Anda di halaman 1dari 55

Puskesmas

Definisi Puskesmas
Menurut Permenkes No 75 Tahun 2014 pasal 1, puskesmas adalah
fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan
masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan
lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.
Upaya Kesehatan Masyrakat (UKM) adalah kegiatan untuk memelihara
dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menanggulangi
timbulnya masalah kesehatan dengan sasaran keluarga, kelompok, dan
masyarakat. Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) adalah suatu kegiatan
dan atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk
peningkatan, pencegahan, penyembuhan penyakit, pengurangan
penderitaan akibat penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan
(Permenkes No 75 Tahun 2014).

Fungsi Puskesmas

Puskesmas menyelenggarakan fungsi:

 Penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya; Dalam


menyelenggarakan fungsi tersebut, Puskesmas berwenang untuk:
a) Melaksanakan perencanaan berdasarkan analisa masalah kesehatan
masyarakat dan analisa kebutuhan pelayanan yang diperlukan;

b) Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan;

c) Melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan


masyarakat dalam bidang kesehatan;
d) Menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan
masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang
bekerjasama dengan sektor lain terkait;
e) Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya
kesehatan berbasis masyarakat;
f) Melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia
Puskesmas;
g) Memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan;

h) Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses, mutu,


dan cakupan Pelayanan Kesehatan; dan
i) Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat,
termasuk dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon
penanggulangan penyakit.
 Penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya; Dalam
menyelenggarakan fungsi tersebut, puskesmas berwenang untuk:
a) Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dasar secara komprehensif,
berkesinambungan dan bermutu;
b) Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan upaya
promotif dan preventif;
c) Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang berorientasi pada individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat;
d) Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang
mengutamakan keamanan dan keselamatan pasien, petugas dan
pengunjung;
e) Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dengan prinsip koordinatif dan
kerja sama inter dan antar profesi;
f) Melaksanakan rekam medis;

g) Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu dan


akses Pelayanan Kesehatan;
h) Melaksanakan peningkatan kompetensi Tenaga Kesehatan;

i) Mengoordinasikan dan melaksanakan pembinaan fasilitas pelayanan


kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya; dan
j) Melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan
Sistem Rujukan.
(Kemenkes, 2014).
Kegiatan Pokok Puskesmas
Dua puluh kegiatan pokok Puskesmas adalah:
1) Upaya Kesehatan Ibu dan Anak
a) Pemeliharaan kesehatan ibu hamil, melahirkan dan menyusui
serta bayi anak balita dan anak prasekolah
b) Memberikan nasehat tentang makanan guna mencegah gizi
buruk
c) Pemberian nasehat tentang perkembangan anak dan cara
stimulasinya.
d) Imunisasi tetanus toksoid dua kali pada ibu hamil dan BCG, DPT
3 kali, polio 3 kali dan campak 1 kali pada bayi
e) Penyuluhan kesehatan dalam mencapai program KIA
f) Pelayanan keluarga berencana
g) Pengobatan bagi ibu, bayi anak balita dan anak prasekolah
untuk macam-macam penyakit ringan
h) Kunjungan rumah untuk mencari ibu dan anak yang memerlukan
pemeliharaan, memberikan penerangan dan pendidikan tentang
kesehatan
i) Pengawasan dan bimbingan kepada taman kanak-kanak dan
para dukun bayi
2) Upaya Keluarga Berencana
a) Mengadakan kursus keluarga berencana unutk para ibu dan
calon ibu yang mengunjungi KIA
b) Mengadakan kursus keluarga berencana kepada dukun yang
kemudian akan bekerja sebagai penggerak calon peserta keluarga
berencana
c) Mengadakan pembicaraan –pembicaraan tentang keluarga
berencana kapan saja ada kesempatan
d) Memasang IUD, cara – cara penggunaan pil, kondom, dan cara-
cara lain denngan memberi sarananya
e) Melanjutkan mengamati mereka yang menggunakan sarana
pencegahan kehamilan
3) Upaya Peningkatan Gizi
a) Mengenali penderita-penderita kekurangan gizi dan mengobati
mereka
b) Mempelajari keadaan gizi masyarakat dan mengembangkan
program perbaikan gizi
c) Memberikan pendidikan gizi kepada masyarakat terutama dalam
rangka program KIA
d) Melaksanakan program-program:
• Program perbaikan gizi keluarga melalui posyandu
• Memberikan makanan tambahan yang mengandung
protein dan kalori kepada balita dan ibu menyusui
• Memberikan vitamin A kepada balita umur dibawah 5 tahun
4) Upaya Kesehatan Lingkungan Kegiatan – kegiatan utamam kesehatan l
ingkungan yang dilakukan staf puskesmas adalah:
a) Penyehatan air bersih
b) Penyehatan pembuangan kotoran
c) Penyehatan lingkungan perumahan
d) Penyehatan limbah
e) Pengawasan sanitasi tempat umum
f) Penyehatan makanan dan minuman
g) Pelaksanaan peraturan perundang-undangan
5) Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular
a) Mengumpulkan dan menganalisa data penyakit
b) Melaporkan kasus penyakit menular
c) Menyelidiki di lapangan untuk melihat benar atau tidaknya
laporan yang masuk, untuk menemukan kasus-kasus baru dan
untuk mengetahui sumber penularan.
d) Tindakan permulaan untuk menahan penularan penyakit
e) Menyembuhkan penderita, hingga ia tidak lagi menjadi sumber
infeksi
f) Pemberian imunisasi
g) Pemberantasan vector
h) Pendidikan kesehatan kepada masyarakat
6) Upaya Pengobatan
a) Melaksanakan diagnose sedini mungkin melalui:
• Mendapatkan riwayat penyakit
• Mengadaan pemeriksaan fisik
• Mengadaan pemeriksaan labolatorium
• Membuat diagnosa
b) Melaksanakan tindakan pengobatan
c) Melakukan upaya rujukan bila dipandang perlu, rujukan dapat
berupa:
• Rujukan diagnostik
• Rujukan pengobatan atau rehabilitasi
• Rujukan lain
7) Upaya Penyuluhan
a) Penyuluhan kesehatan masyarakat merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari tiap-tiap program puskesmas. Kegiatan
penyuluhan kesehatan dilakukan pada setiap kesempatan oleh
petugas, apakah di klinik, rumah dan kelompok-kelompok
masyarakat.
b) Di tingkat puskesmas tidak ada penyuluhan tersendiri, tetapi
ditingkat kabupaten diadakan tenaga-tenaga coordinator
penyuluhan kesehatan. Koordinator membantu para petugas
puskesmas dalam mengembangkan teknik dan materi penyuluhan
di Puskesmas.
8) Upaya Kesehatan Sekolah
a) Membina sarana keteladanan di sekolah, berupa sarana
keteladanan gizi berupa kantin dan sarana keteladanan kebersihan
lingkungan.
b) Membina kebersihan perseorangan peserta didik
c) Mengembangkan kemampuasn peserta didik untuk berperan
secara aktif dalam pelayanan kesehatan melalui kegiatan dokter
kecil
d) Penjaringan kesehatan peserta didik kelas I
e) Pemeriksaan kesehatan periodic sekali setahun untuk kelas II
sampai IV dan guru berupa pemeriksaan kesehatan sederhanan
f) Immunisasi peserta didik kelas I sampai VI
g) Pengawasan terhadap keadaan air
h) Pengobatan ringan pertolongan pertama
i) Rujukan medik
j) Penanganan kasus anemia gizi
k) Pembinaan teknis dan pengawasan di sekolah
l) Pencatatan dan pelaporan
9) Upaya Kesehatan Olahraga
a) Pemeriksaan kesehatan berkala
b) Penentuan takaran latihan
c) Pengobatan dengan teknik latihan dan rehabilitasi
d) Pengobatan akibat cidera latihan
e) Pengawasan selama pemusatan latihan
10) Upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat
a) Asuhan perawatan kepada individu di puskesmas maupun di
rumah dengan berbagai tingkat umur, kondisi kesehatan, tumbuh
kembang dan jenis kelamin
b) Asuhan perawatan yang diarahkan kepada keluarga sebagai unit
terkecil dari masyarakat (keluarga binaan)
c) Pelayanan perawatan kepada kelompok khusus diantaranya: ibu
hamil, anak balita, usia lanjut dan sebagainya
d) Pelayanan keperawatan pada tingkat masyarakat
11) Upaya Peningkatan Kesehatan Kerja
a) Identifikasi masalah, meliputi:
• Pemeriksaan kesehatan dari awal dan berkala untuk para
pekerja
• Pemeriksaan kasus terhadap pekerja yang dating berobat
ke puskesmas
• Peninjauan tempat kerja untuk menentukan bahaya akibat
kerja
b) Kegiatan peningkatan kesehatan tenaga kerja melalui
peningkatan gizi pekerja, lingkungan kerja, dan kegiatan
peningkatan kesejahteraan
c) Kegiatan pencegahan kecelakaan akibat kerja, meliputi:
• Penyuluhan kesehatan
• Kegiatan ergonomik, yaitu kegiatan untuk mencapai
kesesuaian antara alat kerja agar tidak terjadi stres fisik
terhadap pekerja
• Kegiatan monitoring bahaya akibat kerja
• Pemakaian alat pelindung
d) Kegiatan pengobatan kasus penyakit akibat kerja
e) Kegiatan pemulihan kesehatan bagi pekerja yang sakit
f) Kegiatan rujukan medic dan kesehatan terhadap pekerja yang
sakit
12) Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut
a) Pembinaan atau pengembangan kemampuan peran serta
masyarakat dalam upaya pemeliharaan diri dalam wadah program
UKGM
b) Pelayanan asuhan pada kelompok rawan, meliputi:
• Anak sekolah
• Kelompok ibu hamil, menyususi dan anak pra sekolah
c) Pelayanan medik dokter gigi dasar, meliputi:
• Pengobatan gigi pada penderita yang berobat maupun
yang dirujuk
• Merujuk kasus-kasus yang tidak dapat ditanggulangi
kesasaran yang lebih mampu
• Memberikan penyuluhan secara individu atau kelompok
• Memelihara kebersihan (hygiene klinik)
• Memelihara atau merawat peralatan atau obat-obatan
d) Pencatatan dan pelaporan
13) Upaya Kesehatan Jiwa
a) Kegiatan Kesehatan Jiwa yang terpadu dengan kegiatan pokok
puskesmas
b) Penanganan pasien dengan gangguan jiwa
c) Kegiatan dalam bentuk penyuluhan serta pembinaan peran serta
masyarakat
d) Pengembangan upaya Kesehatan Jiwa di puskesmas melalui
pengembangan peran serta masyarakat dan pelayanan melalui
kesehatan masyarakat
e) Pencatatan dan pelaporan
14) Upaya Kesehatan Mata
a) Upaya kesehatan mata, pencegahan kesehatan dasar yang
terpadu dengan kegiatan pokok lainnya
b) Upaya kesehatan mata:
• Anamnesa
• Pemeriksaan virus dan mata luar, tes buta warna, tes tekan
bola mata, tes saluran air mata, tes lapangan pandang,
funduskopi dan pemeriksaan labolatorium
• Pengobatan dan pemberiaan kacamata
• Operasi katarak dan glukoma akut yang dilakukan oleh tim
rujukan rumah sakit
• Perawatan pos operasi katarak dan glukoma akut • Merujuk
kasus yang tak dapat diatasi
• Pemberian protesa mata
c) Peningkatan peran serta masyarakat dalam bentuk penyuluhan
kesehatan, serta menciptakan kemandirian masyarakat dalam
pemeliharaan kesehatan mata mereka
d) Pengembangan kesehatan mata masyarakat
e) Pencatatan dan pelaporan
15) Laboratorium Kesehatan
a) Di ruangan laboratorium:
• Penerimaan pasien
• Pengambilan spesimen
• Penanganan spesimen
• Pelaksanaan spesimen
• Penanganan sisa spesimen
• Pencatatan hasil pemeriksaan
• Pengecekan hasil pemeriksaan
• Penyampaian hasil pemeriksaan
b) Terhadap spesimen yang akan dirujuk:
• Pengambilan spesimen
• Penanganan spesimen
• Pengemasan spesimen
• Pengiriman spesimen
• Pengambilan hasil pemeriksaan
• Pencatatan hasil pemeriksaan
• Penyampaian hasil pemeriksaan
c) Di ruang klinik dilakukan oleh perawat atau bidan, meliputi:
• Persiapan pasien
• Pengambilan spesimen
• Menyerahkan spesimen untuk diperiksa
d) Di luar gedung, meliputi:
• Melakukan tes skrining Hb
• Pengambilan spesimen untuk kemudian dikirim ke
labolatorium puskesmas
• Memberikan penyuluhan
e) Pencatatan dan pelaporan
16) Upaya Pencatatan dan Pelaporan
a) Dilakukan oleh semua puskesmas (pembina, pembantu dan
keliling
b) Pencatatan dan pelaporan mencakup:
• Data umum dan demografi wilayah kerja puskesmas
• Data ketenagaan di puskesmas
• Data kegiatan pokok puskesmas yang dilakukan baik di
dalam maupun di luar gedung puskesma
c) Laporan dilakukan secara periodik (bulan, triwulan enam
bulan dan tahunan)
17) Upaya Pembinaan Peran serta Masyarakat
a) Penggalangan dukungan penentu kebijaksanaan, pimpinan
wilayah, lintas sektoral dan berbagai organisasi kesehatan, yang
dilakukan melalui dialog, seminar dan lokakarya, dalam rangka
komunikasi, informasi dan motivasi dengan memanfaatkan media
masa dan system informasi kesehatan
b) Persiapan petugas penyelenggaraan melalui latihan, orientasi
dan sarasehan kepemimpinan dibidang kesehatan
c) Persiapan masyarakat, melalui rangkaian kegiatan untuk
meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengenal dan
memecahkan masalah kesehatan, dengan mengenali dan
menggerakkan sumber daya yang dimilikinya, melalui rangkaian
kegiatan:
• Pendekatan kepada tokoh masyarakat
• Survey mawas diri masyarakat untuk mengenali masalah
kesehatannya
• Musyawarah masyarakat desa untuk penentuan bersama
rencana pemecahan masalah kesehatan yang dihadapi
d) Pelaksanaan kegiatan kesehatan oleh dan untuk masyarakat
melalui kader yang terlatih
e) Pengembangan dan pelestarian kegiatan oleh masyarakat
18) Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisional
a) Melestarikan bahan-bahan tanaman yang dapat digunakan untuk
pengobatan tradisional
b) Pengembangan dan pelestarian terhadap cara-cara
pengobatan tradisional
19) Upaya Kesehatan Remaja
20) Dana Sehat
(Depkes RI, 2015)

