Anda di halaman 1dari 10

Tarekat Naqsabandiyah

Tarekat atau thoriqot menurut bahasa artinya jalan, cara, garis, kedudukan,
keyainan dan agama. Dalam kamus Modern Dictionary Arabic-English oleh Eliash Anton
dan Edward Elias edisi IX terbitan Kairo 1954, menyatakan bahwa tarekat adalah way (cara
atau jalan), method and system of believe (metode dan satu sistem kepercayaan) .
Dalam Al Quran, kata thariqat disebut sebanyak 9 kali, yakni pada surat An-Nisaa
168 dan 169; Thoha 63, 77 dan 104; Al Ahqof 30; Al Mukminin 17; serta Al Jinn 11 dan 16.
Dalam pembahasan masalah dasar hukum Tasawuf/Tariqat ini, sebenarnya dapat
dilihat melalui beberapa segi yang terdapat di dalamnya, sehingga dari sini akan dapat
diketahui secara jelas tentang kedudukan hukumnya di dalam Islam.
Menurut penyelidikan para Ulama ahli Tasawuf, sebenarnya dasar hukum
Tasawuf/Tariqat dapat dilihat dari segi-segi yang antara lain adalah sebagai berikut :
1. Dari segi eksistensi
Amalan tersebut yang bertujuan hendak mencapai pelaksanaan syariat secara tertib
dan teratur serta teguh di atas norma-norma yang semestinya dikehendaki oleh Allah dan
Rasul-Nya. Hal ini sesuai dengan firman Allah Taala:
Dan bahawasanya jika mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam)
sesungguhnya Kami akan memberikan kepada mereka minuman yang menyegarkan (rezeki
yang banyak). (Al-Jin : 16)
Ayat ini oleh para Ulama ahli Tasawuf dijadikan pegangan hukum dasar
melaksanakan amalan-amalan yang diajarkan. Meskipun masih ada sebagian orang yang
menentang dijadikannya ayat itu sebagai dasar hukum tersebut (Tarekat).
Menurut tinjauan Ulama Tasawuf ayat di atas secara formal (bunyi lafadznya)
maupun material (isi yang tersirat di dalamnya) adalah jelas merupakan tempat sumber
hukum diperbolehkannya melaksanakan amalan-amalan kerohanian. Karena dengan
mengamalkan Tasawuf/Tariqat akan dapat diperoleh tujuan melaksanakan syariat Islam yang
sebenar-benarnya sesuai dengan yang apa dikehendaki oleh Allah dan Rasul-Nya.
2. Dari segi materi pokok
Dari segi materi pokok amalan Tasawuf/Tariqat secara umum berupa wirid
(dzikrullah), baik yang dilakukan secara Mulazamah yaitu secara terus-menerus, ataupun
yang dilakukan secara Mukhalafah maksudnya terus menerus menghindarkan diri dari segala
sesuatu yang dapat membawa akibat lupa kepada Allah.
Hal ini sesuai dengan firman Allah Taala, yakni:
Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang
sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang. (Al-Ahzab :
41-42)
Melihat maksud ayat ini, maka jelas bahawa Allah telah memerintahkan kepada
sekalian orang yang beriman untuk tetap sentiasa berdzikir dan bertasbih dengan menyebut
nama Allah baik dilakukan pada waktu pagi atau petang, siang atau malam.
Dari sini maka tugas ummat Islamlah yang diberi hak dan wewenang untuk
menciptakan syarat, rukun, dan kaifiyah-kaifiyah dzikrullah asalkan tidak menyimpang dari
tuntutan syara secara prinsipil. Itulah sebabnya maka para Ulama Tasawuf sama
menciptakan dzikrullah dengan syarat-syarat dan rukun-rukun tertentu serta bentuk kaifiyah
yang bermacam-macam. Misalnya tentang waktunya, jumlahnya, cara membacanya dan
sebagainya.
