Definisi Puskesmas
Menurut Permenkes No 75 Tahun 2014 pasal 1, puskesmas adalah
fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan
masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan
lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.
Upaya Kesehatan Masyrakat (UKM) adalah kegiatan untuk memelihara
dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menanggulangi
timbulnya masalah kesehatan dengan sasaran keluarga, kelompok, dan
masyarakat. Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) adalah suatu kegiatan
dan atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk
peningkatan, pencegahan, penyembuhan penyakit, pengurangan
penderitaan akibat penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan
(Permenkes No 75 Tahun 2014).
Fungsi Puskesmas
Etiologi Stunting
Faktor yang berkontribusi terhadap stunting meliputi:
Kondisi kesehatan dan nutrisi ibu yang buruk, termasuk sebelum,
saat, dan setelah kehamilan dimana kondisi ini mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan awal anak termasuk di dalam
rahim. Faktor lainnya pada ibu yang mempengaruhi adalah postur
tubuh ibu (pendek), jarak kelahiran yang terlalu dekat, dan usia ibu
(Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, 2018)
Pola makan infant dan anak yang inadekuat seperti pola ASI yang
tidak optimal dan terutama pada anak yang tidak menerima ASI
eksklusif (World Health Organization, 2014).
Adanya infeksi. Bayi dengan intrauterine growth restriction pada
ibu yang mengalami malnutrisi sekitar 20% akan mengalami
stunting pada masa pertumbuhannya. Infeksi yang diakibatkan
lingkungan dengan sanitasi dan higienitas yang buruk
menyebabkan terjadinya malabsorbsi nutrisi dan menurunnya
kemampuan usus sebagai barrier untuk melawan organisme
penyebab infeksi, misalnya pada diare dan kecacingan (World
Health Organization, 2014).
Selama masa infeksi terjadi 2 kondisi gangguan penyerapan
nutrisi. Yang pertama, berkurangnya intake makanan akibat
anorexia dan yang kedua peningkatan kebutuhan asam amino
untuk sintesis protein untuk dapat menghasilkan respon imun yang
baik (Briend, Khara, dan Dolan, 2015).
Kondisi ekonomi juga erat kaitannya dengan kemampuan
memenuhi asupan makanan dan gizi untuk anak dan jangkauan
pelayanan kesehatan bagi ibu hamil dan balita (Pusat Data dan
Informasi Kementerian Kesehatan RI, 2018).
Patofisiologi Stunting
1. Perubahan komposisi tubuh akibat malnutrisi
Ketika intake makanan tidak cukup untuk menjalankan
metabolisme tubuh, maka tubuh akan melakukan kompensasi
dengan memecah cadangan makanan tubuh terutama otot dan
lemak. Penelitian pada hewan menunjukkan adanya perubahan
ukuran pada organ seperti hati, ginjal, thymus dan terutama otot
yang dapat berlangsung hingga dewasa. Perubahan ini juga
mempengaruhi kadar insulin dan glukagon dalam tubuh yang
menyebabkan tubuh hanya menjalankan metabolisme dasar akibat
sedikitnya energi yang diperoleh. Metabolisme tubuh juga
dijalankan dengan mobilisasi lemak yang berasal dari katabolisme
asam lemak. Asam lemak tidak dapat menembus sawar darah otak
sehingga untuk menjalankan metabolisme nya, otak membutuhkan
glukosa. Namun pada keadaan dimana kadar glukosa tidak
mencukupi kebutuhan, otak kemudian akan menggunakan badan
keton yang larut dalam air dimana badan keton ini didapatkan dari
hasil katabolisme asam lemak. Kebutuhan glukosa untuk
metabolisme otak pada anak jauh lebih tinggi dibanding pada orang
dewasa sehingga badan keton saja tidak akan mencukupi
kebutuhan dasar, otak akan memakai cadangan asam amino dan
triglyceride pada liver dan ginjal untuk diubah menjadi glukosa.
Kondisi ini akan semakin diperparah jika didapatkan inflamasi
maupun infeksi pada tubuh (Briend, Khara, dan Dolan, 2015).
2. Peningkatan mortalitas
Apabila kondisi ini terus berlangsung maka dapat membahayakan
organ-organ vital karena organ vital telah kehabisan cadangan
energi. Organ-organ vital terutama hati, ginjal, usus, serta system
imun tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Leptin
merupakan salah satu hormone yang diproduksi oleh sel adiposit
dan enterosit yang berfungsi selain untuk menjaga keseimbangan
energy dengan meregulasi rasa lapar juga dapat menstimulasi
sistem imun dengan meningkatkan sekresi sitokin dan limfosit.