Basic Seven Puskesmas


1) MCHC (Maternal and Child Health Care)
2) MC (Medical Care)
3) ES (Environmental Sanitation)
4) HE (Health Education) untuk kelompok-kelompok masyarakat
5) Simple Laboratory (Laboratorium Sederhana)
6) CDC (Communicable Disease Control)
7) Simple Statistic (recording and reporting atau pencatatan dan
pelaporan)
Basic Seven WHO harus lebih diprioritaskan untuk sesuai dengan
prioritas masalah kesehatan utama yang berkembang di wilayah kerjanya,
kemampuan sumber daya manusia (staff) yang dimiliki oleh Puskesmas,
dukungan sarana atau prasarana yang tersedia di Puskesmas, dan peran
serta masyarakat (WHO, 2009).

Wilayah Kerja Puskesmas


Puskesmas harus bertanggung jawab untuk setiap masalah yang
terjadi di wilayah kerjanya. Karena itulah puskesmas dituntut untuk lebih
mengutamakan tindakan pencegahan penyakit, dan bukan tindakan untuk
pengobatan penyakit. Dengan demikian puskesmas harus secara aktif
terjun ke masyarakat dan bukan menantikan masyarakat datang ke
puskesmas (Depkes, 2011).
Wilayah kerja puskesmas, bisa Kecamatan, faktor kepadatan
penduduk, luas daerah, keadaan geografik dan keadaan infrastruktur
lainnya merupakan bahan pertimbangan dalam menentukan wilayah kerja
puskesmas. Wilayah kerja puskesmas ditetapkan oleh bupati KDH.
Mendengar saran teknis di Kantor Wilayah Departemen Kesehatan
Provinsi (Depkes, 2011)
Untuk kota besar wilayah kerja puskesmas bisa satu Kelurahan,
sedangkan puskesmas di ibukota Kecamatan merupakan puskesmas
rujukan, yang berfungsi sebagai pusat rujukan dari puskesmas Kelurahan
yang juga mempunyai fungsi koordinasi. Sasaran penduduk yang
dilaksanakan oleh sebuah puskesmas rata-rata 30.000 penduduk
(Depkes, 2011).
Luas wilayah yang masih efektif untuk sebuah puskesmas di
daerah pedesaan adalah suatu area dengan jari-jari 5 km, sedangkan luas
wilayah kerja yang dipandang optimal adalah area dengan jari-jari 3 km
(Depkes, 2011).
1) Kategori Puskesmas menurut Permenkes no.75 tahun 2014,
dibagi menjadi:
a) Puskesmas Kawasan Perkotaan
• Merupakan puskesmas yang wilayah kerjanya meliputi
kawasan yang memenuhi paling sedikit 3 (tiga) dari 4
(empat) kriteria kawasan perkotaan sebagai berikut:
i. Aktivitas lebih dari 50% (lima puluh persen)
penduduknya pada sektor non agraris,
terutama industri, perdagangan dan jasa.
ii. Memiliki fasilitas perkotaan antara lain sekolah
radius 2,5 km, pasar radius 2 km, memiliki
rumah sakit radius kurang dari 5 km, bioskop,
atau hotel
iii. Lebih dari 90% (sembilan puluh persen) rumah
tangga memiliki listrik
iv. Terdapat akses jalan raya dan transportasi
menuju fasilitas perkotaan sebagaimana
dimaksud pada huruf (ii)
• Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan oleh Puskesmas
kawasan perkotaan memiliki karakteristik sebagai berikut:
i. Memprioritaskan pelayanan UKM
ii. Pelayanan UKM dilaksanakan dengan
melibatkan partisipasi masyarakat.
iii. Pelayanan UKP dilaksanakan oleh Puskesmas
dan fasilitas pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan oleh pemerintah atau
masyarakat
iv. Optimalisasi dan peningkatan kemampuan
jaringan pelayanan Puskesmas dan jejaring
fasilitas pelayanan kesehatan
v. Pendekatan pelayanan yang diberikan
berdasarkan kebutuhan dan permasalahan
yang sesuai dengan pola kehidupan
masyarakat perkotaan.
b) Puskesmas Kawasan Pedesaan
• Merupakan puskesmas yang wilayah kerjanya meliputi
kawasan yang memenuhi paling sedikit 3 (tiga) dari 4
(empat) kriteria kawasan pedesaan sebagai berikut:
i. Aktivitas lebih dari 50% (lima puluh persen)
penduduk pada sektor agraris
ii. Memiliki fasilitas antara lain sekolah radius
lebih dari 2,5 km, pasar dan perkotaan radius
lebih dari 2 km.
iii. Rumah sakit radius lebih dari 5 km, tidak
memiliki fasilitas berupa bioskop atau hotel.
iv. Rumah tangga dengan listrik kurang dari 90%
(Sembilan puluh persen
v. Terdapat akses jalan dan transportasi menuju
fasilitas sebagaimana dimaksud pada huruf (ii)
• Penyelenggaraan pelayanan kesehatan oleh Puskesmas
kawasan pedesaan memiliki karakteristik sebagai berikut:
i. Pelayanan UKM dilaksanakan dengan
melibatkan partisipasi masyarakat
ii. Pelayanan UKP dilaksanakan oleh Puskesmas
dan fasilitas pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan oleh masyarakat
iii. Optimalisasi dan peningkatan kemampuan
jaringan pelayanan Puskesmas dan jejaring
fasilitas pelayanan kesehatan
iv. Pendekatan pelayanan yang diberikan
menyesuaikan dengan pola kehidupan
masyarakat perdesaan.
c) Puskesmas Kawasan Terpencil dan Sangat Terpencil
• Merupakan puskesmas yang wilayah kerjanya meliputi
kawasan dengan karakteristik sebagai berikut:
i. Berada di wilayah yang sulit dijangkau atau
rawan bencana, pulau kecil, gugus pulau, atau
pesisir.
ii. Akses transportasi umum rutin 1 kali dalam 1
minggu, jarak tempuh pulang pergi dari ibukota
kabupaten memerlukan waktu lebih dari 6 jam,
dan transportasi yang ada sewaktu-waktu
dapat terhalang iklim atau cuaca
iii. Kesulitan pemenuhan bahan pokok dan kondisi
keamanan yang tidak stabil.
• Penyelenggaraan pelayanan kesehatan oleh Puskesmas
kawasan terpencil dan sangat terpencil memiliki karakteristik
sebagai berikut:
i. Memberikan pelayanan UKM dan UKP dengan
penambahan kompetensi tenaga kesehatan.
ii. Dalam pelayanan UKP dapat dilakukan
penambahan kompetensi dan kewenangan
tertentu bagi dokter, perawat, dan bidan
iii. Pelayanan UKM diselenggarakan dengan
memperhatikan kearifan local
iv. Pendekatan pelayanan yang diberikan
menyesuaikan dengan pola kehidupan
masyarakat di kawasan terpencil dan sangat
terpencil
v. Optimalisasi dan peningkatan kemampuan
jaringan pelayanan Puskesmas dan jejaring
fasilitas pelayanan kesehatan
vi. Pelayanan UKM dan UKP dapat dilaksanakan
dengan pola gugus pulau/cluster dan/atau
pelayanan kesehatan bergerak untuk
meningkatkan aksesibilitas.
2) Kategori Puskesmas berdasarkan Kemampuan
Penyelenggaraan Menurut Permenkes no.75 tahun 2014, dibagi
menjadi:
a) Puskesmas Non Rawat Inap Puskesmas yang tidak
menyelenggarakan pelayanan rawat inap, kecuali
pertolongan persalinan normal.
b) Puskesmas Rawat Inap Puskesmas yang diberi tambahan
sumber daya untuk meenyelenggarakan pelayanan rawat
inap, sesuai pertimbangan kebutuhan pelayanan kesehatan
3) Kedudukan Puskesmas menurut Depkes RI tahun 2004, adalah
sebagai berikut:
a) Kedudukan dalam Bidang Administrasi Puskesmas
merupakan perangkat Pemerintah Daerah Tingkat II dan
bertanggung jawab langsung baik teknis maupun
administratif kepada Kepala Dinas Kesehatan Daerah
Tingkat II.
b) Kedudukan dalam Hierarki Pelayanan Kesehatan Dalam
urutan hirarki pelayanan kesehatan sesuai dengan Sistem
Kesehatan Nasional (SKN) maka puskesmas berkedudukan
pada tingkat fasilitas kesehatan pertama.
4) Satuan Penunjang
Sesuai dengan keadaan geografi, luas wilayah, sarana
perhubungan serta kepadatan penduduk dalam wilayah kerja puskesmas,
tidak semua penduduk dapat dengan mudah mendapatkan pelayanan
puskesmas. Agar jangkauan pelayanan puskesmas lebih merata dan
meluas, perlu ditunjang dengan puskesmas pembantu, penempatan bidan
di desa-desa yang belum terjangkau oleh pelayanan yang ada di
puskesmas keliling. Disamping itu penggerakan peran serta masyarakat
untuk mengelola posyandu dan membina desa wisma akan dapat
menunjang jangkauan pelayanan kesehatan (Depkes RI, 2004)
Demi pemerataan dan perluasan jangkauan pelayanan kesehatan
maka puskesmas perlu ditunjang dengan unit pelayanan kesehatan yang
lebih sederhana yang disebut puskesmas pembantu dan puskesmas
keliling (Depkes RI, 2004).
a) Puskesmas Pembantu
Merupakan unit pelayanan kesehatan yang sederhanadan
berfungsi menunjang dan membantu melaksanakan kegiatan-
kegiatan yang dilaksanakan puskesmas dalam ruang lingkup
wilayah yang lebih kecil. Dalam Repelita V wilayah kerja
puskesmas pembantu diperkirakan meliputi 2 sampai 3 desa,
dengan sasaran penduduk antara 2500 orang (di luar Jawa dan
Bali) sampai 10.000 orang (di perkotaan Jaawa dan Bali). Satu
puskesmas meliputi juga seluruh puskesmas pembantu yang ada di
wilayah kerjanya (Depkes RI, 2004).
b) Puskesmas Keliling
Merupakan unit pelayanan kesehatan keliling yang
dilengkapi dengan kendaraan bermotor roda 4 atau perahu
bermotor dan peralatan kesehatan, peralatan komunikasi serta
sejumlah tenaga yang berasal dari puskesmas. Puskesmas keliling
berfungsi menunjang dan membantu melaksanakan kegiatan-
kegiatan puskesmas dalam wilayah kerjanya yang belum
terjangkau oleh pelayanan kesehatan (Depkes RI, 2004).
Kegiatan-kegiatan puskesmas keliling adalah):
• Memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat di
daerah terpencil yang tidak terjangkau oleh pelayanan
puskesmas atau puskesmas pembantu, 4 hari dalam 1
minggu
• Melakukan penyelidikan tentang kejadian luar biasa
• Dapat dipergunakan sebagai alat transportasi penderita
dalam rangka rujukan bagi kasusu gawat darurat
• Melakukan penyuluhan kesehatan dengan menggunakan
alat audio visual
c) Bidan yang Bertugas di Desa
Pada setiap desa yang belum ada fasilitas pelayanan
kesehatan, akan ditempatkan seorang bidan yang bertempat
tinggal di desa tersebut dan bertanggung jawab langsung kepada
kepala puskesmas. Wilayah kerja bidan tersebut adalah satu desa
dengan jumlah penduduk rata-rata 3000 orang, dengan tugas
utamanya adalah membina peran serta masyarakat melalui
pembinaan posyandu yang membina pimpinan kelompok
persepuluhan, memberikan pelayanan langsung di posyandu dan
pertolongan persalinan di rumah-rumah, menerima rujukan anggota
keluarga persepuluhan untuk diberi pelayanan seperlunya atau
ditunjuk lebih lanjut ke puskesmas atau fasilitas kesehatan yang
lebih mampu dan terjangkau secara tradisional (Kuntjoro, 2005)

