Anda di halaman 1dari 49

Mukaddimah

Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan Kitab Al qur‟an


sebagai petunjuk dan obat untuk hati manusia. Allah titipkan
didalamnya berbagai pengetahuan dan disiplin ilmu, yang dengannya
segala urusan menjadi lurus. Allah mudahkan Al Qur‟an bagi orang-
orang yang berdzikir. Allah jelaskan Al Qur‟an bagi orang yang ingin
mentadabburinya. Allah bukakan Al Qur‟an bagi orang-orang yang
berfikir. Dengan Al Qur‟an Allah perbaiki perkara yang zahir dan
batin, perkara agama dan dunia. Allah jadikan diantara karunia dan
kemuliaan Al Qur‟an adalah cakupannya terhadap ilmu-ilmu yang
pertama dan terakhir. Allah jadikan Al Qur‟an pemelihara semua
(kandungan) kitab-kitab dan ucapan-ucapan serta tanda bagi orang-
orang yang memperhatikan.

Aku bersaksi bahwasanya tiada Tuhan yang berhak disembah


melainkan Allah semata, tiada sekutu bagiNya di dalam kerajaan dan
kekuasaanNya. Tidak ada tandinganNya dalam nu‟ut (sifat-sifat yang
berubah) dan aushof (sifat-sifat yang tidak berubah), kemuliaan dan
kebaikanNya. Dan tidak ada tandinganNya dalam uluhiyah,
shomadiyah, keagungan, kebesaran dan urusanNya.

Dan Aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬adalah hambaNya dan


utusanNya yang ditolong dengan ayat-ayat dan petunjuk dariNya.
Utusan yang memberi petunjuk kepada surga dan keridhoanNya.

Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi


Muhammad ‫ﷺ‬, keluarga, para sahabat dan pengikutnya diatas
kebenaran dan penolong-penolongnya. Semoga kesejahteraan untuk
mereka semua.

Amma Ba‟du :
Sungguh aku sudah menulis sebuah kitab tebal tentang tafsir Al
Qur‟an. Karena saking tebalnya menjadi alasan untuk tidak
dipublikasikan. Membuat orang futur dan bosan akan ketebalannya.

1
Kemudian aku ringkas dari kitab tafsir tersebut dan kitab lain
sehingga menjadi sebuah kitab tentang kaidah-kaidah yang semuanya
berhubungan dengan ushul tafsir. Ini merupakan sebaik-sebaik nikmat
bagi orang yang ingin mendalami ilmu tafsir. Dimana kaidah-kaidah
dalam kitab ini adalah pokok dari semua ilmu. Kaidah ini mencapai
70 kaidah dan Allah mudahkan dalam pencetakan dan penyebarannya.

Lalu banyak permintaan datang kepadaku untuk menerbitkan kitab


tafsir, namun aku tolak karena alasan diatas. Aku senantiasa berfikir
untuk meringkas dan menyimpulkannya1. Namun yang tampak
bagiku bahwa yang utama dan paling bermanfaat adalah
mengeluarkan ilmu tafsir; setiap jenisnya walaupun harus
meninggalkan standar penulisan kitab tafsir. Bahkan walau harus
meninggalkan pendapat-pendapat ulama tentang ayat-ayat Al Qur‟an
bila kita berbicara tentang ayat yang semisal atau yang mirip. Karena
menulis seluruh ayat-ayat Al Qur‟an tidaklah syarat dari ilmu tafsir.
Karena diantara keistimewaan kemudahan Allah dalam memahami
makna Al Qur‟an adalah bahwasanya Allah jadikan pokok, pondasi
dan dasar ada dalam Al Qur‟an. Jika seseorang mengetahui satu ayat
di satu tempat maka ia akan temukan hal yang serupa, sama dan mirip
dengan ayat tersebut di tempat yang lain. Maka mengetahui sebagian
ayat Al Qur‟an mengajak kita untuk mengetahui ayat yang lain.

Lalu aku lihat ilmu tafsir itu sangatlah banyak. Kalau dibahas
semuanya maka kitabnya menjadi tebal pula. Kemudian aku lihat
ilmu Al Qur‟an itu yang paling penting secara mutlak ada tiga ilmu :

1. Ilmu Tauhid dan Aqidah agama.


2. Ilmu Akhlak dan Tabi‟at yang dicintai.
3. Ilmu Hukum-hukum tentang ibadah dan muamalat

Aku memandang bahwa fokus kepada tiga hal ini lebih utama. Hal ini
lebih bermanfaat dan lebih baik. Setiap satu bahsan mestinya dibahas
dalam satu kitab tebal khususnya ilmu tentang hukum-hukum syari‟at.
Akan tetapi yang kami sampaikan (dalam kitab ini) hanya maksud-

1
Syaikh mewujudkannya dengan mengarang kitab “Taisîr Lathîf Al Mannân fi Khulâshah Tafsîr Al Qur’ân”,
sudah dicetak dan dipublikasikan.

2
maksud dan nash-nashnya saja dari Al Qur‟an. Kami kumpulkan
dalam satu disiplin ilmu dan kami ringkas tanpa mengurangi maksud
dan tujuannya. Bahkan kami sampaikan dengan ungkapan yang jelas
dan tidak ada didalamnya bahasa yang sukar maupun pelik.

Kami memohon kepada Allah Ta‟ala agar menolong kita dalam hal
tersebut. Menjadikannya ikhlas mengharap wajahNya yang mulia.
Dan semoga bermanfaat bagi kami dan seluruh saudara-saudara kami
seiman. Mengampuni kesalahan, kekurangan dan melampaui batas
urusan kami. Sungguh Dialah yang Maha Dermawan lagi Maha
Mulia.

Kami namakan kitab ini “Fathur Rahîm Al „Allâm fi Ilmi Al „Aqâidi


wa Al Akhlâq wa Al Ahkâm” yang bersandarkan kepada nash
Kitabullah al Karim, istanbathnya, peringatan dan petunjuknya.

3
Jenis Pertama dari Ilmu Al Qur‟an :
Ilmu Aqidah dan Pokok-pokok Tauhid

Ini merupakan ilmu yang paling mulia secara mutlak, yang paling utama
dan yang paling sempurna. Dengan ilmu ini hati bisa istiqomah di atas
aqidah yang benar. Dengan ilmu ini akhlak akan suci dan berkembang.
Dengan ilmu ini amalan menjadi benar dan sempurna.

Ilmu ini membahas seputar hal-hal yang wajib bagi Allah ‫ ﷻ‬dari sifat-sifat
dan perbuatan yang sempurna. Membahas apa yang terlarang dan mustahil
bagi Allah dari sifat-sifat kekurangan, cacat dan setara denganNya.
Membahas Apa yang boleh bagi Allah dari menciptakan makhluk dan
melakukan apa yang Ia kehendaki, yang ia kehendaki terjadi dan yang
tidak Ia kehendaki tidak terjadi.

Ilmu ini juga membahas apa yang wajib diimani dari para Rasul dan sifat-
sifat mereka. Membahas apa yang wajib bagi mereka, apa yang terlarang
dan apa yang boleh pada hak mereka. Ilmu ini juga membahas keimanan
kepada kitab-kitab yang diturunkan kepada para Rasul, beriman kepada
apa yang Allah dan RasulNya beritakan tentang berita-berita masa lampau
dan yang akan datang. Beriman kepada hari akhir, hari pembalasan dengan
pahala dan siksaan. Beriman kepada surga dan neraka dan hal-hal yang
berhubungan dengannya.

Inilah pembahasan-pembahasan yang dibahas secara global dalam ilmu


ini. Dan Al Qur‟an yang agung ini membahasnya dengan sempurna.
Menerangkannya dengan keterangan yang tidak bisa disamakan dengan
kitab-kitab samawi lainnya. Tidak ada tersisa dari dasar pokok melainkan
telah dijelaskan dalam Al Qur‟an. Dikumpulkan didalamnya keterangan
dan petunjuk; keterangan tentang masalah-masalah penting lagi agung dan
petunjuk-petunjuk yang pasti baik dalam bentuk nalar, dalil-dalil nash
maupun fitrah manusia. Jenis ini ada beberapa bagian :

Pertama : Ilmu Tauhid

Yaitu ilmu tentang apa yang menjadi milik Allah ‫ ﷻ‬dari segala sifat
kesempurnaan. Allah tersendiri dengan sifat-sifat tersebut. Milik Allah lah
kesempurnaan mutlak yang mana hati tidak sanggup untuk sampai kepada

4
hakikatnya dan lisan tidak sanggup untuk mengungkapkannya. Makhluk
tidak sanggup menguasai sebagian sifatNya apalagi seluruhnya.

Ilmu ini dibangun diatas keyakinan serta ilmu dan pentuhanan serta
amalan. Adapun keyakinan serta ilmu yakni hendaknya seorang hamba
meyakini bahwa apa saja yang Allah jadikan sebagai sifat untuk diriNya
dari sifat-sifat sempurna adalah tetap (baca : konstan) bagi Allah dengan
bentuk yang paling sempurna. Allah ‫ ﷻ‬suci dari semua sifat-sifat yang
menafikan atau membatalkan kesempurnaan ini berdasarkan apa yang Ia
sucikan bagi diriNya atau yang disucikan oleh utusan Nya ‫ﷺ‬.

Adapun pentuhanan serta amalan yakni, hendaknya seorang hamba


mendekatkan dirinya kepada RabbNya dengan amalan-amalan zhahir dan
batin semata-mata untukNya ‫ﷻ‬. Ikhlas karena mengharap wajah Allah ‫ﷻ‬,
bertaubat kepadaNya, dan menuhankanNya dengan penuh rasa cinta, takut,
harap, meminta pertolongan dan tamak akan hal tersebut. Seorang hamba
berharap (melihat) wajah Allah yang Maha Tinggi atas akidah shahihah
yang di yakininya. Ia berharap (melihat) wajah Allah atas apa yang
diinginkan dari keinginan-keinginan luhur dan tujuan-tujuan baik dari
amalan-amalan hati. Ia berharap (melihat) wajah Allah atas apa yang
dikerjakan dari amalan-amalan shalih guna menegakkan hak-hak Allah
dan hak-hak hambaNya. Ia berharap (melihat) wajah Allah atas apa yang
diucapkan dan diungkapkan dari zikrullah, puji-pujian kepadaNya.
Membaca Kalamullah ‫ ﷻ‬dan Kalam Rasulnya ‫ﷺ‬. Membaca perkataan
Ahlul Ilmi yang merujuk kepada keduanya. Membaca perkataan baik yang
berisikan nasehat kepada para hamba dalam urusan agama dan dunia.
Mempelajari ilmu-ilmu yang bermanfaat kemudian mengajarkannya.
Semua ini wajib diikhlaskan hanya untuk Allah semata. Dan dengan
sempurnanya keikhlasan maka tauhid dan iman pun akan sempurna.

Dengan ketetapan ini maka tauhid kembali kepada dua hal :

1) Tauhid Asma wa Sifat; termasuk kedalamnya tauhid rububiyah, dan ini


kembali kepada ilmu dan keyakinan.
2) Tauhid ilahiyah dan ibadah, ini kembali kepada amalan dan keinginan,
amalan hati dan amalan anggota badan seperti yang telah dijelaskan.

Dinamakan juga dengan tauhid ilahiyah karena ilahiyah adalah sifat Allah
‫ﷻ‬. Dinamakan juga dengan tauhid ibadah karena ibadah sifat hamba yang
5
bertauhid dan ikhlas kepada Allah dalam perkataan, perbuatan dan segala
tindak tanduknya.

Al Qur‟an Al Karim hampir seluruhnya menetapkan pondasi-pondasi


yang agung ini, membantah apa saja yang bertentangan dengan pondasi
ini dari ta‟thil, tasybih, tanqish, dan dari syirik besar atau kecil atau
tandid.

Kedua : Wajib membenarkan Allah dan RasulNya dalam setiap


berita dan memprioritaskannya dari yang lain.

Allah ‫ ﷻ‬berfirman : “Katakanlah, Allah benar”1, ”Siapa yang lebih


benar perkataannya daripada Allah”2, “Siapakah yang lebih benar
perkataan (nya) daripada Allah”3, “Tidak ada yang dapat memberikan
keterangan kepadamu seperti yang diberikan oleh (Allah) yang Maha
Teliti”4, “Katakanlah : kamukah yang paling tahu atau Allah?”5,
“Katakanlah (Muhammad), siapakah yang lebih kuat kesaksiannya?,
Katakanlah : Allah”6, “Tetapi Allah menjadi saksi atas (Al Qur‟an) yang
ditujukanNya kepadamu (Muhammad), Dia menurunkan dengan ilmuNya
dan para malaikat pun menyaksikan, dan cukuplah Allah menjadi saksi”7,
“Allah menyatakan bahwa tidak ada tuhan selain Dia, (demikian pula)
para malaikat dan orang berilmu yang menegakkan keadilan, tidak ada
tuhan selain Dia, Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana”8.

Ayat-ayat yang senada dengan makna ini banyak, semuanya menunjukkan


kesimpulan yang paling jelas bahwa kewajiban yang paling wajib atas
seorang hamba adalah membenarkan setiap apa yang Allah beritakan
tentang diriNya dari sifat-sifat sempurna dan membenarkan setiap apa
yang Allah sucikan diriNya dari sifat-sifat kekurangan, dan Allah lebih
tahu dari makhluk tentang hal tersebut. PersaksianNya adalah persaksian
yyang paling besar. BeritaNya tentang diriNya dan semua apa yang Ia
beritakan berada pada derajat kebenaran yang paling tinggi. Oleh karena
itu wajib atas seorang hamba tidak memasukkan kedalam hatinya

1
QS. Ali Imran [3] : 95
2
QS. An Nisa [4] : 122
3
QS. An Nisa [4] : 87
4
QS. Fathir [35] : 14
5
QS. Al Baqarah [2] : 140
6
QS. Al An’am *6+ : 19
7
QS. An Nisa [4] : 166
8
QS. Ali Imran [3] : 18

6
keraguan paling rendah tentang khabar yang diberitakan Allah ‫ﷻ‬. Dan
menancapkan dalam hatinya tancapan akidah yang kokoh yang tidak
mungkin ditentang ataupun digoyah dengan keraguan.

