Anda di halaman 1dari 18

‫ره‬ ‫را م ل‬ ‫ا س‬ ‫ھو ا ذي ر‬ ‫ار‬

“Rabbani adalah orang yang mendidik manusia dengan ilmu yang dasar dan ringkas sebelum ilmu yang
tinggi dan panjang lebar pembahasannya”

$ % # ‫!ك م درك‬ ‫ وإن أ ط‬، ! ‫ّك أ ط ك‬ ‫ا م إن أ ط‬

“Ciri khas ilmu syar’i itu, seandainya Anda telah memberikan pengorbanan semua yang Anda miliki,
maka Ilmu tersebut hanyalah akan memberikan kepadamu sebagiannya saja”

Meraih Ilmu Syar’i terwujud dengan dua perkara:

Pembagian Waktu Yang Tepat: Waktu “Emas” untuk mempelajari fiqh dan ushul fiqh dan yang
semisalnya. Waktu “Perak” untuk mempelajari tafsir, hadits, dan musthalahnya. Waktu “Perunggu”
untuk mempelajari Adab, Biografi Ulama, dan yang semisalnya.

Hidup Bersama dengan Ilmu dan Amal, dimanapun Anda Berada.

Jadikanlah hatimu senantiasa tertuju kepada ilmu dan amal serta jadilah sosok insan yang haus ilmu dan
pengamalannya, kapanpun dan dimanapun Anda berada. Pagi, Siang, dan Malam bersama dengan Ilmu
dan Amal. Bangun tidur sibuk dengan membuka lembaran-lembaran kitab ‘Ulama dan hendak tidurpun
menyanding lembaran-lembaran kitab ‘Ulama.

Tiga cara menuntut ilmu syari’at:

Talaqqi, mengambil ilmu langsung dari para ‘Ulama dan murid-murid mereka, para ustadz
rahimahumullah. Duduk di hadapan mereka dan menghadiri majelis mereka.

Membaca kitab ‘Ulama, artikel murid-murid ‘Ulama, yaitu para Ustadz , mendengarkan ceramah mereka
dan yang semisalnya, dengan berbagai macam sarana yang ada di zaman ini.

Meminta fatwa kepada para ‘Ulama atau bertanya kepada murid-murid ‘Ulama yaitu para Ustadz.

============================================

Syaikh Shalih Al Fauzan dalam mukadimah Al Mulakhkhash Al Fiqhi berkata, “Ketahuilah olehmu wahai
pembaca yang mulia, bahwa ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang bersumber dari Al Qur’an dan As
Sunnah dengan dipahami dan ditadabburi, sambil meminta bantuan penjelasan kepada para guru yang
tulus dan ikhlas, membaca kitab-kitab tafsir, syarah-syarah hadits, kitab-kitab fiqh, kitab-kitab nahwu
dan bahasa Arab dimana Al Qur’nul Karim turun dengannya. Ini semua merupakan cara memahami Al
Qur’an dan As Sunnah. Oleh karena itu, wajib bagimu wahai saudaraku kaum muslim, -agar amalmu
menjadi sah- mempelajari ilmu yang membuat keadaan agamamu menjadi baik, seperti shalat, puasa,
haji, hukum-hukum seputar zakat harta, dan hukum-hukum mu’amalah yang engkau butuhkan agar
engkau melakukan apa yang Allah halalkan bagimu dan menjauhi apa yang Dia haramkan atasmu
sehingga usahamu menjadi halal dan doamu pun menjadi mustajab. Semua itu adalah perkara yang
sangat engkau butuhkan, dan semua itu mudah dengan izin Allah selama maksud dan niatmu benar.
Berusahalah membaca buku-buku yang bermanfaat, berkomunikasilah dengan para ulama untuk
bertanya hal yang masih musykil bagimu, dan ambillah hukum-hukum agamamu dari mereka. Demikian
pula hendaknya engkau hadir dalam forum dan kajian agama yang diadakan di masjid atau tempat
lainnya, dan ikut menyimak program-program keagamaan yang disiarkan di radio. Demikian pula
hendaknya engkau membaca majalah dan buletin yang berbicara tentang masalah agama. Jika engkau
telah berusaha dan mengikuti sarana-sarana kebaikan itu, maka pengetahuanmu menjadi sempurna, dan
pandanganmu menjadi terang. Dan jangan lupa wahai saudaraku, bahwa ilmu akan berkembang dan
bertambah dengan beramal. Jika engkau mengamalkan ilmu yang telah engkau ketahui, maka Allah akan
menambahkan ilmumu sebagaimana dalam kata-kata hikmah terdahulu,

‫ َ ْم َ ْ َ ْم‬#َ ‫ ُ ِ ْ َم‬- ُ ,َ ‫ َ ِ َم ; أَ ْو َر‬#َ ِ َ ‫ل‬#ِ َ ْ‫َن‬#

“Barang siapa yang mengamalkan ilmu yang diketahuinya, maka Allah akan mengaruniakan kepadanya
ilmu yang tidak diketahuinya.”

Hal ini juga ditunjukkan oleh firman Allah Ta’ala


/ ‫ ُ َو‬-
َ 0‫ُ ِ ُ ل‬-
‫ ْ ءٍ َ ِ ٌم‬% / ‫ ُ ُم‬#ُ 0 َ ُ ‫ َو‬-
َ / ‫وا‬.ُ / ‫َوا‬

“Bertakwalah kepada Allah. Allah akan mengajarimu, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS.
Al Baqarah: 282)

Ilmu adalah sesuatu yang berhak engkau luangkan waktu untuknya, dan dikejar oleh orang-orang yang
berakal, karena dengan ilmu hati akan hidup dan amal menjadi baik.” (Al Mulakhkhash Al Fiqhi 1/11)

===========================

“Saya akhiri dengan beberapa catatan berikut:

Pertama, buku-buku yang saya sebutkan di atas adalah sesuai pengamatanku dan pengetahuanku,
hanyasaja sebagiannya saya ikuti pendapat Ahli Ilmu tentang hal tersebut.

Kedua, menyatakan “Kitab terbaik” di sini sama halnya dengan pernyataan Ahli Hadits, “Hadits paling
shahih dalam masalah ini adalah…dst.” Bukan berarti semua isinya benar, karena Allah tidak
menghendaki kesempurnaan selain dalam kitab-Nya, dan orang yang adil adalah orang yang
mengutamakan mereka yang lebih unggul kebaikannya daripada kekurangannya.

Ketiga, para penyusun kitab-kitab di atas, jika terdapat kritik terhadapnya, maka hendaknya kita
mengetahui bahwa penyusun tersebut termasuk Ahli Ilmu; kita ambil yang benar daripadanya dan kita
tinggalkan yang kelirunya, dan kita menganggap bahwa ia akan memperoleh dua pahala ketika benar dan
satu pahala ketika keliru.

Keempat, sebagian kitab-kitab yang disebutkan cocok bagi pemula dan yang sudah level tinggi, namun
sebagiannya tidak cocok kecuali untuk mereka yang telah mencapai level tinggi dalam hal ilmu. Seorang
penuntut ilmu saat membaca kitab, lalu tidak memahami sebagiannya, hendaknya ia mendatangi
seorang guru yang akan menerangkannya. Jika tidak menemukan seorang guru yang mampu
menerangkannya, maka ia cari kitab lain dalam masalah yang sama yang lebih mudah dipahaminya.

Kelima, kitab-kitab di atas atau kitab-kitab lainnya, jika engkau menemukan seorang guru dari kalangan
Ahlussunnah yang mampu mengajarkannya kepadamu, maka tidak ada masalah, karena pada dasarnya
adalah belajar kepada Syaikh bukan kepada kitab.

Terakhir, kitab terbaik setelah Kitabullah dan kitab-kitab Sunnah Nabi shallallahu alaihi wa salam yang
shahih adalah kitab yang isinya didasari atas keduanya (Kitabullah dan sunnah Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam), sehingga tidak menyalahi syariat dan tidak membela bid’ah, mengikuti dalil yang
diakui, serta tidak keluar dari manhaj kaum salaf terdahulu.

Buku-buku apa saja yang termasuk ilmu alat, maka cukup mengetahui pokok-pokoknya, tidak perlu
secara panjang lebar, seperti halnya ilmu bahasa, ilmu Ushul, ilmu Balaghah, Nahwu, Musthalah, dan
ilmu-ilmu alat lainnya.
Ilmu yang paling inti adalah mendalami tafsir Al Qur’anul Azhim dan mendalami kandungan hadits Nabi
shallallahu alaihi wa sallam yang mulia, serta mengamalkannya agar memperoleh kebahagiaan di dunia
dan akhirat.” (Dari situs Syaikh Muhammad bin Umar Bazmul).

=====================================================================

Dari sini kita bisa ambil kesimpulan bahwa ilmu agama begitu luas. Taruhlah kita enggak usah hitung ilmu-
ilmu alat. Cukup ambil tauhid, aqidah, dan fiqh, yang berhubungan ibadah sehari-hari dan yang antum
perlukan untuk mendakwahi keluarga dan orang-orang terdekat. Sudahkah antum mencicipi kitab tersebut
dengan mempelajarinya? Bahkan mungkin di antara antum ada yang baru pertama kalinya mendengar judul
kitab-kitab tersebut?