Leptin merefleksikan cadangan lemak tubuh. Akhirnya, anak
dengan stunting akan semakin mudah terkena infeksi yang malah
akan memperburuk kondisinya. Hal ini menjelaskan mengapa
cadangan lemak tubuh berperan penting dalam sistem imun
(Briend, Khara, dan Dolan, 2015).
Klasifikasi Stunting
a. Severe: HAZ score <-3
b. Moderate: HAZ ≥-3 score sampai dengan <-2
(Bendech, 2013)
Dampak Stunting
Berdaarkan waktu:
a. Dampak jangka pendek
Peningkatan kejadian kesakitan dan kematian
Gangguan perkembangan verbal, kognitif, dan motorik
Peningkatan biaya kesehatan
b. Dampak jangka panjang
Postur tubuh yang tidak optimal saat dewasa
Menurunnya kesehatan reproduksi
Meningkatnya resiko obesitas dan penyakit lainnya
Kapasitas belajar dan performa yang kurang optimal saat
masa sekolah
Produktivitas dan kapasitas kerja yang tidak optimal
(Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI,2018)
Dampak stunting bagi keluarga dan warga negara Indonesia:
a. Dampak kesehatan:
Gagal tumbuh (berat badan rendah, kecil, pendek, kurus)
Hambatan perkembangan kognitif dan motorik
Gangguan metabolik pada saat dewasa
b. Dampak ekonomi:
Potensi kerugian ekonomi setiap tahunnya 2-3%
Potensi keuntungan ekonomi dari investasi penurunan
stunting di Indonesia mencapai 48 kali lipat
(Izwardy, 2019)
Tatalaksana Stunting
Tatalaksana stunting berbeda dengan kasus malnutrisi lain yang
bersifat akut. Tatalaksana stunting bersifat multifaktorial dan melibatkan
lintas sektor berbeda tidak seperti kasus malnutrisi akut yang dapat
dirawat di rumah sakit dan dirawat jalan ketika kondisi edema dan nafsu
makan anak telah membaik (Goudet, 2015).
Secara umum intervensi untuk stunting adalah perbaikan gizi dan
pengobatan penyakit yang menyertai seperti diare, kejadian kecacingan,
intrauterine growth restriction (IUGR), pola menyusui yang buruk, penyakit
respirasi, Perbaikan gizi dapat dilakukan dengan konseling gizi dari pusat
pelayanan kesehatan, pemberian makanan tambahan atau suplemen
makanan, penyuluhan cara menyusui yang benar, dan bantuan dana dari
pemerintah. Higienitas dan sanitasi harus diperbaiki seperti mengajarkan
mencuci tangan dengan sabun, buang air besar pada tempatnya (Goudet,
2015).
Pemberian mikronutrisi juga harus dipikirkan untuk anak-anak
stunting. Anak-anak dengan stunting mengalami defisiensi mikronutrisi
terutama zinc, zat besi, kalsium, dan vitamin A. Zinc sangat dibutuhkan
untuk pertumbuhan terutama pertumbuhan tulang panjang intrauterine
dan terbukti dapat mencegah stunting. Defisiensi zinc dapat menyebabkan
dwarfism (kerdil). Selain itu zinc juga mengurangi kejadian diare yang
berkaitan dengan stunting. Defisiensi vitamin A juga menyebabkan
pertumbuhan terhambat. Defisiensi zat besi dapat menyebabkan
gangguan hematologi (anemia) yang berujung pada gangguan fungsi
kognitif. Kalsium dibutuhkan untuk pembentukan tulang. Pemberian
mikronutrisi dapat diberikan dalam bentuk suplemen agar lebih mudah
pemberiannya serta dapat juga diberikan bersamaan dengan makronutrisi,
seperti pada sereal yang difortifikasi, susu, atau makanan lain yang
terutama mengandung lemak. Selain itu, pemberian makanan hewani juga
kaya akan mikronutrisi sementara makanan yang banyak mengandung
serat dapat menghambat penyerapan mineral dan mikronutrisi yang
didapat dari makanan hewani (Penny, 2012).