Seorang hamba hendaknya mengetahui dengan penuh keyakinan


bahwasanya tidak mungkin ada berita yang kontradiktif dengan berita
Allah dan RasulNya. Setiap ilmu yang bertentangan dan menafikan
ilmuNya maka batal pada dasar dan hukumnya. Mustahil ada ilmu yang
benar namun kontradiktif dengan apa yang diberitakan Allah. Bukti yang
paling besar adalah bahwa siapa saja yang membangun akidahnya hanya
diatas berita Allah dan RasulNya maka ia telah membangun akidahnya
diatas pondasi yang kokoh, bahkan diatas pondasi dari semua pondasi.
Walaupun dipaksa dengan berita kontradiktif apapun. Bagaimana tidak,
sedangkan dalil-dalil nalar, fitrah, ufuqiyah1, nafsiyah2 semuanya
menguatkan berita Allah dan RasulNya dan bersaksi akan kebenaran dan
manfaatnya. Oleh karena itu Allah memuji hamba-hambanya yang
istimewa dan orang-orang yang berakal sehat dimana mereka membangun
keimanan mereka diatas pondasi ini, sebagaimana disebutkan dalam Al
Qur‟an : “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar orang yang
menyeru kepada iman, (yaitu) „Berimanlah kamu kepada Tuhanmu‟,
maka kamipun beriman”3, “Dan mereka berkata, „Kami dengar dan kami
patuhi”4, “(yaitu) mereka yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti
apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang diberi
petunjuk oleh Allah dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal
sehat”5.

Dari hal ini diketahui pula bahwa kebid‟ahan ahlul kalam yang batil dari
pendapat-pendapat dan akidah-akidah mereka yang tidak pernah
diturunkan Allah ‫ﷻ‬. Dan tidak pula dibangun di atas Al Qur‟an dan As
Sunnah bahkan dibangun di atas akal-akal yang sudah dikenal kesalahan
dan kesesatan orangnya. Hal itu adalah kebatilan yang paling batil dan
kebodohan yang paling bodoh, dimana yang mereka inginkan dari berita
Allah dan RasulNya condong mengikuti hawa nafsu mereka yang buruk,
condong mengikuti akal-akal mereka yang belum disucikan dengan

1
Bukti-bukti yang ada di Alam semesta seperti langit, bumi, pepohonan, pegunungan dan lainnya
2
Bukti-bukti yang ada di tubuh manusia seperti pendengaran, penglihatan, akal, lisan dan lainnya
3
QS. Ali Imran [3] : 193
4
QS. Al Baqarah [2] : 285
5
QS. Az Zumar [39] : 18

7
hakikat keimanan dan belum merasakan keimanan yang benar dan
keyakinan yang kokoh.

Cukuplah dasar pemikiran ini sebagai bantahan atas semua perkataan


orang yang sesat tanpa perlu melihat kebatilan mereka secara rinci. Setiap
kita tahu perkataan yang bertentangan dengan dalil-dalil syari‟at dan
petunjuk langit maka kita pun tahu kebatilannya. Karena apa saja yang
menafikan kebenaran maka itu adalah batil, dan apa saja yang menafikan
kejujuran maka itu adalah kebohongan.

Ketiga : Syarah Asmaul Husna yang disebut dalam Al Qur‟an secara


ringkas dan padat

Pokok ini (Asmaul Husna) adalah pondasi tauhid yang paling agung.
Bahkan tauhid tidak tegak dan sempurna sampai dibangun di atas pondasi
ini. Sesungguhnya tauhid kuat dengan mengenal Allah. Mengenal Allah
landasannya adalah mengenal Asmaul Husna dan segala cakupannya.
Yaitu makna-makna yang agung yang terkandung dan beribadah dengan
hal tersebut.

Dalam hadits shahih : “Sesungguhnya Allah memiliki sembilan puluh


sembilan nama, siapa yang ihsho‟ dengan nama-nama tersebut maka
akan masuk surga”1. Ihsho‟ artinya menghasilkan makna Asmaul Husna
di dalam hati dan memenuhinya dengan pengaruh-pengaruh dari
mengenal Allah ‫ﷻ‬. Karena setiap nama dari Asmaul Husna ada pengaruh
dalam hati yang tunduk dan beriman kepada Allah. Tidak ada pengaruh
yang lebih mulia dan agung yang bisa didapatkan seorang hamba baik di
dunia maupun di akhirat daripada Asmaul Husna. Kita memohon kepada
Allah ‫ ﷻ‬agar dikaruniai untuk bisa mengenalNya, mencintaiNya dan
bertaubat kepadaNya.

“Allah”

Nama yang mulia dan indah ini adalah asmaul husna yang paling agung.
Ada yang mengatakan : “Allah” adalah al ismu al a‟zham2. Nanti akan
dibahas lebih lanjut tentang al ismu al a‟zham - Insya Allah Ta‟ala.

1
HR. Bukhari No. 2736, Muslim No. 2677
2
Diantara yang berpendapat demikian adalah Ibnu Mundah dalam kitabnya At Tauhid (2/21)

8
Oleh karena itu seluruh asmaul husna disandarkan kepada nama ini
(Allah) dan disifatinya. Dikatakan : Ar Rahman, Al Khaliq, Ar Raziq, Al
„Aziz, Al Hakim dan seterusnya adalah diantara nama Allah. Dan tidak
dikatakan : Allah diantara nama Ar Rahman, Ar Rahim dan seterusnya.

Makna “Allah” sebagaimana yang dikatakan Ibnu Abbas radhiyallahu


anhuma : “Dzat yang memiliki sifat uluhiyah dan ubudiyah atas seluruh
makhluknya”1. Ibnu Abbas menggabungkan dalam tafsirnya ini antara
sifat yang berhubungan dengan dzat Allah dari nama yang mulia ini (pent.
: dengan sifat yang berhubungan dengan hambaNya). Uluhiyah yang
menjadi sifatNya yang ditunjukkan dari lafazh “Allah”. Seperti halnya
dengan sifat ilmu yang menjadi sifatNya yang ditunjukkan dari lafazh “Al
„Alim”. Sifat keperkasaan yang menjadi sifatNya yang ditunjukkan dari
lafazh “Al „Aziz”. Sifat kebijaksanaan yang menjadi sifatNya yang
ditunjukkan dari lafazh “Al Hakim”. Sifat kasih sayang yang menjadi
sifatNya yang ditunjukkan dari lafazh “Ar Rahim”. Dan Asmaul Husna
lainnya yang menunjukkan hubungannya kepada Dzat Allah dari sifat-
sifat yang ditunjukkan.

Demikian pula Allah yang memiliki sifat uluhiyah. Uluhiyah yang


menjadi sifatNya Allah adalah sifat agung yang berhak untuk
dipertuhankan. Bahkan berhak untuk tidak dipersekutukan sifat yang
agung ini dengan sekutu apapun dari berbagai bentuk.

Sifat uluhiyah adalah keseluruhan dari sifat-sifat sempurna, keseluruhan


dari sifat-sifat mulia, agung, indah, dan sifat-sifat kasih sayang, Maha
memberi, Maha mulia dan Maha menganugerahkan.

Sifat-sifat ini adalah sifat yang berhak untuk dipertuhankan dan diibadahi.
Dipertuhankan karena bagi Allah lah sifat-sifat agung dan sombong.
Dipertuhankan karena Ia tersendiri dengan sifat qoyyumiyah2, rububiyah,
kerajaan dan kekuasaan. Dipertuhankan karena Ia tersendiri dengan sifat
kasih sayang dan sifat menyampaikan nikmat yang zahir maupun batin
kepada seluruh makhlukNya. Dipertuhankan karena Ia menguasai segala
sesuatu dengan ilmuNya, hukumNya, kebijaksanaanNya, kebaikanNya,
rahmatNya, kekuatanNya, keperkasaanNya dan pemaksaanNya.
Dipertuhankan karena Ia tersendiri dalam kekayaan yang mutlak
sempurna dari berbagai sisi, sebagaimana selainNya bergantung
1
HR Ibnu Jarir dalam tafsirnya Jami’ Al Bayan ‘an Ayi Al Qur’an(1/54)
2
Berdiri sendiri tidak butuh kepada yang lain

9
kepadaNya terus menerus dari berbagai sisi. Bergantung kepadaNya
dalam penciptaan dan pengaturan. Bergantung kepadaNya dalam usia dan
rezeki. Bergantung kepadaNya dalam semua kebutuhan. Bergantung
kepadaNya dalam kebutuhan yang paling besar dan yang paling penting;
yaitu bergantung kepadaNya dalam beribadah dan menuhankanNya
semata.

Uluhiyah mencakup seluruh asmaul husna dan sifat-sifat yang luhur. Hal
ini dijadikan hujjah bagi yang berpendapat bahwa “Allah” adalah al ismu
al a‟zham. Ada juga yang berpendapat : al ismu al a‟zaham adalah “Ash
Shamad” yang bergantung kepadaNya seluruh makhluk akan kebutuhan
mereka, karena sempurna kepemimpinanNya, keagunganNya dan luas
sifat-sifatNya. Ada yang berpendapat : al ismu al a‟zham adalah “Al
Hayyu Al Qayyum” karena disebutkan dalam beberapa hadits. Dan karena
kedua nama yang agung ini mencakup seluruh asmaul husna dan sifat-
sifat sempurna. Sifat-sifat dzatiyah kembali kepada “Al Hayyu” yang
sempurna kehidupanNya maka sempurna pula sifat-sifatNya. Sedangkan
sifat-sifat perbuatan kembali kepada “Al Qoyyum”, karena Ia yang berdiri
sendiri dan berdiri untuk lainNya1, semua makhluk butuh kepadaNya. Dan
ada juga pendapat-pendapat lain tentang al ismu al a‟zham ini2.

Namun yang benar (setelah diteliti) al ismu al a‟zham adalah ism jenis3
bukanlah ism mu‟ayyan4. Nama Allah ada 2 jenis :

1) Nama yang menunjukkan satu atau dua sifat atau mencakup beberapa
sifat tertentu.
2) Nama yang menunjukkan semua sifat-sifat sempurna dan mencakup
semua sifat-sifat agung, mulia dan indah. Jenis inilah yang dimaksud al
ismu al a‟zham karena makna yang paling agung dan paling luas
menunjukkan kepada hal ini.

Maka dengan demikian “Allah” adalah al ismu al a‟zham, begitu juga


“Ash Shamad”, “Al Hayyu al Qayyûm”, “Al Hamîd Al Majîd”, “Al Kabîr
Al „Azhîm” dan “Al Muhîth”. Pendapat ini lah yang ditunjukkan dari
makna al ismu al a‟zham dan hikmahnya. Dan juga pendapat ini

1
Berdiri untuk mengatur urusan-urusan mereka dan membolak balikkan perkara mereka
2
Ada 20 pendapat yang dikumpulkan As Suyuthi dalam kitabnya Ad Durar Al Munazham fi Al Ism Al A’zham,
namun kebanyakannya lemah karena tidak berdasarkan dalil sahih.
3
Ism yang tidak ditentukan maksudnya.
4
Ism yang ditentukan maksudnya.

10
mengumpulkan pendapat-pendapat yang benar semuanya. Wallahu
a‟lam1.

Jadi yang dimaksud dari tafsirnya Ibnu Abbas radiyallahu anhu adalah
dimasukkannya sifat Allah yakni uluhiyah yang telah kami jelaskan
maknanya, dan sifat hamba yakni ubudiyah. Maka para hamba
menyembahNya dan menuhankanNya.

Allah ‫ ﷻ‬berfirman : “Dan Dialah Tuhan (yang disembah) di langit dan


Tuhan (yang disembah) di bumi”2, yakni di tuhani penduduk langit dan
dituhani penduduk bumi baik suka maupun tidak. Semuanya tunduk
dihadapan kebesaranNya, patuh kepada irodahNya dan kehendakNya,
hina dan rendah terhadap keperkasaanNya dan qoyyumiyahNya.

Ibadurrahman (pent : hamba-hamba Ar Rahman) mempertuhankan dan


menyembah Allah ‫ﷻ‬. Mereka kerahkan kemampuan untuk
mempertuhankanNya dengan hati dan jiwa, perkataan dan perbuatan,
sesuai dengan posisi dan derajat mereka. Mereka mengetahui dari nu‟ut
Nya (sifat-sifat yang berubah) dan aushof Nya (sifat-sifat yang tidak
berubah) apa yang sanggup mereka pahami. Mereka mencintai semua
sifat-sifat Allah di setiap hati mereka dengan kecintaan yang terpusat
kepadaNya. Tidak ada kontradiksi cinta mereka ini dengan kecintaan
kepada anak, orang tua dan apa yang dicintai oleh jiwa mereka. Bahkan
orang-orang istimewa menjadikan kecintaan jiwanya yang bersifat
ukhrowi, duniawi dan adat kebiasaan mengikuti kecintaan ini. Manakala
sempurna kecintaan kepada Allah dalam hati mereka maka mereka
mencintai apa yang dicintai Allah baik itu manusia, perbuatan, waktu dan
tempat. Maka jadilah cinta dan benci mengikuti tuhan mereka, tuan yang
mereka cintai.

