PENDAHULUAN
1
konfirmasi diagnosis adalah pemeriksaan cuplikan debridement kornea dengan
immunofl uore e scent assay maupun DNA probe s.
Pengobatan keratitis herpes simpleks makin marak semenjak
ditemukannya idoksunidina pada tahun 1962, kemudian diikuti dengan
penemuan vidarabina; namun ternyata kedua obat tersebut bersifat
toksik terhadap set kornea normal. Penemuan obat-obat anti viral terus
berkembang dengan ditemukannya asiklovir, gansikiovir, dan penggunaan
interferon tetes mata.
Beberapa permasalahan yang mungkin dijumpai dalam penanganan
keratitis herpes simplek antara lain: kekambuhan yang berulang, resistensi
antiviral, tingkat keparahan penyakit pada saat mendapat pelayanan kesehatan
yang memadai, dan kemungkinan semakin meningkatnya jumlah kasus.
Tulisan ini bertujuan untuk memberikan informasi tentang pembuatan
diagnosis maupun penatalaksanaan keratitis herpes simpleks serta pengalaman
praktis dalam penggunaan antiviral. Diharapkan informasi ini akan menambah
wawasan para klinisi dalam menangani keratitis herpes simpleks.
1.2. Tujuan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
B. Bola Mata
Bola mata terdiri atas:
1. Dinding bola mata
a. Sklera
Merupakan jaringan ikat kolagen, kenyal dan tebal kira-kira 1
mm. Di bagian posterior bola mata saraf optic menembus sclera
dan tempat tersebut disebut lamina kribosa. Bagian luar sclera
3
berwarna putih dan halus, dilapisi kapsul tenon dan bagian depan
oleh konjungtiva. Di antara stroma sclera dan kapsul tenon
terdapat episklera. Bagian dalamnya berwarna coklat dan kasar dan
dihubungkan dengan koroid oleh filament-filamen jaringan
ikat yang berpigmen, yang merupakan dinding luar ruangan
supra koroid.(6,7)
b. Kornea
Dinding bola mata bagian depan ialah kornea yang
merupakan jaringan yang jernih dan bening, bentuknya
hamper sebagai lingkaran dan sedikit lebih lebar pada arah
transversal (12 mm) dibanding arah vertikal. Batas kornea dan
sclera disebut limbus. Tebal kornea berkisar 0.6-1.0 mm dan
terdiri atas 5 lapisan yaitu epitel, membrana bowman, stroma,
membran descemet, dan endotel.
Epitel
E pitel kornea merupakan lapisan paling luar kornea dan
berbentuk epitel pipih berlapis tanpa tanduk. Bagian terbesar
4
ujung saraf kornea berakhir pada epitel ini. Setiap gangguan
epitel akan memberikan gangguan sensibilitas kornea berupa rasa
sakit atau mengganjal. Daya regenerasi epitel cukup besar sehingga
apabila terjadi kerusakan, aan diperbaiki dalam
beberapa hari tanpa membentuk jaringan parut.
Membrana Bowman
Terletak di bawah epitel dan merupakan suatu membrane
tipis yang homogeny dan terdiri atas susunan serat kolagen kuat
yang mempertahankan bentuk kornea. Bila terjadi kerusakan
pada membrane bowman maka akan berakhir dengan
terbentuknya jaringan parut.
Stroma
Merupakan lapisan paling tebal dari kornea dan terdiri dari
atas jaringan kolagen yang tersusun dalam lamel-lamel dan
berjalan sejajar dengan permukaan kornea. Diantara serat-serat
kolagen ini terdapat matriks. Stroma bersifat higroskopis yang
menarik air dari bilik mata depan. Kadar air di dalam stroma
kurang lebih 70%. Kadar air di dalam stroma relative yang
diatur oleh fungsi pompa sel endotel dan penguapan oleh epitel.
Apabila fungsi sel endotel kurang baik maka akan terjadi
kelebihan kadar air sehingga timbul edem kornea. Serat di dalam
stroma demikian teratur sehingga memberikan gambaran kornea
yang transparent atau jernih. Bila terjadi gangguan susunan serat
di dalam stroma seperti edema kornea dan sikatriks kornea akan
mengakibatkan sinar yang melalui kornea terpecah dan kornea
terlihat keruh.
