Anda di halaman 1dari 9

NAMA : Dani Kurniaty

NIM : 856445311
Tugas.3
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan singkat dan jelas !

1. Coba Anda sebutkan peristiwa-peristiwa yang melatarbelakangi lahirnya Piagam PBB !


2. Jelaskan bagaimana status hukum dari Deklarasi Universal dewasa ini menurut Scott
Davidson !
3. Cara pandang terhadap HAM sebagai suatu etos baru, mengandung pengakuan akan nilai-nilai
HAM, sebut dan jelaskan !
4. HAM sebagai konsepsi yang mencakup hak-hak rakyat memiliki pengaruh terhadap
masyarakat internasional. Pengaruh tersebut tercermin dalam hal apa saja, sebut dan jelaskan !
5. Terdapat tiga faktor yang menghambat perkembangan HAM, sebut dan jelaskan !

JAWABAN NO 1

Piagam PBB lahir berdasarkan Konferensi San Francisco yang ditandatangani pada tanggal 26
Juni 1945. Dan baru secara resmi dinyatakan berlaku pada tanggal 24 Oktober 1945, setelah
diratifikasi oleh negara-negara peserta konferensi tersebut. Yang dimaksud dengan ratifikasi
adalah persetujuan dari dewan legislatif, karena setiap perjanjian internasional tidak begitu saja
berlaku setelah ditandatangani negara peserta, tetapi juga membutuhkan persetujuan dari dewan
legislatif negara yang bersangkutan.

Dalam sejarah kelahiran PBB ini, Konferensi San Francisco bukan merupakan satu-satunya
peristiwa yang melatarbelakangi lahirnya Piagam PBB. Beberapa peristiwa lain yang juga
sangat penting, sebagaimana diungkapkan Soemarsono Mestoko (1985: 95) diantaranya:

a. Piagam Atlantik (Atlantic Charter) yang ditandatangani pada tanggal 14 Maret 1941. Ini
dari isi piagam ini adalah hak setiap bangsa untuk menentukan nasibnya sendiir (right of
self determination) serta penolakan dan pencegahan terhadap segala macam cara
kekerasan bagi penyelesaian suatu sengketa atau pertikaian internasional.
b. United Nations Declaration yang ditandatangani pada tanggal 1 Januari 1945 di
Washington DC oleh 26 negara peserta. Isi Deklarasi ini pada intinya menyokong prinsip
yang terdapat pada Atlantic Charter.
c. Konperensi Moskow, yang diadakan pada tanggal 19 sampai dengan 30 Oktober 1943.
Konperensi ini membicarakan masalah peperangan, masalah Polandia dan masalah kerja
sama setelah perang, juga membicarakan tentang organisasi dunia untuk perdamaian.
d. Konperensi Yalta, pada tanggal 4 sampai dengan 11 Pebruari 1945. Konperensi ini
menyetujui untuk mengadakan pembicaraan lebih lanjut tentang masalah pembentuk
organisasi perdamaian dunia (PBB) yang rencananya akan diadakan di Amerika pada
bulan April 1945.
e. Konperensi San Francisco, diadakan pada tanggal 25 April 1945 sampai dengan 26 Juni
1945, menghasilkan piagam PBB.

Piagam PBB ini merupakan traktat multilateral, yakni penuangan kesadaran masyarakat
internasional dalam memelihara perdamaian dan keamanan kolektif, maka Piagam ini secara
hukum menciptakan kewajiban yang mengikat bagi semua negara anggota PBB. Piagam PBB
ini memuat beberpa ketetapan mengenai hak-hak asasi manusia.

Dalam Mukadimah Piagam tersebut dinyatakan suatu tekad rakyat PBB untuk menyatakan
kembali keyakinan pada hak asasi manusia, pada martabat dan nilai manusia, pada persamaan
hak antara pria dan wanita, dan antara negara besar dan negara kecil. Pasal 1 (3) dalam Piagam
ini mencantumkan bahwa salah satu tujuan PBB adalah menggalakkan dan mendorong
penghormatan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan asasi bagi semua orang tanpa
membedakan jenis kelamin, ras bahasa atau agama.