Tatkala sempurna kecintaan mereka kepada Allah dalam hati mereka,


yang mana kecintaan ini adalah dasar pentuhanan dan peribadatan, maka
mereka bertaubat kepadaNya seraya meminta kedekatan kepadaNya dan
1
Diantara orang yang sependapat dengan hal ini adalah Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah. Sebagaimana
komentar beliau dalam kitab Fiqh Ad’iyah wa Adzkar hal. 155, beliau berkata : “Yang benar adalah bahwa
(pent : al ismu) al a’zham maknanya “Al ‘Azhim” dan semua Asmaul Husna adalah baik dan agung. Barang
siapa yang meminta Allah dengan nama-nama tersebut dengan penuh kejujuran, keikhlasan dan selamat dari
penghalang ijabah do’a maka diharapkan do’anya dikabulkan. Sebagaimana yang ditunjukkan dari berbagai
hadits dan makan yang terkandung. Maka setiap nama Allah adalah husna dan agung ‫ﷻ‬, Allah lah Waliyu At
Taufiq”.
2
QS. Az Zukhruf [43] : 84

11
keridhaanNya. Mereka berusaha mencari wasilah kepada hal tersebut dan
mencari pahalaNya dengan bersungguh-sungguh dalam mengerjakan apa
yang Allah dan RasulNya perintahkan. Dan juga meninggalkan apa saja
yang Allah dan RasulNya larang. Sehingga mereka menjadi orang-orang
yang mencintai dan dicintai. Maka terwujudlah ubudiyah dan uluhiyah
mereka kepada Allah. Dan merekapun berhak menjadi hambaNya yang
sebenarnya. Mereka pun disandarkan kepada Allah dengan sifat rahmat
sebagaimana firmanNya : “Dan hamba-hamba Ar Rahman”1.

Kemudian disebutkan juga sifat-sifat ibadurrahman yang indah yang


hanya didapatkan berkat rahmatNya. Mereka mendapatkan kedudukan
sifat-sifat tersebut berkat rahmatNya pula. Allah membalas mereka
dengan kecintaan kepadaNya, kedekatanNya, keridhaanNya, pahalaNya,
kemuliaanNya dan kasih sayangNya.

Dengan ini bisa diketahui bahwa siapa saja yang menyerahkan kecintaan
ini, yang mana cinta adalah ruhnya ibadah, yang menjadi dasar penciptaan
semua makhluk, lalu diserahkan kepada selain Allah maka sungguh ia
meletakkan kecintaan tersebut bukan pada tempatnya. Ia juga telah
menyia-nyiakannya. Ia menzalimi dirinya dengan kezaliman yang paling
zalim. Dimana ia mengosongi wadah paling besar yang seharusnya diisi.
Oleh karena itu kesyirikan berhak dikatakan sebagai kezaliman yang
paling besar. Dan pelakunya kekal di neraka, terhalang dari surga dan
diharamkan masuk kedalamnya. Karena surga kampungnya orang-orang
baik yang mana mereka menyembah Allah dengan sebenar-benarnya dan
ikhlas karenaNya.

Allah kumpulkan kedua makna ini di beberapa tempat dalam Al Qur‟an


seperti firmanNya kepada : “Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak
ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah
shalat untuk mengingat Aku”2, “Dan Kami tidak mengutus seorang
rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya:
"Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka
sembahlah olehmu sekalian akan Aku”3, “maka sembahlah Dia dan
berteguh hatilah dalam beribadat kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui

1
QS. Al Furqon [25] : 63
2
QS. Thaha [20] : 14
3
QS. Al Anbiya [21] : 25

12
ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?”1 yakni yang
sama dan serupa dalam sifat-sifat uluhiyah.

Demikian pula dengan kalimat ikhlas yaitu “Lâ ilâha illâ Allâh”. Kalimat
ini mencakup penafian uluhiyah selain Allah. Dan tidak berhak seorang
pun dari makhluk ini ada di dalam uluhiyah walaupun seberat dzarrah.
Maka jangan alihkan kepada selain Allah apapun juga dari ibadah-ibadah
zahir dan batin. Hanya kepada Allah sajalah uluhiyah diberikan. Dia-lah
yang berhak untuk dipertuhankan dengan penuh cinta, harap, cemas dan
taubat kepadaNya. Dengan penuh tunduk dan takut dari segala sisi. Dialah
satu-satunya yang dituhani, yang dibadahi, yang dipuji, yang diagungkan,
yang dimuliakan, yang memiliki keagungan dan kemuliaan.

“Ar Rahmân2, Ar Rahîm3, Al Barr4, Al Karîm5, Al Jawwâd6, Al


Wahhâb7, Ar Ra‟ûf8”

Nama-nama yang mulia ini maknanya berdekatan. Semuanya


menunjukkan bahwa Allah disifati dengan kesempurnaan kasih sayang,
luasnya pemberian dan kebaikan. Banyaknya karunia, kasih sayang dan
belas kasihNya.

Keberadaan manfaat, cinta dan kebaikan yang ada di alam atas dan alam
bawah maka itu semua berasal dariNya dan dari rahmatNya,
kedermawananNya, kemuliaanNya dan karuniaNya. Sebagaimana halnya
dengan dijauhkannya dari segala hal yang dibenci, balas dendam,
ketakutan, bahaya dan kemudhorotan. Kesemuanya itu berkat rahmat
dan kebaikanNya. Karena tidak ada suatu kebaikan pun melainkan datang
dariNya dan tidak ada suatu mudhorot pun yang diangkat melainkan
karenaNya.

Rahmat Allah ‫ ﷻ‬mendahului dan mengalahkan marahNya. Hal ini terlihat


dengan jelas pada makhlukNya. Semua penjuru langit dan bumi dipenuhi
dengan rahmatNya. Semua hati makhluk dipenuhi dengan rahmat

1
QS. Maryam [19] : 65
2
Yang Mahapengasih, Mahapemurah
3
Yang Mahapenyayang
4
Yang Mahamelimpahkan kebaikan
5
Yang Mahapemurah
6
Yang Mahapemurah
7
Yang Mahapemberi
8
Yang Mahabelas kasih

13
sehingga para makhluk pun saling sayang menyayangi dengan rahmat
yang Allah bagi-bagikan dan dititipkan ke hati-hati mereka. Bahkan
hewan pun memberikan kasih sayang kepada anak-anaknya padahal tidak
mengharapkan manfaat, balasan atau upah dari anak-anaknya tersebut.
Kasih hewan kepada anak-anak mereka dan sayangnya yang besar adalah
saksi atas kasih sayang Penciptanya yang luas.

KaruniaNya tersebar bagi penduduk langit dan bumi. Allah mudahkan


untuk mereka hal-hal yang bermanfaat, nafkah dan rezeki serta
mengikatnya dengan sebab-sebab yang dimudahkan dan jalan-jalan yang
dientengkan.

“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah
yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang
itu dan tempat penyimpanannya”1.

Allah mengetahui kemaslahatan yang mereka tidak ketahui. Allah


takdirkan kemaslahatan tersebut padahal mereka enggan dan tidak mau.
Boleh jadi Allah uji mereka dengan hal-hal yang dibenci yang mana dapat
menghantarkan mereka kepada apa yang mereka sukai. Bahkan Allah
menyayangi mereka dengan berbagai macam musibah dan rasa sakit.
Allah jadikan rasa sakit semuanya adalah baik bagi seorang mukmin yang
berlaku sabar.

“Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin. Seluruhnya urusannya


itu baik. Ini tidaklah didapati kecuali pada seorang mukmin. Jika
mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur. Itu baik baginya. Jika
mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar. Itu pun baik baginya”2.

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan
boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu;
Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.”3

Kasih sayang Allah juga terlihat dalam perintah dan syariatNya yang
disaksikan oleh mata yang melihat dan diakui oleh orang-orang yang
berakal. SyariatNya adalah cahaya, kasih sayang dan hidayah. Dan
sungguh syariatNya mengandung kasih sayang. Menghantarkan kepada

1
QS. Hûd [11] : 6
2
HR Muslim dalam kitab Shahihnya No. 2999
3
QS. Al Baqarah [2] : 216

14
rahmat, kemuliaan, kebahagiaan dan kemenangan yang paling tinggi.
Disyari‟atkan di dalamnya segala kemudahan dan dinafikan segala
kesukaran. Yang mana ini menunjukkan bukti paling besar akan luasnya
rahmat Allah, kedermawanan dan kemuliaanNya. Larangan-larangan
Allah semuanya adalah rahmat. Karena sejatinya adalah penjagaan atas
agama seorang hamba. Terjaga akal, kehormatan, badan, akhlak dan harta
dari keburukan dan hal-hal yang membahayakan. Setiap larangan
tujuannya adalah kembali kepada hal-hal diatas.

Demikian pula perintah-perintah Allah, Allah bantu dan permudah dengan


sebab-sebab syar‟i dan sebab-sebab takdir, demikian itu adalah bentuk
kesempurnaan rahmat Allah. Sama halnya dengan larangan-larangNya
dimana Allah ciptakan kesulitan dan rintangan untuk menghalangi
hambaNya agar tidak jatuh kedalam keburukan, kecuali bagi orang yang
enggan. Dan tidak ada kebaikan sedikitpun dalam keburukan yang
dilarangNya. Demikian juga ditetapkan batasan-batasan yang dapat
mencegah seorang hamba mendekati larangan-larang tersebut, sehingga
keburukanpun berkurang dalam jumlah banyak.

Secara umum; syariat dan perintahNya turun dengan rahmat, mengandung


kasih sayang dan menghantarkan kepada kasih sayang yang abadi dan
kebahagiaan yang tidak pernah habis.

“Al Khâliq1 Al Bâri2 Al Mushawwir3”

Artinya Ia sendirian dalam menciptakan semua makhluk. Ia sendirian


dalam mengadakan semua yang ada dengan kebijaksanaanNya. Dengan
IhhkamNya4 Allah memberikan rupa dan membaguskan ciptaanNya di
seluruh jagat raya. Allah ciptakan, adakan dan fitrahkan pada waktu yang
tepat. Allah tetapkan takdir makhluknya dengan sebaik-baik takdir. Allah
ciptakan makhluk dengan sebaik-baik penciptaan dan memberikan
petunjuk yang baik untuk mereka. Allah berikan apa yang layak bagi
makhluknya, lalu setiap makhluk Allah beri hidayah dan petunjuk kepada
apa yang dipersiapkan untuk mereka.

1
Yang Maha menciptakan
2
Yang mengadakan
3
Yang memberikan bentuk dan rupa
4
Sifat Allah yang tekun dan tepat dalam berbuat

15
Jika Dialah satu-satunya yang Maha menciptakan, Maha mengadakan
yang tiada, Maha memberikan rupa dan tidak ada sekutu baginya dalam
melakukan hal tersebut maka Dialah satu-satunya Tuhan yang berhak
untuk diibadahi. Dialah yang menciptakan segala perbuatan dan sifat. Dan
Dia pula yang memberi petunjuk siapa yang Ia kehendaki dan
mensyesatkan siapa yang Ia kehendaki. Dia yang menjadikan orang
beriman itu mukmin dan orang kafir itu kafir tanpa memaksa manusia
melakukan apa yang tidak disukainya.

Hal ini menjadi bantahan atas pemahaman qodariyah1 dimana mereka


mengeluarkan perbuatan hamba, ketaatan dan maksiat dari penciptaan dan
takdir Allah Ta‟ala. Landasan mereka adalah ingin lari dari pemahaman
jabariyah2. Penganut paham qodariyah tidak tahu bahwa kesempurnaan
Allah dan kesempurnaan takdirNya menafikan adanya paksaaan. Dan
Allah mampu untuk membuat hamba melakukan apa yang dikehendaki
dan diinginkan sesuai dengan takdir dan kehendakNya. Allah lebih agung
dari memaksa hambaNya. Allah lebih adil dari menzalimi hambaNya.
Bahkan hamba itulah yang punya keinginan dan kehendak, dan Allah lah
yang menciptakan mereka seperti itu. Kehendak dan kemampuan mereka
mengikuti kehendakNya Allah. Allah Ta‟ala berfirman,
              
“(yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus.
Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila
dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam”. (QS. At Takwir 81 : 28-29)

“Al „Azîz3, Al Jabbâr4, Al Mutakabbir5, Al Qahhâr6, Al Qowiy7, Al


Matîn8”

Dia lah Al Aziz yang memiliki seluruh makna keperkasaan, Allah


berfirman, “Sesungguhnya keperkasaan itu adalah milik Allah

1
Qadariyyah adalah kelompok yang meyakini bahwa Allah tidaklah mengetahui dan menetapkan takdir
sesuatu yang akan terjadi di masa yang akan datang, dan meyakini kalau perbuatan makhluk bukan Allah yang
menciptakan
2
Jabariyah adalah kelompok yang meyakini bahwa perbuatan hamba dipaksa oleh Allah dan manusia tidak
mempunyai kehendak apapun
3
Yang Mahaperkasa
4
Yang Mahaberkuasa, Mahamemaksa
5
Yang Mahasombong, Mahasempurna dari kekurangan
6
Yang Mahaperkasa
7
Yang Mahakuat
8
Yang Mahakokoh

16
semuanya” (QS. Yunus 10 : 65). Dia lah “Al Aziz” yang sempurna
kekuatanNya dan ini disebut dengan izzatul quwwah1. Dan dimaksudkan
juga dengan makna ini dua nama Allah yakni “Al Qowiy” dan “Al
Matin”.