Struktur Organisasi dan Tata Kerja Puskesmas


Struktur organisasi puskesmas dalam permenkes 75 tahun 2014
dibagi menjadi 3 sesuai dengan kategori puskesmas. Walaupun secara
umum memiliki kesamaan, namun terdapat beberapa bagian yang
berbeda dari masing-masing kategori puskesmas.
1) Kepala Puskesmas
Kriteria Kepala Puskesmas yaitu tenaga kesehatan dengan
tingkat pendidikan paling rendah sarjana, memiliki kompetensi
manajemen kesehatan masyarakat, masa kerja di Puskesmas
minimal 2 (dua) tahun, dan telah mengikuti pelatihan
manajemen Puskesmas
2) Kasubag Tata Usaha
Membawahi beberapa kegiatan diantaranya Sistem Informasi
Puskesmas, kepegawaian, rumah tangga, dan keuangan.
3) Penanggungjawab UKM Esensial dan Keperawatan Kesehatan
Masyarakat, membawahi:
a) Pelayanan promosi kesehatan termasuk UKS
b) Pelayanan kesehatan lingkungan
c) Pelayanan KIA-KB yang bersifat UKM
d) Pelayanan gizi yang bersifat UKM
e) Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit
f) Pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat
4) Penanggungjawab UKM Pengembangan Membawahi upaya
pengembangan yang dilakukan Puskesmas, diantaranya:
a) Pelayanan Kesehatan Jiwa
b) Pelayanan kesehatan gigi masyarakat
c) Pelayanan kesehatan tradisional komplementer
d) Pelayanan kesehatan olahraga
e) Pelayanan kesehatan indera
f) Pelayanan kesehatan lansia
g) Pelayanan kesehatan kerja
h) Pelayanan kesehatan lainnya
5) Penanggungjawab UKP, Kefarmasian, dan Laboratorium
Membawahi beberapa kegiatan, diantaranya:
a) Pelayanan pemeriksaan umum
b) Pelayanan kesehatan gigi dan mulut
c) Pelayanan KIA-KB yang bersifat UKP
d) Pelayanan gawat darurat
e) Pelayanan gizi yang bersifat UKP
f) Pelayanan persalinan
g) Pelayanan rawat inap untuk Puskesmas yang
menyediakan pelayanan rawat inap h) Pelayanan
kefarmasian
i) Pelayanan laboratorium
6) Penanggungjawab Jaringan Pelayanan Puskesmas dan Jejaring
Fasilitas Pelayanan Kesehatan, membawahi:
a) Puskesmas Pembantu
b) Puskesmas Keliling
c) Bidan Desa
d) Jejaring fasilitas pelayanan kesehatan

Manajemen Perencanaan Puskesmas


Manajemen adalah serangkaian proses yang terdiri atas
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan kontrol (Planning,
Organizing, Actuating, and Controling) untuk mencapai sasaran atau
tujuan secara efektif dan efesien (Permenkes no.44, 2016).
Efektif berarti bahwa tujuan yang diharapkan dapat dicapai melalui
proses penyelenggaraan yang dilaksanakan dengan baik dan benar serta
bermutu, berdasarkan atas hasil analisa situasi yang didukung dengan
data dan informasi yang akurat (evidence based). (Permenkes no.44,
2016).
Efisien berarti bagaimana Puskesmas memanfaatkan sumber daya
yang tersedia untuk dapat melaksanaan upaya kesehatan sesuai standar
dengan baik dan benar, sehingga dapat mewujudkan target kinerja yang
telah ditetapkan (Permenkes no.44, 2016).
1) Perencanaan Tingkat Puskesmas 1 (P1)
a) Mengumpulkan dan mengolah data
Penyusunan rencana Puskesmas perlu dikumpulkan data
umum dan khusus. Data umum mencakup: peta wilayah
kerja Puskesmas, data sumber daya, data peran serta
masyarakat, serta data penduduk dan sasaran program.
Data khusus mencakup: status kesehatan, kejadian luar
biasa, cakupan program pelayanan kesehatan, dan hasil
survei. Pada pendekatan keluarga perlu ditambahkan
satu kategori data lagi, yaitu data keluarga yang
mencakup data tiap keluarga dari semua keluarga yang
ada di wilayah kerja Puskesmas (total coverage):
i. Pengumpulan data keluarga
ii. Penyimpanan data keluarga
iii. Pengolahan data keluarga
b) Mengidentifikasi masalah kesehatan dan pemecahannya
c) Menentukan prioritas masalah kesehatan
d) Membuat rumusan masalah kesehatan
e) Mencari penyebab masalah kesehatan
f) Menetapkan cara pemecahan masalah
g) Memasukkan pemecahan masalah kesehatan ke dalam
Rencana Usulan Kegiatan (RUK)
h) Menyusun Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK).
Perencanaan kegiatan dalam rangka keluarga sehat,
terintegrasi dalam RUK atau RPK Puskesmas.
(Permenkes no.44, 2016).
Gambar 2. 1Perencanaan Tingkat Puskesmas
2) Penguatan Penggerakan Pelaksanaan (P2)
Penggerakan–Pelaksanaan (P2) dari RPK puskesmas yang
telah disusun dan disepakati bersama dalam berbagai bentuk
kegiatan di Puskesmas, diantaranya adalah rapat dinas,
pengarahan pada saat apel pegawai, dan kunjungan rumah untuk
melakukan intervensi atas segala permasalahan kesehatan
ditingkat keluarga sehingga indikator keluarga sehat dapat
dipertahankan atau ditingkatkan. Pelaksanaan kegiatan dari setiap
program sesuai penjadwalan pada RPK bulanan, tribulanan
dilakukan melalui forum yang dibentuk khusus dinamakan Forum
Lokakarya Mini Puskesmas. Penggerakan melalui lokmin dan
upaya lain juga dapat ditingkatkan dengan adanya penggerakan
UKM yang lebih tepat sasaran dan efektif, termasuk penggerakan
secara lintas sektor (Permenkes no.44, 2016).
Kepala puskesmas akan menyusun strategi atas pelaksanaan
RPK untuk menanggulangi segala permasalahan kesehatan
prioritas dengan memanfaatkan seluruh potensi sumberdaya yang
ada di dalam dan luar lingkungan kerjanya, membagi tugas kepada
seluruh petugas puskesmas sesuai dengan kapasitasnya,
mengatur waktu pelaksanaan kunjungan rumah, berkoordinasi
dengan lintas sektor dalam pelaksanaan kunjungan rumah
(Permenkes no.44, 2016).
Pendekatan keluarga melalui kunjungan rumah di Puskesmas,
dimaksudkan sehingga Puskesmas tidak hanya melakukan
pelayanan UKP secara terintegrasi untuk semua golongan umur,
tetapi juga pelayanan UKM agar benar-benar memberikan
pelayanan yang mengikuti siklus hidup (life cycle) (Permenkes
no.44, 2016).
Kunjungan rumah dimaksudkan untuk melakukan
pemberdayaan keluarga guna dapat mengatasi masalah-masalah
kesehatan yang dihadapi (Permenkes no.44, 2016).
a) Pelaksanaan Kunjungan Rumah:
 Persiapan
 Pelaksanaan
i. Salam
ii. Mengajak bicara
iii. Menjelaskan dan membantu
iv. Mengingatkan
b) Pelaksanaan Program Kesehatan
c) Pergerakan melalui lokakarya mini
Gambar 2. 2 Penguatan Penggerakan Pelaksanaan
3) Pengawasan Pengendalian Penilaian (P3)
a) Pengawasan dan Pengendalian (WASDAL) melalui
lokakarya mini
b) Penilaian melalui Lokakarya Mini
c) Penilaian oleh Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota
Kinerja Puskesmas (Permenkes no.44, 2016)

