Amma Ba‟du :
Sungguh aku sudah menulis sebuah kitab tebal tentang tafsir Al
Qur‟an. Karena saking tebalnya menjadi alasan untuk tidak
dipublikasikan. Membuat orang futur dan bosan akan ketebalannya.
1
Kemudian aku ringkas dari kitab tafsir tersebut dan kitab lain
sehingga menjadi sebuah kitab tentang kaidah-kaidah yang semuanya
berhubungan dengan ushul tafsir. Ini merupakan sebaik-sebaik nikmat
bagi orang yang ingin mendalami ilmu tafsir. Dimana kaidah-kaidah
dalam kitab ini adalah pokok dari semua ilmu. Kaidah ini mencapai
70 kaidah dan Allah mudahkan dalam pencetakan dan penyebarannya.
Lalu aku lihat ilmu tafsir itu sangatlah banyak. Kalau dibahas
semuanya maka kitabnya menjadi tebal pula. Kemudian aku lihat
ilmu Al Qur‟an itu yang paling penting secara mutlak ada tiga ilmu :
Aku memandang bahwa fokus kepada tiga hal ini lebih utama. Hal ini
lebih bermanfaat dan lebih baik. Setiap satu bahsan mestinya dibahas
dalam satu kitab tebal khususnya ilmu tentang hukum-hukum syari‟at.
Akan tetapi yang kami sampaikan (dalam kitab ini) hanya maksud-
1
Syaikh mewujudkannya dengan mengarang kitab “Taisîr Lathîf Al Mannân fi Khulâshah Tafsîr Al Qur’ân”,
sudah dicetak dan dipublikasikan.
2
maksud dan nash-nashnya saja dari Al Qur‟an. Kami kumpulkan
dalam satu disiplin ilmu dan kami ringkas tanpa mengurangi maksud
dan tujuannya. Bahkan kami sampaikan dengan ungkapan yang jelas
dan tidak ada didalamnya bahasa yang sukar maupun pelik.
Kami memohon kepada Allah Ta‟ala agar menolong kita dalam hal
tersebut. Menjadikannya ikhlas mengharap wajahNya yang mulia.
Dan semoga bermanfaat bagi kami dan seluruh saudara-saudara kami
seiman. Mengampuni kesalahan, kekurangan dan melampaui batas
urusan kami. Sungguh Dialah yang Maha Dermawan lagi Maha
Mulia.
3
Jenis Pertama dari Ilmu Al Qur‟an :
Ilmu Aqidah dan Pokok-pokok Tauhid
Ini merupakan ilmu yang paling mulia secara mutlak, yang paling utama
dan yang paling sempurna. Dengan ilmu ini hati bisa istiqomah di atas
aqidah yang benar. Dengan ilmu ini akhlak akan suci dan berkembang.
Dengan ilmu ini amalan menjadi benar dan sempurna.
Ilmu ini membahas seputar hal-hal yang wajib bagi Allah ﷻdari sifat-sifat
dan perbuatan yang sempurna. Membahas apa yang terlarang dan mustahil
bagi Allah dari sifat-sifat kekurangan, cacat dan setara denganNya.
Membahas Apa yang boleh bagi Allah dari menciptakan makhluk dan
melakukan apa yang Ia kehendaki, yang ia kehendaki terjadi dan yang
tidak Ia kehendaki tidak terjadi.
Ilmu ini juga membahas apa yang wajib diimani dari para Rasul dan sifat-
sifat mereka. Membahas apa yang wajib bagi mereka, apa yang terlarang
dan apa yang boleh pada hak mereka. Ilmu ini juga membahas keimanan
kepada kitab-kitab yang diturunkan kepada para Rasul, beriman kepada
apa yang Allah dan RasulNya beritakan tentang berita-berita masa lampau
dan yang akan datang. Beriman kepada hari akhir, hari pembalasan dengan
pahala dan siksaan. Beriman kepada surga dan neraka dan hal-hal yang
berhubungan dengannya.
Yaitu ilmu tentang apa yang menjadi milik Allah ﷻdari segala sifat
kesempurnaan. Allah tersendiri dengan sifat-sifat tersebut. Milik Allah lah
kesempurnaan mutlak yang mana hati tidak sanggup untuk sampai kepada
4
hakikatnya dan lisan tidak sanggup untuk mengungkapkannya. Makhluk
tidak sanggup menguasai sebagian sifatNya apalagi seluruhnya.
Ilmu ini dibangun diatas keyakinan serta ilmu dan pentuhanan serta
amalan. Adapun keyakinan serta ilmu yakni hendaknya seorang hamba
meyakini bahwa apa saja yang Allah jadikan sebagai sifat untuk diriNya
dari sifat-sifat sempurna adalah tetap (baca : konstan) bagi Allah dengan
bentuk yang paling sempurna. Allah ﷻsuci dari semua sifat-sifat yang
menafikan atau membatalkan kesempurnaan ini berdasarkan apa yang Ia
sucikan bagi diriNya atau yang disucikan oleh utusan Nya ﷺ.
Dinamakan juga dengan tauhid ilahiyah karena ilahiyah adalah sifat Allah
ﷻ. Dinamakan juga dengan tauhid ibadah karena ibadah sifat hamba yang
5
bertauhid dan ikhlas kepada Allah dalam perkataan, perbuatan dan segala
tindak tanduknya.
1
QS. Ali Imran [3] : 95
2
QS. An Nisa [4] : 122
3
QS. An Nisa [4] : 87
4
QS. Fathir [35] : 14
5
QS. Al Baqarah [2] : 140
6
QS. Al An’am *6+ : 19
7
QS. An Nisa [4] : 166
8
QS. Ali Imran [3] : 18
6
keraguan paling rendah tentang khabar yang diberitakan Allah ﷻ. Dan
menancapkan dalam hatinya tancapan akidah yang kokoh yang tidak
mungkin ditentang ataupun digoyah dengan keraguan.