Makna yang kedua adalah bahwasanya Allah memiliki sifat izzatul


imtina‟2 dari dikalahkan oleh orang lain, dikuasi orang lain, atau
mendapatkan mudarat atau manfaat dari hambaNya. Allah tercegah dari
segala yang tidak layak bagi kebesaran dan keagungan Nya; seperti sifat
aib, sifat kekurangan serta hal-hal yang dapat menafikan kesempurnaan
Allah. Dimaksudkan pula dengan makna ini nama Allah yaitu “Al
Mutakabbir” akan tetapi Al Mutakabbir adalah nama yang menunjukkan
kesempurnaan yang agung dan kesombongan yang mutlak. Bersamaan
dengan makna ini juga bahwasanya Allah Maha besar dan Maha suci dari
segala hal yang tidak layak terhadap kebesaran kemuliaan dan
keagunganNya.

Makna yang ketiga adalah izzatul qohr3, yang ditunjukkan oleh nama
Allah yakni “ Al Qohhar” dimana Allah memaksa dengan takdir yang Ia
tetapkan kepada seluruh makhluk. Semua makhluk menundukkan diri
kepadaNya. Ubun-ubun mereka ada di tanganNya. Semua pergerakan dan
pengaturan kerajaan ini ada di tanganNya. Kerajaan ini ada di tanganNya.
Apa yang Ia kehendaki terjadi dan apa yang tidak Ia kehendaki tidak
terjadi.

Alam atas dan alam bawah dan apa yang ada di dalamnya seperti
makhluk-makhluk yang besar, seluruhnya tunduk kepadaNya baik
geraknya, diamnya, apa yang datang dan apa yang tinggal semuanya
adalah milik Raja dan Pengaturnya. Para makhluk tidak memiliki hak
apapun. Tidak pula menetapkan hokum, bahkan semua urusan adalah
milik Allah. Hukum syar‟iy4, hukum takdiriy5 dan hukum jaza‟iy6
semuanya adalah milik Allah tidak ada Hakim melainkan Allah, tidak ada
Rabb selainNya dan tidak ada Ilah selainNya.

1
Artinya keperkasaan dalam kekuatan
2
Artinya keperkasaan dalam pencegahan, penolakan
3
Artinya keperkasaan dalam pemaksaan
4
Maknanya adalah Kitabullah dan Sunnah Rasulullah
5
Maknanya adalah qadha dan takdir yang telah Allah tetapkan kepada makhluk
6
Maknanya adalah balasan di akhirat sebagai konsekuensi dari hukum syar’i

17
Izzah dengan makna qohr adalah salah satu dari makna “Al Jabbar” dan
diantara makna “ Al Jabbar” adalah bahwasanya Allah “Al „Aliy” “Al
A‟la” yang di atas Arasy bersemayam, yang menguasai kerajaan, yang
berkuasa atas segala kekuatan dan gerak gerik.

Diantara makna “Al Jabbar” ada makna yang kembali kepada lembutnya
rahmat dan kasih sayang. Dia lah yang membantu orang yang lemah,
mengkayakan orang fakir, memulihkan orang yang sakit dan yang
tertimpa musibah. Dengan keagunganNya Dia melipur hati-hati orang
yang sedih dengan hiburan khusus. Mereka tunduk dihadapan
kesempurnaanNya, mengharapkan karuniaNya agar dilimpahkan ke dalam
hati mereka kecintaan, ma‟rifatullah, ilham, hidayah, petunjuk, taufik dan
keteguhan.

“Al Malik1, Al Mâlik lil Mulk2”


Artinya Dia lah yang memiliki semua sifat-sifat kebesaran, Dia lah Raja
dari semua kerajaan, tersendiri dalam kesempurnaan kekuatan,
kesempurnaan keperkasaan, kesempurnaan kekuasaan, kesempurnaan
ilmu yang luas, kesempurnaan hikmah yang luas, dan keinginan yang
terpenuhi. Sempurna dalam bertindak dan sempurna pula kasih
sayangNya. Hukumya berlaku di alam atas dan di alam bawah
sebagaimana berlaku juga di dunia dan di akhirat. HukumNya ada tiga,
yang mana setiap makhluk tidak bisa lepas darinya :

1. Hukum Takdir; yakni berjalannya takdir, mengadakan yang tiada,


meniadakan yang ada, menghidupkan, mematikan, mengadakan,
mengatur, menyediakan, semuanya berjalan diatas qadha dan
qadarNya.
2. Hukum Syari‟at; yakni Allah mengutus utusan-utusanNya,
menurunkan kitab-kitabNya, menetapkan syari‟atNya, menciptakan
makhluk untuk mengikuti hukum ini. Memerintahkan mereka untuk
mengikutinya baik akidah maupun akhlak, perkataan maupun
perbuatan, zahir ataupun batin. Melarang mereka melampaui batas
hukum syari‟at. Ia beritakan bahwa setiap hukum yang bertentangan
dengan hukumNya adalah keburukan; berasal dari kebodohan dan
hukum-hukum thoghut.

1
Maha Raja
2
Raja segala raja

18
3. Hukum Balasan; yakni balasan atas perbuatan baik atau buruk di dunia
dan di akhirat. Allah memberikan pahala bagi yang ta‟at kepadaNya
dan menyiksa yang ingkar kepadaNya.

Semua hukum-hukum ini mengikuti keadilan, kebijaksanaan dan


pujianNya secara umum. Dan hal ini merupakan diantara makna dari
kerajaanNya.

Diantara makna ke-raja-an Nya : Bahwa semua yang ada ini adalah
milikNya. Begitu pula dengan para hamba yang butuh kepadaNya,
bergantung kepada Allah semua urusan mereka. Tidak ada satupun yang
keluar dari kerajaanNya. Tidak ada satu makhlukpun yang tidak butuh
akan penciptaanNya, penjagaanNya, manfaat yang diturunkan dan bahaya
yang ditolak olehNya.

Diantara makna ke-raja-an Nya : Diturunkannya kitab-kitab, diutusnya


para Rasul. Diturunkannya hidayah bagi orang yang berilmu,
diberikannya petunjuk bagi orang-orang yang sesat. Ditegakkan hujjah
dan udzur atas para penentang dan sombong. Menempatkan pahala dan
siksaan pada tempatnya dan meletakkan perkara pada letaknya.

Termasuk makna ke-raja-an Nya : Bahwasanya setiap hari Ia mengampuni


dosa, menolong kesulitan, melipur kesedihan, menghilangkan rintangan,
menolong yang putus asa, membantu yang lemah, mengkayakan yang
fakir. Menunjuki yang sesat, tidak mengurusi yang menentang.
Memuliakan suatu kaum dan merendahkan kaum lain. Merubah apa saja
yang sedang berjalan dalam satu aturan agar hamba mengetahui
kesempurnaan ke-rajaanNya, keterlaksanaan kehendakNya dan
keagungan kekuasaanNya.

“Al Malik” kembali kepada tiga hal :


1. Sifat-sifat raja, yakni sifat-sifat agung.
2. Otoritas dalam bertindak atas segala sesuatu di seluruh alam.
3. Seluruh makhluk milikNya dan budakNya.

Dia-lah Raja yang bagiNya kerajaan alam atas dan alam bawah. BagiNya
lah semua pengaturan yang terlaksana di alam atas dan bawah. Tidak ada
satupun yang ikut serta dalam hal kepemilikan tersebut.

19
“Al Quddûs1, As Salâm2”
Yakni bagiNya semua kesucian, kemurnian dan keagungan. Maha Suci
dari sifat-sifat kurang. Makna “Al Quddûs” kembali kepada sifat-sifat
agung, selamat dari cela dan kekurangan, demikian juga “As Salâm”
menunjukkan makna kedua yakni selamat dari segala aib, penyakit dan
kekurangan.
Hal-hal yang disucikan dariNya ada dua hal :
1. Bahwasanya Allah suci dari setiap apa yang dapat menafikan
kesempurnaan sifat-sifatNya. BagiNya lah puncak dari setiap sifat
sempurna. Ia disifati dengan kesempurnaan ilmu dan kesempurnaan
kekuatan. Suci dari sifat lupa dan lalai, dan dari terluput atas
pengawasan di langit dan bumi walau sebesar dzarrah pun, tidak lebih
kecil dari itu ataupun lebih besar. Suci dari sifat lemah dan capek, lelah
dan letih. Ia disifati dengan kesempurnaan hidup qoyyumiyah (bangun
terus menerus). Suci dari kebalikannya yakni kematian, kantuk dan
tidur. Ia disifati dengan adil dan kaya yang sempurna, suci dari sifat
zalim dan butuh kepada sesuatu dari sisi manapun. Ia disifati dengan
kesempurnaan hikmah dan rahmat, suci dari lawannya yakni sia-sia
dan keteledoran, dan dari perbuatan yang dapat menafikan hikmah dan
rahmatNya. Demikian pula berlaku pada semua sifat-Nya; yakni suci
dari setiap hal yang kontradiksi dan berlawanan.
2. Bahwasanya Ia suci dari menyerupai makhlukNya walau satupun, atau
ada tandingannya dari satu sisi. Makhluk seluruhnya; walaupun agung
dan mulia dan sampai pada puncak yang layak bagi mereka dari sifat
kebesaran dan kesempurnaan maka hal tersebut tidak mendekati
bahkan bisa menyerupai “Al Bâri”. Bahkan semua sifat mahkluk akan
lemah bila disandarkan kepada sifat Pencipta mereka. Bahkan semua
sifat mereka yang sempurna itu; Dia-lah yang memberikannya kepada
mereka. Karena Dia-lah yang memberikan mereka akal, pendengaran,
penglihatan, kekuatan zahir dan batin. Dia-lah yang mengajarkan dan
mengilhamkan mereka. Dia-lah yang menghidupkan zahir dan batin
mereka dan menyempurnakannya. Para Rasul dan Malaikat berkata :
“Tiada satu ilmupun melainkan apa yang Engkau ajarkan kepada
kami”
Dalam hadits qudsi Allah Ta‟ala berfirman : “Wahai hambaKu setiap
kalian sesat kecuali yang Aku kasih petunjuk maka mintalah petunjuk
1
Yang Mahasuci
2
Yang Mahamemberi keselamatan

20
kepadaKu, Wahai hambaKu setiap kalian lapar kecuali yang Aku kasih
makan…”1 dan seterusnya.
Maka Allah suci dari segala yang dapat menafikan sifat-sifatNya yang
mulia, agung dan sempurna. Dia suci dari imbangan, tandingan, sepadan,
dan serupa. Dan itu semua termasuk kedalam namaNya yang “Al Quddus,
As Salam”.
“Al Mu‟min2”
Al Iman kembali maknanya kepada pembenaran dan pengakuan. Dan apa
yang menjadi konsekuensi dari hal tersebut seperti petunjuk, pembenaran
orang-orang jujur dan iqomatul burhan atas kebenaran mereka. Maka
Allah Ta‟ala “Al Mu‟min” yang Dia sebagaimana Dia memuji diriNya,
dan sebagaimana dikenalkan oleh para Rasul dan hambaNya dari nama-
nama dan sifat-sifatNya. Hal itu mendorong sifat-sifat yang agung dari
makhluk pilihan untuk mengenalNya dan beriman denganNya dimana
bagiNya lah kesempurnaan mutlak dari berbagai sisi. Allah sebagaimana
Ia memuji diriNya dan diatas pujian hambaNya.
Dialah Allah yang membenarkan para utusanNya dan bersaksi atas
kebenaran mereka dengan firman, perbuatan dan ketetapanNya dimana Ia
mengabarkan akan kebenaran mereka. Allah Ta‟ala melakukan perbuatan-
perbuatan dari mukjizat, tanda-tanda, hal-hal diluar kebiasaan yang
banyak. Bukti-bukti yang beraneka ragam, yang dapat mengenalkan para
hamba akan kebenaran para Rasul dan bersaksi atas kebenaran yang
mereka bawa. Maka setiap mathalib dan masail yang agung tidaklah
tersisa satu pun melainkan ditegakkan atasnya bukti yang sangat banyak.
Allah Ta‟ala berfirman :
                 

  

“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan)


kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas
bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa
Sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?” (QS.
Fushshilat : 35)

1
HR. Muslim (No. 2577)
2
Yang Memberi keamanan

21
Maka al iman yang kembali kepada ma‟rifah dan mahabbatullah lah yang
paling berhak dan paling utama. Dan kita cukupkan sampai disini tentang
penjelasan makna “Al Mu‟min”.

“Asy Syahîd1, Al Muhaimin2, Al Muhîth3”


Yakni yang meneliti atas segala sesuatu. Yang ilmuNya meliputi zahir dan
batin, yang tersembunyi dan yang terang, baik yang lalu dan yang akan
datang, mendengar suara yang samar dan jelas, melihat semua yang ada
baik halus maupun yang nyata, kecil dan besar. IlmuNya, kekuatanNya,
kekuasaanNya, awalNya, akhirNya, zahirNya, batinNya meliputi segala
yang ada. Ia tidak terhalangi zahir dari batin makhluknya, tidak pula besar
dari kecilnya, tidak pula dekat dari jauhnya, dan tidak ada yang
tersembunyi atas ilmuNya apapun juga. Tidak ada satupun yang asing
bagiNya di dalam kerajaan dan kekuasaanNya. Tidak ada yang terlepas
dari kekuasaan dan keperkasaanNya apapun juga. Tidak ada yang sulit
atasNya, dan tidak ada pula yang berat bagiNya.