3. Dari segi sasaran pokok
Dari segi sasaran pokok yang hendak dicapai dalam mengamalkan Tasawuf/Tariqat
yakni terwujudnya rasa cinta antara hamba dengan Allah lantaran ketekunan dan keikhlasan
dalam menjalankan syariat-Nya. Para ulama berpendirian bahwa iman dapat dipelajari
melalui ilmu ushuluddin dan ilmu kalam, dan Islam dapat dipelajari melalui ilmu fiqih.
Sedangkan ihsan, cara mendapatkannya adalah dengan ilmu tasawuf dan tarekat .
Iman, Islam dan ihsan, ketiganya berkaitan erat dalam mencapai sasaran pokok yakni
mengenal Allah. Hal ini menuntut terwujudnya perbuatan nyata dalam hidup ini, sebagai
bukti kepatuhan melaksanakan segala yang diperintahkan dan menjauhi segala yang dilarang
dengan penuh ikhlas karena Allah. Manakala keadaan semacam ini sudah sampai pada
puncaknya, maka akan tercapailah hakikat tujuan hidup yang sebenarnya.

Sejarah Tarekat Naqsabandiyah
Tarekat Naqshbandiyah atau Naqsyabandiyah merupakan salah satu tarekat yang luas
penyebarannya, umumnya di wilayah Asia, Bosnia-Herzegovina, dan wilayah Dagestan,
Russia. Tarekat ini mengutamakan pada pemahaman hakikat dan tasauf yang mengandung
unsur-unsur pemahaman rohani yang spesifik, seperti tentang rasa atau "zok". Didalam
pemahaman yang meng"isbat"kan zat ketuhanan dan "isbat" akan sifat "maanawiyah" yang
maktub didalam "roh" anak anak adam mahupun pengakuan didalam "fanabillah" mahupun
berkekalan dlam "bakabillah" yang melibatkan zikir zikir hati(hudurun kalbu).
Kata Naqsyabandiyah/Naqsyabandi/Naqshbandi irad lasareb Bahasa
Arab yaitu Murakab Bina-i dua kalimah Naqsh dan Band yang bererti suatu ukiran yang
terpateri, atau mungkin juga dari Bahasa Persia, atau diambil dari nama pendirinya
yaitu Baha-ud-Din Naqshband Bukhari. Sebagian orang menerjemahkan kata tersebut sebagai
"pembuat gambar", "pembuat hiasan". Sebagian lagi menerjemahkannya sebagai "Jalan
Rantai", atau "Rantai Emas".
Perlu dicatat pula bahwa dalam Tarekat Naqsyabandiyah, silsilah spiritualnya kepada
Nabi Muhammad adalah melalui khalifah Hadhrat Sayyidina Abu Bakar Radhiyallahu 'Anhu,
sementara kebanyakan tarekat-tarekat lain silsilahnya melalui khalifah Shah Naqshband
Rahmatullah alaih telah berkata:
Pada suatu hari aku dan sahabatku sedang bermuraqabah, lalu pintu langit terbuka dan
gambaran Musyahadah hadir kepadaku lalu aku mendengar satu suara berkata,
Tidakkah cukup bagimu untuk meninggalkan mereka yang lain dan hadir ke Hadhrat
Kami secara berseorangan?
Suara itu menakutkan daku hingga menyebabkan daku lari keluar dari rumah. Daku
berlari ke sebuah sungai dan terjun ke dalamnya. Daku membasuh pakaianku lalu
mendirikan Solat dua rakaat dalam keadaan yang tidak pernah daku alami, dengan
merasakan seolah-olah daku sedang bersalat dalam kehadiranNya. Segala-galanya
terbuka dalam hatiku secara Kashaf. Seluruh alam lenyap dan daku tidak menyedari
sesuatu yang lain melainkan bersalat dalam kehadiranNya.
Aku telah ditanya pada permulaan penarikan tersebut, Mengapa kau ingin memasuki
jalan ini?
Aku menjawab, Supaya apa sahaja yang aku katakan dan kehendaki akan terjadi.
Aku dijawab, Itu tidak akan berlaku. Apa sahaja yang Kami katakan dan apa sahaja
yang Kami kehendaki itulah yang akan terjadi.
