Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN OPEN FRAKTUR

RADIUS

A. Pengertian

Fraktur adalah patahnya tulang, yang biasanya dialami hewan kecil


akibat kecelakaan, terjatuh dan luka (Bleby & Bishop, 2015).
 Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa
(Sjamsuhidayat, 2014).

Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh.
Kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang
berlebihan pada tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak
langsung (Sjamsuhidajat & Jong, 2014).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer,
2007).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang
biasanya disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot,
rupture tendon, kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh
dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang
dikenai stress yang lebih besar dari yang besar dari yang dapat
diabsorbsinya (Smeltzer, 2014).

Anatomi Dan Fisiologi

Terdiri dari 26 tulang, yaitu phalanges, 5 os metatarsal dan 7 os tarsi. Os tarsi


terdiri atas calceneus, os talus, osnaficular, 3 os cuneiform, dan os cuboid,
berdasarkan fungsinya di bedakan menjadi 3 yaitu:

1. Forefoot ( metatarsal dan toes)


2. Midfoot ( cunieifrom , navikular, cuboid)
3. Hindfoot ( talus/astragalus dan calcaneus (os calcis)).
B. EtiologI
Fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang
berlebihan pada tulang yang biasanya di akibatkan secara langsung dan tidak
langsung dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang
di sebabkan oleh kendaraan bermotor.
Menurut Carpenito (2013:47) adapun penyebab fraktur antara lain:

1)       Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan
garis patah melintang atau miring.

2)       Kekerasan tidak langsung


Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari
tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling
lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.

3)       Kekerasan akibat tarikan otot


Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya,
dan penarikan.

C. Menifestasiklinis

Manifestasi klinis fraktur pedis hampir sama dengan manifestasi


klinis fraktur umum tulang panjang, seperti:
a. Nyeri
spasme otot yang menyertai fraktur dan mengakibatkan
gangguan tidur, gelisah, gerakan tidak teratur, raut wajah
kesakitan, gerakan berhati-hati pada daerah nyeri dan pucat.
b. Hilangnya fungsi mobilitas daerah fraktur mengakibatkan
keterbatasan gerak terhambat.
c. Deformitas atau kelainan bentuk tulang yang disebabkan
pergeseran fragmen pada ekstermitas bawah.
d. pemendekan ekstremitas bawah karena kontraksi otot yang
melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
e. Krepitasi atau bunyi, krepitasi bisa diperiksa meraba dengan
tangan untuk mengetahui derik tulang atau adanya gesekan
fragmen satu dengan yang lainnya.
f. Pembengkakan atau edema, perubahan warna lokal pada
kulit akibat trauma yang mengikuti fraktur.
g. pendarahan pada fraktur, bisa diakibatkan adanya
pembengkakan dan mengakibatkan perubahan warna pada
kulit.