Seluruh amalan para hamba telah di hitung dan diketahui ukuran dan
takaran balasannya baik kebaikan ataupun keburukan. Dan mereka akan
di balas sesuai dengan kebijaksanaan, kemuliaan, keadilan dan
rahmatNya. Para raja dan penguasa tirani walaupun kekuasaannya besar,
kerajaannya luas, keras kediktatorannya, melampaui batas penidasan.
Sesungguhnya pengawasan Allah meliputi keadaan mereka. Allah
memperhatikan dan mengawasi setiap gerak gerik mereka, ubun-ubun
mereka ada ditanganNya. Mereka tidak bisa keluar dari urusan, keinginan
dan kehendakNya.
Dimana tempat lari sedangkan ada tuhan yang mencari
Orang yang jahatlah dikalahkan dan bukan mengalahan
Tiga asamaul husna ini kembali kepada makna keluasan ilmuNya,
ilmunya meliputi segala sesuatu, kebesaran kerajaan dan kekuasanNya,
kesaksian untuk hambaNya dan atas perbuatan hambaNya, pembalasan
dan tersendiri dalam mengatur hambaNya, mereka mengikuti hukum-
hukum taqdiriy, hukum syar‟iy, dan hukum jaza‟iy. Wallahu A‟lam.

1
Yang Mahamenyaksikan
2
Yang Mahapemelihara
3
Yang Mahameliputi segala sesuatu, Yang Mahamengetahui

22
“Al Hamîd1, Al Majîd2”

Artinya bagiNya segala pujian dan sanjungan; yakni untuk semua sifat-
sifatNya yang sempurna. Setiap sifat-sifat Allah dipuja dan dipuji bekas-
bekas dan hal-hal yang berhubungan dengannya. Maka dipuji setiap
pengaturan yang telah diatur dan sedang diaturNya di Alam ini. Dipuji
atas syari‟at-syari‟at yang telah ditetapkanNya dan hukum-hukum yang
telah ditentukanNya. Dipuji atas taufikNya kepada para wali dan atas
dimenangkannya dari para musuh. Sebagaimana dipuji atas pahalaNya
yang diberikan kepada yang patuh dan siksaanNya bagi yang melanggar.
BagiNya lah pujian atas karunia yang diberikan kepada hambaNya dari
berbagai kenikmatan, kebaikan dan keberkahan yang tidak mungkin
dihitung oleh hamba dan pasti mereka tidak sanggup.

Pujian untukNya sungguh memenuhi alam atas dan alam bawah. Pujian
untukNya di awal dan di akhir. Pujian kepadaNya merata di setiap tindak
tanduk hamba. Karena hal itu kembali kepada kebijaksanaanNya,
keadilanNya, karuniaNya, kebaikanNya dan segala sesuatu diletakkan
pada tempatnya. Dialah Al Hamid yang dipuji oleh para NabiNya, orang-
orang pilihanNya dan makhluk-makhlukNya yang terbaik. Dialah Allah
Ta‟ala Al Hamid yang memuji mereka atas nikmat yang diberikan kepada
mereka baik sebab dan akibat.

Adapun sifat Allah “Al Majdu” (kemuliaan) maknanya adalah luas dan
agungnya sifat-sifat Allah. “Al Majid” kembali maknanya kepada
keagungan, banyak dan luasnya sifat-sifat Allah. Kembali kepada
kebesaran kerajaan dan kekuasaanNya. Kembali kepada keesaanNya
dalam kesempurnaan mutlak, keagungan mutlak dan keindahan mutlak.
Yang mana makhluk tidak mampu meliputi hal tersebut walaupun sedikit.
Jika digabungkan antara Al Hamid dan Al Majid maka nama Allah Al
Hamid lebih khusus dengan banyak dan luas sifat-sifat Allah. Sedangkan
Al Majid lebih khusus dengan kebesaran sifat-sifatNya dan keesaan dalam
sifat “Al Majdu”.

1
Yang Mahaterpuji
2
Yang Mahamulia

23
“Al Hakîm”

Yakni Dia lah yang disifati dengan kesempurnaan kebijaksanaan dan


kesempurnaan hukum diantara hambaNya. Kebijaksanaan artinya luasnya
ilmu dan telaahNya atas latar belakang peristiwa dan akhirnya, dan atas
luasnya pujian, dimana Ia meletakkan segala sesuatu pada tempatnya dan
menurunkan sesuatu pada tempatnya. Tidak ada pertanyaan dihadapkan
kepadaNya dan tidak ada perkataan yang mencela kebijaksanaanNya.
Allah bijaksana kepada makhlukNya dan bijaksana dalam perintahNya.

Adapun bentuk biksana Allah kepada makhlukNya maka Allah


menciptakan makhlukNya dengan haq (kebenaran) dan mencakup haq.
Tujuan dan akhirnya adalah haq. Allah menciptakan makhluk dengan
sebaik-baik aturan, menatanya dengan sesempurna ketelatenan. Allah
berikan yang layak bagi makhluknya. Dan bahkan Allah berikan tiap
bagian dan tiap anggota makhluk penciptaan dan kondisi yang layak
baginya. Dimana tidak terlihat dari ciptaan Allah ada yang tidak seimbang
dan cacat, tidak ada cela dan kekurangan. Dan walaupun semua akal
makhluk berkumpul memikirkan suatu penciptaan dan yang paling bagus
dari semua makhluk ini niscaya tidak akan sanggup.

Hal ini sudah dimaklumi dengan pasti dengan sifat-sifatnya. Jika sudah
dimaklumi oleh setiap mukmin yang lurus bahwasanya Allah bagiNya
kesempurnaan yang tidak bisa dicapai oleh hamba. Tidaklah ada satu
kesempurnaan pun yang bisa ditangkap oleh akal dan dilaksanakan oleh
orang-orang yang mampu melainkan Allah lebih agung dan hebat.
PerbuatanNya, ciptaanNya, dan apa yang diberikan kepada ciptaanNya
adalah yang paling sempurna, paling bagus, paling teratur dan paling
teliti. Allah berfirman “(Itulah) ciptaan Allah Yang Mencipta segala
sesuatu dengan sempurna” (QS. An Naml : 88).

Perbuatan itu mengikuti kesempurnaan dan baiknya yang melakukan.


Setiap pengaturan dinisbatkan kepada yang mengatur. Dan Allah Ta‟ala
sebagaimana tidak ada suatu apapun yang menyerupaiNya dalam
kebesaran, kebagusan dan keindahan sifatNya maka demikian pula tidak
ada yang menyerupaiNya dalam perbuatan-perbuatanNya. Allah
menantang hambaNya di berbagai tempat dalam Al Qur‟an; Apakah
mereka dapatkan, mereka saksikan ciptaan Allah ini ada yang kurang dan
cacat? Barangsiapa yang menuduh hal tersebut dengan kebodohan akal

24
dan kebesaran nyalinya maka sungguh ia menyatakan kebodohan dan
kegilaannya dihadapan orang-orang berakal.

Adapun kebijaksanaan syari‟at dan perintah; Sesungguhnya Allah


menetapkan syari‟at dan menurunkan kitab-kitab, mengirimkan para
Rasul agar para hamba mengenalNya dan menyembahNya. Kebijaksanaan
mana yang lebih mulia dari hal ini. Karunia dan kemuliaan mana yang
lebih agung dari hal ini.

Sesungguhnya mengenal Allah, semata-mata beribadah kepadaNya tanpa


menyekutukanNya,mengikhlaskan amalan hanya kepadaNya, memujiNya,
berdzikir kepadaNya, bersyukur dan memujiNya adalah karunia yang
paling utama untuk hamba secara mutlak. Dan merupakan akhlak paling
mulia yang dikaruniai oleh Allah Ta‟ala. Ia juga kebahagiaan,
kemenangan dan kesenangan yang paling sempurna di hati dan ruh.
Sebagaimana ia juga satu-satunya sebab yang menghantarkan kepada
kebahagiaan abadi dan kemenangan yang terus menerus.

Seandainya tidak ada di dalam urusan dan syari‟atNya kecuali hikmah ini
yang mana ia adalah pokok kebaikan, kelezatan yang paling sempurna,
wasilah dan tujuan yang paling besar, karenanya makhluk diciptakan,
karenanya balasan ditunaikan, karenanya surga dan neraka diciptakan,
karenanya berlaku atas makhluk hukum-hukum “Al Malik Al Jabbar”
baik hukum syar‟iy maupun jaza‟iy maka niscaya hal demikian itu
sangatlah cukup.

Hal ini karena syari‟atNya mencakup seluruh kebaikan. Berita-beritaNya


memenuhi hati dengan ilmu dan akidah yang benar. Hati menjadi lurus
dan penyimpanganpun menjadi hilang. Hatipun menghasilkan ilmu-ilmu
yang mana ia adalah harta rampasan dan pendapatan yang paling utama.
Semua perintahNya adalah manfaat dan mashlahat. Membuahkan akhlak-
akhlah yang indah dan etika yang tinggi, amal shalih, petunjuk yang
sempurna, pahala yang agung dan balasan yang besar. Dan larangan-
larangan Allah semuanya sesuai dengan akal sehat dan fitrah yang lurus.
Karena Allah tidaklah melarang kecuali terhadap hal-hal yang akan
membawa kemudhorotan terhadap manusia baik pada akal, akhlak,
kehormatan, fisik dan harta mereka.

Secara umum, Allah memerintahkan kepada kemashlahatan yang murni


atau kemashlahatan yang kuat, dan melarang kepada kerusakan yang

25
murni atau kerusakan yang kuat, karena Dialah Yang Mahabijaksana
dalam penciptaan dan perintahNya. Demikian pula dengan hukum-hukum
jaza‟iy (balasan) dari setiap perbuatan, maka hukum-hukum tersebut di
puncak kesesuaian dan kecocokan sesuai dengan hikmah baik secara
umum maupun khusus. Wallahu a‟lam.

“As Samî‟1 Al Bashîr2, Al „Alîm3 Al Khabîr4”

Dialah “As Sami‟” Yang Mahamendengar semua suara dengan berbagai


macam bahasa dan hajat, baik yang rahasia maupun yang terungkap.
Allah Ta‟ala berfirman :
              
“Sama saja (bagi Tuhan), siapa diantaramu yang merahasiakan
ucapannya, dan siapa yang berterus-terang dengan ucapan itu, dan siapa
yang bersembunyi di malam hari dan yang berjalan (menampakkan diri)
di siang hari”. (QS. Ar Ra‟du : 10)

Dialah “Al Bashir” Yang Mahamelihat segala sesuatu yang kecil maupun
besar. Ia melihat semut kecil hitam di atas batu hitam di kegelapan
malam. Dan melihat bergeraknya protein di pembuluh darah hewan dan
cabang-cabang tumbuhan. Sungguh indah yang mengatakan5:

Wahai Yang melihat nyamuk, kepakan sayapnya


Di kegelapan malam legam di tengah malam

Yang melihat jaringan urat di lehernya


Dan melihat otak diantara batok kepala

Karuniakanlah kepadaku taubat yang menghapus


Apa yang ada padaku pada waktu lalu

Dialah “Al „Alîm” Yang Mahamengetahui segala sesuatu. Tidak ada suatu
apapun yang tersembunyi bagiNya baik di bumi maupun di langit. Tidak
ada suatu apapun yang luput dari ilmuNya. IlmuNya meliputi segala yang
wajib, mustahil dan jaiz. Yang lampau, sekarang dan akan datang. Alam
1
Yang Mahamendengar
2
Yang Mahamelihat
3
Yang Mahamengetahui
4
Yang Mahamengetahui
5
Disebutkan dalam kitab Al Kasysyaf 1/57

26
atas dan alam bawah. Yang tersembunyi dan yang terang. Allah Ta‟ala
berfirman :
                 

               
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang
mengetahuinya kecuali dia sendiri, dan dia mengetahui apa yang di
daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan
dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam
kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering,
melainkan tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)”. (QS. Al
An‟am : 59)

Allah mengetahui rahasia dan yang paling tersembunyi. Mengetahui apa


yang tersimpan dalam hati dan bisikan jiwa. Apa yang ada diatas langit
dan dibawah bumi.

Dialah “Al Khabîr” Yang ilmuNya Mahamengetahui segala rahasia.


Melihat apa yang tersembunyi di dalam hati nurani. Mengetahui hal-hal
yang terkecil dan terhalus, detailnya semut-semut kecil di kegelapan
malam.

“Al Khabîr” maknanya kembali kepada ilmu terhadap hal-hal yang


tersembunyi dengan tingkat yang paling tinggi kehalusan, subtil dan
tersembunyinya. Dan terlebih lagi terhadap hal-hal yang zahir dan jelas.
Adapun “Al „Alim” maka menunjukkan kesesuaian dua perkara.

Nama-nama Allah yang mulia ini kebanyakan disebutkan di dalam redaksi


amalan dan balasannya. Agar hati ini bangun dan ingat untuk
menyempurnakan amalan, membaguskan, memutqinkan dan
mengikhlaskannya. Dan agar memberikan kabar baik dan kabar pertakut
kepada mereka.

27
“Al Lathif”1

“Al Lathif” salah satu dari Asmaul Husna, dan ia mempunyai dua makna :

Pertama : Sama dengan “Al Khabir” (Mahamengetahui), yakni ilmuNya


sangat detail dan halus hingga mengetahui semua rahasia, suara-suara hati
dan segala misteri yang tersembunyi.

Kedua : Mahalembut yang menghantarkan para wali dan kaum mukminin


kepada karomah dan kebaikan dengan jalan yang mereka ketahui dan
tidak ketahui. Dengan jalan yang mereka inginkan dan tidak inginkan.
Dengan hal yang mereka cintai dan hal yang dibenci2. Allah Mahalembut
terhadap wali-waliNya. Ia mudahkan urusan mereka dan menjauhkan
mereka dari segala kesusahan. Ia takdirkan perkara-perkara di luar
kebiasaan yang ujungnya kembali kepada kemashlahatannya kepada para
wali Allah. Yusuf Alaihissalam berkata :
           
“…Sesungguhnya Tuhanku Maha Lembut terhadap apa yang dia
kehendaki. Sesungguhnya dialah yang Maha mengetahui lagi Maha
Bijaksana”. (QS. Yusuf : 100)

Yakni dimana Allah mentakdirkan perkara-perkara di luar kebiasaan yang


akhirnya baik untuk Nabi Yusuf dan ayahnya. Dan adalah awalnya
dibenci oleh jiwa akan tetapi akhirnya menjadi penutup yang paling di
sukai dan faedahnya yang paling baik.

