Anda di halaman 1dari 16

Saudara dan saudariku yang kusayangi, murid-muridku yang tercinta.

Assalamu
'Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Segala puji bagi Allah, yang dengan nama-Nya saya
memulai. Yang maha pengasih, yang telah mengaruniakan nikmat pada kita untuk menjadi
seorang muslim. Yang telah menunjukkan jalan kebenaran yaitu jalan yang menuju pada
kebenaran hakiki. Yang akan mengarahkan kita pada janatul, kita berdoa pada Allah agar kita
dapat meraih janatul Firdaus.

In sya Allah pada epidode-episode ini kita akan mempelajari pelajaran Al-Fiqh Al-
Islami. Hukum Islam, ilmu fiqh Islam. In sya Allah kita akan mengambil pelajaran tentang
fiqih Ibadah. Ilmu hukum Islam yang berhubungan dengan Al-Ibadat agar dapat menyembah
Allah. Pada umumnya, ketika kita menyebutkan fiqih Ibadat ia mencakup shalat dan juga
mencakup puasa pada bulan Ramadhan dan puasa lain tentunya. Dan Az-zakat dan Al-Hajj
yaitu haji. Inilah empat, di antara lima rukun Islam. Inilah ke empat rukun Islam, inilah
pembahasan yang akan kita pelajari In Sya Allah.

Tapi sebelum saya melanjutkan, sebagaimana kita ketahui, telah saya sebutkan di
awal bahwa kita akan mempelajari hukum Islam, ilmu fiqh Islam dan pecayalah pada saya
bahwa ini adalah pelajaran yang paling saya suka diantara lainnya karena beberapa alasan
tertentu. Salah satu alasannya mungkin adalah karena kita menggunakannya dalam
keseharian kita. Kedua, terdapat banyak perbedaan di antara kaum muslimin dalam keempat
dasar-dasar islam ini, rukun-rukun Islam yang membuat para pencari ilmu bekerja keras
untuk mendapatkan cara paling tepat dalam beribadah. Saya lebih tertarik untuk mengajarkan
pelajaran yang berkaitan pembahasan yang dikenal sebagai Fiqih Sunnah akan tetapi, sebutan
apapun yang kalian gunakan pada akhirnya hasilnya akan sama In sya Allah. Jadi mari kita
lihat apa yang bisa kita lakukan tentang hal ini Jazakumullahu Khairan.

Perhatikan ucapan saya sejenak karena, pertama-tama saya ingin mengingatkan diri
saya sendiri, begitu juga mengingatkan anda semua untuk menekankan hal-hal penting pada
proses yang akan kita lalui ini. Pertama-tama, kita ketahui bahwa setiap Ibadah, setiap amalan
sholeh yang kalian lakukan, tidak akan diterima oleh Allah kecuali hal tersebut dilakukan
menurut; Yang pertama menurut sunnah Rasulullah yang dikenal sebagai "Ittiba'" itu adalah
syarat yang pertama. Syarat yang kedua adalah Al-Ikhlas keikhlasan, bahwa apa yang kalian
lakukan ini adalah untuk Allah. Karena itu saya telah berdoa kepada Allah di awal tadi.

Ya Allah jadikan setiap ceramah yang saya berikan ini ikhlas karena-Mu ya Allah dan
jadikanlah saudara-saudari kita yang mendengarkan pelajaran mata kuliah ini melakukannya
karena Allah. Semoga proses pengajaran saya ini, saat saya juga belajar dan proses
pembelajaran mereka saat mereka sedang berusaha dengan cara yang terbaik untuk mencapai
ridha Allah. Semoga setiap langkah dan setiap momen menuju kematian yang kami jalani
hanya untuk-Mu ya Allah. Ya Allah sesungguhnya kami lemah, kami memiliki kekurangan
dan kami sering menghadapi kesulitan, akan tetapi Ya Allah jika kami terus menerus
mengingat-Mu dan terus menerus memohon pada-Mu agar Engkau memberikan kami
keikhklasan hati dan In sya Allah Engkau akan mengabulkan permohonan ini. Jika kami
memohon pada-Mu dengan tulus, segalanya akan mudah bagi kami In sya Allah.

Perkara yang kedua, saudara-saudaraku ketika kita ingin mempelajari pelajaran ini,
iIngatlah bahwa saya akan berusaha sebaik mungkin atau setidaknya saya akan mencoba
untuk memberikan pendapat yang paling kuat berdasarkan Al Qur'an dan Sunnah Rasulullah.
Karena Allah telah berfirman:
Bahwa segala sesuatu yang telah disampaikan oleh Nabi Muhammad pada kamu,
ambillah (ikutilah) dan segala sesuatu yang dilarang bagi kalian untuk melakukannya maka
jauhilah.
Allah juga berfirman:
Katakanlah, wahai manusia barangsiapa diantara kalian yang telah mengaku
mencintai Allah. Jika benar pengakuanmu itu maka Fattabi'uni, ikutilah Muhammad,
Yuhbibkumullah, niscaya Allah akan mencintai kalian semua.

Artinya bahwa jika kita melakukan sesuatu untuk mendapatkan ridha-Nya, kita
melakukannya sesuai yang dikehendaki Allah dan Allah telah memerintahkan kita di
manapun baik di Qur'an maupun di Sunnah untuk mengikuti Nabi. Suatu kewajiban bagi saya
untuk memeberikan kalian sedikit latar belakang dengan beberapa ayat yang akan membantu
saya dan kalian untuk memahami saat saya menyampaikan materi ini In sya Allah.

Pertama-tama, kita ketahui bahwa ketika Rasulullah berada di antara para sahabat,
saat beliau masih hidup ketika Allah telah mengutus beliau sebagai seorang rasul dan
menurunkan beliau ke dunia, telah diketahui bahwa bahwa setiap kali mereka berselisih
faham atau saat mereka membutuhkan jawaban para sahabat akan mendatangi Nabi. Setelah
Nabi wafat, para sahabat akan saling merujuk antara satu dengan yang lain. Mereka akan
saling bertanya jika mereka tidak memahami sesuatu dan mereka yang belajar di bawah para
sahabat yang dikenal sebagai para Tabi'in dan mereka yang datang pada masa para sahabat.
Mereka akan mendatangi dan bertanya pada para sahabat.

Kita ketahui bahwa Nabi telah melarang apapun dituliskan selain Al Qur'an. Beliau
melarangnya karena sesuatu yang hanya diketahui adalah Allah dan Rasul-Nya. Para ulama
berpendapat beliau melakukannya untuk memastikan Al Qur'an tetap terjaga kemurniaanya
dan bebas dari segala informasi yang dapat tercampur dalamnya. Sehingga beliau
memastikan bahwa hanya Al Qur'an yang dituliskan dan tidak ada apapun selainnya. Oleh
karena itu terdapat satu atau dua atau hanya beberapa hadits yang tertulis di sana dan di sini.
Akan tetapi Al Qur'an telah dituliskan seluruhnya dan dapat ditemukan bagian-bagiannya di
antara para sahabat di mana-mana.

