubungan antara pelaku kendaraan bermotor.
kejahatan begal tidak semuanya Tipologi pelaku kejahatan begal
indiviudalis. Namun, hubungan tersebut mendiskripsikan bahwa dalam dunia begal
masih menuju arah individualis. Belum dapat memunculkan pelaku begal yang
sepenuhnya dikatan perubahan ke arah konvensional, transisi dan inovatif. Dari
individualis, dikarenakan dalam kehidupan ketiga kelompok tersebut memiliki
begal di kota Surabaya masih mengenal perbedaan tersendiri dalam setiap
mitra kerja. Fungsi mitra kerja sendiri karasteristiknya. Semisal bagi pelaku
dapat mengakomodir pelaku kejahatan kejahatan begal konvensional. Dapat
begal untuk menjual hasil begalnya. dilihat untuk tujuan dari pembegalan
Meskiupun demikian hubungan tersebut adalah memenuhi kebutuhan sehari-hari.
tidaklah mengikat antar pelaku kejahatan Kondisi tersebut sama halnya dengan
begal. Hubungan interpersonal antar pemikiran lama menganahi pelaku
pelaku kejahatan begal. kejahatan begal.
Munculnya peran bagi pelaku Berbeda halnya dengan pelaku
kejahatan begal yang didasarkan atas kejahatan begal yang inovatif. Cara
pengalaman. Dapat dilihat dari profesi pandang pelaku kejahatan begal yang
yang digeluti oleh pelaku kejahatan begal. inovatif mengenahi kejahatan begal lebih
semisal salah seorang pelaku kejahatan komplek di bandingkan dengan pelaku
begal yang juga berprofesi sebagai montir kejahatan begal yang konvensional.
bengkel. Seakan menciptakan peran dia Dimana pelaku kejahatan begal inovatif
sebagai penedia jasa reparasi motor dalam lebih melihat kegitan pembegalan
kehidupan sosial bermasyarakat. Ada pula merupakan bentuk bisnis baru yang dapat
yang berprofesi sebagi pedagang aksesoris di kembangkan. Pemikiran tersebut seakan

JURNAL S1-SOSIOLOGI FISIP UNIVERSITAS AIRLANGGA Page 13


membuat pemikiran baru bahwa begal, inovatif gaya pemikiranya sudah berubah
bukan hanya cara untuk orang memenuhi kearah yang lebih rasional. Pemikiran
kebutuhan sehari-hari, melainkan adanya rasional tersebut seakan memberikan
hukum ekonomi dalam tindakan perbedaan baru bagi pelaku begal inovatif.
pembegalana dan sama halnya begal Dimana untuk pelaku kejahatan begal
transisi. Dimana muncul pemikiran bahwa inovatif memilih pandangan bahwa begal
begal muncul karena adanya permintaan bukanlah profesi yang dapat di jadikan
terhadap hasil pembegalan. profesi pokok. Sehingga banya pelaku
Gamabaran dalam tipologi pelaku begal inovatif yang sudah tidak lagi aktif
kejahatan begal, juga mendiskripsikan sebagai pelaku kejahatan begal. alasan
perbedaan yang mencolok antara pelaku berhentinya mulai bervariasi. Ada karena
kejahatan begal konvensional sampai alasan keamanan, ada pula yang beralih
inovatif, misalnya alat yang di gunakan, profesi yang lebih menjajikan.
sikap terhadapa korban dan juga cara Munculnya tipologi pelaku
mengatur hasil pembegalan. Namun, ada kejahatan begal sekan mengambarkan
satu faktor penting yang mencolok dunai back stage pelaku kejahatan begal
membedakan pelaku begal inovatif dan sangat bervariasi. Kondisi tersebut sama
konvensional. Faktor tersebut adalah gaya dengan arti back stage itu sendiri. Dimana
hidup. Bagi pelaku kejahatan begal back satge memiliki arti adalah tempat
konvensional. Gaya hidup yang di jalani untuk individu mempersiapkan perannya
sangatlah sederhana. Kondisi tersebut di wilayah depan, biasa juga disebut back
tidak bisa di lepaskan dari pemikiran stage (panggung belakang) atau kamar rias
mengenahi tujuan pembegalan. Hanya untuk mempersiapkan diri atau berlatih
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. untuk memainkan perannya di panggung
Lain halnya dengan pelaku begal modern, depan. Di tempat ini dilakukan semua
dalam pemikiranya dia. Gaya hidup yang kegiatan yang tersembunyi untuk
dijalani sangatlah hedonisme. Kondisi melengkapi keberhasilan akting atau
tersebut tidak lepas dari gaya pikir yang penampilan diri yang ada pada panggung
lebih ke arah bussines mann sehingga. depan. Dramaturgi menekankan dimensi
Begal dapat di ambil keuntungan yang ekspresif/impresif aktivitas manusia, yakni
lebih besar. bahwa makna kegiatan manusia terdapat
Pemikiran lebih berbeda dialami dalam cara mereka mengekspresikan diri
oleh pelaku kejahtatan begal inovatif. dalam interaksi dengan orang lain yang
Dimana untuk pelaku kejahatan begal juga ekspresif. Oleh karena perilaku