Dan aku pun berkata, Aku tidak dapat menerimanya, aku mesti diizinkan untuk
mengatakan dan melakukan apa sahaja yang aku kehendaki, ataupun aku tidak mahu
jalan ini.
Lalu daku menerima jawapan, Tidak! Apa sahaja yang Kami mahu ianya
diperkatakan dan apa sahaja yang Kami mahu ianya dilakukan itulah yang mesti
dikatakan dan dilakukan.
Dan daku sekali lagi berkata, Apa sahaja yang ku katakan dan apa sahaja yang ku
lakukan adalah apa yang mesti berlaku.
Lalu daku ditinggalkan keseorangan selama lima belas hari sehingga daku mengalami
kesedihan dan tekanan yang hebat, kemudian daku mendengar satu suara, Wahai
Bahauddin, apa sahaja yang kau mahukan, Kami akan berikan.
Daku amat gembira lalu berkata, Aku mahu diberikan suatu jalan Tariqat yang akan
menerajui sesiapa jua yang menempuhnya terus ke Hadhrat Yang Maha Suci. Dan
daku telah mengalami Musyahadah yang hebat dan mendengar suara berkata, Dikau
telah diberikan apa yang telah dikau minta.
Beliau telah menerima limpahan Keruhanian dan prinsip dasar Tariqat
Naqshbandiyah dari Hadhrat Khwajah Abdul Khaliq Al-Ghujduwani Rahmatullah
alaih yang terdiri dari lapan perkara yaitu:
Yad Kard, Baz Gasyt, Nigah Dasyat, Yad Dasyat, Hosh Dar Dam, Nazar Bar
Qadam, Safar Dar Watan, Khalwat Dar Anjuman.
Hadhrat Shah Naqshband Rahmatullah alaih telah menambah tiga lagi prinsip
sehingga menjadi sebelas yaitu: Wuquf Qalbi, Wuquf Adadi dan Wuquf Zamani.
Hadhrat Shah Naqshband Rahmatullah alaih telah berkata,
Jalan Tariqat kami adalah sangat luarbiasa dan merupakan Urwatil Wutsqa (Pegangan
Kukuh), dengan berpegang teguh secara sempurna dan menuruti Sunnah Baginda Nabi
Sallallahu Alaihi Wasallam dan Para Sahabat Radhiyallahu Anhum Ajmain. Mereka telah
membawa daku ke jalan ini dengan Kekurniaan. Dari awal hingga ke akhir daku hanya
menyaksikan Kekurniaan Allah bukan kerana amalan. Menerusi jalan Tariqat kami, dengan
amal yang sedikit, pintu-pintu Rahmat akan terbuka dengan menuruti jejak langkah Sunnah
Baginda Rasulullah Sallahllu Alaihi Wasallam.

Menurut sebagian ulama, perbedaan antara tarekat Naqsyabandiyah dengan tarekat
yang lain, Qadiriyah misalnya, adalah dari sanad yang menerima setelah Rasulullah. Tarekat
Naqsyabandiyah berasal dari ajaran yang disampaikan Nabi kepada Abu Bakar, sedangkan
Qadiriyah berasal dari ajaran Nabi kepada Ali bin Abi Thalib, hingga sampai pada Abdul
Qadir Al Jailani .


Ajaran Dasar dan Amalan Pokok
Ajaran dasar tarekat Naqsyabandiyah menurut Najmuddin Amin Al Kurdi dalam
kitabnya Tanwirul Qulub, terdiri dari 11 kalimat berbahasa Persia. Delapan kalimat berasal
dari Syekh Abdul Khaliq Al Ghajudwani dan 3 berasal dari Syekh Muhammad Bahauddin
Naqsyabandi .