Preventif Stunting
1. Ibu hamil dan bersalin
a. Intervensi pada 1.000 hari pertama kehidupan
b. Mengupayakan jaminan mutu ante natal care (ANC) terpadu
c .Meningkatkan persalinan di fasilitas kesehatan
d. Menyelenggarakan program pemberian makanan tinggi kalori,
protein, dan mikronutrien (TKPM)
e. Deteksi dini penyakit (menular dan tidak menular)
f. Pemberantasan kecacingan
g. Meningkatkan transformasi Kartu Menuju Sehat (KMS) ke dalam
Buku KIA
h. Menyelenggarakan konseling Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan
ASI eksklusif
i. Penyuluhan dan pelayanan KB
2. Balita
a. Pemantauan pertumbuhan balita
b. Menyelenggarakan kegiatan Pemberian Makanan Tambahan
(PMT) untuk balita
c. Menyelenggarakan stimulasi dini perkembangan anak
d.Memberikan pelayanan kesehatan yang optimal
3. Anak usia sekolah
a. Melakukan revitalisasi Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
b. Menguatkan kelembagaan Tim Pembina UKS
c. Menyelenggarakan Program Gizi Anak Sekolah (PROGAS)
d.Memberlakukan sekolah sebagai kawasan bebas rokok dan
narkoba
4. Remaja
a. Meningkatkan penyuluhan untuk perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS), pola gizi seimbang, tidak merokok, dan mengonsumsi
narkoba
b.Pendidikan kesehatan reproduksi
5. Dewasa muda
a. Penyuluhan dan pelayanan keluarga berencana (KB)
b.Deteksi dini penyakit (menular dan tidak menular)
c. Meningkatkan penyuluhan untuk PHBS, pola gizi seimbang, tidak
merokok/mengonsumsi narkoba
(Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI.,2018)
Program Stunting
Upaya pencegahan stunting sudah banyak dilakukan di negara-
negara berkembang berkaitan dengan gizi pada anak dan keluarga.
Upaya tersebut oleh WHO (2010) dijabarkan sebagai berikut:
1. Zero Hunger Strategy
Stategi yang mengkoordinasikan program dari sebelas kementerian
yang berfokus pada yang termiskin dari kelompok miskin
2. Dewan Nasional Pangan dan Keamanan Gizi
Memonitor strategi untuk memperkuat pertanian keluarga, dapur
umum dan strategi untuk meningkatkan makanan sekolah dan promosi
kebiasaan makanan sehat
3. Bolsa Familia Program
Menyediakan transfer tunai bersyarat untuk 11 juta keluarga miskin.
Tujuannya adalah untuk memecahkan siklus kemiskinan antar
generasi
4. Sistem Surveilans Pangan dan Gizi
Pemantauan berkelanjutan dari status gizi populasi dan yang
determinan
5. Strategi Kesehatan Keluarga
Menyediakan perawatan kesehatan yang berkualitas melalui strategi
perawatan primer.
5 pilar penanganan stunting adalah
Kejadian balita stunting dapat diputus mata rantainya sejak janin
dalam kandungan dengan cara melakukan pemenuhan kebutuhan zat gizi
bagi ibu hamil, artinya setiap ibu hamil harus mendaptakan makanan yang
cukup gizi, mendapatkan suplementasi zat gizi (tablet Fe), dan terpantau
kesehatannya. Selain itu setiap bayi baru lahir harus mendapat ASI
eksklufif sampai umur 6 bulan dan setelah umur 6 bulan diberi Makanan
Pendamping ASI (MPASI) yang cukup jumlah dan kualitasnya. Ibu nifas
selain mendapat makanan cukup gizi, juga diberi suplementasi zat gizi
berupa kapsul vitamin A. Kejadian stunting pada balita yang bersifat kronis
seharusnya dapat dipantau dan dicegah apabila pemantauan
pertumbuhan balita dilaksanakan secara rutin dan benar. Memantau
pertumbuhan balita di posyandu merupakan upaya yang sangat strategis
untuk mendeteksi dini terjadinya gangguan pertumbuhan, sehingga dapat
dilakukan pencegahan terjadinya balita stunting (Kemenkes R.I, 2013).
Kebijakan penanganan stunting di Indonesia terdiri dari 3
komponen utama yaitu pola asuh, pola makan, dan air bersihh sanitasi.
