Anda di halaman 1dari 38

PROPOSAL USAHA

PRAKARYA DAN KEWIRAUSAHAAN


BUDIDAYA BAHAN PANGAN
UBI KAYU

Disusun Oleh :
Naupal Ridho Putra (6455)
Rafif Ahmad Reuzuly (6471)
Satrio Mindestian Fasya (6491)
Shania Salsabila (6496)
Siti Fathinah Aurelika (6501)

KELAS X MIPA 5

SMA PLUS NEGERI 17 PALEMBANG


Jl. Mayor Zurbi Bustan, Lebong Siareng, Palembang
TAHUN PELAJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat
dan kasih saying-Nya, sehingga kita dapat menikmati sebuah kehidupan yang sungguh penuh
dengan kenikmatan-kenikmatan yang tiada tara.
Dan tak lupa sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi besar kita
Muhammad saw. yang telah membawa dunia dari zaman yang penuh kezhaliman menuju zaman
yang penuh dengan rahmat Allah SWT, yakni dengan ajaran Islam. beserta keluarganya dan para
sahabat serta umatnya yang senantiasa mendakwahkan Islam.
Penyusun sangat bersyukur, tugas proposal ini telah diselesaikan dengan baik dan tepat
waktu. Ada kalanya penyusun mengalami beberapa kendala untuk menyelesaikan tugas proposal
ini terutama waktu, namun berkat bantuan do’a, tenaga dan kreativitas dari teman – teman
kelompok 7 , akhirnya tugas ini dapat segera diselesaikan.
Ucapan terima kasih tidak lupa penyusun ucapkan kepada kedua orang tua, yang telah
memberikan semua keperluan untuk menyelesaikan tugas ini. Yang kedua, ucapan terima kasih
penyusun sampaikan kepada Ibu Dra. Hj. Susy Sukarni, MM., selaku guru mata pelajaran
PKWU (Prakarya dan Kewirausahaan) yang telah membimbing penyusun dan teman – teman
dari kelompok 7 sehingga dapat mengerjakan tugas ini dengan baik. Ucapan terima kasih juga
kami sampaikan kepada seluruh pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya tugas ini,
yang tentunya tidak dapat penyusun sampaikan satu – persatu.
Semoga dengan tersusunnya proposal ini dapat menambah pengetahuan dan memberi
inspirasi kepada para pembaca, sehingga dapat memperluas wawasan dan pengetahuan
Kewirausahaan serta menjadi orang yang cerdas dan bertaqwa.

Palembang, 19 November 2020

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Deskripsi Umum Usaha


Usaha yang akan kami jalankan adalah budidaya bahan pangan, yaitu ubi kayu. Dengan
focus usaha pada Teknik Penanaman dan Pemeliharaan Ubi Kayu. Jenis usaha ini cenderung
mudah dilakukan namun dengan omset yang lumayan. Permintaan pasar akan konsumsi bahan
pangan ini juga kian meningkat, akibat banyaknya cara mengelola ubi kayu ini. Sehingga
membuat penikmatnya tidak akan bosan. Selain itu, tentunya ubi kayu juga mengenyangkan dan
memiliki banyak khasiat di dalamnya yang sangat baik untuk tubuh.
Beberapa tahap yang harus dilakukan adalah persiapan lahan, pembibitan, persiapan tanam
dan penanaman, penyulaman, pengairan, penyiangan, pemupukan serta panen dan pasca panen.
Budidaya bahan pangan ini merupakan usaha yang senantiasa bertahan dan terus berkembang
seiring dengan meningkatnya kebutuhan pangan di masyarakat.

1.2. Latar Belakang Ide Usaha


Ada beberapa hal yang membuat usaha ini terus berkembang, diantaranya yaitu pertama,
Ubi Kayu merupakan salah satu kebutuhan pokok. Kedua, usaha budidaya ini memiliki pangsa
pasar tersendiri, yaitu untuk semua kalangan mulai dari anak-anak, remaja, mahasiswa hingga
seluruh lapisan masyarakat penggemar Ubi Kayu lainnya.
Faktor yang dapat mendorong kami untuk berwirausaha adalah karena kami memiliki
keyakinan bahwa banyak sekali jalan menuju kesuksesan dan salah satu diantaranya adalah
dengan membuat sebuah cikal-bakal usaha yang diharapkan mampu mengembangkan daya
kreativitas dan inovasi dari dalam diri kami, dimana berwirausaha itu sendiri merupakan sebuah
pembelajaran yang harus dimulai sejak dini, sehingga kami memiliki banyak waktu untuk dapat
berpikir dan mengolah otak demi kesuksesan usaha tersebut.
Peluang usaha sudah di depan mata, tidak ada salahnya jika kami memulai sekarang karena
dengan keyakinan dan keberanian untuk memulai usaha, maka kami yakin bahwa kami nantinya
akan bisa menjadi pengusaha muda yang sukses dan mandiri. Hal inilah yang menjadi faktor
yang melatarbelakangi dan memotivasi kami untuk membuka serta mengembangkan usaha ini.
Dalam suatu pemasaran banyak sekali bentuk dan macam-macam aneka ragam bahan pangan
dari yang kecil hingga yang besar dan dari yang murah hingga sampai yang mahal. Untuk
kebutuhan sehari-hari banyak sekali aktivitas yang dijalani oleh setiap orang. Dengan aktivitas
yang semakin padat, membuat banyak orang membutuhkan asupan makanan tambahan yang
bermanfaat untuk kesehatan tubuh. Selain itu, pengembangan prakarsa kemandirian harus
didorong dengan cara mengembangkan berbagai potensi masyarakat, memanfaatkan berbagai
sumber daya yang dimiliki dan mengoptimalkan hasil – hasil dari prakarsa dan pemanfaatan
tersebut, sehingga berbagai upaya dimaksud harus berujung dan bertumpu kepada kesejahteraan
rakyat, dan kemakmuran daerah yang bersangkutan, berdasarkan sendi – sendi keadilan dan
pemerataaan.
Salah satu upaya untuk mencapai tujuan tersebut adalah pengembangan sector
AGROBISNIS, yang memang sudah merupakan ciri utama dan mayoritas kehidupan masyarakat
di negara kita, dimana sebagian besar penduduknya bertempat tinggal dipedesaan, dengan hidup
mengandalkan dari sektor pertanian. Hanya saja berbagai upaya yang telah dilakukan baik itu
oleh pemerintah maupun berbagai kelompok lain dalam memberdayakan sektor Pertanian selalu
terbentur pada persoalan pokok, yaitu harga jual yang selalu rendah pada saat terjadi panen,
produktifitas satuan lahan yang kecil, dan persoalan pemasaran.
Kelebihan dari budidaya ini adalah kebutuhan bahan pangan seperti Ubi Kayu
tersebut bukan hanya untuk konsumsi dalam negeri, juga untuk kebutuhan ekspor, dan ironisnya
kebutuhan - kebutuhan industri dalam negeri masih mengimport bahan baku industrinya, padahal
bahan tersebut berasal dari bahan dasar Ubi Kayu. Hal lain yang sangat penting dari budidaya
Ubi Kayu ini cenderung dapat ditanam pada jenis tanah apapun di satu sisi sedangkan pada sisi
lain dapat mengoptimalkan lahan – lahan yang belum maksimal produksi, sehingga apabila
kegiatan – kegiatan tersebut tumbuh kembangkan oleh pemerintah daerah dan masyarakatnya,
akan diperoleh beberapa keuntungan yaitu :

1. Dapat mencegah urbanisasi ke kota – kota besar


2. Terbukanya lapangan kerja baru
3. Termanfaatkannya lahan – lahan yang belum optimal produksi
4. Meningktanya kesejahteraan masayarkat petani
5. Meningkatkan IPM daerah Kabupaten Sukabumi

Kegiatan pengembangan Budi daya Singkong dengan cara optimalisasi lahan – lahan yang
belum dan dalam rangka membangun agro bisnis dan agro industri yang terintegrasi dimana
didalamnya memuat aspek pemanfaatan lahan tidur secara optimal guna meningkatkan
produktivitas pertanian.

1.3. Visi dan Misi Usaha


1.3.1. Visi

“Menjaga dan meningkatkan potensi ketahanan bahan pangan dan kemahiran tenaga kerja
Indonesia”.

1.3.2. Misi

 Menjadikan perusahaan sebagai penghasil bahan pangan berbasis ubi kayu bekualitas
 Meningkatkan mutu dan nilai jual ubi kayu
 Menjadikan perusahaan sebagai penghasil ubi kayu terbesar Indonesia bahkan dunia
 Memberikan kualitas dan pelayanan yang terbaik bagi konsumen.

ASAS PEDOMAN

 Menjunjung tinggi nilai-nilai agama, moral dan etika

 Menjaga kualitas, kuantitas dan kontinuitas produk

 Modifikasi produk demi memuaskan pelanggan

 Profesional dan bersahabat

 Tingkatkan loyalitas dengan semangat juang yang tinggi

 Menggali potensi diri

1.4. Tujuan Didirikan Usaha


- Memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya.
- Membudayakan semangat, sikap, perilaku, dan kemampuan Kewirausahaan di kalangan
masyarakat Indonesia sehingga mampu diandalkan dan terdepan dalam berwirausaha.
- Mendorong perluasan budidaya ubi kayu.