Gambar 2. 3 Pengawasan Pengendalian Penilaian


Lokakarya Mini Puskesmas
Merupakan upaya untuk menggalang kerja sama tim untuk
penggerakan dan pelaksanaan upaya kesehtan puskesmas sesuai
dengan perencanaan yang telah disusun dari tiap-tiap upaya kesehatn
pokok puskesmas, sehingga dapat dihindarkan terjadinya tumpang tindih
dalam pelaksaannya kegiatannya (Permenkes no.44, 2016).
Lokakarya mini memiliki tujuan sebagai berikut:
a) Umum
Untuk meningkatkan kemampuan tenaga puskesmas
bekerjasama dalam tim dan membina kerjasama lintas
program dan lintas sektoral.
b) Khusus
• Terlaksananya penggalangan kerjasama tim lintas
program dalam rangka pengembangan menejemen
sederhana, terutama dalam pembagian tugas dan
pembuatan rencana keseharian.
• Terlaksananya penggalangan kerjasama lintas
sektoral dalam pembinaan peran serta masyarakat.
• Terlaksananya rapat kerja bulanan puskesmas
sebgai tindak lanjut penggalangan kerjasama tim
puskesmas.
• Terlaksananya rapat kerja tribulanan lintas sektoral
sebgai tindak lanjut penggalangan kerjasama lintas
sectoral
(Permenkes no. 44, 2016)
Ruang lingkup lokakarya mini puskesmas adalah sebagai berikut:
a) Ruang lingkup
• Menggalang kerjasama tim dari masing-masing
anggota
• Meningkatkan kebanggaan dan semangat membela
keberhasilan tim
b) Komponen
• Penggalangan kerjasama dalam tim puskesmas
• Penggalangan kerjasama lintas sektoral
• Rapat kerja bualanan puskesmas
• Rapat kerja triwulan lintas sektoral
(Permenkes no 44, 2016)
Supervisi Puskesmas
Merupakan upaya pengarahan dengan cara mendengarkan alasan
dan keluhan tentang masalah dalam pelaksanaan dan memberikan
petunjuk serta saran dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi
pelaksana, sehingga dapat meningkatkan daya dan hasil guna, serta
kemampuan pelaksana dalam melaksanakan upaya kesehatan
puskesmas (Permenkes no.80, 2016).
Supervisi puskesmas memiliki tujuan sebagai berikut:
a) Umum:
Terselenggaranya upaya kesehatan puskesmas secara
berhasil guna dan berdaya.
b) Khusus
 Terselenggaranya program upaya kesehatan
puskesmas sesuai dengan pedoman pelaksaan
 Kekeliruan dan penyimpangan dalam pelaksanaan
dapat diluruskan kembali.
 Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
 Meningkatnya hasil pencapaian pelayanan
kesehatan.
(Permenkes no.80, 2016)
Ruang lingkup kegiatan supervisi puskesmas:
a) Mencakup bimbingan di tingkat puskesmas oleh Kepala
Puskesmas kepada para pelaksana kegiatan di wilayah
kerjanya. Bimbingan mencakup:
 Masukan (input)
I. Sarana dan prasarana
II. Anggaran
III. Ketenagaan
IV. Perlengkapan administrasi
 Proses pelaksanaan kegiatan sesuai dengan
pedoman kerja
 Keluaran (output) yaitu hasil kegiatan yang berupa
cakupan pelayanan
b) Supervisi dilaksanakan terhadap tenaga teknis dan tenaga
masyarakat, dalam bentuk:
 Pertemuan di dalam Puskesmas yaitu pembimbingan
yang dilakukan menyangkut kegiatan teknis maupun
administrasi dan penambahan pengetahuan.
 Kunjungan lapangan yang dilakukan terhadap:
I. Petugas kesehatan termasuk bidan desa
II. Kader kesehatan
III. Sarana pelayanan (puskesmas pembantu,
posyandu)
 Pelaksanaan pembimbingan, yaitu dokter dan staff
puskesmas
 Waktu pelaksanaan
I. Terhadap staf pelaksana puskesmas
dilaksanakan minimal satu bulan sekali, atau
sewaktu-waktu jika ada masalah.
II. . Tenaga desa (kader kesehatan, dasa wisma)
minimal sebulan sekali, atau sesuai dengan
kesepakatan bersama.
III. Bimbingan terhadap posyandu minimal 3 bulan
sekali.
IV. Melalui laporan tertulis mengenai pelaksanaan
kegiatan dari pelaksana. Paling lambat 1
minggu setelah kegiatan.
V. Format bimbingan yang digunakan sesuai
dengan pedoman yang ada yang telah
diterbitkan oleh Departemen Kesehatan.
(Permenkes no.80, 2016)