Kiprah PBB untuk membantu perkembangan HAM ini juga dipertegas dengan pasal 55 C,
Bab IX : Kerja sama Ekonomi dan Sosial Internasional. Pasal ini menetapkan bahwa PBB harus
mengakui dan menggalakkan penghormatan yang universal atas HAM serta kebebasan-
kebebasan fundamental bagi segala bangsa di dunia tanpa pembedaan ras, jenis kelamin, bahasa
atau agama. Lebih lanjut ditegaskan pula dalam pasal 56, yang menyatakan bahwa semua negara
anggota berikrar untuk mengambil tindakan secara bersama-sama atau sendiri-sendiri dalam
kerja sama dengan PBB untuk mencapai tujuan ini dan tujuan lain yang ditetapkan dalam
Deklarasi Keistimewaan lainnya adalah bahwa Deklarasi tersebut merupakan pernyataan tentang
prinsip-prinsip yang diakui oleh bangsa-bangsa sebagai tujuan ideal yang menjadi acuan dan
pembimbing bagi pembuatan peraturan dan secara berangsur-angsur hendak direalisasikan.

JAWABAN NO 2
Ada beberapa ahli hukum internasional yang mengomentari esensi Piagam PBB, seperti
yang dikemukakan oleh Scott Davidson, dalam Human Rights (1993 : 17) Argumentasi mereka
adalah bahwa prasyarat penghormatan dan ketaatan terhadap HAM hanyalah bersifat anjuran dan
tidak dapat diartikan sebagai ketetapan yang menunjukkan kewajiban hukum terhadap para
anggota. Dan kewajiban untuk menggalakkan HAM dalam pasal 55, menurut kelompok ini,
tidak harus menyiratkan kewajiban untuk melindungi HAM, sebab meskipun Piagam ini
mengakui HAM, akan tetapi Piagam ini tidak memuat daftar hak-hak asasi manusia tersebut
serta tidak mengacu kepada sumber yang menyebutkan secara tepat atas hak-hak itu. Sehingga
tiadanya katalog HAM ini dipandang suatu kelemahan, disamping juga Deklarasi ini tidak
memuat lembaga atau mekanisme perlindungan akan menjamin diindahkannya hak asasi
manusia itu.