Sekarang kita masuk ke inti tulisan ini….

Kalau sudah tahu betapa banyaknya perkara yang perlu kita pelajari, masihkah kita habiskan waktu untuk
mengurusi perkara-perkara yang tidak bermanfaat? Atau bahkan yang lebih parah dari itu, kita sibukkan
diri kita dengan berbagai fitnah yang sebenarnya bukan porsi kita untuk mengurusinya?

Mungkin di antara kita sudah lama mengenal dakwah. Ada yang sudah lima tahun, sepuluh, bahkan belasan
tahun sudah mengenal dakwah salafiyah. Dari jangka waktu yang panjang tersebut, sudah seberapa banyak
ilmu Diin yang sudah kita pelajari dan kita amalkan?

Wallahi demi Allah, saya banyak melihat ikhwah -semoga Allah menunjuki kita dan mereka semua-
bertahun-tahun mengaji tapi sama sekali tidak nampak perubahan dari sisi ilmu dan amal. Tapi anehnya
ketika diajak bicara tentang fitnah, si fulan hizbi, ustadz fulan sudah menyimpang, dan tema-tema yang
semisalnya masya ALLAH.. Sepertinya ilmunya sudah begitu luas. Yang seperti ini tidaklah sepantasnya.

Bukan berarti kita meninggalkan dari memperingatkan dari dai-dai penyesat umat. Tapi semua ada
porsinya. Pikirkan diri antum, keluarga antum, orang tua antum, karib kerabat antum. Bukankah mereka
butuh dakwah? Dan bukankah dakwah butuh kepada ilmu? Kalau antum sibukkan diri dengan fitnah, kapan
antum sibuk dengan ilmu? Kapan antum mau berdakwah? Apakah antum lantas ingin berdakwah tanpa
ilmu?

Sebagian ikhwan mengatakan “Kalau kita enggak ikut-ikutan bicara fitnah, takutnya kita dibilang hizbi,
dibilang memble, mumayyi’ dan seterusnya…” Ya akhi fillah, kenapa harus takut? TAKUT itu hanya kepada
ALLAH. Bukan kepada manusia. Kalau memang bukan maqam antum untuk bicara, kenapa harus takut
untuk tidak bicara?
Mungkin ini sedikit nasihat dari ana, saudaramu fillah. Tidaklah nasihat ini disampaikan melainkan karena
kecintaan kepada antum dan juga berbagi dari pengalaman, belajar dari kesalahan yang sudah terjadi, agar
tidak kembali terulang pada diri antum.

Waktu terus berjalan. Kita tidak tahu kapan Allah akan cabut nyawa kita. Akankah antum masih sibukkan
diri dengan fitnah di tengah kejahilan yang melanda?

===========================================

Setiap kita sebagai seorang muslim dituntut untuk senantiasa mempelajari agama ini sebab Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda :

$%& "#‫و ا‬ ‫ رواه أ‬. ٍ ِ ْ ُ ‫ُ ﱢ‬ َ َ ٌ َ ْ ِ َ ِْ ِ ْ‫طَ ُ ا‬


َ

“Menuntut ilmu adalah suatu kewa-jiban bagi setiap muslim” (HHR. Ahmad dan Ibnu Majah)

Kata-kata ( ‫“ )ا‬Ilmu” yang terdapat didalam Al Qur’an maupun As Sunnah bukanlah yang dimaksud ilmu-
ilmu yang bersifat keduniaan, akan tetapi yang dimaksud adalah ilmu agama, sebagaimana yang di-katakan
oleh Imam Ibnu Hajar Al Asqalani :

ِ ْ *‫ـــِ& ْ ِ ْ ِ اَ ْ ِ ْ ُ ا ﱠ‬# ‫َو اَ ْ ُ َ ا ُد‬


“Dan yang dimaksud dengan ilmu adalah ilmu syar’i” (Lihat Fathul Baari I:170)

Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhu pernah mengatakan bahwa kebenaran tanpa di barengi oleh sistem
dan strategi yang rapih akan dikalahkan oleh kebatilan yang dilakukan dengan menggunakan strategi yang
sistematis. Demikian pula dalam proses belajar, ia memer-lukan strategi dan metode yang baik, karena
sebesar apapun tenaga yang kita curahkan dan berapapun materi yang telah kita belanjakan, jika tidak
dibarengi dengan metode yang bagus maka tujuan yang diharapkan sulit untuk tercapai.

Dan diantara strategi dalam belajar tersebut adalah :

1. Niat Yang Ikhlas Hanya Kepada Allah Azza Wajalla.

Allah Azza Wajalla berfirman :

ِ ِ ‫ ْـ‬1 ُ َ‫ُ ُ وْ ا ﷲ‬- ْ َ.ِ ‫ﱠ‬+ِ‫َو َ & أُ ِ ُوْ ا إ‬


5 : 4.- ‫َ& َء… … ا‬3َ‫ــ‬4ُ َ"ْ ‫ُ ا ﱢ‬$َ َ"ْ.0

“Tidaklah mereka diperintahkan kecuali untuk menyembah Allah dengan ikhlas kepada-Nya dalam
(menjalankan) agama dengan lurus …” (QS. Al Bayyinah : 5)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda :

ِ &َ.‫ــﱢ‬4 &ِ‫ــــ‬# ‫َ ْ َ & ُل‬7‫ـــ ﱠ ــَ& ْا‬5ِ‫إ‬


‫&رى و‬1- ‫ـــ َ َ;ى … رواه ا‬5 & َ ‫ ﱢ ا ْ ِ ٍء‬9ُ ِ & َ ‫ـــ ﱠ‬5ِ‫ت َوإ‬

“Sesungguhnya amalan-amalan itu dengan niat dan sesungguhnya sese-orang diberikan ganjaran sesuai
de-ngan yang diniatkannya ….” (HR. Bukhari dan Muslim)

Oleh sebab itu tidaklah pantas bagi seorang penuntut ilmu syar’i dari ilmu yang dia miliki mengharapkan
kedu-dukan, martabat dimasyarakat atau untuk mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya, Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda :

‫; داود‬#‫وأ‬ ‫ وأ‬$%& "#‫ رواه ا‬. ِ َ &َ.ِEْ ‫ـ ﱠ ِ َ;ْ َم ا‬4Bَ ْ ‫ ْ َ ْ فَ ا‬Bِ َ‫َ& َ ْ ـ‬.ْ‫ــ‬5‫ َ َ ْ @ً& ِ "َ ا ﱡ‬.ْ 0ُ
ِ .ِ ‫ﱠ‬+ِ‫ُ إ‬$ ُ ‫َ ـــَـ?َ َ ﱠ‬+ ِ‫َ ﷲ‬$ ْ%‫ َو‬$ِ ِ‫ـــ‬# >َ َ ‫ـْ?ـ‬-ُ & ‫َ ْ" <ــ َ َ ﱠ َ ِ ْ ً & ِ ﱠ‬

“Barang siapa yang menuntut ilmu, yang mana hal tersebut dituntut hanya untuk mengharapkan wajah
Allah, namun ia tidak melakukannya kecuali untuk tujuan keduniaan belaka, maka dihari kiamat kelak ia
tidak dapat mencium wangi syurga” (HSR. Ibnu Majah, Ahmad dan Abu Daud)

Berkata Imam Al Khatib Al Bagdadi: “Wajib bagi setiap penuntut ilmu untuk mengikhlaskan niatnya dalam
menuntut ilmu, dan menjadikan tu-juannya tersebut hanya mengharap-kan wajah Allah”

2. Mengikuti Sunnah Dan Menga-malkannya.

Allah Azza Wajalla berfirman :

7: *J ‫ ا‬. ‫ُ;ْ ا‬Iَ‫ـــْ?ـ‬5&َ ُ$4ْ ‫َ& ُ ْ َـ‬Iَ‫ـــ‬5 & ُ ‫وْ هُ َو‬Hُ 1ُ َ ‫ُ;ْ ُل‬G ‫َو َ & آ<ـــَ& ُ ُ ا ﱠ‬

“Apa yang diberikan oleh rasul, teri-malah, dan apa yang dilarang bagi-mu maka tinggalkanlah” (QS. Al
Hasar : 7)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda :

َ َ‫ َ & ِ?ـ‬Iِ ِ ‫ـــ‬# ْ ُ?9ْ َ َ َ‫ ْ أَ ْ َ ـْـ ِ" َ ْ" <ـَ ِ ﱡ;ْ ا َ & <ـ‬9ُ ْ‫ــ‬.ِ K
M & ‫ رواه‬. $ِ ‫ﱢ‬.-ِ َ ‫ـ‬5 َ ‫ﱠ‬4Gُ ‫&ب ﷲِ َو‬ ُ ْ َ َ ‫<ــ‬

“Saya telah meninggalkan kepada kalian dua perkara, kalian tidak akan tersesat selama kalian memega-ng
teguh kedua perkara tersebut (ya-itu) Kitabullah (Al Qur’an) dan Sunnah Nabi-Nya” (HHR. Malik)

3. Bertahap Dalam Menuntut Ilmu.


Kebanyakan dari para ulama salaf memulai pelajaran mereka dengan belajar adab, dan sementara mereka
mempelajari adab mereka menghapal Al Qur’an kemudian baru dilanjutkan dengan mempelajari bidang-
bidang ilmu lainnya.

