Deklarasi Doha Dalam Perspektif Akses Obat Murah Dan Terjangkau Sebuah Pelengkap Perjanjian TRIPS
Deklarasi Doha Dalam Perspektif Akses Obat Murah Dan Terjangkau Sebuah Pelengkap Perjanjian TRIPS
64 Juni 2007
122
Deklarasi Doha (The Doha Declaration) dalam Perspektif...; Tomi Suryo Utomo
hukum negara-negara maju. Sebagai contoh dari peran kelompok Afrika yang telah
adalah konflik antara AS dengan Brazil. mengajukan usulan pada awal tahun 2001
Konflik tersebut bermuara pada ketentuan UU dan selanjutnya memohon kepada Dewan
Paten Brazil yang mencantumkan lisensi TRIPS untuk menyetujui hubungan antara
wajib secara ketat. Pencantuman ketentuan perjanjian TRIPS dengan kesehatan
tersebut dianggap pemerintah AS sangat masyarakat (Correa, 2002). Pada
berlebihan dan berpotensi merugikan hak-hak pertemuan Doha tersebut, seluruh anggota
pemegang paten obat di AS (Ragavan, 2003). WTO mendek-larasikan 7 kesepakatan
Perselisihan antara perusahaan farmasi penting tentang hubungan perjanjian TRIPS
multinasional dengan pemerintah Afrika dengan Kesehatan Masyarakat. Harus
Selatan adalah contoh lain yang diakui, Deklarasi Doha telah menjadi
membuktikan bahwa rencana pengadopsian tonggak yang bersejarah bagi negara
pasal-pasal pelindung (impor paralel dan berkembang dan terbelakang yang sangat
lisensi wajib) - yang sebenarnya dibolehkan mengharapkan adanya perhatian yang
dan dizinkan dalam perjanjian TRIPS - sering cukup terhadap permasalahan tersebut
menimbulkan konflik dengan negara-negara (Mayne, 2002; Barbosa, 2004). Pandangan
maju (Murthy, 2002). ini sangat kontras dengan pendapat negara-
Perselisihan hukum tersebut menun- negara maju yang menganggap bahwa
jukkan bahwa pasal-pasal pelindung TRIPS perjanjian TRIPS tidak ada kaitannya
adalah pasal-pasal yang lemah dan tidak dengan kesehatan masyarakat. Sebelum
berarti karena penafsiran pasal tersebut tercapainya Deklarasi Doha, perusahaan-
lebih sering menggunakan perspektif dan perusahaan farmasi di negara maju berdalih
kepentingan negara maju selaku produsen bahwa masalah kesehatan masyarakat yang
HaKI. Sejak akses terhadap obat esensial ada di negara berkembang dan terbelakang
yang murah menjadi sebuah masalah serius lebih disebabkan oleh kurangnya kemauan
di berbagai negara, lembaga swadaya politik dari pemerintah serta lemahnya
masyarakat dan negara-negara berkembang kebijakan sektor kesehatan, bukan karena
mendesak Dewan WTO (the WTO council) perlindungan HaKI di bawah rezim TRIPS
untuk memasukkan topik kesehatan (Attaran, 2006). Negara-negara berkembang
masyarakat di dalam agenda pertemuan dan terbelakang pada dasarnya setuju
tingkat menteri WTO (the WTO Ministerial dengan pendapat ini. Namun bukan berarti
Meeting) di Seattle pada tahun 1999. tidak ada hubungan sama sekali antara
Sayangnya, pada saat itu tidak banyak perjanjian TRIPS dengan kesehatan
pihak yang menaruh perhatian terhadap masyarakat. Akses terhadap obat esensial
masalah tersebut sampai diadakannya yang murah dan terjangkau tidak hanya
pertemuan tingkat menteri yang keempat di disebabkan oleh kemauan politik dan
Doha pada tahun 2001 (Mercurio, 2004). kebijakan kesehatan. Perlin-dungan paten
juga terbukti merupakan faktor penghalang
Melalui pertemuan di Doha, Qatar (9 –
yang sangat berpengaruh terhadap akses
14 November, 2001), anggota WTO
tersebut.1 Keseluruhan faktor inilah yang
mengadopsi sebuah resolusi yang
mempertegas keterkaitan antara TRIPS dan 1
Beberapa peneliti telah melaksanakan
kesehatan masyarakat yang disebut dengan riset tentang dampak paten obat terhadap
Deklarasi Doha (the Doha Declaration). harga obat. Sebagai contoh adalah Nogues
Kesuksesan tersebut tidak dapat dilepaskan (1990, 1993), Challu (1991), Chambouleyron
123
UNISIA, Vol. XXX No. 64 Juni 2007
124
Deklarasi Doha (The Doha Declaration) dalam Perspektif...; Tomi Suryo Utomo
pemerintah AS tetapi juga menyebutkan dampak yang tidak diinginkan dari adanya
beberapa jenis penyakit tambahan di dalam kebijakan tersebut.