Setelah nabi wafat dan Al Qur'an telah terjaga. Larangan yang telah ditetapkan tidak
menjadi sebuah larangan karena alasan tersebut telah hilang dan turunnya wahyu telah selesai
dan Al Qur'an telah dihafal, dijelaskan, ditulis dan telah dikumpulkan oleh para sahabat.
Setelah itu, proses penulisan Sunnah (hadits) dimulai. Tetapi kita ketahui tidak setiap sunnah
dan perkataan Rasulullah telah dicatat atau dihafal atau diketahui oleh setiap sahabat. Dan
kita ketahui bahwa setelah wafatnya Rasulullah, para sahabat tidak semuanya berada di
Madinah meskipun mereka tersebar ke berbagai wilayah. Begitu juga mereka yang berada di
Madinah, menjadikan Madinah sebagai tempat tinggal dan menetap di sana. Mereka mulai
menyebar ke wilayah lain yang jauh untuk berjihad, berda'wah, mengajar dan tujuan-tujuan
lainnya sehingga ilmu Nabi akan hilang jika para sahabat mulai berpindah karena ilmu
tersebut berada dalam pikiran mereka, otak mereka akal mereka. Sehingga setiap sahabat
membawa informasi apapun yang mereka miliki.

Pada proses tersebut, saat dibutuhkan, ketika muncul suatu permasalahan dan
informasi dibutuhkan, terkadang ia didapatkan di tempat terjadinya permasalahan tersebut
dan terkadang mereka harus menunggu untuk mendapatkan informasi mengenai hal tersebut
dst. Terkadang kita juga temukan sebuah hadits tertentu. Bagi saudara saudari yang
mengetahui sedikit tentang latar belakang ilmu hadits bahwa setiap kali sebuah hadits
diriwayatkan dan ia belum dikumpulkan, seperti saya katakan, kemudian kitab-kitab mulai
disusun seperti Al-Muwatta' karya Imam Malik, Shahih Bukhari dan Shahih Muslim dan
kutubus Sunan lainnya, seperti Abi Daud, Ibnu Majah, Thirmidzi dan An Nasa'I lalu Al
Hakim Al Mustadrak lil Hakim, dan jauh sebelumnya Al Musannaf li Ibni Abi syaibah dan
kitab-kitab lainnya.

Mereka mulai menulis riwayat-riwayat tersebut, fulan 'an fulan 'an fulan sampai
kepada Rasulullah. Dan pada proses ini, kita juga ketahui bahwa banyak hal telah terjadi yang
tidak akan kita perinci saat ini tetapi kita ketahui bahwa dari kitab-kitab terdapat hadits-hadit
shahih dan hadits-hadits dhoif. Artinya, hadits yang kuat dan dapat diterima dan hadits yang
tidak kuat dan tidak dapat diterima. Karenanya timbullah permasalahan lain, muncul dalam
bentuk 'Ilmul Hadits, Mustalahul Hadits, 'Ulumul hadits dll.

Ketika para ulama mulai mempelajari, dan mereka mulai mengeluarkan hukum dan
fatwa. Terkadang mereka tidak memiliki ilmu tentang persoalan yang sedang dihadapi, maka
mereka memberikan fatwa berdasarkan pemahaman pribadi mereka karena mereka tidak
memiliki informasi yang cukup. Mereka memberikan sesuai dengan informasi yang mereka
miliki. Setelah itu, informasi lain yang lebih shahih datang belakangan atau mereka memiliki
informasi akan tetapi informasi yang telah mereka terima meskipun benar, tetapi sampai
kepada mereka dari rantai periwayatan yang tidak dapat diterima dan lemah. Sehingga
mereka tidak memberikan fatwa hingga ulama' lainnya mendapatkan informasi yang sama
dari jalur riwayat yang shahih, contohnya. Terkadang juga dipengaruhi oleh tingkat
pemahaman ulama'. Bagaimana ia dapat menyimpulkan (hukum) dari ayat-ayat Al Qura'an
dan hadits Rasulullah. Bagaimana ia memperoleh hukum dan memahami maknanya. Saya
akan memberikan contoh tentang apa yang pernah terjadi pada masa Rasulullah.

Suatu ketika Nabi mengucapkan, “Ketika Allah memerintahkan Rasulullah untuk


menaklukkan bani Quraidhoh, salah satu suku Yahudi, salah satu di antara tiga suku utama
kaum Yahudi yang menetap di pinggiran Madinah. Ketika Allah memerintahkan Rasulullah
untuk menyerang bani Quraidhoh karena kecurangan yang telah mereka lakukan dan mereka
telah melanggar perjanjian yang telah mereka sepakati dengan umat Islam. Sehingga Allah
memerintahkan umat Islam untuk membalas perbuatan yang telah mereka lakukan dan Allah
memerintahkan Rasulullah untuk mengabarkan kepada para sahabat.” Atas dasar ini,
Rasulullah berkata, "Aku tidak ingin satupun dari kalian melaksanakan sholat Ashar kecuali
di bani Quraidhoh."

Para sahabat menafsirkan berbeda mengenai hal tersebut. Kelompok pertama


mengatakan "Kita harus melaksanakan sholat ashar di bani Quraidhoh meskipun kita akan
terlambat." Sehingga mereka tidak melaksanakan sholat dimanapun kecuali ketika mereka
sampai di Bani Quraidhoh. Kelompok kedua mengatakan, “Bukan berarti kita harus benar-
benar melaksanakan sholat ashar di sana. Kita boleh melakukan di mana saja. Tetapi yang
dimaksud adalah bersegera dan pergi kesana secepat dan sepraktis mungkin.” Sehingga
mereka shalat di mana pun tetapi berusaha untuk sampai di tempat itu secepat mungkin.

Apa yang sebenarnya dimaksud Rasulullah adalah untuk pergi secepatnya dan tidak
menunda shalat mereka. Meskipun Rasulullah tidak marah pada salah satu dari kedua
kelompok tersebut akan tetapi hanya satu kelompok yang benar. Dari sini kita bisa
mengetahui bahwa dengan satu ayat yang sama dapat menimbulkan dua atau tiga makna
karena pemahaman atau perbedaan secara linguistik dst. Berdasarkan hal ini juga terkadang
kita dapati Ulama memilih sebuah permasalahan atau isu atau topik, dan memberi pendapat
yang saling bertentangan satu dengan lainnya. Terkadang, ada persoalan yang tidak didapati
nash atau penjelasan secara langsung dari Al Qur'an dan Sunnah yang mengatakan bahwa
dalam permasalahan ini, ini jawabannya dan untuk masalah ini, ini jawabannya. Sehingga
para ulama' melakukan usaha terbaik mereka untuk mendapatkan jawaban yang tepat. Karena
itulah kalian akan sering temukan perbedaan pada akhirnya nanti. Namun setelah kita
perhatikan persoalan ini.