D. Patofisiologi
E. Pada kondisi trauma diperlukan gaya yang besar untuk mematahkan
batang femur pada orang dewasa. Kebanyakan fraktur ini terjadi pada pria
muda yang mengalami kecelakaan kendaraan bermotor atau mengalami
jatuh pada ketinggian. Biasanya, pasien ini mengalami trauma multiple
yang menyertainya (Zairin Noor Helmi 2012).
1. Tulang bersifat rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan tekanan. Tetapi apabila tekanan eksternal datang
lebih besar dari pada tekanan yang diserap tulang, maka terjadilah
trauma pada tulang yang dapat mengakibatkan rusaknya atau
terputusnya kontinuitas tulang (fraktur) (Elizabeth, 2011).
2. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf
dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus tulang
menjadi rusak sehingga menyebabkan terjadinya perdarahan. Pada saat
perdarahan terjadi terbentuklah hematoma di rongga medulla tulang,
sehingga jaringan tulang segera berdekatan kebagian tulang yang
patah. Jaringan yang mengalami nekrosis akan menstimulasi terjadinya
respon inflamasi yang di tandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma
dan leukosit serta infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang
merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya (Price,
2009).
3. Akibat keparahan dari fraktur bergantung pada gaya yang
menyebabkan fraktur. Jika hambang fraktur suatu tulang hanya sedikit
terlewati, maka tulang mungkin hanya retak saja dan bukan patah. Jika
gayanya sangat ekstrim, seperti tabrakan mobil, maka tulang dapat
pecah berkeping-keping. Saat terjadi fraktur, otot yang melekat pada
ujung tulang dapat terganggu. Otot dapat mengalami spasme dan
menarik fragmen fraktur keluar posisi. Kelompok otot yang besar
dapat menciptakan spasme yang kuat dan bahkan mampu menggeser
tulang besar seperti femur.walaupu bagian proksimal dari tulang patah
tetep pada tempatnya, namun pada bagian distal dapat bergeser karena
gaya penyebab patah maupun spasme pada otot sekitar. Fragmen
fragtur dapat bergeser kesamping,pada suatu sudut (membentuk
sudut), atau menimpa segmen tulang lain. Fragmen juga dapat berotasi
atau berpindah
4. Karna adanya periosteum dan pembuluh darah di korteks serta
sumsum dari tulang yang patah juga terganggu. Sering terjadi cedera
jaringan lunak.pendarahan terjadi karena cedera jaringan lunak atau
cedera pada tulang itu sendri. Pada saluran sumsum (medula),
hematoma terjadi diantara fragmen-fragmen tulang dan dibawah
periosteum. Jarigan tulang disekitar lokasi fragtur akan mati dan
menciptakan respon peradagan yang heba . akan terjadi
vasodilatasi,edema,nyeri, kehilangan funsi,aksudasi plasma dan
leukosit, serta infiltrasi sel darah putih. Respon patofisiologi ini juga
merupakan tahap awal dari penyembuhan tulang (black & Hawks,
2009)
F. Pengkajian
1. Identitas klien
Nama : Ny. H
Umur : 71 tahun
Agama : islam
Dx medik : fraktur radius

2. Analisa data

No Subjektif objektif
1  Klien mengatakan nyeri  Klien terbaring dan
pada tangan seblah kiri Terdapat luka fraktur
 Klien mengatakan klien terbuka pada tangan kiri
tidak bisa bergerak  Klienterpasang infus
 Td : 150/70 mmhg
N : 90 x/menit
P : 20 x/menit
S : 36,0 c

3. Pemeriksaan penunjang
a. Tes Diagnostik
1. Foto Rontgen /  Foto kaki : untuk mengetahui perubahan struktur
tulang
b.      Laboratorium
Leukosit, Pemeriksaan Darah Lengkap, Analisa Gas Darah, Hb,
Elektrolit.

G. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri cidera fisik.
b. Gangguan mobilias fisik b/d adanya perubahan dalam integrasi sruktur tulanng.
c. Ketidak efektifan perfusi jaringan perifer b/d kurangnya pengetahuan
tentang factor trauma dan obesitas.
d. Ansietas b/d adanya perubahan besar tentang status ekonomi,
kesehatan dan lingkungan.
e. Resiko infeksi b/d prosedur infasif adanya luka tertutup.
H. Intertervensi keperawatan