Dalam menutupi kelemahan tersebut, maka diupayakan untuk menyusun suatu bill of
rights (pernyataan tertulis yang memuat daftar hak asasi manusia). Penyusunan bill of rights ini
diserahkan kepada Komisi Hak Asasi Manusia (CHR), suatu komisi kerja ECOSOC (Economic
and Social Council Dewan/Ekonomi Sosial PBB). Komisi yang merupakan negara anggota PBB
ini kemudian memutuskan bahwa katalog HAM berbentuk sebuah resolusi Majelis Umum PBB.
Sebab walau tidak mengikat secara hukum, deklarasi yang bersifat resolusi dapat
memproklamasikan suatu standar prestasi bersama bagi semua orang dan semua negara. Dan
kemudian pada bagian akhirnya dari Deklarasi tersebut memuat daftar hak-hak sipil, ekonomi,
sosial dan budaya bagi semua orang tanpa kecuali.
Ikhtisar Deklarasi ini (Subhi Mahassani, 1993) memuat hak dan kebebasan-kebebasan
asasi ini, yakni bahwa deklarasi menyebut kebebasan individu, larangan perbudakan dan
perhambaan, martabat individu secara hukum dan undang-undang, larangan penganiayaan,
menghukum dan memperlakukannya secara kejam atau menghinakannya, kebebasan berfikir,
menyatakan pendapatan berserikat, hak milik pribadi, rumah, kehidupan pribadi, kemuliaan dan
nama baik.
Mengenai kehidupan sosial, Deklarasi menegaskan akan persamaan semua warga negara
di hadapan hukum dan undang-undang tanpa ada perbedaan antara mereka karena perbedaan
politik, hak rakyat dalam pergaulan dan kehidupan secara umum dan dalam menduduki
jabatan, memperoleh jaminan sosial, hak menikmati atas kebangsaan, hak berpindah, hak
berdomisili dan hak atas perlindungan dari ancaman (suaka). Dalam prinsip hukum, Deklarasi
menetapkan asas praduga tak bersalah yaitu bahwa asalnya seseorang bebas tak bersalah dan
larangan penagkapan, pemenjaraan atau pengusiran secara sewenang-wenang, hak kegiatan
pengadilan secara terbuka dan jujur. Dalam urusan keluarga, Deklarasi menetapkan hak untuk
kawin, kehormatan keluarga, hak kaum wanita untuk hidup memperoleh jaminan keamanan dan
kemerdekaan pribadi, hak-hak ibu dan anak serta hak menentukan pendidikan.
Dalam urusan keadilan sosial, deklarasi menegaskan hak memperoleh pekerjaan, hak
cuti, hak memperoleh kehidupan yang layak, pendidikan cuma-cuma, ikut serta dalam kegiatan
sosial dan kebudayaan, kesenian dan kesusastraan, serta hak memperoleh pendidikan bagi
pengembangan pribadi. Dalam kewajiban-kewajiban sosial, Deklarasi menetapkan kewajiban
setiap individu untuk menunaikan kewajiban dengan tujuan mengembangkan bakat pribadinya
disertai dengan larangan membatasi hak-haknya.
Kembali bahwa Deklarasi tidak dimaksudkan untuk menciptakan kewajiban yang
mengikat negara-negara anggota secara hukum, memang sejak awal Majelis Umum PBB telah
menyatakannya. Oleh karena itu Majelis Umum memberi mandat kepada Komisi HAM
untuk menyempurnakan perumusan naskah Deklarasi tersebut menjadi sebuah traktat
Internasional yang mengikat serta menetapkan lembaga dan mekanisme bagi pengawasan dan
pelaksanaannya. Akan tetapi tugas tersebut tidak dapat terselesaikan pada saat itu.
Lalu bagaimana status hukumnya Deklarasi Universal tersebut saat dewasa ini? Scott
Davidson (1993 : 92, 93) mengemukakan beberapa jawaban yang bermakna normatif yakni:
Pertama, Deklarasi tetap berstatus sebagai resolusi yang tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat negara-negara. Akan tetapi mengingat perkembangan-perkembangan praktik PBB
yang nyata di kemudian hari, dimungkinkan status berubah. Kedua, Deklarasi dapat
diargumenkan sebagai tafsiran resmi terhadap Piagam oleh Majelis Umum PBB. Ketiga,
Deklarasi dapat dipostulatkan telah menjadi bagian dari prinsip-prinsip hukum yang umum yang
diakui oleh bangsa-bangsa beradab.
Postulat ini sangat kuat karena hampir semua undang-undang dasar dalam dunia modern
sekarang memuat suatu komitmen untuk melindungi HAM dan terdapat katalog HAM yang
dilindungi. Keempat, Deklarasi kini telah menjadi bagian dari hukum kebiasaan Internasional.
Dan argumentasi inilah yang dianggap menyakinkan, sebab dalam banyak praktik-praktik negara
mengindikasikan bahwa Deklarasi ini merupakan pedoman umum untuk mengukur standar
pelaksanaan HAM di negara-negara tersebut.
Dari argumenyasi terakhir tersebut, maka Deklarasi memiliki ciri-ciri IUS COGENS,
yakni norma-norma yang harus dipatuhi dan tidak boleh dikurangi. Deklarsi ini dianggap
merupakan bagian dari hukum kebiasaan internasional, menurut Scott Davidson pula, yakni:
Pertama, hak-hak di dalam Deklarasi ini mencakup campuran hak-hak generasi pertama, kedua
dan ketiga, sehingga semua jenis hak-hak tersebut terumus sebagai perintah yang pasti dan
mendesak kepada negara-negara. Misalnya, tentang pasal 3, hanya terumus semua orang
mempunyai hak hidup, hak atas kebebasan dan keamanan pribadi. Deklarasi tersebut tidak
menjelaskan apakah hak-hak itu bersifat mutlak, atau ada pengecualian seperti aborsi atau
hukuman mati yang diputuskan pengadilan. Kedua, masalahnya tidak adanya lembaga atau
mekanisme yang khusus yang diberi wewenang untuk menafsirkan atau menerapkan Deklarasi.
Akan tetapi betapa pun Dekalarsi itu ada kelemahannya, tampaknya sejumlah organ PBB, Badan
Internasional maupun pengadilan domestik cukup diyakinkan bahwa beberapa hak yang
dinyatakan dalam Deklarasi tersebut dapat diterapkan secara umum.

JAWABAN NO 3

Cara pandang terhadap hak – hak asasi manusia sebagai suatu etos baru, dalam hal ini
etos baru menyatakan penolakan terhadap tatanan biologis alami. Konsep hak asasi dirancang
untuk menentang kecenderungan alam yang didominasi kekejaman, tidak memperhatikan
individu, ketidak adilan, keagresifan, dan kekuasaan yang kuat atas yang lemah. Etos baru
menegaskan dan memproklamasikan bahwa ajaran – ajaran yang harus diikuti tidak berasal dari
alam tetapi bertujuan untuk memaksa dan mendominasi naluri alami.
(Cassesse 1994 :240-245) menyarikan tentang hak – hak asasi manusia sebagai etos baru
sebagai berikut :
1. Konsep hak – hak asasi manusia didasarkan atas nilai – nilai agama tradisional yang
diambil dari barat dan timur dengan gagasan utamanya terambil dari filsafat barat, namun
ia tetap merupakan ajaran kemanusiaan yang tidak disertai mitos dan magis.
2. Hak asasi manusia merupakan suatu upaya manusia untuk menjadikan manusia sebagai
makhluk sosial, jiwa sosial manusia mengalahkan dorongan nalurinya sebagai binatang
alami.
3. Hak asasi manusia didasarkan atas suatu keinginan yang ekspansif untuk mempersatukan
dunia dan untuk membuat suatu daftar pedoman bagi suatu pemerintahan.
4. Pelanggaran sistematis terhadap HAM tidak dianggap merupakan kendala bagi sebuah
negara untuk memperoleh status subyek internasional dan tidak menghalangi menjadi
anggota PBB.

JAWABAN NO 4
Pengaruh hak asasi manusia sebagai konsepsi yang mencakup hak – hak rakyat terhadap
terhadap masyarakat internasional dapat tercermin dalam beberapa hal diantaranya :
a. Prinsip resiprositas versus tuntutan – tuntunas masyarakat, yaitu suatu prinsip yang
menekankan pada sebuah negara untuk memenuhi kewajibannya selama pihak lain juga
melakukan kewajiban tersebut atau sebaliknya.
b. Rakyat dan Individu sebagai warga masyarakat internasional, dalam hal ini rakyat
maupun individu diakui oleh negarawan atau pemerintah sebagai subyek hukum
internasional.
c. Hak – hak asasi manusia dan hak – hak asasi orang asing. Perlindungan hak – hak asasi
manusia diberlakukan ketika warga negara tersebut ada didalam negara nya, sebaliknya
apabila warga negara tersebut berada dinegara lain maka negaranya sangat sedikit
melakukan perlindungan karena sudah berada di luar kedaulatan.
d. Teknik menciptakan standar hukum internasional.
Hak asasi manusia dan hak menentukan nasib sendiri terhadap hukum internasional
hanya bersifat instrumental dan bukan dalam hal tatanan atau metode pembuatan hukum
internasional.
e. Pengawasan internasional
Dua mekanisme pengawasan internasional setelah perang dunia ke II yaitu :
 Pengawasan dapat digerakkan oleh badan – badan lain seperti organisasi buruh,
serikat pekerja, dll. Dalam hal ini dapat diaktifkan secara otomatis tanpa suatu
permintaan khusus.
 Pengawasan internasioanal sifatnya hanya membuktikan kejadian – kejadian
pelanggaran yang mungkin terjadi dan menganjurkan negara yang bersangkutan
untuk menghentikan tingkah lakunya yang melanggar peraturan tersebut tanpa
mengeluarkan suatu pengutukan resmi atau mewajibkan suatu ganti rugi.
f. Pertanggung jawaban internasional
Hak – hak asasi manusia berpengaruh pula terhadap pertanggung jawaban suatu negara
akibat pelanggaran yang dilakukannya terhadap peraturan internasional.
g. Hukum perang, ada beberapa hal yang harus dicermati dalam hukum perang antara lain:
 Tahun 1949 berlaku larangan pembalasan terhadap tawanan perang, orang
terluka, sakit, dan korban kapal tenggelam, sebagaimana juga orang sipil yang
ditahan musuh sejak dimulainya permusuhan ini.
 Senjata yang tidak manusiawi, seperti pelanggaran penggunaan bom napalm,
senjata perangkap, penggunaan peluru yang tidak dapat ditelusi sinar.
 Dibentuknya kategori baru kejahatan internasional yang berkaitan dengan perang,
misalnya penindasan rasial, politik, pengusiran dan tindakan tidak manusiawi
lainnya yang dilakukan dalam perang.
 Diperkenalkan prinsip yuridiksi universal bagi kejahatan perang dan kejahatan
terhadap kemanusiaan yang berhak menghukum adalah negara asal penjahat, atau
negara korban kejahatan, atau negara tempat kejahatan dilakukan, dan setiap
negara dapat mengadili dan menghukum setiap orang yang telah melakukan
kejahatan.
 Perang saudara, konfensi Jenewa 1949 mengenai korban perang tidak
memberikan keabsahan politik kepada para pemberontak, juga tidak memberikan
kepada mereka hal – hal khusus mengenai perilaku permusuhan. Mereka
mendapat jaminan khusus jika mereka tertangkap, diantara jaminan tersebut
diberikan kepada orang sipil yang luka atau sakit yang tidak mengambil bagian
atau tidak mampu mengambil bagian dalam tindakan permusuhan tersebut.

JAWABAN NO 5

Terwujudnya perlindungan terhadap HAM (Hak Asasi Manusia) di suatu negara tidak
lepas dari kerjasama dari berbagai pihak baik warga negara, aparat kepolisian, maupun
pemerintah negara tersebut. Selain itu, pemerintah beserta warga negaranya juga harus turut
andil dalam mengamati pelaksanaan penegakan HAM di negara lain. Hal ini sebagai bentuk
kepedulian pada kemanusiaan dan sebagai kontrol karena telah ditandatanganinya perjanjian
internasional tentang HAM. Jika salah satu pihak saja tidak mau berpartisipasi atau lepas dari
tanggungjawabnya maka penegakan HAM di suatu negara tidak akan berhasil. Dalam penegakan
HAM di negara Indonesia terdapat beberapa hambatan yang disebabkan oleh berbagai aspek,
adapun diantara adalah:

1. Kondisi Sosial Budaya

Salah satu faktor terhambatnya penegakan HAM di Indonesia adalah kondisi sosial budaya. Hal
ini tidak terlepas dari kondisi Indonesia yang berupa negara kepulauan. Dengan banyaknya pulau
di Indonesia maka beraneka ragam pula adat, kebudayaan, ras, maupun suku di Indonesia.
Kondisi sosial budaya yang menghambat penegakan hukum di Indonesia diantaranya adalah:

 Masih tingginya penerapan hukum adat di atas hukum nasional sehingga beberapa
ketentuan justru melanggar HAM suatu kelompok masyarakat, hal ini mengakibatkan
pemerintah dan aparat kepolisian kesulitan untuk menegakkan HAM untuk kelompok
masyarakat tersebut.
 Status sosial dan stratifikasi penduduk Indonesia yang sangat kompleks membuat
penegakan HAM sulit untuk dilakukan.
 Masih rendahnya pemahaman penduduk tentang HAM sehingga mereka tidak menyadari
ketika hak-haknya telah dilanggar.
 Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang upaya aparat dan pemerintah dalam
melindungi kepentingan-kepentingannya
 Ketidakberdayaan masyarakat untuk memanfaatkan perlindungan hukum untuk menuntut
haknya karena keterbatasan ekonomi, kondisi psikologi, maupun terkendala faktor sosial
dan politik.
 Belum banyak masyarakat yang sadar hukum dan betapa pentingnya penegakan HAM di
dalam kehidupan.
 Masih banyak masyarakat yang enggan berpartisipasi dalam penegakan HAM seperti
membiarkan pelanggaran HAM terjadi di sekitarnya dengan alasan tidak mau menggangu
urusan orang lain.

2. Komunikasi dan Informasi

Komunikasi dan informasi menjadi salah satu penyebab terhambatnya penegakan HAM di
Indonesia. Hal ini dikarenakan beberapa hal sebagai berikut:

 Kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari gunung, lembah, rawa-rawa dan sebagainya
serta bentuk negaranya yang berupa negara kepulauan menyebabkan sulitnya akses
komunikasi dan informasi ke beberapa daerah.
 Belum adanya sarana dan prasarana yang memadai yang mencakup seluruh wilayah
Indonesia untuk berkomunikasi dan menyebarkan informasi.
 Belum banyak sumber daya manusia yang berpendidikan dan terampil untuk
memecahkan masalah komunikasi dan informasi di Indonesia. Meskipun beberapa
peneliti sudah menghasilkan terobosan baru di bidang komunikasi dan informasi namun
dukungan pemerintah dan pihak swasta di Indonesia masih rendah.
 Terbatasnya sistem informasi yang digunakan di Indonesia dari segi perangkat maupun
teknologinya.

3. Kebijakan Pemerintah
Dalam membuat kebijakan, pemerintah harus berpedoman kepada kepentingan nasional.
Kebijakan pemerintah sangat berpengaruh terhadap penegakan HAM. Beberapa hambatan
dalam penegakan HAM oleh pemerintah adalah:

 Beberapa kebijakan pemerintah menimbulkan pro dan kontra di dalam masyarakat karena
dianggap tidak bisa melindungi hak seluruh warga negara.
 Untuk menjaga stabilitas nasioal terkadang pemerintah sendiri yang justru mengabaikan
HAM warga negaranya.
 Belum adanya kesamaan prinsip atau pandangan tentang pentingnya jaminan HAM oleh
para penguasa.
4. Perangkat Perundangan

Perangkat perundangan juga menjadi salah satu penyebab terhambatnya penegakan HAM.
Undang-undang yang dimaksud disini adalah ketentuan tertulis yang dibuat oleh pemerintah
pusat maupun daerah yang sah. Peraturan perundangan dibuat dengan tujuan mengatur tingkah
laku seluruh warga negara tanpa kecuali termasuk pemerintah. Selain itu juga melindungi hak-
hak manusia agar tidak berselisih dan bersinggungan. Hambatan-hambatan penegakan HAM
oleh peraturan perundangan adalah :

 Beberapa perundang-undangan merupakan pengesahan dari ketentuan yang ditetapkan


dalam konvensi internasional. Tidak semua isi ketentuan dalam konvensi tersebut sesuai
untuk diterapkan di Indonesia karena berbedanya situasi dan kondisi negara.
 Terdapat peraturan perundang-undangan yang belum memiliki aturan pelaksanaannya
sehingga menyulitkan aparat kepolisian untuk menegakkannya.
 Terdapat beberapa ketentuan dalam perundang-undangan yang saling bertentangan
 Tidak adanya perundang-undangan yang sedemikian lengkap yang dapat mengatur semua
perilaku manusia sehingga mayoritas ketentuan dibuat setelah terjadinya permasalahan

5. Aparat dan Penindakannya

Aparat yang dimaskud disini adalah aparat kepolisian. Polri memiliki tanggung jawab dalam
penegakan HAM di Indonesia. Hal ini karenakan polri memiliki tugas dalam menjaga supremasi
HAM sesuai ketentuan yang tertuang di dalam UU (Undang-Undang) No. 2 Tahun 2002, yakni :

 Polri harus menjaga dan melindungi keamanan masyarakat, tata tertib serta penegakan
hukum dan HAM.
 Polri harus menjaga keamanan umum dan hak milik, serta menghindari kekerasan dalam
menjaga tata tertib bermasyarakat dengan menghormati supremasi HAM
 Polri dalam melakukan pemeriksaan terhadap tersangka harus menghormati asas praduga
tak bersalah sebagai hak tersangka sampai dinyatakan terbukti bersalah oleh pengadilan.
 Polri harus mematuhi norma-norma hukum dan agama untuk menjaga supremasi HAM.

Kendala-kendala aparat dalam penegakan HAM dikarenakan berbagai faktor, diantaranya


adalah:

 Masih terdapat praktik korupsi dan kolusi di dalam aparat kepolisian, hal ini dikarenakan
masih lemahnya kualitas mental para penegak hukum terhadap pemuasan kebutuhan
tertentu terutama kebutuhan materil.
 Aparat kepolisian harus bisa melindungi HAM seluruh warga negara tanpa kecuali
termasuk harus menghormati hak-hak tersangka pelanggaran HAM sampai terbukti
bersalah, hal ini dapat mempengaruhi proses penegakan HAM karena tidak sedikit
tersangka yang sebenarnya bersalah memanfaatkan hak-haknya sehingga mereka bisa
terlepas dari hukum.

Meskipun demikian, sudah banyak aparat kepolisian yang bekerja secara profesional demi
terwujudnya penegakam HAM di Indonesia. Beberapa ulasan diatas telah menunjukkan kepada
kita hambatan penegakan HAM di Indonesia yang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Untuk itu,
kita sebagai generasi penerus bangsa harus ikut andil dalam penegakan HAM di Indonesia.
Beberapa hal yang dapat kita lakukan diantaranya adalah:

 Menjadi teladan bagi yang lainnya sebagai penduduk Indonesia yang menjunjung tinggi
HAM
 Memberikan pemahaman kepada masyarakat agar sadar hukum dan memahami
petingnya menjunjung HAM.
 Kritis dan tanggap terhadap pelanggaran HAM yang terjadi di sekitar baik yang
dilakukan oleh masyarakat, aparat, maupun pemerintah.

Anda mungkin juga menyukai