Kita ketahui bahwa terdapat empat Aimmah yang sangat terkenal, bahkan mereka
termasuk para ulama' yang paling terkenal diantara para imam lainnya. Yaitu yang dikenal
sebagai Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi'i dan Imam Ahmad. Ini tidak berarti
bahwa tidak ada Imam lain, terdapat banyak Imam lainnya. Akan tetapi mereka lah yang
merupakan 'Hikmatu minallah', atas kehendak Allah mereka lebih dikenal. Karena kita
ketahui Imam lainnya seperti Imam Thabari, Imam Ibnu Kathir, Imam Ibnu Hajar. Dapat juga
dikatakan, Imam Ibnu Taymiyyah, Imam Ibnu Qoyyim dan para Imam yang datang setelah
mereka, Imam As Syaukani dan lainnya. Dan para Imam lainnya yang datang jauh sebelum
mereka semua. Tidak ada ketetapan dalam Al Qur'an atau Sunnah yang mengatakan harus
mengikuti salah satu dari 4 imam ini atau salah satu dari ketiga Imam, dan yang semacamnya.
Memang terdapat perintah dari Allah untuk mengikuti Imam yang asli dan beliau adalah
Rasulullah. Dan banyak ayat-ayat dan hadits-hadits lainnya, seperti ketika sekelompok orang
mendatangi Ibnu Abbas untuk menanyakan mengenai haji. Kemudian, Ibnu Abbas
memberikan mereka jawaban tentang hujjaj. Lalu mereka mengatakan "Akan tetapi Abu
Bakar telah mengatakan ini dan Umar telah mengatakan itu." Dia mengatakan, Apakah kalian
tahu apa yang ia katakan? Mungkin akan segera diturunkan kebinasaan pada kalian dengan
adzab lemparan batu dari langit. Saya mengatakan bahwa Allah telah menyatakan dan
Rasulullah telah menyatakan dan kalian mengatakan bahwa Abu Bakar dan Umar telah
menyatakannya?” Jika ini merupakan pendapat Abu Bakar dan Umar, maka dimanakah
kedudukan Imam Abu Hanifah, Imam Syafi'i, Imam Maliki dan Imam Ahmad? Kedua,
mereka sama sekali tidak hidup berdekatan pada masa Umar dan Abu Bakar. Pada akhirnya,
apa yang dapat disimpulkan? Bahwa kita mengikuti Allah dan Rasulullah. Dan juga, tidak
satupun imam-imam yang empat ini atau para ulama besar lainnya, tidak ada satu pun bukti
yang dapat ditemukan bahwa mereka mengatakan "Qalliduuni" "ikutilah aku". Akan tetapi
apa yang dikenal dari mereka adalah, kalimat:
"Jika hadits itu shahih, kuat, maka itu adalah madzhabku, itu adalah pendapatku dan
itulah yang aku ikuti."
Dan ini merupakan perkataan imam Syafi'i, dan kalimat yang sama diucapkan oleh para
imam lainnya bahwa inilah yang mereka telah katakana. Yaitu jika sesuatu telah terbukti
kebenarannya, itulah yang aku ikuti, dan bukan yang telah kukatakan.
"Tinggalkanlah apa yang aku katakan ini karena Nabi "
Artinya, jika saya katakan sesuatu dan ia bertentangan dengan ajaran Al Qur'an dan As
Sunnah maka ikutilah hal tersebut dan jangan ikuti apa yang aku katakan.

Selain itu juga, suatu ketika Abu Hanifah, murid-murid beliau datang dan bertanya,
"Bagaimana jika kamu mengatakan sesuatu, dan Al Qur'an bertentangan dengan pendapatmu,
apa yang harus kami lakukan?" “Tinggalkan dan buanglah apa yang aku katakan jika ia
berkenaan dengan qaalallah,” kemudian mereka juga mengatakan, "Lalu bagaimana jika
perkataanmu, bertentangan dengan sabda Rasulullah s.a.w" Apa yang dia katakan? "Buanglah
dan tinggalkanlah apa yang aku katakan untuk sabda Rasulullah, dan ambillah pendapat
beliau" Begitu juga saat ia ditanya "Bagaimana jika perkataanmu bertentangan dengan
perkataan para sahabat?" Tahukah kalian apa jawaban beliau? "Tinggalkan dan buanglah apa
yang telah aku katakan jika ia bertentangan dengan perkataan para sahabat"
Maka, seluruh Aimmah ini secara tegas hanya mengikuti manhaj Islam yang tepat dan
itu semua didapatkan dari Al Qur'an dan As Sunnah. Tidak ada satupun dari mereka yang
meminta orang-orang untuk mengikuti (madzhab) mereka. Hanya yang datang kemudian
yang telah membelokkan madzhab-madzhab tersebut. Dan tidak hanya itu mereka memaksa
orang-orang dan mengatakan pada mereka bahwa hanya boleh mengikuti satu imam dan jika
tidak maka itu adalah perbuatan yang salah. Baik, jika kamu menyuruh mereka untuk
mengikuti satu imam, itu tidak mengapa. Jika kita memiliki Imam yang terbaik, maka
mengapa kita harus mengikuti imam yang lebih rendah atau imam-imam kecil lainnya. Saya
akan mengikuti imam terbaik dan terbesar dan beliau adalah Nabi kita Nabi Muhammad
bukankah begitu? Di bagian manakah disebutkan Allah dalam Al Qur'an atau sunnah untuk
mengikuti fulan, dan fulan dan fulan?

Kita hanya diperintahkan untuk mengikuti Rasulullah. Jika kita diperbolehkan untuk
mengikuti orang lain siapapun selain Rasulullah s.a.w, lalu apa tujuannya mengutus
Rasulullah jika orang lain harus diikuti? Ibnu Qayyim dalam kitabnya 'I'lan al Muwaqi'in
mengatakan bahwa para sahabat Abu Hanifah telah bersepakat, meskipun terdapat hadits
lemah, kita ketahui bahwa kita tidak diperbolehkan menggunakan hadits lemah, kita dilarang
menggunakan hadits lemah jika ia berdiri sendiri, bukan begitu? Akan tetapi mereka lebih
mendahulukan hadits lemah di atas diatas ra'yi, pendapat dan qiyas mereka. Apapun yang
berhubungan dengan akal, atau yang berhubungan dengan deduksi. Dan apapun yang
berhubungan dengan kemungkinan hal tertentu dapat menjadi jawabannya, apa saja.

Jika ada sebuah permasalahan mereka harus berfatwa dan mereka menemukan hadits
yang lemah, maka mereka lebih memilih untuk menggunakan hadits daripada menggunakan
pendapat mereka. Dan sekarang jika kita perhatikan ajaran madzhab yang berkembang saat
ini. Bahkan jika kalian memberikan mereka sebuah ayat atau sebuah hadits yang kuat,
mereka akan menolak mengambilnya dan berkata tidak karena ini adalah pandangan Imam
Abu Hanifah. Padahal kebanyakan darinya bukan pendapat beliau sama sekali, ataupun
pendapat murid-murid beliau. Mereka akan mengambilnya dan berkata mereka harus
mempertahankannya. Meskipun madzhab mereka sendiri dan para ulama' terkemuka yang
merupakan murid-murid Abu Hanifah, mereka akan tetap mengambil bahkan hadits yang
lemah dan tidak mau memberijkan pendapat mereka yang bertentangan dengan hadits lemah
itu.