N NANDA NOC NIC


O
Nyeri akut berhubungan  pain level Pain manejemant:
dengan agen injuri cidera  pain control  Lakukan
fisik.  comfort level pengkajian nyeri
kreteria hasil: kompremsifterm
Ds :  mampu mengontrol asuk lokasi,
Perubahan posisi untuk nyeri (tau penyebab krakteristik,
menghidari nyeri agar pasien nyeri, mampu durasi, kualitas
tetap tenang dan merasa menggunakan dan factor
nyaman. tehnik non presipitas
Do : farmakologi untuk  Observasi reaksi
Perubahan ekspresi wajah di mengurangi nyeri, non verbal dari
lihat dari mata kurang mencaci bantuan). ketidaknyamana
bercahaya, tampak kacau ,  Melaporkan bahwa n.
gerakan mata berpencar atau nyeri berkurang  Gangguan teknik
tetap pada satu focus dan dengan komunikasi
meringis. menggunakan terapeutik untuk
manajemen nyeri. mengetahui
Mampu mengenali nyeri pengalaman
( skala intensitas, nyeri pasien.
frekuensi dan tanda  Kaji kultur yang
nyeri).menyatakan rasa mempengaruhi
nyaman setelah nyeri respon nyeri
berkurang.  Evaluasi
pengalaman
nyeri
masalampau.
 Evaluasi
bersama pasien
dan tim
kesehatan lain
tentang tindakan
control nyeri di
masa lampau.
 Bantu pasien
dan keluarga
untuk mencari
dan menemukan
dukungan.
 Control
lingkungan yang
dapatmempenga
ruhi nyeri seperti
suhu ruangan,
pencahayaan dan
keseimbangan
 Kurangi faktor
presiptasi nyeri.
 Pilih dan
lakukan
penanganan
nyeri
(farmakologi
dan non
farmakologi dan
inter personal)
 Kaji tipe dan
sumber nyeri
untuk
menentukan
intervensi.
 Ajarkan tentang
tehnik non
farmakologi.
 Berikan
analgetik untuk
mengurangi
nyeri
 Evaluasi
keefektifan
control nyeri
 Tingkatkan
istirahat
 Kolaborasi
dengan dokter
jika ada keluhan
atau tindakan
nyeri yang tidak
berhasil.
 Monitor
menerima pasien
tentang
manejemen
nyeri.

NO NANDA NOC NIC


Gangguan mobilias fisik b/d  Joint movement: Exerose therapy:
adanya perubahan dalam aktivitas ambulation
integrasi sruktur tulanng.  Mobility level 1. Monitori vital
 Self care: ADLs sign sebelum
Ds :  Transfer /sesudah
Adanya tremor akibat performance latihan dan liat
bergerak untuk melakukan Kreteria hasil: respon pasien
suatu aktivitas seperti  klien meningkat saat latihan.
melakukan pekerjaan dlln. daiam aktivitas fisik. 2. Konsultasikan
 Mengerti tujuan dari dengan terapi
Do : peningkatan fisik tentang
Data yang di lihat dari mobilitas rencana
kesulitan membolak-balik  Memperbalisasikan ambulasi sesuai
posisi sehingga dapat perasaan dalam dengan
mempengaruhi keterbatasan meningkatkan kebutuhan
rentang gerak. kekuatan dan 3. Bantu klien
kemampuan untuk
berpinda menggunakan
Memperagakan tongkatsaat
kempuan penggunaan
berjalan dan
alat bantu untuk
mobilisasi (walker). cegah terhadap
cederah
4. Ajarkan pasien
agar tenaga
kesehatan lain
tentang tehnik
ambulasi
5. Kaji
kemampuan
pasien dalam
mobilisasi
6. Latih pasien
dalam
pemenuhan
kebutuhan
ADLs secara
mandiri sesuai
kemampuan
7. Damping dan
bantu pasien
saat mobilisasi
dan bantu
penuhi
kebutuhan
ADLs ps
8. Berikan alat
bantu jika
pasien
memerlukan
Ajarkan pasien
bagai mana
merubah posisi
dan berikan
bantuan jika
diperlukan.