Membran Descement
Merupakan suatu lapisan tipis yang bersifat kenyal, kuat,
tidak berstuktur dan bening. Terletak di bawah stroma, lapisan ini
merupakan pelindung atau barier infeksi dan masuknya
pembuluh darah.
5
kerucut lebih banyak. Daerah papil saraf optik terutama terdiri
atas serabut saraf optik dan tidak mempunyai daya
pengelihatan.(7)
C. Klasifikasi
1. Keratitis Superfisial
a. Keratitis herpes simpleks superficial
9
b. Keratitis herpes zoster
c. Keratitis vaksinina
d. Keratitis flikten
e. Keratitis Sika
f. Keratitis Lepra
2. Keratitis Profunda
a. Keratitis Interstitial
b. Keratitis Sklerotikans
B. Bentuk Infeksi
Keratitis herpes simpleks dibagi dalam 2 bentuk yaitu epithelial
dan stromal, pada yang epithelial terjadi akibat pembelahan virus di
dalam sel epitel yang mengakibatkan kerusakan pada sel epitel dan
10
membentuk tukak kornea yang suferficial. Pada stromal terjadi suatu
reaksi imunologik tubuh terhadap virus yang menyerang yaitu reaksi
antigen antibody yang menarik sel radang ke dalam stroma. Sel radang
ini mengeluarkan bahan proteolitik untuk merusak virus, tetapi juga
akan merusak jaringan stroma di sekitarnya. (6,7)
11
11. Stevens i, Cook M. Latent herpes simplex virus in sensory ganglia, Perspect
Virol 1971;8: 1720.
12. Barringer JR. Herpes simplex virus infection of nervous tissue in animal and
man, Pro Med Virol 1975; 20: 15.
13. Tullo AB, Eastly DL, Hill Ti, Blyth WA. Ocular herpes simplex and the
establishment of latent infection, Trans Ophthalmol Soc UK 1982: 102: 158.
15. Shuster ii, Kaufman HE, Nesbur HB. Statistical analysis of the rate
of recurrence of herpes virus ocular epithelial disease, Am I Ophthalmol.
1981: 91: 32831.
16. Suhardjo, Agni AN. Penggunaan asiklovir salep mata 3% untuk pengobatan
keratitis herpetika, Medika 1992; 11: 258.
17. Grayson M. Diseases of the Cornea, 2nd ed. London: CV Mosby Co. 1983.
19. Kenyon K R, Fogle JA, St one DL, Stark WL. Re generation of corneal
epithelial basement membrane following thermal cauterization. Invest
Ophthalmol Vis Sci, 1977; 16: 2925. 16. Porrier R H, Kingham JJ, deMiranda
P. Annel M. Intra ocular antiviral penetration, Arch Ophthalmol. 1982; 100:
19647.
20. Meyers-Elliot RH , Pettit TH. Maxwel A. Viral antigens in the immune ring of
herpes simplex stromal keratitis, Arch Ophthalmol. 1980; 98: 98790.
21. Foster CS, Duncan J. Penetrating keratoplasty for herpes simplex keratitis.
AmJ Ophthalmol. 1981; 92: 3369.
23. Kaufman HE. Herpes simplex in ophthalmology, in F.C. BloW (ed): Herpes
Simplex Infections of the Eye, vol. l,chap. 12. New York: Churchill
Livingstone Inc., 1984. pp. 15360.
23
24. Cohen EJ, Laibson PR. Corneal transplantation in herpes simplex keratitis, in
FC Blodi (ed): Herpes Simplex Infections of the Eye, vol. I, chap. 11. New
York: Churchill Livingstone Inc., 1984. pp. 14752.
27. McGill JL. Olgivie M. Viral drug resistence in herpes simplex ulceration. in P
Trevor R oper (ed): VIth Congress of the European Society for Ophthalmology,
London, 1980. pp. 814.
28. Charles SJ. Gray ii. Ocular herpes simplex virus infections: reducesensitivity
to acyclovir in primary disease, BrJ Ophthalmol. 1990; 74: 2868.
24