Lalu bagaimana, subhanallah jika hadits itu shahih dan terdapat ayat-ayat yang
mendukungnya. Siapakah yang memberikan kita wewenang untuk hanya berpatokan
dengannya dan menjadi "Muta'ashib" atau berpegang pada satu pendapat yang terkadang
secara jelas bertentangan dengan Al Qur'an atau secara jelas bertentangan dengan Sunnah
Rasulullah. Kita berpegang teguh padanya berdasarkan. "Oh tidak demikian, kita harus
mengikuti satu imam" Ya akhi, ya ukhti, itu tidak masalah akan tetapi mana dalil yang
membolehkan hal tersebut? Ya memang benar kita mengikuti satu imam, tetapi
pertanyaannya adalah siapakah imam itu? Dan kita semua telah ketahui bahwa imam itu
adalah Muhammad Ibn Abdillah khatimul Anbiyaa wal Mursalin.

Setelah penjelasan yang singkat ini, tentang manhaj yang akan kita, metodologi, dan
sistem yang akan saya berusaha mengikutinya. Selama kita melanjutkan pembahasan
pelajaran ini In sya Allah. Kita juga akan mengingatkan permasalahan lain yaitu keutamaan
dalam memahami agama dan dalam mempelajari Islam. Hal ini juga merupakan perkara yang
penting, Jazakallahu Khairan.

Kita telah sebutkan sebelumnya bahwa Rasulullah telah bersabda, "Barangsiapa yang
dikehendaki oleh Allah kebaikan atasnya, Allah menjadikannya seorang yang memahami
agama," Jika Allah menginginkan anda menjadi orang yang baik, atau menginginkan
kebaikan atas diri anda, Allah akan memberikan jalan dan memudahkan anda mempelajari
Ilmu Islam. Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari dan juga dalam shahih Muslim. Hadits ini
Alhamdulillah adalah hadits yang sangat shahih Alhamdulillah, diriwayatkan oleh
Muawiyah.

Kita juga ketahui bahwa Allah telah berfirman, "Dialah yang telah mengutus rasul-
Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar." Ayat ini terdapat dalam surat Al
Fath ayat 28. Kita juga telah mengetahui bahwa Allah telah berfirman, "Sesungguhnya, yang
takut pada Allah diantara hamba-hamba-Nya adalah para ulama'" Artinya, ilmu-ilmu syariah,
ilmu Islam adalah kunci dari sebuah gembok yang jika kalian membukanya kalian akan
temukan di hadapan kalian. Sebuah ruangan yang terang benderang yang penuh dengan
cahaya yang mengarahkan anda pada jalan keselamatan, yang selama ini telah anda cari dan
tentunya In sya Allah akan mengarahkan anda pada jalan menuju Jannatil 'ala jannatil
Firdaus.

Maka tidak heran jika Rasulullah mengatakan bahwa pewaris para nabi adalah para
ulama', merekalah yang memiliki ilmu tentang Islam. Alhamdulillah Sesungguhnya ia
merupakan berkah dari Allah bahwa Allah telah membukakan pintu kesempatan bagi kita
untuk menuntut ilmu. Sangat mudah bagi kita untuk menuntut ilmu sekarang ini. Sebagian
dari kalian sedang berada di Eropa sebagian lain di Amerika. Yang lain di Afrika, lainnya di
Asia, Timur Tengah, sebagian lainnya berada di Asia timur. Masing-masing dari kalian
sedang mendengarkan pelajaran yang telah saya rekam di tempat lain. Semuanya begitu
mudah dan sebelumnya tidak seperti itu.

Dan dianjurkan juga bagi kita untuk berdoa. Seperti contohnya ketika Allah
memerintahkan para utusan-Nya dengan mengatakan Allah-lah yang telah memerintahkan
para Nabi-Nya untuk berdoa meminta ditambahkan sesuatu yang paling dicintai, dan itu
adalah ilmu. Ketika Allah mengatakan Ayat ini terdapat dalam surat Thaha ayat 114 "Dan
katakanlah 'Ya Rabb tambahkanlah ilmu padaku'".
Kita telah ketahui bahwa Al Hafidz Ibnu Hajar telah mengatakan dalam tafsirnya tentang ayat
ini, beliau mengatakan bahwa ayat Al-Qur'an ini merupakan petunjuk yang jelas tentang
keutamaan dan keunggulan ilmu. Karena Allah tidak pernah memerintahkan para Nabi-Nya.

Dengarkan ini baik-baik, Allah tidak pernah memerintahkan para Nabi-Nya untuk
memohon dilebihkannya sesuatu atas diri mereka selain ilmu. Artinya Allah tidak pernah
meminta Nabi memohon untuk ini dan untuk itu. Sebagaimana Allah memberikan pada
beliau keunggulan dan keistimewaan menuntut ilmu dan memohon pada Allah agar ditambah
ilmunya. Sekarang jujurlah pada diri kalian sendiri, seberapa sering kalian berdoa pada Allah.
Ya Allah tambahkanlah ilmu padaku, tambahkanlah ilmu padauk. Ini adalah perkara yang
sangat penting karena itu sebelum halaqoh, ketika kamu menghadiri kajian, mohonlah pada
Allah: Ya Allah tingkatkanlah ilmuku, tingkatkanlah ilmuku, Ini adalah hal yang sangat
penting. Secara terus menerus memohon hal tersebut pada Allah.

Setelah itu, kita ketahui keutamaan menuntut ilmu dan mengapa kita harus
mempelajarinya. Karena dengan ilmu itu kita akan menjadi golongan yang memanfaatkan
ilmu tersebut. Pertama anda sendiri akan memperoleh manfaat dengan menjadi hamba Allah
yang lebih baik. Lalu anda juga dapat memberikan manfaat bagi lingkungan anda termasuk
keluarga anda sendiri dan para tetangga dan komunitas anda dan lainnya yang tinggal di
tempat yang jauh. Kita berdoa pada Allah semoga ilmu apapun yang kita pelajari, semoga
Allah menjadikan ilmu yang kita pelajari ini sebagai jalan untuk maju, jalan untuk mencari
sebuah kecintaan, untuk meraih ridha Allah dengan sebuah cara yang dengannya kita bisa
mendapatkan pahala dari Allah. Maka saudara-saudarku mari kita memulai dengan pelajaran
yang mulia ini dan kita memohon pada Allah agar memberikan kita keikhlasan, taqwa dan
islah agar kita termasuk golongan orang-orang yang beruntung bi idznillahi, termasuk orang-
orang yang dirahmati dengan ilmu dan mempraktekkannya juga sebagai seorang muslim.