1
Yang Mahalembut
2
Lihat contoh yang berharga dalam hal ini di kitab “Al Mawahib Ar Rabbaniyah minal Ayat Al Qur’aniyah” hal.
50 dan seterusnya yang dikarang oleh penulis kitab ini.

28
“Al Mubdi‟1, Al Mu‟id2”

Allah Ta‟ala berfirman :


     
“Dan dialah yang menciptakan (manusia) dari permulaan, Kemudian
mengembalikan (menghidupkan)nya kembali...”. (QS. Ar Rum : 27)

      


“…sebagaimana kami Telah memulai panciptaan pertama begitulah kami
akan mengulanginya...” (QS. Al Anbiya : 104)

Dialah (Allah) Ta‟ala yang memulai penciptaan manusia dan


mengembalikan kehidupan kepada mereka setelah kematian. Allah
menciptakan mereka agar di uji siapa yang paling baik amalannya, agar
diutus kepada mereka para Rasul dan diturunkan kepada mereka kitab-
kitab; mengajak kepada yang ma‟ruf dan mencegah kepada yang munkar.
Allah tidak menciptakan manusia sia-sia, tanpa pertanggungjawaban.
Kemudian bila dunia ini berakhir, orang-orang baik di bedakan dari
orang-orang buruk, umur pun telah habis maka Allah kembalikan manusia
setelah dimatikan agar di berikan balasan pahala atas keimanan dan
keta‟atan mereka dan diberikan siksaan atas kekufuran dan kemaksiatan
mereka selama-lamanya sesuai atas kehendak Allah. Dan mengembalikan
makhluk itu lebih gampang dari penciptaannya. Semua itu bagi Allah
sangatlah mudah.

Secara umum kedua asmaul husna yang mulia ini mencakup permulaan
dan pengulangan. Manusia di dunia ini dalam kondisi permulaan (restart)
dan pengembalian (repeat) dalam tidur dan bangun mereka; setiap hari
kembali dan memulai hidup mereka. Bumi ini pun sepanjang tahun dalam
kondisi restart dan repeat. Allah menghidupkan bumi dengan air dan
hujan, lalu tanaman kembali tumbuh subur menghijau kemudian
mengering. Demikianlah rotasi ini terjadi di dunia sebagai bentuk kasih
sayang dan kesenangan untuk manusia. Dan semua itu mengikuti
kebijaksanaan dan kasih sayangNya.

1
Maha Awal Pencipta
2
Maha Mengembalikan

29
“Al Fa‟âl limâ Yurîd”1

Ini merupakan kesempurnaan kekuatan Allah dan takdirNya yang


terlaksana. Bahwasanya setiap apa yang Allah inginkan terlaksana. Tidak
ada yang menentangNya, dan tidak ada yang menghalangiNya. Tidak ada
yang membantuNya, menolongNya dalam urusan apapun. Bahkan jika
Allah ingin sesuatu Allah katakan “jadilah”, maka terjadi.

Walaupun Allah mengerjakan apa yang Ia kehendaki, namun tidak ada


kehendakNya kecuali sesuai dengan kebijaksanaan dan kemuliaanNya.
Maka semua perbuatanNya mengikuti kebijaksanaanNya. Allah disifati
dengan dua sisi kesempurnaan. Dari sisi kesempurnaan takdir dan
terlaksananya keinginan; bahwasanya semua makhluk tunduk kepada
kehendak dan keinginanNya. Dari sisi kesempurnaan kebijaksanaan;
bahwasanya Ia Maha Bijaksana di setiap perkataan dan perbuatanNya.
Allah Ta‟a berfirman :
    
“…Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus (maksudnya : Allah
selalu berbuat adil).” (QS. Hud : 56)

Yakni dalam setiap perkataan dan perbuatanNya.

1
Mengerjakan apa yang Ia kehendaki

30
Al „Afuwwu1, Al Ghafûr2, Al Ghaffâr3, At Tawwâb4

Pemaafan dan ampunan merupakan kelaziman bagi DzatNya Allah yang


mesti ada. Pengaruh dan hal-hal yang berkaitan dengannya selalu
mencakup makhluk sepanjang siang dan malam. Pemaafan dan
ampunanNya merata pada seluruh makhluk; dosa-dosa, dan keburukan
mereka.

Ketidaktaatan yang ada pada makhluk seharusnya di jatuhi hukuman.


Akan tetapi ampunan Allah menolak hukuman-hukuman ini. Jikalau Allah
membalas setiap dosa yang dilakukan, niscaya tidak ada satu mahluk pun
yang tersisa.

Ampunan Allah ada dua :


1. Ampunan Umum
Yakni ampunan secara umum terhadap pelaku dosa -baik orang kafir
atau selainnya- dengan mencabut hukuman yang mestinya
dilaksanakan yakni memutus nikmat yang diberikan. Dimana mereka
menyakiti Allah dengan mencela dan menyekutukanNya serta
perbuatan-perbuatan yang menyimpang lainnya. Namun Allah
mengampuni mereka, memberikan mereka rezeki, dan tetap
menurunkan kenikmatan lahir dan batin kepada mereka. Allah bukakan
pintu dunia dan berikan kenikmatan dan manfaatnya untuk mereka.
Ada yang Allah tangguhkan dan ada yang tidak dengan pemaafan dan
kasihNya.
2. Ampunan Khusus
Yakni ampunan yang bersifat khusus bagi orang-orang yang bertaubat,
yang meminta ampun, yang berdo‟a, yang beribadah dan yang
mengharapkan pahala atas musibah yang didapatkan. Setiap orang
yang bertaubat kepadaNya dengan taubat nasuha penuh keikhlasan
dengan mengharapkan wajah Allah, bertaubat dari seluruh dosanya
secara umum tanpa disertai keraguan dan tidak diulangi, maka
sesungguhnya Allah mengampuni setiap dosanya yang telah lalu, baik
itu kekufuran, kefasikan dan kemaksiatan. Semua masuk kedalam ayat:

1
Maha Pemaaf
2
Maha Pengampun
3
Maha Pengampun
4
Maha Penerima Taubat

31
                

      

“Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap


diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya
Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S Az Zumar :
53)

Redaksi-redaksi mutawatir dari Al Qur‟an dan As Sunnah banyak


mengatakan tentang diterimanya taubat para hamba atas dosa-dosanya.
Disebutkan pula tentang istighfar yang dengannya dapat dihasilkan
ampunan dosa dan keburukan. Demikian pula perbuatan baik dan amal
soleh yang dengannya dapat menggugurkan kesalahan-kesalahan, Allah
Ta‟ala berfirman :
              

 
“Dan Dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang)
dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya
perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-
perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat”.
(Q.S Hud : 114)

Banyak hadits menyebutkan tentang penghapusan perbuatan-perbuatan


buruk yang disertai dengan bertambahnya kebaikan dan diangkatnya
derajat. Demikian juga peleburan dosa bagi orang yang tertimpa musibah
khususnya bagi yang mengharapkan pahala dan bersabar atau ridha. Maka
bagi orang tersebut mendapatkan peleburan dosa dari dua sisi :
1) Dari sisi musibah itu sendiri; yakni rasa sakit yang ditanggung hati
dan badan
2) Dari sisi sikap hamba; yakni dengan sabar dan ridha yang mana
keduanya adalah amalan hati yang paling agung. Karena amalan hati
lebih kuat dalam meleburkan dosa daripada amalan anggota badan.

Ketahuilah bahwa taubat Allah atas hambaNya didahului taubat hamba


kepadaNya. Dimana Allah yang mengizinkan, memberikan taufik dan
32
menggerakkan hatinya untuk bertaubat hingga ia melaksanakan taubatnya
karena taufik dari Allah Ta‟ala. Manakala ia bertaubat lalu beramal maka
Allah pun menerima taubatnya, dan memaafkan kesalahan-kesalahan dan
dosanya. Bahkan setiap amal soleh datangnya dariNya. Allahlah yang
mengilhamkannya kepada hamba, menggerakkan hati hamba untuk
mengerjakannya, menyiapkan sebab-sebabnya dan menyingkirkan
penghalang-penghalangnya. Dialah Allah yang menerima amal soleh
seorang hamba dan membalasnya dengan sebaik-baik pahala. Maka
hendaknya seorang hamba mengetahui bahwa Dialah Al Awwal dan Al
Akhir. Dialah yang memulai kebaikan dan kenikmatan. Dialah yang
memberikan karunia dengan kedermawanan dan kemuliaan dengan sebab-
sebab dan musabbab, dengan berbagai macam wasilah dan tujuan.

Diantara sebab khusus dari pemaafan dan ampunan; bahwasanya Allah


mengaitkan ampunan dosa yang dilakukan seorang hamba dengan hamba-
hamba Allah lainnya. Jika mereka memaafkannya maka Allah pun
memaafkan si hamba. Jika mereka mengampuninya atas keburukan yang
dilakukannya kepada mereka, dan tidak mengindahkannya maka ia
diampuni oleh Allah. Barangsiapa yang dimaafkan oleh mereka maka
Allah pun memaafkannya.

Sebab-sebab lainnya adalah bertawassul kepada Allah dengan sifat-sifat


ampunanNya seperti perkataan hamba : “Ya Allah sesungguhnya Engkau
pemberi maaf, mencitai maaf, maka maafkanlah hamba”, “Wahai Yang
luas ampunannya ampunilah hamba”, “Ya Allah ampunilah hamba dan
sayangilah, sesungguhnya Engkau pemberi maaf dan ampunan”.

33
Al „Aliy1, Al A‟la2

Yakni bagiNya ketinggian mutlak dari berbagai sisi dan ungkapan :

Maka Dialah Al „Aliy dengan DzatNya yaitu bersemayam di atas „Arasy,


di atas seluruh makhuk dan menyelisihinya.

Al „Aliy dengan kekuasaannya yaitu ketinggian sifat-sifatNya dan


kebesarannya. Sesungguhnya sifat-sifat Allah agung, tidak ada satu sifat
makhlukpun yang serupa dan mirip dengan sifat-sifatNya. Bahkan para
hamba tidak akan sanggup untuk menguasai satu saja dari sifat-sifat Allah.

Al „Aliy dengan qoharNya yakni Allah menundukkan segala sesuatu dan


seluruh makhluk dekat denganNya. Ubun-ubun mereka di tanganNya,
tidak ada satu gerak dan diamnya makhluk melainkan atas izin dariNya.
Apa yang Ia kehendaki pasti terjadi dan apa yang tidak Ia kehendaki pasti
tidak terjadi.

Perbedaan antara Al „Aliy dan Al A‟la; bahwasanya Al „Aliy


menunjukkan akan banyaknya sifat, hal-hal yang berkaitan dengannya,
dan jenis-jenisnya. Sedangkan Al A‟la menunjukkan akan kebesaranNya.

Al Kabîr3, Al „Azhîm4

Yakni bagiNya lah sifat kebesaran/ kesombongan dan keagungan.

Allah  berfirman dalam hadits qudsi : “Kesombongan adalah


selendangKu dan kebesaran adalah pakaianKu, barangsiapa yang
merampasnya dariKu niscaya akan Aku siksa”5.

Makna kesombongan dan keagungan ada dua :

Pertama :
Kembali kepada sifat-sifat Allah; bahwasanya bagiNya seluruh makna
keagungan dan kemuliaan, seperti : al quwwah (kekuatan) dan al izzah

1
Yang Maha Tinggi
2
Yang Maha Tinggi
3
Yang Maha Besar
4
Yang Maha Agung
5
HR Ahmad (2/376), Abu Dawud (4090), Ibnu Majah (4174) dan dishahihkan Al Albani dalam silsilahnya (541)

34
(keperkasaan), kesempurnaan al qudroh (kemampuan), luasnya ilmu,
kesempurnaan al majdu (kemuliaan) dan lainnya dari sifat-sifat kebesaran
dan kesombongan. Diantara kebesaranNya; langit dan bumi semuanya
seperti biji sawi di telapak tangan Ar Rahman sebagaimana yang dikatakan
Ibnu Abbas  1, Allah Ta‟ala berfirman :
           

      


“Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang
semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari
kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Tuhan
dan Maha Tinggi dia dari apa yang mereka persekutukan”. (QS. Az
Zumar : 67)

Dan firmanNya :
               

      


“Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi supaya jangan lenyap;
dan sungguh jika keduanya akan lenyap tidak ada seorangpun yang dapat
menahan keduanya selain Allah. Sesungguhnya dia adalah Maha
Penyantun lagi Maha Pengampun”. (QS. Fâthir : 41)

Maka bagiNya lah kebesaran dan kesombongan, dua sifat yang


kemampuannya tak ternilai dan para hambapun tidak bisa sampai pada
titik keduanya.

Kedua :
Bahwasanya tidak ada satupun yang berhak untuk diagungkan, dibesarkan,
dan dimuliakan kecuali Allah. Maka hamba wajib mengagungkanNya
dengan hati, lisan dan perbuatan mereka. Yakni dengan mengerahkan
tenaga untuk mengenal dan mencintaiNya, merendahkan diri dan takut
dariNya, menggerakkan lisan untuk berdzikir dan memujiNya,
menggerakkan anggota tubuh untuk bersyukur dan beribadah kepadaNya.