Dari hal ini diketahui pula bahwa kebid‟ahan ahlul kalam yang batil dari
pendapat-pendapat dan akidah-akidah mereka yang tidak pernah
diturunkan Allah ﷻ. Dan tidak pula dibangun di atas Al Qur‟an dan As
Sunnah bahkan dibangun di atas akal-akal yang sudah dikenal kesalahan
dan kesesatan orangnya. Hal itu adalah kebatilan yang paling batil dan
kebodohan yang paling bodoh, dimana yang mereka inginkan dari berita
Allah dan RasulNya condong mengikuti hawa nafsu mereka yang buruk,
condong mengikuti akal-akal mereka yang belum disucikan dengan
1
Bukti-bukti yang ada di Alam semesta seperti langit, bumi, pepohonan, pegunungan dan lainnya
2
Bukti-bukti yang ada di tubuh manusia seperti pendengaran, penglihatan, akal, lisan dan lainnya
3
QS. Ali Imran [3] : 193
4
QS. Al Baqarah [2] : 285
5
QS. Az Zumar [39] : 18
7
hakikat keimanan dan belum merasakan keimanan yang benar dan
keyakinan yang kokoh.
Pokok ini (Asmaul Husna) adalah pondasi tauhid yang paling agung.
Bahkan tauhid tidak tegak dan sempurna sampai dibangun di atas pondasi
ini. Sesungguhnya tauhid kuat dengan mengenal Allah. Mengenal Allah
landasannya adalah mengenal Asmaul Husna dan segala cakupannya.
Yaitu makna-makna yang agung yang terkandung dan beribadah dengan
hal tersebut.
“Allah”
Nama yang mulia dan indah ini adalah asmaul husna yang paling agung.
Ada yang mengatakan : “Allah” adalah al ismu al a‟zham2. Nanti akan
dibahas lebih lanjut tentang al ismu al a‟zham - Insya Allah Ta‟ala.
1
HR. Bukhari No. 2736, Muslim No. 2677
2
Diantara yang berpendapat demikian adalah Ibnu Mundah dalam kitabnya At Tauhid (2/21)
8
Oleh karena itu seluruh asmaul husna disandarkan kepada nama ini
(Allah) dan disifatinya. Dikatakan : Ar Rahman, Al Khaliq, Ar Raziq, Al
„Aziz, Al Hakim dan seterusnya adalah diantara nama Allah. Dan tidak
dikatakan : Allah diantara nama Ar Rahman, Ar Rahim dan seterusnya.
Sifat-sifat ini adalah sifat yang berhak untuk dipertuhankan dan diibadahi.
Dipertuhankan karena bagi Allah lah sifat-sifat agung dan sombong.
Dipertuhankan karena Ia tersendiri dengan sifat qoyyumiyah2, rububiyah,
kerajaan dan kekuasaan. Dipertuhankan karena Ia tersendiri dengan sifat
kasih sayang dan sifat menyampaikan nikmat yang zahir maupun batin
kepada seluruh makhlukNya. Dipertuhankan karena Ia menguasai segala
sesuatu dengan ilmuNya, hukumNya, kebijaksanaanNya, kebaikanNya,
rahmatNya, kekuatanNya, keperkasaanNya dan pemaksaanNya.
Dipertuhankan karena Ia tersendiri dalam kekayaan yang mutlak
sempurna dari berbagai sisi, sebagaimana selainNya bergantung
1
HR Ibnu Jarir dalam tafsirnya Jami’ Al Bayan ‘an Ayi Al Qur’an(1/54)
2
Berdiri sendiri tidak butuh kepada yang lain
9
kepadaNya terus menerus dari berbagai sisi. Bergantung kepadaNya
dalam penciptaan dan pengaturan. Bergantung kepadaNya dalam usia dan
rezeki. Bergantung kepadaNya dalam semua kebutuhan. Bergantung
kepadaNya dalam kebutuhan yang paling besar dan yang paling penting;
yaitu bergantung kepadaNya dalam beribadah dan menuhankanNya
semata.
Uluhiyah mencakup seluruh asmaul husna dan sifat-sifat yang luhur. Hal
ini dijadikan hujjah bagi yang berpendapat bahwa “Allah” adalah al ismu
al a‟zham. Ada juga yang berpendapat : al ismu al a‟zaham adalah “Ash
Shamad” yang bergantung kepadaNya seluruh makhluk akan kebutuhan
mereka, karena sempurna kepemimpinanNya, keagunganNya dan luas
sifat-sifatNya. Ada yang berpendapat : al ismu al a‟zham adalah “Al
Hayyu Al Qayyum” karena disebutkan dalam beberapa hadits. Dan karena
kedua nama yang agung ini mencakup seluruh asmaul husna dan sifat-
sifat sempurna. Sifat-sifat dzatiyah kembali kepada “Al Hayyu” yang
sempurna kehidupanNya maka sempurna pula sifat-sifatNya. Sedangkan
sifat-sifat perbuatan kembali kepada “Al Qoyyum”, karena Ia yang berdiri
sendiri dan berdiri untuk lainNya1, semua makhluk butuh kepadaNya. Dan
ada juga pendapat-pendapat lain tentang al ismu al a‟zham ini2.
Namun yang benar (setelah diteliti) al ismu al a‟zham adalah ism jenis3
bukanlah ism mu‟ayyan4. Nama Allah ada 2 jenis :
1) Nama yang menunjukkan satu atau dua sifat atau mencakup beberapa
sifat tertentu.
2) Nama yang menunjukkan semua sifat-sifat sempurna dan mencakup
semua sifat-sifat agung, mulia dan indah. Jenis inilah yang dimaksud al
ismu al a‟zham karena makna yang paling agung dan paling luas
menunjukkan kepada hal ini.
1
Berdiri untuk mengatur urusan-urusan mereka dan membolak balikkan perkara mereka
2
Ada 20 pendapat yang dikumpulkan As Suyuthi dalam kitabnya Ad Durar Al Munazham fi Al Ism Al A’zham,
namun kebanyakannya lemah karena tidak berdasarkan dalil sahih.
3
Ism yang tidak ditentukan maksudnya.
4
Ism yang ditentukan maksudnya.
10
mengumpulkan pendapat-pendapat yang benar semuanya. Wallahu
a‟lam1.
Jadi yang dimaksud dari tafsirnya Ibnu Abbas radiyallahu anhu adalah
dimasukkannya sifat Allah yakni uluhiyah yang telah kami jelaskan
maknanya, dan sifat hamba yakni ubudiyah. Maka para hamba
menyembahNya dan menuhankanNya.