Setelah berpikir panjang, karena kemudahan untuk mendapatkan buku ini dan
keotentikannya dan keterpercayaan dan ketepatannya serta kebijaksanaan penulis buku ini,
membuat saya memutuskan untuk memilih buku ini Al-Fiqhul Islami Al-Mulakhkhas Al-
Fiqh Li Syaikh Dr. Shaleh Fauzan Al Fauzan. Beliau adalah ulama' yang hebat. Saya telah
memilih bukunya yaitu Al Mulakkhas fil Fiqh yang dikenal sebagai ringkasan ilmu hukum
Islam. Dan beliau merupakan professor dalam bidang ilmu hukum Islam. Beliau juga adalah
ulama' terkemuka dalam komite Ulama'-ulama' tinggi di Arab Saudi dan merupakan anggota
majelis ulama' yang memberi fatwa di Arab Saudi. Beliau adalah ulama' terkemuka pada
masa ini di Arab Saudi dan negara-negara lainnya. Beliau juga dikenal karena pencapaian
akademisnya, dan banyak dari buku-buku beliau yang ditulis dan diterbitkan, di antaranya
adalah Al-Mulakkhas Al-Fiqh.
Kemudian kita juga dapatkan terjemahan dan ringkasan dari buku Fiqh hukum Islam
yang terdiri dari 2 jilid dalam bahasa Inggris dan dengan mudah bisa didapatkan dari Internet
secara gratis. Buku tersebut bisa didapatkan tercetak dalam bahasa Inggris. Selain dari itu,
terdapat banyak buku lainnya yang dapat digunakan selama pelajaran ini berlangsung dalam
Fiqhul Ibadat, ada banyak sekali buku yang tertulis tentang pembahasan ini. Anda juga akan
temukan beberapa buku-buku yang ditulis oleh Dr Bilal Abu Aminah Bilal Philips. Beliau
adalah rekan dan teman saya yang menulis sejumlah buku tentang pendidikan Agama Islam
dalam 4 jilid. Akan sangat membantu jika kalian memiliki buku-buku tersebut. Begitu juga
kitab Fiqh Sunnah karya Syekh Sabiq, akan sangat membantu. Dan pada setiap topik anda
akan dapati sejumlah penulis yang menuliskan berbagai macam hal. Tetapi saya tidak akan
terlalu merinci masalah ini Karena In sya Allah kita akan mencoba untuk mempelajari
pemahaman dasar mengenai hal ini.

Saya tahu saudara dan saudariku akan berbeda-beda, sebagian dari kalian telah jauh
memahaminya sebagian mungkin belum memahami. Karena itu, untuk mengkompromikan
antara semuanya dan berusaha memberikan perhatian dalam satu wadah. Terkadang bisa
menjadi sulit sehingga saya mungkin tidak mampu menjelaskan persoalan tertentu yang
mungkin kalian ingin ketahui. Untuk itu anda dapat merujuk kembali atau menghubungi atau
mengirim E-mail pada saya atau menghubungi saya dengan cara lain yang memungkinkan
untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan tersebut. Tapi meskipun saya mengatakan ini,
saya akan berusaha sekuat tenaga In sya Allah. Saya berdoa pada Allah semoga saya dapat
berusaha keras setidaknya menjelaskan pemahaman dasar agar dapat meneruskan pelajaran
ini.

Meskipun Fiqih Ibadat biasanya diawali dengan pembahasan As Sholat dan yang
berkaitan dengannya, akan tetapi shalat adalah sesuatu yang kita sebut dengan shalat 5 waktu
sehari. Kita tidak dapat melaksanakan shalat, tanpa adanya thaharah, kesucian pada diri kita.
Karena ia adalah titik permulaan dari ibadah apapun, shalat apapun yang ingin anda lakukan.
Oleh sebab itu, kita perhatikan pada setiap karya para ulama tentang ilmu hukum Islam.
Mereka mengawali tulisan mereka dengan kitab thaharah, yang dikenal dengan kitab tentang
kesucian dan kita akan memulai membahas ini in sya Allah bi idhnillahi t'ala.

Ketika kita memulai pembahasan thaharah atau kesucian, kita biasanya memulai
dengan "Ahkamul Thaharah wal Miyah" atau "kesucian dalam air", bagaimana menyucikan
diri dan juga jenis atau apapun yang hendak kita gunakan untuk mensucikan diri kalian dan
apa saja syarat-syarat yang harus dipenuhi. Inilah dua perkara yang akan kita bahas hari ini
insya Allah. Kita berdoa pada Allah semoga kita dibimbing menuju jalan yang benar.
Kita ketahui bahwa shalat adalah rukun, pilar Islam, bahkan ia adalah pilar ke dua
dalam Islam dan kita harus mendirikan shalat 5 kali dalam sehari, yang juga akan kita
pelajari. Kita ketahui bahwa yang pertama adalah subuh kemudian dhuhur, Ashar, maghrib
dan isya', 5 kali dalam sehari. Lalu ada shalat jum'at pada setiap hari jum'at dan terdapat
macam-macam jenis shalat lainnya. Semoga Allah memudahkan kita untuk membahas
kesemuanya. Setidaknya pemahaman yang mendasar agar shalah-shalah tersebut dapat
dijelaskan mulai saat ini.

Daripada menggunakan lafadz 'prayer' saya akan berusaha untuk menggunakan lafadz
shalat yaitu sembahyang yang dikerjakan 5 kali sehari, disebut dengan shalat shad, lam, alif
dan ta' marbuthah, shalat. Ini adalah pilar (rukun) kedua dalam Islam karena itu agar kita
dapat mendirikannya maka kita harus berada dalam kondisi suci dan kondisi suci ini bisa
diraih dengan cara berwudhu' atau tayamum yaitu penggunaan debu jika tidak kita tidak
mendapatkan air atau tidak ada akses untuk mendapatkan air atau kita tidak boleh
menggunakan air. Yang akan kita jelaskan nanti.

Karena itu, sebelum semua itu, Ghusl yang merupakan pensucian yang lengkap pada
waktu yang ditentukan. Ini adalah beberapa topik yang akan kita pelajari juga selain
membahas perkara mengenai air. Sekarang, kita telah ketahui bahwa Rasulullah s.a.w telah
biasa mmbersihkan dirinya secara sempurna dan beliau telah mengajarkan pada kita cara
membersihkan diri dan menekankan hal tersebut bahkan kita telah ketahui "Thaharatu Syatrul
Iman" bahwa membersihkan diri kita dan berada dalam kondisi bersih adalah sebagian dari
iman. "Syatrul" bisa diartikan sebagai "separuh", artinya separuh dari Iman. Jika kalian ingin
menjelaskan, mengapa Rasulullah s.a.w menyebutnya dengan separuh iman. Jika kalian
bandingkan dengan ibadah shalat yang harus kalian dirikan secarah lahiriah dan ia adalah
bagian dari rukun pilar Islam. Kalian tidak dapat mendirikan shalat jika tidak dalam kondisi
bersih dan suci. Pertama-pertama tentunya (suci) secara lahiriah, pertama tentunya secara
spiritual dan kedua adalah secara lahiriah dengan menggunakan air, tanpa adanya dua syarat
ini maka ibadah kalian atau segala kesulitan yang kalian hadapi, seberapa lama yang kalian
butuhkan dalam melakukannya atau sebaik apapun ibadah tersebut tidak akan ditertima,
mengapa? karena perkara dasar yang harusnya kalian penuhi untuk menjalankan ibadah ini
telah gagal kalian penuhi syarat-syaratnya. Saya ulangi kembali, kalian telah gagal memenuhi
syarat melakukannya. Maka, hal pertama yang harus kalian lakukan adalah, mensempurnakan
wudhu' kalian. Kalian harus memiliki thaharah yang layak sebelum kalian melanjutkan. Ini
adalah pembahasan yang akan kita bahas dan kita memohon pada Allah agar kita dapat
sukses memahminya.