1.5. Gambaran Usaha


The 7’Cassava adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang budidaya bahan pangan,
yang lebih tepatnya ubi kayu. Perusahaan ini memiliki keunikan tersendiri karena menggunakan
bahan baku yang berkualitas, tetapi memiliki nilai jual yang terbilang ramah. Selain itu,
perusahaan ini akan mengedepankan kegiatan produksi ekspor ubi kayu ke berbagai Negara yang
memebutuhkan. Selain itu, perusahaan ini bertekad untuk meningkatkan mutu dan kualitas
tenaga kerja Indonesia. Agar tidak kalah saing dengan tenaga kerja dari Negara lain. Karena
mengutamakan keterampilan yang memadai dan mengutamakan kualitas dibandingkan kuantitas.
Produk yang dihasilkan pun juga tidak akan kalah saing dengan produk – produk bahan pangan
impor.

The 7’Cassava tentunya memiliki ciri khas tersendiri, yaitu dengan memiliki moto :

“Everyone will put quantity first, but not with us. Because we are young
Indonesians who will succeed in entering the import market with their own
work”
BAB II
PROFIL USAHA

2.1. Jenis Usaha


Jenis usaha yang akan kami jalani ini adalah usaha yang bergerak dalam bidang
perdagangan atau perniagaan, dimana usaha perdagangan merupakan usaha produksi yang
kegiatannya membeli barang dan menjualnya kembali tanpa mengubah bentuk barang dengan
tujuan untuk memperoleh keuntungan, lebih tepatnya usaha perdagangan yang akan kami jalani
ini bergerak di bidang budidaya bahan pangan, yaitu ubi kayu. Alasan kami memilih usaha
budidaya ubi kayu ini, yaitu karena ubi kayu merupakan salah satu bahan pangan yang banyak
digemari oleh seluruh kalangan, baik kalangan anak-anak, remaja hingga dewasa. Hal inilah
yang mendorong kami untuk memilih jenis usaha budidaya karena usaha ini dapat menjadi suatu
peluang yang besar bagi kami dalam menciptakan ide bisnis serta usaha yang sangat menjanjikan
untuk memberikan keuntungan dan tidak mudah mengalami penurunan karena usaha ini bukan
merupakan usaha musiman.

2.2. Nama perusahaan


Perusahaan ini memiliki nama The 7’ Cassava, yang memiliki nama sesuai dengan dimana
bidang perusahaan ini bergerak dan apa produk yang dihasilkan perusahaan ini. Pengambilan
nama The 7’ Cassava ini juga tentunya diambil sesingkat dan sesederhana mungkin agar
konsumen mudah mengingat nama perusahaan ini. Selain itu, pemberian nama The 7’ Cassava
ditujukan agar mudah untuk dikenal oleh konsumen baik yang konsumen baru maupun
konsumen lama.

2.3. Produk yang dihasilkan


Produk yang dihasilkan dari usaha ini adalah produk makanan setengah jadi. Dimana
pelanggan harus mengolahnya terlebih dahulu sebelum menghidangkannya, seperti dikukus,
digoreng, dan lain – lainnya. Pelanggan juga dapat mengkreasikannya menjadi makanan
pengganti nasi atau bahkan sebagai cemilan ketika santai, menonton TV, membaca Koran,
ataupun sebagai kudapan teman saat sedang mengobrol. Pelanggan juga dapat menambahkan
cocolan ataupun minuman sebagai pelengkap saat sedang menikmati kudapan ubi kayu tersebut.
BAB III
PASAR DAN PEMASARAN

3.1. Gambaran Lingkungan Usaha


Lingkungan usaha budidaya ini diperkirakan berada di Kabupaten Musi Banyuasin,
Palembang, Sumatera Selatan. Karena pada daerah tersebut, masih memiliki banyak tanah lapang
yang kosong serta kondisi tanah disana juga mendukung untuk pertumbuhan ubi kayu yang baik.
Pengembangan budidaya ubi kayu ini direncanakan akan terintegrasi dengan sapi. Karena
integrasi antara ubi kayu dan sapi, akan menciptakan siklus yang baik. Terlihat dengan,
kebutuhan pakan sapi dapat terpenuhi dari daun ubi kayu. Serta limbah kotoran sapi dapat
dimanfaatkan untuk kebutuhan bahan organik yaitu pupuk pada budidaya ini. Jika tanpa
menggunakan sapi, ubi kayu ini juga tetap akan tumbuh dengan baik karena dilengkapi unsur –
unsur hara yang telah disiapkan sebelumnya. Maka dengan memanfaatkan potensi yang ada, kita
dapat lebih menciptakan inovasi yang tentunya kreatif dan menguntungkan.

3.2. Pasar Sasaran


Melihat banyaknya peminat ubi kayu pada zaman sekarang, sehingga dapat kita manfaatkan.
Untuk pasar sasaran budidaya ubi kayu ini adalah pasar – pasar terdekat dengan lokasi budidaya,
toko - toko makanan yang berbahan dasar ubi kayu, pabrik pangan serta pasar ekspor. Dapat kita
lihat bahwa sekarang tingginya permintaan pasar ekspor akan kebutuhan bahan pangan. Disinilah
kita dapat menggunakan kondisi tersebut sebagai sasaran penjualan bahan pangan ini. Dan
tentunya dengan kualitas ubi kayu yang terjamin serta harga yang ekonomis dapat memenuhi
tingkat permintaan para konsumen maupun distributor (pabrik pangan).

3.3. Peluang Pasar

Di pasar Indonesia, produksi ubi kayu rata-rata mencapai 8,24 ton/ha (data tahun 1969-
1978). Tahun 1983-1991 rata-rata mencapai 11,43 ton/ha. Peningkatan produksi ubi kayu kurun
waktu 1988-1992 terjadi karena adanya peningkatan rata-rata hasil per hektar. Walaupun
demikian, rata-rata produktivitas usaha tani ubi kayu ditingkat petani (3 ton/ha) masih lebih
rendah dibandingkan dengan potensi hasilnya (6-10 ton/ha). Luas panen komoditas ubi kayu
yang cenderung terus menurun selama kurun waktu tersebut ternyata tidak berpengaruh terhadap
produksi total. Sementara itu, sekitar 58% dari total luas panen per tahun masih tersebar di Pulau
Jawa. Dari segi ekspor, selama periode 1990-1994 ekspor ubi kayu Indonesia mengalami
peningkatan yang cukup besar. Bila pada tahun 1990, ekspor ubi kayu adalah sebanyak 100 ton,
maka pada tahun 1994 jumlah tersebut sudah menjadi 500 ton. Permintaan ubi kayu pada tahun-
tahun yang akan datang diperkirakan akan terus meningkat. Hal ini merupakan peluang besar
bagi Indonesia untuk usaha agribisnis ubi kayu .

Seperti yang dijelaskan di atas produktivitas dari komoditas ubi kayu di Indonesia masih
sangat renadah, apabila dibandingkan dengan potensi dari ubi kayu sendiri. Rata-rata Nasional,
produktivitas ubi kayu/ha masih pada angka 20-30 ton bahkan bisa saja dibawahnya. Rendahnya
produktivitas dari tanaman ubi kayu masih diperparah dengan semakin menyempitnya lahan
untuk bertanam ubi kayu. Sementara itu, berdasarkan survei, 58 % lahan tanaman ubi kayu
hanya tersebar di Jawa, hal terseut tentu bertolak belakang dengan padatnya pulau jawa dengan
penduduk. Sempitnya lahan tersebut secara umum disebabkan masih rendahnya minat dari
masyarakat untuk bertanam ubi kayu. Rendahnya minat masyarakat secara umum disebabkan
masih minimnya pengetahuan atau informasi tentang tanaman ubi kayu sendiri.

Seperti yang diuraikan di atas peluang pengembangan usaha budi daya ubi kayu sangat
terbuka, hal ini tidak lain karena kebutuhan produk dan beragamnya produk olahan dari bahan
dasar ubi kayu seperti Gaplek, Chips, Pellet, tepung, dengan pangsa pasar untuk dalam negeri
seperti industri makanan & minuman ( kerupuk, Sirup), industri textile, industri bahan
bangunan ( Gips & Keramik ), Industri kertas, industri pakan ternak, sedagkan untuk pangsa
pasar luar negeri dengan tujuan eksport adalah Negara Masyarakat Ekonomi Eropa, Jepang,
Korea, China, Amerika Serikat, Jerman, dengan pemanfaatan untuk bahan baku farmasi, bahan
baku industri lem, bahan baku industri kertas, dan bahan baku industri pakan ternak.

Ubi kayu merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang tumbuh subur di Indonesia.
Pada saat krisis pangan atau langkanya komoditas beras, ubi kayu merupakan alternatif
pengganti beras walau hanya dimanfaatkan oleh masyarakat kelas ekonomi menengah ke bawah.
Sepanjang tahun 2006 sampai 2007 komoditas ubi kayu yang telah diubah menjadi tepung
tapioka harga/ton terus mengalami kenaikan dari harg Rp 100.000 menjad Rp 300.000. Saat ini
hasil olahan ubi kayu menjadi makanan kemasan berupa kripik ubi kayu, telah mampu merebut
pangsa pasar masyarakat ekonomi kelas menengah ke atas, hal tersebut dibuktikan dengan
semakin meningkatnya jumlah perusahaan kripik ubi kayu dalam kemasan. Makanan kripik ubi
kayu dalam kemasan, diharapkan kedepanpannya mampu menggantikan makana kripik kentang
yang bahan bakunya lebih mahal dan sulit didapat.