11
keridhaanNya. Mereka berusaha mencari wasilah kepada hal tersebut dan
mencari pahalaNya dengan bersungguh-sungguh dalam mengerjakan apa
yang Allah dan RasulNya perintahkan. Dan juga meninggalkan apa saja
yang Allah dan RasulNya larang. Sehingga mereka menjadi orang-orang
yang mencintai dan dicintai. Maka terwujudlah ubudiyah dan uluhiyah
mereka kepada Allah. Dan merekapun berhak menjadi hambaNya yang
sebenarnya. Mereka pun disandarkan kepada Allah dengan sifat rahmat
sebagaimana firmanNya : “Dan hamba-hamba Ar Rahman”1.
Dengan ini bisa diketahui bahwa siapa saja yang menyerahkan kecintaan
ini, yang mana cinta adalah ruhnya ibadah, yang menjadi dasar penciptaan
semua makhluk, lalu diserahkan kepada selain Allah maka sungguh ia
meletakkan kecintaan tersebut bukan pada tempatnya. Ia juga telah
menyia-nyiakannya. Ia menzalimi dirinya dengan kezaliman yang paling
zalim. Dimana ia mengosongi wadah paling besar yang seharusnya diisi.
Oleh karena itu kesyirikan berhak dikatakan sebagai kezaliman yang
paling besar. Dan pelakunya kekal di neraka, terhalang dari surga dan
diharamkan masuk kedalamnya. Karena surga kampungnya orang-orang
baik yang mana mereka menyembah Allah dengan sebenar-benarnya dan
ikhlas karenaNya.
1
QS. Al Furqon [25] : 63
2
QS. Thaha [20] : 14
3
QS. Al Anbiya [21] : 25
12
ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?”1 yakni yang
sama dan serupa dalam sifat-sifat uluhiyah.
Demikian pula dengan kalimat ikhlas yaitu “Lâ ilâha illâ Allâh”. Kalimat
ini mencakup penafian uluhiyah selain Allah. Dan tidak berhak seorang
pun dari makhluk ini ada di dalam uluhiyah walaupun seberat dzarrah.
Maka jangan alihkan kepada selain Allah apapun juga dari ibadah-ibadah
zahir dan batin. Hanya kepada Allah sajalah uluhiyah diberikan. Dia-lah
yang berhak untuk dipertuhankan dengan penuh cinta, harap, cemas dan
taubat kepadaNya. Dengan penuh tunduk dan takut dari segala sisi. Dialah
satu-satunya yang dituhani, yang dibadahi, yang dipuji, yang diagungkan,
yang dimuliakan, yang memiliki keagungan dan kemuliaan.
Keberadaan manfaat, cinta dan kebaikan yang ada di alam atas dan alam
bawah maka itu semua berasal dariNya dan dari rahmatNya,
kedermawananNya, kemuliaanNya dan karuniaNya. Sebagaimana halnya
dengan dijauhkannya dari segala hal yang dibenci, balas dendam,
ketakutan, bahaya dan kemudhorotan. Kesemuanya itu berkat rahmat
dan kebaikanNya. Karena tidak ada suatu kebaikan pun melainkan datang
dariNya dan tidak ada suatu mudhorot pun yang diangkat melainkan
karenaNya.
1
QS. Maryam [19] : 65
2
Yang Mahapengasih, Mahapemurah
3
Yang Mahapenyayang
4
Yang Mahamelimpahkan kebaikan
5
Yang Mahapemurah
6
Yang Mahapemurah
7
Yang Mahapemberi
8
Yang Mahabelas kasih
13
sehingga para makhluk pun saling sayang menyayangi dengan rahmat
yang Allah bagi-bagikan dan dititipkan ke hati-hati mereka. Bahkan
hewan pun memberikan kasih sayang kepada anak-anaknya padahal tidak
mengharapkan manfaat, balasan atau upah dari anak-anaknya tersebut.
Kasih hewan kepada anak-anak mereka dan sayangnya yang besar adalah
saksi atas kasih sayang Penciptanya yang luas.
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah
yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang
itu dan tempat penyimpanannya”1.
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan
boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu;
Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.”3
Kasih sayang Allah juga terlihat dalam perintah dan syariatNya yang
disaksikan oleh mata yang melihat dan diakui oleh orang-orang yang
berakal. SyariatNya adalah cahaya, kasih sayang dan hidayah. Dan
sungguh syariatNya mengandung kasih sayang. Menghantarkan kepada
1
QS. Hûd [11] : 6
2
HR Muslim dalam kitab Shahihnya No. 2999
3
QS. Al Baqarah [2] : 216
14
rahmat, kemuliaan, kebahagiaan dan kemenangan yang paling tinggi.
Disyari‟atkan di dalamnya segala kemudahan dan dinafikan segala
kesukaran. Yang mana ini menunjukkan bukti paling besar akan luasnya
rahmat Allah, kedermawanan dan kemuliaanNya. Larangan-larangan
Allah semuanya adalah rahmat. Karena sejatinya adalah penjagaan atas
agama seorang hamba. Terjaga akal, kehormatan, badan, akhlak dan harta
dari keburukan dan hal-hal yang membahayakan. Setiap larangan
tujuannya adalah kembali kepada hal-hal diatas.
1
Yang Maha menciptakan
2
Yang mengadakan
3
Yang memberikan bentuk dan rupa
4
Sifat Allah yang tekun dan tepat dalam berbuat
15
Jika Dialah satu-satunya yang Maha menciptakan, Maha mengadakan
yang tiada, Maha memberikan rupa dan tidak ada sekutu baginya dalam
melakukan hal tersebut maka Dialah satu-satunya Tuhan yang berhak
untuk diibadahi. Dialah yang menciptakan segala perbuatan dan sifat. Dan
Dia pula yang memberi petunjuk siapa yang Ia kehendaki dan
mensyesatkan siapa yang Ia kehendaki. Dia yang menjadikan orang
beriman itu mukmin dan orang kafir itu kafir tanpa memaksa manusia
melakukan apa yang tidak disukainya.
1
Qadariyyah adalah kelompok yang meyakini bahwa Allah tidaklah mengetahui dan menetapkan takdir
sesuatu yang akan terjadi di masa yang akan datang, dan meyakini kalau perbuatan makhluk bukan Allah yang
menciptakan
2
Jabariyah adalah kelompok yang meyakini bahwa perbuatan hamba dipaksa oleh Allah dan manusia tidak
mempunyai kehendak apapun
3
Yang Mahaperkasa
4
Yang Mahaberkuasa, Mahamemaksa
5
Yang Mahasombong, Mahasempurna dari kekurangan
6
Yang Mahaperkasa
7
Yang Mahakuat
8
Yang Mahakokoh
16
semuanya” (QS. Yunus 10 : 65). Dia lah “Al Aziz” yang sempurna
kekuatanNya dan ini disebut dengan izzatul quwwah1. Dan dimaksudkan
juga dengan makna ini dua nama Allah yakni “Al Qowiy” dan “Al
Matin”.