Berkata Abdullah bin Mubarak : “Saya mempelajari adab selama 30 tahun dan saya mempelajari ilmu
(agama) selama 20 tahun, dan ada-lah mereka (para ulama salaf) memu-lai pelajaran mereka dengan
mempe-lajari adab terlebih dahulu kemudian baru ilmu”.

Dan kebanyakan dari para ulama salaf telah mengajarkan anak-anak mereka adab sejak kecil dan juga me-
ngajarkan mereka untuk menghapal Al Qur’an, tulis menulis dan ber akhlaq yang mulia, dan apabila mere-
ka telah di anggap telah beradab, baru mereka di ikutkan dalam maje-lis-majelis ilmu, berkata Sufyan bin
Said Ats Tsaury : “Tidaklah mereka (para ulama salaf) mengirim anak-anak mereka untuk menuntut ilmu
(agama) kecuali mereka telah beradab dan beribadah selama 20 tahun”.

4. Bersemangat Dalam Menuntut Ilmu

Telah banyak riwayat yang menceri-takan bagaimana semangatnya para salafus shaleh dalam menuntut
ilmu dan bagaimana mereka menjaga semangat tersebut agar tidak luntur, bahkan terkadang mereka
berlari-lari untuk menghadiri majelis-majelis ilmu tersebut seperti yang dikatakan oleh Syu’bah bin Hajjaj :
“Tidaklah saya melihat seorangpun yang berlari kecuali saya katakan bahwa ia (ada-lah salah satu dari 2
orang, kalau bukan) orang gila atau penuntut ilmu”.

Akan tetapi hal yang terpenting yang harus diperhatikan oleh setiap penuntut ilmu adalah hendaknya ia
mengambil ilmu tersebut dari orang yang mengetahui betul tentang ilmu tersebut, jangan mengambil ilmu
dari ahlul bid’ah, ahlul hawa atau dari orang yang lemah hafalannya. Berkata Imam Muhammad bin Siriin :
“Sesungguhnya ilmu ini adalah agama, maka perhatikanlah dari siapa engkau mengabil agamamu ter-
sebut”, diriwayat lainnya beliau katakan : “Dulunya mereka (para ulama salaf) tidak bertanya tentang isnad
(orang yang meriwayatkan hadits) namun setelah tejadi fitnah, maka mereka mulai bertanya : “Dari siapa
kamu mendengarkan hadits tersebut ?” maka dilihat, apabila ia termasuk ahlus sunnah maka diambil
haditsnya dan dilihat apabila terma-suk ahlul bid’ah maka haditsnya tidak diambil” (R. Muslim).

Hal-hal Pengokoh Ilmu :

1. Pemahaman yang baik

Berkata Al Khatib Al Bagdadi : “Ilmu adalah pemahaman dan penge-tahuan dan bukanlah banyaknya dan
luasnya pengetahuannya tentang riwayat”

Berkata Ibnu Abdil Barr :”Dan yang menjadi kesepakatan fuqahaa’ (ahli-ahli fiqh) dan para ulama adalah
membenci memperbanyak riwayat tanpa adanya pemahaman dan keteli-tian”

2. Menghapal Dan Mengamalkannya

Berkata Imam Ahlus Sunnah Ahmad bin Hanbal: ”Tidaklah sampai satu hadits pun kepadaku kecuali saya
telah beramal dengannya, dan tidak-lah saya beramal dengannya kecuali saya telah menghapalnya”

Berkata Waki’ bin Jarrah : ”Apabila kalian ingin menghapal hadits, beramallah dengannya”

3. Mengulang-ulangi Hafalan Bersa-ma Dengan Guru atau Teman.

Berkata Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu : ”Dulu ketika kami berada di dekat Nabi Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam, kami mendengarkan hadits-hadits dari beliau, apabila kami berdiri (telah bubar dari bermajelis
bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam) kami mengulang-ulang ha-falan hadits tersebut sesama kami
sampai kami menghafalnya”
Berkata Imam Al Khatib Al Bagdadi : “Sebaik-baik mudzakarah (mengula ng-ulang pelajaran) adalah di
waktu malam, ada sekelompok orang salaf memulai mudzakarah mereka dari Isya dan bisa jadi mereka
tidak berdiri hingga mereka mendengarkan adzan shubuh”

4. Bersabar Dalam Menuntut Ilmu

Telah banyak riwayat yang men-jelaskan bagaimana para ulama salaf bersabar dalam menuntut ilmu bah-
kan terkadang mereka harus menem-puh perjalanan satu bulan untuk men-dapatkan satu hadits Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Oleh sebab itu para ulama salaf telah mewasiatkan kepada murid-muridnya untuk senantiasa bersabar dan
menghindari ketergesa-gesaan da-lam menuntut ilmu. Berkata Imam Az Zuhri : ”Barangsiapa yang
menuntut ilmu dalam jumlah banyak maka ilmu itu akan hilang dalam jumlah banyak pula, akan tetapi
hendaknya ia mengambil ilmu tersebut (sedikit-demi sedikit) satu hadits kemudian dua hadits”

Adapun salah satu wasilah atau perantara untuk mendapatkan ilmu tersebut adalah penguasaan bahasa
Arab, karena bahasa ini ibarat gerbang masuk untuk memahami wahyu-wahyu Allah dan hadits rasul-Nya
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Umar bin Khattab pernah memerin-tahkan kepada seluruh kaum mus-limin
yang berada di daerah kekuasa-annya untuk mempelajari ilmu hadits, faraidh (warisan) dan Nahwu (bahasa
arab) sebagaimana mereka mempela-jari Al-Qur’an.

Berkata Imam As Sya’bi : ”Kedudu-kan nahwu dalam ilmu seperti fungsi garam dalam makanan”

======================================================================

RAHASIA BELAJAR BAHASA SECARA KILAT

Bayangkan Anda melamar sebuah pekerjaan di luar negeri dan hanya tinggal satu masalah saja: ketrampilan
berbahasa yang tak Anda miliki dan waktu tak cukup banyak untuk mempelajarinya.

Tampaknya mustahil, tetapi menurut beberapa ahli bahasa, Anda bisa belajar ketrampilan dasar untuk
berkomunikasi dalam bahasa asing dalam beberapa minggu saja, dan menguasai dasar-dasarnya dalam
beberapa bulan.

Sekalipun Anda tetap tak bisa dengan cepat menjadi mahir untuk membaca karya sastra dalam bahasa
asing, Anda tetap bisa menguasai ungkapan dan bahasa teknis yang khusus Anda butuhkan untuk bekerja,
baik dalam bidang diplomatik maupun di perusahaan multinasional terkemuka.

Bagi banyak orang, tak perlu waktu lama untuk membahas isu-isu terkini dengan seorang penutur asli di
Roma, atau menikmati gosip dengan rekan kerja di Paris.

Mulailah berbicara

Kadang perjalanan kerja keliling dunia memaksa Anda mencari cara untuk bisa berbicara dalam berbagai
bahasa. Benny Lewis, seorang insinyur, belajar tujuh bahasa –antara lain Spanyol, Prancis, dan Jerman–
yang memudahkannya bekerja. Ia juga cukup mahir dalam beberapa bahasa lain, termasuk Mandarin.

Ketika belajar bahasa Spanyol -bahasa asing pertama bagi Lewis- dia butuh waktu setahun. Namun untuk
bahasa berikutnya, bahkan termasuk dasar-dasar percakapan dalam bahasa Mandarin, bisa lebih cepat.

Rahasianya: ketika pertama kali harus belajar satu bahasa asing, Lewis membuat catatan-catatan sendiri,
sehingga bisa menjawab pertanyaan sederhana dari orang asing. Dan ketika Lewis sudah menguasai bahasa
asing lain, dia bahkan bisa bekerja sebagai penerjemah bahasa itu untuk tulisan-tulisan tentang masalah
teknik.
Kiat-kiat Lidah

Kiat-kiat unggulan dari para ahli bahasa untuk belajar kilat

Berani ambil risiko dan gunakan bahasa itu setiap ada kesempatan.

Baca buku anak-anak dan komik dalam bahasa yang sedang Anda pelajari.

Ikuti media dalam bahasa bersangkutan.

Benamkan diri dalam budaya setempat.

Manfaatkan podcast dan aplikasi belajar bahasa asing.

Jangan berlatih sendiri; minta masukan dari penutur asli.

Jangan takut salah.

Menurut para ahli, buku ungkapan dan petunjuk internet terbukti berguna pada tahap awal, karena alat
bantu itu menambah kosa kata dan kepercayaan diri untuk bercakap-cakap dengan penutur asli, yang
merupakan langkah pertama dalam belajar bahasa.

“Penghalang terbesar bagi seorang pemula adalah kurangnya kepercayaan diri,” kata Lewis. “Kepercayaan
diri saya semakin besar (saat saya bercakap-cakap).”