Melihat semakin diminatinya ubi kayu oleh pihak industri, diperlukan peningkatan
produktivitas dan pembukaan lahan baru. Harga dari komoditas ubi kayu dalam beberapa
waktu belakangan ini terus meningkat. Dalam melihat peluang bisnis di produksi ubi kayu
besar, peluang terbesar yang belum dimaksimalkan ialah produktivitas yang masih sangat
rendah antara 20-30 ton/ha. Padahal produktivitas ubi kayu segar mempunyai potensi
sampai 100 ton/ha. Apabila potensi tersebut bisa di dekati sampai angka 50 ton/ha,
keutungan yang akan diperoleh tentu sangat besar.

Kondisi resesi seperti saat ini memang menurunkan komsumsi komoditas ubi kayu. Selain itu
pemakaian ubi kayu sebagai bahan baku olahan untuk sektor pangan tentu akan terus meningkat,
mengingat sektor pangan adalah kebutuhan primer.

PENAWARAN DAN PERMINTAAN

Tinginya permintaan suatu produk, tentu akan diukuti dengan meningkatnya harga dari
produk tersebut. Demikian juga apabila terjadi penurunan permintaan, akan diikuti dengan
penurunan harga. Hukum ekonomi tersebut, juga berlaku pada permintaan dan penawaran
komoditas ubi kayu dipasaran dunia.

Permintaan ubi kayu dunia, dari tahun ke tahun mengalami kenaikan kenaikan yang cukup
signifikan. Pada tahun 2005, total ekspor ubi kayu dunia sebesar 92, 908 ton, sedangkan pada
tahun 2006 total ekspor meningkat sejumlah 139, 906 ton. Peningkatan ekspor ubi kayu basah,
juga diikuti dengan peningkatan ekspor ubi kayu olahan, dimana pada tahun 2006 sebesar 14 juta
ton dan tahun 2007 menjadi 31 juta ton. Diperkirakan untuk beberapa tahun kedepan, permintaan
ubi kayu akan terus. Tingginya permintaan ubi kayu baik dari dalam maupun luar negeri,tidak
diikuti dengan peningkatan produktivitas ubi kayu nasional. Berdasarkan survei, rata-rata
produktivitas ubi kayu per ha nasional Indonesia hanya 20-30 ton. Hal tersebut diperparah
dengan semakin sempitnya lahan produksi.

Dilihat dari semakin meningkatnya permintaan komoditas ubi kayu, baik dari dalam maupun
luar negeri, prospek usaha di bidang produksi ubi kayu di masa mendatang sungguh sangat
menjanjikan keuntungan. Selain itu secara agroklimat dan ketersedian lahan, proses produksi ubi
kayu di Indonesia juga sangat mendukung. Maka dari itu, tidak menutup kemungkinan bahan
pangan ubi kayu ini dapat memenuhi pasar ekspor. Melihat tingginya minat akan bahan pangan
dikalangan masyarakat khususnya wilayah Asia Tenggara.

3.4. Estimasi Pangsa Pasar

Karena melihat pasar sasaran usaha budidaya ini luas, maka peluang akan keberhasilannya
juga akan lebih besar. Yang biasanya ubi kayu hanya dijajakan sebatas di pasar tradisional
ataupun pasar modern (supermarket), maka kami juga dapat menjajakan produk kami ini melalui
sistem online (media elektronik). Dengan contohnya melalui media sosial (Facebook, Intagram,
Twitter, dan sebagainya) ataupun melalui platform E-Commerce (Shopee, Tokopedia, Lazada,
Blibli.com, Bukalapak dan JD.id) yang ada. Usaha budidaya ini memiliki pangsa pasar
tersendiri, yaitu untuk semua kalangan mulai dari anak-anak, remaja, mahasiswa hingga seluruh
lapisan masyarakat penggemar Ubi Kayu lainnya.

3.6. Potensi Ubi Kayu

Budidaya ubi kayu yang memiliki peluang pasar yang menjanjikan tentu dapat menguasai
setidaknya setengahnya dari pasar. Selain karena belum banyak produksi inovasi ubi kayu yang
harganya cukup ekonomis dapat menarik minat para pembeli. Selain itu, daya beli masyarakat
dalam maupun luar negeri yang cukup tinggi akan bahan pangan menjadikan peluang untuk
usaha ini semakin tinggi untuk menguasai pasar dan mencapai sasaran.Selain itu, perkembangan
pasar ubi kayu diperkirakan akan terus berkembang selayaknya komoditas kelapa sawit. Hal
tersebut dibuktikan dengan semakin meningkatnya jumlah pabrik-pabrik yang menggunakan
bahan baku ubi kayu. Dilihat dari semakin meningkatnya ekspor ubi kayu dari tahun ke tahun
dan belum banyaknya bermunculan pesaing, maka prospek usaha produksi ubi kayu di massa
mendatang akan sangat cerah dengan sekmen pasar yang akan semakin meningkat.
UNIDO (UN Industrial Development Organization) atau Badan PBB di bidang
Pembangunan Industri sudah sejak awal tahun 1980-an menerbitkan beberapa laporan tentang
potensi ubi kayu atau sampeu atau manioc, terutama di negara berkembang seperti di Indonesia
yang memiliki lahan luas dan memungkinkan. Dari data UNIDO sejak tahun 1982, Indonesia
tercatat sebagai negara penghasil manioc terbesar ke-3 (13.300.000 ton) setelah Brasil
(24.554.000 ton), kemudian Thailand (13.500.000 ton), serta disusul oleh negara-negara seperti
Nigeria (11.000.000 ton), India (6.500.000 ton), dan sebagainya, dari total produk dunia sebesar
122.134.000 ton per tahun. Walau dari hasil kebun per hektar (ha), Indonesia masih rendah,
yaitu 9,4 ton, kalau dibandingkan dengan India (17,57 ton), Angola (14,23 ton), Thailand (13,30
ton), Cina (13,06 ton), Brasil (10,95 ton). Tetapi, lahan yang tersedia untuk budidaya ubi kayu
cukup luas, terutama dalam bentuk lahan di dataran rendah serta lahan di dataran tinggi
berdekatan dengan kawasan hutan.
Pada umumnya, di Indonesia masih jarang budidaya ubi kayu berbentuk perkebunan dengan
luas di atas lima hektar, karena umumnya masih merupakan kebun sela atau tumpang sari setelah
penanaman padi huma, kebun hortikultura, ataupun hanya merupakan kebun sambilan, yang
lebih banyak ditujukan untuk panenan daun/pucuknya yang dapat dijual untuk lalap, urab,
ataupun makanan lainnya. Sedang dari ubi kayunya, merasa sudah cukup hanya menjadi
makanan panganan, baik dalam bentuk keripik, goreng ubi kayu, rebus ubi kayu , urab ubi kayu,
ketimus, opak, sampai ke bubuy ubi kayu. Kadang – kadang dapat pula ditingkatkan menjadi
makanan yang lebih "bergengsi" kalau menjadi "misro" (atau amis di jero/di dalam) atau
"comro" (oncom di jero), dan sebagainya.
Ekspor ubi kayu Indonesia dalam bentuk gaplek (keratan ubi kayu yang dikeringkan),
tepung gaplek, ataupun tepung tapioka cukup meyakinkan dan dapat bersaing, seperti gaplek
Indonesia yang sangat terkenal di mancanegara, terutama di Masyarakat Eropa (ME) sehingga
harganya mampu bersaing dengan produk sejenis dari beberapa negara di Afrika, juga dari India
dan Thailand, yaitu rata-rata dengan harga 65-75 dollar AS/ton, kemudian meningkat sampai 130
dollar AS/ ton, padahal produk yang sama dari India, Thailand, dan apalagi dari negara-negara di
Afrika, hanya mencapai 60 dollar AS/ ton dan tidak lebih dari 80 dollar AS/ton. Masalahnya
adalah, bahwa di dalam tepung tapioka hasil Indonesia terdapat residu (sisa) pestisida
yang membahayakan, bahkan di atas ambang batas.
Memang budidaya ubi kayu, pada umumnya di Indonesia, tidak menggunakan pestisida,
terutama insektisida (pembasmi hama). Tetapi, mohon untuk diketahui, bahwa pada umumnya
pabrik tapioka, yaitu pengolah ubi kayu menjadi tepung, umumnya berada di lingkungan
kawasan pertanian padi, serta untuk keperluan pabrik, sejak mencuci ubi sebelum dihancurkan
(diparut), menghasilkan "larutan" tapioka dari parutan sampai ke pengendapan dan memisahkan
larutan menjadi "bubur" tapioka, dari selokan yang keluar dari kotakan sawah. Jadi kalau
dihitung secara teoretis (on paper) penggunaan pestisida, apakah itu organofosfor ataupun
lainnya, rata-rata dua kilogram (kg) per ha sawah, maka sisa yang terdapat di dalam air sawah,
sekitar 150-200 ppm (part per million atau 1 mg per liter). Dengan begitu, wajar saja kalau
sisa/residu tersebut akan terdapat antara 20-35 ppm pada tepung tapioka, sedangkan persyaratan
WHO harus kurang dari 0,05 ppm. Saat produk tapioka Indonesia jatuh dan terpuruk, maka
kalau mau dijadikan komoditas ekspor, khususnya ke Eropa, harus dijual dulu melalui
Singapura, karena di negara tersebut tapioka kita yang sudah tercemar residu pestisida akan
"dicuci" terlebih dahulu hingga memenuhi syarat, kemudian baru diekspor ke beberapa negara di
Eropa dengan nama "Made in Singapore", padahal, kelakar banyak pakar pertanian, di Singapura
tersebut jangankan ada kebun ubi kayu, mencari untuk obat saja sudah susah, dan baru ada di
Malaysia.
Tahun 1980-an, ekspor produk ubi kayu Indonesia, terutama dalam bentuk gaplek dan tepung
tapioka, umumnya ke negara-negara ME. Sedangkan yang membutuhkan produk ubi kayu
Indonesia, banyak negara di luar ME. Akibatnya keluar semacam SK Direktorat Jenderal
Perdagangan Luar Negeri tahun 1990, yang menyatakan bahwa eksportir Indonesia yang mau
mengekspor ke luar ME akan dapat rangsangan 1:2, yaitu dalam bentuk mereka akan dapat jatah
ekspor ke ME sebesar dua kali jumlah ekspornya ke non-ME.
Makin menurunnya jumlah ekspor gaplek, karena penurunan produk ubi kayu Indonesia,
misalnya dari 17,1 juta ton tahun 1989, menjadi 16,3 juta ton tahun 1990. Ini disebabkan pula
karena konsumsi di dalam negeri untuk banyak kegunaan dalam bentuk ubi kayu mencapai 12,65
juta ton, sehingga sisa ubi kayu yang akan digaplekkan hanya sekitar tiga juta ton saja. Dengan
catatan konversi (perubahan) dari ubi kayu segar menjadi gaplek sekitar 30 persen saja. Karena
itu, tidak heran kalau ekspor juga ikut anjlok, yaitu dari sekitar 790.000 ton ke ME dan 657.104
ke luar ME hanya menjadi 122.845 ton (tahun 1989-1990). Ternyata penurunan tersebut terkait
dengan banyak petani ubi kayu yang sudah tidak mau lagi menanam ubi kayu lagi disebabkan
antara lain karena "tanah bekas" ubi kayu menjadi lebih kurus karena selama penanaman tidak
pernah dilakukan pemberian pupuk, misalnya pupuk organik dalam bentuk pupuk hijau (tanaman
polong-polongan), serta faktor lainnya lagi, antara lain, banyak pabrik tapioka daerah yang
kemudian gulung tikar, sehingga produk para petani kemudian banyak yang rusak, misalnya
perubahan warna menjadi kehitam-hitaman ataupun membusuk. Juga ubi kayu untuk bahan
baku tapioka berbeda dengan ubi kayu konsumsi, yaitu kandungan senyawa cyanida lebih
tinggi dan terasa pahit.
Petani, bukan saja disebabkan karena keterbatasan lahan untuk budidaya ubi kayu yang
menyebabkan mereka tidak tertarik, tetapi juga karena pemasaran yang bertahap, sehingga dari
petani bernilai antara Rp 36 - Rp 50/kg segar, dan para pengumpul menerima sekitar Rp 75-Rp
100/kg segar. Dulu ketika di hampir tiap daerah/desa banyak bermunculan pabrik pengolah ubi
kayu menjadi tapioka, hasil jerih payah mereka banyak membantu pendapatan. Bahwa bertani
ubi kayu menguntungkan, banyak dialami petani di beberapa daerah di Jawa Barat, mulai dari
Kabupaten Purwakarta, Subang, Sumedang, Tasik, Ciamis, Garut, sampai sukabumi dan Cianjur.
Mereka menanam ubi kayu bukan sekadar sambilan, tetapi sudah dikhususkan pada lahan
yang sudah ada, dengan luas antara 1-4 ha, umumnya terletak di lereng pegunungan, berbatasan
dengan lahan Kehutanan/Perhutani. Lahan untuk tanaman ubi kayu tidak harus khusus, dan tidak
memerlukan penggarapan seperti halnya untuk tanaman hortikultural lainnya, misalnya sayuran.
Juga selama penanaman, tidak perlu pemupukan dan pemberantasan hama atau penyakit.
Ternyata hasil tiap panen (antara 5-6 bulan setelah penanaman) dari luas 1 ha akan dapat
diraih keuntungan sekitar Rp 2.500.000, yaitu dari hasil penjualan umbinya (4-6 ton) serta pucuk
daunnya. Yang perlu diketahui, bahwa selama budidaya tidak banyak pekerjaan yang harus
dilakukan, misal menyiangi gulma (hama). Tentu saja kalau hal ini dilakukan, hasilnya akan
dapat lebih baik lagi. Padahal bibit ubi kayu yang mereka tanam masih jenis tradisi, yang hanya
memberikan hasil ubi sekitar 4-8 ton/ha.
Sekarang, seperti yang dilakukan oleh para pengusaha ubi kayu di daerah Lampung,
Sulawesi Selatan, serta daerah lainnya, di samping lahan yang digunakan dapat lebih dari 500
ha/kebun, bahkan ada yang mencapai ribuan ha, juga bibit ubi kayu umumnya merupakan bibit
unggul seperti Manggi (berasal dari Brasil) dengan hasil rata-rata 16 ton/ha, Valenca (berasal
dari Brasil) dengan hasil rata-rata 20 ton/ha, Basiorao (berasal dari Brasil) dengan hasil rata-rata
30 ton/ ha, Muara (berasal dari Bogor) dengan hasil rata-rata 30 ton/ ha, Bogor (asal dari Bogor)
dengan hasil rata-rata 40 ton/ha. Bahkan, sekarang ada pula jenis unggul dan genjah (cepat
dipanen), seperti Malang-1, dengan produksi antara 45-59 ton/ha atau rata-rata 37 ton, Malang-2,
dengan produksi rata-rata antara 34 - 35 ton/ha.
Semakin banyak petani berdasi yang saat ini mulai melirik budidaya ubi kayu dengan luas
tanam di atas 50 ha, terutama di Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan, karena permintaan produk
yang terus meningkat dengan tajam, yang dapat bersaing dengan produk sejenis dari negara-
negara di Afrika, juga dari Thailand dan India.