Penilaian Kinerja Puskesmas


Kinerja atau prestasi kerja adalah catatan hasil dari kemampuan
kerja atau prestasi yang ditunjukkan atau dicapai dalam suatu waktu
tertentu dalam mengerjakan tugas. Kinerja organisasi adalah proses yang
dilakukan dan hasil yang dicapai oleh suatu organisasi dalam
menyediakan jasa pelayanan atau produk kepada pelanggan Kinerja
merupakan kombinasi antara kemampuan dan usaha yang dimiliki oleh
individu. Kemampuan yang dimiliki dapat berupa kemampuan manajerial,
komunikasi, hubungan interpersonal, kepribadian, kedewasaan,
kecerdasaan umum, pengetahuan serta keterampilan terkait dengan
pekerjaan (Depkes RI, 2006).
Kinerja profesional dalam upaya pelayanan kesehtan secara umum
mencakup pengetahuan klinis dan medis, keterampilan teknis klinis dan
medis, manajerial kesehatan, dan hubungan interpersonal. Peningkatan
dan penampilan kerja atau performa individu dan organisasi dalam upaya
pelayanan kesehatan mempengaruhi efektifitas pelaksanaan suatu
program (Depkes RI, 2006).
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja, yakni faktor
individu, faktor psikososial dan faktor organisasi
a) Faktor individu
Faktor idividu yang mempengaruhi kinerja adalah
kompetensi, usia, jenis kelamin, pengetahuan, pengalaman
kerja, dan keterampilan. Kompetensi merupakan hal utama
yang mempengaruhi kinerja.
b) Faktor psikososial
Faktor psikososial terdiri dari motivasi dan kepatuhan dalam
bekerja. Motivasi dapat membangkitkan Pengawasan
Pengendalian Penilaian (P3) semangat dalam bekerja
sehingga pekerjaan terasa ringan dan dapat terselesaikan
dengan baik. Kepatuhan dari individu dapat membantu
organisasi dalam mewujudkan tujuan dan sasaran kerja
organisasi.
c) Faktor organisasi
Manajemen organisasi seperti beban kerja, kepemimpinan,
pengawasan serta sanksi sangat mempengaruhi kinerja.
Setiap individu memiliki kapasitas kerja sendiri sesuai
dengan faktor indivdu, sehingga beban kerja setiap individu
berbeda. Kepemimpinan menjadi strategi dalam
meningkatkan kinerja organisasi. Pengawasan serta sanksi
diperlukan sebagai koreksi terhadap kinerja untuk mencapai
tujuan.
(Depkes RI, 2006):
Beberapa indikator kinerja yang umum berlaku pada pelayanan
dibidang kesehatan yaitu, ketepatan waktu, disiplin, hasil kerja dalam
kualitas yang dicapai, ide-ide gagasan atau inovasi dalam bekerja.
Menurut Djoko Wiyono (2000), indikator kinerja yang baik antara lain:
a) Tidak melakukan cacat kerja
b) Tidak melakukan pengulangan pekerjaan
c) Tidak melakukan pekerjaan yang terbuang, atau tidak
terpakai.
d) Tidak ada item pekerjaan yang hilang atau tidak terdata
dengan baik
e) Tidak menunda menyelesaikan pekerjaan
f) Tidak terlambat menyerahkan hasil kerja atau laporan
pekerjaan
Penilaian Kinerja Puskesmas adalah suatu proses yang obyektif
dan sistematis dalam mengumpulkan, menganalisa dan menggunakan
informasi untuk menentukan seberapa efektif dan efisien pelayanan
Puskesmas disediakan, serta sasaran yang dicapai sebagai penilaian
hasil kerja atau prestasi Puskesmas. Penilaian Kinerja Puskesmas
dilaksanakan oleh Puskesmas dan kemudian hasil penilaiannya akan
diverifikasi oleh dinas kesehatan kabupaten atau kota (Permenkes no.44,
2016)
Aspek penilaian puskesmas meliputi pencapaian cakupan dan
majemen kegiatan dalam puskesmas. Berdasarkan hasil vervikasi
tersebut, Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota dapat menetapakan
puskesmas dalam kelompok (I, II, III) sesuai pencapaian kinerjanya.
Pengelompokan ini dilakukan untuk mengetahui urutan pencapaian kinerja
puskesmas serta dapat melakukan pembinaan yang mendalam dan
terfokus (Depkes RI, 2006).
Ruang lingkup penilaian kinerja meliputi:
 Pencapaian cakupan pelayanan kesehatan, meliputi:
I. UKM esensial yang berupa pelayanan promosi
kesehatan pelayanan kesehatan lingkungan,
pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga
berencana, pelayanan gizi, dan pelayanan
pencegahan dan pengendalian penyakit
II. UKM pengembangan, dilaksanakan setelah
Puskesmas mampu melaksanakan UKM esensial
secara optimal, mengingat keterbatasan sumber
daya dan adanya prioritas masalah kesehatan.
III. UKP, yang berupa rawat jalan, pelayanan gawat
darurat, pelayanan satu hari (one-day care), home
care; dan atau atau rawat inap berdasarkan
pertimbangan kebutuhan pelayanan kesehatan.
 Pelaksanaan manajemen Puskesmas dalam
penyelenggaraan kegiatan, meliputi:
I. Proses penyusunan perencanaan, penggerakkan
pelaksanaan dan pelaksanaan penilaian kinerja
II. Manajemen sumber daya termasuk manajemen
sarana, prasarana, alat, obat, sumber daya manusia
dan lain-lain
III. Manajemen keuangan dan Barang Milik Negara atau
Daerah
IV. Manajemen pemberdayaan masyarakat
V. Manajemen data dan informasi
VI. Manajemen program, termasuk Program Indonesia
Sehat dengan Pendekatan Keluarga.
VII. Mutu pelayanan Puskesmas, meliputi:
o Penilaian input pelayanan berdasarkan standar
yang ditetapkan.
o Penilaian proses pelayanan dengan menilai
tingkat kepatuhannya terhadap standar
pelayanan yang telah ditetapkan.
o Penilaian output pelayanan berdasarkan upaya
kesehatan yang diselenggarakan, dimana
masingmasing program atau kegiatan
mempunyai indikator mutu sendiri yang disebut
Standar Mutu Pelayanan (SMP) contohnya
angka drop out pengobatan TB paru
o Penilaian outcome pelayanan antara lain
melalui pengukuran tingkat kepuasan
pengguna jasa pelayanan Puskesmas dan
pencapaian target indikator outcome
pelayanan.
Pelaksanaan penilaian Kinerja
 Tingkat puskesmas
I. Kepala Puskesmas membentuk tim kecil Puskesmas
untuk melakukan kompilasi hasil pencapaian.
II. Masing-masing penanggung jawab kegiatan
melakukan pengumpulan data pencapaian, dengan
memperhitungkan cakupan hasil (output) kegiatan
dan mutu bila hal tersebut memungkinkan.
III. Hasil kegiatan yang diperhitungkan adalah hasil
kegiatan pada periode waktu tertentu. Penetapan
periode waktu penilaian ini dilakukan oleh dinas
kesehatan kabupaten atau kota bersama Puskesmas.
Sebagai contoh periode waktu penilaian adalah bulan
Januari sampai dengan bulan Desember.
IV. Data untuk menghitung hasil kegiatan diperoleh dari
Sistem Informasi Puskesmas, yang mencakup
pencatatan dan pelaporan kegiatan Puskesmas dan
jaringannya; survei lapangan; laporan lintas sektor
terkait; dan laporan jejaring fasilitas pelayanan
kesehatan di wilayah kerjanya.
V. Penanggung jawab kegiatan melakukan analisa
terhadap hasil yang telah dicapai dibandingkan
dengan target yang ditetapkan, identifikasi kendala
atau hambatan, mencari penyebab dan latar
belakang, mengenali faktor pendukung dan faktor
penghambat.
VI. Bersama-sama tim kecil Puskesmas, menyusun
rencana pemecahannya dengan mempertimbangkan
kecenderungan timbulnya masalah (ancaman)
ataupun kecenderungan untuk perbaikan (peluang).
VII. Dari hasil analisa dan tindak lanjut rencana
pemecahannya dijadikan dasar dalam penyusunan
Rencana Usulan Kegiatan untuk tahun (n+2). N
adalah tahun berjalan
VIII. Hasil perhitungan, analisa data dan usulan rencana
pemecahan disampaikan ke dinas kesehatan
kabupaten atau kota yang selanjutnya akan diberi
umpan balik oleh dinas kesehatan
• Tingkat kabupaten atau kota
I. Menerima rujukan atau konsultasi dari Puskesmas dalam
melakukan perhitungan hasil kegiatan, menganalisis data
dan membuat pemecahan masalah.
II. Memantau dan melakukan pembinaan secara integrasi
lintas program sepanjang tahun pelaksanaan kegiatan
Puskesmas berdasarkan urutan prioritas masalah.
III. Melakukan verifikasi hasil penilaian kinerja Puskesmas dan
menetapkan kelompok peringkat kinerja Puskesmas.
IV. Melakukan verifikasi analisis data dan pemecahan masalah
yang telah dibuat Puskesmas dan mendampingi Puskesmas
dalam pembuatan rencana usulan kegiatan.
V. Mengirim umpan balik ke Puskesmas dalam bentuk
penetapan kelompok tingkat kinerja Puskesmas.
VI. Penetapan target dan dukungan sumber daya
masingmasing Puskesmas berdasarkan evaluasi hasil
kinerja Puskesmas dan rencana usulan kegiatan tahun
depan
Berdasarkan hasil penilaian kinerjanya, Puskesmas dikelompokkan
menjadi 3 (tiga), yaitu:
 Kelompok I: Puskesmas dengan tingkat kinerja baik
o Cakupan hasil pelayanan kesehatan dengan tingkat
pencapaian hasil > 91%. 40
o Cakupan hasil manajemen dengan tingkat
pencapaian hasil ≥ 8,5.
 Kelompok II: Puskesmas dengan tingkat kinerja cukup
o Cakupan hasil pelayanan kesehatan dengan tingkat
pencapaian hasil 81-90%.
o Cakupan hasil manajemen dengan tingkat
pencapaian hasil 5,5-8,4.
 Kelompok III: Puskesmas dengan tingkat kinerja kurang
o Cakupan hasil pelayanan kesehatan dengan tingkat
pencapaian hasil ≤ 80%.
o Cakupan hasil manajemen dengan tingkat
pencapaian hasil < 5,5.
Stunting
Definisi Stunting
Kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan yang
kurang dibandingkan dengan umur (lebih dari minus 2 standar deviasi
median standar pertumbuhan anak WHO). Stunting merupakan
masalah gizi kronik yang disebabkan oleh banyak faktor seperti kondisi
social ekonomi, gizi ibu saat hamil, kesakitan pada bayi, dan
kurangnya asupan gizi pada bayi. (Pusat Data dan Informasi
Kementerian Kesehatan RI,2018).

Etiologi Stunting
Faktor yang berkontribusi terhadap stunting meliputi:
 Kondisi kesehatan dan nutrisi ibu yang buruk, termasuk sebelum,
saat, dan setelah kehamilan dimana kondisi ini mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan awal anak termasuk di dalam
rahim. Faktor lainnya pada ibu yang mempengaruhi adalah postur
tubuh ibu (pendek), jarak kelahiran yang terlalu dekat, dan usia ibu
(Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, 2018)
 Pola makan infant dan anak yang inadekuat seperti pola ASI yang
tidak optimal dan terutama pada anak yang tidak menerima ASI
eksklusif (World Health Organization, 2014).
 Adanya infeksi. Bayi dengan intrauterine growth restriction pada
ibu yang mengalami malnutrisi sekitar 20% akan mengalami
stunting pada masa pertumbuhannya. Infeksi yang diakibatkan
lingkungan dengan sanitasi dan higienitas yang buruk
menyebabkan terjadinya malabsorbsi nutrisi dan menurunnya
kemampuan usus sebagai barrier untuk melawan organisme
penyebab infeksi, misalnya pada diare dan kecacingan (World
Health Organization, 2014).
Selama masa infeksi terjadi 2 kondisi gangguan penyerapan
nutrisi. Yang pertama, berkurangnya intake makanan akibat
anorexia dan yang kedua peningkatan kebutuhan asam amino
untuk sintesis protein untuk dapat menghasilkan respon imun yang
baik (Briend, Khara, dan Dolan, 2015).
 Kondisi ekonomi juga erat kaitannya dengan kemampuan
memenuhi asupan makanan dan gizi untuk anak dan jangkauan
pelayanan kesehatan bagi ibu hamil dan balita (Pusat Data dan
Informasi Kementerian Kesehatan RI, 2018).

Diagnosa Banding Stunting


Stunting harus dapat dibedakan dengan wasting. Wasting adalah
salah satu bentuk malnutrisi yang terjadi hanya sementara dimana anak
tersebut memiliki berat badan yang lebih rendah jika dihubungkan dengan
tingginya. Wasting jika tidak ditindak lanjuti dapat berlangsung selama
berbulan-bulan dan berkembang menjadi stunting. Stunting terjadi pada
kondisi yang kronik dimana masa berlangsungnya telah terjadi selama >6
bulan (Briend, Khara, dan Dolan, 2015).

Patofisiologi Stunting
1. Perubahan komposisi tubuh akibat malnutrisi
Ketika intake makanan tidak cukup untuk menjalankan
metabolisme tubuh, maka tubuh akan melakukan kompensasi
dengan memecah cadangan makanan tubuh terutama otot dan
lemak. Penelitian pada hewan menunjukkan adanya perubahan
ukuran pada organ seperti hati, ginjal, thymus dan terutama otot
yang dapat berlangsung hingga dewasa. Perubahan ini juga
mempengaruhi kadar insulin dan glukagon dalam tubuh yang
menyebabkan tubuh hanya menjalankan metabolisme dasar akibat
sedikitnya energi yang diperoleh. Metabolisme tubuh juga
dijalankan dengan mobilisasi lemak yang berasal dari katabolisme
asam lemak. Asam lemak tidak dapat menembus sawar darah otak
sehingga untuk menjalankan metabolisme nya, otak membutuhkan
glukosa. Namun pada keadaan dimana kadar glukosa tidak
mencukupi kebutuhan, otak kemudian akan menggunakan badan
keton yang larut dalam air dimana badan keton ini didapatkan dari
hasil katabolisme asam lemak. Kebutuhan glukosa untuk
metabolisme otak pada anak jauh lebih tinggi dibanding pada orang
dewasa sehingga badan keton saja tidak akan mencukupi
kebutuhan dasar, otak akan memakai cadangan asam amino dan
triglyceride pada liver dan ginjal untuk diubah menjadi glukosa.
Kondisi ini akan semakin diperparah jika didapatkan inflamasi
maupun infeksi pada tubuh (Briend, Khara, dan Dolan, 2015).
2. Peningkatan mortalitas
Apabila kondisi ini terus berlangsung maka dapat membahayakan
organ-organ vital karena organ vital telah kehabisan cadangan
energi. Organ-organ vital terutama hati, ginjal, usus, serta system
imun tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Leptin
merupakan salah satu hormone yang diproduksi oleh sel adiposit
dan enterosit yang berfungsi selain untuk menjaga keseimbangan
energy dengan meregulasi rasa lapar juga dapat menstimulasi
sistem imun dengan meningkatkan sekresi sitokin dan limfosit.
Leptin merefleksikan cadangan lemak tubuh. Akhirnya, anak
dengan stunting akan semakin mudah terkena infeksi yang malah
akan memperburuk kondisinya. Hal ini menjelaskan mengapa
cadangan lemak tubuh berperan penting dalam sistem imun
(Briend, Khara, dan Dolan, 2015).