Makna yang ketiga adalah izzatul qohr3, yang ditunjukkan oleh nama
Allah yakni “ Al Qohhar” dimana Allah memaksa dengan takdir yang Ia
tetapkan kepada seluruh makhluk. Semua makhluk menundukkan diri
kepadaNya. Ubun-ubun mereka ada di tanganNya. Semua pergerakan dan
pengaturan kerajaan ini ada di tanganNya. Kerajaan ini ada di tanganNya.
Apa yang Ia kehendaki terjadi dan apa yang tidak Ia kehendaki tidak
terjadi.
Alam atas dan alam bawah dan apa yang ada di dalamnya seperti
makhluk-makhluk yang besar, seluruhnya tunduk kepadaNya baik
geraknya, diamnya, apa yang datang dan apa yang tinggal semuanya
adalah milik Raja dan Pengaturnya. Para makhluk tidak memiliki hak
apapun. Tidak pula menetapkan hokum, bahkan semua urusan adalah
milik Allah. Hukum syar‟iy4, hukum takdiriy5 dan hukum jaza‟iy6
semuanya adalah milik Allah tidak ada Hakim melainkan Allah, tidak ada
Rabb selainNya dan tidak ada Ilah selainNya.
1
Artinya keperkasaan dalam kekuatan
2
Artinya keperkasaan dalam pencegahan, penolakan
3
Artinya keperkasaan dalam pemaksaan
4
Maknanya adalah Kitabullah dan Sunnah Rasulullah
5
Maknanya adalah qadha dan takdir yang telah Allah tetapkan kepada makhluk
6
Maknanya adalah balasan di akhirat sebagai konsekuensi dari hukum syar’i
17
Izzah dengan makna qohr adalah salah satu dari makna “Al Jabbar” dan
diantara makna “ Al Jabbar” adalah bahwasanya Allah “Al „Aliy” “Al
A‟la” yang di atas Arasy bersemayam, yang menguasai kerajaan, yang
berkuasa atas segala kekuatan dan gerak gerik.
Diantara makna “Al Jabbar” ada makna yang kembali kepada lembutnya
rahmat dan kasih sayang. Dia lah yang membantu orang yang lemah,
mengkayakan orang fakir, memulihkan orang yang sakit dan yang
tertimpa musibah. Dengan keagunganNya Dia melipur hati-hati orang
yang sedih dengan hiburan khusus. Mereka tunduk dihadapan
kesempurnaanNya, mengharapkan karuniaNya agar dilimpahkan ke dalam
hati mereka kecintaan, ma‟rifatullah, ilham, hidayah, petunjuk, taufik dan
keteguhan.
1
Maha Raja
2
Raja segala raja
18
3. Hukum Balasan; yakni balasan atas perbuatan baik atau buruk di dunia
dan di akhirat. Allah memberikan pahala bagi yang ta‟at kepadaNya
dan menyiksa yang ingkar kepadaNya.
Diantara makna ke-raja-an Nya : Bahwa semua yang ada ini adalah
milikNya. Begitu pula dengan para hamba yang butuh kepadaNya,
bergantung kepada Allah semua urusan mereka. Tidak ada satupun yang
keluar dari kerajaanNya. Tidak ada satu makhlukpun yang tidak butuh
akan penciptaanNya, penjagaanNya, manfaat yang diturunkan dan bahaya
yang ditolak olehNya.
Dia-lah Raja yang bagiNya kerajaan alam atas dan alam bawah. BagiNya
lah semua pengaturan yang terlaksana di alam atas dan bawah. Tidak ada
satupun yang ikut serta dalam hal kepemilikan tersebut.
19
“Al Quddûs1, As Salâm2”
Yakni bagiNya semua kesucian, kemurnian dan keagungan. Maha Suci
dari sifat-sifat kurang. Makna “Al Quddûs” kembali kepada sifat-sifat
agung, selamat dari cela dan kekurangan, demikian juga “As Salâm”
menunjukkan makna kedua yakni selamat dari segala aib, penyakit dan
kekurangan.
Hal-hal yang disucikan dariNya ada dua hal :
1. Bahwasanya Allah suci dari setiap apa yang dapat menafikan
kesempurnaan sifat-sifatNya. BagiNya lah puncak dari setiap sifat
sempurna. Ia disifati dengan kesempurnaan ilmu dan kesempurnaan
kekuatan. Suci dari sifat lupa dan lalai, dan dari terluput atas
pengawasan di langit dan bumi walau sebesar dzarrah pun, tidak lebih
kecil dari itu ataupun lebih besar. Suci dari sifat lemah dan capek, lelah
dan letih. Ia disifati dengan kesempurnaan hidup qoyyumiyah (bangun
terus menerus). Suci dari kebalikannya yakni kematian, kantuk dan
tidur. Ia disifati dengan adil dan kaya yang sempurna, suci dari sifat
zalim dan butuh kepada sesuatu dari sisi manapun. Ia disifati dengan
kesempurnaan hikmah dan rahmat, suci dari lawannya yakni sia-sia
dan keteledoran, dan dari perbuatan yang dapat menafikan hikmah dan
rahmatNya. Demikian pula berlaku pada semua sifat-Nya; yakni suci
dari setiap hal yang kontradiksi dan berlawanan.
2. Bahwasanya Ia suci dari menyerupai makhlukNya walau satupun, atau
ada tandingannya dari satu sisi. Makhluk seluruhnya; walaupun agung
dan mulia dan sampai pada puncak yang layak bagi mereka dari sifat
kebesaran dan kesempurnaan maka hal tersebut tidak mendekati
bahkan bisa menyerupai “Al Bâri”. Bahkan semua sifat mahkluk akan
lemah bila disandarkan kepada sifat Pencipta mereka. Bahkan semua
sifat mereka yang sempurna itu; Dia-lah yang memberikannya kepada
mereka. Karena Dia-lah yang memberikan mereka akal, pendengaran,
penglihatan, kekuatan zahir dan batin. Dia-lah yang mengajarkan dan
mengilhamkan mereka. Dia-lah yang menghidupkan zahir dan batin
mereka dan menyempurnakannya. Para Rasul dan Malaikat berkata :
“Tiada satu ilmupun melainkan apa yang Engkau ajarkan kepada
kami”
Dalam hadits qudsi Allah Ta‟ala berfirman : “Wahai hambaKu setiap
kalian sesat kecuali yang Aku kasih petunjuk maka mintalah petunjuk
1
Yang Mahasuci
2
Yang Mahamemberi keselamatan
20
kepadaKu, Wahai hambaKu setiap kalian lapar kecuali yang Aku kasih
makan…”1 dan seterusnya.