3.6. Rencana Pemasaran

Banyak masalah yang selama ini sering dihadapi para petani ubi kayu dalam memasarkan
produksinya, terutama sekali menyangkut harga, peran dan tingkah para pengumpul, dan
kebijakan yang dilakukan sendiri oleh para Pengusaha Pabrik Pengolahan Ubi Kayu dan
Eksportir.

A. Penetapan Harga
Harga jual ubi kayu ditingkat petani Ubi Kayu/Eksportir, yang mungkin juga dipengaruhi
oleh adanya kebijakan Pemerintah tentang kuota ekspor, serta naik turunnya nilai dollar terhadap
rupiah. Disamping itu bisa dipahami pula bahwa bagi daerah-daerah penghasil ubi kayu untuk
industri, para petani di dalam mengadakan penanaman tidak mampu mengantisipasi daya serap
pihak pabrik pengolahan. Melalui kemitraan antara Petani Ubi Kayu dengan Pengusaha Pabrik
Pengolahan dan Eksportir, para Pengusaha akan bisa menentukan kepastian jumlah produksi
yang mungkin ditampung dan luas tanam ubi kayu yang akan dilaksanakan bersama mitra
petaninya. Keadaan ini akan dapat mencegah terjadinya produksi yang melimpah, dan apabila
harga pasar yang terjadi lebih tinggi dari tingkat harga itu disepakati untuk penentuan harga
dasar bisa dibuatkan kesepakatan yang tidak merugikan petani, dan apabila harga pasar lebih
tinggi dari kesepakatan harga itu akan dipergunakan sama dengan harga pasar setempat.

Untuk sementara ini, produk hasil budidaya ini akan diberikan harga sekitar Rp. 4.000,00 –
Rp. 5.000,00 untuk 1 Kilogram ubi kayu. Sedangkan untuk harga pasti penjualannya sementara
ini adalah Rp. 4.094,00. Harga yang telah ditetapkan di atas belum valid, dikarenakan cuaca saat
produksi tidak dapat dipastikan. Dan juga pengaruh dari harga bahan baku yang sering naik
ataupun turun.

B. Strategi Pemasaran

Jangka Panjang

 Inovasi (pengembangan ) produk yang ada dengan mempertimbangkan kekuatan yang


dimiliki dan besarnya peluang pasar

 Penetrasi pasar untuk memperluas pasar dan lebih mengenalkan produk perusahaan
kepada masyarakat

Jangka Pendek

 Diversifikasi produk yang ada untuk menghindari persaingan dengan perusahaan dengan
komoditas yang sama

 Ekspansi untuk memperluas saluran distribusi dan pemasaran.

 Joint venture dapat dilakukan perusahaan untuk meningkatkan investasi perusahaan

 Difestasi dilakukan untuk mengatasi ancaman dengan meminimalisir kelemahan yang


dimiliki perusahaan.

Selain itu, akan dilakukan promosi pemasaran melalui spanduk, brosur hingga media
elektroknik. Spanduk sendiri akan dipasangkan pada tempat – tempat umum yang sering dilewati
masyarakat guna agar masyarakat dapat melihatnya kapan saja. Dan peluang untuk dikenalnya
usaha oleh masyarakat akan lebih besar. Pemasaran menggunakan brosur akan dilakukan dengan
cara membagikan kepada masyarakat secara langsung, seperti halnya pembagian brosur usaha –
usaha lainnya. Di dalam brosur akan dituliskan kualitas serta kelebihan dari ubi kayu yang
ditawarkan. Selain dari kedua media pemasaran tersebut, pemasaran juga dapat dilakukan
melalui media elektronik. Seperti melalui media sosial, yakni Facebook, Instagram, Twitter dan
sebagainya serta dapat melalui platform – platform E – Commerce yang ada.