1. Huwasy Dardam , yaitu pemeliharaan keluar masuknya nafas, supaya hati tidak
lupa kepada Allah SWT atau tetap hadirnya Allah SWT pada waktu masuk dan
keluarnya nafas. Setiap murid atau salik menarikkan dan menghembuskan nafasnya,
hendaklah selalu ingat atau hadir bersama Allah di dalam hati sanubarinya. Ingat
kepada Allah setiap keluar masuknya nafas, berarti memudahkan jalan untuk dekat
kepada Allah SWT, dan sebaliknya lalai atau lupa mengingat Allah, berarti
menghambat jalan menuju kepada- Nya.
2. Nazhar Barqadlam yaitu setiap murid atau salik dalam iktikaf/suluk bila berjalan
harus menundukkan kepala, melihat ke arah kaki dan apabila dia duduk dia melihat
pada kedua tangannya. Dia tidak boleh memperluas pandangannya ke kiri atau ke
kanan, karena dikhawatirkan dapat membuat hatinya bimbang atau terhambat untuk
berzikir atau mengingat Allah SWT. Nazhar Barqadlam ini lebih ditekankan lagi bagi
pengamal tarikat yang baru suluk, karena yang bersangkutan belum mampu
memelihara hatinya.
3. Safar Darwathan yaitu perpindahan dari sifat kemanusiaan yang kotor dan
rendah, kepada sifat-sifat kemalaikatan yang bersih dan suci lagi utama. Karena itu
wajiblah bagi si murid atau salik mengontrol hatinya, agar dalam hatinya tidak ada
rasa cinta kepada makhluk.
4. Khalwat Daranjaman yaitu setiap murid atau salik harus selalu menghadirkan hati
kepada Allah SWT dalam segala keadaan, baik waktu sunyi maupun di tempat orang
banyak. Dalam Tarikat Naqsyabandiyah ada dua bentuk khalwat :
a. Berkhalwat lahir, yaitu orang yang melaksanakan suluk dengan mengasingkan
diri di tempat yang sunyi dari masyarakat ramai.
b. Khalwat batin, yaitu hati sanubari si murid atau salik senantiasa musyahadah,
menyaksikan rahasia- rahasia kebesaran Allah walaupun berada di tengah-
tengah orang ramai.
5. Ya Dakrad yaitu selalu berkekalan zikir kepada Allah SWT, baik zikir ismus zat
(menyebut Allah, Allah,.), zikir nafi isbat (menyebut la ilaha ilallah), sampai yang
disebut dalam zikir itu hadir.
6. Bar Kasyat yaitu orang yang berzikir nafi isbat setelah melepaskan nafasnya,
kembali munajat kepada Allah dengan mengucapkan kalimat yang mullia :
Wahai Tuhan Allah, Engkaulah yang aku maksud (dalam perjalanan rohaniku ini)
dan keridlaan-Mulah yang aku tuntut . Sehingga terasa dalam kalbunya rahasia
tauhid yang hakiki, dan semua makhluk ini lenyap dari pemandangannya.
7. Nakah Dasyat yaitu setiap murid atau salik harus memelihara hatinya dari
kemasukan sesuatu yang dapat menggoda dan mengganggunya, walaupun hanya
sebentar. Karena godaan yang mengganggu itu adalah masalah yang besar, yang
tidak boleh terjadi dalam ajaran dasar tarikat ini.
Syekh Abu Bakar Al Kattani berkata, Saya menjaga pintu hatiku selama 40 (empat
puluh) tahun, aku tiada membukakannya selain kepada Allah SWT, sehingga
menjadilah hatiku itu tidak mengenal seseorang pun selain daripada Allah SWT.
Sebagian ulama tasawuf berkata Aku menjaga hatiku 10 (sepuluh) malam, maka
dengan itu hatiku menjaga aku selama 20 (duapuluh) tahun.
8. Bad Dasyat yaitu tawajuh atau pemusatan perhatian sepenuhnya pada musyahadah,
menyaksikan keindahan, kebesaran, dan kemuliaan Allah SWT terhadap Nur Zat
Ahadiyah (Cahaya Yang Maha Esa) tanpa disertai dengan kata- kata. Keadaan Bad
Dasyat ini baru dapat dicapai oleh seorang murid atau salik, setelah dia mengalami
fana dan baka yang sempurna. Adapun tiga ajaran dasar yang berasal dari
Bahauddin Naqsyabandi adalah,
9. Wuquf Zamani yaitu kontrol yang dilakukan oleh seorang murid atau salik tentang
ingat atau tidaknya ia kepada Allah SWT setiap dua atau tiga jam. Jika ternyata dia
berada dalam keadaan ingat kepada Allah SWT pada waktu tersebut, ia harus
bersyukur dan jika ternyata tidak, ia harus meminta ampun kepada Allah SWT dan
kembali mengingat- Nya.
10. Wuquf Adadi yaitu memelihara bilangan ganjil dalam menyelesaikan zikir nafi
isbat, sehingga setiap zikir nafi isbat tidak diakhiri dengan bilangan genap. Bilangan
ganjil itu, dapat saja 3 (tiga) atau 5 (lima) sampai dengan 21 (duapuluh satu), dan
seterusnya.
11. Wuquf Qalbi yaitu sebagaimana yang dikatakan oleh Syekh Ubaidullah Al- Ahrar,
Keadaan hati seorang murid atau salik yang selalu hadir bersama Allah SWT.
Pikiran yang ada terlebih dahulu dihilangkan dari segala perasaan, kemudian
dikumpulkan segenap tenaga dan panca indera untuk melakukan tawajuh dengan
mata hati yang hakiki, untuk menyelami makrifat Tuhannya, sehingga tidak ada
peluang sedikitpun dalam hati yang ditujukan kepada selain Allah SWT, dan terlepas
dari pengertian zikir.
Amalan pokok dan mendasar bagi penganut tarekat Naqsyabandiyah adalah dzikrullah
(mengingat Allah). Dzikir sendiri terbagi menjadi 3, yakni dzikir dengan lisan, dengan hati,
dan dengan anggota badan.
Adapun tingkatan dzikir dalam tarekat ini ada tujuh , yaitu:
1. Mukasyafah
Dzikir dengan menyebut nama Allah dalam hati sebanyak 5.000 atau 6.000 kali setiap
hari.
2. Lathaif
Setelah melaporkan pada Syekh tentang apa yang dialami ketika berdzikir, Syekh
akan terus menaikkan jumlah dzikirnya menjadi 7.000, 8.000, demikian seterusnya sampai
11.000 kali.
Pembagian dzikir Lathaif:
a. Lathifatul Qalbi, dzikir sebanyak 5.000 kali ditempatkan di bawah tetek sebelah kiri,
kurang lebih 2 jari dari rusuk.
b. Lathiful Roh, dzikir sebanyak 1.000 kali ditempatkan di bawah tetek sebelah kanan,
kurang lebih 2 jari ke arah dada.
c. Lathifatul Sirri, dzikir sebanyak 1.000 kali ditempatkan di atas dada kiri, kurang lebih
2 jari ke kanan.
d. Lathifatul Khafi, dzikir sebanyak 1.000 kali ditempatkan di atas dada kanan, kurang
lebih 2 jari ke arah dada.
e. Lathifatul Akhfa, dzikir sebanyak 1.000 kali di tengah-tengah dada.
f. Lathifatu Nafsin Nathiqah, dzikir sebanyak 1.000 kali di atas kening.
g. Lathifatu Kullil Jasad, dzikir sebanyak 1.000 kali di seluruh tubuh.
3. Nafi
Setelah 11.000 kali, kalimat dzikir diganti Laa ilaaha illallaah.
4. Wuqub Qalbi
5. Ahdian
6. Maiah
7. Tahlil

KEKHUSUSAN THORIQOH NAQSYABANDIYAH
HADHRAT Imam Rabbani Mujaddid Alf Tsani Syeikh Ahmad Faruqi Sirhindi
Rahmatullah alaih yang merupakan salah seorang dari Para Masyaikh Akabirin THORIQOH
NAQSYABANDIYAH telah berkata di dalam surat-suratnya yang terhimpun di dalam
Maktubat Imam Rabbani, Ketahuilah bahawa thoriqoh yang paling Aqrab dan Asbaq dan
Aufaq dan Autsaq dan Aslam dan Ahkam dan Asdaq dan Aula dan Ala dan Ajal dan Arfa
dan Akmal dan Ajmal adalah Tariqah Aliyah Naqshbandiyah, semoga Allah Taala
mensucikan roh-roh ahlinya dan mensucikan rahsia-rahsia Para Masyaikhnya. Mereka
mencapai darjat yang tinggi dengan berpegang dan menuruti Sunnah Baginda Nabi Sallallahu
Alaihi Wasallam dan menjauhkan dari perkara Bidaah serta menempuh jalan Para Sahabat
Radhiyallahu Anhum. Mereka berjaya mencapai kehadiran limpahan Allah secara berterusan
dan syuhud serta mencapai maqam kesempurnaan dan mendahului mereka yang lain.
Adapun Hadhrat Imam Rabbani Mujaddid Alf Tsani Rahmatullah alaih telah menerangkan
kelebihan dan keunggulan THORIQOH NAQSYABANDIYAH dengan beberapa lafaz yang
ringkas dan padat adalah menerusi pengalaman keruhaniannya. Ia merupakan seorang
pembaharu agama (Mujaddid/Reformer) pada abad ke 11 Hijrah. Sebelum beliau menerima
Silsilah THORIQOH NAQSYABANDIYAH beliau telah menempuh beberapa jalan Tariqat
seperti Chishtiyah, Qadiriyah, Suhrawardiyah, Kubrawiyah dan beberapa Tariqat yang lain
dengan cemerlang serta memperolehi Khilafah dan Sanad Ijazah. Ia telah menerima Tariqat
Silsilah Aliyah Khwajahganiyah Naqshbandiyah dari gurunya Hadhrat Khwajah Muhammad
Baqi Billah Rahmatullah alaih.
Beliau telah berpendapat bahawa dari kesemua jalan Tariqat, yang paling mudah dan
paling berfaedah adalah THORIQOH NAQSYABANDIYAH dan telah memilihnya serta
telah menunjukkan jalan ini kepada para penuntut kebenaran.
Allahumma Ajzahu Anna Jaza An Hasanan Kafiyan Muwaffiyan Li Faidhanihil Faidhi Fil
Afaq
Terjemahan: Wahai Allah, kurniakanlah kepada kami kurnia yang baik, cukup lagi
mencukupkan dengan limpahan faidhznya yang tersebar di Alam Maya.
Hadhrat Shah Bahauddin Naqshband Bukhari Rahmatullah alaih telah bersujud
selama lima belas hari di hadapan Allah Subhanahu Wa Taala dengan penuh hina dan rendah
diri, berdoa memohon kepada Allah Subhanahu Wa Taala agar ditemukan dengan jalan
Tariqat yang mudah dan senang bagi seseorang hamba bagi mencapai Zat Maha Esa. Allah
Subhanahu Wa Taala telah mengkabulkan doanya dan menganugerahkan Tariqat yang khas
ini yang masyhur dengan nisbat Naqshband atau digelar Naqshbandiyah.
Naqsh bererti lukisan, ukiran, peta atau tanda dan Band pula bererti terpahat, terlekat,
tertampal atau terpateri. Naqshband pada maknanya bererti Ukiran yang terpahat dan
maksudnya adalah mengukirkan kalimah Allah Subhanahu Wa Taala di hati sanubari
sehingga ianya benar-benar terpahat di dalam pandangan mata hati yakni pandangan Basirah.
Adalah dikatakan bahawa Hadhrat Shah Naqshband tekun mengukirkan Kalimah Allah di
dalam hatinya sehingga ukiran kalimah tersebut telah terpahat di hatinya. Amalan zikir
seumpama ini masih diamalkan dalam sebilangan besar Tariqat Naqshbandiyah yaitu dengan
menggambarkan Kalimah Allah dituliskan pada hati sanubari dengan tinta emas atau perak
dan membayangkan hati itu sedang menyebut Allah Allah sehingga lafaz Allah itu benar-
benar terpahat di lubuk hati.