Maka Allah suci dari segala yang dapat menafikan sifat-sifatNya yang
mulia, agung dan sempurna. Dia suci dari imbangan, tandingan, sepadan,
dan serupa. Dan itu semua termasuk kedalam namaNya yang “Al Quddus,
As Salam”.
“Al Mu‟min2”
Al Iman kembali maknanya kepada pembenaran dan pengakuan. Dan apa
yang menjadi konsekuensi dari hal tersebut seperti petunjuk, pembenaran
orang-orang jujur dan iqomatul burhan atas kebenaran mereka. Maka
Allah Ta‟ala “Al Mu‟min” yang Dia sebagaimana Dia memuji diriNya,
dan sebagaimana dikenalkan oleh para Rasul dan hambaNya dari nama-
nama dan sifat-sifatNya. Hal itu mendorong sifat-sifat yang agung dari
makhluk pilihan untuk mengenalNya dan beriman denganNya dimana
bagiNya lah kesempurnaan mutlak dari berbagai sisi. Allah sebagaimana
Ia memuji diriNya dan diatas pujian hambaNya.
Dialah Allah yang membenarkan para utusanNya dan bersaksi atas
kebenaran mereka dengan firman, perbuatan dan ketetapanNya dimana Ia
mengabarkan akan kebenaran mereka. Allah Ta‟ala melakukan perbuatan-
perbuatan dari mukjizat, tanda-tanda, hal-hal diluar kebiasaan yang
banyak. Bukti-bukti yang beraneka ragam, yang dapat mengenalkan para
hamba akan kebenaran para Rasul dan bersaksi atas kebenaran yang
mereka bawa. Maka setiap mathalib dan masail yang agung tidaklah
tersisa satu pun melainkan ditegakkan atasnya bukti yang sangat banyak.
Allah Ta‟ala berfirman :
1
HR. Muslim (No. 2577)
2
Yang Memberi keamanan
21
Maka al iman yang kembali kepada ma‟rifah dan mahabbatullah lah yang
paling berhak dan paling utama. Dan kita cukupkan sampai disini tentang
penjelasan makna “Al Mu‟min”.
Seluruh amalan para hamba telah di hitung dan diketahui ukuran dan
takaran balasannya baik kebaikan ataupun keburukan. Dan mereka akan
di balas sesuai dengan kebijaksanaan, kemuliaan, keadilan dan
rahmatNya. Para raja dan penguasa tirani walaupun kekuasaannya besar,
kerajaannya luas, keras kediktatorannya, melampaui batas penidasan.
Sesungguhnya pengawasan Allah meliputi keadaan mereka. Allah
memperhatikan dan mengawasi setiap gerak gerik mereka, ubun-ubun
mereka ada ditanganNya. Mereka tidak bisa keluar dari urusan, keinginan
dan kehendakNya.
Dimana tempat lari sedangkan ada tuhan yang mencari
Orang yang jahatlah dikalahkan dan bukan mengalahan
Tiga asamaul husna ini kembali kepada makna keluasan ilmuNya,
ilmunya meliputi segala sesuatu, kebesaran kerajaan dan kekuasanNya,
kesaksian untuk hambaNya dan atas perbuatan hambaNya, pembalasan
dan tersendiri dalam mengatur hambaNya, mereka mengikuti hukum-
hukum taqdiriy, hukum syar‟iy, dan hukum jaza‟iy. Wallahu A‟lam.
1
Yang Mahamenyaksikan
2
Yang Mahapemelihara
3
Yang Mahameliputi segala sesuatu, Yang Mahamengetahui
22
“Al Hamîd1, Al Majîd2”
Artinya bagiNya segala pujian dan sanjungan; yakni untuk semua sifat-
sifatNya yang sempurna. Setiap sifat-sifat Allah dipuja dan dipuji bekas-
bekas dan hal-hal yang berhubungan dengannya. Maka dipuji setiap
pengaturan yang telah diatur dan sedang diaturNya di Alam ini. Dipuji
atas syari‟at-syari‟at yang telah ditetapkanNya dan hukum-hukum yang
telah ditentukanNya. Dipuji atas taufikNya kepada para wali dan atas
dimenangkannya dari para musuh. Sebagaimana dipuji atas pahalaNya
yang diberikan kepada yang patuh dan siksaanNya bagi yang melanggar.
BagiNya lah pujian atas karunia yang diberikan kepada hambaNya dari
berbagai kenikmatan, kebaikan dan keberkahan yang tidak mungkin
dihitung oleh hamba dan pasti mereka tidak sanggup.
Pujian untukNya sungguh memenuhi alam atas dan alam bawah. Pujian
untukNya di awal dan di akhir. Pujian kepadaNya merata di setiap tindak
tanduk hamba. Karena hal itu kembali kepada kebijaksanaanNya,
keadilanNya, karuniaNya, kebaikanNya dan segala sesuatu diletakkan
pada tempatnya. Dialah Al Hamid yang dipuji oleh para NabiNya, orang-
orang pilihanNya dan makhluk-makhlukNya yang terbaik. Dialah Allah
Ta‟ala Al Hamid yang memuji mereka atas nikmat yang diberikan kepada
mereka baik sebab dan akibat.
Adapun sifat Allah “Al Majdu” (kemuliaan) maknanya adalah luas dan
agungnya sifat-sifat Allah. “Al Majid” kembali maknanya kepada
keagungan, banyak dan luasnya sifat-sifat Allah. Kembali kepada
kebesaran kerajaan dan kekuasaanNya. Kembali kepada keesaanNya
dalam kesempurnaan mutlak, keagungan mutlak dan keindahan mutlak.
Yang mana makhluk tidak mampu meliputi hal tersebut walaupun sedikit.
Jika digabungkan antara Al Hamid dan Al Majid maka nama Allah Al
Hamid lebih khusus dengan banyak dan luas sifat-sifat Allah. Sedangkan
Al Majid lebih khusus dengan kebesaran sifat-sifatNya dan keesaan dalam
sifat “Al Majdu”.