Klasifikasi Stunting
a. Severe: HAZ score <-3
b. Moderate: HAZ ≥-3 score sampai dengan <-2
(Bendech, 2013)
Dampak Stunting
Berdaarkan waktu:
a. Dampak jangka pendek
 Peningkatan kejadian kesakitan dan kematian
 Gangguan perkembangan verbal, kognitif, dan motorik
 Peningkatan biaya kesehatan
b. Dampak jangka panjang
 Postur tubuh yang tidak optimal saat dewasa
 Menurunnya kesehatan reproduksi
 Meningkatnya resiko obesitas dan penyakit lainnya
 Kapasitas belajar dan performa yang kurang optimal saat
masa sekolah
 Produktivitas dan kapasitas kerja yang tidak optimal
(Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI,2018)
Dampak stunting bagi keluarga dan warga negara Indonesia:
a. Dampak kesehatan:
 Gagal tumbuh (berat badan rendah, kecil, pendek, kurus)
 Hambatan perkembangan kognitif dan motorik
 Gangguan metabolik pada saat dewasa
b. Dampak ekonomi:
 Potensi kerugian ekonomi setiap tahunnya 2-3%
 Potensi keuntungan ekonomi dari investasi penurunan
stunting di Indonesia mencapai 48 kali lipat
(Izwardy, 2019)

Gambar 2. 4 Efek Stunting Pada Otak

Tatalaksana Stunting
Tatalaksana stunting berbeda dengan kasus malnutrisi lain yang
bersifat akut. Tatalaksana stunting bersifat multifaktorial dan melibatkan
lintas sektor berbeda tidak seperti kasus malnutrisi akut yang dapat
dirawat di rumah sakit dan dirawat jalan ketika kondisi edema dan nafsu
makan anak telah membaik (Goudet, 2015).
Secara umum intervensi untuk stunting adalah perbaikan gizi dan
pengobatan penyakit yang menyertai seperti diare, kejadian kecacingan,
intrauterine growth restriction (IUGR), pola menyusui yang buruk, penyakit
respirasi, Perbaikan gizi dapat dilakukan dengan konseling gizi dari pusat
pelayanan kesehatan, pemberian makanan tambahan atau suplemen
makanan, penyuluhan cara menyusui yang benar, dan bantuan dana dari
pemerintah. Higienitas dan sanitasi harus diperbaiki seperti mengajarkan
mencuci tangan dengan sabun, buang air besar pada tempatnya (Goudet,
2015).
Pemberian mikronutrisi juga harus dipikirkan untuk anak-anak
stunting. Anak-anak dengan stunting mengalami defisiensi mikronutrisi
terutama zinc, zat besi, kalsium, dan vitamin A. Zinc sangat dibutuhkan
untuk pertumbuhan terutama pertumbuhan tulang panjang intrauterine
dan terbukti dapat mencegah stunting. Defisiensi zinc dapat menyebabkan
dwarfism (kerdil). Selain itu zinc juga mengurangi kejadian diare yang
berkaitan dengan stunting. Defisiensi vitamin A juga menyebabkan
pertumbuhan terhambat. Defisiensi zat besi dapat menyebabkan
gangguan hematologi (anemia) yang berujung pada gangguan fungsi
kognitif. Kalsium dibutuhkan untuk pembentukan tulang. Pemberian
mikronutrisi dapat diberikan dalam bentuk suplemen agar lebih mudah
pemberiannya serta dapat juga diberikan bersamaan dengan makronutrisi,
seperti pada sereal yang difortifikasi, susu, atau makanan lain yang
terutama mengandung lemak. Selain itu, pemberian makanan hewani juga
kaya akan mikronutrisi sementara makanan yang banyak mengandung
serat dapat menghambat penyerapan mineral dan mikronutrisi yang
didapat dari makanan hewani (Penny, 2012).

Preventif Stunting
1. Ibu hamil dan bersalin
a. Intervensi pada 1.000 hari pertama kehidupan
b. Mengupayakan jaminan mutu ante natal care (ANC) terpadu
c .Meningkatkan persalinan di fasilitas kesehatan
d. Menyelenggarakan program pemberian makanan tinggi kalori,
protein, dan mikronutrien (TKPM)
e. Deteksi dini penyakit (menular dan tidak menular)
f. Pemberantasan kecacingan
g. Meningkatkan transformasi Kartu Menuju Sehat (KMS) ke dalam
Buku KIA
h. Menyelenggarakan konseling Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan
ASI eksklusif
i. Penyuluhan dan pelayanan KB
2. Balita
a. Pemantauan pertumbuhan balita
b. Menyelenggarakan kegiatan Pemberian Makanan Tambahan
(PMT) untuk balita
c. Menyelenggarakan stimulasi dini perkembangan anak
d.Memberikan pelayanan kesehatan yang optimal
3. Anak usia sekolah
a. Melakukan revitalisasi Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
b. Menguatkan kelembagaan Tim Pembina UKS
c. Menyelenggarakan Program Gizi Anak Sekolah (PROGAS)
d.Memberlakukan sekolah sebagai kawasan bebas rokok dan
narkoba
4. Remaja
a. Meningkatkan penyuluhan untuk perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS), pola gizi seimbang, tidak merokok, dan mengonsumsi
narkoba
b.Pendidikan kesehatan reproduksi
5. Dewasa muda
a. Penyuluhan dan pelayanan keluarga berencana (KB)
b.Deteksi dini penyakit (menular dan tidak menular)
c. Meningkatkan penyuluhan untuk PHBS, pola gizi seimbang, tidak
merokok/mengonsumsi narkoba
(Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI.,2018)

Program Stunting
Upaya pencegahan stunting sudah banyak dilakukan di negara-
negara berkembang berkaitan dengan gizi pada anak dan keluarga.
Upaya tersebut oleh WHO (2010) dijabarkan sebagai berikut:
1. Zero Hunger Strategy
Stategi yang mengkoordinasikan program dari sebelas kementerian
yang berfokus pada yang termiskin dari kelompok miskin
2. Dewan Nasional Pangan dan Keamanan Gizi
Memonitor strategi untuk memperkuat pertanian keluarga, dapur
umum dan strategi untuk meningkatkan makanan sekolah dan promosi
kebiasaan makanan sehat
3. Bolsa Familia Program
Menyediakan transfer tunai bersyarat untuk 11 juta keluarga miskin.
Tujuannya adalah untuk memecahkan siklus kemiskinan antar
generasi
4. Sistem Surveilans Pangan dan Gizi
Pemantauan berkelanjutan dari status gizi populasi dan yang
determinan
5. Strategi Kesehatan Keluarga
Menyediakan perawatan kesehatan yang berkualitas melalui strategi
perawatan primer.
5 pilar penanganan stunting adalah
Kejadian balita stunting dapat diputus mata rantainya sejak janin
dalam kandungan dengan cara melakukan pemenuhan kebutuhan zat gizi
bagi ibu hamil, artinya setiap ibu hamil harus mendaptakan makanan yang
cukup gizi, mendapatkan suplementasi zat gizi (tablet Fe), dan terpantau
kesehatannya. Selain itu setiap bayi baru lahir harus mendapat ASI
eksklufif sampai umur 6 bulan dan setelah umur 6 bulan diberi Makanan
Pendamping ASI (MPASI) yang cukup jumlah dan kualitasnya. Ibu nifas
selain mendapat makanan cukup gizi, juga diberi suplementasi zat gizi
berupa kapsul vitamin A. Kejadian stunting pada balita yang bersifat kronis
seharusnya dapat dipantau dan dicegah apabila pemantauan
pertumbuhan balita dilaksanakan secara rutin dan benar. Memantau
pertumbuhan balita di posyandu merupakan upaya yang sangat strategis
untuk mendeteksi dini terjadinya gangguan pertumbuhan, sehingga dapat
dilakukan pencegahan terjadinya balita stunting (Kemenkes R.I, 2013).
Kebijakan penanganan stunting di Indonesia terdiri dari 3
komponen utama yaitu pola asuh, pola makan, dan air bersihh sanitasi.
Ada 2 jenis intervensi yang dilakukan, yaitu
a. Intervensi Gizi Spesifik
 Untuk Sasaran Ibu Hamil:
o Pemberian makanan tambahan kepada semua ibu hamil
yang kekurangan energi dan protein kronis dan berasal
dari keluarga miskin
o Pendampingan kepada semua ibu hamil agar patuh
mengonsumsi tablet tambah darah oleh Kader
o Kelas ibu hamil untuk kesehatan ibu hamil dan persiapan
menyusui
o Pencegahan kecacingan dan malaria pada semua ibu
hamil yang tinggal di daerah endemis malaria dengan
pemberian kelambu anti malaria
 Untuk Sasaran anak baru lahir hingga usia 23 bulan:
o Pendampingan kepada semua ibu yang memiliki anak
usia 0-6 bulan agar mampu memberikan ASI secara
Eksklusif pada bayi sejak lahir sampai umur 6 bulan oleh
petugas kesehatan dan kader
o Pembelajaran pola asuh Pemberian Makan Bayi dan
Anak (PMBA) untuk ibu dalam bentuk kelas ibu,
kunjungan rumah dan konseling dengan frekuensi
minimal 8x (penyelenggaraan oleh kader, nara sumber
dari petugas kesehatan-Puskesmas)
o c) Pemantauan pertumbuhan bayi dan anak usia 0-59
bulan oleh kader (meningkatkan partisipasi balita ke
Posyandu (D/S) dan biaya transportasi rujukan anak
dengan masalah gizi yang perlu ditindaklanjuti lebih lanjut
o Pendataan sasaran dan pendampingan pemberian
makanan tambahan pemulihan untuk anak kurus umur 6-
23 bulan dari keluarga miskin
 Untuk Sasaran Keluarga:
o Penyedian air bersih skala desa
o Sanitasi lingkungan skala desa meliputi MCK,
pembuangan sampah dan pengelolaan limbah
o Pendidikan gizi (gizi seimbang dan PHBS)
penyelenggaraan oleh kader dengan narasumber
petugas kesehatan- Puskesmas