Tentu saja, diperlukan keberanian untuk berbicara apabila Anda ingin maju dalam belajar bahasa asing, kata
para ahli bahasa.

“Banyak orang tak membuat kemajuan apa-apa jika mereka tak membuka mulut kata Michael Geisler, wakil
presiden sekolah bahasa di Middlebury College, Vermont, Amerika Serikat. “Jika Anda tak berani mengambil
risiko, kemajuan akan lebih lambat.”

Jadi jangan takut mengambil risiko atau membuat kesalahan. Ketika mulai belajar bahasa Spanyol, Lewis
mengaku ia bicara seperti Tarzan, tokoh fiksi yang hidup di hutan.

“Saya mengatakan ‘saya pergi toko serba ada’. Namun saya mencapai kemajuan karena memulainya.
Momen ‘pencerahan’ saya adalah ketika –sesudah dua minggu belajar bahasa Spanyol- sikat gigi saya patah
dan saya bisa bertanya untuk mencari gantinya di toko serba ada,” katanya. “Kemanapun saya pergi, orang-
orang selalu sabar.”

Benamkan diri Anda

Geisler percaya bahwa ‘membenamkan diri’ secara total adalah kunci untuk menguasai bahasa asing
dengan cepat. Semakin Anda membenamkan diri ke bahasa asing –seperti membaca, mendengar radio atau
berbicara dengan orang– maka semakin cepat kemajuan Anda.

Murid-murid di Middlebury College diminta untuk mengikuti semua kegiatan ekstrakurikuler -dari olahraga
sampai teater- dalam bahasa yang sedang mereka pelajari. Middlebury, yang juga punya program sarjana,
memiliki pelajaran dalam 10 bahasa termasuk Prancis, Jerman, Cina, dan Ibrani.

Cara ini dengan giat juga didorong di Foreign Service Institute di Washington DC, AS, yang melatih bahasa
asing untuk diplomat dan aparat Kementrian Luar Negeri Amerika Serikat. Lembaga ini memiliki ahli untuk
melatih 70 bahasa asing. Kursus berlangsung selama 44 minggu, dengan tujuan mengajarkan murid
mencapai ‘tingkat 3’ dalam bahasa asing: yang artinya mereka dapat membaca dan memahami majalah
dalam bahasa asing yang mereka pelajari -setara dengan majalah Time- dan terlibat dalam percakapan
mendalam.
Mencapai kemahiran dasar bercakap-cakap dapat diraih dalam waktu lebih singkat, yaitu hanya beberapa
minggu menurut para ahli, terutama jika Anda berbicara bahasa itu secara lebih teratur. James North, wakil
direktur pengajaran pada Foreign Service Institute berkata para murid dianjurkan untuk mengenal penutur
asli bahasa yang sedang mereka pelajari.

“Anda perlu berinvestasi tidak hanya pada akal, tapi juga dengan hati,” kata North. Misalnya, Anda bisa
bekerja sebagai sukarelawan atau terlibat dengan komunitas setempat di restoran maupun kegiatan-
kegiatan di lingkungan Anda.

Di kota-kota besar ada kelompok-kelompok yang bertemu secara teratur –beberapa kali seminggu– yang
mempertemukan orang-orang yang sedang berlatih bahasa tertentu. Ada juga pilihan internet. Lewis
menyarankan italki.com, sebuah jaringan sosial belajar bahasa yang menghubungkan penutur asli dengan
guru dan murid-murid yang sedang belajar bahasa bersangkutan. Beberapa lainnya adalah lang-8.com dan
voxswap.com.

Dengan berbicara secara teratur bersama ahli bahasa atau penutur asli, Anda juga akan memiliki orang yang
akan memeriksa dan mengkoreksi kemajuan Anda dalam belajar bahasa tersebut.

“Berlatih adalah pangkal kesempurnaan,” kata North. “Tapi praktek tanpa ada masukan, hanya akan
menyempurnakan yang Anda sedang pelajari saja. Seorang murid yang naif tak akan memiliki perspektif
tentang yang mereka kerjakan. Jadi amat penting untuk memiliki seseorang yang bisa mengatakan ‘ya,
Anda di jalur yang benar’.”

Anda perlu meminta kepada lawan bicara untuk memberi masukan dan memastikan mereka boleh
mengoreksi cara ucap dan tata bahasa Anda, walaupun para ahli mengatakan tak perlu khawatir pada tata
bahasa pada tahap awal.

Gunakan bahasanya dulu, baru fokus pada tata bahasa, kata Lewis. Ketika Anda siap belajar tata bahasa, ia
menyarankan penggunaan podcast di situs seperti radiolingua.com atau languagepod101.com yang
bermanfaat untuk mempelajari tata bahasa dan membedah bahasa.

“Pada tahap itu, Anda akan punya banyak konteks. Saya akan melihat aturan-aturan dan mengatakan,
“Begitulah alasannya kenapa mereka menyampaikannya dengan cara seperti itu,” katanya.

Ketika Anda belajar, pastikan Anda mengkonsumsi media dalam bahasa yang sedang dipelajari. Jika Anda
baru memulai, bacalah buku anak-anak bergambar atau tonton film-film terkenal dalam bahasa yang
sedang Anda pelajari, saran para ahli.

Sedang jika Anda punya tujuan khusus, seperti misalnya untuk berkomunikasi dengan pasangan Anda atau
atau menggunakan bahasa asing di tempat kerja, motivasi merupakan yang Anda butuhkan untuk
memperlancar percakapan.

Namun waspadalah terhadap ambisi yang terlalu besar. Jika Anda mengatakan ingin mahir dalam waktu
dua bulan, kemungkinan besar Anda akan kecewa. Namun jika tujuan Anda adalah mencapai tahap
bercakap-cakap dengan lancar, terutama untuk penugasan kerja, hal itu sangat mungkin.

======================================================================

Berikut cara mudah menghafal matan ilmiah:

1. Membaca sebanyak 20 kali sesuai jumlah yang akan dihafal, dan waktu terbaik untuk menghafal adalah setelah shalat subuh.
2. Mengulang hafalan (yang sudah dihafal di waktu subuh) sebanyak 20 kali setelah shalat ashar dan maghrib.
3. Pada hari berikutnya sebelum memulai untuk menambah hafalan baru, baca kembali hafalan yg kemarin (sebelumnya)
sebanyak 20 kali.
4. Selanjutnya bacalah apa yang sudah dihafal: mulai dari awal hingga hafalan yg baru saja dihafal.
5. Gunakan cara tersebut diatas untuk memulai hafalan matan baru.
6. Ulangi terus cara ini setiap hari hingga kita menyelesaikan hafalan matan dan - ‫ء‬ ‫إن‬- dengan cara ini mendapatkan hafalan
yang kuat.

NB: Metode ini membutuhkan Istiqomah (keteguhan) dan kesabaran.

Gunakan cara ini untuk menghafal mutun ilmiah lainnya, cara lain untuk mengulangi hafalan mutun dengan membaca
buku-buku penjelasan (syarh) dari mutun yg kita hafal. Ada sebuah kaidah penting dikalangan ahli ilmu bahwa "hafalan
sejatinya adalah mengulang". Semakin banyak kita mengulang maka semakin kuat hafalan kita. Ini adalah pondasi
dasar dalam menuntut ilmu, dengan banyak mengulangi ilmu yang sudah kita hafal dan pahami, maka - ‫إن ء‬-
hafalan kita menjadi kuat.

Dahulu para ulama yang banyak mengulang hafalan diantaranya : Abu Ishaq al-Syirozi mengulang hafalannya
sebanyak 100 kali, begitu juga dengan Ilkiya al-Harrosiy mengulangi hafalannya sebanyak 70 kali.

Kita akan menceritakan sebuah kisah yang berkaitan dengan kaidah "Hafalan sejatinya adalah Mengulang". Berikut
kisahnya: "Ibnul Jauziy berkata: Hasan (Ibnu Abi Bakr al-Naisaburiy) menceritakan kepada saya bahwa ada seorang
faqih (baca: ahli fiqih) yang sering mengulang-ngulang pelajarannya dirumah, orangtua yang tinggal bersampingan
dengannya berkata: "Sungguh aku telah menghafalnya". Seorang faqih berkata: ulangilah apa yg telah kamu hafal, hai
orangtua! Orangtua tersebut membacakan yang ia hafal dari seorang faqih tersebut.
Setelah berlalu beberapa hari seorang faqih meminta orangtua mengulangi apa yang pernah ia hafal dari seorang
faqih, orangtua itu menjawab : aku sudah lupa! seorang faqih menimpali inilah sebabnya aku sering mengulang
hafalanku setiap hari agar aku tidak lupa sepertimu.

Berikut cara mudah mengulang matan ilmiah:

Apabila kita sudah menghafal banyak matan ilmiah maka sebuah kewajiban dan keharusan mengulang hafalan
tersebut agar tidak lupa. Sebab hafalan matan yang kuat dapat membantu kita dalam beristidlal, dan diantara yang
membantu untuk menguatkan hafalan dengan membacakan hafalan kita kepada teman.