Pertama-tama mari kita bahas zat yang dengannya kita dapat mensucikan diri kita
sendiri. Dan yang kita maksud di sini adalah air. Kita ketahui bahwa biasanya para ulama'
telah mengklasifikasikan air menjadi beberapa bagian atau bisa saya katakan air itu terbagi
menjadi 2 macam. Mari kita lihat, cairan terdapat 2 macam yang pertama adalah yang thahir
dan yang kedua adalah yang najis. Artinya yang pertama adalah yang bersih dan yang kedua
tidak bersih. Cairan apapun yang tidak bersih tentunya tidak boleh digunakan untuk
membersihkan diri. Tidak sah jika membersihkan diri menggunakan air tersebut. Tetapi yang
boleh digunakan untuk membersihkan diri adalah air yang bersih. Air bersih adalah sebuah
cairan yang telah diberikan pada kita dalam bentuk aslinya oleh Allah, dapat berupa air hujan,
mata air, air laguna, air dari keran, air sungai atau sumur, bahkan juga air laut. Ia juga thahir,
air bersih yang dapat digunakan untuk wudhu' dan ghusl. Begitu juga air yang mengalir
diantara batu-batuan atau tetesan air atau bentuk lainnya. Seperti es apapun yang dapat
mencair, semua ini adalah cairan yang dapat digunakan untuk bersuci. Sekarang, jika air
tersebut mengalami sedikit atau banyak perubahan padanya. Perubahan yang dapat terjadi
adalah 1 diantara 3 macam, baik mengalami perubahan warna, rasa ataupun bau. Para ulama'
mengatakan jika terdapat perubahan yang begitu nampak. Antara salah satu dari 3 hal
tersebut atau 2 di antaranya atau ketiganya. Sehingga ia tidak lagi disebut sebagai air dan
nama lain telah diberikan padanya. Maka ia tidak lagi disebut sebagai air dan tidak pantas
digunakan untuk membersihkan diri. Akan tetapi jika hanya sedikit (perubahan). Contohnya
anda menggunakan bejana untuk mengisi air ke dalam botol atau kendi di mana mungkin
sedikit sabun masih tersisa di dalamnya. Anda telah mencuci bejana tersebut dengan sabun
kemudian anda tuangkan air itu ke dalamnya dan sedikit bau harum sabun ini masih melekat
pada air itu. Apakah cairan tersebut masih dianggap sebagai air? Atau ia akan dianggap
sebagai sesuatu yang tidak bersih karena baunya?

Tentang persoalan ini, para ulama' berbeda pendapat. Sebagian mengatakan air itu
harus murni dan terbebas dari bau, warna atau rasa apapun. Sebagian mengatakan jika ia
sangat sedikit dan tidak merubah sebutan air itu. Dan juga adalah sesuatu yang suci dan najis,
ingat pada permulaan tadi kita katakana, cairan apapun yang telah tercampur dengan "najasa"
yang begitu banyak hingga mengalami perubahan, maka air tersebut tidak akan dianggap
sebagai air bersih kecuali jika disucikan melalui proses tertentu sebelum digunakan untuk
membersihkan diri. Yang sedang kita bicarakan adalah jika air itu tercampur dengan sabun,
syampo, atau hal yang semacamnya, seperti campuran mawar di dalamnya. Di sinilah banyak
terjadi perbedaan pendapat. Sebagian ulama' berpendapat ia harus terbebas dari ke tiga hal
tersebut. Sebagian yang lain berpendapat jika hanya sedikit (perubahan) bau, warna atau rasa.
Tetapi bentuk asli air tersebut masih bisa dikatakan sebagai air dengan perubahan yang
sangat sedikit, maka ia dapat digunakan, Wallahu 'Alam.

Syaikhul Islam Ibnu Taymiyyah mengatakan terdapat banyak kasus di mana sedikit
atau banyak sifat-sifat air terpengaruh oleh benda yang suci seperti abu, sabun, daun dari
pohon bidara dan hal-hal serupa yang mungkin merubah air tersebut. Contohnya, sebotol air
dapat dituangkan ke dalam wadah yang berisi daun pohon bidara yang dapat mempengaruhi
sifat-sifat aslinya. Meskipun air tersebut mengalami perubahan sepenuhnya, para ulama'
memiliki 2 pendapat berbeda mengenai hal ini. Seperti yang telah saya katakan sebelumnya,
yang lain memperbolehkan dan yang lain tidak. Tetapi lebih mengarah berada dalam kisaran
penggunaan yang diperbolehkan dan dapat diterima dan In sya Allah ia "Thahir" dan dalam
keadaan "thahur" kalian boleh menggunakannya dan membersihkan diri kalian,
Jazakumullahu khairan.

Air adalah perkara yang sangat penting bagi kita umat Islam, baik dalam persoalan
kelangsungan hidup, untuk bertahan hidup dan juga untuk membersihkan diri kita. Banyak
ayat Al Qur'an yang membahas pentingnya air seperti dalam surat An Nisa', ketika Allah
berfirman:
“Adapun jika kamu sakit atau sedang dalam perjalanan atau sehabis buang air atau
kamu telah menyentuh perempuan, yaitu telah bersetubuh dengannya, sedangkan kamu tidak
mendapatkan air, maka bertayamumlah kamu dengan debu yang baik, usapkanlah pada
wajahmu dan tanganmu dengan debu itu. Sesungguhnya Allah maha pemaaf maha
pengampun”
Ayat ini terdapat dalam surat An Nisa ayat 43 yang menunjukkan pentingnya berwudhu' dan
tayammum bagi yang tidak dapat menggunakan air yang akan kita bahas rinciannya nanti bi
idznillahi.

Permasalahan selanjutnya yang ingin kita bahas adalah "Babun fi ahkamil Aaniyati
wa thiyabil kuffar". Pada bab ini kita akan membahas tentang bejana dan pakaian yang
dimiliki oleh orang kafir artinya, bejana orang kafir dan baju mereka. Apakah kita
diperbolehkan untuk menggunakannya atau apakah ia najis, tidak bersih? Apakah boleh bagi
kita menggunakan gelas yang mungkin mereka gunakan untuk meminum khamr atau cangkir
yang digunakan untuk meminum the atau sebuah wadah atau piring yang mungkin digunakan
untuk menyimpan daging babi atau sebuah panci yang digunakan untuk memasak daging
yang tidak halal? Dalam kasus-kasus tersebut, apakah boleh bagi kita menggunakannya atau
haram bagi kita atau apakah ia najis atau kita harus mencucinya sebelum menggunakannya
atau apakah yang harus dilakukan pada kasus seperti ini. Ini adalah perkara-perkara yang
ingin kita bahas. Begitu juga dengan pakaian orang-orang kafir apakah boleh bagi kita
meggunakan baju mereka atau ia najis dan tidak bersih, ini adalah pembahasan yang perlu
dijelaskan. Dan secara ringkas ini saya akan mencoba menjelaskan perkara-perkara ini pada
anda semua.