Ada 2 jenis intervensi yang dilakukan, yaitu
a. Intervensi Gizi Spesifik
Untuk Sasaran Ibu Hamil:
o Pemberian makanan tambahan kepada semua ibu hamil
yang kekurangan energi dan protein kronis dan berasal
dari keluarga miskin
o Pendampingan kepada semua ibu hamil agar patuh
mengonsumsi tablet tambah darah oleh Kader
o Kelas ibu hamil untuk kesehatan ibu hamil dan persiapan
menyusui
o Pencegahan kecacingan dan malaria pada semua ibu
hamil yang tinggal di daerah endemis malaria dengan
pemberian kelambu anti malaria
Untuk Sasaran anak baru lahir hingga usia 23 bulan:
o Pendampingan kepada semua ibu yang memiliki anak
usia 0-6 bulan agar mampu memberikan ASI secara
Eksklusif pada bayi sejak lahir sampai umur 6 bulan oleh
petugas kesehatan dan kader
o Pembelajaran pola asuh Pemberian Makan Bayi dan
Anak (PMBA) untuk ibu dalam bentuk kelas ibu,
kunjungan rumah dan konseling dengan frekuensi
minimal 8x (penyelenggaraan oleh kader, nara sumber
dari petugas kesehatan-Puskesmas)
o c) Pemantauan pertumbuhan bayi dan anak usia 0-59
bulan oleh kader (meningkatkan partisipasi balita ke
Posyandu (D/S) dan biaya transportasi rujukan anak
dengan masalah gizi yang perlu ditindaklanjuti lebih lanjut
o Pendataan sasaran dan pendampingan pemberian
makanan tambahan pemulihan untuk anak kurus umur 6-
23 bulan dari keluarga miskin
Untuk Sasaran Keluarga:
o Penyedian air bersih skala desa
o Sanitasi lingkungan skala desa meliputi MCK,
pembuangan sampah dan pengelolaan limbah
o Pendidikan gizi (gizi seimbang dan PHBS)
penyelenggaraan oleh kader dengan narasumber
petugas kesehatan- Puskesmas
Tujuan
1. Dilaksanakannya pengumpulan data, masalah kesehatan,
lingkungan dan perilaku.
2. Mengkaji dan menganalisis masalah kesehatan, lingkungan dan
perilaku yang paling menonjol di masyarakat.
3. Mengiventarisasi sumber daya masyarakat yang dapat mendukung
upaya mengatasi masalah kesehatan.
4. Diperolehnya dukungan kepala desa atau Kelurahan dan pemuka
masyarakat dalam pelaksanaan penggerakan dan pemberdayaan
masyarakat di Desa Siaga
(Permenkes no.44, 2016)
Pelaksanaan
1. Petugas Puskesmas, Bidan di desa dan kader atau kelompok
warga yang ditugaskan untuk melaksanakan SMD dengan kegiatan
meliputi:
a. Pengenalan instrumen (daftar pertanyaan) yang akan dipergunakan
dalam pengumpulan data dan informasi masalah kesehatan.
b. Penentuan sasaran baik jumlah KK ataupun lokasinya.
c. Penentuan cara memperoleh informasi masalah kesehatan
dengan cara wawancara yang menggunakan daftar pertanyaan
(Permenkes no.44, 2016)
2. Pelaksana SMD
Kader, tokoh masyarakat dan kelompok warga yang telah ditunjuk
melaksanakan SMD dengan bimbingan petugas Puskesmas dan bidan di
desa mengumpulkan informasi masalah kesehatan sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan (Permenkes no.44, 2016).
3. Pengolahan Data
Kader, tokoh masyarakat dan kelompok warga yang telah ditunjuk
mengolah data SMD dengan bimbingan petugas Puskesmas dan bidan di
desa merumuskan masalah kesehatan untuk selanjutnya merumuskan
prioritas masalah kesehatan, lingkungan dan perilaku di desa atau
Kelurahan yang bersangkutan (Permenkes no.44, 2016).
Langkah-langkah
1. Persiapan: Menyusun pertanyaan
a. Berdasarkan prioritas masalah yang ditemui di Puskesmas
& Desa (data sekunder)
b. Dipergunakan untuk memandu pengumpulan data
c. Pertanyaan harus jelas, singkat, padat & tidak bersifat
mempengaruhi responden
d. Kombinasi pertanyaan terbuka, tertutup dan menjaring
e. Menampung juga harapan masyarakat:
Menyusun lembar observasi (pengamatan) untuk mengobservasi
rumah, halaman rumah, lingkungan sekitarnya
Menentukan kriteria responden, termasuk cakupan wilayah dan
jumlah KK
2. Pelaksanaan
a. Pelaksanaan interview atau wawancara terhadap
Responden
b. Pengamatan terhadap rumah-tangga & lingkungan
3. Tindak lanjut
a. Meninjau kembali pelaksanaan SMD
b. Merangkum, mengolah & menganalisis data yang telah
dikumpulkan
c. Menyusun laporan SMD, sebagai bahan untuk MMD
4. Pengolahan data
Setelah data diolah, maka sebaiknya disepakati:
a. Masalah yang dirasakan oleh masyarakat.