Langkah-langkah mengulang hafalan:


1. Ulangi hafalan kita sebanyak 2 halaman setiap hari, ulangi dari hafalan yg anda miliki sebanyak 20 kali.
2. Hari berikutnya, sebelum mengulangi hafalan baru, baca kembali hafalan yg kita ulangi kemarin sebanyak 5 kali.
3. Kemudian mulai mengulangi hafalan baru dengan ukuran 2 halaman sebanyak 20 kali. Dan terus ulangi 3 langkah ini setiap
hari hingga akhir matan.
4. Kalau sudah selesai matan pertama, bacalah hafalan matan pertama sebanyak 5 kali hingga untuk memperlancar dan
menguatkan hafalan matan pertama.
5. Setelah itu mulai mengulangi hafalan matan berikutnya, sebagaimana anda mengulang hafalan matan pertama.
6. Tentukan 1 hari khusus dalam setiap minggu untuk mengulangi hafalan lama seluruhnya.
7. Apabila sudah menguasai hafalan dengan cara ini, maka tidaklah lewat 1 bulan anda sudah menghulangi seluruh hafalan
matan ilmiah.
===========================================================

21 Tips Manajemen Waktu dalam


Islam
Oleh: Muyassir / Publikasi: Selasa, 29 November 2016 15:54

1. Isi waktu kosong dengan kegiatan yang bermanfaat


2. Menggunakan satu waktu untuk banyak kegiatan
3. Memilih waktu waktu yang memiliki keutamaan
4. Membagi waktu dalam berbagai kegiatan
5. Ambillah waktu untuk mengumpulkan tenaga
6. Mengerjakan pekerjaan pada waktunya
7. Memilih amalan yang bermanfaat bagi orang banyak
8. Menggunakan waktu yang tersedia untuk menyelesaikan program
9. Jangan menunda pekerjaan
10. Berkonsentrasi dalam hasil
11. Mengatur skala prioritas
12. Menghindari dari pencuri waktu
13. Fokus pada satu pekerjaan
14. Mendelegasikan pekerjaan
15. Kenali waktu di mana Anda lebih produktif
16. Menghadapi kebosanan
17.Hindari hal-hal yang dapat mengalihkan perhatian Anda
18. Menganalisa di mana Anda menghabiskan waktu Anda
19. Selalu rencanakan waktu untuk kegiatan yang tak terduga
20. Membagi tugas yang panjang dalam kegiatan yang lebih kecil
21. Bergaul dengan orang-orang yang menghargai waktu
Sumber: DR. Ahmad Zain An-Najah, M.A, Waktumu adalah Hidupmu, Puskafi,
Jakarta

============================================

Menumbuhkan Buah Ilmu (1) : Kedudukan Ilmu


Dan Orang Berilmu

Keutamaan Ilmu dan Orang Yang Berilmu


Tidaklah samar bagi seorang muslim bahwasanya ilmu memiliki kedudukan yang agung dan tinggi di dalam
agama. Ilmu adalah cahaya yang menerangi jalan seorang hamba menuju Rabb-nya. Tidaklah mungkin syari’at
Islam ditegakkan dan penghambaan seseorang kepada Rābb-nya –dimana untuk tujuan inilah seorang hamba
tercipta di dunia- terwujud kecuali dengan ilmu. Oleh karena itulah, Allāh Subhānahu wa Ta’ala berfirman,
‫َ ْ" َ ْ! أَﻧﱠ ُ َ إِ َ َ إِ ﱠ ﱠ‬#
ِ َ ِ ْ ُ ْ ‫ﷲُ َوا ْ َ ْ ِ ْ ِ َ ْﻧ ِ َ َو ِ ْ ُ ْ ِ ِ َ َوا‬
‫ت‬
“Maka ilmuilah (ketahuilah) bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allāh, dan
mohon ampunlah kepada-Nya dari dosamu serta untuk kaum mukminin dan mukminat” (QS. Muhammad : 19)
Maka di dalam ayat yang mulia ini, Allāh memulainya dengan ilmu terlebih dahulu sebelum menyebutkan sebuah
kalimat yang menjadi kunci surga, yakni kalimat tauhid laa ilaaha illallāh.
Cukuplah sebuah ayat di dalam Al Qur’an yang menegaskan keutamaan orang-orang yang berilmu ketika
Allāh Ta’ala menyertakan persaksian orang yang berilmu dengan persaksian-Nya pada sebuah perkara yang
paling agung, yakni persaksian akan keesaan Allāh Tabaarāka wa Ta’ala, dimana Allāh berfirman,

ْ ِ-ْ ِ. ً ِ0 َ1 !ِ ْ (ِ ْ ‫ُ َوأُو ُ) ا‬2$َ ِ03َ َ ْ ‫ﷲُ أَﻧﱠ ُ َ إِ َ َ إِ ﱠ ھ َُ) َوا‬


!ُ $ِ %َ ْ ‫ َ إِ َ َ إِ ﱠ ھ َُ) ا ْ َ( ِ&' ُ& ا‬+ِ , ‫ ﱠ‬4َ 5ِ 6
َ
“Allāh bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Dia, begitu juga para
malaikat dan orang-orang berilmu yang menegakkan keadilan juga bersaksi demikian. Tiada sesembahan
yang berhak disembah melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS. Ali ‘Imrān : 18)
Adapun hadits Nabi shāllallāhu ‘alaihi wa sallam yang menerangkan keutaaman ilmu dan orang yang berilmu
adalah sangat banyak. Cukuplah sebuah hadits yang agung dari shāhabat Abu Darda’ rādhiyallāhu ‘anhuyang
akan dibawakan, dimana Nabi ‘alaihis shālatu was salaam bersabda,
َ2$َ ِ03َ َ ْ ‫ َوإِنﱠ ا‬،2ِ ‫ ﱠ‬9َ ْ ‫ ا‬:َ ِ‫ً إ‬-'ِ ‫ط‬ َ ِ ِ. ُ‫ َ=◌َ ﷲ‬5ّ َ ً ْ "ِ ِ ِ# ? ُ َ َ ََ ْ َ
َ' ً-' ِ ‫ط‬
َ َ 5َ َ %َ ِ Bْ َ‫ت َو أ‬
@ُ Aَ ِ ‫ َ َوا‬, ‫ ا ﱠ‬Cِ# ْ َ ُِ َْ, ْ َ َ ! ( ‫ َوإِنﱠ ا‬،@ D' . E ً ‫ ا ْ ِ( ْ ِ! ِر‬G َ ِ
ِ ِ H
‫ر‬4 ‫ ا‬2 ِ َ َ-ْ ‫ ِ= ا‬A ْ َ Iَ 4ِ ِ. (َ ْ ‫ ا‬:َ "َ !ِ ِ (َ ْ ‫ ُ= ا‬Aْ َ#‫ َو‬،‫ ا ْ َ ِء‬Cِ# ُ‫ َ ن‬%ِ ْ ‫ ا‬:‫ َﺣ ﱠ‬،‫ض‬ ِ ‫َ ْر‬M‫ ْا‬Cِ# ْ َ
، ً ‫ُ)ا ِد' َ ًرا َو َ ِد ْر َھ‬O‫َ ْﻧ ِ َ ء َ ْ! 'ُ َ) ﱢر‬M‫ن ْا‬Q# ،‫َ ْﻧ ِ َ ِء‬M‫ُ ْا‬2َO‫ و إِنﱠ ا ْ ُ( َ َ َء َو َر‬،G ِ Iِ ‫ َ)ا‬$َ ْ ‫ِ ِ ا‬0 َ :َ "َ
ٍ #ِ ‫ َوا‬T‫ ﱟ‬%َ ِ. َ Uَ َ‫ أ‬،‫ َ ه‬Uَ َ‫َ َ ْ أ‬# ،!َ ْ (ِ ْ ‫ُ)ا ا‬O‫َوإِﻧﱠ َ َور‬
“Barangsiapa yang menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu, maka Allāh akan memudahkan baginya jalan
menuju surga.

Sesungguhnya para malaikat menaungi penuntut ilmu dengan sayap-sayap mereka karena ridhā terhadap apa
yang mereka lakukan.

Sesungguhnya orang-orang yang berilmu akan dido’akan ampunan oleh para penghuni langit dan bumi, sampai
ikan yang ada di air sekalipun.

Keutamaan orang yang berilmu dibanding orang yang rajin ibadah adalah sebagaimana keutamaan bulan ketika
purnama dibandingkan seluruh bintang di langit.