C. Estimasi Penjualan

Keterangan Periode 1 Periode 2 Periode 3 Periode 4 Periode 5


Dalam 3.000 Kg 3.200 Kg 3.400 Kg 3.600 Kg 3.800 Kg
Kilogram
Harga/Kg Rp. 4.094,00 Rp. 4.094,00 Rp. 4.094,00 Rp. 4.200,00 Rp. 4.255,00
Total Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.
Pendapatan 12.282.000,00 13.100.800,00 13.919.600,00 15.120.000,00 16.169.000,00

D. Rantai Jalur Pemasaran

Rantai jalur pemasaran komoditas ubi kayu pada lahan milik petani melibatkan banyak pihak.
Dalam rantai pemasaran tersebut pihak petani bertindak price taker atau penerima harga dari para
tengkulak. Kondisi tersebut, sampai saat ini masih bertahan diakibatkan lemahnya posisi tawar
dari petani. Dalam banyak kasus dengan kondisi lahan yang sempit dan rendahnya produksi,
petani akan melepas hasil produksi dengan harga berapapun sesuai penawaran para tengkulak.

Supplier

Pabrik Pangan

Tempat lelang
Meskipun komoditas ubi kayu saat ini banyak dibutukan oleh banyak industri baik dalam
maupun luar negeri. Panjangnya rantai pemasaran membuat semakin kecilnya margin
keuntungan yang diterima produsen ubi kayu dan menjadi hambatan terhadap ekspor ubi kayu.
Hambatan dalam ekspor yang sering menjadi ganjalan sehingga menjadikan mutu dari ubi kayu
yang akan diekspor berkurang.
BAB IV
ASPEK PRODUKSI

4.1. Tentang Ubi Kayu


SEJARAH SINGKAT
Ubi kayu merupakan tanaman pangan berupa perdu dengan nama lain ubi kayu, singkong
atau kasape. Ketela pohon berasal dari benua Amerika, tepatnya dari negara Brazil.
Penyebarannya hampir ke seluruh dunia, antara lain: Afrika, Madagaskar, India, Tiongkok.
Ketela pohon berkembang di negara-negara yang terkenal wilayah pertaniannya dan masuk ke
Indonesia pada tahun 1852.

JENIS TANAMAN

Klarifikasi tanaman ubi kayu sebagai berikut.

Kingdom : Plantae atau tumbuh-tumbuhan


Divisi : Spermatophyta atau tumbuhan berbiji
Sub : Angiospermae atau berbiji tertutup
divisi
Kelas : Dicotyledoneae atau biji berkeping dua
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Manihot
Spesies : Manihot utilissima Pohl.; Manihot esculenta Crantz sin.
Varietas-varietas ubi kayu unggul yang biasa ditanam, antara lain: Valenca, Mangi, Betawi,
Basiorao, Bogor, SPP, Muara, Mentega, Andira 1, Gading, Andira 2, Malang 1, Malang 2, dan
Andira 4

Tabel 6. Deskripsi varietas singkong yang diusahakan

No. Varietas Deskripsi


1. Adira I a) Asal

Merupakan hasil persilangan antara varietas mangi


dan ambon
b) Daun

Berbentuk seperti jari agak lonjong, pucuk daun


berwarna coklat, tangkau daun begian bawah
berwarna merah muda, dan bagian atas berwarna
merah

c) Batang

Tinggi batang 1-2 m, batang muda berwarna hijau


muda dan batang tua berwarna coklet kekuning-
kuningan

d) Umbi

Warna kulit luar coklat dan bagian berwarna kuning,


warna daging umbi kuning, hasil produksi 22 ton/ha,
kadar HCN 27,5 mg/kg, kadar pati 45%

e) Umur panen 7-10 bulan


2. Adira II a) Asal

Merupakan persilangan antara varietas mangi dan


ambon

b) Daun

Berbentuk seperti jari agak lonjong dan gemuk, pucuk


daun berwarna ungu, tangkai daun bagian aas
berwarna merah muda dan bagian bawah berwarna
hijau muda, tlang daun bagian atas berwarna merah
muda dan bagian bawah hijau muda

c) Batang

Tinggi batang 2-3 m, batang muda berwarna hijau


muda dan batang tua berwarna putih kecoklat-
coklatan

d) Umbi

Warna kulit luar putih kecoklat-coklatan dan bagian


dalam berwarna ungu muda, warna daging umbi putih,
hasil produksi 22 ton/ha, kadar HCN 124 mg/kg, dan
kadar pati 41%
3. Malang I a) Asal
Persilangan antara klon CM 1015-19 dan CM 849-5

b) Batang

Tinggi batang lebih dari 2 m, warna batang hijau tua

c) Warna kulit luar coklat muda keputihan dan


bagian dalam putih, warna daging umbi putih
kekuningan, hasil produksi 52,4-59,6 ton/ha, kadar
pati 32-36%, umur panen 9-10 bulan
4. Basiorao a) Asal

Brazil

b) Daun

Berbentuk kerucut lebar dan bersirip 7-9 helai, pucuk


daun berwarna coklat muda, pusat tulang daun
berwarna merah muda dan ujungnya hijau
kekuningan, tulang daun bagian atas berwarna merah
muda dan bagian bawah hijau muda

c) Batang

Batang relatif tinggi, batang yang sudah tua mudah


rebah dan yang tumbuh di dataran tinggi batangnya
bercabang, batang muda berwarna hijau muda dan
batang tua berwarna coklat keabuan, kulit bagian
dalam berwarna hijau tua

d) Umbi

Umbi gemuk dan bertangkai pendek, hasil produksi


30 ton/ha, kadar HCN lebih dari 80 mg/kg, dan kadar
pati 31,2%

MANFAAT TANAMAN

Di Indonesia, ubi kayu menjadi makanan bahan pangan pokok setelah beras dan jagung.
Manfaat daun ubi kayu sebagai bahan sayuran memiliki protein cukup tinggi, atau untuk
keperluan yang lain seperti bahan obat-obatan. Kayunya bisa digunakan sebagai pagar kebun
atau di desa-desa sering digunakan sebagai kayu bakar untuk memasak. Dengan perkembangan
teknologi, ketela pohon dijadikan bahan dasar pada industri makanan dan bahan baku industri
pakan. Selain itu digunakan pula pada industri obat-obatan.
SENTRA PENANAMAN
Di dunia ubi kayu merupakan komoditi perdagangan yang potensial. Negara – Negarasentra
ketela pohon adalah Thailand dan Suriname. Sedangkan sentra utama ubi kayu di Indonesia di
Jawa Tengah dan Jawa Timur.

SYARAT PETUMBUHAN

Iklim
a) Curah hujan yang sesuai untuk tanaman ubi kayu antara 1.500-2.500 mm/tahun.
b) Suhu udara minimal bagi tumbuhnya ubi kayu sekitar 10 derajat C. Bila suhunya di bawah 10
derajat C menyebabkan pertumbuhan tanaman sedikit terhambat, menjadi kerdil karena
pertumbuhan bunga yang kurang sempurna.
c) Kelembaban udara optimal untuk tanaman ubi kayu antara 60-65%.
d) Sinar matahari yang dibutuhkan bagi tanaman ubi kayu sekitar 10 jam/hari terutama untuk
kesuburan daun dan perkembangan umbinya.

Media Tanam
a) Tanah yang paling sesuai untuk ubi kayu adalah tanah yang berstruktur remah, gembur, tidak
terlalu liat dan tidak terlalu poros serta kaya bahan organik. Tanah dengan struktur remah
mempunyai tata udara yang baik, unsur hara lebih mudah tersedia dan mudah diolah. Untuk
pertumbuhan tanaman ubi kayu yang lebih baik, tanah harus subur dan kaya bahan organik
baik unsur makro maupun mikronya.
b) Jenis tanah yang sesuai untuk tanaman ubi kayu adalah jenis aluvial latosol, podsolik merah
kuning, mediteran, grumosol dan andosol.
c) Derajat keasaman (pH) tanah yang sesuai untuk budidaya ubi kayu berkisar antara 4,5-8,0
dengan pH ideal 5,8. Pada umumnya tanah di Indonesia ber-pH rendah (asam), yaitu berkisar
4,0-5,5, sehingga seringkali dikatakan cukup netral bagi suburnya tanaman ubi kayu.

Ketinggian Tempat

Ketinggian tempat yang baik dan ideal untuk tanaman ubi kayu antara 10–700 m dpl,
sedangkan toleransinya antara 10–1.500 m dpl. Jenis ubi kayu tertentu dapat ditanam pada
ketinggian tempat tertentu untuk dapat tumbuh optimal.

STANDAR PRODUKSI

Ruang Lingkup

Standar produksi ini meliputi: klasifikasi, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji,
syarat penandaan, cara pengemasan dan rekomendasi untuk tapioka.

Diskripsi
Standar mutu ketela pohon (tepung tapioka) di Indonesia tercantum dalam Standar Nasional
Indonesia SNI 01-345-1994.

Klasifikasi dan Standar Mutu

Syarat mutu terdiri dari dua bagian :


a) Syarat organoleptik
1. Sehat (sound).
2. Tidak berbau apek atau masam.
3. Murni.
4. Tidak kelihatan ampas dan/atau bahan asing.
b) Syarat Teknis
1. Kadar air maksimum (%): mutu I=15; mutu II=15; mutu III=15.
2. Kadar abu maksimum (%): mutu I=0,60; mutu II=0,60; mutu III=0,60.
3. Serat dan benda asing maksimum (%): mutu I=0,60; mutu II=0,60; mutu III=0,60.
4. Derajat putih minimum (BaSO4=100%) (%): mutu I=94,5; mutu II=92,0; mutu III=92.
5. Kekentalan (Engler): mutu I=3-4; mutu II=2,5-3; mutu III<2,5.
6. Derajat asam maksimum (Ml IN Na): mutu I=3; mutu II=3; mutu III=3.
7. Cemaran logam : ** OH/100 gram

- Timbal (Pb) (mg/kg): mu tu I=1,0; mutu II=1,0; mutu III=1,0.