1
HR Ibnu Jari dalam tafsirnya (12/25)

35
Diantara pengagunganNya; bahwasanya Ia ditaati dan tidak dimaksiati,
diingat dan tidak dilupakan, disyukuri dan tidak dikufuri. Diantara
pengagunganNya dan pemuliaanNya; tunduk kepada perintah-perintahNya
dan apa yang disyariatkan serta diputuskan, dan tidak dipertentangkan atas
sesuatu dari makhlukNya atau atas sesuatu dari syari‟atNya. Diantara
pengagunganNya; mengagungkan apa yang diagungkan dan dihormatiNya
di setiap waktu dan tempat, orang-orang dan perbuatan-perbuatan.

Ibadah ruhnya adalah pengagungan Al Bari dan membesarkannya. Oleh


karena itu disyari‟atkan takbir dalam setiap sholat pada iftitah dan setiap
perpindahan rakaat, agar hamba menghadirkan makna pengagungan dalam
ibadah ini yang mana sholat adalah ibadah yang paling agung. Allah
Ta‟ala berfirman :
                 

     


“Dan Katakanlah: „Segala puji bagi Allah yang tidak mempunyai anak
dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan dia bukan pula hina
yang memerlukan penolong dan agungkanlah dia dengan pengagungan
yang sebesar-besarnya‟.” (QS. Al Isra : 111).

Al Jalîl1, Al Jamîl2

Adapun Al Jalîl adalah bagiNya makna kebesaran dan keagungan


sebagaimana yang telah disebutkan.

Adapun Al Jamîl; sesungguhnya indah pada DzatNya, indah pada nama-


namaNya, indah pada sifat-sifatNya, indah pada perbuatan-perbuatanNya.
Nama-nama Allah semuanya husna yaitu pada puncak keindahan dan
kebaikan, maka tidak dinamai kecuali dengan nama yang paling bagus.
Jika ada nama yang kemungkinan di dalamnya terpuji dan tidak terpuji
maka tidak termasuk kedalam nama-nama Allah, sebagaimana diketahui
bagi orang yang mentelaah nama-nama Asmaul Husna.

Allah Ta‟ala berfirman :


     

1
Yang Maha Mulia
2
Yang Maha Indah

36
“Hanya milik Allah asmaa-ul husna, Maka bermohonlah kepada-Nya.”
(QS. Al A‟raf : 180)

Dan firmanNya :
             
“Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di
antara keduanya, Maka sembahlah dia dan berteguh hatilah dalam
beribadat kepada-Nya. apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama
dengan dia (yang patut disembah)?” (QS Maryam : 65)

Dzat Allah Ta‟ala adalah dzat yang paling sempurna dan paling indah dari
segala sesuatu, dan tidak mungkin untuk diungkapkan puncak
keindahanNya, sebagaimana juga tidak mungkin diungkapkan puncak
kemuliaanNya. Bahkan penduduk surga; bersama dengan kenikmatan
yang tidak dapat di bayangkan luar biasanya. Dengan kebahagiaan,
kesenangan dan kelezatan yang mereka rasakan tidak ada apa-apanya
dibandingkan bila bertemu dengan Rabb mereka dan menikmati keindahan
Nya. Bahkan mereka akan lupa dengan kenikmatan surga, kesenangan
yang mereka rasakan hilang, dan berharap agar kondisi ini - yang mana ini
adalah kenikmatan dan kelezatan yang paling tinggi- senantiasa mereka
rasakan, dan mereka mendapatkan tambahan keindahan dariNya untuk diri
mereka. Seantiasa hati mereka dalam kerinduan yang besar dan keinginan
yang kuat untuk melihat Rabb mereka. Bahkan mereka bahagia dengan
hari tambahan tersebut seakan-akan hati mereka terbang. Padahal
kelezatan ini; walaupun sebagai tambahan atas mengenal Rabb mereka
dengan kecintaan dan kerinduan kepadaNya akan tetapi ketika melihat
Allah yang mereka cintai dan menyaksikan keindahan dan keagunganNya
kelezatan yang dirasakan berlipat-lipat, ma‟rifatullah dan mahabbah
semakin kuat.

Demikian pula dengan Al Jamîl dalam sifat-sifat Allah. Sesungguhnya ia


adalah sifat pujian dan sanjungan, ia merupakan sifat yang paling luas,
paling umum dan paling banyak kaitan-kaitannya. Khususnya sifat-sifat
tentang rahmat, kebaikan, kedermawanan dan kemuliaan; kesemuanya
adalah jejak dari keindahanNya. Oleh karena itu perbuatan-perbuatanNya
indah karena ia berputar diantara al-birr (kebaikan yang berlimpah) dan
al-ihsan (kebaikan); yang dipuji, disanjung dan disyukuri dengan
perbuatan al-„adl (keadilan) yang dipuji atas kesesuaiannya dengan al-
hikmah (kebijaksanaan) dan al hamd (pujian).

37
Tidak ada di dalam perbuatanNya yang sia-sia, kerendahan dan
kezhaliman. Bahkan semuanya petunjuk, rahmat, adil dan lurus, Allah 
berfirman :
                  

 
“Sesungguhnya Aku bertawakkal kepada Allah Tuhanku dan Tuhanmu.
tidak ada suatu binatang melatapun melainkan Dia-lah yang memegang
ubun-ubunnya, sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus(selalu
berbuat adil)." (QS. Hûd : 56)

Perbuatan-perbuatan Allah di puncak kebaikan dan keindahan. Syari‟at-


syari‟atNya seluruhnya adalah rahmat, cahaya, petunjuk dan indah. Setiap
keindahan yang ada di dunia dan di akhirat adalah bekas dari
keindahanNya Allah .

Dialah Allah yang bagiNya lah sifat yang Maha tinggi. Maka yang
memberikan keindahan tentunya lebih berhak disifati dengan keindahan.
Lalu bagaimana bisa seseorang mengungkapkan keindahanNya padahal
orang yang paling mengenalNya berkata : “Aku tidak sanggup memujiMu,
Engkau sebagaimana Engkau memujiMu atas diriMu”.1

Al Hakam2, Al „Adl3

Dialah Raja yang memiliki hukum di dunia dan di akhirat.

Di dunia ini makhluk tidak keluar dari hukum-hukum takdirNya. Bahkan


apa yang Ia takdirkan terjadi tanpa ada yang menghalangi dan menentang,
apa yang Ia kehendaki terjadi dan apa yang tidak Ia kehendaki tidak
terjadi. Orang-orang mukallaf tidak keluar dari hukum-hukum syari‟atNya
-yang mana ia adalah sebaik-baik hukum, yang dengannya semua urusan
akan menjadi baik dan sempurna-. Bahkan agama mereka tidak akan lurus
kecuali dengan mengikuti hukum-hukum yang telah ditetapkan melalui
lisan utusanNya, Allah berfirman :

1
HR. Muslim (222)
2
Yang Mahamenetapkan
3
Yang Mahaadil

38
           
“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah
yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ?”
(QS. Al Maidah : 50)

Dan firmanNya :
             

           
“Maka patutkah Aku mencari hakim selain daripada Allah, padahal
dialah yang telah menurunkan Kitab (Al Quran) kepadamu dengan
terperinci? orang-orang yang telah kami datangkan Kitab kepada mereka,
mereka mengetahui bahwa Al Quran itu diturunkan dari Tuhanmu dengan
sebenarnya. Maka janganlah kamu sekali-kali termasuk orang yang ragu-
ragu.” (QS. Al An‟am : 114)

Di akhirat nanti, tidak ada yang memutuskan hukum kecuali Allah ;


tidak ada satu perkataan dan putusanpun bahkan syafa‟at semuanya tunduk
di bawah kehendak dan izinNya, dan tidak ada satupun yang bisa
memberikan syafa‟at kecuali apabila Ia yang memutuskannya.

Putusan-putusan ini semuanya dengan hikmah dan keadilan. Dialah Al


Hakam-Al „Adl yang sempurna kalimat-kalimatNya; benar dalam berita,
adil dalam perintah dan laranganNya. Semua perintahNya adil karena
semuanya bermanfaat dan bermashlahat; adil yang disertai dengan kasih
sayangNya. Semua laranganNya adil karena Ia tidak melarang kecuali
dari hal yang buruk dan membahayakan; dan juga disertai dengan rahmat
dan hikmahNya. Balasan Allah kepada hamba atas perbuatan mereka
berdasarkan keadilan; tidak satupun kebaikannya dikurangi dan tidak
satupun keburukannya ditambah. Atau mereka di siksa karena perbuatan
yang tidak mereka lakukan. Allah  berfirman :
                 

      


“Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), Maka
Sesungguhnya Dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan
Barangsiapa yang sesat Maka Sesungguhnya Dia tersesat bagi (kerugian)
39
dirinya sendiri. dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa
orang lain, dan Kami tidak akan meng'azab sebelum Kami mengutus
seorang rasul”. (QS. Al Isrâ‟ : 15)

Semua keputusanNya kepada hamba terikat dengan keadilan; Ia tidak


menghalangi hak hambaNya, tidak pula lalai dari orang-orang yang zalim,
tidak menyia-nyiakan hak-hak orang yang terzalimi. KeadilanNya
mencakup semua makhluk bahkan hewan-hewan yang tidak diberikan
beban syari‟at; dimana Allah akan mengqishash kambing bertanduk yang
menyerang kambing yang tidak bertanduk karena kesempurnaan
keadilanNya.

Diantara kesempurnaan keadilanNya : bahwasanya Allah mengutus para


Rasul menyampaikan kabar gembira dan kabar pertakut. Agar tidak ada
manusia yang beralasan di hadapan Allah, agar mereka tidak berkata ;
“Tidak ada yang datang kepada kami orang yang membawa kabar gembira
dan pertakut”. Allah  berfirman :
       
“… dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan
Kami tidak akan meng'azab sebelum Kami mengutus seorang rasul”. (QS.
Al Isrâ‟ : 15)

Diantara keadilanNya : bahwasanya Allah memberikan pendengaran,


penglihatan, akal dan kemampuan atas perbuatan dan keinginan hamba.
Dan memberikan kemampuan atas segala yang mereka inginkan dan tidak
memaksa mereka atas perbuatan yang mereka lakukan.

Keadilan, hikmah dan rahmatNya ini mematahkan pendapat jabariyah.


Disamping itu juga, kesempurnaan qudrah dan masyi‟ahNya mencakup
segala sesuatu bahkan perbuatan-perbuatan hamba; dan ini mematahkan
pendapat qodariyah yang meyakini bahwa merekalah di atas keadilan
padahal hakikatnya mereka di atas kezaliman.

Maka yang benar adalah apa yang diyakini Ahlussunnah; yang


ditunjukkan dalam dalil-dalil akal dan dalil-dalil naql dan apa yang
ditunjukkan Asmaulhusna. Dan sebagaimana apa yang kami sampaikan
bahwa perbuatan-perbuatan hamba terjadi atas pilihan mereka dan
keinginan mereka baik dan buruknya. Namun disamping itu semuanya
tidak keluar dari qodho dan qadarNya.

40
Al Fattâh1

Al Fattâh mengandung dua makna :

Pertama :
Kembali kepada makna Al Hakam; Yang memutuskan perkara di antara
hambaNya, memutuskan mereka dengan syari‟atNya, memberikan
ganjaran pahala bagi yang patuh dan hukuman bagi yang ingkar di dunia
dan di akhirat. Allah Ta‟a  :
           
“Katakanlah: „Rabb kita akan mengumpulkan kita semua, kemudian Dia
memberi keputusan antara kita dengan benar. dan Dia-lah Maha pemberi
keputusan lagi Maha Mengetahui". (QS. Saba‟ 34 : 26)

Dan firmanNya :

         
“Ya Tuhan Kami, berilah keputusan antara Kami dan kaum Kami dengan
hak (adil) dan Engkaulah pemberi keputusan yang sebaik-baiknya”. (QS.
Al A‟raf 7:86)

Ayat pertama; tentang keputusanNya untuk para hamba di dunia dan di


akhirat, yakni dengan memenangkan kebenaran serta pengkutnya dan
menghinakan kebatilan serta pengikutnya dan memberikan siksaan untuk
mereka.

Kedua :
AnugerahNya kepada para hamba dengan seluruh pintu-pintu kebaikan.
Allah  berfirman :
                  

  


“Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, Maka
tidak ada seorangpun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan

1
Maha Pemberi Keputusan

41
oleh Allah Maka tidak seorangpun yang sanggup melepaskannya sesudah
itu. dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. Fathir 35
: 2)

Allah bukakan berbagai manfaat dunia dan agama untuk hambaNya. Allah
bukakan hati-hati yang tertutup dengan kelembutan dan pertolonganNya.
Allah bukakan ma‟rifah robbaniyah dan hakikat keimanan yang dapat
membaikkan kondisi mereka dan mengkokohkan mereka di atas jalan yang
lurus. Lebih khusus lagi, Allah akan anugerahkan untuk orang-orang yang
cinta dan dekat denganNya; dengan ilmu Robbani, cahaya yang terang
benerang dan pemahaman dan perasaan yang benar.

Dan Allah bukakan juga untuk hambaNya pintu-pintu rezeki dan jalan-
jalannya. Menyiapkan bagi orang-orang yang bertakwa berbagai rezeki
dan sebab-sebabnya, dari arah yang tidak disangka-sangka. Memberikan
nikmat kepada orang-orang yang bertawakkal melebihi dari apa yang
mereka minta dan mereka angan-angankan. Memudahkan urusan-urusan
mereka yang sulit dan membukakan pintu-pintu yang tertutup.

Ar Razzâq

Yakni yang menanggung rezeki semua makhluk dan menyampaikan


rezeki-rezeki tersebut kepada makhluk. Allah juga mengetahui keadaan
dan tempat-tempat rezeki tersebut di turunkan. Allah berfirman :

              
“Sesungguhnya pada pertukaran malam dan siang itu dan pada apa yang
diciptakan Allah di langit dan di bumi, benar-benar terdapat tanda-tanda
(kekuasaan-Nya) bagi orang- orang yang bertakwa”. (QS. Hûd 11 : 6)

Allah bentangkan rezeki kepada siapa yang Ia kehendaki dan


mentakdirkannya. Dan Allah telah mempersiapkan semua rezeki
hambaNya di bumi.

42
Allah Ta‟ala berfirman :
              

             


“Sesungguhnya Kami benar-benar telah mencurahkan air (dari langit).
Kemudian Kami belah bumi dengan sebaik-baiknya. Lalu Kami
tumbuhkan biji-bijian di bumi itu. Anggur dan sayur-sayuran. Zaitun dan
kurma. Kebun-kebun (yang) lebat. Dan buah-buahan serta rumput-
rumputan. Untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu”.
(QS. „Abasa 80 : 25-32)

Allah Ta‟ala adalah Ar Razzâq yang memberikan ilmu, ma‟rifah dan


hakikat keimanan kedalam hati orang-orang mukmin pilihan. Yang
berfungsi sebagai makanan hati yang akan membuatnya tumbuh dan
sempurna. Allah berikan rezeki kepada semua hewan dengan berbagai
jenis makanan sehingga bisa tumbuh dan berkembang dengan sebaik-
baiknya. Maka hendaknya ketika seorang hamba meminta rezeki dari
Allah, hatinya harus menghadirkan dua hal :

1. Meminta agar diberikan rezeki yang halal dan luas.


2. Meinta agar hatinya diberikan rezeki dengan ilmu, iman dan ma‟rifah.

Rezeki Allah ada dua jenis :

Pertama :
Rezeki dengan sebab; dimana Allah jadikan pertanian, perdagangan,
produksi, peternakan, jasa dan lain-lain sebagai jalan bagi kebanyakan
manusia untuk mengais rezekinya. Allah Ta‟ala berfirman :
        
“dan Kami telah menjadikan untukmu di bumi keperluan-keperluan hidup,
dan (kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali
bukan pemberi rezki kepadanya.” (QS. Al Hijr 15 : 20)

Yakni sebab-sebab untuk mendatangkan rezeki.

43
Kedua :
Rezeki yang Allah berikan kepada hamba bukan karena sebab yang
dilakukannya; seperti rezeki yang Allah dari langit atau dari tangan orang
lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan usahanya. Karena si hamba
berusaha untuk tidak meminta-minta dan berusaha untuk tidak membebani
orang yang bertanggung jawab menafkahinya seperti suami, kerabat, tuan
dan semisalnya. Ini semua karena amal usaha yang dilakukannya atau apa
yang mengikuti usahanya.

Akan tetapi ada juga sebagian manusia yang tidak melakukan apa-apa,
tidak bekerja dan tidak berusaha. Mungkin karena sudah tua renta atau
malas mencari rezeki. Dan Allah Ta‟ala dengan kasih sayangNya tetap
memberikan rezeki yang cukup dari arah yang tidak disangka-sangka dan
dari jalan yang tidak diperhatikan. Allah Ta‟ala berfirman :
             
“dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus)
rezkinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezki kepadanya dan kepadamu
dan Dia Maha mendengar lagi Maha mengetahui”. (QS. Al Ankabut 29 :
60)

Diantara kasih sayang rezekiNya; terkadang Allah ilhamkan kepada


manusia yang lemah kekuatan tawakkal dalam mencari rezeki, sehingga
dengan sebab itu Allah mudahkan rezekinya dan mensegerakannya. Dan
terkadang rezeki datang dengan do‟a mustajab, khususnya dalam kondisi
darurat. Allah Ta‟ala berfirman :
               

  


“atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam butuh
apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan
yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi[1104]?
Apakah disamping Allah ada Tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu
mengingati(Nya)”. (QS. An Naml 27 : 62)

Sebagaimana Allah Al Bari menjawab do‟a orang-orang yang berdo‟a


serta memudahkan kesulitan mereka manakala Ia melihat hambaNya butuh
bantuanNya dan telah memutuskan harapan kepada selainNya maka
demikian dengan orang butuh makan dan minum lalu pada kondisi pesimis
44
dan kritis; Allah datang dengan membawa rezekiNya dan kasih
sayangNya. Sehingga diketahuilah bahwa Allah satu-satunya yang dapat
membuka pintu kesulitan. Sering kita lihat hal tersebut di dunia ini. Betapa
lembut dan sayangNya Allah dalam hal ini.

Diantara kasih sayang rezekiNya; bahwasanya banyak orang-orang yang


lama menderita sakit tidak makan dan minum dalam jangka waktu lama,
namun Allah bantu dengan menguatkan fisik mereka - atas karunia dan
kemuliaanNya. Padahal dalam kondisi normal manusia tidak akan mampu
bertahan bila tidak makan dan minum dalam jangka waktu lama.

Diantara kelembutan rezekiNya; bahwasanya janin dalam kandungan ibu


Allah tetapkan makanannya di dalam rahim ibu dengan darah yang
mengalir melalui plasenta. Karena sang janin belum mampu makan dan
minum dari luar, dan jika dipaksakan justru akan membahayakan janin di
kandungan dan juga ibu dimana sang janin akan mengeluarkan kotoran di
dalam perutnya. Lalu ketika lahir, si janin lemah tidak sanggup mencerna
makanan biasa, maka Allah alirkan dari dada sang ibu susu yang lembut,
yang jernih dan mudah ditelan oleh bayi. Didalamnya terkandung makan
dan minuman sekaligus. Dan hal ini akan berlangsung sampai si bayi
sanggup untuk mencerna makanan berat.

Demikian pula manakala kondisi si bayi yang lemah; tidak mampu makan
sendiri langsung, maka Allah anugerahkan kasih sayang kepada para ibu
dari kalangan manusia dan hewan. Sehingga hati mereka pun dipenuhi rasa
kasih sayang yang besar dan penuh kehangatan terhadap anak-anak
mereka. Maka mereka membantu anak-anaknya untuk menyantap rezeki
dan makanan yang ada. Maka betapa besar keagungan Allah Al Lathîf Al
Khabîr.

Berbagai macam rezeki dan beraneka ragam jenisnya ini tidak akan ada
yang mampu menghitungnya dan tidak ada yang akan mampu
mengutarakannya.

45
Al Wâhid1, Al Ahad2, Al Fard3

Yakni Dialah Yang Esa. Yang tersendiri dengan sifat-sifat kemuliaan dan
keagungan. Yang tersendiri dengan sifat kebesaran, kesombongan dan
keindahan. Allah Esa dengan dzatNya, Esa pada nama-namaNya dan tak
ada yang menyamaiNya, Esa pada sifat-sifatNya dan tak ada
tandinganNya, Esa pada perbuatanNya dan tak ada sekutu ataupun
penolong bagiNya. Allah Esa dalam uluhiyyah maka tak ada tandingan
bagiNya dalam pencintaan dan pengagungan. Begitu pula tidak ada
tandingan bagiNya dalam peribadatan dan penghambaan serta dalam
pengikhlasan. Dialah yang sifat-sifatNya teragung, sehingga
menjadikanNya tersendiri dari setiap kesempurnaan. Seluruh makhluk
tidak sanggup mencapai atau mengetahui (walaupun sedikit) dari sifat-
sifatNya terlebih lagi menyamaiNya pada salah satu dari sifat-sifatNya.

Keesaan Allah  menunjukkan tiga hal yang besar :


1. Menafikan perumpamaan, tandingan dan penyetaraan dari berbagai
arah.
2. Menetapkan seluruh sifat kesempurnaan tanpa ada yang terluput satu
sifatpun yang menunjukkan keagungan dan keindahan.
3. BagiNyalah setiap sifat dari sifat-sifat tersebut, yang paling agungNya,
paling puncaknya dan paling kesudahan, Allah  berfirman :
    
“Dan bahwasanya kepada Tuhamulah kesudahan (segala sesuatu)”
(QS. An Najm 53 : 7)

Ash Shomad4

Yakni Tuan Yang Agung; yang sempurna ilmu, kebijaksanaan, kasih


sayang, kekuasaan, kemuliaan, kebesaran dan semua sifat-sifatNya. Dialah
yang Mahaluas sifatNya. Bergantung kepadaNya seluruh makhluk, tertuju
kepadaNya setiap makhluk dalam setiap segi kehidupan mereka. Tidak ada
Rabb selainNya, tidak ada tujuan yang dituju dan dijadikan sandaran
dalam memperbaiki urusan agama dan urusan dunia selain kepadaNya.
1
Yang Mahatunggal
2
Yang Mahaesa
3
Al Fard bukan termasuk Asmaul Husna
4
Yang Mahasempurna (bergantung kepadaNya seluruh makhluk)

46
Dialah yang dituju dalam keadaan tiba-tiba, semuanya tunduk kepadaNya
jika ditimpa musibah dan kondisi berat, semuanya meminta pertolongan
kepadaNya jika ditimpa kesulitan dan rintangan. Karena mereka (para
makhluk) tahu bahwa kebutuhan mereka ada disisiNya, dan disisiNyalah
solusi dari segala permasalahan. Karena kesempurnaan IlmuNya, keluasan
rahmatNya, kasih sayang dan perhatianNya, serta kebesaran kekuasaan,
kemuliaan dan kerajaan Nya.

Al Ghoniy1 Al Mughni

Allah Ta‟ala berfirman,


            
“Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah dialah
yang Maha Kaya (Tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.” (QS.
Fathir 35 : 15)

Dan firmanNya,
    
“Dan bahwasanya dia yang memberikan kekayaan dan memberikan
kecukupan”. (QS An Najm 53:8)

Allah Ta‟ala Mahakaya dzatNya, kekayaanNya sempurna secara mutlak


dari berbagai arah dan ungkapan. Karena kesempurnaan dzatNya dan
kesempurnaan sifat-sifatNya yang tidak akan tersusupi dengan
kekurangan. Dan mustahil Allah tidak kaya karena sifat kaya adalah
kelaziman dzatNya.

Maka seperti halnya mustahil bila Allah bukan Mahapencipta,


Mahapemberi rezeki dan Mahapenyayang. Maka tidak adalah melainkan
Ia Mahakaya dari makhluk dan tidak butuh kepada mereka dari berbagai
sisi. Dan tidak adalah mereka (para makhluk) kecuali butuh kepadaNya
dari berbagai sisi. Tidak mungkin pula mereka tidak butuh kepada
kebaikanNya, kemurahanNya, pengaturanNya baik umum maupun khusus
walapun sekejap mata.

1
Yang Mahakaya, Mahacukup

47
Diantara kesempurnaan kekayaanNya : Bahwasanya perbendaharaan
langit dan bumi ada ditanganNya, kedermawananNya terhadap makhluk
terus menerus sepanjang malam dan siang, dan kedua tanganNya
terbentang setiap waktu.

Diantara kekayaanNya : Bahwasanya Ia menyeru hambaNya untuk berdoa


meminta kepadaNya setiap waktu, dan mempersiapkan untuk mereka
jawabannya. Memerintahkan mereka untuk beribadah kepadaNya dan
mempersiapkan pahala. Dan terkadang Allah mendatangkan semua apa
yang mereka minta, dan memberikan setiap apa yang mereka inginkan dan
angan-angankan.

Diantara kekayaanNya : Bahwasanya jika berkumpul penduduk langit dan


bumi, dari makhluk yang pertama sampai yang terakhir di satu tempat, lalu
mereka menyampaikan permintaan sesuai dengan hajat mereka masing-
masing, maka Allah pasti akan berikan apa yang mereka minta, dan hal itu
tidak akan mengurangi apa yang ada disisiNya kecuali seperti jari yang
dicelupkan ke laut lalu diangkat.

Diantara kesempurnaan kekayaanNya adalah bahwasanya kekayaanNya


tidak dapat ditakar dan tidak mungkin disifati. Sepertia apa yang Allah
berikan kepada penduduk surga nanti, yakni kelezatan yang terus menerus
dan kemuliaan yang bermacam-macam, kenikmatan yang beraneka ragam
dimana mata belum pernah melihatnya, telinga belum pernah
mendengarnya dan belum terlintas dalam hati.

Dia Mahakaya pada dzatNya, mengkayakan seluruh makhlukNya. Allah


kayakan hambaNya dengan hamparan rezeki dan apa yang mengikuti
mereka dari kenikmatan yang tidak terbilang dan terhitung. Dan hal-hal
yang Allah mudahkan dari sebab-sebab untuk sampai kepada kekayaan.

Yang paling istimewa adalah bahwasanya Allah mengkayakan hamba-


hamba pilihan, dimana Allah anugerahkan atas hati mereka ma‟rifah, ulum
robbaniyah dan hakikat keimanan, sehingga hati mereka terikat dan tidak
menoleh kepada selainNya.

Inilah kekayaan yang paling tinggi sebagaimana yang disabdakan Nabi ‫ﷺ‬:
“Kaya itu bukanlah kaya harta, akan tetapi kaya itu kaya hati”1.

1
HR Bukhari dan Muslim

48
Manakala hatinya kaya dengan Allah dari ma‟rifah dan hakikat keimanan,
kaya dengan qonaah dan bergembira atas apa yang Allah berikan. Maka
jadilah hamba yang sampai pada derajat ini tidak lagi berangan-angan
menjadi raja atau penguasa. Karena ia telah mendapatkan kekayaan yang
tidak ada duanya. Yang dengannya hati menjadi tenang, ruh menjadi
tentram, jiwa menjadi bahagia.

Kita memohon kepada Allah Ta‟ala agar dikayakan hati kita dengan
petunjuk, cahaya, marifah dan qonaah. Dan menganugerahakan kita
luasnya karunia dan kemuliaanNya.

49

Anda mungkin juga menyukai