Dan sesungguhnya para ulama adalah pewaris nabi. Sesungguhnya para nabi tidaklah mewariskan dinar dan
dirham, akan tetapi mereka mewariskan ilmu. Barangsiapa yang mengambil warisan tersebut, sungguh dia telah
mengambil bagian yang banyak” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, dan lainnya. Dinilai hasan lighāirihi oleh
Syaikh Al Albani)
Ilmu dan Amal Adalah Tujuan Diciptakannya Manusia
Sesungguhnya Rābb kita, Allāh Jalla wa ‘Alaa menciptakan manusia untuk ilmu dan amal, yakni agar
manusia mengenal Allāh (ilmu) dan beribadah kepada-Nya semata (amal).
Allāh Ta’ala berfirman,
‫ ﱠ ِ َ ْ( َ ُ )ا أَنﱠ ﱠ‬5ُ َ ْ َ. ُ ْ َM‫ ﱠ 'َ َ َ ﱠ& ُل ْا‬5ُ َ Xْ ِ ‫ض‬
:َ "َ َ‫ﷲ‬ ِ ‫َ ْر‬M‫ت َو ِ َ ْا‬ َ َ Uَ ‫ﷲُ ا ﱠ ِ ي‬
ٍ ‫ َ ْ َ@ َ َ َوا‬Y ‫ﱠ‬
ً ْ "ِ ‫ ٍء‬Cَْ 6 =‫ ﱢ‬$ُ ِ. ‫ط‬ َ ‫ أَ َﺣ‬4ْ َ1 َ‫ﷲ‬ ‫' ٌ َوأَنﱠ ﱠ‬4ِ َ1 ‫ ٍء‬Cَْ 6 =‫ ﱢ‬Iُ
“Allāh yang menciptakan tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi. Perintah Allāh berlaku padanya agar kalian
mengetahuibahwasanya Allāh Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dan ilmu Allāh meliputi segala sesuatu” (QS.
Ath Thālaq : 12)
Allāh Ta’ala berfirman,

ِ 4ُ (ْ َ ِ ‫? إِ ﱠ‬
‫ُون‬ ِ ْ ‫ ﱠ َو‬9ِ ْ ‫]ُ ا‬-ْ َ Uَ َ ‫َو‬
َ ‫ا\ ْﻧ‬
“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku” (QS. Adz Dzariyat : 56)
Maka ilmu dan amal (ibadah) adalah tujuan penciptaan makhluk. Dan sebuah ibadah haruslah dikerjakan atas
dasar ilmu yang bermanfaat, yang mendekatkan seorang hamba kepada Rābb-nya. Barangsiapa yang berilmu
kemudian mengamalkan ilmunya, berarti dia telah mewujudkan tujuan penciptaan dirinya.

Dimurkai Karena Tidak Beramal dan Sesat Karena Tidak Berilmu


Allāh Ta’ala berfirman,
َ ‫ ْ! َو‬5ِ ْ َ "َ ‫ب‬ ُ ْ َ ْ ‫ ْ! َ_ ْ ِ ا‬5ِ ْ َ "َ َ] ْ (َ ‫ط ا ﱠ ِ ' َ أَ ْﻧ‬
ِ )A َ ‫` َا‬
ِ (6) !َ ِ-َ , َ ‫ َا‬D
ْ ُ ْ‫طا‬ ‫ﻧَ ا ﱢ‬4ِ ‫ا ْھ‬
َ ‫ ﱢ‬A ‫ا ﱠ‬
“Ya Allāh, tunjukkanlah kami jalan yang lurus. Yakni jalannya orang-orang yang Engkau beri nikmat, bukan
jalannya orang-orang yang Engkau murkai dan bukan pula jalan orang yang sesat” (QS. Al Fatihah : 6-7)

Di dalam ayat terakhir surat Al Fatihah tersebut, Allāh Ta’ala menyebutkan 3 golongan :
• Golongan yang diberikan nikmat, mereka inilah orang-orang yang berilmu kemudian mengamalkannya
• Golongan yang dimurkai, mereka adalah yahudi, berilmu tetapi tidak mengamalkan ilmunya
• Golongan yang sesat, mereka adalah nasrani, beramal tanpa dasar ilmu
Sufyan bin ‘Uyainah rāhimahullāh berkata,
‫ رى‬D ‫ا‬ 6 # ‫" دﻧ‬ 4,# ‫ و‬.‫)د‬5 ‫ا‬ 6 # 0 " 4,#
“Orang yang rusak dari kalangan ulama kita, maka padanya ada kemiripan dengan yahudi. Dan orang yang
rusak dari ahli ibadah kita, maka padanya ada kemiripan dengan nasrani”

Karena yahudi adalah orang yang berilmu tetapi tidak mengamalkannya. Sedangkan nasrani adalah orang yang
beramal tanpa landasan ilmu.

Bersambung dengan pembahasan ancaman keras bagi orang yang tidak mengamalkan ilmunya, insya Allah…
Ya Allāh, ajarilah kami segala yang bermanfaat bagi diri kami. Dan berikanlah manfaat kepada kami dari apa
yang telah Engkau ajarkan. Dan tambahkanlah ilmu kami. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha
Dekat.
(Disarikan dari Tsamarātul ‘Ilmi Al ‘Amal karya Syaikh ‘Abdurrāzzaq bin ‘Abdul Muhsin Al
Badr hafizhāhumallāhu dengan perubahan)

Cara Belajar Para Ulama (Edisi 2)


Saudaraku para penuntut ilmu yang semoga senantiasa dirahmati Allah dimanapun kita berada, masih dalam
pembahasan hal-hal yang harus dilakukan penuntut ilmu. Hal berikutnya yang harus dilakukan oleh penuntut
ilmu adalah :

• Mengulang-ngulang ilmu yang sudah didapat baik hafalan,


pemahaman, maupun bacaan
Mengulang pelajaran adalah sebab bertambahnya kekuatan hafalan di pikiran kita. Maka jika engkau mendapat
suatu faidah ilmu, maka mengulang apa yang engkau dapatkan adalah sebab kuatnya dan tetapnya ilmu
tersebut di pikiran kita. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
,‫ ﻧ‬. !-' ! ‫ وإن‬،‫ ه‬I‫ ر ذ‬5 ‫ = وا‬. ‫ أه‬-# ‫ آن‬- ‫ ا‬G‫ م ` ﺣ‬1 ‫إذا‬
“Jika seorang penghafal Al Qur’an shalat di malam dan siang
hari dan membaca apa yang ia hafal, maka ia akan
mengingatnya. Jika tidak, maka ia akan melupakannya”
(Lihat Silsilah Ash Shahihah no. 597, Maktabah Syamilah)
• Menyebarkan ilmu
Jika engkau mendapatkan sebuah faidah ilmu, kemudian engkau menyebarkan ilmu tersebut kepada orang lain,
dengan niat mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala, mengokohkan ilmu, dan memberikan manfaat pada manusia,
maka engkau akan mendapatkan manfaat yang sangat besar, diantaranya :
• Menyebarkan ilmu
• Meluaskan manfaat ilmu
• Mengalirnya pahala padamu, bahkan setiap orang yang mengambil faidah atau yang engkau sampaikan ilmu
padanya, semasa hidupmu dan sesudah matimu, maka engkau akan mendapatkan balasan semisal dengan
balasan orang yang mengambil faidah ilmu dari dirimu jika ia mengamalkannya, dan tidak mengurangi sedikitpun
balasan orang yang mengamalkannya
• Banyak bersyukur dan memuji AllahSubhanahu wa Ta’ala jika
ilmumu bertambah
Setiap kali Allah ‘Azza wa Jalla memberikanmu tambahan ilmu dan karunia, maka perbanyaklah bersyukur
memuji-Nya, karena bersyukur adalah sebab bertambahnya ilmu. Allah berfirman,
!ْ $ُ ‫ﻧﱠ‬4َ '‫َ ِز‬Mَ !ْ ُg ْ $َ 6
َ ْ ِhَ
“Jika kalian bersyukur, pasti akan Kutambahkan (nikmat-Ku)
pada kalian” (QS. Ibrahim : 7)
• Waspada dari menantikan kedudukan “mufti”
Hal ini termasuk penghalang terbesar bagi penuntut ilmu. Maka janganlah engkau menunggu “kapankah aku
akan menduduki kursi “mufti” yang menjadi tempat bertanyanya manusia?” Tidak diragukan lagi pada orang yang
demikian ada sesuatu yang salah dalam niatnya. Fal hadzar wal hadzar! Waspadalah… waspadalah! Akan
tetapi, menuntut ilmu –setelah karunia dari Allah Ta’ala– akan memimpinmu mendapatkan kebaikan yang
banyak dan mencegah dari banyak keburukan.
• Mengembalikan faidah pada pemiliknya
Jika kita mendapatkan suatu faidah ilmu dari seseorang, maka hendaknya kita katakana : “Saya dapatkan faidah
ini dari si fulan”. Ahlul ilmi mengatakan :

“Diantara sebab berkahnya ilmu adalah dengan mengembalikan faidah kepada pemiliknya”
Kebanyakan, sebagian manusia berat untuk mengembalikan faidah pada pemiliknya, terlebih lagi jika yang
memberikan faidah tersebut adalah temannya sendiri. Tidak diragukan lagi hal ini termasuk tipu daya setan.