1
Yang Mahaterpuji
2
Yang Mahamulia
23
“Al Hakîm”
Hal ini sudah dimaklumi dengan pasti dengan sifat-sifatnya. Jika sudah
dimaklumi oleh setiap mukmin yang lurus bahwasanya Allah bagiNya
kesempurnaan yang tidak bisa dicapai oleh hamba. Tidaklah ada satu
kesempurnaan pun yang bisa ditangkap oleh akal dan dilaksanakan oleh
orang-orang yang mampu melainkan Allah lebih agung dan hebat.
PerbuatanNya, ciptaanNya, dan apa yang diberikan kepada ciptaanNya
adalah yang paling sempurna, paling bagus, paling teratur dan paling
teliti. Allah berfirman “(Itulah) ciptaan Allah Yang Mencipta segala
sesuatu dengan sempurna” (QS. An Naml : 88).
24
dan kebesaran nyalinya maka sungguh ia menyatakan kebodohan dan
kegilaannya dihadapan orang-orang berakal.
Seandainya tidak ada di dalam urusan dan syari‟atNya kecuali hikmah ini
yang mana ia adalah pokok kebaikan, kelezatan yang paling sempurna,
wasilah dan tujuan yang paling besar, karenanya makhluk diciptakan,
karenanya balasan ditunaikan, karenanya surga dan neraka diciptakan,
karenanya berlaku atas makhluk hukum-hukum “Al Malik Al Jabbar”
baik hukum syar‟iy maupun jaza‟iy maka niscaya hal demikian itu
sangatlah cukup.
25
murni atau kerusakan yang kuat, karena Dialah Yang Mahabijaksana
dalam penciptaan dan perintahNya. Demikian pula dengan hukum-hukum
jaza‟iy (balasan) dari setiap perbuatan, maka hukum-hukum tersebut di
puncak kesesuaian dan kecocokan sesuai dengan hikmah baik secara
umum maupun khusus. Wallahu a‟lam.
Dialah “Al Bashir” Yang Mahamelihat segala sesuatu yang kecil maupun
besar. Ia melihat semut kecil hitam di atas batu hitam di kegelapan
malam. Dan melihat bergeraknya protein di pembuluh darah hewan dan
cabang-cabang tumbuhan. Sungguh indah yang mengatakan5:
Dialah “Al „Alîm” Yang Mahamengetahui segala sesuatu. Tidak ada suatu
apapun yang tersembunyi bagiNya baik di bumi maupun di langit. Tidak
ada suatu apapun yang luput dari ilmuNya. IlmuNya meliputi segala yang
wajib, mustahil dan jaiz. Yang lampau, sekarang dan akan datang. Alam
1
Yang Mahamendengar
2
Yang Mahamelihat
3
Yang Mahamengetahui
4
Yang Mahamengetahui
5
Disebutkan dalam kitab Al Kasysyaf 1/57
26
atas dan alam bawah. Yang tersembunyi dan yang terang. Allah Ta‟ala
berfirman :
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang
mengetahuinya kecuali dia sendiri, dan dia mengetahui apa yang di
daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan
dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam
kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering,
melainkan tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)”. (QS. Al
An‟am : 59)
27
“Al Lathif”1
“Al Lathif” salah satu dari Asmaul Husna, dan ia mempunyai dua makna :
1
Yang Mahalembut
2
Lihat contoh yang berharga dalam hal ini di kitab “Al Mawahib Ar Rabbaniyah minal Ayat Al Qur’aniyah” hal.
50 dan seterusnya yang dikarang oleh penulis kitab ini.
28
“Al Mubdi‟1, Al Mu‟id2”
Secara umum kedua asmaul husna yang mulia ini mencakup permulaan
dan pengulangan. Manusia di dunia ini dalam kondisi permulaan (restart)
dan pengembalian (repeat) dalam tidur dan bangun mereka; setiap hari
kembali dan memulai hidup mereka. Bumi ini pun sepanjang tahun dalam
kondisi restart dan repeat. Allah menghidupkan bumi dengan air dan
hujan, lalu tanaman kembali tumbuh subur menghijau kemudian
mengering. Demikianlah rotasi ini terjadi di dunia sebagai bentuk kasih
sayang dan kesenangan untuk manusia. Dan semua itu mengikuti
kebijaksanaan dan kasih sayangNya.
1
Maha Awal Pencipta
2
Maha Mengembalikan
29
“Al Fa‟âl limâ Yurîd”1
1
Mengerjakan apa yang Ia kehendaki
30
Al „Afuwwu1, Al Ghafûr2, Al Ghaffâr3, At Tawwâb4
1
Maha Pemaaf
2
Maha Pengampun
3
Maha Pengampun
4
Maha Penerima Taubat
31
“Dan Dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang)
dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya
perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-
perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat”.
(Q.S Hud : 114)
33
Al „Aliy1, Al A‟la2
Al Kabîr3, Al „Azhîm4
Pertama :
Kembali kepada sifat-sifat Allah; bahwasanya bagiNya seluruh makna
keagungan dan kemuliaan, seperti : al quwwah (kekuatan) dan al izzah
1
Yang Maha Tinggi
2
Yang Maha Tinggi
3
Yang Maha Besar
4
Yang Maha Agung
5
HR Ahmad (2/376), Abu Dawud (4090), Ibnu Majah (4174) dan dishahihkan Al Albani dalam silsilahnya (541)
34
(keperkasaan), kesempurnaan al qudroh (kemampuan), luasnya ilmu,
kesempurnaan al majdu (kemuliaan) dan lainnya dari sifat-sifat kebesaran
dan kesombongan. Diantara kebesaranNya; langit dan bumi semuanya
seperti biji sawi di telapak tangan Ar Rahman sebagaimana yang dikatakan
Ibnu Abbas 1, Allah Ta‟ala berfirman :
Dan firmanNya :
Kedua :
Bahwasanya tidak ada satupun yang berhak untuk diagungkan, dibesarkan,
dan dimuliakan kecuali Allah. Maka hamba wajib mengagungkanNya
dengan hati, lisan dan perbuatan mereka. Yakni dengan mengerahkan
tenaga untuk mengenal dan mencintaiNya, merendahkan diri dan takut
dariNya, menggerakkan lisan untuk berdzikir dan memujiNya,
menggerakkan anggota tubuh untuk bersyukur dan beribadah kepadaNya.