b. Prioritas masalah
c. Kesediaan masyarakat untuk ikut berperan serta aktif dalam
pemecahan masalah
(Permenkes no.44, 2016)
Penyajian Data
Ada 3 cara penyajian data, yaitu:
1. Secara tekstular, yaitu penyajian data hasil penelitian
menggunakan kalimat
2. Secara tabular, yaitu penyajian data dalam bentuk kumpulan
angka yang disusun menurut kategori-kategori tertentu
dalam suatu daftar. Dalam tabel, diusun secara alfabetis,
geogafis, menurut besarnya angka, historis, atau menurut
kelas-kelas yang lazim
3. Secara grafikal, yaitu penyajian berupa gambar-gambar
yang menunjukkan secara visual data berupa angka atau
simbol-simbol yang biasanya dibuat berdasarkan dari data
tabel yang telah dibuat.
(Permenkes no.44, 2016)
Tujuan
1 Masyarakat mengenal masalah kesehatan di wilayahnya.
2 Masyarakat sepakat untuk menanggulangi masalah kesehatan.
3 Masyarakat menyusun rencana kerja untuk menanggulangi
masalah kesehatan
(Efendi, 2009)
Pelaksanaan
1 Pembukaan dengan menguraikan maksud dan tujuan MMD
dipimpin oleh kepala desa.
2 Pengenalan masalah kesehatan oleh masyarakat sendiri melalui
curah pendapat dengan menggunakan alat peraga, poster,dll
dengan dipimpin oleh ibu desa.
3 Penyajian hasil SMD
4 Perumusan dan penentuan prioritas masalah kesehatan atas dasar
pengenalan masalah dan hasil SMD, dilanjutkan dengan
rekomendasi teknis dari petugas kesehatan di desa atau perawat
komunitas.
5 Penyusunan rencana penanggulangan masalah kesehatan dengan
dipimpin oleh kepala desa.
6 Penutup
(Efendi, 2009)
Langkah-langkah
1 Tahap persiapan
Dengan dilakukan pemilihan daerah yang menjadi prioritas
menentukan cara untuk berhubungan dengan masyarakat, mempelajari
dan bekerjasama dengan masyarakat.
2 Tahap pengorganisasian
Dengan persiapan pembentukan kelompok kerja kesehatan untuk
menumbuhkan kepedulian terhadap kesehatan dalam masyarakat.
kelompok kerja kesehatam (pokjakes) adalah suatu wadah kegiatan yang
dibentuk oleh masyarakat secara bergotong royong untuk menolong diri
mereka sendiri dalam mengenal dan memecahkan masalah atau
kebutuhan kesehatan dan kesejahteraan, meningkatkan kemampun
masyarakat berperan serta dalam pembangunan kesehatan di
wilayahnya.
3 Tahap pendidikan dan pelatihan
a. Kegiatan pertemuan teratur dengan kelompok masyarakat
b. Melakukan pengkajian
c. Membuat program berdasarkan masalah atau diagnose
keperawatan
d. Melatih kader Pengawasan Pengendalian Penilaian (P3)
e. Keperawatan langsung terhadap individu, keluarga dan
masyarakat
4 Tahap formasi kepemimpinan
5 Tahap koordinasi intersektoral
6 Tahap akhir
Dengan melakukan supervise atau kunjungan bertahap untuk
mengevaluasi serta memberikan umpan balik untuk perbakan kegiatan
kelompok kerja kesehatan lebih lanjut. Untuk lebih singkatnya
perencanaan dapat diperoleh dengan tahapan sebagai berikut:
1 Pendidikan kesehatan tentang gangguan nutrisi
2 Demonstrasi pengolahan dan pemilihan makanan yang baik
3 Melakukan deteksi dini tanda-anda gangguan kurang gizi melalui
pemeriksaan fisik dan laboratorium.
4 Bekerjasama dengan aparat pemda setempat untuk mengamankan
lingkungan atau komunitas bila stressor dari lingkungan.