- Tembaga (Cu) (mg/kg): mutu I=10,0; mutu II=10,0; mutu III=10,0.
- Seng (Zn) (mg/kg): mutu I=40; mutu II=40; mutu III=40.
- Raksa (Hg) (mg/kg): mutu I=0,05; mutu II=0,05; mutu III=0,05.

8. Arsen (AS) ** (mg/kg): mutu I=0,5; mutu II=0,5; mutu III=0,5.


9. Cemara Mikroba:**

- Angka lempeng total maksimum (koloni/gram): mutu I=1,0 x100; mutu I=1,0x100; mutu
III=1,0x100.
- E. Coli maksimum(koloni/gram): mutu I=10; mutu II=10; mutu III=10.
- Kapang maksimum (koloni/gram): mutu I=1,0x104 ; mutu II=1,0x104; mutu III=1,0x104.

Keterangan :
** Dipersyaratkan bila dipergunakan sebagai bahan makanan.

1. Kadar air ialah jumlah kandungan air yang terdapat dalam ketela pohon dinyatakan dalam
persen dari berat bahan.
2. Kadar abu ialah banyaknya abu yang tersisa apabila tapioka dipijar pada suhu 500 derajat C
yang dinyatakan dalam persen berat bahan.
3. Serat, ialah bagian dari tapioka dalam bentuk cellulosa dan dinyatakan dalam persen berat
bahan.
4. Benda asing ialah semua benda lain (pasir, kayu, kerikil, logam-logam kecil) yang tercampur
pada ketela pohon, dinyatakan dalam persen dari berat bahan.
5. Derajat putih, ialah tingkat atau derajat keputihan dari pada ketela pohon yang dibandingkan
dengan derajat putih BaSO4 = 100 % dinyatakan dalam angka.
6. Kekentalan ialah derajat kekentalanm dari pada larutan ketela pohon dinyatakan dengan
derajat Elger.
7. Derajat asam ialah derajat asam pada ketela pohon yang dinyatakan dalam mililiter per gram.

Untuk mendapatkan mutu singkong yang sesuai dengan standar maka harus dilakukan pengujian
mutu singkong yang diantaranya adalah :
a) Kadar air: timbang dengan teliti kira-kira 5 gram contoh, tempatkan dalam cawan
porselen/silika/platina panaskan dalam oven dengan suhu 105 ± 1 derajat C selama 5 jam.
Dinginkan dalam eksikator sampai tercapai suhu kamar, lalu timbang. Panaskan lagi 30 menit
lalu dinginkan dalam eksikator. Ulangi pengerjaan tersebut 3-4 kali sampai diperoleh berat
antara 2 penimbangan berturut-turut lebih kecil dari 0,001 gram.
b) Kadar abu: timbang 5 gram contoh kedalam cawan porselen,/silika/platina yang sudah
ditimbang beratnya. Pijarkan cawan berisi contoh diatas pembakar mecer kira-kira 1 jam,
mula-mula api kecil lalu api dibesarkan sampai terjadi perubahan contoh menjadi arang.
Sempurnakan pemijaran arang didalam tanur pada suhu 580-620 derajat C sampai menjadi
abu. Pindahkan cawan dalam tanur kedalam oven pada pada suhu sekitar 100 derajat C,
selama 1 jam. Dinginkan cawan berisi abu dalam eksikator sampai tercapai suhu kamar antara
15-30 derajat C, lalu timbang. Ulangi pengerjaan pemijaran dan pendinginan, sehingga
diperoleh perbedaan berat antara dua pertimbangan berturut-turut lebih kecil daripada 0,001
gram.
c) Kadar serat dan benda asing: timbang kira-kira 2,5 gram contoh yang telah dikeringkalalu
dituangkan kedalam labu dengan ditambah asam sulfat encer 1,25% yang telah dididih
sebanyak 200 ml, pasangkan segera labu dengan pendingin balik yang dialiri air. Panaskan
abu hingga mendidih selama 30 menit, pada saat mendidih sesekali labu digoyangkan agar
semua contoh terasam dan tidak terjadi gosong pada dinding dalam labu. Tanggalkan labu,
lalu saring dengan kain halus 18 serat/cm yang dipasang pada corong penyaring. Cuci residu
dengan air mendidih sampai filtrat bersifat netral dan 200 ml larutan natrium hidroksida lalu
pindahkan residu di atas kain kedalam labu. Didihkan kembali labu selama 30 menit, lalu
tanggalkan labu dan segera saring dengan kain saring kemudian cuci residu dengan air
mendidih sampai filtrat bersifat netral. Pindahkan residu kedalam cawan Gooch yang telah
dilapisi serat asbes dibantu pompa air, cuci residu dengan air panas dan dibilas dengan 15 ml
etil alkohol 95 %. Keringkan cawan dan isinya pada suhu 104-106 derajat C dalam oven,
kemudian dinginkan hingga tercapai suhu kamar, lalu ditimbang. Ulangi pengeringan dan
penurunan suhu dalam eksikator 2-3 kali masing-masing 30 menit hingga mencapai bobot
tetap. Pijarkan cawan gooch dan isinya pada suhu 580–620 derajat C sampai menjadi abu lalu
tempatkan dalam oven (suhu ± 100 derajat C) selama 30 menit, dinginkan dalam eksikator
sampai suhu kamar, lalu timbang. Ulangi pengeringan dan penurunan suhu dalam eksikator 2-
3 kali, masing masing 30 menit hingga diperoleh bobot tetap (W2).
d) Derajat Putih: tuangkan BaSO4 murni kedalam cuvet dan tentukan reflaktan pada skala 100,
lalu tuangkan contoh kedalam cuvet lainnya.
e) Derajat kekentalan Engler: timbang 10 gram bahan, tuangkan edalam gelas piala (500 ml) lalu
tambahkan 100 ml etanol 70 % yang sudah dinetralkan dengan indikator phenol ptalein, lalu
kocok selama 1 jam pada alat penggosok mekanik natrium hidroksida 0,1 N. Saring dengan
cepat melalui kertas saring kering, pipet 50 ml saring, tuangkan kedalam erlenmeyer 500 ml
dan titar saringan dengan larutan natrium hidroksida 0,1 N dengan indikator phenol ptalein.
f) Cemaran logam: masukan contoh kedalam erlenmeyer 250 ml, 10 ml H2SO4, 0,5 gram
KMn04 dan direfluks hingga mendidih serta warna violet hilang. Tamabah 0,2 gram KMn04
dan pemanas diteruskan hingga KMn04 1,5 gram. Didihkan kembali selama 5 menit,
dinginkan dan tambahkan Hydroxylamine Hydrochoride samapi warna hilang, setelah itu
tambahkan 1 ml Hydroxylamine hydrochoride dan 2 ml asam asetan, pindahkan larutan
kedalam labu pemisah tambahkan 10 ml larutan Dhitizone, kocok selama 2 menit. Pindahkan
lapisan chloroform ke dalam corong pemisah yang mengandung 25 ml NH40H kemudian
kocok, cuci dengan 10 ml H2S04 IN dan buat larutan baku (larutkan 0,9155 grm Pb Ac2
3H20 dalam air, tambahkan 5 ml HNO3 encerkan 500 ml dengan air), dari larutan ini diambil
1 ml diencerkan menjadi 100 ml.

Sedangkan cara uji tembaga dan seng, raksa, arsen, angka lempeng total, bakteri coliform dan
eschericia coli sesuai dengan SNI 01–3451–1994.

4.2. Deskripsi Lokasi Usaha


Produksi ubi kayu Indonesia tersebar di seluruh provinsi dengan wilayah sentra produksi
utama adalah Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Bali, NTT,
dan Papua. Potensi pengembangan komoditas ubi kayu masih dapat ditingkatkan baik dari
sisi ketersediaan lahan maupun produktivitas. Dalam hal ini, ubi kayu dapat dibudidayakan
pada lahan sawah maupun lahan kering atau tegalan, di dataran tinggi maupun rendah dengan
6pengembangan teknologi budidaya, pasca panen, dan pengolahannya (Rahayuningsih, et al.
2000; Rahayuningsih, et al. 1999). Secara umum, topografi areal yang ditanami di
perkebunan ubi kayu sebaiknya merupakan Daerah topografis berombak sampai
bergelombang, dengan kemiringan antara 8 % – 15 % , dan ketinggian antara 300 meter
sampai dengan 500 meter diatas permukaan laut. Curah hujan yang sesuai untuk tanaman ubi
kayu antara 1500-2000 mm/tahun. Kelembaban udara optimal antara 60-65%. Suhu udara
minimal bagi tumbuhnya ubi kayu yaitu 10° C. Jika suhunya dibawah 10° C maka
pertumbuhan tanaman akan terhambat, tanaman menjadi kerdil karena pertumbuhan bunga
yang kurang sempurna. Sinarmatahari sekitar 10 jam/hari terutama untuk kesuburan daun dan
perkembangan umbinya. Jenis lahan yang sesuai yaitu alluvial, latosol, podsolik merah
kuning, mediteran, grumosol dan andosol dengan kedalaman efektif sekitar 60-100 cm.
Topografi tanahnya datar serta mudah diolah, berstruktur remah dan gembur. Hal ini sesuai
dengan kebutuhan tanaman ubi kayu yang memerlukan tanah gembur dan kaya akan humus.
Tujuan pengolahan tanah agar ubi kayu berkembang pesat dan tumbuh leluasa.
4.3. Fasilitas dan peralatan produksi
Dalam kegiatan usaha ini kami menggunakan fasilitas dan beberapa peralatan
produksi, yaitu sebagai berikut :