1
HR Ibnu Jari dalam tafsirnya (12/25)
35
Diantara pengagunganNya; bahwasanya Ia ditaati dan tidak dimaksiati,
diingat dan tidak dilupakan, disyukuri dan tidak dikufuri. Diantara
pengagunganNya dan pemuliaanNya; tunduk kepada perintah-perintahNya
dan apa yang disyariatkan serta diputuskan, dan tidak dipertentangkan atas
sesuatu dari makhlukNya atau atas sesuatu dari syari‟atNya. Diantara
pengagunganNya; mengagungkan apa yang diagungkan dan dihormatiNya
di setiap waktu dan tempat, orang-orang dan perbuatan-perbuatan.
Al Jalîl1, Al Jamîl2
1
Yang Maha Mulia
2
Yang Maha Indah
36
“Hanya milik Allah asmaa-ul husna, Maka bermohonlah kepada-Nya.”
(QS. Al A‟raf : 180)
Dan firmanNya :
“Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di
antara keduanya, Maka sembahlah dia dan berteguh hatilah dalam
beribadat kepada-Nya. apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama
dengan dia (yang patut disembah)?” (QS Maryam : 65)
Dzat Allah Ta‟ala adalah dzat yang paling sempurna dan paling indah dari
segala sesuatu, dan tidak mungkin untuk diungkapkan puncak
keindahanNya, sebagaimana juga tidak mungkin diungkapkan puncak
kemuliaanNya. Bahkan penduduk surga; bersama dengan kenikmatan
yang tidak dapat di bayangkan luar biasanya. Dengan kebahagiaan,
kesenangan dan kelezatan yang mereka rasakan tidak ada apa-apanya
dibandingkan bila bertemu dengan Rabb mereka dan menikmati keindahan
Nya. Bahkan mereka akan lupa dengan kenikmatan surga, kesenangan
yang mereka rasakan hilang, dan berharap agar kondisi ini - yang mana ini
adalah kenikmatan dan kelezatan yang paling tinggi- senantiasa mereka
rasakan, dan mereka mendapatkan tambahan keindahan dariNya untuk diri
mereka. Seantiasa hati mereka dalam kerinduan yang besar dan keinginan
yang kuat untuk melihat Rabb mereka. Bahkan mereka bahagia dengan
hari tambahan tersebut seakan-akan hati mereka terbang. Padahal
kelezatan ini; walaupun sebagai tambahan atas mengenal Rabb mereka
dengan kecintaan dan kerinduan kepadaNya akan tetapi ketika melihat
Allah yang mereka cintai dan menyaksikan keindahan dan keagunganNya
kelezatan yang dirasakan berlipat-lipat, ma‟rifatullah dan mahabbah
semakin kuat.
37
Tidak ada di dalam perbuatanNya yang sia-sia, kerendahan dan
kezhaliman. Bahkan semuanya petunjuk, rahmat, adil dan lurus, Allah
berfirman :
“Sesungguhnya Aku bertawakkal kepada Allah Tuhanku dan Tuhanmu.
tidak ada suatu binatang melatapun melainkan Dia-lah yang memegang
ubun-ubunnya, sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus(selalu
berbuat adil)." (QS. Hûd : 56)
Dialah Allah yang bagiNya lah sifat yang Maha tinggi. Maka yang
memberikan keindahan tentunya lebih berhak disifati dengan keindahan.
Lalu bagaimana bisa seseorang mengungkapkan keindahanNya padahal
orang yang paling mengenalNya berkata : “Aku tidak sanggup memujiMu,
Engkau sebagaimana Engkau memujiMu atas diriMu”.1
Al Hakam2, Al „Adl3
1
HR. Muslim (222)
2
Yang Mahamenetapkan
3
Yang Mahaadil
38
“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah
yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ?”
(QS. Al Maidah : 50)
Dan firmanNya :
“Maka patutkah Aku mencari hakim selain daripada Allah, padahal
dialah yang telah menurunkan Kitab (Al Quran) kepadamu dengan
terperinci? orang-orang yang telah kami datangkan Kitab kepada mereka,
mereka mengetahui bahwa Al Quran itu diturunkan dari Tuhanmu dengan
sebenarnya. Maka janganlah kamu sekali-kali termasuk orang yang ragu-
ragu.” (QS. Al An‟am : 114)
40
Al Fattâh1
Pertama :
Kembali kepada makna Al Hakam; Yang memutuskan perkara di antara
hambaNya, memutuskan mereka dengan syari‟atNya, memberikan
ganjaran pahala bagi yang patuh dan hukuman bagi yang ingkar di dunia
dan di akhirat. Allah Ta‟a :
“Katakanlah: „Rabb kita akan mengumpulkan kita semua, kemudian Dia
memberi keputusan antara kita dengan benar. dan Dia-lah Maha pemberi
keputusan lagi Maha Mengetahui". (QS. Saba‟ 34 : 26)
Dan firmanNya :
“Ya Tuhan Kami, berilah keputusan antara Kami dan kaum Kami dengan
hak (adil) dan Engkaulah pemberi keputusan yang sebaik-baiknya”. (QS.
Al A‟raf 7:86)
Kedua :
AnugerahNya kepada para hamba dengan seluruh pintu-pintu kebaikan.
Allah berfirman :
1
Maha Pemberi Keputusan
41
oleh Allah Maka tidak seorangpun yang sanggup melepaskannya sesudah
itu. dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. Fathir 35
: 2)
Allah bukakan berbagai manfaat dunia dan agama untuk hambaNya. Allah
bukakan hati-hati yang tertutup dengan kelembutan dan pertolonganNya.
Allah bukakan ma‟rifah robbaniyah dan hakikat keimanan yang dapat
membaikkan kondisi mereka dan mengkokohkan mereka di atas jalan yang
lurus. Lebih khusus lagi, Allah akan anugerahkan untuk orang-orang yang
cinta dan dekat denganNya; dengan ilmu Robbani, cahaya yang terang
benerang dan pemahaman dan perasaan yang benar.
Dan Allah bukakan juga untuk hambaNya pintu-pintu rezeki dan jalan-
jalannya. Menyiapkan bagi orang-orang yang bertakwa berbagai rezeki
dan sebab-sebabnya, dari arah yang tidak disangka-sangka. Memberikan
nikmat kepada orang-orang yang bertawakkal melebihi dari apa yang
mereka minta dan mereka angan-angankan. Memudahkan urusan-urusan
mereka yang sulit dan membukakan pintu-pintu yang tertutup.