Pertama, kita ketahui secara umum bejana atau peralatan yang digunakan untuk
memasak dan makan yang biasa terbuat dari logam, kayu, kulit atau dari bahan baru lain yang
digunakan orang-orang sekarang, dari berbagai macam logam, perunggu atau hal lainnya.
Dan sekarang banyak sekali peralatan yang terbuat dari kaca dengan cara tertentu yang
digunakan orang-orang. Ada juga bahan sintetik yang terbuat dari plastik, dan bahan-bahan
lainnya. Terdapat 2 jenis dalam permasalahan ini. Pertama yang diperbolehkan dan yang
tidak boleh digunakan, yang terbuat dari emas dan perak, bejana yang terbuat dari emas dan
perak. Ini adalah jenis bejana dari emas, bejana atau sendok, atau peralatan lain, jika ia
terbuat dari emas dan perak sudah jelas haram bagi kita untuk menggunakannya baik untuk
perempuan dan laki-laki, keduanya haram menggunakannya Rasulullah bersabda:
“Janganlah kalian minum dari bejana emas dan perak dan janganlah kalian makan dari
mangkuk yang sama yaitu mangkuk yang terbuat dari emas dan perak karena ia milik mereka
yaitu orang-orang kafir di dunia, dan bagi kita di akhirat nanti.”
Pertama-tama, ketika Rasulullah melarang kita minum dari kedua bejana ini, emas
dan perak, kemudian beliau juga melarang makan dari benda yang sama yaitu bejana terbuat
dari emas dan perak karena ia milik mereka di dunia bukan berarti mereka diperbolehkan
menggunakannya di dunia ini. Maksudnya adalah mereka telah menyalahi ketetapan dengan
menggunakannya di dunia ini yang seharusnya tidak boleh, tetapi mereka mengunakannya,
biarkan mereka dan mereka berdosa jika melakukannya. Bagi anda, anda semua dapat
menggunakannya di surga nanti In sya Allah. Saat anda memasuki surga setelah kematian,
jadi di dunia diharamkan bagi kita untuk menggunakannya. Dan kita juga ketahui bahwa
emas dan perak halal bagi perempuan untuk menggunakannya sebagai perhiasan seperti
anting-anting, kalung, gelang dan perhiasan indah lain yang mereka kenakan. Sedangkan
untuk yang terbuat dari perak, laki-laki boleh menggunakan cincin perak dan bukan emas,
cincin perak. Terkadang sebagian pria menggunakan rantai yang terbuat dari perak, dan
berjalan seperti ini bahwa pria boleh menggunakan perak, tidak, ia tidak boleh digunakan
karena ia didesain untuk perempuan, milik kaum wanita dan bukan untuk pria maka jangan
kalian gunakan. Anda boleh menggunakan cincin dan juga boleh menggunakan jam perak,
tidak ada masalah dalam hal itu, Insya Allah kalian boleh menggunakannya juga. Sedangkan
untuk masalah bejana dan lainnya yang telah kita bahas sebelumnya, ia dilarang untuk pria
dan wanita.

Ada sebuah persoalan penting yang mungkin tidak mudah bagi kalian. Mungkin
hanya sebagian yang mengetahui jawabnya, maka saya akan menerangkan pada anda saat ini.
Ketika kita ketahui bahwa Rasulullah telah melarang kita menggunakan peralatan emas dan
perak. Apa yang dimaksud dengan peralatan emas dan perak ini, dan yang manakah yang
termasuk ke dalamnya? Para ulama' berbeda pendapat mengenai hal ini, tetapi yang terbaik
saya rasa, Allah yang maha tahu, karena hadits itu hanya mengatakan bejana emas dan perak.
Akan tetapi, untuk menetapkan bahwa bejana ini adalah bejana emas dan perak dan bejana ini
tidak termasuk kategori bejana emas dan perak yaitu yang saya bicarakan, yang terbaik
adalah, Allahu A'lam, ketika emas dan perak itu secara keseluruhannya atau sebgaian besar
darinya sehingga kita mengatakan bahwa kendi itu adalah kendi emas dan gelas itu adalah
gelas perak. Akan tetapi jika ia hanya memiliki sedikit campuran perak, atau sedikit
campuran emas, bisa jadi ia adalah model yang palsu, atau hanya sedikit warna padanya
sebagai hiasan di sini, Allah maha mengetahui, tapi dengan informasi yang saya miliki, ia
tidak tergolong dalam perkara ini. Karena ia tidak dianggap sebagai kendi, bejana atau
peralatan perak dan emas, Allah maha mengetahui, jika terdapat sedikit hiasan yang kalian
lihat. Sedikit hiasan, sangat sedikit, bahkan ia lebih kurang dari 1 persen, kurang dari 1
persen dari benda tersebut, ia mungkin sebenarnya bukan emas. Allah maha mengetahui. Dari
harganya juga kalian bisa tentukan, jika harganya 5 dolar untuk sebuah gelas. Jika ia adalah
emas, apakah mungkin kalian bisa dapatkan dengan harga 5 dolar, di mana harga emas
sekarang adalah sekitar 50 hingga 60 dolar per gram. Sehingga tidak mungkin, jika ia adalah
murni emas dari awal hingga akhir. Inilah yang dimaksud dengan bejana atau wadah emas
dan perak. Allahu a'lam Allah maha mengetahui.

Saya telah katakan tadi, para ulama' telah membolehkan bahwa jika bejana itu pecah,
maka untuk menyatukannya kembali, dalam proses pengelasan, perak mungkin digunakan
yang pernah dilakukan pada salah satu bejana Nabi. Maka ia masih dalam batasan yang dapat
diterima dan diperbolehkan melakukannya. Kita ketahui bahwa saat ini kita tidak lagi
melakukan penambalan karena sangat mudah bagi kita untuk membeli lagi saat ini, dan
tersedia dalam jumlah besar. Jika ia sedikit pecah maka kita lebih memilih untuk membeli
yang baru dan jika memang tambalan diperlukan kita akan gunakan bahan yang jauh lebih
murah dari emas dan perak. Inilah yang dikatakan Nabi dan beliau juga mengatakan:
“Sesungguhnya mereka yang minum dari bejana perak hanyalah memenuhi perut
mereka dengan api neraka.”
Semoga Allah melindungi kita dari larangan Rasulullah ini. Maka kita harus menjauhinya
dan sama sekali tidak boleh menggunakannya.