Intervensi Gizi spefisik ini umumnya dilakukan oleh petugas


kesehatan di Desa/Kecamatan dan bersifat bersifat jangka pendek,
hasilnya dapat dicatat dalam waktu relatif pendek
(Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi,
2018)
b. Intervensi Gizi Sensitif
Intervensi dapat dilakukan Pemerintah Desa dengan mendorong
kepedulian Desa dalam menangani masalah kesehatan ibu dan anak
melalui penganggaran APB Desa. Idealnya dilakukan melalui berbagai
kegiatan pembangunan diluar sektor kesehatan dan berkontribusi pada
70% Intervensi Stunting.
Sasaran dari intervensi gizi spesifik adalah masyarakat secara
umum dan tidak khusus ibu hamil dan balita pada 1.000 Hari Pertama
Kehidupan (HPK).
Kegiatan intervensi ini antara lain pembangunan dan penyediaan
air bersih, sanitasi (jamban keluarga), ketahanan pangan dan gizi (melalui
kebun gizi), penyuluhan kesehatan ibu dan anak (melalui Pola Hidup
Bersih dan Sehat), pelatihan para Guru PAUD agar mampu memberikan
penyuluhan pengasuhan (parenting), maupun mengajar anak usia dini.
Selain itu kegiatan ini, pemerintah Desa dapat mendukung penuh
kegiatan ini melalui prioritas Dana Desa bagi operasional Posyandu setiap
bulannya, penyuluhan bagi remaja putri akan kebersihan alat reproduksi,
meningkatkan layanan jaminan kesehatan masyarakat dan memastikan
penguatan dan pelatihan Pendamping Lapang Keluarga Berencana.
(Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi,
2018)
Adapun 5 pilar penanganan stunting oleh Kementerian Kesehatan
RI adalah sebagai berikut:
a. Pilar 1 : Komitmen dan Visi Pimpinan Tertinggi Negara
b. Pilar 2 :Kampanye nasional berfokus pemahaman,
perubahan perilaku, komitmen politik, dan akuntabilitas
c. Pilar 3 : Konvergensi, koordinasi, dan konsolidasi program
nasional, daerah, dan masyarakat
d. Pilar 4 : Mendorong kebijakan Nutritional Food Security
e. Pilar 5 : Pemantauan dan evaluasi
(Izwardy, 2019).
Rencanan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
dari tahun 2015-2019 adalah menurunkan prevalensi stunting menjadi
28% dengan perlibatan lintas sector, yaitu:
a. Pelaksanaan Pendekatan Keluarga
 ASI eksklusif
 Pertumbuhan dan perkembangan balita dipantau tiap
bulanan
 Sanitasi
 Bayi mendapat imunisasi dasar lengkap
b. Pelaksanaan SPM (Standar Pelayanan Minimal)
 Pelayanan kesehatan ibu hamil
 Pelayanan kesehatan bayi baru lahir
c. Indonesia Sehat
 Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan
 Pemantauan pertumbuhan balita tiap bulan
 Keluarga memiliki air bersih
 Keluarga memiliki jamban sehat
 Sekeluarga menjadi anggota JKN
 Bayi mendapat imunisasi dasar lengkap
(Izwardy, 2019)

Survei Mawas Diri (SMD)


Definisi
Survei Mawas Diri adalah kegiatan untuk mengenali keadaan dan
masalah yang dihadapi masyarakat, serta potensi yang dimiliki
masyarakat untuk mengatasi masalah tersebut. Potensi yang dimiliki
antara lain ketersediaan sumber daya, serta peluang-peluang yang dapat
dimobilisasi. Hal ini penting untuk diidentifikasi oleh masyarakat sendiri,
agar selanjutnya masyarakat dapat digerakkan untuk berperan serta aktif
memperkuat upaya-upaya perbaikannya, sesuai batas kewenangannya
(Permenkes no.44, 2016).

Tujuan
1. Dilaksanakannya pengumpulan data, masalah kesehatan,
lingkungan dan perilaku.
2. Mengkaji dan menganalisis masalah kesehatan, lingkungan dan
perilaku yang paling menonjol di masyarakat.
3. Mengiventarisasi sumber daya masyarakat yang dapat mendukung
upaya mengatasi masalah kesehatan.
4. Diperolehnya dukungan kepala desa atau Kelurahan dan pemuka
masyarakat dalam pelaksanaan penggerakan dan pemberdayaan
masyarakat di Desa Siaga
(Permenkes no.44, 2016)

Pentingnya Pelaksanaan Suuvei Mawas Diri (SMD)


1. Agar masyarakat menjadi sadar akan adanya masalah, karena
mereka sendiri yang melakukan pengumpulan fakta & data.
2. Untuk mengetahui besarnya masalah yang ada dilingkungannya
sendiri.
3. Untuk menggali sumber daya yang ada atau dimiliki desa.
4. Hasil SMD dapat digunakan sebagai dasar untuk menyusun
pemecahan masalah yang dihadapi
(Permenkes no.44, 2016)

Sasaran Survei Mawas Diri (SMD)


Sasaran SMD adalah semua rumah yang ada di desa atau
Kelurahan atau menetapkan sampel rumah dilokasi tertentu (± 450 rumah)
yang dapat menggambarkan kondisi masalah kesehatan, lingkungan dan
perilaku pada umumnya di desa atau Kelurahan (Permenkes no.44,
2016).

Pelaksana Survei Mawas Diri (SMD)


1. Kader yang telah dilatih tentang apa SMD, cara pengumpulan data
(menyusun daftar pertanyaan sederhana), cara pengamatan, cara
pengolahan atau analisa data sederhana & cara penyajian
2. Tokoh masyarakat di desa
(Permenkes no.44, 2016)

Pelaksanaan
1. Petugas Puskesmas, Bidan di desa dan kader atau kelompok
warga yang ditugaskan untuk melaksanakan SMD dengan kegiatan
meliputi:
a. Pengenalan instrumen (daftar pertanyaan) yang akan dipergunakan
dalam pengumpulan data dan informasi masalah kesehatan.
b. Penentuan sasaran baik jumlah KK ataupun lokasinya.
c. Penentuan cara memperoleh informasi masalah kesehatan
dengan cara wawancara yang menggunakan daftar pertanyaan
(Permenkes no.44, 2016)
2. Pelaksana SMD
Kader, tokoh masyarakat dan kelompok warga yang telah ditunjuk
melaksanakan SMD dengan bimbingan petugas Puskesmas dan bidan di
desa mengumpulkan informasi masalah kesehatan sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan (Permenkes no.44, 2016).
3. Pengolahan Data
Kader, tokoh masyarakat dan kelompok warga yang telah ditunjuk
mengolah data SMD dengan bimbingan petugas Puskesmas dan bidan di
desa merumuskan masalah kesehatan untuk selanjutnya merumuskan
prioritas masalah kesehatan, lingkungan dan perilaku di desa atau
Kelurahan yang bersangkutan (Permenkes no.44, 2016).

Cara Pengamatan Survei Mawas Diri (SMD)


Pengamatan langsung dengan cara:
1. Observasi partisipatif
Melakukan koordinasi dengan pengurus RW siaga tentang rencana
survei mawas diri terkait dengan tujuan, metode dan strategi
pelaksanaannya.
2. Berjalan bersama masyarakat mengkaji lapangan (transection
walk)
3. Wawancara dengan kunjungan rumah, bersama kader dasar wisma
melakukan pendataan dari rumah ke rumah dengan metode tanya
jawab, pengisian formulir, observasi dan pemeriksaan fisik rumah
dan anggotanya. 53
4. Wawancara mendalam (DKT atau FGD) secara kelompok
(Permenkes no.44, 2016)

Langkah-langkah
1. Persiapan: Menyusun pertanyaan
a. Berdasarkan prioritas masalah yang ditemui di Puskesmas
& Desa (data sekunder)
b. Dipergunakan untuk memandu pengumpulan data
c. Pertanyaan harus jelas, singkat, padat & tidak bersifat
mempengaruhi responden
d. Kombinasi pertanyaan terbuka, tertutup dan menjaring
e. Menampung juga harapan masyarakat:
 Menyusun lembar observasi (pengamatan) untuk mengobservasi
rumah, halaman rumah, lingkungan sekitarnya
 Menentukan kriteria responden, termasuk cakupan wilayah dan
jumlah KK
2. Pelaksanaan
a. Pelaksanaan interview atau wawancara terhadap
Responden
b. Pengamatan terhadap rumah-tangga & lingkungan
3. Tindak lanjut
a. Meninjau kembali pelaksanaan SMD
b. Merangkum, mengolah & menganalisis data yang telah
dikumpulkan
c. Menyusun laporan SMD, sebagai bahan untuk MMD
4. Pengolahan data
Setelah data diolah, maka sebaiknya disepakati:
a. Masalah yang dirasakan oleh masyarakat.
b. Prioritas masalah
c. Kesediaan masyarakat untuk ikut berperan serta aktif dalam
pemecahan masalah
(Permenkes no.44, 2016)

Penyajian Data
Ada 3 cara penyajian data, yaitu:
1. Secara tekstular, yaitu penyajian data hasil penelitian
menggunakan kalimat
2. Secara tabular, yaitu penyajian data dalam bentuk kumpulan
angka yang disusun menurut kategori-kategori tertentu
dalam suatu daftar. Dalam tabel, diusun secara alfabetis,
geogafis, menurut besarnya angka, historis, atau menurut
kelas-kelas yang lazim
3. Secara grafikal, yaitu penyajian berupa gambar-gambar
yang menunjukkan secara visual data berupa angka atau
simbol-simbol yang biasanya dibuat berdasarkan dari data
tabel yang telah dibuat.
(Permenkes no.44, 2016)

Musyawarah Masyarakat Desa (MMD)


Definisi
Musyawarah masyarakat desa (MMD) adalah pertemuan seluruh
warga desa untuk membahas hasil Survei Mawas Diri dan merencanakan
penanggulangan masalah kesehatan yang diperoleh dari Survei Mawas
Diri (Depkes RI, 2007).