Ar Razzâq
“Sesungguhnya pada pertukaran malam dan siang itu dan pada apa yang
diciptakan Allah di langit dan di bumi, benar-benar terdapat tanda-tanda
(kekuasaan-Nya) bagi orang- orang yang bertakwa”. (QS. Hûd 11 : 6)
42
Allah Ta‟ala berfirman :
“Sesungguhnya Kami benar-benar telah mencurahkan air (dari langit).
Kemudian Kami belah bumi dengan sebaik-baiknya. Lalu Kami
tumbuhkan biji-bijian di bumi itu. Anggur dan sayur-sayuran. Zaitun dan
kurma. Kebun-kebun (yang) lebat. Dan buah-buahan serta rumput-
rumputan. Untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu”.
(QS. „Abasa 80 : 25-32)
Pertama :
Rezeki dengan sebab; dimana Allah jadikan pertanian, perdagangan,
produksi, peternakan, jasa dan lain-lain sebagai jalan bagi kebanyakan
manusia untuk mengais rezekinya. Allah Ta‟ala berfirman :
“dan Kami telah menjadikan untukmu di bumi keperluan-keperluan hidup,
dan (kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali
bukan pemberi rezki kepadanya.” (QS. Al Hijr 15 : 20)
43
Kedua :
Rezeki yang Allah berikan kepada hamba bukan karena sebab yang
dilakukannya; seperti rezeki yang Allah dari langit atau dari tangan orang
lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan usahanya. Karena si hamba
berusaha untuk tidak meminta-minta dan berusaha untuk tidak membebani
orang yang bertanggung jawab menafkahinya seperti suami, kerabat, tuan
dan semisalnya. Ini semua karena amal usaha yang dilakukannya atau apa
yang mengikuti usahanya.
Akan tetapi ada juga sebagian manusia yang tidak melakukan apa-apa,
tidak bekerja dan tidak berusaha. Mungkin karena sudah tua renta atau
malas mencari rezeki. Dan Allah Ta‟ala dengan kasih sayangNya tetap
memberikan rezeki yang cukup dari arah yang tidak disangka-sangka dan
dari jalan yang tidak diperhatikan. Allah Ta‟ala berfirman :
“dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus)
rezkinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezki kepadanya dan kepadamu
dan Dia Maha mendengar lagi Maha mengetahui”. (QS. Al Ankabut 29 :
60)
Demikian pula manakala kondisi si bayi yang lemah; tidak mampu makan
sendiri langsung, maka Allah anugerahkan kasih sayang kepada para ibu
dari kalangan manusia dan hewan. Sehingga hati mereka pun dipenuhi rasa
kasih sayang yang besar dan penuh kehangatan terhadap anak-anak
mereka. Maka mereka membantu anak-anaknya untuk menyantap rezeki
dan makanan yang ada. Maka betapa besar keagungan Allah Al Lathîf Al
Khabîr.
Berbagai macam rezeki dan beraneka ragam jenisnya ini tidak akan ada
yang mampu menghitungnya dan tidak ada yang akan mampu
mengutarakannya.
45
Al Wâhid1, Al Ahad2, Al Fard3
Yakni Dialah Yang Esa. Yang tersendiri dengan sifat-sifat kemuliaan dan
keagungan. Yang tersendiri dengan sifat kebesaran, kesombongan dan
keindahan. Allah Esa dengan dzatNya, Esa pada nama-namaNya dan tak
ada yang menyamaiNya, Esa pada sifat-sifatNya dan tak ada
tandinganNya, Esa pada perbuatanNya dan tak ada sekutu ataupun
penolong bagiNya. Allah Esa dalam uluhiyyah maka tak ada tandingan
bagiNya dalam pencintaan dan pengagungan. Begitu pula tidak ada
tandingan bagiNya dalam peribadatan dan penghambaan serta dalam
pengikhlasan. Dialah yang sifat-sifatNya teragung, sehingga
menjadikanNya tersendiri dari setiap kesempurnaan. Seluruh makhluk
tidak sanggup mencapai atau mengetahui (walaupun sedikit) dari sifat-
sifatNya terlebih lagi menyamaiNya pada salah satu dari sifat-sifatNya.
Ash Shomad4
46
Dialah yang dituju dalam keadaan tiba-tiba, semuanya tunduk kepadaNya
jika ditimpa musibah dan kondisi berat, semuanya meminta pertolongan
kepadaNya jika ditimpa kesulitan dan rintangan. Karena mereka (para
makhluk) tahu bahwa kebutuhan mereka ada disisiNya, dan disisiNyalah
solusi dari segala permasalahan. Karena kesempurnaan IlmuNya, keluasan
rahmatNya, kasih sayang dan perhatianNya, serta kebesaran kekuasaan,
kemuliaan dan kerajaan Nya.
Al Ghoniy1 Al Mughni
Dan firmanNya,
“Dan bahwasanya dia yang memberikan kekayaan dan memberikan
kecukupan”. (QS An Najm 53:8)
1
Yang Mahakaya, Mahacukup
47
Diantara kesempurnaan kekayaanNya : Bahwasanya perbendaharaan
langit dan bumi ada ditanganNya, kedermawananNya terhadap makhluk
terus menerus sepanjang malam dan siang, dan kedua tanganNya
terbentang setiap waktu.
Inilah kekayaan yang paling tinggi sebagaimana yang disabdakan Nabi ﷺ:
“Kaya itu bukanlah kaya harta, akan tetapi kaya itu kaya hati”1.
1
HR Bukhari dan Muslim
48
Manakala hatinya kaya dengan Allah dari ma‟rifah dan hakikat keimanan,
kaya dengan qonaah dan bergembira atas apa yang Allah berikan. Maka
jadilah hamba yang sampai pada derajat ini tidak lagi berangan-angan
menjadi raja atau penguasa. Karena ia telah mendapatkan kekayaan yang
tidak ada duanya. Yang dengannya hati menjadi tenang, ruh menjadi
tentram, jiwa menjadi bahagia.
Kita memohon kepada Allah Ta‟ala agar dikayakan hati kita dengan
petunjuk, cahaya, marifah dan qonaah. Dan menganugerahakan kita
luasnya karunia dan kemuliaanNya.
49