JURNAL S1-SOSIOLOGI FISIP UNIVERSITAS AIRLANGGA Page 14


manusia bersifat ekspresif inilah maka yang menjadi pendorong individu untuk
perilaku manusia bersifat dramatik. menjadi pelaku kejahatan begal adalah
Pendekatan dramaturgi Goffman faktor lingkungan. Faktor ini menjadi
berintikan pandangan bahwa ketika faktor yang paling kuat untuk orang
manusia berinteraksi dengan sesamanya, ia menjadi pelaku kejahatan begal. Anggapan
ingin mengelola pesan yang ia harapkan tersebut dikarenakan faktor lingkungan
tumbuh pada orang lain terhadapnya. mampu memberikan pelajaran bagi orang
Untuk itu, setiap orang melakukan untuk menjadi pelaku kejahatan begal.
pertunjukan bagi orang lain Dari ketiga faktor tersebut dalam
analisis deivian asosiasi dikatakan sebgai
KESIMPULAN pelaku yang menyimpang. Kondisi
Dalam penelitian ini alasan dapat tersebut tak lepas dari asumsi 9 faktor
diartikan sebagai faktor apa yang perilaku menyimpnag. Selain itu, dalam
mendorong orang untuk menjadi pelaku pemikiran devian asosiasi kejahatan begal
kejahatan begal. Mengenahi faktor-faktor merupakan kejahatan yang di pelajari.
yang mendorong orang untuk menjadi Sehingga ketika ada pelaku menyimpang
pelaku kejahatan begal sangatlah yang di pelajari menjadi tindakan
bervariasi. Namun dalam penelitian ini di seseorang dalam masyarakat, maka
jelaskan bahwa faktor yang mendorong tindakan tersebut di katakan sebagai
orang untuk menjadi pelaku kejahatan tindakan menyimpang. Kehidupan pelaku
begal dapat di kategorisasikan dalam tiga kejahatan begal dalam masyarakat juga
faktor. mengalami prosesdramaturgi. Proses ini
Faktor yang pertama adalah faktor merupakan proses bagaimana pelaku
ekonomi dimana faktor tersebut menjadi kejahatan begal menutupi identitasnya
pendorong orang untuk menjadi pelaku sebagai begal di kehidupan sehari-hari.
kejahatan begal dikarenakan pemenuhan Dalam menutupi pelaku
kebutuhan sebagai pendorong untuk kejahatanya, pelaku kejahatan begal
membegal. Faktor yang kedua adalah seringkali mengunakan beberapa cara
faktor keluarga. Faktor ini menjadi untuk meralisasikanya. Cara-cara yang
pendorong orang untuk menjadi pelaku dilakukan adalah dengan berperilaku
kejahatan begal di karenakan. keluarga normal. Menciptakan peran dan memiliki
seringkali menjadi pendoroang untuk profesi dalam kehidupanya bermasyarakat.
menjadi pelaku kejahatan begal dengan Dalam hal pertama berperilaku normal
tekanan yang diberikan.Faktor terakhir merupakan cara yang paling mudah untuk