• Memetik faidah dari para ustadz atau masyayikh dan tidak


meremehkan pelajaran mereka
Hal ini termasuk pokok-pokok untuk meraih ilmu. Istifadah (mengambil faidah) dari para ulama tidak hanya
terbatas pada ilmu mereka saja, tetapi ambillah mulianya akhlak-akhlak mereka dan bagusnya adab-adab
mereka.
• Banyak membaca Al Qur’an Al Karim
Hal ini banyak diacuhkan oleh penuntut ilmu. Dan pada hakikatnya, banyak membaca Al Qur’an –terlebih lagi
membaca Al Qur’an adalah sebuah ibadah dan bisa menambah rasa cinta dan rasa takut kepada Allah Ta’ala–
akan menambahkan pemahaman dalam menuntut ilmu.
Imam Ibrahim Al Maqdisi memberikan wasiat kepada muridnya, Abbas‘alaihima rahmatullahi Ta’ala :
“Perbanyaklah membaca Al Qur’an dan janganlah meninggalkannya. Sesungguhnya Al Qur’an akan membuat
mudah apa yang engkau cari (dari ilmu) sebanding dengan kadar engkau membacanya”
Lalu Abbas berkata,

“Aku melihat hal tersebut memberikanku manfaat yang banyak. Jika aku banyak membacanya, maka mendengar
dan menulis hadits akan menjadi mudah bagiku. Jika aku tidak membacanya, maka hal tersebut tidaklah mudah
bagiku” (dinukil secara makna)
Maka berjuanglah wahai penuntut ilmu untuk membaca Al Qur’an sesuai kesanggupanmu, karena hal itu akan
menambahkan semangat dan kuatnya keinginan untuk meraih ilmu, menambah rasa cinta untuk membacanya,
dan mendapatkan pahala.

Cara Belajar Para Ulama (Edisi 3 :


Tips Menghafal)
Segala puji hanya milik Allah Ta’ala. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah, dan juga
keluarganya, shahabatnya, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari akhir.

Berikut ini saya ringkaskan tips-tips untuk menghafal dari salah seorang ulama kita masa ini, Asy Syaikh Abdul
Aziz As Sadhan hafizhahullah yang beliau bawakan dalam kitab ringkas beliau “Yaa Thaalibal ‘Ilmi, Kaifa
Tahfazh? Kaifa Taqra’? kaifa Tafham?” agar cepat menghafal dan hafalan kita kokoh dan tahan lama.
• Pilihlah waktu yang cocok
Diantara sebab yang memudahkan untuk menghafal –setelah taufiq dari Allah tentunya- adalah memilih waktu
yang sesuai di saat pikiran kita tidak tersibukkan dengan berbagai hal-hal yang mengganggu konsentrasi. Hal ini
manjur sekali. Engkau bisa temui orang yang bisa menghafal banyak dalam waktu yang sedikit, dan juga orang
yang hanya menghafal sedikit padahal sudah banyak menghabiskan waktu.

• Pilihlah tempat yang cocok


Pilihlah tempat yang cocok untukmu di mana engkau bisa berkonsentrasi untuk menghafal. Dan hal ini berbeda-
beda bagi setiap orang.

• Pilihlah kadar kuantitas yang sesuai pada matan yang ingin dihafal atau pada kitab syarah yang ingin dibaca
Sebagian thullabul ‘ilmi memulai perjalanan menuntut ilmunya dengan menghafal matan kitab yang panjang
sehingga menyebabkan ia mutungdan bosan. Hal ini terkadang menyebabkan dirinya menjadi putus asa dan
akhirnya meninggalkan ilmu. Maka pilihlah kadar kuantitas yang sesuai dengan dirimu walaupun matan itu hanya
tipis sekali. Sebagian penuntut ilmu yang memiliki semangat tinggi, mereka memulai perjalanan menuntut ilmu
mereka dengan matan yang panjang atau syarah yang panjang sehingga jika mereka menghafal, banyak
dijumpai kesalahan pada hafalannya. Seandainya mereka memulai dengan matan ringkas, niscaya mereka akan
mendapatkan kemudahan dalam menghafal.
• Pilihlah posisi menghafal yang nyaman
Sepatutnya bagi orang yang ingin menghafal untuk memilih waktu, tempat, kuantitas, dan posisi yang cocok
untuk diri sendiri. Ada orang yang sukanya menghafal sambil berjalan daripada duduk. Ada yang sukanya
menghafal sambil berdiri di tengah malam. Maka jika mau menghafal, jangan mengikuti gaya menghafal
seseorang jika memang tidak cocok untuk diri kita, pilihlah posisi senyaman mungkin agar kita mudah
menghafal. Sebagian ulama madzhab Syafi’I mengatakan :

!5 2 # i ‫ اءة ا‬- ‫ و ا‬,T % 2 ( ‫ اءة ا‬- ‫ا‬


“Membaca dengan suara keras itu untuk menghafal, sedangkan
membaca dengan suara pelan itu untuk memahami”
Perktaan tersebut memang benar. Jika engkau ingin menghafal, kemudian engkau membaca matan yang ingin
dihafal dengan suara keras, maka hal itu akan membantu hafalanmu. Tapi jika ternyata engkau melihat hal
tersebut tidaklah bermanfaat untukmu, maka tempuhlah cara lain yang lebih bermanfaat untukmu. Intinya kata
Syaikh Abdul Aziz As Sadhanhafizhahullah :
K5‫ أ‬: M ‫ ذ‬P#& ‫ و ا‬,M 34 & ‫ إ‬R5&

“Lihatlah mana yang bermanfaat bagimu. Dan patokan hal tersebut adalah : dirimu”

• Membagi hafalan menjadi beberapa bagian


Jika matan yang ingin dihafal panjang, maka bagilah menjadi beberapa bagian. Bahkan sekalipun matannya
ringkas, bagilah menjadi beberapa bagian agar hafalanmu lebih kuat.

Contoh :

Jika engkau ingin menghafal matan suatu kitab fiqih, kemudian penulis kitab tersebut menulis bab thaharoh
sebanyak 4 baris, dan bab shalat sebanyak 10 baris. Maka mungkin menghafal bab thaharoh mudah bagimu
karena hanya 4 baris. Tetapi, untuk menghafal bab shalat 10 baris secara sempurna mungkin agak sulit. Maka
hafalkanlah 5 baris pertama kemudian 5 baris sisanya sehingga hafalanmu menjadi lebih kuat.

• Gunakan satu cetakan matan saja


Jika hanya menghafal dengan menggunakan satu cetakan matan saja, maka hafalanmu akan semakin kuat di
pikiran. Hal ini karena pikiran mampu mengingat urutan-urutan huruf, awal dan akhir halaman dari kitab yang kita
hafal. Seandainya kita menghafal dengan menggunakan bermacam-macam cetakan yang susunannya berbeda-
beda, maka hafalan kita tidak akan sekuat jika hanya menggunakan satu cetakan saja.

• Berilah harokat pada matan yang ingin dihafal


Jika matan tersebut sudah diharokati, maka Alhamdulillah. Jika belum, bacakanlah matan tersebut kepada
seseorang yang sudah mumpuni dalam bahasa arab sehingga nanti akan memudahkanmu dalam menghafal
dan juga agar engkau tidak salah dalam menghafal. Orang yang menghafal matan kitab yang belum diharokati,
terkadang dia salah membacanya, harusnya dibaca manshub malah dibaca marfu’, dan yang harusnya marfu’
malah dibaca manshub. Maka bersemangatlah dalam mengharokati matan!

• Buatlah “jembatan keledai” dalam menghafal


Terkadang dalam suatu matan, ada kata-kata atau kalimat yang sulit diingat urutannya dengan benar. Sehingga
engkau terus-menerus salah dalam mengucapkannya. Ini hal yang biasa. Cara mengatasinya adalah dengan
membuat kaidah khusus, istilah kita : “jembatan keledai”.

Contoh :
Syaikh As Sadhan : “Dalam masalah perkara yang terjadi pada hari kiamat, ada haudh (‫ ) ;ض‬, shirath
(‫ اط‬T), dan mizan (‫ان‬V. ). Urutan perkara tersebut sesuai dengan terjadinya masih membingungkan aku kadang-
kadang. Masalah tersebut akhirnya menjadi jelas untukku setelah menelaah dan bertanya bahwasanya yang
rajih adalah haudh itu pertama, kemudian mizan, baru shirath. Tapi masih ada masalah ketika aku ingin
menyebutkan pendapat yang benar setelah berlalu beberapa waktu (sehingga lupa urutannya), dan urutannya
pun menjadi rancu. Lalu aku membuat singkatan (W ) untuk mengingatnya. ‫ ح‬untuk haudh, ‫ م‬untukmizan, dan
‫ ص‬untuk shirath. Setelah itu, akupun tidak lupa lagi urutannya berkat karunia Allah Ta’ala”
Contoh dari saya yang mungkin lebih familiar di telinga kita :

Kalau kita ditanya : Sebutkan huruf qalqalah!

Kita akan dengan mudah menjawabnya : ‫ق‬ َ ‫ب ُج ِد‬


َ ‫ط‬ َ (baju di toqo).

Kira-kira seperti inilah maksud Syaikh As Sadhan hafizhahullah dalam poin ini.
• Membiasakan diri untuk menghafal dan tidak mudah mutung
Manusia jika dibiasakan dengan sesuatu, maka dia akan terbiasa dengannya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
! ( . ! ( ‫إﻧ ا‬
“Sesungguhnya ilmu itu didapat dengan belajar” [1]
Dahulu sebagian ulama mengatakan :

“Aku setiap hari menghafal walaupun hanya sebaris saja sehingga aku tidak berhenti dari menghafal”

Maka setiap kali manusia membiasakan dirinya menghafal, maka ia akan terbiasa menghafal sehingga
menghafal pun menjadi mudah baginya.