paragraf 1. Penambahan ini tentu
mempunyai arti yang sangat strategis bagi Paragraf 3:
negara-negara berkembang. Beberapa jenis Anggota WTO sependapat bahwa
obat tertentu yang sangat dibutuhkan oleh perlindungan HaKI adalah penting tetapi
kebanyakan negara-negara berkembang dan juga prihatin akan dampak perlindungan
terbelakang dapat diproduksi versi paten obat tersebut terhadap harga obat.
generiknya melalui lisensi wajib. Tindakan Melalui Deklarasi Doha, semua anggota
ini dibenarkan oleh Deklarasi Doha WTO sepakat untuk memproklamirkan
sepanjang memenuhi syarat-syarat di dalam keprihatinan tersebut:
perjanjian TRIPS. Sebaliknya, dari perspektif “We recognize that intellectual property
negara-negara maju paragraf 1 ini akan protection is important for the develop-
berpotensi mengurangi keuntungan yang ment of new medicines. We also rec-
diperoleh perusahaan obat multinasional ognize the concerns about its effects
karena beberapa obat yang diproduksi oleh on prices.”
perusahaan tersebut telah menjadi target Keseimbangan antara kepentingan
Deklarasi Doha.2 perusahaan farmasi dan kepentingan
konsumen seharusnya menjadi prioritas di
Paragraf 2:
dalam melaksanakan Perjanjian TRIPS.
Paragraf 2 menekankan pada peran Paragraf ini juga menegaskan kembali hak-
penting WTO di dalam mengatasi hak pemegang paten dan pada saat yang
permasalahan di bidang kesehatan bersamaan juga memasukkan
masyarakat di negara-negara berkembang permasalahan kesehatan masyarakat
dan terbelakang: seperti harga obat yang terjangkau ke dalam
“We stress the need for the WTO paragraf tersebut.
Agreement on Trade-Related Aspects
of Intellectual property Rights (TRIPS Paragraf 4:
Agreement) to be part of the wider na- Paragraf 4 adalah inti dan merupakan
tional and international action to ad- bagian yang paling penting dari Deklarasi
dress these problems.” Doha karena paragraf tersebut menyatakan
Selama perundingan Deklarasi Doha secara jelas tujuan dari Deklarasi Doha:
kebanyakan negara-negara maju mencoba “We agree that the TRIPS Agreement
untuk menyangkal hubungan antara does not and should not prevent mem-
perjanjian TRIPS dengan kesehatan bers form taking measures to protect
masyarakat. Dengan memproklamirkan public health. Accordingly, while reiter-
peran komprehensif WTO tersebut, deklarasi ating our commitment to the TRIPS
tersebut secara eksplisit memastikan bahwa Agreement, we affirm that the agree-
perjanjian TRIPS tidak dapat dipisahkan dari
dampak yang ditimbulkannya di bidang
2
kesehatan masyarakat. Perjanjian TRIPS Keuntungan perjanjian TRIPS terhadap
menyediakan perlindungan paten obat dan perusahaan-perusahaan yang berasal dari
negara-negara maju didiskusikan secara de-
sekaligus mencantumkan pasal-pasal tail dalam Peter Drahos dan John Braithwaite,
pelindung yang bertujuan untuk mengatasi supra note 1, hal. 1-15.
125
UNISIA, Vol. XXX No. 64 Juni 2007
ment can and should be interpreted and public health crisis, including those
implemented in a manner supportive of relating to HIV/AIDS, tuberculosis,
WTO members’ right to protect public malaria and other epidemics, can rep-
health and, in particular, to promote resent a national emergency or other
access to medicines for all. circumstances of extreme urgency.
In this connection, we reaffirm the right d. The effect of the provisions in the
of WTO members to use, to the full, the pro- TRIPS Agreement that are relevant to
visions in the TRIPS Agreement, which pro- the exhaustion of intellectual property
vide flexibility for this purpose.” rights is to leave each member free to
Keberadaan paragraf ini merupakan establish its own regime for such ex-
sebuah penegasan dan sekaligus haustion without challenge, subject to
interpretasi terhadap pasal 7 dan 8 TRIPS the MFN and national treatment provi-
yang membolehkan setiap anggota WTO sions of Articles 3 and 4.”
menggunakan pasal-pasal pelindung, seperti Paragraf 5 mendukung adanya
impor paralel dan lisensi wajib untuk penafsiran yang seimbang terhadap
mengatasi permasalahan di bidang perjanjian TRIPS yang lebih didasarkan pada
kesehatan masyarakat. hukum internasional dari pada sudut
pandang atau kepentingan pribadi dari
Paragraf 5: anggota WTO.
Paragraf 5 mendeklarasikan bahwa
anggota WTO mempunyai hak untuk
Paragraf 6:
menafsirkan pasal-pasal yang membela Paragraf 6 menjelaskan tentang
kepentingan kesehatan masyarakat seperti permasalahan yang dihadapi oleh negara-
diatur di dalam perjanjian TRIPS, termasuk negara yang tidak memiliki kapabilitas atau
lisensi wajib atau keadaan darurat nasional. kurang mampu memproduksi obat dalam
skala lokal:
“Accordingly and in the light of paragraf
4 above, while maintaining our commit- “We recognize that WTO members with
ments in the TRIPS Agreement, we insufficient or no manufacturing capaci-
recognize that these flexibilities include: ties in the pharmaceutical sector could
a. In applying the customary rules of in- face difficulties in making effective use
terpretation of public international law, of compulsory licensing under the
each provision of the TRIPS Agree- TRIPS Agreement. We instruct the
ment shall be read in the light of the Council for TRIPS to find an expedi-
tious solution to this problem and to
object and purpose of the Agreement
report to the General Council before the
as expressed, in particular, in its ob-
end of 2002.”
jectives and principles.
b. Each member has the right to grant Perbedaan tingkat kemampuan antar
compulsory licenses and the freedom negara-negara WTO di dalam memproduksi
to determine the grounds upon which obat-obatan adalah masalah utama di dalam
such licenses are granted. melaksanakan lisensi wajib. Di samping itu,
c. Each member has the right to deter- Pasal 31 Perjanjian TRIPS hanya meng-
mine what constitutes a national emer- izinkan penggunaan lisensi wajib untuk
gency or other circumstances of ex- memenuhi kebutuhan pasar domestik.
treme urgency, it being understood that Ketentuan ini mengesampingkan kepen-
126
Deklarasi Doha (The Doha Declaration) dalam Perspektif...; Tomi Suryo Utomo
127
UNISIA, Vol. XXX No. 64 Juni 2007
Karena perjanjian TRIPS adalah sebuah menyediakan definisi penafsiran yang lebih
perjanjian internasional, legalitas penafsiran baik terhadap ketentuan-ketentuan TRIPS
pasal-pasalnya harus merujuk kepada yang tidak jelas dan sering menjadi sumber
Konvensi Wina (the Vienna Convention on perselisihan diantara anggota WTO (Gathii,
the Law of Treaties), khususnya pasal 31 2003; Matthews, 2004).
(Murthy, 2001; Gathii, 2003). Berdasarkan Disamping dua jenis penafsiran terse-
ketentuan pasal tersebut, Deklarasi Doha but, penafsiran lainnya dikaitkan dengan
dapat ditafsirkan sebagai sebuah perjanjian faktor seberapa kuat para anggota
berikutnya (a subsequent agreement) dan mendukung sebuah deklarasi melalui
praktek berikutnya di antara anggota WTO penerimaan yang nyata terhadap deklarasi
(subsequent practice among the members tersebut. Tingkat penerimaan mereka akan
of WTO) (Bloche and Jungman, 2003). mempengaruhi apakah deklarasi tersebut
Penafsiran pertama dari status hukum merupakan sebuah pernyataan yang
Deklarasi Doha berasal dari Pasal 31 ayat mengikat ataukah tidak diantara para
3(a) Konvensi Wina tentang Hukum Perjanjian anggota WTO (Gathii, 2003). Perspektif ini
Internasional. Berdasarkan ketentuan pasal tampaknya membuktikan bahwa Deklarasi
tersebut, Deklarasi Doha memenuhi syarat Doha adalah sebuah pernyataan yang
untuk dikategorikan sebagai a subsequent mengikat yang didasarkan pada komitmen
agreement yang menafsirkan ketentuan- dan kehendak para anggota yang
ketentuan sebuah perjanjian internasional membuatnya. Pada saat Deklarasi Doha
berdasarkan konteksnya (Gathii, 2003). Dari diumumkan, tidak ada satupun anggota
sudut pandang ini, Deklarasi Doha memenuhi WTO yang secara lang-sung menolak
syarat tersebut karena deklarasi tersebut legitimasi deklarasi tersebut.
menafsirkan ketentuan-ketentuan substantif Di samping berbagai perspektif
dari Pasal 7 dan 8 Perjanjian TRIPS. tersebut, Deklarasi Doha juga memenuhi
Disamping itu, ada sebuah precedent, dimana syarat sebagai alat untuk menafsirkan
Badan yang memutuskan banding (the Ap- ketentuan di dalam perjanjian TRIPS. Pasal-
pellate Body) telah menggunakan deklarasi pasal pelindung TRIPS, seperti lisensi wajib
seperti itu sebagai sebuah alat interpretasi dan impor paralel diatur berdasarkan
terhadap ketentuan-ketentuan substantif standar-standar minimum. Akibatnya, terjadi
GATT/WTO. disparitas terhadap tingkat pengadopsian
Dasar hukum kedua berkaitan dengan perjanjian tersebut di level peraturan nasional
Pasal 31 ayat 3 (b) Konvensi Wina. Pasal anggota WTO. Karena ketentuan-ketentuan
tersebut menyatakan bahwa praktek yang berkaitan dengan pasal pelindung
berikutnya (subsequent practice) diantara sangat fleksibel dan teks serta konteks dari
anggota merupakan sebuah perjanjian perjanjian TRIPS tidak dapat menyele-
diantara para pihak untuk menafsirkan saikannya, maksud atau kehendak dari para
ketentuan-ketentuan sebuah perjanjian pihak yang membuat pasal pelindung
internasional (Bartelt, 2003; Matthews, tersebut adalah sangat bermanfaat untuk
2004). Deklarasi Doha dapat diasumsikan menafsirkan ketentuan-ketentuan yang ada
sebagai a subsequent practice dengan di dalam perjanjian TRIPS.
dasar bahwa deklarasi tersebut dibuat oleh Maksud atau kehendak para pihak
sebuah perjanjian atau kesepahaman antar untuk memperkuat keberadaan pasal
anggota WTO. Deklarasi tersebut
128
Deklarasi Doha (The Doha Declaration) dalam Perspektif...; Tomi Suryo Utomo
pelindung TRIPS melalui Deklarasi Doha negara dengan kemampuan yang tidak
dapat menyeimbangkan kepentingan mencukupi atau negara yang sama sekali
perusahaan farmasi dengan kepetingan tidak mempunyai kemampuan di dalam
masyarakat umum. Tujuan ini telah dinya- memproduksi obat-obatan mengalami
takan di dalam Pasal 7 dan 8 perjanjian hambatan di dalam memanfaatkan lisensi
TRIPS serta dijabarkan lebih lanjut oleh wajib. Larangan ini bertentangan dengan
Pasal 6, 30 dan 31 TRIPS. Deklarasi Doha tujuan Pasal 31 TRIPS yang mengizinkan
memperjelas penafsiran pasal-pasal penggunaan lisensi wajib untuk mengatasi
tersebut berdasarkan ketentuan Pasal 31 dampak negatif dari perlindungan paten obat.
ayat 3 (a) dan (b) Konvensi Wina. Pember- Berdasarkan ketentuan Paragraf 6, dewan
lakuan deklarasi ini pun telah melalui proses TRIPS (the TRIPS Council) harus
perundingan legislatif yang sah berdasarkan menyelesaikan masalah ini pada akhir tahun
kerangka kerja pembuatan keputusan WTO. 2002. Tetapi, penyelesaian akhir belum bisa
dicapai pada tahun 2002 (Rogers, 2004).
Permasalahan berkaitan dengan Pada tahun 2003, Dewan TRIPS telah
pelaksanaan Deklarasi Doha mencapai sebuah konsensus tentang
Deklarasi Doha ditujukan untuk keberadaan Paragraf 6 Deklarasi Doha.
menyelesaikan permasalahan kesehatan Deklarasi tersebut memperluas ruang lingkup
masyarakat negara-negara berkembang dan lisensi wajib yang hanya terbatas pada pasar
terbelakang akibat pelaksanaan dari domestik negara anggota berdasarkan Pasal
perlindungan paten obat. Pasal 4 Deklarasi 31 (f) TRIPS ke ruang lingkup yang yang lebih
Doha, sebagai contoh, menyediakan sebuah fleksibel yaitu mengijinkan sebuah
alasan yang sah terhadap pelaksanaan
pasal-pasal pelindung untuk tujuan 3
Ada 61 negara yang dikategorikan
melindungi kesehatan masyarakat dan sebagai negara yang tidak mempunyai industri
meningkatkan akses terhadap obat-obatan farmasi dan kebanyakan dari negara-negara
esensial (Ansari, 2002). Disamping itu, tersebut adalah dari Afrika: Andorra, Antigua
Deklarasi Doha juga membantu negara- and Barbuda, Aruba, Bahrain, Bermuda,
Bhutan, Bostwana, British Virgin Islands,
negara berkembang dan terbelakang untuk
Burkina Vaso, Burundi, Central African Repub-
menafsirkan pasal-pasal pelindung TRIPS, lic, Chad, Comoros, Congo, Cook Islands,
seperti lisensi wajib dan impor paralel. Djibouti, Dominica, Equatorial Guinea, Faeroe
Permasalahan utama terhadap Islands, French Guyana, French Polynesia,
Gabon, Greenland, Grenada, Guadeloupe,
Paragraf 6 Deklarasi Doha adalah berkaitan Guam, Guinea, Guinea-Bissau, Iceland, Laos,
dengan pelaksanaannya di negara-negara Libyan Arab Jamah., Liechtenstein, Luxem-
berkembang dan terbelakang yang tidak bourg, Maldives, Martinique, Mauritania,
memiliki kemampuan untuk memproduksi Mayotte, Micronesia, Nauru, Netherlands
produk-produk farmasi.3 Hal ini menjadi Antilles, New Caledonia, Niue, Oman, Qatar,
Reunion, Rwanda, St. Kitts and Nevis, St. Lucia,
sebuah masalah yang serius karena St. Vincent-Grenadines, Samoa, San Marino,
berdasarkan Pasal 31 (f) Perjanjian TRIPS, Sao Tome and Principe, Senegal, Suriname,
pelaksanaan lisensi wajib di negara-negara Swaziland, Togo, Tuvalu, US Virgin Island,
WTO adalah untuk pasar domestik saja. Vanuatu, Western Samoa(Annex 2 Levels of
Jadi, produksi obat-obatan farmasi berda- development of pharmaceutical industry, by
country (Carlos Correa (2), supra note 15, hal.
sarkan lisensi wajib tidak boleh diimpor atau 55-56).
diekspor ke negara lain. Akibatnya, negara-
129
UNISIA, Vol. XXX No. 64 Juni 2007
130
Deklarasi Doha (The Doha Declaration) dalam Perspektif...; Tomi Suryo Utomo
131
UNISIA, Vol. XXX No. 64 Juni 2007
Rogers ,J.M.2004. The TRIPS Council’s So- Wojahn, P.L.2002., A Conflict of Rights: In-
lution To the Paragraf 6 Problem: To- tellectual Property Under TRIPS, the
ward Compulsory Licensing Viability Right to Health, and AIDS Drugs, 6
for Developing Countries, 13 MINN. UCLA J. INT’L L. & FOREIGN AFF.
J. LOBAL TRADE 443. 463.
rrr
132