Silsilah Aliyah Naqshbandiyah ini dinisbatkan kepada Hadhrat Sayyidina Abu Bakar
As-Siddiq Radhiyallahu Anhu yang mana telah disepakati oleh sekalian Ulama Ahlus
Sunnah Wal Jamaah sebagai sebaik-baik manusia sesudah Para Nabi Alaihimus Solatu
Wassalam. Asas Tariqat ini adalah seikhlas hati menuruti Sunnah Nabawiyah dan
menjauhkan diri dari segala jenis Bidaah merupakan syarat yang lazim. Tariqat ini
mengutamakan Jazbah Suluk yang mana dengan berkat Tawajjuh seorang Syeikh yang
sempurna akan terhasillah kepada seseorang penuntut itu beberapa Ahwal dan Kaifiat yang
dengannya Zauq dan Shauq penuntut itu bertambah, merasakan kelazatan khas zikir dan
ibadat serta memperolehi ketenangan dan ketenteraman hati. Seseorang yang mengalami
tarikan Jazbah disebut sebagai Majzub.
Dalam THORIQOH NAQSYABANDIYAH ini, penghasilan Faidhz dan peningkatan
darjat adalah berdasarkan persahabatan dengan Syeikh dan Tawajjuh Syeikh. Bersahabat
dengan Syeikh hendaklah dilakukan sebagaimana Para Sahabat berdamping dengan Hadhrat
Baginda Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam. Murid hendaklah bersahabat dengan
Syeikh dengan penuh hormat. Sekadar mana kuatnya persahabatan dengan Syeikh, maka
dengan kadar itulah cepatnya seseorang itu akan berjalan menaiki tangga peningkatan
kesempurnaan Ruhaniah. Kaedah penghasilan Faidhz dalam Tariqat ini adalah sepertimana
Para Sahabat menghadiri majlis Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi
Wasallam.
Dengan hanya duduk bersama-sama menghadiri majlis Hadhrat Baginda Nabi
Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam yang berkat dengan hati yang benar dan ikhlas serta
penuh cinta biarpun hanya sekali, orang yang hadir itu akan mencapai kesempurnaan iman
pada maqam yang tertinggi. Begitulah keadaannya apabila seseorang itu hadir dan
berkhidmat dalam majlis Hadharat Naqshbandiyah, dengan hati yang benar dan ikhlas, orang
yang hadir itu akan dapat merasakan maqam Syuhud dan Irfan yang hanya akan diperolehi
setelah begitu lama menuruti jalan-jalan Tariqat yang lain.
Kerana itulah Para Akabirin THORIQOH NAQSYABANDIYAH Rahimahumullah
mengatakan bahawa, Tariqat kami pada Ain hakikatnya merupakan Tariqat Para Sahabat.
Dan dikatakan juga, Dar Tariqah Ma Mahrumi Nest Wa Har Keh Mahrum Ast Dar
Tariqah Ma Na Khwahad Aamad. Yang bermaksud, Dalam Tariqat kami sesiapa pun tidak
diharamkan dan barangsiapa yang telah diharamkan dalam Tariqat kami pasti tidak akan
dapat datang.
Yakni barangsiapa yang menuruti THORIQOH kami, dia takkan diharamkan dari
menurutinya dan barangsiapa yang Taqdir Allah semenjak azali lagi telah diharamkan dari
menuruti jalan ini, mereka itu sekali-kali takkan dapat menurutinya.
Di dalam THORIQOH NAQSYABANDIYAH, Dawam Hudhur dan Agahi (sentiasa
berjaga-jaga) menduduki maqam yang suci yang mana di sisi Para Sahabat Ridhwanullah
Alaihim Ajmain dikenali sebagai Ihsan dan menurut istilah Para Sufiyah ianya disebut
Musyahadah, Syuhud, Yad Dasyat atau Ainul Yaqin. Ianya merupakan hakikat:
Bahawa engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihat Nya.

Anda mungkin juga menyukai