JURNAL S1-SOSIOLOGI FISIP UNIVERSITAS AIRLANGGA Page 15


pelaku kejahatan begal menututpi tersembunyinya identitasnya sebagai
identitasnya. Cara ini tergolong mudah seorang pelaku kejahatan begal ada sisi
dikarenakan berperilaku baik dapat di lain pelaku kejahatan yang terkadang sadis
wujudkan dengan meninggalkan tindakan terhadap korbannya. Dalam hal ini sisilain
yang memiliki hubungan dengan begal pelaku kejahatan begal dapat dilihat dari
dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu beberapa aspek. Dan aspek tersebut
dengan bertingkah normal pelaku meliputi. Tujuan membegal, Senjata yang
kejahatan begal dapat berinteraksi dengan dilagunakan untuk membegal, Hingga
biasa di dalam masyarakat. tindakan yang dilaukan dengan hasil
Cara kedua yang dilakukan oleh pembegalan. Tindakan yang di lakukan
pelaku kejahatan begal untuk menututpi oleh begal tersebut dalam pemikiran
kejahatanya adalah dengan menciptakan Goffman merupakan wujud dari panggung
pera dalam kehidupannya. Cara ini belakang pelaku kejahatan begal., dimana
dilakukan agar pelaku kejahatan begal aspek yang paling penting bagi seorang
dapat berguna dalam masyarakat. Dan begal adalah pengalaman. Dimana
ketika pelaku kejahatan begal berguna pengalaman dapat membedakan atara
maka identitasnya sebagai pelaku pelaku kejahatan begal yang satu dengan
kejahatan begal dapat di tutupi. Untuk cara yang lainya.
yang ketiga adalah dengan memiliki
profesi selain begal. Fungsi dari profesi ini DAFTAR PUSTAKA
adalah memanipulasi identitas pelaku I. S. Susanto, 2011, Kriminologi,
kejahatan begal. Sehingga orang yang Yogyakarta: Genda Publishing,

mengetahuinya akan dialihkan dengan Ilham Lasahido, Modul Penanganan


identitas yang di kenali. Dalam proses Surat, Diklat, Departemen Keuangan
Nasional.2006
pengalihan tersebut dalam pemikiran
Goffman dianggap sebagai cara pelaku Mattew B. Miles & A. Michael
Hubberman, Analisis data kualitatif, UI
kejahatan begal untuk menciptaka Press, Jakarta : 1992
panggung depan dalam berinteraksi
Prodjohamidjojo, Martiman .Memahami
dengan masyarakat. Dasar-Dasar Pidana Indonesia 2, Jakarta :
Identitas yang dibuat oleh pelaku PradyaParamitha, 1997,

kejahatan begal dalam panggung dunia Prof. Dr. H. Hafied Cangara, M.Sc
depan merupakan wujud bagaimana pelaku Penerbit: PT Raja Grafindo Persada Tahun
Terbit: 2009
kejahatan begal menyembunyikan
identitasnya. Namun, di balik

JURNAL S1-SOSIOLOGI FISIP UNIVERSITAS AIRLANGGA Page 16


R. Soesilo, 1985, Kriminologi
(Pengetahuan tentang sebab-sebab
Kejahatan), Politea, Bogor

Soerjono Soekanto, 1982, Kesadaran


Hukum dan Kepatuhan Hukum, Jakarta:
Cv. Rajawali,

Tola, Siti Fatimah dan Suardi .2016.Begal


Motor Sebagai Perilaku Menyimpang.
makasar. jurnal pendidikan sosiologi

Topo Santoso, S.H., M.H dan Eva Achjani


Zulfa, S.H, 2008, Kriminologi, grafindo,
jakarta

ARTIKEL INTERNET

http://news.liputan6.com/read/2187533/2-
kawanan-begal-di-Surabaya-lumpuh-
ditembak-polisi diakses pada tanggal 8
oktober 2015

http://www.malang-post.com/serba-
serbi/redaktur-tamu/99595-kilas-sejarah-
begal-jawa-kuna, diakses pada 2
November 2017 pukul 09.00 WIB

http://senjatajam.blogspot.com/ diakses
pada tanggal 8 oktober 2017

http://surabayanews.co.id/2015/02/27/138
11/begal-diatur-dalam-pasal-365-
kuhp.html, diakses pada 13 Desember
2015 pukul 21.30 WITA

http://www.tempo.co/read/news/2015/02/2
5/064645236/Apa-Saja-Ancaman-
Hukuman-untuk-Begal-Motor, diakses
pada 4 Desember 2015 pukul 06.54 WIB

JURNAL S1-SOSIOLOGI FISIP UNIVERSITAS AIRLANGGA Page 17

Anda mungkin juga menyukai