No. Nama Jumlah Harga Jumlah harga Biaya JUE


satuan (Rp) Penyusutan per (Tahun)
(Rp) bulan (Rp)
1. Sewa 1 100.000 100.000,00 100.000,00 -
traktor
2. Cangkul 5 50.000 250.000,00 5.208,00 4
3. Sabit 4 40.000 160.000,00 3.333,00
4. Ember 10 30.000 300.000,00 25.000,00 4
5. Gayung 10 10.000 100.000,00 8.333,00 1
6. Garpu 5 83.000 415.000,00 11.527,00 1
tanah
7. Parang 5 70.000 350.000,00 11.666,00 3
8. Sewa 1 120.000 120.000,00 120.000,00 2,5
trasportasi
(alat
angkut)
Total Rp. 1.795.000,00

4.4. Kebutuhan bahan baku


Perkiraan analisis budidaya ubi kayu seluas 1 hektar pola monokultur dalam satu
musim tanam (8 bulan), dengan jarak tanam 100 X 100 cm (populasi ± 9.998 tanaman)

No. Bahan Jumlah Harga Jumlah harga Biaya JUE


satuan (Rp) (Rp) Penyusutan per (Tahun)
bulan (Rp)
1. Bibit stek 11.000 50,00 550.000,00 550.000,00
2. Pupuk
Kompos 500 Kg 500,00/Kg 250.000,00 250.000,00
Urea 200 Kg 1.000,00/Kg 200.000,00 200.000,00
TSP 100 Kg 1.800,00/Kg 180.000,00 180.000,00 -
KCl 200 Kg 1.650,00/Kg 330.000,00 330.000,00
3. Pestisida 2 Kg 50.000,00 100.000,00 100.000,00
Total Rp. 1.610.000,00

Pada akhir masa panen terdapat sisa penggunaan bahan baku berupa pupuk kompos sebesar
Rp. 50.000,00
Total biaya bahan baku = Rp. 550.000,00 + (Rp. 250.000,00 – Rp. 50.000,00) +
Rp. 200.000,00 + Rp. 180.000,00 + Rp. 330.000,00 + Rp. 100.000,00

= Rp. 1.560.000,00

4.5. Kebutuhan Tenaga Kerja

No. Tenaga Kerja Jumlah Harga Jumlah harga Biaya JUE


satuan (Rp)/bulan Penyusutan per (Tahun)
(Rp) bulan (Rp)
1. Pengolahan 6 HOK 60.000,00 360.000,00 360.000,00 -
Lahan
2. Penanaman 4 HOK 60.000,00 240.000,00 -
dan 240.000,00
pemeliharaan
3. Pemupukan 3 HOK 60.000,00 180.000,00 180.000,00
4. Penyiangan 5 HOK 60.000,00 300.000,00 300.000,00
dan
pembumbunan
5. Pemanenan 4 HOK 60.000,00 240.000,00 240.000,00
6. Pengemasan 4 HOK 60.000,00 240.000,00 240.000,00
Total Rp. 1.560.000,00

4.6. Proses Produksi

Budidaya Ubi Kayu Persiapan Lahan Pembibitan

Persiapan Tanam
Pengairan Penyulaman
dan Penanaman

Penyiangan Panen
Pemupukan
Penyortiran Pengemasan

Penyimpanan

_Diagram Alir Proses Budidaya Ubi Kayu_

1. Melakukan Persiapan Lahan


Disarankan untuk lahan calon budidaya bekas lahan penyemaian padi sehingga dalam
pengolahan lahan tanam ubi kayu ini dengan menggunakan traktor untuk membersihkan,
meratakan dan mengemburkan lahan atau area tanam dari semak belukar dan gulma (rumput liar)
dengan membalikkan tanah. Selanjutnya melakukan pembuatan bedengan dengan tinggi 40 40-
50cm,lebar 60-100 cm dan jarak antar bedengan satu dengan lainnya 40-60 cm, jumlah bedengan
yang dibuat sebanyak delapan guludan.
Pemupukan dasar menggunakan kompos : SP-36 250 gr : 15 gr tiap lubang tanam
memupuk dasar dengan melakukan pembuatan lubang menggunakan tugal dengan kedalaman 7
cm kemudian memasukkan pupuk dan menutupnya dengan pupuk kompos

2. Melakukan Persiapan Bibit (Pembibitan)


Penyediaan bibit ubi kayu dengan menggunakan perkembangbiakan secara Vegetatif
(pengambilan bagian tanaman indukan/stek). secara vegetatif(stek) dengan cara mengambil dari
tanaman indukan ubi kayu yang telah diketahui mutu produksi,telah berumur 2 bulan lebih,
kemudian memotong bagian batang 20-25 cm dengan ruas yang rapat. Selanjutnya mengikat dan
metakan bahan stek tersebut ditempat teduh atau lembab selama 1-7 hari lamanya.

3. Persiapan Tanam dan penanaman


Membuat lubang tanam menggunakan cangkul dengan kedalaman 5cm lebar 3-5cm.
Penanaman dilakukan ketika pengolahan sudah selesai dan lahan siap ditanam penaman
dilakukan satu minggu setelah pemupukan dasar dengan tujuan pemupukan yang sudah
diberikan sudah terurai.. Menanam bibit stekan ubi kayu dengan cara memasukkan bibit stek
kedalam lubang tanam kemudian ditutup dengan tanah setiap lubang tanam 1bibit tanaman.
Penanaman dilakukan dengan jarak tanam 30 x 50 cm dengan jumlah tanaman tiap bedeng 76
tanaman.

4. Penyulaman ubi kayu


Sebelum penyulaman melakukan pengamatan pada tanaman yang sudah ditanam setiap
hari untuk mengetahui tanaman yang mati. Melakukan penyulaman secepatnya secepatya pada
tanaman yang mati dengan tujuan untuk memnyeragamkan tanaman dan mengganti tanaman
yang mati.

5. Pengairan
Pengairan tanaman ubi kayu dilakukan ketika tanaman berumur 1-2 bulan secara kontinu
mengairi tanah selama 20-30 menit sampai tanaman basah dengan sistem lep. Pengairan pada ubi
kayu dibutuhkan ketika tanaman dalam proses pertumbuhan daun dan batang. Pengairan
dikurangi ketika penumbuhan umbi dengan tujuan meminimalisir busuknya ubi kayu.

6. Penyiangan
Penyiangan dilakukan untuk membersihkan gulma yang ada. Menyiang gulma yang ada
dilakukan pada umur tanaman 2-3 minggu menyiang gulma dengan munggunakan tangan secara
manual , menggunakan sabit, dan menggunakan parang. Penyiangan dikalakukan dengan tujuan
mengendalikan gulma dalam persaingan memperoleh unsur hara dalam tanah.

7. Pemupukan susulan
Memupuk tanaman ubi kayu ketika tanaman berumur 3 minggu setelah tanam dan 5
minggu setelah tanam. Pemupukan pada tanaman berumur 3 minggu setelah tanam
menggunakan pupuk PHONSKA dengan dosis 15 gr tiap tanaman. Pada umur tanaman 5 minggu
setelah tanam menggunakan pupuk PHONSKA : KCl dengan dosis 15 gr : 15 gr. Memupuk
dengan membuat lubang untuk pemupukan menggunakan tugal dengan kedalaman 5 – 7cm
kemudian memasukkan pupuk kedalam lubang dan kemudian menutupnya.

8. Penen Dan Pasca Panen


Panen ubi kayu dilakukan pada saat tanaman memasuki umur 3,5-4 bulan setelah
penanaman. Memanen ubi kayu yang siap panen dan memiliki ciri fisik yang besar dan matang
secara fisologis. Memanan ubi jalar dimulai dari dengan memangkas batang ubi kayu
menggunakan sabit dan pisau kemudian mencangkul secara perlahan sehingga umbi tidak rusak,
jika terdapat bagian ubi kayu yang rusak/cacat. Maka akan mempengaruhi nilai jualnya.
Selanjutnya, mengumpulkan semua ubi kayu kedalam wadah keranjang untuk memudahkan
pengangkutan, penyortiran, penyimpanan, dan pengemasan.

 Pengemasan
Ubi kayu dapat dikemas dengan karung goni baru jenis ATWILL/Blacu yang baik, bersih,
cukup memenuhi syarat eksport, mulutnya dijahit dengan kuat. Isi paling banyak untuk karung
blacu 50 kg bersih, atau karung goni maksimum 100 kg/bersih. Dibagian luar kemasan ditulis
dengan bahan yang tidak mudah luntur dan tentunya jelas terbaca, antara lain:

a) Produksi Indonesia.
b) Nama barang atau jenis barang.
c) Nama perusahaan atau ekspiotir.
d) Berat bersih.
e) Berat kotor.
f) Negara/tempat tujuan.

4.7. Kapasitas Produksi


Perkiraan dari analisis budidaya ubi kayu ini, yang diperkirakan seluas 1 hektar dengan
pola monokultur dalam satu musim tanam atau sekitar 8 bulan, dengan jarak tanam 100 X
100 cm. Pada budidaya yang dilakukan ini diperkirakan dapat mencapai kapasitas produksi
kurang lebih 9.998 tanaman atau sekitar 3.000 Kg.