5 Rujukan kerumah sakit bila diperlukan.
3. Growth
Seberapa kemungkinannya isu tersebut menjadi berkembang
dikaitkan kemungkinan masalah penyebab isu akan makin memburuk
kalau dibiarkan (Permenkes no.44, 2016)
Fish Bone
Definisi
Diagram Fish Bone disebut juga sebagai diagram Sebab Akibat
(diagram Cause and Effect) adalah alat yang membantu mengidentifikasi,
memilah, dan menampilkan berbagai penyebab yang mungkin dari suatu
masalah atau karakteristik kualitas tertentu (Bilsel, 2012).
Diagram ini menggambarkan hubungan antara masalah dengan
semua faktor penyebab yang mempengaruhi masalah tersebut. Jenis
diagram ini kadang‐kadang disebut diagram “Ishikawa" karena ditemukan
oleh Kaoru Ishikawa, atau diagram “fishbone” atau “tulang ikan" karena
tampak mirip dengan tulang ikan (Bilsel, 2012).
Fungsi
(Bilsel, 2012).
Manfaat
1. Membantu menentukan akar penyebab masalah dengan
pendekatan yang terstruktur
(Bilsel, 2012).
CARL
Definisi
Metode CARL merupakan suatu teknik atau cara yang digunakan
untuk menentukan prioritas masalah jika data yang tersedia adalah data
kualitatif (Supriyanto, 2007).
Daftar Pustaka
André Briend, Tanya Khara, and Carmel Dolan. 2015. Wasting and
stunting—similarities and differences: Policy and programmatic
implications.
Bilsel, R. Ufuk and Lin, Dennis K.J.2012. “Ishikawa Cause and
Effect Diagrams Using Capture Recapture Techniques”.
QualityTechnology & Quantitative Management (QTQM) Vol 9 No. 2.
2012: PP 137 – 152.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2004. Sistem
Kesehatan Nasional. Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman
Perencanaan Tingkat Puskesmas. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina
Kesehatan Masyarakat
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Pedoman
LokakaryaMini Puskesmas. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kesehatan
Masyarakat.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Wilayah Kerja
Puskesmas. Jakarta: RIneka CIpta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Puskesmas
Efendi, Ferry & Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan
Komunitas :Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika Inpres Kesehatan Nomor 5 Tahun 1974, nomor 7 tahun 1975, dan
nomor 4 tahun 1976
Goudet, S.M., Griffiths, P.L., Bogin, B.A., Madise, N.J. 2015.
”Nutritional interventions for preventing stunting in children (0 to 5 years)
living in urban slums (Protocol)” dalam Cochrane Database of Review
(hlm 2-52). DOI: 10.1002/14651858.CD011695.
Izwardy, Doddy. 2019. Kebijakan dan Strategi Penanggulangan
Stunting di Indonesia. Diakses dari:
https://www.persi.or.id/images/2019/data/FINAL_PAPARAN_PERSI_22_F
EB_2019_Ir._Doddy.pdf
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi, 2018. Buku Saku Desa Dalam Penanagaanan Stunting.
Jakarta
Kementerian Kesehatan RI. 2018. Buletin Jendela Data dan
Informasi Kesehatan: Situasi Balita Pendek (Stunting) di Indonesia.
Jakarta: Pusat Data dan Informasi
Kuntjoro, T.2005.Pengembangan Manajemen Kinerja Perawat dan
Bidan Sebagai Strategi Dalam Peningkatan Mutu Klinis.JMPK, 8(3):149-
54. Pedoman Penyusunan Dokumen Akreditasi Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama
Penny, Mary Edith. 2012. “Micronutrients in The Treatment of
Stunting and Moderate Malnutrition” dalam Meeting Micronutrient
Requirements for Health and Debvelopment vol 70 (hlm 11-21). Peru:
Nestle Nutrition Institute Workshop
Permenkes No 75 Tahun 2014
Permenkes no.44 tahun 2016 tentang Pedoman Manajemen
Puskesmas.
Supriyanto dan Damayanti. 2007. Perencanaan dan Evaluasi.
Surabaya: Airlangga University Press
World Health Organization.2009. Basic Seven
World Health Organization. 2014. Global Nutrition Targets 2025:
Stunting Policy Brief. Geneva: Department of Nutrition for Health and
Development
Permenkes no.80 tahun 2016 tentang Penyelenggaran Pekerjaan
Asisten Tenaga Kesehatan.
Bendech, Mohamed Ag. 2016. Nutrition Terminology and Hunger
Situation Analysis.Diakses dari:
http://www.fao.org/fileadmin/user_upload/nutrition/docs/policies_program
mes/CAADP/southern_africa/presentations/DAY1_Nutrition_Situation_Ana
lysis.pdf