Tujuan
1 Masyarakat mengenal masalah kesehatan di wilayahnya.
2 Masyarakat sepakat untuk menanggulangi masalah kesehatan.
3 Masyarakat menyusun rencana kerja untuk menanggulangi
masalah kesehatan
(Efendi, 2009)

Hal yang Perlu Diperhatikan Dalam Pelaksanaan


1 Musyawarah Masyarakat Desa harus dihadiri oleh pemuka
masyarakat desa, petugas puskesmas, dan sektor terkait
Kecamatan (seksi pemerintahan dan pembangunan, BKKBN,
pertanian, agama, dll).
2 Musyawarah Masyarakat Desa dilaksanakan di balai desa atau
tempat pertemuan lain yang ada di desa.
3 Musyawarah Masyarakat Desa dilaksanakan segera setelah SMD
dilaksanakan
(Efendi, 2009)

Pelaksanaan
1 Pembukaan dengan menguraikan maksud dan tujuan MMD
dipimpin oleh kepala desa.
2 Pengenalan masalah kesehatan oleh masyarakat sendiri melalui
curah pendapat dengan menggunakan alat peraga, poster,dll
dengan dipimpin oleh ibu desa.
3 Penyajian hasil SMD
4 Perumusan dan penentuan prioritas masalah kesehatan atas dasar
pengenalan masalah dan hasil SMD, dilanjutkan dengan
rekomendasi teknis dari petugas kesehatan di desa atau perawat
komunitas.
5 Penyusunan rencana penanggulangan masalah kesehatan dengan
dipimpin oleh kepala desa.
6 Penutup
(Efendi, 2009)

Langkah-langkah
1 Tahap persiapan
Dengan dilakukan pemilihan daerah yang menjadi prioritas
menentukan cara untuk berhubungan dengan masyarakat, mempelajari
dan bekerjasama dengan masyarakat.
2 Tahap pengorganisasian
Dengan persiapan pembentukan kelompok kerja kesehatan untuk
menumbuhkan kepedulian terhadap kesehatan dalam masyarakat.
kelompok kerja kesehatam (pokjakes) adalah suatu wadah kegiatan yang
dibentuk oleh masyarakat secara bergotong royong untuk menolong diri
mereka sendiri dalam mengenal dan memecahkan masalah atau
kebutuhan kesehatan dan kesejahteraan, meningkatkan kemampun
masyarakat berperan serta dalam pembangunan kesehatan di
wilayahnya.
3 Tahap pendidikan dan pelatihan
a. Kegiatan pertemuan teratur dengan kelompok masyarakat
b. Melakukan pengkajian
c. Membuat program berdasarkan masalah atau diagnose
keperawatan
d. Melatih kader Pengawasan Pengendalian Penilaian (P3)
e. Keperawatan langsung terhadap individu, keluarga dan
masyarakat
4 Tahap formasi kepemimpinan
5 Tahap koordinasi intersektoral
6 Tahap akhir
Dengan melakukan supervise atau kunjungan bertahap untuk
mengevaluasi serta memberikan umpan balik untuk perbakan kegiatan
kelompok kerja kesehatan lebih lanjut. Untuk lebih singkatnya
perencanaan dapat diperoleh dengan tahapan sebagai berikut:
1 Pendidikan kesehatan tentang gangguan nutrisi
2 Demonstrasi pengolahan dan pemilihan makanan yang baik
3 Melakukan deteksi dini tanda-anda gangguan kurang gizi melalui
pemeriksaan fisik dan laboratorium.
4 Bekerjasama dengan aparat pemda setempat untuk mengamankan
lingkungan atau komunitas bila stressor dari lingkungan.
5 Rujukan kerumah sakit bila diperlukan.

Urgency, Seriousness, Growth (USG)


Merupakan salah satu alat untuk menyusun urutan prioritas isu
yang harus diselesaikan Dengan menentukan skala nilai 1 – 5 atau 1 – 10.
Isu yang memiliki total skor tertinggi merupakan isu prioritas.
1. Urgency
Seberapa mendesak isu tersebut harus dibahas dikaitkan dengan
waktu yang tersedia dan seberapa keras tekanan waktu tersebut untuk
memecahkan masalah yang menyebabkan isu tadi. Urgency dilihat dari
tersedianya waktu, mendesak atau tidak masalah tersebut diselesaikan
(Permenkes no.44, 2016).
2. .Seriousness
Seberapa serius isu tersebut perlu dibahas dikaitkan dengan akibat
yang timbul dengan penundaan pemecahan masalah yang menimbulkan
isu tersebut atau akibat yang menimbulkan masalah- masalah lain kalau
masalah penyebab isu tidak dipecahkan. Perlu dimengerti bahwa dalam
keadaan yang sama, suatu masalah yang dapat menimbulkan masalah
lain adalah lebih serius bila dibandingkan dengan suatu masalah lain yang
berdiri sendiri. Seriousness dilihat dari dampak masalah tersebut terhadap
produktifitas kerja, pengaruh terhadap keberhasilan, dan membahayakan
sistem atau tidak (Permenkes no.44, 2016).

3. Growth
Seberapa kemungkinannya isu tersebut menjadi berkembang
dikaitkan kemungkinan masalah penyebab isu akan makin memburuk
kalau dibiarkan (Permenkes no.44, 2016)

Fish Bone
Definisi
Diagram Fish Bone disebut juga sebagai diagram Sebab Akibat
(diagram Cause and Effect) adalah alat yang membantu mengidentifikasi,
memilah, dan menampilkan berbagai penyebab yang mungkin dari suatu
masalah atau karakteristik kualitas tertentu (Bilsel, 2012).
Diagram ini menggambarkan hubungan antara masalah dengan
semua faktor penyebab yang mempengaruhi masalah tersebut. Jenis
diagram ini kadang‐kadang disebut diagram “Ishikawa" karena ditemukan
oleh Kaoru Ishikawa, atau diagram “fishbone” atau “tulang ikan" karena
tampak mirip dengan tulang ikan (Bilsel, 2012).

Fungsi

1. Mengenali akar penyebab masalah atau sebab mendasar dari


akibat, masalah, atau kondisi tertentu.

2. Memilah dan menguraikan pengaruh timbal balik antara berbagai


faktor yang mempengaruhi akibat atau proses tertentu

3. Menganalisa masalah yang ada sehingga tindakan yang tepat


dapat diambil.

(Bilsel, 2012).

Manfaat
1. Membantu menentukan akar penyebab masalah dengan
pendekatan yang terstruktur

2. Mendorong kelompok untuk berpartisipasi dan memanfaatkan


pengetahuan kelompok tentang proses yang dianalisis

3. Menunjukkan penyebab yang mungkin dari variasi atauperbedaan


yang terjadi dalam suatu proses

4. Meningkatkan pengetahuan tentang proses yang dianalisis dengan


membantu setiap orang untuk mempelajari lebih lanjut berbagai
faktor kerja dan bagaimana faktor‐faktor tersebut saling
berhubungan

5. Mengenali area dimana data seharusnya dikumpulkan untuk


pengkajian lebih lanjut.

(Bilsel, 2012).

CARL
Definisi
Metode CARL merupakan suatu teknik atau cara yang digunakan
untuk menentukan prioritas masalah jika data yang tersedia adalah data
kualitatif (Supriyanto, 2007).

Penggunaan Metode CARL


Metode ini dilakukan dengan menentukan skor atas criteria
tertentu, seperti kemampuan (capability), kemudahan (accessibility),
kesiapan (readiness), serta pengungkit (leverage) (Supriyanto, 2007).
Semakin besar skor semakin besar masalahnya, sehingga semakin
tinggi letaknya pada urutan prioritas. Penggunaan metode CARL untuk
menetapkan prioritas masalah dilakukan apabila pengelola program
menghadapi hambatan keterbatasan dalam menyelesaikan masalah
(Supriyanto, 2007).
 C = Capability yaitu ketersediaan sumber daya (dana, sarana dan
prasarana)
 A = Accesibility yaitu kemudahan, masalah yang ada mudah diatasi
atau tidak. Dapat didasarkan pada ketersediaan metode/ cara/
teknologi serta penunjang lainnya
 R = Readiness yaitu kesiapan dari tenaga pelaksana maupun
kesiapan sasaran, seperti keahlian atau kemampuan dan motivasi
 L = Leverage yaitu seberapa besar pengaruh kriteria yang satu
dengan yang lain dalam pemecahan masalah yang dibahas.
Setelah masalah atau alternatif pemecahan masalah diidentifikasi,
kemudian dibuat tabel kriteria CARL dan diisi skornya. Bila ada beberapa
pendapat tentang nilai skor yang diambil adalah rerata.Nilai total
merupakan hasil perkalian: C x A x R x L. (Supriyanto, 2007)

Daftar Pustaka
André Briend, Tanya Khara, and Carmel Dolan. 2015. Wasting and
stunting—similarities and differences: Policy and programmatic
implications.
Bilsel, R. Ufuk and Lin, Dennis K.J.2012. “Ishikawa Cause and
Effect Diagrams Using Capture Recapture Techniques”.
QualityTechnology & Quantitative Management (QTQM) Vol 9 No. 2.
2012: PP 137 – 152.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2004. Sistem
Kesehatan Nasional. Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman
Perencanaan Tingkat Puskesmas. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina
Kesehatan Masyarakat
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Pedoman
LokakaryaMini Puskesmas. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kesehatan
Masyarakat.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Wilayah Kerja
Puskesmas. Jakarta: RIneka CIpta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Puskesmas
Efendi, Ferry & Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan
Komunitas :Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika Inpres Kesehatan Nomor 5 Tahun 1974, nomor 7 tahun 1975, dan
nomor 4 tahun 1976
Goudet, S.M., Griffiths, P.L., Bogin, B.A., Madise, N.J. 2015.
”Nutritional interventions for preventing stunting in children (0 to 5 years)
living in urban slums (Protocol)” dalam Cochrane Database of Review
(hlm 2-52). DOI: 10.1002/14651858.CD011695.
Izwardy, Doddy. 2019. Kebijakan dan Strategi Penanggulangan
Stunting di Indonesia. Diakses dari:
https://www.persi.or.id/images/2019/data/FINAL_PAPARAN_PERSI_22_F
EB_2019_Ir._Doddy.pdf
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi, 2018. Buku Saku Desa Dalam Penanagaanan Stunting.
Jakarta
Kementerian Kesehatan RI. 2018. Buletin Jendela Data dan
Informasi Kesehatan: Situasi Balita Pendek (Stunting) di Indonesia.
Jakarta: Pusat Data dan Informasi
Kuntjoro, T.2005.Pengembangan Manajemen Kinerja Perawat dan
Bidan Sebagai Strategi Dalam Peningkatan Mutu Klinis.JMPK, 8(3):149-
54. Pedoman Penyusunan Dokumen Akreditasi Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama
Penny, Mary Edith. 2012. “Micronutrients in The Treatment of
Stunting and Moderate Malnutrition” dalam Meeting Micronutrient
Requirements for Health and Debvelopment vol 70 (hlm 11-21). Peru:
Nestle Nutrition Institute Workshop
Permenkes No 75 Tahun 2014
Permenkes no.44 tahun 2016 tentang Pedoman Manajemen
Puskesmas.
Supriyanto dan Damayanti. 2007. Perencanaan dan Evaluasi.
Surabaya: Airlangga University Press
World Health Organization.2009. Basic Seven
World Health Organization. 2014. Global Nutrition Targets 2025:
Stunting Policy Brief. Geneva: Department of Nutrition for Health and
Development
Permenkes no.80 tahun 2016 tentang Penyelenggaran Pekerjaan
Asisten Tenaga Kesehatan.
Bendech, Mohamed Ag. 2016. Nutrition Terminology and Hunger
Situation Analysis.Diakses dari:
http://www.fao.org/fileadmin/user_upload/nutrition/docs/policies_program
mes/CAADP/southern_africa/presentations/DAY1_Nutrition_Situation_Ana
lysis.pdf

Anda mungkin juga menyukai