• Mengulang hafalan baik seorang diri maupun dengan orang lain


Terkadang, seseorang yang telah menghafalkan sesuatu tidak mampu untuk memperkuat hafalannya dengan
seorang diri. Tetapi jika ia meminta tolong –tentunya setelah kepada Allah- kepada saudaranya maka itu lebih
baik untuknya.

Dahulu Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma keluar bersama Mujahid dan berkata :
“Wahai Mujahid, bacalah padaku, dan aku akan membaca untukmu”

Hal ini dalam rangka memperkuat hafalan dalam pikiran mereka.

Syaikh As Sadhan berkata : “Aku kenal sebagian penuntut ilmu –dan ini mujarab- mengatakan : Jika aku ingin
menghafal sesuatu, aku menghafalnya sambil merekamnya dengan kaset. Kemudian aku mendengarkannya 10
kali. Maka semakin kuatlah hafalanku sampai-sampai aku hampir tidak melupakannya meski telah lama”

Itulah beberapa cara untuk memperkuat hafalan. Tapi semua kembali pada dirimu, mana yang paling cocok
untuk dirimu, lakukanlah!

• Mengamalkan apa yang telah dihafalkan


Ada orang yang menghafal do’a masuk dan keluar dari masjid, do’a masuk dan keluar dari kamar mandi, tetapi
jika engkau Tanya bagaimana do’a memakai pakaian atau do’a masuk rumah atau keluar darinya, umumnya
mereka tidak hafal. Seandainya hafal, maka hafalannya pun agak kacau. Penyebabnya adalah dia tidak
mengamalkan apa yang telah ia hafal.

Syaikh As Sadhan memberikan nasihat :

“Aku nasihatkan diriku dan anda untuk membaca kitab ‘Iqtidhaa-ul ‘ilmi al ‘amal’ karya Al Khotib Al Baghdadi.
Sungguh beliau telah mengumpulkan atsar-atsar yang berharga dan menjelaskan semangat para salaf –‘alaihim
rahmatullahi- untuk mensucikan ilmu mereka dengan amal mereka”
• Makanan dan minuman yang membantu kita untuk menghafal
Sebagian ulama mengatakan : “Sesungguhnya hal ini manjur. Bagaimanapun juga, setiap orang yang
melaksanakan sunnah dalam makannya dengan membuat 1/3 bagian untuk makanannya dan 1/3 bagian untuk
minumannya dan 1/3 bagian untuk nafasnya, dan senantiasa memakan makanan yang ia aggap bermanfaat
untuk akal dan badannya, hal itu akan mengumpulkan beberapa perkara : diantaranya beribadah
dantaqarrub kepada Allah Ta’ala dengan hal ini (yakni sunnah-sunnah saat makan) dan meneladani sunnah
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam . Hal itu adalah yang paling bermanfaat untuk akal dan badannya karena
syari’at tidaklah datang kecuali dengan membawa semua kebaikan untuk akal dan badan”
Lalu di footnote disebutkan :
Dan diantara makanan yang membantu untuk meningkatkan hafalan adalah madu, air zamzam, habbatus sauda,
dan kurma.

• Membaca kitab yang menceritakan perjalanan para huffazh


Kalau engkau membaca kisah kuatnya hafalan para ulama, maka engkau akan terheran-heran dibuatnya.
Kemudian engkau akan mengatakan : “Sesungguhnya mereka para ulama melakukan sebab-sebab (untuk
memperkuat hafalan) setelah taufiq Allah Ta’ala tentunya. Seandainya seorang manusia berdo’a kepada Rabb-
nya dan melakukan sebab-sebab (untuk menguatkan hafalan) maka bisa jadi Allah akan memberikan padanya
apa yang telah Dia berikan kepada para ulama tersebut. Dan hal itu tidaklah mustahil bagi Allah”

Dan diantara kisah yang sangat menakjubkan adalah kisah diujinya hafalan Imam Al Bukhari oleh ulama
Baghdad. Para ulama tersebut menyebutkan 10 hadits beserta sanadnya yang telah ditukar-tukar baik sanad
maupun matannya. Akhirnya Imam Al Bukhari rahimahullahu menyebutkan matan beserta sanadnya yang benar
dari 10 hadits yang dibawakan oleh para ulama tersebut. Masya Allah! [2]
Itulah tips-tips untuk menghafal. Maka saudaraku para penuntut ilmu, tetaplah bersemangat dalam menuntut
ilmu, dan janganlah lupa untuk senantiasa meminta pertolongan kepada Allah ‘Azza wa Jalla!

================================================================

TAHAP-TAHAP BELAJAR FIQIH


Belajar ilmu agama itu ada tahap-tahapnya. Khuthwah Kuthwah (‫) طوة طوة‬. Step by step.

Jika dia memulai dengan tahap paling bawah lalu naik sesuai tahap, maka dia akan menjadi orang ‘Alim. Namun jika dia
langsung meloncat ke tahap-tahap atas, maka dia akan jatuh dan proses pencarian ilmunya akan gagal.

Sebagaimana orang mau naik ke atas menara Adzan, dia harus melalui tahap-tahap anak tangga. Jika dia naik dari tahap
anak tangga pertama, lalu naik sesuai tahapan anak tangganya, maka dia akan sampai ke atas. Namun, jika dia langsung
loncat ke anak tangga yang atas, maka dia akan jatuh, dan proses naiknya ke menara akan gagal.

************************************************

Contoh : Belajar Fiqih = Hukum Islam Langkah-langkahnya :


1) Belajar seluruh bab dalam Fiqih dengan cara belajar sebuah kitab ringkas dalam salah satu Madzhab Empat, di tangan
seorang yang ‘Alim Fiqih (: bukan baca kitab sendiri). DENGAN TUJUAN : tahu semua hukum Islam. Tanpa sibuk mencari
dalil-dalilnya, juga tanpa sibuk dengan perbedaan pendapat para Ulama.

2) Belajar kitab-kitab Fiqih yang berisi perbedaan pendapat para Ulama dalam sebuah Madzhab tertentu, di tangan seorang
‘Alim Fiqih. DENGAN TUJUAN : Memperluas pengetahuan tentang Fiqih, sehingga tidak fanatik dengan sebuah pendapat
dan tidak menyalah-nyalahkan orang lain.

3) Belajar kitab-kitab Fiqih yang tidak hanya berisi perbedaan pendapat dalam satu Madzhab, namun juga berisi dalil-dalilnya
beserta pendapat yang paling unggul disertai dalil keunggulannya. Diimbangi dengan belajar Qowa’id Fiqhiyyah dan Ushul
Fiqih. DENGAN TUJUAN : mengetahui bagaimana cara penarikan dalil dari referensi-referensi Islam, dan mengetahui
bagaimana caranya memilih pendapat yang paling unggul.

4) Belajar kitab-kitab Fiqih yang berisi Fiqih perbandingan antar Madzhab, baik yang disertai pendapat yang paling unggul
ataupun tidak. DENGAN TUJUAN : memperkaya diri dengan pengetahuan luas tentang madzhab lain dan dalilnya, agar
tidak fanatik dengan sebuah madzhab dan agar berani memilih pendapat madzhab lain jika memang terbukti itu pendapat
yang unggul

5) Belajar kitab-kitab Fiqih yang berisi permasalahan-permasalahan kontemporer. DENGAN TUJUAN : mengembangkan
ilmu Fiqih sehingga tidak hanya terpaku kepada masalah-masalah klasik, tetapi juga merambah ke masalah-masalah
kontemporer.

**************************************************

Sayangnya, di zaman sekarang, banyak orang belajar Fiqih tidak sesuai tahapannya. Dia sebenarnya masih NOL dalam
masalah Fiqih, tapi langsung belajar FIQIH Perbandingan dengan puluhan dalil dan kaedah Ushul Fiqihnya. Akhirnya, dia
gagal ! Tidak sukses menjadi orang ‘Alim Fiqih.

Ketika ditanya tentang hukum Bersentuhan Laki Perempuan membatalkan wudhu atau tidak, dia -Ma sya Allah- mampu
menjawab secara detail. Menghadirkan pendapat seluruh madzhab, dengan seluruh dalilnya. Namun, ketika ditanya apa
definisi RIBA ??? Dia tidak tahu sama sekali. Orang yang pengetahuannya seperti ini tentu bukanlah orang ‘Alim.

**********************************************

Jadi, belajarlah ilmu agama secara bertahap. Jangan meloncat-loncat. Sabar sedikit. Insya Allah, Anda akan menjadi Ulama,
jika Anda belajar sesuai tahapannya.

Semoga Allah memberi kita semangat untuk belajar sesuai tahapannya, sehingga Allah menjadikan kita termasuk golongan
orang yang ‘Alim, atau paling tidak menjadi golongan orang Muta’allim (pelajar).

===================================================================

Anda mungkin juga menyukai