N NANDA NOC NIC


O
Ketidak efektifan perfusi  Circulation status Peripheral
jaringan perifer b/d  Tissue perpusion : sensation
kurangnya pengetahuan cerebral management
tentang factor trauma (menejemen
dan obesitas. Kreteria hasil: sensasi perifer )
Mendemonstrasikan  Monitor adanya
Ds :
Warna kulit pucat saat status sirkulasi yang daerah tertentu
elivasi sehingga dapat di tandai dengan: yang hanya peka
mempengaruhi perubahan  Tekanan sistole terhadap panas/
tekanan darah di dan diastole dingin/tajam/
ekstremitas bawah. dalam rentang tumpul.
yang di harapkan  Instruksikan
Do :  Tidak ada keluarga untuk
Adanya nyeri di ortostatik mengobsevasi
ekstremitas bawah hipertensi kulit jika tidak
sehingga dapat  Tidak ada tanda adaisi atau
kelambatan penyembuhan
tanda dan leserasi.
luka perifer.
peningkatan  Monitor adanya
tekanan paretese
intracranial (tidak  Gunakan sarung
lebih dari15 tangan untuk
mmhg). proteksi
 Batasi gerakan
pada kepala,
leher dan
punggung.
 Kolaborasi
terhadap
pemberian
analgetik.
 Monitor adanya
tromtrombobleb
itis
 Diskusikan
mengenai
penyebab
perubahan
sensasi.
NO NANDA NOC NIC
Ansietas b/d adanya  Kontrol kecemasan Anxiety Reduction
perubahan besar tentang
 Koping (penurunankecema
status ekonomi,
kesehatan dan Setelah dilakukan san)·
lingkungan.  Gunakan
asuhan
Ds : selama…klien pendekatan
Mengekspresikan kecemasan teratasi yangmenenangka
kekhawatiran karena
perubahan dalam peristiwa dgn n
hidup. kriteria hasil:  Nyatakan dengan
Do :  Klien jelas
Adanya gelisa tampak mampumengidenti harapanterhadap
pada pasien. pelaku pasien
fikasi
danmengungkapka  Jelaskan semua
n gejalacemas prosedur dan
 Mengidentifikasi, apayang
mengungkapkan dirasakan selama
danmenunjukkan prosedur
tehnikuntuk  Temani pasien
mengontol cemas untuk
 Vital sign dalam memberikankea
batasnormal manan dan
Postur tubuh, mengurangi takut
ekspresiwajah,  Berikan
bahasa tubuhdan
informasi faktual
tingkat
aktivitasmenunjukk mengenaidiagnos
anberkurangnyakec is, tindakan
emasan
prognosis
 Libatkan
keluarga
untukmendampin
gi klien·
Instruksikan
pada pasien
untukmenggunak
an tehnik
relaksasi
 Dengarkan
dengan penuh
perhatian
 Identifikasi
tingkat
kecemasan
 Bantu pasien
mengenal situasi
yangmenimbulka
n kecemasan
Kelola pemberian
obat antin cemas

no NANDA NOC NIC


 Immune Status Environment

Resiko infeksi b/d  Knowledge : Management


prosedur infasif adanya Infectioncontrol (Manajemen
luka tertutup. lingkungan)
 Risk control
Kreteria hasil:  Sediakan
Setelah dilakukan lingkungan yang
tindakan aman untuk
keperawatan pasien
selama…… pasien  Identifikasi
tidak kebutuhan
mengalamiinfeksi keamanan
dengan pasien, sesuai
kriteriahasil: dengan kondisi
 Klien bebas dari fisik dan fungsi
tandadan gejala kognitif  pasien
infeksi dan riwayat
 Menunjukkankema penyakit
mpuan untuk terdahulu pasien
mencegah  Menghinda
timbulnyainfeksi rkan lingkungan
 Jumlah leukosit yang berbahaya
dalambatas normal (misalnya
 Menunjukkan memindahkan
perilakuhidup perabotan)
sehat  Memasang
Status side rail tempat
imun,gastrointestin tidur
al, genitourinaria
dalambatas normal  Menyediak
an tempat tidur
yang nyaman dan
bersih
 Menempat
kan saklar lampu
ditempat yang
mudah dijangkau
pasien.
 Membatasi
pengunjung
 Memberika
n penerangan
yang cukup
 Menganjur
kan keluarga
untuk menemani
pasien.
 Mengontrol
lingkungan dari
kebisingan
 Memindah
kan barang-
barang yang
dapat
membahayakan
Berikan penjelasan
pada pasien dan
keluarga atau
pengunjung
adanya perubahan
status kesehatan
dan penyebab
DAFTAR PUSTAKA
Brunner, Suddarth. 2015. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3.
EGC. Jakarta

Carpenito, LJ. 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC

Doengoes, M.E., 2010, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.

Ircham Machfoedz, 2007. Pertolongan Pertama di Rumah, di Tempat Kerja,


atau di Perjalanan. Yogyakarta: Fitramaya

Johnson, M., et all. 2014. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Mansjoer, A dkk. 2013. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media


Aesculapius

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Santosa, Budi. 2013. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.


Jakarta: Prima Medika

Smeltzer, S.C., 2013, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai