Anda di halaman 1dari 11

UNISIA, Vol. XXX No.

64 Juni 2007

Deklarasi Doha dalam Perspektif Akses


Obat Murah dan Terjangkau: Sebuah
Pelengkap Perjanjian TRIPS
Tomi Suryo Utomo
Universitas Janabadra, Yogyakarta
Abstract
The Doha Declaration was developed after protests from developing and least developed
countries asserting the TRIPS safeguards were unclear and ambiguous. Developing coun-
tries and least developed countries sought an interpretive tool for the TRIPS safeguards
which fulfills the requirements of international law, in particular the Vienna Convention on
the Law of Treaties and the legislative process of negotiation under the WTO decision
making framework. Through the Doha Declaration, developing and least developed coun-
tries achieved their goal to clarify the TRIPS safeguards. The different level of economy,
technology and interests among the members of the WTO will color the ongoing debate
about the benefits of pharmaceutical patent protection under the WTO and effect upon
access to essential medicines. The debate will reflect those favoring pro status quo for the
TRIPS Agreement and the large number of countries which rely on the existence of the
Doha Declaration. The outcome of this battle ends depends upon the willingness to seek
the optimal solution for all.

Keywords: Access to essential


Medicines, Safeguards, The Doha
Declaration lebih banyak memberikan keuntungan
kepada negara-negara maju. Terhambatnya
M otivasi utama dibalik Deklarasi Doha
adalah untuk mencari sebuah
penafsiran yang jelas terhadap pasal-pasal
akses masyarakat miskin di negara-negara
berkembang dan terbelakang terhadap obat-
pelindung TRIPS dan tidak bermaksud untuk obatan esensial merupakan bukti yang
menghapus sistim paten berdasarkan memperkuat keyakinan tersebut (Williams,
ketentuan perjanjian TRIPS. Tujuan pokok 2001; Drahos and Braithwaite, 2002;
pencetusan Deklarasi Doha yang Mercurio, 2004). Penurunan harga obat akan
diprakarsai oleh negara berkembang dan terjadi jika negara-negara tersebut mampu
lembaga swadaya masyarakat adalah untuk menerapkan dan memaksimalkan pasal-
mencari keseimbangan antara kepentingan pasal pelindung (seperti impor paralel dan
pemegang paten dengan kepentingan lisensi wajib) secara konsisten. Ironisnya,
negara-negara berkembang dan terbelakang. usaha untuk menyisipkan pasal-pasal
pelindung tersebut ke dalam sistim hukum
Pasca diluncurkannya perjanjian TRIPS,
nasional negara-negara berkembang dan
negara-negara berkembang dan terbelakang
terbelakang sering berujung pada tuntutan
semakin percaya bahwa perjanjian tersebut

122
Deklarasi Doha (The Doha Declaration) dalam Perspektif...; Tomi Suryo Utomo

hukum negara-negara maju. Sebagai contoh dari peran kelompok Afrika yang telah
adalah konflik antara AS dengan Brazil. mengajukan usulan pada awal tahun 2001
Konflik tersebut bermuara pada ketentuan UU dan selanjutnya memohon kepada Dewan
Paten Brazil yang mencantumkan lisensi TRIPS untuk menyetujui hubungan antara
wajib secara ketat. Pencantuman ketentuan perjanjian TRIPS dengan kesehatan
tersebut dianggap pemerintah AS sangat masyarakat (Correa, 2002). Pada
berlebihan dan berpotensi merugikan hak-hak pertemuan Doha tersebut, seluruh anggota
pemegang paten obat di AS (Ragavan, 2003). WTO mendek-larasikan 7 kesepakatan
Perselisihan antara perusahaan farmasi penting tentang hubungan perjanjian TRIPS
multinasional dengan pemerintah Afrika dengan Kesehatan Masyarakat. Harus
Selatan adalah contoh lain yang diakui, Deklarasi Doha telah menjadi
membuktikan bahwa rencana pengadopsian tonggak yang bersejarah bagi negara
pasal-pasal pelindung (impor paralel dan berkembang dan terbelakang yang sangat
lisensi wajib) - yang sebenarnya dibolehkan mengharapkan adanya perhatian yang
dan dizinkan dalam perjanjian TRIPS - sering cukup terhadap permasalahan tersebut
menimbulkan konflik dengan negara-negara (Mayne, 2002; Barbosa, 2004). Pandangan
maju (Murthy, 2002). ini sangat kontras dengan pendapat negara-
Perselisihan hukum tersebut menun- negara maju yang menganggap bahwa
jukkan bahwa pasal-pasal pelindung TRIPS perjanjian TRIPS tidak ada kaitannya
adalah pasal-pasal yang lemah dan tidak dengan kesehatan masyarakat. Sebelum
berarti karena penafsiran pasal tersebut tercapainya Deklarasi Doha, perusahaan-
lebih sering menggunakan perspektif dan perusahaan farmasi di negara maju berdalih
kepentingan negara maju selaku produsen bahwa masalah kesehatan masyarakat yang
HaKI. Sejak akses terhadap obat esensial ada di negara berkembang dan terbelakang
yang murah menjadi sebuah masalah serius lebih disebabkan oleh kurangnya kemauan
di berbagai negara, lembaga swadaya politik dari pemerintah serta lemahnya
masyarakat dan negara-negara berkembang kebijakan sektor kesehatan, bukan karena
mendesak Dewan WTO (the WTO council) perlindungan HaKI di bawah rezim TRIPS
untuk memasukkan topik kesehatan (Attaran, 2006). Negara-negara berkembang
masyarakat di dalam agenda pertemuan dan terbelakang pada dasarnya setuju
tingkat menteri WTO (the WTO Ministerial dengan pendapat ini. Namun bukan berarti
Meeting) di Seattle pada tahun 1999. tidak ada hubungan sama sekali antara
Sayangnya, pada saat itu tidak banyak perjanjian TRIPS dengan kesehatan
pihak yang menaruh perhatian terhadap masyarakat. Akses terhadap obat esensial
masalah tersebut sampai diadakannya yang murah dan terjangkau tidak hanya
pertemuan tingkat menteri yang keempat di disebabkan oleh kemauan politik dan
Doha pada tahun 2001 (Mercurio, 2004). kebijakan kesehatan. Perlin-dungan paten
juga terbukti merupakan faktor penghalang
Melalui pertemuan di Doha, Qatar (9 –
yang sangat berpengaruh terhadap akses
14 November, 2001), anggota WTO
tersebut.1 Keseluruhan faktor inilah yang
mengadopsi sebuah resolusi yang
mempertegas keterkaitan antara TRIPS dan 1
Beberapa peneliti telah melaksanakan
kesehatan masyarakat yang disebut dengan riset tentang dampak paten obat terhadap
Deklarasi Doha (the Doha Declaration). harga obat. Sebagai contoh adalah Nogues
Kesuksesan tersebut tidak dapat dilepaskan (1990, 1993), Challu (1991), Chambouleyron

123
UNISIA, Vol. XXX No. 64 Juni 2007

kemudian membatasi akses masyarakat especially those resulting from HIV/


miskin terhadap obat murah yang pada AIDS, tuberculosis, malaria and other
gilirannya berimbas pada terbatasnya epidemics.”
ketersediaan dan keterjang-kauan obat Paragraf ini merujuk kepada kepri-
esensial bagi penduduk miskin di negara- hatinan terhadap meluasnya penyakit
negara berkembang dan terbelakang. menular di berbagai negara berkembang dan
Paper ini akan mendiskusikan tentang terbelakang. Paragraf ini juga menekankan
seluk beluk Deklarasi Doha, status hukum pada berbagai jenis penyakit terlantar yang
dan berbagai permasalahan yang timbul perlu ditangani dengan segera. Meskipun
berkaitan dengan pelaksanaan deklarasi Perjanjian TRIPS telah memasukkan
tersebut di negara-negara berkembang dan permasalahan kesehatan masyarakat di
terbelakang. dalam beberapa pasal terkait, keberadaan
pasal-pasal tersebut sangat tergantung dari
Deklarasi Doha: isi, status hukum penafsiran para anggota WTO. Dalam
dan permasalahan implementasi praktek, perbedaan penafsiran terhadap
ketentuan tersebut cenderung melahirkan
Apakah isi Deklarasi Doha? Mengapa konflik antar sesama anggota (negara-
peran Deklarasi Doha sangat peting bagi negara berkembang dan maju) khususnya
negara-negara berkembang dalam berkaitan dengan pelaksanaan lisensi wajib.
mengatasi permasalahan akses di bidang
Selama proses perundingan deklarasi
kesehatan masyarakat? Kedua pertanyaan
Doha, pemerintah AS mencoba untuk
ini adalah fokus dari sub bab berikut ini.
membatasi jenis-jenis penyakit yang akan
Beberapa permasalahan berkaitan dengan
disebutkan di dalam paragraf deklarasi hanya
pelaksanaan Deklarasi Doha di negara-
terhadap HIV/AIDS saja dan mengecualikan
negara berkembang dan terbelakang yang
beberapa peryakit tertentu, seperti Malaria
tidak memiliki kemampuan atau kapabilitas
dan TBC (Correa, 2002). Motivasi dibalik
domestik untuk memproduksi obat-obatan
usaha tersebut adalah untuk melindungi
juga akan didiskusikan di dalam bagian ini.
kepentingan perusahaan farmasi di negara-
negara maju yang banyak diuntungkan oleh
1. Isi Deklarasi Doha dan produksi obat-obatan di bidang penyakit
beberapa komentar Malaria dan TBC. Namun, deklarasi akhirnya
Deklarasi Doha berisi tujuh paragraf menyebut-kan beberapa jenis penyakit yang
yang menyediakan sebuah interpretasi tidak hanya merujuk kepada satu jenis
terhadap Pasal 7 dan 8 Perjanjian TRIPS penyakit seperti yang dikehendaki
(Correa, 2002). Paragraf 1-3 merupakan
mukadimah atau pembukaan dari deklarasi
tersebut sedangkan Pasal 4-7 merupakan (1995), Watal (1996, tidak dipublikasikan) (lihat
pasal pelaksana (bersifat operatif) (Abbott, United Nations Conference On Trade And De-
2002). velopment, supra note 10, hal. 62) dan K.Bala
and Kiran Sagoo (1999) (dalam K, Bala and
Paragraf 1: Kiran Sagoo, supra note 20); lihat Carlos M.
Correa (2), supra note 5, hal. 12 : lihat juga
“We recognize the gravity of the public Carlos Correa (1) INTEGRATING PUBLIC
health problems afflicting many devel- HEALTH CONCERNS INTO PATENT LEGISLA-
oping and least-developed countries, TION IN DEVELOPING COUNTRIES 2 (2000).

124
Deklarasi Doha (The Doha Declaration) dalam Perspektif...; Tomi Suryo Utomo

pemerintah AS tetapi juga menyebutkan dampak yang tidak diinginkan dari adanya
beberapa jenis penyakit tambahan di dalam kebijakan tersebut.
paragraf 1. Penambahan ini tentu
mempunyai arti yang sangat strategis bagi Paragraf 3:
negara-negara berkembang. Beberapa jenis Anggota WTO sependapat bahwa
obat tertentu yang sangat dibutuhkan oleh perlindungan HaKI adalah penting tetapi
kebanyakan negara-negara berkembang dan juga prihatin akan dampak perlindungan
terbelakang dapat diproduksi versi paten obat tersebut terhadap harga obat.
generiknya melalui lisensi wajib. Tindakan Melalui Deklarasi Doha, semua anggota
ini dibenarkan oleh Deklarasi Doha WTO sepakat untuk memproklamirkan
sepanjang memenuhi syarat-syarat di dalam keprihatinan tersebut:
perjanjian TRIPS. Sebaliknya, dari perspektif “We recognize that intellectual property
negara-negara maju paragraf 1 ini akan protection is important for the develop-
berpotensi mengurangi keuntungan yang ment of new medicines. We also rec-
diperoleh perusahaan obat multinasional ognize the concerns about its effects
karena beberapa obat yang diproduksi oleh on prices.”
perusahaan tersebut telah menjadi target Keseimbangan antara kepentingan
Deklarasi Doha.2 perusahaan farmasi dan kepentingan
konsumen seharusnya menjadi prioritas di
Paragraf 2:
dalam melaksanakan Perjanjian TRIPS.
Paragraf 2 menekankan pada peran Paragraf ini juga menegaskan kembali hak-
penting WTO di dalam mengatasi hak pemegang paten dan pada saat yang
permasalahan di bidang kesehatan bersamaan juga memasukkan
masyarakat di negara-negara berkembang permasalahan kesehatan masyarakat
dan terbelakang: seperti harga obat yang terjangkau ke dalam
“We stress the need for the WTO paragraf tersebut.
Agreement on Trade-Related Aspects
of Intellectual property Rights (TRIPS Paragraf 4:
Agreement) to be part of the wider na- Paragraf 4 adalah inti dan merupakan
tional and international action to ad- bagian yang paling penting dari Deklarasi
dress these problems.” Doha karena paragraf tersebut menyatakan
Selama perundingan Deklarasi Doha secara jelas tujuan dari Deklarasi Doha:
kebanyakan negara-negara maju mencoba “We agree that the TRIPS Agreement
untuk menyangkal hubungan antara does not and should not prevent mem-
perjanjian TRIPS dengan kesehatan bers form taking measures to protect
masyarakat. Dengan memproklamirkan public health. Accordingly, while reiter-
peran komprehensif WTO tersebut, deklarasi ating our commitment to the TRIPS
tersebut secara eksplisit memastikan bahwa Agreement, we affirm that the agree-
perjanjian TRIPS tidak dapat dipisahkan dari
dampak yang ditimbulkannya di bidang
2
kesehatan masyarakat. Perjanjian TRIPS Keuntungan perjanjian TRIPS terhadap
menyediakan perlindungan paten obat dan perusahaan-perusahaan yang berasal dari
negara-negara maju didiskusikan secara de-
sekaligus mencantumkan pasal-pasal tail dalam Peter Drahos dan John Braithwaite,
pelindung yang bertujuan untuk mengatasi supra note 1, hal. 1-15.

125
UNISIA, Vol. XXX No. 64 Juni 2007

ment can and should be interpreted and public health crisis, including those
implemented in a manner supportive of relating to HIV/AIDS, tuberculosis,
WTO members’ right to protect public malaria and other epidemics, can rep-
health and, in particular, to promote resent a national emergency or other
access to medicines for all. circumstances of extreme urgency.
In this connection, we reaffirm the right d. The effect of the provisions in the
of WTO members to use, to the full, the pro- TRIPS Agreement that are relevant to
visions in the TRIPS Agreement, which pro- the exhaustion of intellectual property
vide flexibility for this purpose.” rights is to leave each member free to
Keberadaan paragraf ini merupakan establish its own regime for such ex-
sebuah penegasan dan sekaligus haustion without challenge, subject to
interpretasi terhadap pasal 7 dan 8 TRIPS the MFN and national treatment provi-
yang membolehkan setiap anggota WTO sions of Articles 3 and 4.”
menggunakan pasal-pasal pelindung, seperti Paragraf 5 mendukung adanya
impor paralel dan lisensi wajib untuk penafsiran yang seimbang terhadap
mengatasi permasalahan di bidang perjanjian TRIPS yang lebih didasarkan pada
kesehatan masyarakat. hukum internasional dari pada sudut
pandang atau kepentingan pribadi dari
Paragraf 5: anggota WTO.
Paragraf 5 mendeklarasikan bahwa
anggota WTO mempunyai hak untuk
Paragraf 6:
menafsirkan pasal-pasal yang membela Paragraf 6 menjelaskan tentang
kepentingan kesehatan masyarakat seperti permasalahan yang dihadapi oleh negara-
diatur di dalam perjanjian TRIPS, termasuk negara yang tidak memiliki kapabilitas atau
lisensi wajib atau keadaan darurat nasional. kurang mampu memproduksi obat dalam
skala lokal:
“Accordingly and in the light of paragraf
4 above, while maintaining our commit- “We recognize that WTO members with
ments in the TRIPS Agreement, we insufficient or no manufacturing capaci-
recognize that these flexibilities include: ties in the pharmaceutical sector could
a. In applying the customary rules of in- face difficulties in making effective use
terpretation of public international law, of compulsory licensing under the
each provision of the TRIPS Agree- TRIPS Agreement. We instruct the
ment shall be read in the light of the Council for TRIPS to find an expedi-
tious solution to this problem and to
object and purpose of the Agreement
report to the General Council before the
as expressed, in particular, in its ob-
end of 2002.”
jectives and principles.
b. Each member has the right to grant Perbedaan tingkat kemampuan antar
compulsory licenses and the freedom negara-negara WTO di dalam memproduksi
to determine the grounds upon which obat-obatan adalah masalah utama di dalam
such licenses are granted. melaksanakan lisensi wajib. Di samping itu,
c. Each member has the right to deter- Pasal 31 Perjanjian TRIPS hanya meng-
mine what constitutes a national emer- izinkan penggunaan lisensi wajib untuk
gency or other circumstances of ex- memenuhi kebutuhan pasar domestik.
treme urgency, it being understood that Ketentuan ini mengesampingkan kepen-

126
Deklarasi Doha (The Doha Declaration) dalam Perspektif...; Tomi Suryo Utomo

tingan negara-negara berkembang dan memadai. Akibatnya proses alih teknologi ke


terbelakang yang tidak memiliki kemam- negara-negara terbelakang menjadi sangat
puan untuk memproduksi obat-obatan. sulit dan terhambat. Negara-negara
Sebuah pilihan tersedia untuk negara-negara terbelakang berharap bahwa Deklarasi Doha
tersebut dimana mereka dapat mengimpor akan memfasilitasi alih teknologi seperti yang
obat-obatan yang diproduksi oleh negara- tertuang di dalam Pasal 66.2 Perjanjian TRIPS.
negara lain atas dasar lisensi wajib. Namun
pilihan ini tidak dapat dilakukan karena 2. Status Hukum Deklarasi Doha
ketentuan TRIPS melarang pengimporan
Deklarasi Doha menyediakan ketentuan
atau pengeksporan obat-obatan yang
yang dapat membantu negara-negara
diproduksi berdasarkan lisensi wajib.
berkembang dan terbelakang untuk
Paragraf 7: mengatasi dampak perlindungan paten obat
di sektor kesehatan yang berasal dari
Paragraf ini menekankan pada peran
perjanjian TRIPS seperti Bolar provision,
penting negara-negara maju untuk
impor paralel, lisensi wajib dan pelaksanaan
mengalihkan teknologi mereka kepada
paten oleh pemerintah (Correa, 2002).
negara-negara terbelakang:
Namun, status hukum Deklarasi Doha
“We reaffirm the commitment of devel- dipertanyakan oleh banyak negara. Karena
oped country members to provide in- deklarasi tersebut tidak dikategorikan sebagai
centives to their enterprises and insti- sebuah penafsiran yang sah dan resmi
tutions to promote and encourage tech- berdasarkan Pasal IX. 2 Perjanjian pendirian
nology transfer to least-developed coun- WTO yang dicanangkan di Marrakesh (the
try members pursuant to Article 66.2. Marrakesh Agreement Establishing the
We also agree that the least-developed WTO) (Correa, 2002). AS dan negara-negara
country members will not obliged, with
maju lainnya berpen-dapat bahwa Deklarasi
respect to pharmaceutical products, to
Doha tidak dapat digunakan untuk
implement or apply Sections 5 and 7 of
menafsirkan perjanjian TRIPS. Oleh karena
Part II of the TRIPS Agreement or to
enforce rights provided for under these itu, Deklarasi tersebut dianggap tidak
Sections until 1 January 2016, without mempunyai kekuatan hukum sebagai alat
prejudice to the right of least-developed untuk menafsirkan sebuah perjanjian
country members to seek other exten- internasional (Gathii, 2002); Ferreira,
sions of the transition periods as pro- 2002). Akibatnya, Deklarasi tersebut tidak
vided for in Article 66.1 of the TRIPS mengikat secara hukum di dalam proses
Agreement. We instruct the Council for penyelesaian sengketa WTO (Sykes, 2002).
TRIPS to take the necessary action to Dengan alasan ini, status hukum Deklarasi
give effect to this pursuant to Article Doha menjadi tidak jelas dan tidak pasti.
66.1 of the TRIPS Agreement.” Pertanyaannya adalah apakah Deklarasi
Negara-negara maju enggan untuk tersebut memenuhi syarat untuk menafsirkan
mengalihkan teknologinya ke negara-negara pasal-pasal TRIPS yang berlaku sah secara
yang tidak menyediakan perlindungan HaKI hukum? Dapatkah keberadaan Deklarasi
yang memadai. Yang menjadi permasalahan tersebut dianggap sebagai amandemen
adalah negara-negara terbelakang belum terhadap Pasal 7 dan 8 Perjanjian TRIPS?
tunduk dengan perjanjian TRIPS dan belum (Bloche, 2002; Bloche and Jungman, 2003).
menyediakan perlindungan hukum yang

127
UNISIA, Vol. XXX No. 64 Juni 2007

Karena perjanjian TRIPS adalah sebuah menyediakan definisi penafsiran yang lebih
perjanjian internasional, legalitas penafsiran baik terhadap ketentuan-ketentuan TRIPS
pasal-pasalnya harus merujuk kepada yang tidak jelas dan sering menjadi sumber
Konvensi Wina (the Vienna Convention on perselisihan diantara anggota WTO (Gathii,
the Law of Treaties), khususnya pasal 31 2003; Matthews, 2004).
(Murthy, 2001; Gathii, 2003). Berdasarkan Disamping dua jenis penafsiran terse-
ketentuan pasal tersebut, Deklarasi Doha but, penafsiran lainnya dikaitkan dengan
dapat ditafsirkan sebagai sebuah perjanjian faktor seberapa kuat para anggota
berikutnya (a subsequent agreement) dan mendukung sebuah deklarasi melalui
praktek berikutnya di antara anggota WTO penerimaan yang nyata terhadap deklarasi
(subsequent practice among the members tersebut. Tingkat penerimaan mereka akan
of WTO) (Bloche and Jungman, 2003). mempengaruhi apakah deklarasi tersebut
Penafsiran pertama dari status hukum merupakan sebuah pernyataan yang
Deklarasi Doha berasal dari Pasal 31 ayat mengikat ataukah tidak diantara para
3(a) Konvensi Wina tentang Hukum Perjanjian anggota WTO (Gathii, 2003). Perspektif ini
Internasional. Berdasarkan ketentuan pasal tampaknya membuktikan bahwa Deklarasi
tersebut, Deklarasi Doha memenuhi syarat Doha adalah sebuah pernyataan yang
untuk dikategorikan sebagai a subsequent mengikat yang didasarkan pada komitmen
agreement yang menafsirkan ketentuan- dan kehendak para anggota yang
ketentuan sebuah perjanjian internasional membuatnya. Pada saat Deklarasi Doha
berdasarkan konteksnya (Gathii, 2003). Dari diumumkan, tidak ada satupun anggota
sudut pandang ini, Deklarasi Doha memenuhi WTO yang secara lang-sung menolak
syarat tersebut karena deklarasi tersebut legitimasi deklarasi tersebut.
menafsirkan ketentuan-ketentuan substantif Di samping berbagai perspektif
dari Pasal 7 dan 8 Perjanjian TRIPS. tersebut, Deklarasi Doha juga memenuhi
Disamping itu, ada sebuah precedent, dimana syarat sebagai alat untuk menafsirkan
Badan yang memutuskan banding (the Ap- ketentuan di dalam perjanjian TRIPS. Pasal-
pellate Body) telah menggunakan deklarasi pasal pelindung TRIPS, seperti lisensi wajib
seperti itu sebagai sebuah alat interpretasi dan impor paralel diatur berdasarkan
terhadap ketentuan-ketentuan substantif standar-standar minimum. Akibatnya, terjadi
GATT/WTO. disparitas terhadap tingkat pengadopsian
Dasar hukum kedua berkaitan dengan perjanjian tersebut di level peraturan nasional
Pasal 31 ayat 3 (b) Konvensi Wina. Pasal anggota WTO. Karena ketentuan-ketentuan
tersebut menyatakan bahwa praktek yang berkaitan dengan pasal pelindung
berikutnya (subsequent practice) diantara sangat fleksibel dan teks serta konteks dari
anggota merupakan sebuah perjanjian perjanjian TRIPS tidak dapat menyele-
diantara para pihak untuk menafsirkan saikannya, maksud atau kehendak dari para
ketentuan-ketentuan sebuah perjanjian pihak yang membuat pasal pelindung
internasional (Bartelt, 2003; Matthews, tersebut adalah sangat bermanfaat untuk
2004). Deklarasi Doha dapat diasumsikan menafsirkan ketentuan-ketentuan yang ada
sebagai a subsequent practice dengan di dalam perjanjian TRIPS.
dasar bahwa deklarasi tersebut dibuat oleh Maksud atau kehendak para pihak
sebuah perjanjian atau kesepahaman antar untuk memperkuat keberadaan pasal
anggota WTO. Deklarasi tersebut

128
Deklarasi Doha (The Doha Declaration) dalam Perspektif...; Tomi Suryo Utomo

pelindung TRIPS melalui Deklarasi Doha negara dengan kemampuan yang tidak
dapat menyeimbangkan kepentingan mencukupi atau negara yang sama sekali
perusahaan farmasi dengan kepetingan tidak mempunyai kemampuan di dalam
masyarakat umum. Tujuan ini telah dinya- memproduksi obat-obatan mengalami
takan di dalam Pasal 7 dan 8 perjanjian hambatan di dalam memanfaatkan lisensi
TRIPS serta dijabarkan lebih lanjut oleh wajib. Larangan ini bertentangan dengan
Pasal 6, 30 dan 31 TRIPS. Deklarasi Doha tujuan Pasal 31 TRIPS yang mengizinkan
memperjelas penafsiran pasal-pasal penggunaan lisensi wajib untuk mengatasi
tersebut berdasarkan ketentuan Pasal 31 dampak negatif dari perlindungan paten obat.
ayat 3 (a) dan (b) Konvensi Wina. Pember- Berdasarkan ketentuan Paragraf 6, dewan
lakuan deklarasi ini pun telah melalui proses TRIPS (the TRIPS Council) harus
perundingan legislatif yang sah berdasarkan menyelesaikan masalah ini pada akhir tahun
kerangka kerja pembuatan keputusan WTO. 2002. Tetapi, penyelesaian akhir belum bisa
dicapai pada tahun 2002 (Rogers, 2004).
Permasalahan berkaitan dengan Pada tahun 2003, Dewan TRIPS telah
pelaksanaan Deklarasi Doha mencapai sebuah konsensus tentang
Deklarasi Doha ditujukan untuk keberadaan Paragraf 6 Deklarasi Doha.
menyelesaikan permasalahan kesehatan Deklarasi tersebut memperluas ruang lingkup
masyarakat negara-negara berkembang dan lisensi wajib yang hanya terbatas pada pasar
terbelakang akibat pelaksanaan dari domestik negara anggota berdasarkan Pasal
perlindungan paten obat. Pasal 4 Deklarasi 31 (f) TRIPS ke ruang lingkup yang yang lebih
Doha, sebagai contoh, menyediakan sebuah fleksibel yaitu mengijinkan sebuah
alasan yang sah terhadap pelaksanaan
pasal-pasal pelindung untuk tujuan 3
Ada 61 negara yang dikategorikan
melindungi kesehatan masyarakat dan sebagai negara yang tidak mempunyai industri
meningkatkan akses terhadap obat-obatan farmasi dan kebanyakan dari negara-negara
esensial (Ansari, 2002). Disamping itu, tersebut adalah dari Afrika: Andorra, Antigua
Deklarasi Doha juga membantu negara- and Barbuda, Aruba, Bahrain, Bermuda,
Bhutan, Bostwana, British Virgin Islands,
negara berkembang dan terbelakang untuk
Burkina Vaso, Burundi, Central African Repub-
menafsirkan pasal-pasal pelindung TRIPS, lic, Chad, Comoros, Congo, Cook Islands,
seperti lisensi wajib dan impor paralel. Djibouti, Dominica, Equatorial Guinea, Faeroe
Permasalahan utama terhadap Islands, French Guyana, French Polynesia,
Gabon, Greenland, Grenada, Guadeloupe,
Paragraf 6 Deklarasi Doha adalah berkaitan Guam, Guinea, Guinea-Bissau, Iceland, Laos,
dengan pelaksanaannya di negara-negara Libyan Arab Jamah., Liechtenstein, Luxem-
berkembang dan terbelakang yang tidak bourg, Maldives, Martinique, Mauritania,
memiliki kemampuan untuk memproduksi Mayotte, Micronesia, Nauru, Netherlands
produk-produk farmasi.3 Hal ini menjadi Antilles, New Caledonia, Niue, Oman, Qatar,
Reunion, Rwanda, St. Kitts and Nevis, St. Lucia,
sebuah masalah yang serius karena St. Vincent-Grenadines, Samoa, San Marino,
berdasarkan Pasal 31 (f) Perjanjian TRIPS, Sao Tome and Principe, Senegal, Suriname,
pelaksanaan lisensi wajib di negara-negara Swaziland, Togo, Tuvalu, US Virgin Island,
WTO adalah untuk pasar domestik saja. Vanuatu, Western Samoa(Annex 2 Levels of
Jadi, produksi obat-obatan farmasi berda- development of pharmaceutical industry, by
country (Carlos Correa (2), supra note 15, hal.
sarkan lisensi wajib tidak boleh diimpor atau 55-56).
diekspor ke negara lain. Akibatnya, negara-

129
UNISIA, Vol. XXX No. 64 Juni 2007

pengeksporan produk obat tertentu terhadap permasalahan pelaksanaan Pasal 6


berdasarkan lisensi wajib ke negara-negara TRIPS tersebut akan menjadi kenyataan pada
pengimpor yang memenuhi syarat (Rogers, saat Dewan TRIPS mengamandemen Pasal
2004). 31 (f) perjanjian TRIPS.
Pelaksanaan untuk menentukan apakah
negara-negara pengimpor tersebut dianggap Kesimpulan
memenuhi persyaratan berdasarkan sistim ini, Perbedaan tingkat ekonomi, teknologi
dilakukan dengan cara memberitahukan dan kepentingan diantara sesama negara
Dewan TRIPS bahwa negara-negara WTO WTO akan terus mewarnai perdebatan
ingin mengimpor obat-obatan yang diproduksi dampak perlindungan paten obat terhadap
berdasarkan lisensi wajib dari negara-negara akses obat esensial. Perdebatan tersebut
lain. Ketentuan ini bersifat sementara dan akan akan merefleksikan konflik antara pihak-
berakhir jika Dewan TRIPS sudah mengubah pihak yang pro status quo terhadap
ketentuan Perjanjian TRIPS yang berkenaan perjanjian TRIPS (dalam hal ini negara-
dengan implementasi Pasal 6 deklarasi Doha negara maju) dan sebagian besar negara-
(Rogers, 2004). Keputusan Dewan yang negara WTO yang menyandarkan pada
mengijinkan pengimporan telah menyebabkan keberadaan Deklarasi Doha (dalam hal ini
banyak negara-negara berkembang dan maju negara-negara berkembang dan terbela-
memaksimalkan penggunaan lisensi wajib kang). Akhir dari konflik tersebut sangat
berdasarkan ketentuan Pasal 31 (f) TRIPS. tergantung kepada kehendak para pihak
Pemerintah Brazil, sebagai contoh memulai guna mencari penyelesaian yang optimal,
produksi obat-obatan HIV/AIDS berdasarkan adil dan tidak memihak. Jika usaha tersebut
lisensi wajib untuk mengekspor obat-obatan gagal, semua produk hukum internasional,
tersebut ke negara-negara yang membu- standard internasional dan perjanjian
tuhkannya. Negara-negara lain seperti internasional yang dirancang untuk
Kanada, Norwegia dan Swiss sedang mengatasi dampak perlindungan paten obat
mengamandemen UU Paten mereka agar terhadap kesehatan masyarakat akan
dapat dipergunakan untuk mengekspor obat- menjadi sia-sia dan kehilangan makna.l
obatan tertentu yang diperoduksi berdasarkan
lisensi wajib ke negara-negara lain yang Daftar Pustaka
membutuhkannya. Pada tahun 2003, peme-
rintah Kanada telah memutuskan mengaman- Abbott, F.2002, The Doha Declaration on
demen UU Patennya untuk memberikan dasar the TRIPS Agreement and Public
hukum bagi pengeksporan obat-obatan Health: Lighting a Dark Corner at the
tertentu yang diproduksi berdasarkan lisensi WTO, 5 J. INT’L ECON. L. 469.
wajib ke negara-negara lain yang tidak
memiliki kapasitas untuk memproduksi obat- Ansari, N.2002. International Patent Rights
obatan tersebut (Rogers, 2004). Keputusan in a Post – Doha World, 11 Interna-
Dewan TRIPS untuk mengijinkan tional Trade Law Journal 57.
pengimporan obat-obatan yang bersifat
sementara tersebut, tampaknya sebuah Attaran, A.2006. How Do Patents and Eco-
langkah awal yang sangat berpihak kepada nomic Policies Affect Access to Es-
kepentingan negara-negara berkembang dan sential Medicines in Developing
terbelakang. Namun, penyelesaian utama Countries? Health Affairs, Volume 23,
number 3, at 155, available at http://

130
Deklarasi Doha (The Doha Declaration) dalam Perspektif...; Tomi Suryo Utomo

content.health affairs.org/cgi/reprint/ Drahos, P and John B.2002. Intellectual


23/3/155 (last visited 03/21/06) Property, Corporate Strategy, Global-
ization: TRIPS in Context, 20 WIS.
Barbosa, S. A.2004. Implementation of the INT’L L. J. 451, (1-15).
Doha Declaration: Its Impact on
American Pharmaceuticals, 36 Ferreira, L.2002. Access to Affordable HIV/
RUTGERS L. J. 205. AIDS Drugs: the Human Rights Ob-
ligations of Multinational Pharmaceu-
Bale, Jr, Harvey E.., Patents and Public tical Corporations, 71 FORDHAM L.
Health: a Good and Bad Mix? avail- REV. 1133.
able at http://www.cnehealth.org/
pubs/bale_patents_ and_ public_ Gathii, J.T.2002. The Legal Status of the
health.htm Doha Declaration on TRIPS and Pub-
lic Health Under the Vienna Conven-
Bartelt, Sandra,2003. Compulsory Licenses tion on the Law of Treaties, 15 HARV.
Pursuant to TRIPS Article 31 in the J. L. & TECH. 291, 1.
light of the Doha Declaration on the
TRIPS Agreement and Public Health, Gerster, R. People Before Patents-The Suc-
6 (2) J. WORLD INTELL. PROP. 283, cess Story of the Indian Pharmaceu-
286. tical Industry,(tt). available at http://
www.gersterconsulting.ch/docs/
Bloche, M. G. and Elizabeth R. Jungman, India%20_Pharma_Success_
2003. Health Policy and the WTO, Story.pdf.
31 J. L. MED. & ETHICS 529.
Lippert, O.(tt). Poverty, Not Patents, is the
Bloche, M. G.2002. WTO Deference to Na- Problem in Africa, available at http;//
tional Health Policy: Toward an Inter- w w w. c n e h e a l t h . o r g / p u b s /
pretive Principle, 5 J. INT’L ECON. lippert_poverty_not_ patents.htm.
L. 825.
Matthews, D.2004. WTO Decision on Imple-
Correa, C. 2000, Integrating Public Health mentation of Paragraf 6 of the Doha
Concerns Into Patent Legislation in Declaration on the TRIPS Agreement
Developing Countries, Geneva, South and Public Health: A Solution to the
Centre. Access to Essential Medicines Prob-
lem, 7 J. INT’L ECON L. 73, 6 (2004)
Correa, C.2004. The Implications of the
Doha Declaration on the TRIPS Mayne, R.2002. The Global Campaign on
Agreement and Public Health, Health Patents and Access to Medicines:
Economics and Drugs EDM Series An Oxfam Perspective, in GLOBAL
No.12, June 2002, (dalam DGDFC INTELLECTUAL PROPERTY
and WHO, Informal Technical Discus- RIGHTS KNOWLEDGE, ACCESS
sion on the TRIPS Agreement and AND DEVELOPMENT 245 (Peter
Public Health, Jakarta, May 31 – Drahos and Ruth Mayne).
June 1.

131
UNISIA, Vol. XXX No. 64 Juni 2007

Mercurio, B. C.2004. TRIPS, Patents, and Sykes, A.O.2002. TRIPS, Pharmaceuticals,


Access to Life Saving Drugs in the Developing Countries, and the Doha
Developing World, 8 MARQ. INTELL. “Solution”, 3 CHI. J. INT’L L. 47.
PROP. L. REV. 211, 1.
T’ Hoen, E.2002. Public Health and Inter-
Murthy, D.2002. The Future of Compulsory national Law: TRIPS, Pharmaceuti-
Licensing: Deciphering the Doha Dec- cal Patents, And Access to Essen-
laration on the TRIPS Agreement and tial Medicines: A Long Way From Se-
Public Health, 17 American Univer- attle To Doha, 3 CHI. J. INT’L L. 27.
sity International Law Review 1299,
5. Williams, M.2002. The TRIPS and Public
Health Debate: An Overview, Interna-
Ragavan, S.2003. Can’t We All Get Along? tional Gender and Trade Network,
The Case For A Workable Patent available at http://www.
Model, 35 Arizona State Law Journal Genderandtrade.net/wto/TRIPS_
117. PublicHealth.Pdf (August).

Rogers ,J.M.2004. The TRIPS Council’s So- Wojahn, P.L.2002., A Conflict of Rights: In-
lution To the Paragraf 6 Problem: To- tellectual Property Under TRIPS, the
ward Compulsory Licensing Viability Right to Health, and AIDS Drugs, 6
for Developing Countries, 13 MINN. UCLA J. INT’L L. & FOREIGN AFF.
J. LOBAL TRADE 443. 463.

Sun, H.2003. A Wider Access to Patented


Drugs Under the TRIPS Agreement,
21 B. U. INT’L L. J. 101.

rrr

132

Anda mungkin juga menyukai