Juga persoalan yang telah disebut oleh Syikh Al-Fauzan, saya ingin membahasnya
secara singkat. Yaitu persoalan mengenai "Juludhul Mayta" dan perkara orang-orang kafir.
Selama ini, juludhul mayta dikenal sebagi kulit bangkai binatang. Kita ketahui bahwa kita
dilarang menggunakannya kecuali telah disamak. Tetapi para ulama berbeda pendapat antara
apakah boleh menggunakannya setelah disamak atau tidak. Pendapat yang paling kuat adalah,
dibolehkan menggunakan kulit bangkai itu setelah ia disamak dan inilah pendapat yang
paling kuat saat ini. Berkenaan dengan ini, ada satu hal yang sangat penting yaitu binatang
yang dimaksud disini adalah binatang yang boleh dimakan dan bukan binatang yang tidak
boleh dimakan. Di sini juga terdapat perbedaan pendapat para ulama' dan sebagaimana
diketahui bahwa "khinzir", berkaitan dengan anjing, telah menjadi kesepakatan, kita tidak
boleh menggunakannya meski telah disamak. Sedangkan untuk binatang-binatang lain para
ulama' berbeda pendapat apakah setelah disamak ia menjadi bersih? Akan tetapi pendapat
yang lebih selamat, lebih kuat dan lebih disukai telah diberikan in sya Allah, dan inilah yang
saya rasa paling kuat, hanya binatang yang boleh dimakan, artinya yang aslinya halal untuk
dimanfaatkan. Jika daging bangkai itu telah disamak maka boleh bagi kita untuk
menggunakannya. Juga ketika Rasulullah, pertama-tama, terdapat banyak adillah (dalil)
untuk ini seperti yang telah dikabarkan Rasulullah, beliau berkata bahwa kulit daging
binatang bangkai dapat disucikan dengan air dan qardh yaitu daun-daun sebuah pohon yang
biasa digunakan untuk menyamak. Beliau juga mengatakan menyamak adalah bentuk
penyucian kulit. Menyamak merupakan cara punyucian, yang dengannya kalian dapat
menyucikan. Ketika Nabi mengatakan hal ini, beliau juga menyampaikan apapun yang
dipotong dari binatang ketika binatang itu masih hidup maka ia akan dianggap sebagai daging
bangkai. Seperti yang umum terjadi di jaman jahiliah, mereka biasa memotong ekor domba.
Terutama ekor yang ada di timur tengah yang biasa disebut cukup besar dan semuanya sangat
gemuk, mungkin seberat 1, 2 atau 3 kg. Mereka biasa memotongnya saat binatang itu masih
hidup, maka ia bisa dikatakan najis dan haram, menjadi mayit, daging bangkai dan haram
untuk digunakan.

Pengecualian yang telah diberikan hanyalah untuk mengambil sari, di mana sarinya
diextrak menjadi wangi-wangian. Saya sendiri memiliki pengalaman pribadi tentang wangi-
wangian ini. Sudah 2 tahun saya mengalami kesensitifan terhadap "Atar", meskipun ia sangat
mahal dan sangat berkualitas. Saya tidak tahu apa yang terjadi, saya tiba-tiba mengalami
pusing. Seseorang telah memberi saya wangi-wangian ini dan saya menggunakannya. Ia lebih
baik dari yang lainnya dan saya tidak merasa apa-apa. Kemudian, beberapa minggu di
Makkah, Alhamdulillah saya dapat membeli cukup banyak. Lalu saya mulai mecarinya di
sana-sini hingga sampai pada suatu tempat di mana penjualnya berkata ini adalah "musk" asli
tanpa adanya campuran minyak apapun. Biasanya jika kalian membeli musk, kalian dapati ia
tidak berwarna, putih. Sebenarnya tidak berwarna, bukan putih, tapi tak berwarna. Itu adalah
"musk" yang asli akan tetapi yang lebih asli daripada itu yang tak berwarna itu memiliki
sedikit minyak di dalamnya. Ia sedikit berwarna putih dan agak lengket. Dan harga untuk
botol sekecil ini harganya sekitar 350 riyal, hampir sekitar 100 USD. Akhirnya saya
membelinya ketika melihatnya. Ketika saya ingat bahwa saya harus mengisi kuliah ini,
Masya Allah saya memakainya sebelum kemari hanya untuk memberitahu kalian tentang
"musk" ini. "Musk" ini dapat diperoleh dari rusa, yang masih hidup dan susah ditemukan
karena itu ia begitu mahal. Anda bisa mendapatkannya di pegunungan himaliyah, beberapa
tempat di India, di Rusia atau di tempat lain di berbagai wilayah yang sintetik mungkin biasa
digunakan akan tetapi ini adalah sesuatu yang asli dan inilah yang bisa saya gunakan
Alhamdulillah. karena sulit bagi saya untuk menggunakan yang lain. Inilah pengecualian
yang boleh dilakukan, dan jika kalian memotong bagian dari binatang, tentunya saya tidak
membicarakan tentang rambut atau lainnya, maka ia dianggap sebagai bangkai dan anda
dilarang menggunakannya.

Adapun penggunaan pakaian orang kafir, ia juga halal untuk digunakan dan ia
dibolehkan. Sebagaimana kita ketahui bahwa Rasulullah pernah menggunakan pakaian
orang-orang kafir. Beliau memakainya, orang-orang biasa memberikan sebagai hadiah yang
didapatkan dari Najran yaitu negara yang terletak di sebelum Yaman dan orang-orang disana
adalah Yahudi. Dan banyak dalil-dalil lainnya, dan juga orang-orang kafir itu tidak dianggap
sebagai orang yang najis kecuali jika terdapat sesuatu yang najis pada diri mereka, maka
bejana mereka juga tidak najis. Anda dapat gunakan untuk makan dan minum, jika anda
mengetahui ia bersih dan jika terdapat kotoran, mungkin sebelumnya mereka gunakan dan
tidak membersihkannya, maka bersihkanlah dan makan darinya, dan boleh bagi anda untuk
makan darinya. Sama halnya dengan penggunaan pakaian dan badan mereka tidak najis. Jika
hal ini terjadi, maka bagaimana boleh seorang laki-laki muslim untuk makan, maaf,
(maksudnya) menikah dengan seorang wanita kitabiyyah yaitu wanita Yahudi atau Nasrani,
dan ia menjadi istrimu dan kamu menyentuhnya dan melakukan apapun padanya. Dan jika ia
najis bagaimana hal ini bisa terjadi. Ini adalah bukti yang sangat yang jelas bahwa mereka
tidak najis, tidak kotor dan bukan tidak suci. Akan tetapi keimanan merekalah yang tidak
suci, bukan fisik mereka dan In Sya Allah pada pembahasan berikutnya kita akan membahas,
pertemuan berikutnya menurut buku ini In sya Allah akan membahas tata cara bersuci dan
larangannya In sya Allah saya akan mengakhiri di sini dan saya berdoa pada Allah agar kita
mendapat manfaat dari apa yang kita pelajari, dengar, baca dan hafalkan. Dan semoga Allah
memberikan ridha pada waktu dan usaha kita dan semoga Allah menerimanya.

Anda mungkin juga menyukai