4.8. Biaya Produksi

- Biaya Bahan Baku (direct material)


No. Bahan Jumlah Harga Jumlah harga Biaya JUE
satuan (Rp) (Rp) Penyusutan per (Tahun)
bulan (Rp)
1. Bibit stek 11.000 50,00 Rp.550.000,00 Rp. 550.000,00
2. Pupuk
Kompos 500 Kg 500,00/Kg Rp.250.000,00 Rp. 250.000,00
Urea 200 Kg 1.000,00/Kg Rp.200.000,00 Rp. 200.000,00
TSP 100 Kg 1.800,00/Kg Rp.180.000,00 Rp. 180.000,00 -
KCl 200 Kg 1.650,00/Kg Rp.330.000,00 Rp. 330.000,00
3. Pestisida 2 Kg 50.000,00 Rp.100.000,00 Rp. 100.000,00
Total Rp. 1.610.000,00

Pada akhir masa panen terdapat sisa penggunaan bahan baku berupa pupuk kompos sebesar
Rp 50.000,00

Total biaya bahan baku = Rp. 550.000,00 + (Rp. 250.000,00 – Rp. 50.000,00) + Rp.
200.000,00 + Rp. 180.000,00 + Rp. 330.000,00 + Rp. 100.000,00

= Rp. 1.560.000,00

- Biaya Tenaga Kerja Langsung (direct labour cost)

No. Tenaga Kerja Jumlah Harga Jumlah harga Biaya JUE


satuan (Rp)/bulan Penyusutan per (Tahun)
(Rp) bulan (Rp)
1. Pengolahan 6 HOK 60.000,00 Rp. 360.000,00 Rp. 360.000,00 -
Lahan
2. Penanaman 4 HOK 60.000,00 Rp. 240.000,00 -
dan Rp. 240.000,00
pemeliharaan
3. Pemupukan 3 HOK 60.000,00 Rp. 180.000,00 Rp. 180.000,00
4. Penyiangan 5 HOK 60.000,00 300.000,00 Rp. 300.000,00
dan
pembumbunan
5. Pemanenan 4 HOK 60.000,00 Rp. 240.000,00 Rp. 240.000,00
6. Pengemasan 4 HOK 60.000,00 Rp. 240.000,00 Rp. 240.000,00
Total Rp. 1.560.000,00

- Biaya Overhead Pabrik (factory overhead cost)

No. Biaya Overhead Pabrik Jumlah harga (Rp)/bulan


1. Biaya Listrik (PLN) Rp. 367.000,00
2. Biaya Air (PDAM) Rp. 500.000,00
3. Biaya Bahan Bakar Rp. 110.000,00
Minyak Traktor
4. Biaya Pajak Rp. 250.000,00
5. Biaya Asuransi Rp. 205.000,00
6. Biaya Keamanan Rp. 120.000,00
7. Biaya Angkut Rp 400.000,00/panen =
Rp 400.000,00/8 bulan = Rp 50.000,00/bulan
8. Biaya Administrasi Rp. 100.000,00
9. Biaya Tenaga Kerja Rp. 240.000,00
Tidak Langsung
10. Biaya Bahan Pembantu Rp. 200.000,00
11. Biaya Perawatan Rp. 200.000,00
12. Sewa lahan Rp. 500.000,00
(lahan Kering)
Total Rp. 2.842.000,00

Biaya Produksi = Biaya bahan baku + Biaya tenaga kerja langsung + Biaya overhead
pabrik

= Rp. 1.560.000,00 + Rp. 1.560.000,00 + Rp. 2.842.000,00

= Rp. 5.962.000,00
BAB V
ASPEK KEUANGAN

5.1. Biaya Pemasaran

Spanduk : Rp 30.000,00/m x 5 (3 x 2) : Rp. 1.500.000,00


Brosur : Rp 500,00/lembar : Rp. 5.000,00
Internet (Kuota Data ) : Rp 209.000,00 : Rp. 209.000,00

Total : Rp. 1.714.000

5.2. Biaya Administrasi dan Umum


Biaya Administrasi : Rp. 100.000,00/bulan
Biaya Gaji
(Tenaga Kerja Langsung + Tenaga Kerja Tidak Langsung) : Rp. 1.800.000,00/bulan
Biaya Pajak : Rp. 250.000,00/bulan
Biaya Bahan Bakar : Rp. 110.000,00 /bulan
Biaya Keamanan : Rp. 120.000,00/bulan
Biaya Listrik : Rp. 367.000,00/bulan
Biaya Air (PDAM) : Rp. 500.000,00/bulan
Biaya Asuransi : Rp. 205.000,00/bulan
Biaya Perawatan : Rp. 200.000,00/bulan
Biaya Penyusutan Peralatan : Rp. 285.067,00/bulan
Total : Rp. 3.937.067,00/bulan

5.3. Sumber Pembiayaan

Pada usaha budidaya ubi kayu ini, The 7’ Cassava menggunakan sumber pembiayaan
dari dana pribadi perusahaan/grup.

5.4. Penggunaan Dana


Dana yang telah dikumpulkan dipergunakan untuk:
1. Biaya sewa lokasi (lahan) perusahaan
2. Pembelian bahan – bahan
3. Pembelian dan biaya sewa peralatan – peralatan
4. Gaji tenaga kerja
5. Biaya air (PDAM)
6. Biaya listrik (PLN)
7. Pembayaran pajak
8. Biaya transportasi/angkut
9. Biaya bahan bakar
10. Biaya keamanan
11. Biaya asuransi
12. Biaya perawatan

5.5. Perhitungan Harga Pokok Produksi

Biaya Bahan Baku Rp. 1.560.000,00


Biaya Tenaga Produksi Rp. 1.560.000,00
Biaya Overhead Pabrik Rp. 2.842.000,00
Harga Pokok Produksi Rp. 5.962.000,00
Biaya Pemasaran Rp. 1.714.000,00
Total HPP Rp. 7.676.000,00

5.6. Perhitungan Harga Jual Produk

Setelah panen, diperkirakan dari usaha budidaya ini dapat mengasilkan Ubi Kayu
sebanyak ± 3,0 ton atau 30 kuintal.

HPP = Rp. 7.676.000,00


Jumlah Produksi = 30 Kuintal
HPP/Unit = HPP/Kuintal = Rp. 255.866,7 (dibulatkan)
Laba = 60%
HJP/Unit = HJP/Kuintal = [Rp. 255.866,7 + (60% x Rp.
255.866,7)]
= Rp. 409.386,72

Jadi pendapatan dari 1 kali panen pada perusahaan ini sebesar :

Laba Kotor = Penjualan – Harga Pokok Penjualan


= Rp.12.281.601,6 – Rp. 7.676.000,00
= Rp. 4.605.601,6
Tabel Perhitungan HJP
Total HPP Rp. 7.676.000,00
Jumlah Produksi 30 Unit
HPP/Unit (HPP/Kuintal) Rp. 255.866,7
Laba (% Margin) 60%
Harga Jual/Unit Rp. 409.386,72

Jadi HJP/Unit untuk produk yang dihasilkan usaha ini adalah sebesar Rp. 409.386,72.
Yang artinya untuk 1 Kg Ubi Kayu dapat dijual dengan harga Rp. 4.093,8672, jika dibulatkan
maka 1 Kg Ubi Kayu dapat dijual dengan harga Rp. 4.094,00

5.7. Proyeksi Laba Rugi

The 7’ Cassava
Laporan Proyeksi Laba Rugi

Penjualan Rp. 12.281.601,6

Harga Pokok Penjualan Rp. 7.676.000,00

____________________

Laba Kotor Rp.4.605.601,6

Beban Operasional
Biaya Iklan Rp 1.759.000,00
Biaya Depresiasi
(Biaya Penyusutan Peralatan) Rp. 285.067,00 x 8 bulan (1 Periode)
= Rp. 2.280.536,00
__________________________________
Total Beban Operasional Rp. 4.039.536,00
__________________________________

Laba Operasi Rp. 566.065,6

Pendapatan/ (Beban) Lain-lain


Pendapatan Pelatihan Rp. 600.000,00
Biaya Transportasi Rp. 100.000,00
__________________________________

Total Pendapatan/ (Beban) Lain-lain Rp. 500.000,00


__________________________________

Laba Bersih Rp. 1.066.065,6


BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Budidaya ubi kayu masih sangat menjanjikan untuk dijalankan, kebutuhan pasar akan ubi
kayu ini juga masih cukup banyak, karena ubi kayu merupakan tanaman yang cukup mudah
untuk tumbuh dan dibudidayakan serta perawatan yang tidak terlalu rumit membuat budidaya
ubi kayu ini pantas untuk dijalankan. Biaya yang digunakan untuk produksi atau budidaya ubi
kayu ini tidak terlalu besar dan untuk pangsa pasar masih cukup banyak.
B. Saran
Untuk tanaman ubi kayu ini sebaiknya dirawat lebih intensif lagi agar hasil yang diperoleh
banyak dan memuaskan. Karena pada saat musim hujan tanaman ini cukup rentan terserang
penyakit, karena bagian umbi ubi kayu yang berada di dalam tanah pada saat musim hujan tanah
lebih lembab.
DAFTAR PUSTAKA

http://nuninan.blogspot.co.id/2017/01/proposal-tanaman-budidaya-ubi-jalar.html
https://pertaniantangguh.wordpress.com/2013/02/13/perencanaan-agribisnis-ubi-jalar/
Dwijoseputro,D.1980 ,Pengantar Fisiologi Tumbuhan.Gramedia.Jakarta
Lingga, P. dkk.1985. Bertanam Ubi-ubian.PenerbitPT. Penebar Swadaya. Anggota IKAPI.
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai